Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM
BUDAYA JAWA
(Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat
Pager Kec. Kaliwungu Kab. Semarang Tahun 2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh:
NURUL HASANAH
NIM 11110074
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2015
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM
BUDAYA JAWA
(Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat
Pager Kec. Kaliwungu Kab. Semarang Tahun 2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh:
NURUL HASANAH
NIM 11110074
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2015
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:
Nama : NurulHasanah
NIM : 111 10 074
Jurusan/Progdi : Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam
Judul :
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM
BUDAYA JAWA (Telaah Prosesi Adat Pemakaman Pada
Masyarakat Pager, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten
Semarang Tahun 2014)
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 10 Januari 2015
Pembimbing
Prof. Dr. Mansur, M.Ag.
NIP. 19680613 199403 1 004
SKRIPSI
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA
(Telaah Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Pager, Kec.Kaliwungu,
Kab.Semarang Tahun 2014)
DISUSUN OLEH
NURUL HASANAH
11110074
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah,
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 20 Februari
2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1
kependidikan Islam
SusunanKetuaPenguji
KetuaPenguji : Suwardi, M.Pd.
SekretarisPenguji : Prof.Dr. Mansur, M.Pd.
Penguji I : Sri Suparwi, M.Pd.
Penguji II : Wahidin, M.Pd.
Salatiga,20 Februari 2015
Ketua STAIN Salatiga
Dr. Rahmat hariyadi, M.Pd.
NIP: 19670112 199201 1 005
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurul Hasanah
NIM : 11110074
Jurusan :Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, 10 Januari 2015
Yang Menyatakan,
Nurul Hasanah
NIM: 11110074
MOTTO
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran. (Al-Qur‟an surat Al-Ashr ayat 1-3).
“Semangatlah untuk menjalani hidupmu dalam memperoleh amal shaleh untuk
kelak di akherat sebelum kau terbujur kaku dipembaringan untuk
selamanya”
*_Nurul Hasanah_*
PESEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak Munasir dan Ibu Solikhah tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih
sayang, mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa yang tak pernah putus
serta nasihat-nasihatnya.
2. Saudara-saudaraku, (Mas Udin, Mas Azis dan Dek Fajar), terima kasih atas
dukungan yang telah kalian berikan kepadaku.
3. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku dosen Pembimbing Skripsi.
4. Teman-teman PAI B yang telah memberikan motivasi dan arahan dalam
mengerjakan skripsi ini.
5. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini dan
kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
KATA PENGANTAR
ثع هللا اس د اس خ١
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam penulis sanjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul:
“NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA (Telaah
Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Semarang Tahun 2014)” dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan
yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual.
Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah.
3. Bapak Rasimin, M.Pd selaku Ketua Program Studi PAI.
4. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan STAIN Salatiga, yang telah membantu
proses penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Munasir dan Ibu Solikhah, selaku orang tua.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan dan kemampuan dan
pengetahuan penulis. Sehingga masih banyak kekurangan yang perlu untuk
diperbaiki dalam skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Salatiga, 10 Januari 2015
Penulis
Nurul Hasanah
NIM: 11110074
ABSTRAK
Hasanah, Nurul. 2014. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Budaya Jawa (Telaah
Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager Kec.Kaliwungu
Kab.Semarang Tahun 2014). Jurusan Tarbiyah Program Studi
Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Islam Negeri Salatiga. Dosen
Pembimbing Prof. Dr. Mansur, M.Ag.
Kata Kunci: Nilai, Pendidikan, Pendidikan Islam, dan Budaya Jawa.
Penelitian ini membahas tentang Nilai-nilai Pendidikan
Islam dalam Budaya Jawa (Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada
Masyarakat Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang
tahun 2014). Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini
adalah Prosesi apa saja yang terdapat dalam adat pemakaman, dan
Apa saja nilai-nilai Pendidikan yang terkandung dalam Budaya
Jawa terutama dalam Adat pemakaman pada masyarakat Pager
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang tahun 2014. Rumusan
masalah tersebut bertujuan untuk mengetahui apa saja nilai
pendidikan yang terkandung dalam prosesi adat pemakaman pada
masyarakat Pager.
Kehadiran peneliti di lapangan sangat penting mengingat
skripsi ini adalah kualitatif. Peneliti bertindak langsung sebagai
instrumen langsung dan sebagai pengumpul data dari hasil
observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data
yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan atau
responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain
data-data tersebut berupa keterangan dari para informan,
sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data
tersebut selain diperoleh dari wawancara, juga didapatkan dari
observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara
menelaah data yang ada. Lalu mengadakan reduksi data, penyajian
data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa nilai-nilai
pendidikan Islam dalam Budaya Jawa yang terkandung dalam
prosesi adat pemakaman pada masyarakat Pager meliputi
pendidikan aqidah, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah dan
didalam adat tersebut juga terdapat pendidikan sosial yang
menujukkan rasa kegotongroyongan yang dilakukan masyarakat
ketika mendengar kabar duka.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …..……………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENULISAN…………………………….……... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN……………….…….. vi
HALAMAN MOTTO …………………………………………………………... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………………... viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. xi
ABSTRAK ……………………………………………………………………… xi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 7
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. 8
D. Kegunaan Penelitian ……………………………………………………. 8
E. Definisi Operasional ……………………………………………………. 9
F. Metode Penelitian ………………………………………………………. 10
G. Metode Pengumpulan Data …………………………………………….. 11
H. Analisis Data ……………...…………………………………………….. 12
I. Sistematika Penulisan …………………………………………………... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………………… 15
A. Pengertian Nilai …………………………………………………………. 15
B. Pengertian Pendidikan ………………………………………………….. 19
C. Pengertian Pendidikan Islam ……………………………………………. 22
D. Pengertian Budaya Jawa ………………………………………………... 27
E. Prosesi Adat Pemakaman Dalam Masyarakat Jawa ……………………. 32
1. Deskripsi Kematian ……………………………………………......... 32
2. Perawatan Jenasah ……………………………………………........... 34
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN …………………. 40
A. Letak Geografis Desa Pager …………………………………………….. 40
1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan di Desa Pager …………………….. 41
2. Kondisi Sosial Keagamaan di Desa Pager ………………………….. 42
3. Kondisi Pendidikan di Desa Pager …………………………………. 43
4. Kondisi budaya di Desa Pager …………………………………….. 45
B. Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Pager ……………………... 46
1. Waktu Penyelenggaraan Prosesi Pemakaman ……………………… 48
2. Hasil Wawancara …………………………………………………... 60
3. Deskripsi Singkat Tentang Sedekah Atau Slametan ...……………... 75
C. Pemahaman Masyarakat Ds. Pager, Kec. Kaliwungu, Kab. Semarang
Terhadap Prosesi Pemakaman …………………………..........................
67
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………………. 72
A. Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Desa Pager Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014 …………………………
72
1. Waktu Penyelenggaraan Prosesi Pemakaman ………………………. 72
2. Prosesi Setelah Pemakaman ………………………………………… 79
3. Deskripsi Tentang Sedekah Atau Slametan ………………………… 82
B. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Prosesi Adat
Pemakaman Pada Masyarakat Ds. Pager, Kec. Kaliwungu, Kab.
Semarang ………………………………………………………………...
84
BAB V PENUTUP …………………………………………………………….. 96
A. Kesimpulan ……………………………………………………………... 96
B. Saran ……………………………………………………………………. 98
C. Penutup …………………………………………………………………. 99
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………... 100
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………………… 104
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan berasal dari kata “didik” lalu kata ini mendapat tambahan
“me”, sehingga menjadi mendidik artinya memelihara dan memberi
latihan.Dalam pemeliharaan dan latihan diperlukan ajaran.Tatanan dan
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan (Syah, 1995: 10).
Menurut Abuddin Nata (2010:10), pendidikan berasal dari bahasa Arab
yaitu al tarbiyahyang berarti proses menumbuhkan dan mengembangkan
potensi (fisik, intelektual, sosial, estetika, dan spiritual) yang terdapat pada
peserta didik, sehingga dapat tumbuh dan terbina dengan optimal, melalui cara
memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengaturnya secara
terencana, sistematis, dan berkelanjutan.
Pendidikan mempunyai makna yang sangat luas cangkupannya, dalam
memberikan ajaran kecerdasan pikiran ataupun tatanan mengenai akhlak.Untuk
itu pendidikan mempunyai peran dalam memberikan ajaran tentang kecerdasan
pikiran ataupun tatanan mengenai akhlak, untuk membentuk kepribadian
manusia yang mulia dengan membinanya yang baik.Yang membuat manusia
itu mulia adalah “karena ia berilmu.Ia dapat hidup senang dan tenteram karena
berilmu dan menggunakan ilmunya. Ia dapat menguasai alam ini dengan
ilmunya” (Daradjat, 2011:7) dan memiliki tatanan akhlak.Dalam memberikan
ajaran tentang akhlak untuk membentuk kepribadian manusia yang mulia dapat
membinanya melalui pendidikan Islam.
Pendidikan Islam adalah upaya normatif yang berfungsi untuk
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia (Achmadi, 2005:83).Karena
manusia adalah “ciptaan Allah dengan kedudukan yang melebihi makhluk
ciptaan Allah yang lainnya.Selain itu manusia sudah dilengkapi dengan
berbagai potensi yang dapat dikembangkan” (Jalaluddin, 2001:17).
Potensi manusia adalah memiliki akal. Karena “potensi akal memberi
kemampuan kepada manusia untuk memahami simbol-simbol, hal-hal abstrak,
menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan dan akhirnya
memilih maupun memisahkan antara yang benar dari yang salah” (Daradjat,
2011:34). Dalam mengembangkan potensi manusia tersebut diperlukan
pengajaran dan binaan serta pengarahan dengan baik untuk membentuk
kepribadian manusia yang mulia dalam suatu masyarakat yang baik.Karena
Islam sendiri mengajarkan bahwa “untuk menciptakan masyarakat yang baik
harus bermula dengan menciptakan manusia yang baik, sebab manusia itulah
sebagai unit terkecil dari masyarakat” (Langgulung, 1986:81).
Dalam upaya tersebut pendidikan Islam memberikan pengarahan dan
pengajaran untuk membentuk kepribadian manusia yang mulia dan saling
bertoleransi antar sesama, yang berlandaskan pada “nilai-nilai sosial
kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Al Qur‟an dan
sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan
bagi manusia” (Azra, 1999:9). Agar hal tersebut dapat terlaksana dengan baik
maka diperlukan sebuah media atau sarana untuk menyampaikannya agar lebih
mudah dipahami. Sehingga banyak orang yang menciptakan atau
mengapresiasikannya melalui hal-hal yang menarik seperti dengan kebudayaan
yang mengandung nilai-nilai moral, spiritual dan intelektual yang dapat
membentuk karakter atau kepribadian bagi masyarakat khususnya
terhadapgenerasi penerus. Karena kebudayaan adalah hasil dari karya, rasa, dan
cipta masyarakat. Sehingga siapa saja yang dapat memahami makna yang
terkandung dalam kebudayaan atau tradisi dapat mengambil hikmah
pendidikan.
Kebudayaan tercipta karena kegiatan manusia yang“menggunakan akal
pikirannya, perasaannya, dan ilmu pengetahuaanya, tumbulah kebudayaan,
baik berbentuk sikap, tingkah laku, cara hidup, ataupun berupa benda, irama,
bentuk dan sebagainya” (Daradjat, 2011:8). “Pemikiran dan kegiatan manusia
yang disebut kebudayaan itu bertujuan untuk mempertahankan hidup dan
melanjutkannya” (Gazalba, 1988:2).
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan
tentang kebudayaan, juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin
tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap hari orang melihat,
memepergunakan, dan bahkan kadang-kadang merusak hasil kebudayaan
(Soekanto, 1981: 54).
Hasil-hasil kebudayaan tersebut adalah warisan dari nenek moyang
yang telah dipergunakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Karena
kebudayaan dapat mencakup kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat-
istiadat yang mengandung nilai-nilai pendidikan yang bermanfaat bagi generasi
penerus, yang dapat diperlihatkan secara langsung, dan dapat dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari sebagai teladan yang baik serta dijaga agar
kebudayaan tersebut tetap bermakna dalam kehidupan.Oleh karena itu,
Pendidikan Islam dengan menggunakan budaya sangat diperlukan sebagai
bagian dari pembentukan jati diri Muslim lewat lingkungan dengan simbol-
simbol edukatif-religius yang dimilikinya (Raqib, 2007:10).
Pendidikan yang terkandung dalam kebudayaan selalu dikaitkan dengan
suatu tradisi atau upacara tradisional yang telah dilaksanakan secara turun-
temurun oleh masyarakat.
Terutama masyarakat Jawa yang selalu kental dengan tradisi. Karena
masyarakat Jawa merupakan satu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-
norma hidup karena sejarah, tradisi, maupun agama (Jamil dkk, 2002: 4), dan
“menjunjung tinggi budaya unggah-ungguh atau tatakrama. Tatakrama yang
detail dalam segala perilaku” (Roqib, 2007:7).
Oleh karena itu masyarakat Jawa mengapresiasikan pendidikan melalui
tradisi yang mengandung norma-norma hidup maupun tuntunan agama yang
sangat bermakna dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat mendidik bagi
anak-anak dengan unggah-ungguh dalam kesehariannya. Biasanya tradisi
tersebut dilakukan dengan cara upacara tradisional, yang sering dilakukan
dalam berbagai aspek kehidupan pada masyarakat. Akan tetapi upacara-
upacara tradisional tersebut tidak hanya mencangkup hal-hal yang berwujud
kesenangan ataupun kesenian yang bersifat hiburan walupun didalamnya
terdapat unsur pendidikan. Namun upacara-upacara tradisional tersebut juga
dilakukan pada saat kematian seseorang atau upacara pemakaman untuk
menghormati almarhum.
Karena semua makhluk hidup yang ada di muka bumi tidak kekal, dan
pada suatu saat nanti pasti akan mengalami kematian (Sulaeman,1995:84).
“Kematian adalah keniscayaan, tidak satu jiwa pun mampu menghindarinya”
(Hidayat, 2006:vii). Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali„Imran ayat 185
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung.
kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (Departemen Agama RI, 1999:109).
Setiap orang pasti akan merasakan sakaratul maut atau kematian, akan
tetapi tempat, waktu dan kondisi ketika sakaratul maut datang tidak ada yang
mengetahui hal tersebut kapan akan terjadi. Untuk itu, perlu mempersiapkan
diri sebagai bekal di alam kubur dan di akhirat nanti. Karena ketika seseorang
meninggal dunia maka akan terputus semua amalnya, kecuali tiga perkara yaitu
amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang selalu
mendoakannya.
Ketika seseorang yang sedang menjalani sakaratul maut, oleh keluarga
akan dibimbing untuk menirukan bacaan syahadat. Bahkan terkadang juga
akan memanggil modin atau orang yang ahli dalam agama untuk membantu
proses keluarnya roh dari jasad agar lebih mudah. Ketika sudah tidak ada
tanda-tanda kehidupan dari orang tersebut dan sudah tersiar kabar tentang
berita duka atau kematian, para sanak keluarga yang jauh, tetangga dan
masyarakat sekitarnya akan berdatangan ke rumah duka untuk melayat. Para
tentangga akan membantu mempersiapkan segala pernak-pernik kebutuhan
yang akan dipergunakan dalam proses perawatan jenazah sebelum
dikebumikan. Mulai dari mempersiapkan kain kafan sampai mempersiapkan
liang lahat untuk pemakamannya dan serangkaian upacara atau
slametan/kenduren untuk mendoakan almarhum setelah dikebumikan. Sanak
keluarga biasanya akan menunggu disamping jenazah untuk mendoakan atau
“ngaji” sebelum dimandikan dan sesudah dimandikan sambil menunggu proses
penyolatan jenazah, serta sebagian sanak keluarga ada yang “among tamu”
atau memberi salam kepada para pelayat yang datang.
Dalam proses upacara atau ritual tersebut terdapat banyak rangakain
yang harus dijalani dan harus teliti agar tidak ada yang terlewatkan karena
mengurus jenazah berbeda dengan yang lainnya, mulai dari jenazah sebelum
dimandikan sampai jenazah sudah dikebumikan, ada tata cara yang dilakukan.
Tata cara tersebut dilakukan untuk memberikan pesan moral dan spiritual
kepada orang-orang yang hadir agar ingat bahwa suatu saat pasti akan
menemui ajal. Ketika sudah selesai dikebumikan masih ada lagi upacara yang
akan dijalani oleh keluarga almarhum. Upacara atau ritual tersebut diadakan
untuk menghormati almarhum yang terakhir kalinya sebelum dikebumikan dan
sesudah dikebumikan, serta untuk mendoakan agar terhindar dari siksa kubur
serta dimudahkan untuk menjawab pertanyaan dalam kubur.
Namun sekarang ini banyak yang salah mengartikan tentang upacara
atau tata cara tersebut dengan berpendapat bahwa hal-hal tersebut tidak perlu
dilakukan. Akan tetapi masih banyak yang mempertahankan tata cara atau adat
tersebut untuk dilakukan. Karena mereka berpendapat bahwa hal-hal tersebut
mengandung maksud dan arti pendidikan yang mendidik agar masyarakat itu
sadar akan makna sebuah kematian. Serta dalam tata cara atau adat tersebut
juga terkandung makna pendidikan Islam.
Berdasarkan hal-hal tersebut peneliti mengajukan judul penelitian yang
berjudul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA
JAWA (Telaah Proses Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014)”.
B. Rumusan Masalah
Penulis akan mengemukakan rumusan masalah lebih lanjut, supaya
dapat mempermudah dalam proses penelitian ini. Dalam penelitian ini, yaitu:
1. Prosesi apa saja yang terdapat dalam adat pemakaman di Desa Pager
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014?
2. Apa nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Budaya Jawa
terutama dalam adat pemakaman pada Masyarakat Pager Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
Didalam suatu penelitian selalu memiliki tujuan, adapun tujuan dalam
penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui prosesi dalam adat pemakaman di Desa Pager
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam
Budaya Jawa terutama dalam adat pemakaman pada Masyarakat Pager
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi informasi yang jelas
tentang ada tidaknya nilai-nilai pendidikan Islam dalam Budaya Jawa pada adat
pemakaman di Desa Pager. Dari informasi tersebut dapat memberi secara
teoritis maupun praktis yaitu :
1. Manfaat Teoritis, diharapkan dapat memberikan pemikiran bagi masyarakat
agar dapat memperkaya hasanah pendidikan yang diperoleh dari penelitian
lapangan ini
2. Manfaat Praktis, diharapkan masyarakat dapat memperoleh pemahaman
tentang arti atau makna yang terkandung dalam setiap prosesi
pemakaman,sehingga dapat membangkitkan sikap atau perilaku yang positif
dari nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam prosesi pemakaman
tersebut pada kehidupan sehari-hari.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya salah pengertian dalam memahami judul
penelitian diatas, maka penulis akan menjelaskan arti istilah–istilah tersebut
sebagai berikut:
1. Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek,
menyangkut segala sesuatau yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi,
pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku
yang ketat (Sulaeman, 1995:19). Karena nilai mempunyai perasaan-
perasaan tentang apa yang diinginkan dan apa yang tidak diinginkan oleh
manusia sebagai wujud dari keinginannya yang tercipta dari kepribadian
manusia.
2. Pendidikan adalah program yang bersifat kemasyarakatan, dan oleh karena
itu, setiap falsafah yang dianut oleh suatu masyarakat berbeda dengan
falsafah yang dianut oleh masyarakat lain sesuai dengan karakternya, serta
kekuatan peradaban yang mempengaruhinya yang dihubungkan untuk
menegakkan spiritual dan falsafah yang dipilih dari tujuan, untuk
memperoleh kenyamanan hidupnya (Nata, 2010:29).
3. Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitroh manusia serta sumber daya insani yang ada padanya
menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma
islam (Materi Ujian Komprehensif Lisan:25).
4. Budaya Jawa atau kebudayaan jawa adalah pancaran atau pengejawantahan
budi manusia jawa yang mencangkup kemauan, cita-cita, ide maupun
semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan, dan kebahagiaan
hidup lahir batin (Partokusumo, 1995:166). Sehingga masyarakat jawa
mengapresiasikannya melaui kebudayaan yang memiliki makna pendidikan
yang penuh dengan ajaran moral. Karena orang jawa percaya dan
berlindung kepada Sang Pencipta untuk itu mereka menyampaikannya
melalui hal-hal yang dapat mendidik.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam menyelesaikan masalah ini peneliti menggunakan penelitian
kualitatif yang bertujuan untuk memahami (understanding) dunia makna
yang disimbolkan masyarakat menurut prespektif masyarakat itu sendiri.
Karena bersifat understanding, data penelitian kualitatif bersifat naturalistik,
serta pelaporannya bersifat deskriptif dan naratif (Suprayogo, 2001:9).
Deskriptif yaitu “Penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan gejala
sosial, politik, ekonomi, dan budaya” (Maman dkk, 2006:29). Sedangkan
naratif adalah sebuah gambaran yang berbetuk cerita.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Pager Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Semarang. Waktu penelitian dimulai bulan September 2014
sampai dengan selesai.
3. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memperoleh sumber lapangan melalui
informasi dari keluarga orang yang meninggal (orang tua, suami/istri, anak
dan lain-lainnya), beberapa tetangga, dan tokoh masyarakat. Subjek yang
telah dipilih tersebut diharapkan dapat menggambarkan dan memberikan
informasi yang sebenar-benarnya tentang keadaan yang ada.
G. Metode Pengumpulan Data
Kebenaran dalam penelitian ini dapat diterima apabila ada bukti-bukti
yang nyata dengan prosedur-prosedur yang jelas dan sistematis serta dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun penelitian ini menggunakan
beberapa metode antara lain:
1. Metode Observasi
Adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari
jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial-agama (perilaku,
kejadian-kejadian, keadaan, benda, dan simbol-simbol tertentu) selama
beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi, dengan
mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data
analisis (Suprayogo, 2011:167).Metode ini dilakukan dengan pengamatan
langsung terhadap proses atau tahapan dalam pelaksanaan adat pemakaman
di Desa Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014.
2. Wawancara atau Interview
Adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh
informasi dari terwawancara (Arikunto, 1998:145). Metode ini penulis
gunakan untuk mengumpulkan data yang penulis tanya-jawabkan kepada
responden dan untuk mengetahui bagaimana bentuk pelaksanaan adat
tersebut dilakukan serta tujuan dari nilai-nilai pendidikan dalam adat
tersebut.
3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis.
Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-
benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan,
notulen rapat, cacatan harian dan sebagainya (Arikunto, 1998: 149).
Menurut Imam Suprayogo (2001:164) mengatakan, “dokumen merupakan
bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau
aktifitas tertentu.Ia bisa merupakan rekaman atau dokumen tertulis seperti
arsip data, bisa surat-surat, rekaman, gambar, benda-benda peninggalan
yang berkaitan dengan suatu peristiwa”. Metode tersebut penulis gunakan
untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan melalui dokumen yang
berupa foto, gambar dan bukti-bukti tertulis lainnya, yang dapat mendukung
dan membantu penelitian tersebut agar lebih falid.
H. Analisis Data
Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni (2001:191) mengatakan.
”Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,
sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi agar sebuah fenomena memiliki nilai
sosial, akademis, dan ilmiah”. Sedangkan menurut Lexy.J.Moelong (2009:248)
“analisis data adalah upaya yang dilakukan denga jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjdai satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain”.
Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui
observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan masyarakat desa
Pager. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks
permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data
dengan cara mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data
sehingga data-data benar valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan
makna data yang merupakan proses penentuan dalam memahami konteks
penelitian yang sedang diteliti. Sehingga “proses analisis data dimulai dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari
wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan,
dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya” (Moelong,
2002:190).
I. Sitematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, maka akan
dikemukakan sistematika hasil penelitian yang secara garis besar dapat dilihat
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, metode pengumpulan data
penelitian, analisis data,dansistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam BAB II mengenai tentang nilai, pendidikan islam, budaya
jawa dan tentang prosesi adat pemakaman pada mayarakat jawa di
Desa Pager.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Berisi tentang gambaran umum Desa Pager Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Semarang, yang meliputi letak geografis, dan
pelaksanan adat pemakaman.
BAB IV PEMBAHASAN
Dalam BAB IV mengenai tentang nilai-nilai pendidikan Islam
yang terkandung dalam budaya jawa terutama pada proses adat
pemakaman di Desa Pager.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek,
menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi,
pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku
yang ketat (Sulaeman, 1995:19). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Nilai
adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan
bernilai dalam kehidupan manusia” (1989:615). Dan “nilai-nilai adalah aspek
evaluasi dari system-sistem kepercayaan, nilai sikap. Dimensi-dimensi evaluasi
ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika,
kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan. Meskipun setiap orang
mempunyai tatanan yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung
menyerap budaya” (Mulyana dan Jalaluddin, 1993:28).
“Nilai timbul dari olahan sosial yang mempengaruhi individu terus
menerus.Sehingga nilai itu menyatu dengan diri. Tanpa adanya interaksi, tidak
ada nilai.Nilai bisa berupa pandangan, pertimbangan, kenyakinan hidup atau
yang bisa timbul dari ramuan agama atau suatu anggapan yang implisit terikat
pada individu atau kelompok individu yang patut dan wajar” (Sukanto,
1994:45). Interaksi timbul dari “hubungan timbal balik atau aksi dan reakasi
diantara orang-orang” (Huda, 2008:38).
Dalam hal ini nilai mempunyai cangkupan yang sangat luas dan
memiliki makna tersendiri di masyarakat. Karena nilai tidak bisa dipisahkan
dengan kehidupan sosial masyarakat yang mempunyai unsur terpenting dalam
kehidupan masyarakat. Nilai terlahir dari kehidupan masyarakat yang sudah
terolah dengan sempurna, sehingga masyarakat memegang teguh dan
mepertahankannya, serta nilai dapat mengikat masyarakat karena nilai
mempunyai aturan-aturan yang sudah tertata dalam masyarakat. Dan nilai
merupakan “suatu seperangkat kenyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai
suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran,
perasaan, keterikatan maupun perilaku” (Ahmadi dan Noor Salimi, 1991:202).
Pola pemikiran tersebut berlandaskan perasaan, karena perasaan
digunakan orang-orang untuk membuat dan mengambil keputusan sebagai
standar dalam perilaku untuk membentuk kepribadian melalui interaksi sosial
masyarakat. Serta digunakan dalam kegiatan sehari-hari yang bertujuan untuk
mengarahkan masyarakat agar memiliki identitas yang memberikan corak yang
berbeda dengan masyarakat lainnya, dalam menghasilkan produk-produk yang
bersifat material maupun non material.
Nilai merupakan landasan atau tujuan dari kegiatan sehari-hari yang
menentukan dan mengarahkan bentuk corak, intensitas, kelenturan (flexible),
perilaku seseorang atau kelompok orang, sehingga menghasilkan bentuk-
bentuk produk yang bersifat materi seperti benda-benda budaya maupun
bentuk-bentuk non materi yang dinyatakan dalam gerak atau pendapat
seseorang yang bersifat non materi, kegiatan-kegiatan kebudayaan dan
kesenian, atau pola dan konsep berpikir (Ahmadi dan Noor Salimi, 1991:203).
Dari nilai tersebut akan terlahir suatu nilai moral, spiritual atau keagamaan,
budaya, intelektual dan lain sebagainya, yang memiliki makna penting dalam
masyarakat dan nilai-nilai tersebut saling berkaitan dengan satu sama lainnya
yang saling memberi pengaruh terhadap perilaku masyarakat.
Nilai moral adalah aturan, ketentuan, kebiasaan, adat istiadat yang
mengikat warga kelompok dalam masyarakat. Dipakai sebagai panduan,
tatanan, dan kendalian tingkah laku yang sesuai dan berterima, bersumber pada
berbagai keharusan dan larangan, yang diletakkan oleh masyarakat pada
warganya (Sukanto, 1994:45). Sehingga nilai moral tersebut digunakan sebagai
landasan hidup dalam suatu masyarakat sebagai pengendalian tingkah laku
warganya, yang bersumber dari nilai spiritual atau nilai keagamaan. Karena
nilai keagamaan adalah “konsep penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga
masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang
bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan
masyarakat bersangkutan” (KBBI, 1989:615).
Nilai spiritual lebih mengacu pada “nilai-nilai manusiawi non material
imaterial. Dalam konteks ilmu pengetahuan spiritual lebih cenderung pada
kemampuan-kemampuan lebih tinggi (mental, intektual, estetik, religius), dan
nilai-nilai pikiran, keindahan, kebaikan dan kebenaran, belas kasihan kejujuran
dan kesucian merupakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya”
(Muliawan, 2005:122-123).
Manusia diberikan akal pikiran oleh Tuhan sehingga manusia dapat
mempunyai nilai intelektual atau pengatahuan yang dapat membedakan antara
baik dan buruk tentang suatu persoalan dalam lingkungannya, dan manusia
dapat memilihnya. Dalam perkembangannya diharapkan dapat memberikan
kesadaran tentang moralitas. Moralitas dipengaruhi oleh katahati karena
katahati yang memutuskan “mengenai tindakannya sendiri yang merupakan
penilaian dalam bidang baik-buruknya. Katahati dapat dipergunakan sebagai
alat pengontrol sebelum tindakan diadakan, dapat berfungsi sebagai penerang,
sedangkan sesudah tindakan fungsinya sebagai hakim yaitu mengakui kebaikan
atau keburukan tindakan yang telah terlaksanakan karena pilihannya sendiri”
(Poedjawijatna, 1983:131).
Dari tindakan yang dilakukan pastinya akan menimbulkan dampak baik
maupun dampak buruk. Untuk itu, ketika mengambil keputusan harus
memikirkan resikonya dan harus siap mempertanggungjawabkan atas tindakan
tersebut. Jangan sampai salah dalam mengambil keputusan tersebut.
Nilai budaya terlahir dari cipta, karya, dan rasa manusia, untuk
mempererat hubungan antar warga masyarakat agar tidak ada kesenjangan
sosial dan untuk menjaga “keharmonisan sosial yang berarti menjaga agar
kehidupan sosial selalu ada dalam keserasian, keselarasan, dan kerukunan”
(Roqip, 2007:21). Karena “manusia memiliki wawasan dan tujuan hidup
tertentu sesuai dengan kesadaran dan cita-citanya” (Simuh, 2003:1), dan “nilai-
nilai budaya juga menegaskan perilaku-perilaku mana yang penting dan
perilaku-perilaku mana pula yang harus dihindari” (Mulyana dan Jalaluddin,
1993:29). Karena manusia mempunyai rasa untuk menciptakan sebuah karya
yang mempunyai makna sebuah nilai yang mempunyai tujuan tersendiri tetapi
masih saling berhubungan. Oleh karena itu, “manusia dengan daya tahunya
serta daya-daya capainya, terutama kehendaknya tidak menyerah”
(Poedjawijatna, 1983:132) begitu saja dalam mengembangkan nilai-nilai
tersebut, agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat dan nilai-nilai tersebut
digunakan sebagai aturan yang terorganisasikan untuk membuat pilihan-pilihan
dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali pendidikan kebudayaan
yang mengadung nilai-nilai tersebut dalam sebuah tradisi. Karena tradisi
tercipta dari kreativitas dari sebuah pemikiran dan pengetahuan manusia, untuk
memperindah dalam kehidupan dan sebagai metode dalam penyaluran
pendidikan keagamaan.
Nilai-nilai, norma, dan tradisi sosial yang memberikan corak keislaman
serta relevan dengan perkembangan zaman dan dapat mengikuti perkembangan
kebudayaan, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Segala aspek dalam masyarakat
yang berwarna Islam dapat dijadikan sumber tambahan (Azra, 1999:77).
B. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia (Jalaluddin, 2001:65). Hampir setiap orang mengalami dan
menjalani pendidikan, di mulai sejak kecil sampai ke liang lahat, manusia tidak
bisa dipisahkan dengan pendidikan. Baik pendidikan yang dilakukan secara
formal maupun informal. Pendidikan secara formal dilakukan di lingkungan
sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan terkait. Sedangkan pendidikan
informal dilakukan di luar lingkungan sekolah. Pendidikan informal lebih
banyak dijalani oleh anak didik karena mereka lebih banyak mengabiskan
waktu di lingkungan masyarakat dan di lingkungan keluarga, sehingga
pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat sangat mempengaruhinya.
Pendidikan akan mengantarkan individu untuk memahami suatu objek
pengetahuan tertentu sehingga ia akan memiliki kemampuan untuk melakukan
sesuatu terkait dengan hal itu (Roqib, 2007:223). Dengan pengetahuan manusia
dapat memperoleh segalanya karena dalam melakukan segala sesuatu ada
ilmunya. Sebagaimana Rasulullah S.A.W. dalam hadisnya memperingatkan :
ؼب ب ازاد ؼ ثب ازادالخسح فؼ١ ثب ؼ ١ب فؼ١ ازاداد
( ؼ ثب ( اذد٠ثفؼ١
“Barang siapa menghendaki keberhasilan untuk dunia maka haruslah memiliki
ilmunya, dan barang siapa menghendaki keberhasilan untuk akhirat maka ia
harus memiliki ilmunya juga, dan barang siapa menghendaki keduanya maka
haruslah ia menguasai ilmu itu pula (Al-Hadis)” (Zuharini, 1995:60).
Pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya
diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-
kanak atau orang yang sedang di didik (Langgulung, 1986:32). Karena “proses
pendidikan berada dan berkembang bersama perkembangan hidup dan
kehidupan manusia” (Zuharini, 1995:10). Selama manusia masih hidup maka
wajib untuk melakukan dan memperoleh pendidikan dalam kehidupan manusia
agar dapat mengelola dirinya maupun lingkungannya serta agar manusia
memiliki adab dalam berperilaku dan menjaga etikanya dalam lingkungan
bermasyarakat. Karena yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya
adalah manusia memiliki akal pikiran dan dapat berpikir.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku orang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (1989:204).
Dengan upaya pengajaran dan pelatihan manusia diajarkan untuk memiliki tata
laku dan adab dalam kehidupan bermasyarakat melalui proses pendidikan
untuk pengubahan sikap dan tata laku agar beradab sesuai dengan Pancasila
sila ke dua yaitu manusia yang adil dan beradab. Untuk menciptakan persatuan
antar sesama.
Dalam proses pengubahan sikap dan tata laku anak didik dibutuhkan
peran dari semua pihak, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat, agar anak didik mendapat pengajaran untuk menuju kedewasaan
dengan kepribadian yang mulia. Sehingga diperlukan usaha secara sadar untuk
mewujudkan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik dan sesuai
dengan usianya.
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
diri dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara (Materi Ujian Komprehensif Lisan: 23).
Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk mendidik anak agar dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara aktif, dengan dibekali
kekuatan spiritual keagamaan agar anak didik mempunyai akhlak mulia untuk
dapat mengendalikan diri ketika mengahadapi hal-hal yang dapat merugikan
dirinya dan orang lain. Agar anak didik memiliki akhlak mulia yang dapat
berguna bagi dirinya dan orang lain. Serta anak dibekali keterampilan yang
diperlukan agar dapat mengelola apa yang ada disekitarnya dengan baik dan
tepat guna dengan kecerdasan yang dimilikinya.
Pendidikan merupakan usaha dari manusia desawa yang telah sadar
akan kemanusiaannya, dalam membimbing, malatih, mengajar dan
menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi
muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan
tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri
kemanusiaannya (Zuharini, 1995:11).
Pendidikan berfungsi sebagai “sarana strategis untuk melahirkan
manusia yang terbina seluruh potensi dirinya ( fisik, psikis, akal, spiritual,
fitrah, talenta, dan sosial)” (Nata, 2010:31). Dengan pendidikan diharapkan
dapat membina seluruh potensi dirinya untuk melahirkan manusia yang
memiliki kecerdasan yang berakhlak mulia berlandaskan spiritual keagamaan
agar dapat mengendalikan dirinya.
C. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan atau dalam bahasa Arab tarbiyah dari sudut pandang
etimologi (ilmu akar kata) berasal dari 3 kelompok kata. Pertama, raba, yarbu
yang berarti bertambah dan bertumbuh. Kedua, rabiya yarba yang berarti
menjadi besar. Dan ketiga, rabba yarubbu, yang berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntut, menjaga, dan memelihara. Pendidikan harus
dipahami sebagai proses. Proses yang sedang mengalami pembaharuan atau
perubahan kearah yang lebih baik (Muliawan,2005:99).
Islam dari segi bahasa bersal dari kata aslama, yuslimu, islaman, yang
berarti submision (ketundukkan), resignation (pengunduran), dan
reconciliation (perdamaian), (to the will of god) tunduk kepada kehendak
Allah. Kata aslama ini berasal dari kata salima, berarti peace, yaitu damai,
aman, dan sentosa. Jadi Islam yaitu untuk mendorong manusia agar patuh dan
tunduk kepada Tuhan, sehingga terwujud keselamatan, kedamaian, aman, dan
sentosa, serta sejalan pula dengan ajaran Islam yaitu menciptakan kedamaian di
muka bumi dengan cara mengajak manusia untuk patuh dan tunduk kepada
Tuhan (Nata, 1995:32). Karena Islam sebagai “agama dan sekaligus sebagai
sistem peradaban mengisyaratkan pentingnya pendidikan” (Jalaluddin,
2001:68).
Islam menurut Dr. Taufik Abdullah adalah cara hidup. Dimanapun dan
kapanpun Islam masuk dalam kehidupan seseorang maupun kelompok, pada
saat itu pula ia menjadi pedoman pola perilaku, cara berpikir, dan bertindak
(1993:1). Serta “Islam sebagai agama, sebagai jalan hidup, tentunya akan
memberikan jawaban tentang berbagai macam permasalahan hidup dan
kehidupan manusia, dan memberikan petunjuk/jalan hidup bagi manusia dalam
tujuan hidupnya” (Zuhairini, 1995:34). Dalam menempuh hidupnya secara
wajar dan sejalan serta selaras dengan alam sekitarnya.
Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya
menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma
Islam (Materi Ujian Komprehensif Lisan: 25) dan pendidikan Islam bertujuan
untuk “mengembangkan semua aspek asal yang ada pada manusia ini tanpa
mengorbankan salah satunya” (Langgulung, 1986:93) yang ditunjukkan untuk
mencapai keseimbangan hidup. Sehingga tujuan “pendidikan Islam adalah
untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta
didik) secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa,
akal pikiran (intelektual) diri manusia yang rasional, perasaan dan indera.
Karena itu, pendidikan hendaknya mencangkup pengembangan seluruh aspek
fitrah peserta didik yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan
bahasa, baik secara individual maupun kolektif dan mendorong semua aspek
tersebut berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
pendidikan Islam terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada
Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia”
(Rasyidin dan samsul, 2005:37-38).
Pendidikan Islam merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat transenden,
universal, dan internal atau abadi yang bersumber pada Al-Qur‟an dan hadist
yang sahih. Karena mengandung “pendidikan budi pekerti dan Islam telah
menyimpulkan bahwa budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam”
(Al-Abfasyi. 1970:1). “Dengan akhlak akan terbinanya mental dan jiwa
seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan yang tinggi. Dengan akhlak
dapat dilihat corak dan hakikat manusia yang sebenarnya” (Zuharini, 1995:50).
Dalam membentuk moral anak dan masyarakat dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar yang akan memberikan dampak baik maupun buruk. Sehingga
“Pendidikan besar sekali pengaruhnya atas perkembangan moralitas
(Poedjawijatna, 1983:131). Moralitas seseorang dipengaruhi oleh perasaan atau
hati nurani, dari hati nurani akan terpancar perbuatan-perbuatan yang baik dan
buruk. Rasulullah S.A.W. bersabda:
ضغخ اذاصذذ صذذ جعد ف ا اذا فعدد فعدد ظب ا جعد ظب ئسا
ت ) م ا جعد ال (اذد٠ثئسا
Sesungguhnya di dalam tubuh (jasad) seseorang terdapat segumpal daging,
apabila daging itu baik, maka baiklah semua tubuh dan tingkah laku, dan
apabila daging tadi tidak baik, maka semua tubuh dan tingkah laku akan
menjadi tidak baik, daging itulah yang disebut hati (qolbu) (Al-Hadis)
(Zuharini, 1995:53).
Pendidikan Islam ditunjukkan untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan
kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan dan panca indera (Jalaluddin, 2001:74).
Karena pendidikan Islam bertugas “membimbing seorang manusia agar dapat
menjalankan amanat yang diembankan kepadanya. Amanat ini bersifat
individual dan sosial” (Suharto, 2006:29). Sehingga “pendidikan Islam
diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat
serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam
berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya (Direktorat
Jenderal, 1983:28). Serta pendidikan Islam berperan dalam “pengembangan
potensi, proses pewarisan budaya, serta interaksi antara potensi dan budaya.
Sebagai pengembangan potensi tugas pendidikan Islam adalah menemukan dan
mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara sebagai pewaris
budaya tugas pendidikan Islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sehingga identitas umat tetap
terpelihara dan terjamin dalam tatanan zaman. Sebagai interaksi antara potensi
dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi
dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya (Rasyidin dan samsul,
2005:33).
“Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang
kependidikan yang bersumber atau berlandaskan pada ajaran agama Islam
tentang hakikat kemampuan manusia untuk dibina dan dikembangkan serta
dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruhnya dijiwai oleh ajaran Islam”
(Suharto, 2006:32) yang “menekankan pada pencarian ilmu pengetahuan,
penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah. Setiap
penganut Islam diwajibkan mencari ilmu” (Azra, 1999:10). Karena menuntut
ilmu adalah kewajiban bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan,
sebagaimana Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Bari
خ ع ع فس٠ضخ ػ و ؼ طت ا . فب ١ ثب ص اطجاؼ
)زا اث ػجداجس(
Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina. Maka sesungguhnya mencari
ilmu itu kewajiban bagi setiap orang Islam pria dan wanita (Materi Ujian
Komprehensif: 22)
Dalam menuntut ilmu pengetahuan tidak ada batasannya, oleh sebab itu
tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat, dan mengajarkan
ilmunya kepada orang lain. Karena Islam memerintahkan umatnya untuk
mengajarkan ilmunya kepada orang lain dengan mempergunakan metode
pendidikan, agar penyampaiannya lebih mudah dipahami.
D. Pengertian Budaya Jawa
Budaya adalah suatau konsep yang membangkitkan minat. Secara
formal budaya didenifikasikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi, dan milik yang diperoleh
sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam
bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku (Mulyana dan Jalaluddin, 1993:19).
Budaya atau kebudayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah “hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta
pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya, dan hasil akal
budi dari alam sekelilingnya yang dipergunakan bagi kesejahteraan hidupnya”
(1989:130-131). “Pengalaman tersebut dialihkan secara sosial
(disosialisasikan), tidak sekedar sebuah catatan ringkas, tetapi dalam bentuk
perilaku melalui pembelajaran sosial (social learning)” (Liliweli, 2002:8).
Karena masyarakat tidak bisa lepas dengan kegiatan sosial, sehingga secara
tidak langsung pembelajaran yang diperoleh masyarakat adalah pembelajaran
melalui pendidikan sosial.
Kebudayaan tercipta dari cipta, rasa, dan karya dari segenap cita-cita
manusia yang menginginkan suatu perubahan melalui pengetahuannya sebagai
makhluk sosial untuk memahami lingkungannya dengan pengalaman dan
tingkah laku masyarakat sebagai pedomannya, serta hasil dari akal budi dari
alam sekelilingnya karena “manusia sebagai makhluk pendukung dan pencipta
kebudayaan dengan akal, ilmu, dan perasaan, ia membentuk kebudayaan dan
sekaligus mewariskan kebudayaannya itu kepada anak dan keturunannya,
kepada orang atau kelompok lain yang dapat mendukungnya” (Direktorat
Jenderal, 1983:18). Dan “kebudayaan merupakan proses belajar oleh individu-
individu sebagai hasil interaksi anggota-anggota kelompok satu sama lain,
sehingga kebudayaan juga bersifat dimiliki bersama” (Suparlan, 1984:83).
Karena manusia hidup berdampingan dengan lingkungan masyarakat dan alam
sehingga saling membutuhkan satu sama lainnya dan alam dipergunakan untuk
kesejahteraan hidupnya. Karena kebudayaan mengandung dua komponen yang
saling berkaitan yakni komponen wujud dan komponen isi. Komponen wujud
kebudayaan terdiri atas “sistem budaya, ide dan gagasan-gagasan, sistem
sosial, tingkah laku dan tindakan, dan kebudayaan yang berupa fisik, dalm arti
fact dan benda-benda hasil budaya yang bersifat material. Sementara
komponen isi terdiri atas tujuh unsur universal yang terdiri dari bahasa, sistem
teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, ilmu pengetahuan, agama dan
kesenian” (Simuh, 1996:109).
Menurut Koentjoroningrat kebudayaan itu mempunyai paling sedikit
tiga wujud, ialah:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dsb.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitet kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
(1974:15).
Wujud dari kebudayaan tersebut digunakan oleh masyarakat untuk
mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia
dalam masyarakat yang mengatur kelakuannya yang dihasilkan oleh aktifitas-
aktifitas manusia yang saling berinteraksi yang akan membentuk sebuah sistem
budaya. Karena “sistem budaya terdiri atas nilai-nilai budaya dan norma-norma
etika, dan nilai-nilai budaya yang berupa gagasan-gagasan yang dipandang
sangat berharga bagi proses keberlangsungan kehidupan, dengan ruang lingkup
nilai budaya yang sangat luas” (Simuh, 1996:109).
Budaya dalam masyarakat adalah sebuah konsepsi yang bernilai tinggi
karena “manusia itu suka bekerjasama dengan sesamanya berdasarkan rasa
solidaridas yang besar. Konsep ini, yang biasanya kita sebut nilai gotong
royong, mempunyai ruang lingkup yang amat luas karena memang hampir
semua karya manusia itu biasanya dilakukannya dalam rangka kerjasama
dengan orang lain (Koentjaraningrat, 1974:21).
Terutama masyarakat Jawa yang tidak bisa lepas dari rasa gotong
royong yang saling membutuhkan satu sama lainnya untuk mempererat rasa
persaudaraan melalui gotong royong dan untuk mengurangi kesenjangan sosial.
Karena masyarakat Jawa memegang teguh semboyan guyup rukun agawe
sentoso (kerukunan akan menciptakan kesentosaan). Untuk menciptakan
kerukunan dan kedamaian berarti harus tertib atau rukun pada lahirnya dan
damai dalam batinnya, “sekaligus membangkitkan sifat luhur dan
perikemanusiaan. Orang Jawa menjunjung tinggi amanat yang berupa sasanti
atau semboyan memayu hamayuning bawana (memelihara kesejahteraan
dunia). Amanat sakti itu adalah kunci pergaulan sesama manusia, sesama
bangsa, hingga pergaulan antar bangsa dengan saling menghargai”
(Partokusumo, 1995:167).
Kebudayaan menurut Dr.Parsudi Suparlan adalah cara berpikir, cara
merasa, cara meyakini, dan menganggap. Kebudayaan adalah pengetahuan
yang dimiliki warga kelompok yang diakumulasi (dalam memory manusia;
dalam buku dan obyek-obyek) untuk digunakan di masa depan (1984:78), yang
tercipta dari cita-cita manusia yang merindukan sesuatu yang ideal, karena
manusia tidak mudah menyerah dan menerima apa yang ada tetapi manusia
selalu berusaha mengubahnya menjadi apa yang semestinya.
Tujuan dari kebudayaan adalah untuk membentuk suatu kelompok
masyarakat yang saling menghargai sebagai makhluk sosial dan juga
membentuk manusia menjadi kesatuan sosial yang saling bertoleransi dengan
cara berpikir dan merasanya. “Pemikiran dan perasaan itu membetuk konsep,
gagasan, dan menentukan nilai-nilai dari pada tiap aspek kehidupan, bukan saja
dalam hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, juga dalam
hubungan manusia dengan yang gaib atau kudus” (Gazalba, 1988:4).
Kebudayaan merupakan “inti pengembangan kehidupan manusia,
karena kebudayaan merupakan tenaga endogen yang menjadi jiwa dan
semangat hidup suatu bangsa” (Abdullah, 1993:2), dan “setiap budaya
mengandung unsur-unsur akhlak (ethics), keindahan (esthetics), sains
(science), dan teknologi (thechnology)” (Langgulung, 1985:5). “Kebudayaan
bukan hanya sekedar seni, karena kebudayaan melebihi seni itu sendiri, karena
kebudayaan meliputi semua jaringan kerja dalam kehidupan antar manusia.
Kebudayaan itu mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki manusia, bahkan
mempengaruhi sikap dan perilaku manusia” (Liliweri, 2002:7). Sikap tersebut
diperoleh “dengan cara belajar untuk merespons suatu konteks budaya.
Bagaimanapun lingkungan kita, lingkungan itu akan turut membentuk sikap
kita, kesiapan kita untuk merespons,dan akhirnya perilaku kita” (Mulyana dan
Jalaluddin, 1993:29).
“Nilai merupakan sebuah unsur penting dalam kebudayaan, nilai
membimbing manusia untuk menentukan apakah sesuatu itu boleh atau tidak
boleh dilakukan. Dengan kata lain, nilai merupakan sesuatu yang abstrak
tentang tujuan budaya yang akan kita bangun bersama melalui bahasa, simbol,
dan pesan-pesan verbal maupun nonverbal” (Liliweri, 2002:50) yang tidak
menghambat kemajuan dan perkembangan sosial budaya dalam masyarakat.
Sehingga “semua perwujudan baik yang berupa struktur maupun proses dari
kegiatan manusia dalam dimensi ideasional, etis dan estetis adalah
kebudayaan” (Kartodirdjo, 1993:195).
E. Prosesi Adat Pemakaman Dalam Masyarakat Jawa
1. Deskripsi Kematian
“Menurut kenyakinan Islam orang yang sudah meninggal dunia ruhnya
tetap hidup dan tinggal sementara di alam kubur atau alam barzah, sebagai
alam antara sebelum memasuki alam akhirat tanpa kecuali, apakah orang tua
ataupun anak-anak” (Jamil dkk, 2002:127). Setiap saat manusia selalu di ikuti
oleh kematian. Penyebab kematian sangatlah beragam. Kematian bagi sebagian
orang adalah hal yang sangat mengerikan untuk dilihat. Oleh karena itu banyak
orang yang ketakutan dan menciut nyalinya ketika mendengar tentang
kematian. Akan tetapi “ada juga yang bersahabat dengan kematian karena
orang tersebut mempunyai prinsip bahwa hidup menuju mati, mati adalah
sesuatu yang menarik dan penghibur serta penawar kesulitan” (Sulaeman,
1995:84). Maka bagi orang-orang yang merasa takut akan kematian “hendaklah
memperbanyak mengingat mati dan bertobat dari segala dosa (Rasjid,
2010:160). Karena kematian tidak dapat di tebak kapan akan datang, untuk itu
harus mempersiapkan diri. Tidak hanya memburu keindahan dunia saja, tetapi
juga harus memburu keindahan akhirat yang kehidupannya lebih abadi dari
pada kehidupan dunia yang hanya sebentar. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Anbiya‟ ayat 35
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Departemen Agama RI,
1999:499).
Kematian adalah suatu hal yang mesti terjadi pada siapa pun. Tidak
ada satu jiwa pun yang mampu menghindarinya (Djaelani, 2008:50). Dan
“proses kematian manusia tidak dapat diketahui atau digambarkan dengan
jelas karena menyangkut segi fisik dan segi rohani. Dari segi fisik dapat
diketahui secara klinis, yaitu seseorang dikatakan mati apabila
pernapasannya dan denyut jantungnya berhenti. Dari segi rohani ialah
proses roh manusia melepaskan diri dari jasadnya. Proses rohani ini sulit
digambarkan secara inderawi, tetapi nyata terjadi” (Sulaeman, 1995:86).
“Dengan demikian kematian itu adalah tidak berfungsinya seluruh organ
tubuh yang berlangsung secara mutlak. Sedangkan hakekat manusia yakni
jiwa dan ruhnya tidak mati. Kematian hanyalah berpisahnya ruh dari
tubuh, atau dirampasnya manusia dari kebiasaan menggunakan
kesenangan dan kenikmatan duniawi secara tiba-tiba”
(http://jogjacultural.blogspot.com/2013/04/aspek-aspek-keagamaan-dalam-
upacara.html). Sebagaimana firman Allah
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada
Kami kamu dikembalikan. (QS. Al-Ankabut: 57)
Setiap makhluk akan merasakan kematian. Karena “kematian (ajal)
adalah hal yang pasti terjadi pada makhluk yang bernyawa, tidak ada yang
mengetahui kapan dan di mana ia akan menemui ajal, dalam keadaan baik
atau buruk. Bila ajal telah tiba tidak ada yang dapat memajukan atau
mengundurkannya. Oleh karena itu, sebaiknya kita menyiapkan diri untuk
menghadapi kematian, agar nantinya kita menemui ajal dalam keadaan
husnul khotimah” (Chafidh dan Ma‟ruf, 2007:178).
2. Perawatan Jenasah
“Apabila ada orang meninggal, maka hal pertama yang dilakukan
oleh orang Jawa adalah untuk memanggil seorang modin, dan
mengumumkan kematian itu kepada sanak saudara dan tetangga. Sekarang
orang lebih sering pergi ke dokter atau ke Puskesmas terdahulu dan baru
kemudian mencari modin serta memberi kabar kepada orang-orang
sekitarnya. Setelah itu dilakukan tata urut upacara pemakaman, mulai dari
memandikan jenasah sampai memakamkannya”
(http://filsafat.kompasiana.com/2013/06/13/).
Segera setelah mendengar berita kematian tersebut itu, para
tetangga meninggalkan semua pekerjaan yang sedang dilakukannya untuk
pergi ke rumah keluarga yang tertimpa kematian itu (Geertz, hlm 92). Hal
tersebut oleh orang Jawa menyebutnya dengan layatan atau kesripahan.
Orang-orang datang untuk membantu dalam menyiapkan segala hal yang
dibutuhkan dalam pengurusan jenazah dan menyiapkan ubo rampenya.
Seperti kain kafan, minyak wangi/parfum/kapur barus (sejenis wewangian
yang berbentuk padat), kembang setaman lengkap, keranda untuk
mengusung jenazah ke pemakaman, nisan/mahesan/papan nama/patok, dan
lain-lainnya.
“Ketika seseorang sudah nyata meninggal dunia, maka segera
dilaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1. Dua mata dipejamkan, seraya membaca
ي هللا يلع هللا ىلص خ زظ ػ هللا ثع Dengan menyebut nama Allah dan atas tetapnya agama
Rasulullah SAW.
2. Tulang rahang diikat ke atas (kepala) dengan kain yang halus dan agak
lebar.
3. Persendian tulang dilunakkan (bila perlu dengan minyak).
4. Semua pakaian yang melekat dilepas, lalu mayit ditutup dengan kain
yang ringan dan dua ujungnya (atas-bawah) diamsukkan kebawah
mayit.
5. Perut mayit diberi benda berbobot, untuk menjaga dari membesar dan
untuk menurunkan kotoran.
6. Membuat wangi-wangian, seperti dupa.
7. Lebih baik dimandikan segera”. (Chafidh dan Ma‟ruf, 2007:181-182).
Mata dipejamkan ketika jenasah mati dalam keadaan terbuka dan
menyebut atau berkata yang baik-baik, mendoakan serta memintakan
ampun atas dosanya, kemudian tulang rahang diikat ketika mulutnya tidak
dapat menutup dan untuk menghindari masuknya serangga. Sebagaimana
sabda Rasulullah Saw:
ي ض لب ي زظ شدادث ا هللا ػ يلع هللا ىلص جصسفب ضاا فب رب و اذا دضسر
١ذ )ز اأدداث ا ب لب ي ا ػ ٠ؤ اخ١سافب ل ح جصس٠زجغ اس ا
بج(
Dari Syaddad bin Aus. Rasulullah Saw. berkata,”Apabila kamu
menghadapi orang mati, hendaklah kamu tutupkan matanya karena
sesungguhnya mata itu mengikutkan ruh. Hendaklah kamu mengucapkan
yang baik (umpamanya mendoakannya), karena sesungguhnya ia
dipercayai menurut apa yang diucapkan oleh ahlinya.” (Riwayat Ahmad
dan Ibnu Majah).
Persendian dilunakkan agar ketika tangan mayit dapat di
sedakepke. Untuk memudahkan melepaskan pakaian mayit dapat
dilakukan dengan cara memotongnya dengan gunting agar lebih mudah
ketika akan memandikannya. Kemudian ditutupi dengan kain yang lebar
dan besar melebihi tubuh mayit, biasanya orang Jawa menggunakan kain
jarik, sebagaimana riwayat Bukhori dan Muslim
ي الل يلع هللا ىلص زظ ػب ئشخ ا ثجسددجسح )زػ ظ ف ر ا اجب زىع( د١
Dari Aisyah, “Sesungguhnya Rasulullah Saw. ketika wafat ditutup dengan
kain tenunan negeri Yaman,” (Bukhori dan Muslim)
Setelah segala sesuatunya sudah siap maka hal selanjutnya adalah
memandikannya. Ketika memandikan jenasah, air yang dipergunakan
biasanya ditampung dalam wadah besar dengan beberapa jenis campuran
daun-daunan yang memberi keharuman dan kapur barus untuk
menyamarkan bau dari jenasah serta menyabunnya. Sebagaimana sabda
Rasulullah Saw:
اج اث ػجبض ا ظد يلع هللا ىلص ػ ب ث ع ب د ا ف زادز لغ ػ ي اذ لب
ز )زا اجبز ظ(
Dari Ibnu Abbas. Ia berkata, ”Tatkala seorang laki-laki jatuh dari
kendaraannya lalu dia meninggal, sabda beliau, “mandikanlah dia
dengan air serta daun bidara (atau dengan sesuatu yang menghilangkan
daki seperti sabun). (Bukhori dan Muslim).
Untuk memudahkan dalam memandikan biasanya orang Jawa
menggunakan keranda yang diberi ganjel depok (batang pisang). “Orang
yang memandikan mayit haruslah sejenis, bila mayit laki-laki maka orang
yang memandikan haruslah orang laki-laki dan bila perempuan maka
orang yang memandikan haruslah perempuan, kecuali maharamnya atau
suami/istrinya” (Chafidh dan Ma‟ruf, 2007:181-182) dan hendaknya orang
yang memandikannya harus mampu menjaga rahasia tentang apa saja yang
dilihatnya ketika memandikan, sebagaimana sabda Rasulullah bahwa,
“Barang siapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak
dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu.”
(Riwayat Ahamad). Dupa digunakan untuk memberi keharuman, tetapi
sekarang sudah jarang digunakannya, dan menggantinya dengan minyak
wangi/parfum/kapur barus (sejenis wewangian yang berbentuk padat).
Pengurusan jenasah tersebut dilakukan oleh modin yang dibantu oleh
keluarga dan masyarakat sekitar yang hadir. Kemudian prosesi selanjutnya
adalah mengkafani jenasah dengan menghamparkan “sehelai-sehelai, dan
di atas tiap-tiap lapis itu ditaburkan wangi-wangian, seperti kapur barus
dan sebagainya, lalu mayat diletakkan di atasnya. Kedua tangannya
diletakkan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri, atau kedua
tangan itu diluruskan menurut lambungnya (rusuknya)” (Rasjid,
2010:168). Prosesi tersebut dilakukan oleh keluarga yang didampingi oleh
modin atau orang yang ahli dalam urusan ini.
3. Prosesi Pemakaman
“Pada saat mempersiapkan penguburan orang mati yang ditandai
dengan memandikan, mengkafani, menshalati, dan pada akhirnya
menguburkan” (Jamil dkk, 2002:133). Dalam mempersiapkan pemakaman
atau penguburan tersebut diperhitungkan mulai dari waktu meninggalnya
agar dalam pengurusannya segera dilakukan. Orang Jawa dalam
melakukan pemakaman orang meninggal dilakukan segera mungkin
karena kasihan terhadap jasad kasarnya jika terlalu lama menguburkannya.
Maka “pemakaman orang Jawa dilaksanakan secepat mungkin sesudah
kematian. Seseorang yang meninggal pada pukul 10 pagi akan
dimakamkan pada tengah hari atau beberapa saat sesudah lohor, dan orang
yang meninggal pada pukul empat sore akan sudah berada dalam liang
lahad pada pukul sepuluh pagi hari berikutnya. Walaupun keluarganya
kadang-kadang menundanya barang sejam kalau ada keluarga yang
ditunggu dari tempat jauh” (Geertz, hlm: 91).
Kematian seseorang pada umumnya akan diadakan prosesi
pemakaman untuk menghormati almarhum yang terakhir kalinya oleh
keluarga. “Pemakaman oleh orang Jawa bukanlah duka cita yang histeris,
tangisan terisak-isak yang tak terbendung, atau malah tangisan-tangisan
sedih secara resmi untuk mengantar almarhum. Pemakaman bagi orang
Jawa lebih merupakan sebuah pelepasan jenasah dengan tenang, tidak
demostratif, dan hampir lesu. Pelepasan jenasah yang diritualisasikan
dengan singkat” (Geertz, 1995:84). Karena “bagi orang Jawa, mati adalah
beralih ke kehidupan yang lain, di mana dalam kehidupan yang lain itu,
bertemu kembali dengan keluarganya yang telah lebih dahulu meninggal
dalam suasana kebahagiaan” (Suyono, 2009:147). Dalam pemakaman
orang Jawa dilakukan berdasarkan kepercayaan yang berasal dari leluhur
dan kebiasaan setempat seperti adanya telusupan (slup-slupan) pada saat
jenasah sebelum diberangkatkan ke pemakaman hal tersebut
melambangkan bahwa keluarga ikhlas terhadap kepergian almarhum,
sawur beras kuning yang dicampur dengan uang logam, rangakaian bunga
yang jumlahnya selalu ganjil yang di rangkai tanpa melepasakan jarum
yang dipergunakan dalam merangkainya, payung yang terbuat dari kertas
yang dipergunakan untuk memanyungi jenasah saat pemberangkatan
sampai ke makam, kendi yang berisi air dan lain sebagainya.
“Kematian baginya bukan sesuatu yang harus ditakuti. Sehingga
sedekah yang diberikan untuk menghormati arwah dan roh-roh dari orang
meninggal didasarkan kepada kepercayaan adanya kehidupan sesudah
mati” (Suyono, 2009:147). Sehingga keluarga akan mengadakan kenduri
atau selamatan. Didalam kenduri memiliki “nilai-nilai kebersamaan,
ketenangan, dan kerukunan. Sekaligus slametan menimbulkan suatu
perasaan kuat bahwa semua warga desa adalah sama derajatnya satu sama
lain” (Magnis, 1984:15).
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Letak Geografis Desa Pager
Desa Pager merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang ± 1 km arah utara dari kota Boyolali, yang
terdiri dari 2 dusun yaitu dusun Pager dan dusun Karangkepoh. Desa Pager
berbatasan dengan beberapa desa yang mengelilinginya, yaitu:
1. Sebelah Barat berbatasan dengan desa Jojor dan desa Poten.
2. Seblah Utara berbatasan dengan desa Mukiran.
3. Sebalah Timur berbatasan dengan desa Kener
4. Sebalah Selatan berbatasan dengan kabupaten Boyolali.
Dari data monografi kependudukan bulan Agustus tahun 2014, penduduk desa Pager terdiri
dari 618 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah 2.055 jiwa, yaitu:
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
NO KelompokUmur (Tahun) Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. 0 < 1 42 55 97
2. 1 < 5 54 57 111
3. 6 – 10 80 78 158
4. 11 – 15 86 89 175
5. 16 – 20 84 83 167
6. 21 – 25 85 86 171
7. 26 – 30 90 87 177
8. 31 – 40 153 157 310
9. 41 – 50 167 157 324
10. 51 – 60 110 109 219
11. 60 keatas 72 74 146
Jumlah 1.023 1.033 2.055
Sumber: Kepala Desa Pager
1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan di Desa Pager
Dalam sistem budaya Jawa terdapat semangat kebersamaan yang
dapat meminimalkan kepentingan-kepentingan pribadi, sehingga rasa
individualisme dapat dikurangi. Harga diri seseorang ditentukan oleh
sumbangsihnya kepada lingkungan disekitar tempat tinggalnya, dan
keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan sosial. Sebagai orang Jawa,
masyarakat Pager sangat memperhatikan kepentingan bersama dari pada
kepentingan pribadi, yang bertujuan untuk menciptakan keharmonisan
lingkungan, sehingga akan tercipta masyarakat yang sejahtera, dan saling
guyub rukun. Tetapi dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada salah satu
warga yang tidak lumrah mbi tonggo teparo (tidak normal dengan tetangga
dekat), karena kesombongannya dan keegoisannya serta menganggap bahwa
semuanya bisa dilakukan dengan sendiri tanpa bantuan tetangga atau orang
lain. Sehingga para tetangga yang mendengar ucapan dan melihat
kelakuannya tersebut akan membencinya dan tidak akan menolongnya,
bahkan ketika keluarganya ada yang meninggal para tetangga yang datang
hanya sekedar datang saja, dan tidak mau membantunya kecuali tetangga
tersebut ora tego nak ora diewangi (tidak tega apabila tidak membantunya)
walaupun kelakuan salah satu keluarganya tidak guyub rukun terhadap
lingkungan.
Sikap hormat terhadap lingkungan sangatlah penting, apabila kita
ngajeni/hormat kepada masyarakat maka kita akan diajeni masyarakat,
sikap ini ditunjukkan oleh masyarakat Pager dengan tolong-menolong antar
sesama, karena masyarakat Pager berprinsip ”wong urip ki gur gentenan”
(orang hidup itu hanya bergantian), maksudnya, apabila tidak dapat
mengerjakan sendiri maka pertolongan tetangga sangatlah diperlukan, dan
apabila tetangga memerlukan bantuan kita maka harus bergantian
menolongnya untuk mencapai keselaran hidup, hal tersebut dikenal dengan
ungkapan hutang budi. Sehingga orang Jawa sebisa mungkin untuk
membalasnya terhadap orang yang menolongnya.
Kondisi sosial masyarakat Pager dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran
agama Islam. Hal tersebut terbukti dengan adanya kegiatan mujahadahan
yang dilaksanakan pada malam rabu, pengajian malam senenan, yasinan
bapak-bapak pada malam minggu, pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan
pada jum‟at siang, berjanjen pada malam jum‟at. Kegitan-kegiatan tersebut
merupakan wujud dari rasa kebersamaan oleh orang Jawa, karena hal
tersebut merupakan sikap terbuka dari orang-orang yang melaksanakan
nilai-nilai keagamaan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.
2. Kondisi Sosial Keagamaan di Desa Pager
Agama yang dianut oleh masyarakat Desa Pager, sebagai berikut:
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Menurut Agama
NO Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Islam 1.019 1.027 2.046
2. Katholik 2 3 5
3. Kristen 2 2 4
4. Hindu - - -
5. Budha - - -
6. Khonghucu - - -
Jumlah 1.023 1.032 2.055
Sumber: Kepala Desa Pager
Masyarakat desa Pager merupakan desa yang penduduknya
mayoritas adalah beragama Islam. Hal tersebut terlihat dari data penduduk
diatas. Sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam maka kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat diwarnai dengan kegiatan-
kegiatan keagamaan seperti yasinan, tahlilan, berjanjen, pengajian,
mujahadah dan lain-lainnya yang dilaksanakan di masjid, mushola maupun
di rumah-rumah warga secara bergantian, hal tersebut menunjukkan bahwa
jalinan silaturrahmi antar warga sangatlah erat sehingga hubungan sosial
antar warga dapat terjaga walupun berbeda RT.
3. Kondisi Pendidikan di Desa Pager
Pendidikan merupakan kegiatan yang tidak dapat lepas dari
kehidupan masyarakat baik pendidikan formal maupun non formal, yang
bertujuan mengembangkan kehidupan masyarakat dalam suatu bangsa agar
lebih maju, dengan mengembangkan seluruh potensi yang dapat
menunjangnya dalam aspek kepribadian dan aspek kehidupan
bermasyarakat.
Kebutuhan pendidikan merupakan keharusan yang harus
dilaksanakan oleh setiap masyarakat. Mereka sadar bahwa pendidikan
merupakan hal yag utama karena dapat menunjang kehidupannya di masa
depan. Dalam hal ini masyarakat Pager merespon aktif tentang pentingnya
pendidikan, hal tersebut terbukti dengan kesadaran untuk tidak tertinggal
dengan kemajuan zaman yang semakin canggih dan mengahruskan mereka
untuk mendapat pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal.
Taraf pendidikan penduduk di desa Pager sudah mulai meningkat
walaupun desa Pager sangat jauh dengan pusat pemerintahan kabupaten
Semarang tetapi minat dan motivasi untuk mendapat pendidikan sangatlah
tinggi, karena para orang tua sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak-
anaknya, walaupun harus ke luar dari daerahnya untuk memperoleh
pendidikan yang baik dan memadai sarana-prasarananya agar dapat
mendukung kelancaran dalam belajar serta dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang
ditempuh oleh penduduk Desa Pager sebagai berikut:
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
NO Jenis Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Tidak Sekolah 102 106 208
2. Playgroup 35 32 67
3. Belum Tamat SD 61 67 128
4. Tidak Tamat SD 43 37 80
5. Tamat SD 265 292 557
6. Tamat SLTP/SMP 203 214 417
7. Tamat SLTA/SMA 246 219 465
8. Tamat Akademi/Diploma 37 33 70
9. Sarjana Keatas 51 52 63
Jumlah 1.023 1.032 2.055
Sumber: Kepala Desa Pager
Pendidikan yang mereka tempuh bertujuan untuk meningkatkan
perekonomian keluarga agar lebih baik dan dapat mencukupi kebutuhan
sehari-hari serta untuk mengurangi pengangguran. Para orang tua sadar
bahwa pedidikan untuk anaknya sangatlah perlu agar mereka mendapat
pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuan mereka. Data tentang mata
pencaharian pencaharian penduduk desa Pager adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
NO JenisPekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. PNS 37 34 71
2. TNI 6 0 6
3. POLRI 3 0 3
4. PegawaiSwasta 82 162 244
5. Pensiunan 24 33 57
6. Pengusaha 8 3 11
7. Bangunan 82 31 113
8. BuruhIndustri 107 104 211
9. BuruhTani 286 255 541
10. Petani 130 82 212
11. Peternak 5 5 10
12. Pedagang 3 12 15
13. Lain-Lain 249 312 561
Jumlah 1.023 1.032 2.055
Sumber: Kepala Desa Pager
Melihat dari letak geografis desa Pager yang jauh dari pusat
pemerintahan Kabupaten Semarang dan mata pencaharian masyarakat
segaian besar adalah petani dan buruh tani maka pola pikir masyarakat
masih dipengaruhi oleh budaya dari para leluhur yang dipertahankan secara
turun temurun dan masyarakat masih dipengaruhi oleh kepercayaan Jawa
yang sudah bercampur dengan budaya Islam yang di sebarkan para Wali
Songo.
4. Kondisi Budaya di Desa Pager
Adat istiadat pada masyarakat Pager dilaksanakan secara turun
temurun dari para leluhur yang telah dipertahankan dengan memegang
teguh rasa persaudaraan antar warga masyarakat sehingga dapat
mendekatkan setiap lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosialnya.
Salah satu adat Jawa yang masih dipertahankan pada masyarakat Pager
adalah sebuah prosesi adat dalam pemakaman. Mereka menjalankan
budaya dan adat yang ditinggalkan oleh leluhur karena hal tersebut memiliki
arti dan makna tersendiri dalam kehidupan serta mengandung makna
pendidikan moral, spiritual, keagamaan, dan budi pekerti. Sehingga
masyarakat masih mempertahankannya sampai saat ini. Walaupun ada
beberapa yang sudah tidak dilakukan lagi oleh masyarakat.
Seiring berjalannya waktu kebudayaan tersebut semakin pudar dan
terkadang sudah tidak dilakukan lagi serta dianggap tidak apa-apa apabila
tidak dikerjakan karena dalam melaksanakannya mengalami kesulitan.
Aktifitas kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat kebanyakan tidak
mengetahui maksud dan tujuan diadakannya adat dalam prosesi tersebut.
B. Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Pager
Prosesi pemakaman dalam pengertian orang Jawa adalah sebuah prosesi
yang penuh makna, bukan sekedar ratapan tangisan kesedihan melainkan
upacara melepas kepergian almarhum dengan tenang karena orang Jawa
percaya, jika banyak keluarga yang menangis atas kepergiannya maka akan
memberatkannya di alam kubur, dan akan membuat suram wajah almarhum.
Prosesi kematian yang dilaksanakan oleh keluarga, apabila salah satu
anggota keluarga meninggal dunia atau ada warga desa yang meninggal.
Prosesi pemakaman adalah warisan dari budaya nenek moyang yang sudah
dipertahankan secara turun temurun oleh generasi ke generasi. Prosesi tersebut
dilakukan berdasarkan pada aturan-aturan atau norma-norma yang ada di
masyarakat yang merupakan sebuah tradisi yang sakral. Karena bagi orang
Jawa, mati adalah beralih ke kehidupan yang lain, orang yang telah mati
hanyalah mati raganya, sedangkan jiwa atau rohnya tetap terus hidup.
Masyarakat percaya bahwa perjalanan roh menuju ke alam akhirat
merupakan perjalanan jauh, perjalanan yang lama, yang semuanya tidak dapat
dibandingkan dengan dunia ini. Semuanya bersifat gaib.
Dalam mempersiapkan pemakaman atau penguburan tersebut
diperhitungkan mulai dari waktu meninggalnya orang tersebut, agar dalam
pengurusannya segera dilakukan dan harus memperhatikan tempat
pemakamannya.
Waktu kematian seseorang adalah pedoman utama dalam kepengurusan
pemakamannya. Ketika seseorang meninggal pukul 14.15 WIB maka
pemakamannya akan segera dilaksanakan dan sebelum adzan magrib jenasah
sudah dimakamkan serta tergantung dari selesainya pembuatan liang lahat.
Karena dalam membuat liang lahat seseorang berbeda-beda, ada yang mudah
dan ada yang sulit bahkan harus berganti tempat beberapa kali untuk
membuatnya. Karena mudah tidaknya pembuatan liang lahat tergantung pada
amal perbuatan orang yang meninggal tersebut.
Tempat pemakaman adalah tempat untuk mengamankan jenasah dari
binatang buas dan untuk meredam bau dari jenasah ketika sudah membusuk.
Dikatakan oleh bapak syamsudin ketika diwawancarai (01-01-2015)
mengatakan bahwa:
Tempat pamakaman atau liang lahat di buat dengan kedalaman tertentu
yaitu dengan kedalaman 2 meter, lebar 2 meter dan panjangnya sekitar 80-
90cm, supoyone ora mambu. Sisteme enek loro yaiku mayit didokok
samping kulon kuwi disebut liang landak, nak mayite didokok tengah kuwi
disebut jugangan, terus dikekki tanda ling wujudtw rupa maesan soko kayu,
maesan kuwi alias maejan, maksudte maejan kuwi jan omahe tenan
(sistemnya ada dua yaitu mayat diletakkan samping barat yang disebut
dengan liang landak, kalau mayat diletakkan ditenganh disebut dengan
jugangan, kemudian ditaruh tanda yang berupa nisan dari kayu). Di buat
dalam agar binatang buas tidak dapat menggalinya. Dan tempatnya biasanya
dibuat berdekadatan dengan keluarga yang sudah meninggal terlebih dahulu,
bahkan ada yang satu liang lahat dengan keluarganya. Hal tersebut
dilakukan agar orang tersebut tidak kesepian, dan ketika Sanak keluarga
berkunjung atau berziarah tidak kesulitan dalam mencarinya.
1. Waktu Penyelenggaraan Prosesi Pemakaman
Prosesi adat pemakaman dilakukan dengan ditandai:
a. Berita Lelayu
Kabar lelayu atau berita kematian adalah sebuah kabar yang
disampaikan oleh modin melalui pengeras suara yang berada di masjid
agar para warga masyarakat segera mengetahui bahwa ada kabar duka
cita. Segera setelah mendengar berita kematian tersebut para tetangga
meninggalkan semua pekerjaan yang sedang dilakukannya untuk segera
pergi ke rumah keluarga yang tertimpa kesripahan. Hal tersebut
dilakukan oleh warga untuk menghibur keluarga yang tertimpa musibah
dan sebagai pernyataan turut berduka cita yang disampaikan kepada
keluarga atas meninggalnya salah satu anggota keluarganya untuk
selama-lamanya. Sebagaimana sabda Rasulullah, bahwa:
٠غص ؤ ب خ ٠ د اىس ا ج ص١جخ أل وصب هللا ػص أ خب ث
خ )زا ات بج اج١م( ام١ب
“Tidaklah seorang mukmin pun yang datang berta‟ziyah kepada
saudaranya yang ditimpa musibah, kecuali akan diberi pakaian
kebesaran oleh Allah pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah dan al-
Baihaqi).
Namun, terdapat warga yang bermalas-malasan datang ke rumah
duka karena keluarga almarhum terlalu sombong yang berganggap dapat
melakukan semuanya dengan sendiri. Walupun keluarga tidak pernah
srawung/rukun kepada lingkungan warga disekitar rumahnya masih ada
warga yang welas asih/kasihan kepadanya dengan membantu keluarga
almarhum dalam mempersiapkan dan meminjam barang-barang yang
diperlukan. Akan tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, hal tersebut
terlihat ketika dalam melaksanakan prosesi surtanah para warga yang
mendapat undangan kebanyakan beralasan untuk tidak hadir ke rumah
duka hanya beberapa orang saja yang datang, dan ketika mengembalikan
barang-barang pinjaman dilakukannya sendiri tanpa kehadiran tetangga
dekat hanya sanak keluarganya saja.
b. Perawatan Jenasah
Prosesi dalam memandikan jenasah dilakukan sesegera mungkin
untuk menghindari perubahan dari tubuh jenasah tersebut serta agar
prosesi-prosesi selanjutnya dapat segera dilakukan. Ketika menunggu
persiapan memandikan, disekitar tempat jenasah ditaburi bubuk kopi
untuk menyamarkan bau yang ditimbulkan oleh jenasah.
Tetangga dekat yang datang ke rumah segera menenangkan hati
keluarga atau ngeneng-neng, dan sebagian lagi membersihkan rumah
sebelum banyak orang yang datang dan mempersiapkan keperluan yang
dibutuhkan dalam prosesi perawatan jenasah. Hal pertama yang
dilakukan para tetangga adalah mempersiapkan tempat dan
mempersiapkan air untuk memandikan jenasah. Air yang digunakan
dalam memandikan jenasah dicampur dengan kapur barus yang sudah
dihaluskan dan air bersih sebagai bilasan serta sampo dan sabun yang
sudah dipotong-potong kecil.
Tempat untuk memandikannya dipersiapkan oleh para pria.
Dalam memandikan jenasah menggunakan keranda sebagai alas untuk
memandikan jenasah agar lebih mudah dalam membersihkannya dan
untuk menghindari menggenangnya air yang disiramkan, keranda
tersebut ditatani debok/batang pisang yang berjumlah tujuh atau ganjil
yang sudah dibelah menjadi dua bagian untuk mengganjal tubuh jenasah
agar bagian belakang atau punggung jesanah dapat dibersihkan. Tempat
yang yang digunakan dalam memandikan jenasah ditutupi dengan gebyok
atau aling-aling yang terbuat dari kain yang dibentangkan mengelilingi
jenasah yang menggunakan kain jarik atau kain yang lebar dan panjang
yang dipegang/digujengi oleh tetangga dan anggota keluarga
memandikannya. Dikatakan oleh mbah Yatemi (27-12-2014), bahwa:
Ketika jaman dahulu oleh simbah-simbah dalam memandikan jenasah
air yang digunakan dicampur dengan wedak/bedak, londho/merang yang
dibakar untuk sampo, dan daun-daunan seperti daun kelor, daun dadap
serep. Hal-hal tersebut diharus ada untuk dipergunakan dalam
memandikannya. Namun seiring kemajuan jaman hal-hal tersebut sudah
dilakukan lagi karena bahan-bahan tersebut sudah sulit untuk dicari,
sehingga cukup menggunakan sampo dan sabun saja.
Setelah semuanya siap maka jenasah digotong keluar rumah
dengan posisi tangan kanan merangkulnya dan tangan kiri
menyangganya dengan penuh hati-hati agar penutup kain yang digunakan
tidak terbuka atau bergeser. Kemudian dibaringkan diatas keranda yang
sudah ditatani debok/batang pisang yang berjumlah tujuh atau ganjil.
Ketika jenasah dimandikan ditutupi dengan kain jarik agar auratnya tidak
terlihat semuanya dan dibawah tubuh jenasah tersebut diganjal dengan
debok/batang pisang agar mempermudah dalam membersihkan bagian
belakang jenasah serta agar air yang disiramkan tidak menggenang
dibawah tubuhnya. Dalam menyiramkan air ke tubuhnya tidak boleh
terputus-putus dan harus perlahan-lahan sampai ujung kakinya yang
dimulai dengan bagian yang kanan terlebih dahulu. Setelah selesai
memandikannya jarik yang basah tersebut diganti dengan yang kering,
cara menggantinya adalah dengan cara tubuh jenasah tersebut ditutupi
dengan daun pisang yang utuh yang diletakkan di atas tubuhnya untuk
mempermudah dalam menarik jarik yang basah tersebut kemudian di atas
daun tersebut sudah ditaruh jarik yang kering baru kemudian kain yang
basah ditarik. Kemudian hal selanjutnya adalah mendandani atau
mengkafani jenasah dan menyolatkannya.
Dalam mendandani atau mengkafani jenasah dilakukan oleh
modin yang dibantu oleh keluarga atau tetangganya. Jika yang meninggal
itu perempuan maka modin tersebut hanya mendampingi dan
mengarahkannya. Karena petugas modin tersebut laki-laki. Yang
dilakukan dalam mengkafani jenasah adalah menutup lubang-lubang
pada tubuhnya dengan kapas yang sudah diberi wewangian, kemudian
jenasah dibungkus dengan kain mori/kafan yang berlapis-lapis agar
auratnya tidak terlihat, dan ujung kepala, leher, pinggang, dan kakinya
diikat dengan tali wangsul agar rapi dan mudah untuk dilepas kembali
ketika jenasah diletakkan di liang lahat, hal tersebut oleh orang jawa
menyebutnya dengan istilah dipocong. Setelah jenasah rapi kemudian
diletakkan ke dalam bandhuso atau didalam keranda yang belum ditutup
atasnya untuk disholatkan. Sebagaimana sabda Rasulullah
)زا اث ب ج( رب و اػ ص“Shalatkalah olehmu orang-orang yang mati.” (Riwayat ibnu Majah)
ثجب شح ار اذ يلع هللا ىلص د اج ظب ػ ع : وب ج خ ث الو ظ اػ ػ لب ي: ص
)زا اجب ز( صب دجى
“Dari salamah bin Al-Akwa‟, “Pada suatu saat kami duduk-duduk dekat
Nabi Saw ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata kepada kami,
„Salatkanlah teman kamu‟ .” (Riwayat Bukhori)
Sebelum jenasah diberangkatkan para keluarga atau mahramnya
diperkenankan untuk mencium jenasah untuk yang terakhir kalinya,
karena tidak ada halangan untuk mencium jenasah bagi keluarganya atau
sahabat-sahabatnya (yang jenis kelaminnya sama dengan jenasah) yang
sangat sayang dan berduka cita atas kepergiannya, sebagaimana sebuah
riwayat:
١ذ دز اد ظؼ ث ب ػع ي هللا يلع هللا ىلص زظ ػب ا ئشخ لج ػ ع رع١
)زا أجداز ج سر(ػ
Dari Aisyah, “Rasulullah Saw. telah mencium Usman bin Maz‟un
ketikan ia telah mati, sehingga tampak air mata mengalir di muka
beliau.” (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi)
c. Persiapan Sebelum Pemberangkatan Jenasah
Dalam hal ini para perempuan saling membagi tugas untuk
menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan seperti menyiapkan
rangkaian bunga yang berjumlah ganjil yang berbentuk rangkain panjang
sekitar satu setengah meter dan rangkaian yang berbentuk bundar untuk
menghias keranda. Rangkaian tersebut dirangkai dengan benang tanpa
melepas jarum yang digunakan dan bunga untuk ditaburkan dalam iring-
iringan pemberangkatan, sebagian lagi memasak makanan untuk
slametan surtanah setelah selesai dari pemakaman dan sebagian lagi
dikirim untuk orang-orang yang menggali liang lahat di makam. Serta
menyiapkan beras kuning yang dicampur dengan uang logam untuk
sawuran. Payung kertas, kendi, dan sentir (lampu minyak) untuk dibawa
dalam iring-iringan pemberangkatan.
Sedangkan para pria menyiapakan nisan atau pathok (maesen),
dan papan untuk menutup liang lahat agar ketika jenasah diurug dengan
tanah tidak langsung mengenainya, orang jawa menyebutnya dengan
istilah anjang-anjang/papan penutup. Sebagian pria yang lain bertugas
menggali liang lahat yang didampingi oleh kuncen makam (juru kunci).
Papan-papan dan maesan tersebut biasanya dibawa ke makam terlebih
dahulu.
Hal-hal tersebut mereka lakukan tanpa harus dikomando. Mereka
mengerjakan semuanya dengan rasa solidaritas, dan mengesampingkan
keegoisan dalam dirinya, karena “seorang muslim adalah saudara
sehingga tidak boleh saling menganiayanya, menelantarkannya,
mendustakannya, dan menghinanya” (Riwayat Imam muslim)” (Nawawi,
1992:53). Akan tetapi masyarakat juga akan bertindak egois apabila salah
satu warga tersebut egois terhadap lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Hal tersebut terbukti ketika ada salah satu warga yang meninggal, para
warga disekitar rumahnya leleh luweh/tidak terlalu peduli karena salah
satu keluarganya tidak mau peduli terhadap lingkungan sekitar tempat
tinggalnya dan gumedhe/sombong serta sering sumbar swara ling keneh-
keneh/sering berbicara yang aneh-aneh.
d. Pemberangkatan Jenasah
Selanjutnya adalah prosesi pemberangkatan ke pemakaman yang
diiringi oleh keluarga dan para pelayat (tetangga) yang telah hadir sejak
awal maupun yang baru datang setelah selesai dari pekerjaannya. Dalam
prosesi pemberangkatan tidak diperbolehkan menangisi dengan histeris
atas kematian anggota keluarganya, karena akan memberatkannya ketika
di alam kubur dan harus bersikap ikhlas atas kepergiannya.
Ketika jenasah diusung ke halaman rumah bertanda prosesi
pemberangkatan ke makam akan segera dilakukan. Sebelum
diberangkatkan modin akan menyampaikan sebuah pitado atau pesan-
pesan dan memintakan maaf kepada handai taulan yang hadir atas
kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan almarhum semasa hidupnya
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dan menyampaikan
sebuah pertanyaan tentang apakah jenasah masih memiliki hutang
piutang kepada handai taulan untuk segera melaporkan ke pada pihak
keluarga agar segera dilunasi untuk meringankan beban di alam
kuburnya. Selama berlangsungnya pidato tersebut keranda yang dipikul
dilakukan biasanya dilakukan secara bergantian dengan yang lainnya,
namun apabila jenasah terlalu berat maka keranda tidak dipikul. Ketika
hal tersebut dilakukan semua yang hadir berdiri sampai jenasah
diantarkan ke pemakaman.
Sebelum jenasah diberangkatkan ke makam dilakukan prosesi
brobosan/slup-slupan yang melambangkan bahwa keluarga ikhlas untuk
melepas kepergiannya, yang dilakukan di halaman rumah.
Brobosan/slup-slupan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali atau tujuh
kali putaran terbesebut searah denngan jarum jam.
Setelah mayat dimandikan, dikafani, dan disholatkan kemudian
jenasah diberangkatkan dengan keranda untuk di bawa ke pemakaman
yang dipikul pada empat penjuru oleh keluarga yang bergantian dengan
tetangga atau orang lain. Sedangkan yang lainnya ada yang memegang
payung untuk menaungi bagian kepalanya.
اعخ ب فئ ا ت اعس٠س و ثج ١ذ ارجغ جبشح ف دلب ي عؼ اث ػ
)زا اث ب ج(
Dari ibnu Mas‟ud. Ia berkata, “Barang siapa yang mengikuti jenasah,
maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda, karena
sesungguhnya cara yang demikian itu termasuk Sunnah Nabi Saw.”
(Riwayat Ibnu Majah)
Didalam pemberangkatan jenasah ke pemakaman itu ada urut-
urutannya yaitu urutan yang paling depan adalah penabur bunga,
belakangnya pembawa maejan/nisan tetapi biasanya papan nisan sudah
dibawa dahulu ke makam dengan papan-papan penutup, kemudian
keranda jenasah, belakang keranda adalah keluarganya dan para pelayat
yang mengantarkannya ke pemakaman. Dalam pemberangkatan ini
banyak tidaknya para pelayat yang mengantarkan jenasah ke pemakaman
tergantung dari srawunge almarhum ke masyarakat. Jika semasa
hidupnya rukun kepada masyarakat maka ketika mati akan banyak yang
hadir ke pemakamannya, dan sebaliknya.
e. Pemakaman Jenasah
Setiba di pemakaman, jenasah dikeluar dari keranda dan
diturunkan kedalam liang lahat dengan dibantu para tatangga yang
diarahkan oleh modin dan kuncen makam. Dikatakan bapak Syamsudin
bahwa:
Liang lahat di buat dengan kedalaman tertentu yaitu dengan
kedalaman 2 meter, lebar 2 meter dan panjangnya sekitar 80-90cm.
Jenasah tersebut diletakkan miring dengan posisi kepala disebelah utara
menghadap kiblat. Untuk menjaga agar jenasah tidak bergeser maka sisi-
sisinya ditaruh bongkahan-bongkahan tanah yang disebut dengan gelu.
Besar-kecilnya gelu disesuaikan dengan kondisi tubuh jenasah, jumlah
gelu tersebut berjumlah tujuh atau disesuaikan dengan kebutuhan yang
penting berjumlah ganjil.
Ketika akan mengangkat jenasah untuk dimasukkan ke liang lahat
posisi tangan kanan merangkul jenasah sedangkan tangan kiri
menopangnya yang kemudian diserahakn kepada orang yang berada
dilubang tersebut dengan posisi tangan yang sama. Kemudian jenasah
dibaringkan dengan posisi menghadap kiblat, sebelum jenasah diadzani,
tali-tali yang mengikatnya dilepaskan dan bagian kepala agak dibuka
agar pipi dan telinga tampak. Kemudian orang yang berada dilubang
tersebut malantunkan adzan dan komat serta kalimat syahadat ke dalam
telinganya. Setalah itu jenasah ditutupi dengan anjang-anjang/papan
kayu pada sisi lubang jenasah tersebut, yang kemudian secara simbolik
para sanak keluarga/saudara menaburkan tanah terlebih dahulu sebelum
lubang tersebut tertutup dengan tanah. Sebelum lubang tersebut rata
maka nisan/pathok tersebut ditancamkan diujung kaki dan ujung
kepalanya.
ب صغ ثس صجب و اج ا ػ صج ا ذدا ا سث ظؼد فب ي اذد ػب ػ
ي )زا أدد ع( ظ الل يلع هللا ىلص
Dari Amir bin Sa‟id. Ia berkata,”Buatkan olehmu lubang lahad untukku,
dan pasanglah di atasku batu bata, sebagaimana dibuat pada kuburan
Rasulullah Saw.”(Riwayat Ahmad dan Muslim)
Kemudian tanah tersebut dirapikan agar dapat dibedakan mana
tanah kuburan yang telah terisi dengan yang tidak terisi. Tanah tersebut
dibuat agak meninggi dibagian tengahnya atau berbentuk bukit,
kemudian di atasnya ditaburkan bunga-bunga yang dibawa tadi, hal
tersebut berdasarkan adanya sebuah hadits Ibnu Hibban dari Abu
Hurairah yang mengatakan: Kami pernah berjalan bersama Nabi
melewati dua makam, lalu dia berdiri di atas makam itu, kami pun ikut
berdiri. Tiba-tiba saja dia menyingsingkan lengan bajunya, kami pun
bertanya: Ada apa ya Rasul? Jawabnya: Apakah kalian tidak
mendengar? Kami menjawab: Tidak, ada apa ya Nabi? Dia pun
mengatakan: Dua lelaki sedang disiksa di dalam kuburnya denagn siksa
yang pedih dan hina. Kami pun bertanya lagi: Kenapa bisa begitu ya
Rasul? Jawab dia: Yang satu, tak bersih kalau membasuh bekas kencing,
dan satunya lagi suka mencaci orang lain dan suka adu domba. Rasul
mengambil dua pelepah kurma, diletakkannya di atas kubur dua lelaki
tadi. Kami bertanya: Apa gunanya? Jawab dia: Untuk meringankan
siksa mereka berdua selagi mmasih basah.”(Fattah, 2011:244-245).
Setelah kuburan tersebut sempurna maka bapak modin
membacakan talkin. Talkin yang dibacakan berbahasa arab, yaitu:
اس د١ هللا اس د ثع
دد ١ذ،ل ا ال هللا ٠ د ٠ذ١ ذ ا ه لشس ن ، ا دائ د
ب ل ٠ ا د، فط ذائمخ ا لد ٠س. و ش ػ و ١س، ا د، ث١د
خ، م١ب ا ٠ زو اج ف ذ١بح ر ب ا جخ فمد فبش، ا ادخ ابز شدصح ػ ف
خس جذ ػ١ د ار ؼ ػجد هللا ا ذ وس ا اث ز. ٠ب فال زب ع اغس ١ب ال اد
داز الخسح ١ب ا داز اد ي هللا ص محما زظ ا بدح ل ا ال هللا ش
دك ، ؼ١ ا مجس دك ، ي ا ص ا د دك ، ا ا اػ . ظ هللا ػ١
ى ظؤاي ا ، ا ػرا ث ا ذعبة ا ا جؼث دك ، ا ا دك ، ى١س ف١ س
جخ دك ، ا ا ابز دك ا اصساط دك ، ا دك ، ١صا ا ا دك ،
شفبػ ا ب، اعب ػخ ار١خ ل ز٠ت ف١ ا ا دك ، ي هللا يلع هللا ىلص خ ظ١د ب محما زظ
لد صسد ز. ال مج ف ا هللا ٠جؼث ا جخ دك ، ا مب هللا رؼب أل
ػع ث١ اطجبق اثس ثه )صسد( ف وال ا ىب . فبذا جب ن ا ر بوسا
ب و ج ك هللا ػص خ ك ب خ جبن، فب ل٠س ى١س فال٠فص ػبن ىس ب
زثه لن ك هللا. فبذا ظأ خ ك ذ خ ب ا ب لجزه ب د٠ه ج١ه
اػزمبد صذ١خ: اهلل زث عب فص١خ ب( ث ب )فم اه فم اد ه ب ا
ام اىؼجخ لجز د٠ الظال بد محماج ع ا ع ا ب ا سا
د يلع هللا ىلص ذ ث د٠ب ثب إلظال (: )زض١ذ ثبهللا زثب ل ( ل . ا ج١ب اخ
ػ ذ ه ػ ذ ه د١١ذ، ل(. ػ ذ زظ شب هللا ( إ ه رجؼث )رجؼث١ ذ
ي ) م . ثجزه )ثجزه( هللا ثب ١ ي اثبثذ ف 3ال م ا ثب ا ح(، ٠ثجذ هللا ار٠
ط ب افط ا ف الخسح. ٠ب ا٠ز ١ب زثه زاض١خ اذ١بح اد إ ئخ، ازجؼ
٠ب د١د ٠ب أ١ط و د ػه ا . عز جز ادخ ػجبد ف سض١خ فبدخ
س ثزب ازد ددر دد رب ٠ط ٠غ١ت اط ز دبضسا ي دج م سثز
ب ٠صف ح ػ زثه زة اؼص . ظجذب ١ ٠بزة اؼب فسب ل رفزب ثؼد .
. ا ١ ، ا ١ ؼب زثب د لل اذ ١ سظ ا ػ ظال ي فب رذخ .........ث١خ امج
Kemudian dilanjutkan dengan membacakan tahlil dan doa
bersama untuk memintakan ampun kepada Allah SWT. Ketika
meninggalkan makam para pelayat dilarang menoleh kebelakang
sebelum tujuh langkah dari kuburan tersebut. Sebelum para pelayat
samapi dirumahnya, mereka membersihkan diri di sungai dan berwudhu
atau mandi besar untuk menghilangkan sawan (hal-hal gaib yang dapat
menggangu mereka). Apabila para pelayat tersebut mempunyai anak
yang masih kecil biasanya anaknya diborehi/diolesi dengan dlingo
blengke untuk menangkal sawan tersebut agar anaknya tidak rewel atau
bahkan jatuh sakit. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
أ )زا أثدادازسر( ض ١ز ف د ١غزع ١زب ف ع
Artinya: “Barang siapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia
mandi. Dan barang siapa mengangkatnya, maka hendaklah dia
berwudhu.”(H.R. Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Sepulang dari pemakaman para pelayat bergegas untuk segera
mandi karena kondisi fisik yang kotor dan untuk menghilangkan sawan
yang dapat mengganggu mereka dan anak-anaknya.
2. Hasil wawancara dengan beberapa warga masyarakat desa Pager yaitu :
a. Mbah Yatemi ketika wawancara pada tanggal 27-12-2014, yang
merupakan salah satu warga desa Pager yang usianya sekitar 75 tahun.
Mengatakan bahwa prosesi dalam pemakaman jenasah dimulai dari
mayit dibujurkan ke utara menghadap kiblat, kemudian disucikan,
dikafani, disholatkan dan dimakamkan serta dibacakan fatikhah dan
tahlil. beliau tidak tahu menahu asal-usul ritual dalam kematian
dilakukan oleh orang-orang tersebut karena sudah ada semenjak beliau
masih kecil sudah ada hal seperti itu, dan hanya mengikuti orang tua
dulu. Karena hal-hal tersebut merupakan sebuah kewajiban yang harus
dilakukan orang yang masih hidup untuk orang mati. Beliau juga tahu
bahwa hukum mengadakan ritual dalam kematian seperti sawur beras,
batang pisang harus 7 buah, mecah kendi, dan lain sebagainya tersebut
dalam hadis tidak ada, hanya mengikuti orang kuno/orang jaman dahulu.
Maksud dari mecah kendi adalah untuk memcahkan pikiran ketika di
alam kubur sehingga dapat menjawab pitakon kubur dan terhindar dari
godaan setan yang dapat menjurumuskan dia dalam api neraka. Di kasih
lampu/sentir agar terang, jalan disapu agar terang jalannya, namun
sekarang menyapu ketika jenasah di bawa kepemakaman sudah tidak
dilakukan lagi karena sudah memiliki caranya sendiri. Maksud dari
sawuran dilakukan adalah untuk menghindarkan godaan di dunia, payung
digunakan agar jenasah tidak kepanasan. Kalau jaman dahulu orang-
orang masih melakukan menyapu sambil memegang sentir agar jalannya
terang. Kemudian bunga-bunga yang ditaburkan akan memberi manfaat
bagi mayit karena jika bunga tersebut belum layu maka akan
mendoakannya. Makanan dalam surtanah kalau jaman dulu berisi nasi,
ingkung ayam, sambal goreng kentang, gorengan, tumpeng seger yang
memiliki maksud agar yang ditinggalkan tetap segar/bagas waras/sehat
sejahtera. Ketika memperingati hari ke 40 harinya berkat yang diberikan
kepada hadirin yang datang berisi beras, telur, jadah untuk tempat
duduknya ketika ditanya malaikat, apem digunakan untuk payungan
jenasah, pisang itu digunakan untuk tongkat orang yang meninggal, hal
tersebut memang tidak dapat dipikirkan oleh akal sehat, karena orang
dulu mengjarkan seperti itu. Apabila mengundang orang-orang untuk
kenduri namun tidak datang maka perasaannya biasa saja, mungkin orang
yang diundang tersebut masih sibuk dengan kegiatannya atau karena
sakit. Namun apabila yang diundang yang hadir hanya sekitar 5 orang
sedangkan yang diundang berjumlah sikitar 20 orang maka beliau
berpikir apa yang salah dengan dirinya sehingga banyak yang tidak hadir,
mengapa warga tidak suka dengan beliau dan beliau merasa tersakiti
dengan tidak hadirnya warga. Sehingga beliau mengoreksi diri mengapa
hal tersebut dapat terjadi pada dirinya. Beliau bercerita ketika
ngijing/membuat makam permanen dimakam suaminya, suaminya
tersebut datang dalam mimpi cucunya yang mangatakan ucapan terima
kasih sudah membuatkan rumah bagus seperti masjid.
b. Ibu Siti Komsah ketika wawancara pada tanggal 27-12-2014, yang
merupakan salah satu warga desa Pager yang usianya sekitar 58 tahun.
Mengatakan bahwa prosesi dalam pemakaman jenasah dimulai dari
mayit dibujurkan ke utara menghadap kiblat, kemudian disucikan,
dikafani, disholatkan dan dimakamkan. Maksud-maksud dari sawur,
memecah kendi, dan lain-lainnya pada adat dalam prosesi pemakaman
tersebut saya tidak tahu-menahu karena apabila beliau melayat selalu
dibelakang/hanya di dapur. Dan saya tidak tahu-menahu mengapa jumlah
rangkaian bunga selalu berjumlah ganjil. Ketika acara surtanah biasanya
makanan yang disuguhkan berupa tumepeng marep mungkur/tumpeng
yang dibelah dua yang saling membelakangi maksud dari tumpeng marep
mungkur beliau tidak tahu hanya mengikuti orang tua dulu, serta
tumpeng seger untuk bancak‟i orang yang bagas waras dan tumpeng
asahan/ambengan. Menurut beliau apabila tidak melakukan hal-hal
tersebut tidak apa-apa karena kemantapan orang berbeda-beda. Hal
tersebut bisa dikatakan wajib juga bisa tidak diwajibkan karena orang-
orang yang melakukan hal tersebut hanya ikut-ikutan orang jaman dulu.
Beliau kurang paham maksud dan tujuan dari ritual tersebut karena
beliau hanya menjadi makmum saja. Ketika acara tahlilan itu
diperuntukan untuk mendoakan arwahnya. Apabila tidak dalam acara
tahlilan para undangan yang datang tidak memenuhi jumlah daftar maka
beliau beranggapan bahwa orang yang diundang masih sibuk atau masih
ada acara lain sehingga tidak dapat hadir, atau mungkin tidak sepaham
dengan pemahamannya karena berbeda pemahaman dalam
sedekahan/slametan. Apbila tidak mau hadir tetapi ketika diberi berkat
tersebut mau menerimanya namun tidak mau hadir dalam undangan
tersebut. Beliau menjelaskan tentang telusupan bahwa karena merupakan
pertemuan terakhir dengan almarhum. Gelu merupakan bantal untuk
jenasah di alam kuburnya. Ketika acara 7 hari. 40 hari dan seterusnya
hanya merupakan sebuah peringatan atas kematiannya saja. Ketika masih
dalam waktu tiga hari sampai 40 hari arwahnya masih berada disekeliling
rumahnya maka ketika membuang air jangan sembarangan apalagi air
panas. Beliau juga menyimpulkan bahwa semuanya itu dilakukan hanya
untuk rukun kepada warga yang penting dilakukan karena umumnnya
para warga juga melakukan hal tersebut.
c. Mbah Tukirah ketika wawancara pada tanggal 27-12-2014, yang
merupakan salah satu warga desa Pager yang usianya sekitar 73 tahun.
Mengatakan bahwa ritual yang dilaksanakan oleh warga masyarakat
hanya mengikuti orang-orang tua dulu. Sekarang ini ketika memandikan
tidak menggunakan merang, daun dadap serep, dan daun kelor karena
sulit mencarinya, hanya cukup menggunakan sampo dan sabun saja,
tetapi kalau jaman dulu hal-hal tersebut harus ada. Semua hal yang
terdapat dalam ritual kematian tersebut hanya ikut-ikutan orang zaman
dahulu.
d. Ibu Nur ketika wawancara pada tanggal 27-12-2014, yang merupakan
salah satu warga desa Pager yang usianya sekitar 32 tahun, mengatakan
bahwa telusupan itu dilakukan apabila yang meninggal itu meninggalkan
anak-cucu, telusupan tersebut dilakukan melambangkan keikhlasan
sedangkan sawuran dilakukan untuk memberi sangu/saku kepada mayit
agar tidak kembali pulang/menjdai roh gentayangan. Sentir
melamnbgkan jalan yang terang. Masyarkat masih mempertahkan karena
adat istidat setempat. Dan ketika melakukan acara sedekahan dilakukan
seikhlasan sesuai dengan kemampuan. Apabila hal tersebut tidak
dilakukan juga tidak apa-apa tergantung pemahaman warga. Tahlilan
dilakukan sesuai sudut pandang masing-masing warga.
e. Saudari Aminah ketika wawancara pada tanggal 27-12-2014, yang
merupakan salah satu warga desa Pager yang usianya sekitar 22 tahun,
mengatakan bahwa dia tidak tahu menahu tentang maksud dari adat
tersebut, hanya beberapa saja yang dia tahu seperti telusupan yang
melambangkan keikhlasan atas kepergiannya dan dia menjelaskan
tentang pendidikan yang terkandung dari adat tersebut adalah karena ada
beberapa ajaran agama yang terkandnung didalamnya seperti tabur bunga
yang dianjurkan oleh agama Islam, yang terpenting ketika melakukan
adat tersebut tidak meduakan Allah, mereka melakukan hal tersebut
karena adat istidat setempat yang menganjurkan seperti itu. Apabila tidak
melakukan hal-hal yang terdapat dalam adat tersebut tidak apa-apa.
Acara tahlilan berisi tentang doa bersama, dia berpendapat bahwa doa
yang dilakukan oleh seseorang belum tentu dikabulkan oleh Allah
sehingga acara tahlilan tersebut dilakukan, namun ada beberpa orang
yang hadir dalam acara tahlilan tersebut hanya sekedar hadir saja untuk
mengharagai undangan tersebut, karena orang tersebut berbeda tentang
pemahaman tahlilan.
f. Bapak Syamsudin ketika wawancara pada tanggal 01-01-2015, yang
merupakan salah satu warga desa Pager yang usianya sekitar 63 Tahun
mengatakan bahwa telusupan yang dilakukan untuk menghormati orang
tua atau saudara yang sudah meninggal, sedangkan sawuran ketika akan
diberangkatkan ke pemakaman yang dilakukan untuk mengingatkan
bahwa yang meninggal sudah tidak butuh duniawi lagi. Ketika membuat
liang lahat di Desa Pager menggunakan dua sistem pemakaman yaitu
dengan mayat ditaruh samping barat/liang landak, dan mayat ditaruh
ditengah-tangah liang/juganggan, tetapi kedua sistem itu tidak digunakan
secara bersamaan akan tetapi menurut kuncen makamnya. Kemudian
makna dari nisan/maesan memiliki makna bahwa memang asli rumahnya
sehingga diberi tanda. Kata maesan yang berasal dari kata maejan yang
bermakna “jan omahe tenan”.
Ketika sebagian muslim/keluarga mengadakan acara surtanah bermaksud
untuk menghormati bumi/tanah yang dipakai untuk makamnya dan untuk
mendoakannya. Acara tiga hari/telong dinonan selain untuk mendoakan
juga untuk mengingatkan kepada yang masih hidup bahwa mayat yang
dikuburkan sudah mulai terjadi pembusukan. Acara tujuh hari selain
untuk mendoakan juga untuk mengingatkan kepada yang masih hidup
bahwa mayat yang dikuburkan sudah mengalami pembengkakan. Acara
40 hari selain untuk mendoakan juga untuk mengingatkan kepada yang
masih hidup bahwa daging dari mayat yang dikuburkan sudah mulai
dimakan binatang tanah. Acara 100 hari tulang-belulang dari mayat
sudah mulai terlepas dari persendian-persendiannya. Sedangankan acara
pendhak pisan, pendhak pindo dan nyewu hanya untuk mengingat
kemataian atas mayat tersebut.
Dalam acara sedekahan/slametan pasti diisi dengan tahlilan. Tahlilan
yang dilakukan selaian untuk mendoakan dengan membaca tahlil
dimaksudkan juga untuk memberikan sedekah kepada orang lain yang
berbebtuk berkat dengan tujuan untuk mendapat pahala. Talkin yang
dilakukan setelah prosesi pemakaman selesai dimaksudkan untuk
memberikan peringatan kepada yang masih hidup bahwa suatu hari nanti
pasti akan meninggal, pada saat minggal di dalam kuburnya setelah
semua orang pergi malaikat akan datang dan bertanya tentang siapa
Tuhanmu, siapa Nabimu, apa agamamu, apa kiblatmu, siapa
pemimpinmu, dan siapakah saudara-saudaramu. Kemudian tali wangsul
yang digunakan dalam mengikat pocongnya bermakna bahwa orang yang
meninggal sudah kembali kepada Allah/wangsul dumateng Allah.
Sedangkan uboramp dalam acara surtanah dan acara-acara setelah
surtanahan hanyalah adat yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat.
Kemudaian manfaat dari adat pemakaman tersebut adalah supaya yang
mati mendapat tempat yang baik dengan mendoakkannya. Dan
pendidikan yang dapat diambil dari prosesi-prosesi tersebut adalah orang
yang mati perlu dihormati namun tidak boleh ngalap berkah/meminta
tolong kepada yang sudah mati. Serta ketika bermasyarakat harus baik
terlihat dari rasa gotong royong ketika memandikan jenasah, dan ketika
hidup hendaklah hidup bermasyarakat jangan egois.
C. Pemahaman Masyarakat Ds. Pager, Kec. Kaliwungu, Kab. Semarang
Terhadap Prosesi Pemakaman
Adat yang dilakukan oleh warga masyarakat dalam prosesi pemakaman
adalah sebuah pengaruh dari ajaran Hindu yang berbaur dengan ajaran Islam
yang disamapaikan oleh para Wali songo pada jaman dahulu, yang masih
dilestarikan sampai sekarang walaupun ada beberapa yang sudah dilakukan
lagi oleh masyarakat. Masyarakat sebenarnya tidak mengetahui tentang asal-
usul dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam prosesi tersebut karena
hanya mengikuti orang-orang jaman dulu, sehingga masyarakat hanya ikut-
ikutan saja, namun ada sebagian warga yang tidak melakukan acara sedekahan,
dan tahlilan karena berbeda pemahamannya denagn warga yang lainnya dan
didalam ajaran agama Islam tidak dianjurkan. Sehingga tidak perlu dilakukan,
apabila ingin sedekah cukup dimasukkan di kotak masjid yang diperuntukkan
untuknya. Masyarakat Pager melakukan hal tersebut karena sudah umum
dilakukan oleh warga masyarakat sehingga apabila tidak dilakukan maka akan
diguncing oleh tetangga. Jika tidak mampu melakukan sedekah/slametan
secara besar-besaran cukup dengan beberapa orang saja yang penting
melakukan acara sedekah/slametan. Mereka juga mengatakan bahwa adat yang
terdapat dalam prosesi pemakaman tersebut hanya sebuah tradisi dari nenek
moyang.
Mereka tidak tahu maksud dan tujuan dari jenis-jenis makanan yang
disajikan dalam acara surtanah dan peringatan pada hari-hari berikutnya.
Karena makanan yang disajikan selalu seperti itu tidak pernah berubah dari
jaman dulu, hanya berubah sedikit saja dari bahan matang ke bahan mentah.
Makanan tersebut antara lain adalah tumpeng marep mungkur, tumpeng seger,
lauk pauk yang selalu seperti itu, jadah, apam, dan pisang. Hanya segelintir
yang tahu maksud dan tujuan dari makanan tersebut dan hal-hal lain yang
terdapat dalam adat tersebut, namun penjelasannyapun tidak terlalu jelas.
Mereka mengaku mendapat penjelasan tersebut dari orang tuanya dulu. Mereka
mengatakan bahwa maksud dari hal-hal yang ganjil seperti rangkaian bunga
yang berjumlah 7 buah melambangakan bahwa wong mati kui ben entuk
pitulungan marang Gusti/orang yang meninggal agar mendapat pertolongan
dari Allah. Apem yang terdapat dalam berkat kenduri melambangkan payung
yang dipergunakan mayit agar tidak kepanasan, kemudian jadah
melambangakan bantalan duduk/bantalan untuk kepalanya, sedangkan pisang
melambangkan tongkat/teken yang dipergunakannya untuk berjalan.
Sedangkan gelu yang digunakan untuk menopang agar mayit dapat mengadap
kiblat dengan sempurna juga memiliki makna yaitu gelu/rasa kecewa
melambangkan agar orang yang meninggal tidak gelu/rasa kecewa karena
sudah mati dan orang yang hidup agar tidak gelu/rasa kecewa karena ditinggal
mati oleh salah satu keluarganya. Kemudian tali wangsul yang digunakan
untuk mengikat pocong tersebut memiliki makna bahwa yang mati sudah
kembali kepada Allah/wangsul marang Gusti. Dan tumpeng ungkur-ungkur
mempunyai makna bahwa orang yang mati sudah tidak kembali lagi kedunia.
Ritual dalam prosesi pemakaman tersebut merupakan kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat bukan berasal dari agama. Walaupun ada beberapa
yang berasal dari ajaran agama seperti mengurus, memandikan, mengkafani,
menyolatkan, menguburkannya dan mendoakannya. Mereka melakukannya
untuk mempermudah mengumpulkan dan mengajak warga berdoa bersama dan
silaturrahmi. Karena para warga tidak akan mungkin menyempatkan diri untuk
berkunjung ke satu-persatu rumah-rumah warga untuk silaturrahmi. Karena
kebanyakan warga sudah disibukkan dengan kegiatan masing-masing yang
menyebabkan kelelahan sehingga tidak mungkin berkunjung ke rumah warga
apabila tidak ada kepentingan. Hanya segelintir warga yang melakukan
silaturrahmi tersebut, hal itu dilakukan karena suntuk di rumah ingin mencari
udara segar, dan setelah dari warung yang melewati perkumpulan warga yang
berada di teras rumah salah satu warga maka menyempatkan sebentar untuk
mampir.
Ketika masyarakat melakukan acara 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari,
1000 hari, dan seterusnya merupakan alat ukur untuk mengetahui dan
mengingatkan kepada yang hidup bahwa mayat yang dikuburkan mengalami
kerusakan, serta untuk mengenang dan mengingat atas kematiannya. Hal-hal
tersebut hanyalah tradisi yang dilakukan masyarakat bukan berasal dari ajaran
agama Islam.
Ritual dalam adat tersebut dari segi sosial dan budaya sangatlah
berguna untuk masyarakat, karena dari segi sosial banyak masyarakat yang
datang ke rumah duka memberikan energi positif/semangat bagi tuan rumah
karena sudah mau menyempatkan diri dari kesibukkannya untuk hadir dalam
acara kenduri. Dari segi budaya bagi masyarakat sangat bervariasi dalam
menafsirkan makna yang terdapat dalam prosesi pemakaman. Karena dari
budaya yang dilakukan sudah menjadi kebiasaan masyarakat, budaya yang
terkandung di dalam adat pemakaman sebenarnya sangat memilki makna yang
mendalam seperti yang dijelaskan oleh ibu Nur bahwa:
Telusupan yang dilakukan adalah memberikan jalan untuk yang meninggal
agar diberi kelancaran karena keluarga yang ditinggalkan sudah ikhlas atas
kepergiannya, sawuran bermakna bahwa memberikan saku agar tidak kembali
pulang dan agar tidak menjadi roh yang gentayangan, sentir bermakna
memberikan jalan terang kepada mayit tersebut, tahlilan bermakna untuk
mendoakannya, benang yang digunakan dalam rangkaian bunga yang tidak
dibundeli/di tali mati bermakna agar perjalanannya lancar. Kalau zaman dahulu
ganjel debok/batang pisang yang ditancapi dengan uang logam setelah selesai
digunakan dalam memandikan untuk meberikan riski bagi orang yang mau
membuangkannya.
Sebenarnya yang dapat memberi saku kepada mayit tersebut bukanlah
beras yang disawurkan namun yang dapat memberinya adalah doa yang
diperuntukkan pada dirinya. Yang memberi jalan terang bukanlah sentir namun
amal perbuatannya yang akan memberi jalan terang. Yang memberi kelancaran
perjalanannya bukanlah benang yang tidak di tali mati namun amal
perbuatannya di dunia. Dan ketika roh sudah lepas dari jasadnya maka tidak
akan kembali pulang, yang kembali pulang adalah hanya jin yang menyerupai
dirinya.
Masyarakat menggunakan budaya tersebut hanya untuk menyimbolkan
saja agar masyarakat dapat lebih berfikir lagi tentang maksud dan tujuan dari
simbol-simbol yang terdapat di dalam adat tersebut. Sebenarnya maksud dari
makanan yang berupa apem, jadah, dan pisang hanyalah merupakan sebuah
adat yang masih dilaksanakan oleh masyarakat sampai sekarang ini dan apabila
tidak dilaksanakan sebenarnya tidak apa-apa.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Desa Pager Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014
Ketika salah satu keluarga ada yang meninggal dunia, maka pihak
keluarga akan mengadakan prosesi pemakaman yang diwujudkan dalam
serangkaian prosesi perawatan jenasah dan prosesi pemberangkatan jenasah ke
pemakaman. Kemudian dilakukan tahlilan pada hari-hari tertentu.
1. Waktu Penyelenggaraan Prosesi Pemakaman
Ketika ada seorang warga yang meninggal dunia, maka hal yang
pertama dilakukan oleh keluarga atau orang terdekat yang mengetahuinya
adalah mengkondisikan jenasah untuk memejamkan mata apabila belum
terpejam, menutup mulutnya apabila masih terbuka, dan menutup
tubuhnya dengan kain sambil menunggu modin datang ke rumah.
Dikatakan oleh ibu Nur (27-12-2014) bahwa:
Awale wong mati kuwi lak napase nyendal-nyendal, terus pripate
ngono kae, terus lak ditat/dipas-paske, tutukke nak rodok plongoh terus
ditaleni, terus dimeremke, terakhire diseuceni, dipocong, dioshlokatke,
terus diterke ning pemakaman.
Sebelum modin datang ke rumah duka, akan mengumumkan
terlebih dahulu melalui pengeras suara yang berada di masjid agar para
warga masyarakat mengetahui bahwa ada kabar duka/lelayu, serta agar
para warga segera datang ke rumah duka untuk membantu prosesi
pemakaman. Para warga berusaha agar jenasah segera dimakamkan.
Keluarga yang ditinggalkan hendaknya sabar dan menyerahkan
semua kepada Allah, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah
ayat 156-157:
“(156) (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (Sesungguhnya
Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali)”. (157)
Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Mushaf, 2014:24)
Beberapa orang bergegas ke pemakaman untuk mempersiapkan
liang lahat. Beberapa orang mengambil keranda/bandhoso di makam, dan
beberapa orang lainnya membeli uborampe yang diperlukan seperti kain
mori sak perangkat, kembang setaman sak perangkat, papan sak
perangkat, dan menyiapkan perlengkapan untuk merawat jenasah serta
yang lainnya menyiapkan tempat untuk memandikan dan menyolatkan,
ada yang menyiapakan tempat untuk para pelayat yang datang, bahkan ada
yang menyiapkan makanan yang akan di kirim ke makam untuk para
penggali makam dan menyiapkan makanan ringan seperti roti dan permen
untuk para pelayat yang hadir.
Ketika menunggu tempat untuk memandikan siap, modin
menggunting pakaian yang masih melekat dibadannya, agar ketika
memandikan lebih mudah. Sesudah itu, jenasah ditutupi kain jarik agar
auratnya tidak terlihat. Setalah semuanya siap tiga atau empat orang
mengangkat jenasah untuk dimandikan ke tempat yang sudah disediakan.
Tempat yang digunakan dalam memandikannya biasanya disiapkan diluar
rumah atau dihalaman yang tempatnya memungkinkan untuk
memandikan. Tempat memandikannya dikelilingi oleh tabir dari kain jarik
atau kain yang panjang dan lebar yang memungkikan untuk menutupi
jenasah agar tidak terlihat oleh banyak orang ketika memandikannya, kain
tersebut dibentangkan dan dipegangi oleh tetangga di ujung-ujungnya yang
saling berjejeran, disamping jenasah diletakkan sebuah drim
(gentong)/tempat penampungan air. Dikatakan oleh ibu Tukirah (27-12-
2014) bahwa:
Nak pas ngedusi saiki kuwi gur gawa sampo mbi sabun, nak wong
biyen mbah-mbah buyut do nggunakke godong kelor, merang di bakar,
godong dadap serep gawe nyabuni mayite kuwi.
Dikatakan oleh ibu Siti (27-12-2014) bahwa: Debok ling cacahe
pitu ling digunakke gawe ganjel pas ngedusi kuwi fungsine gur gawe
ganjel ben gampang ling ngedusi.
Jenasah diletakkan di atas keranda yang sudah ditatani
debok/batang pisang sebagai alasnya. Dalam memandikan jenasah hal
yang pertama dilakukan adalah membersihkan kotoran-kotoran yang
didalam tubuhnya agar keluar. Setelah kotoran-kotaran tersebut keluar dan
dibersihkan maka prosesi memandikan jenasah dapat dimulai. Ketika
memandikan jenasah hendaknya orang yang memandikannya dapat
menjaga rahasia jenasah tersebut, sebagaimana sebuah riwayat:
رب و )زا اث بج(١غع أ ا
“Hendaklah yang memandikan jenasah-jenasah itu orang-orang yang
jujur dan dapat dipercaya.” (HR.Ibnu Majah).
Memandikan jenasah dimulai dari ujung kepala sampai ujung kaki tanpa
terputus-putus dengan menyiram seluruh tubuhnya pada bagian yang
kanan terlebih dahulu kemudian bagian yang kiri.
ب )زا اجبز( ض ا ضغ ا ب ١ب إثدأ ث
“Mulailah dengan bagian-bagian yang kanan dan anggota-anggota
wudhu.” (HR. al-Bukhori).
Dalam menyiram jenasah dilakukan secara perlahan-lahan dan tubuhnya
disabun, kemudian dibilas hingga bersih dengan air yang jernih, dan yang
terakhir jenasah diwudhukan. Kemudian air yang masih melekat di
tubuhnya dilap dengan handuk. Yang berhak memandikan adalah keluarga
yang satu mahram dan sesama lelaki apabila jenasah tersebut lelaki, atau
sesama perempuan apabila jenasah tersebut perempuan. Apabila yang
meninggal anak di bawah usia 10 tahun maka ketika memandikan biasanya
dipangku oleh satu atau dua orang saja. Ketika prosesi memandikan
jenasah berlangsung, modin memotong-motong kain kafan yang disiapkan
di atas dipan/tempat tidur. Setelah prosesi memandikan selesai, jenasah
diletakkan di atas dipan tersebut, dalam mengkafani jenasah lubang-
lubang yang ada ditutupi dengan kapas yang sudah diolesi dengan minyak
wangi. Kain kafan yang digunakan adalah kain yang berwarna putih bersih
dan dalam keadaan yang baik, sebagaimana dalam sebuah riwayat:
ب خ١س ث١ب ث اج١ب ض فب ش١ب ثى ا جع ا رب و ب ا ف١ وف ى
)زا ازسر ١س(
“Pakailah olehmu kain putihmu, karena sesungguhnya kain putih itu
sebaik-baik kainmu, dan kafanilah mayatmu dengan kain putih itu.”
(Riwayat Tirmidzi dan lain-lain)
جب ثس لب ي ز وف )زا ع(ػ ١ذع اخب ف ادد و اذ اوف ي الل يلع هللا ىلص ظ
Dari Jabir, “Rasulullah saw, berkata, “Apabila salah seorang dari kamu
mengafani saudaranya, hendaklah kafannya dibaikkan.” (Riwayat
Muslim).
Setelah selesai mengkafani, tubuh jenasah yang sudah terbalut kain kafan
tersebut disemproti minyak wangi agar bau dari jenasah dapat tersamarkan
dan jenasah dipindahkan ke atas keranda agar setelah selesai menyolatkan
dapat segera diusung ke pemakaman. Keranda tersebut dihias dengan
rangkaian bunga yang dironce oleh ibu-ibu. Setelah selesai mengkafani,
bapak modin mengabarkan kepada orang-orang agar segera berwudhu
untuk melaksanakan sholat jenasah secara berjamaah, bagi warga yang
datang terlambat biasanya melaksanakan sholat jenasah sendirian atau
menunggu yang lainnya. Sholat jenasah yang dilakukan berjamaah yang
dipimpin oleh modin, apabila bapak kiyai rawuh biasanya yang
mengimami adalah beliau atau yang dituakan dan ahli dalam bidang ini,
serta ketika menyolatkan hendaknya ikhlas dalam mendoakannya. Ketika
menyolatkan jenasah tempat yang digunakan adalah rumahnya atau di
masjid/mushola tergantung permintaan dari keluarga dengan
mempertimbangkan jarak rumah dengan masjid/mushola.
رب اػ )زا اث ب ج(ص و
“Shalatkalah olehmu orang-orang yang mati.” (Riwayat ibnu Majah)
ا ص ١ذ فبخ ا ػ ١ز اذ اص يلع هللا ىلص اج س٠سح ل اث اد ػب )زا ػ
أثدادااث دجب(
Dari Abu Hurairah Nabi saw berkata, “Apabila kamu menyolatkan mayat,
hendaklah kamu ikhlaskan doa baginya.” (Abu Dawud dan Ibnu Hibban).
Setelah disholatkan kemudian jenasah diusung dengan dipikul ke halaman
rumah. Apabila yang meninggal anak-anak yang usianya masih dibawah
sepuluh tahun maka tidak perlu menggukan keranda cukup
dibopong/digendong Sebagaimana sebuah riwayat:
ب فئ ا ت اعس٠س و ثج ١ذ ارجغ جبشح ف دلب ي عؼ اث ػ
اث ب ج(اعخ )زا
Dari ibnu Mas‟ud. Ia berkata, “Barang siapa yang mengikuti jenasah,
maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda, karena
sesungguhnya cara yang demikian itu termasuk Sunnah Nabi Saw.”
(Riwayat Ibnu Majah)
Di halaman rumah modin atau perwakilan keluarga mengucapkan terima
kasih atas semua yang hadir yang telah membantu kelancaran dalam
prosesi-prosesi tersebut dan memintakan maaf atas kesalahan-kesalahan
almarhum, serta menanyakan apakah almarhum masih memiliki hutang-
piutang atau tidak kepada warga agar hal tersebut segera terselesaikan dan
tidak membebani/memberatkan almarhum di alam kubur.
د ؼمخ ثد٠ ؤ : فط ا ي هللا يلع هللا ىلص س ٠سح لب ي ز ظ اث ػ ز ٠مض ػ
أدد ازسر()زا
Dari Abu Hurairah. Rasulullah Saw telah berkata, “Diri orang mukmin
itu tergantung (tidak sampai ke hadirat Allah) karena utangnya, hingga
dibayar dahulu utangnya itu (oleh keluarganya).” (HR. Ahmad dan
Tirmidzi)
Kemudian warga masyarakat menjawab bahwa mereka memaafkan segala
kesalahan almarhum dan menyatakan bahwa almarhum adalah orang yang
baik selama hidupnya.
Selanjutnya adalah prosesi pemberangkatan ke pemakaman yang
diiringi oleh keluarga dan para pelayat (tetangga) yang telah hadir sejak
awal maupun yang baru datang setelah selesai dari pekerjaannya. Dalam
prosesi pemberangkatan tidak diperbolehkan menangisi dengan histeris
atas kematian anggota keluarganya, karena akan memberatkannya ketika
di alam kubur dan harus bersikap ikhlas atas kepergiannya.
Dikatakan oleh ibu Nur (27-12-2014) bahwa: Sebelum jenasah
diberangkatkan ke makam dilakukan prosesi brobosan/slup-slupan yang
melambangkan bahwa keluarga ikhlas untuk melepas kepergiannya, yang
dilakukan di halaman rumah.
Brobosan/slup-slupan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali atau
tujuh kali putaran tersebut searah dengan jarum jam. Namun dalam prosesi
brobosan/slup-slupan yang terjadi dalam masyarakat terkadang tidak
dilakukan karena tergesa-gesa untuk dibawa kepamakaman karena para
pemikul keranda merasa tidak kuat atas berat badan dari jenasah tersebut.
Setiba di pemakaman, jenasah dikeluar dari keranda dan diturunkan
kedalam liang lahat dengan dibantu para tatangga yang diarahkan oleh
modin dan kuncen makam. Dikatakan oleh bapak Syamsudin (01-01-2015)
bahwa:
Liang lahat yang di buat dengan kedalaman 2meter, lebar 2 meter dan
panjangnya sekitar 80-90cm, atau warga sering menyebutnya dengan sak
dedek sak pengawe, yang digali memanjang dari arah utara ke selatan,
mayat tersebut diletakkan ditengah. Masyarakat sering menyebutnya
dengan sebutan jugangan.
Kemudian perlahan-lahan tanah mulai ditimbunkan ke bawah.
Setelah kuburan tersebut sempurna maka bapak modin membacakan talkin
yang berbahasa arab. Dikatakan oleh bapak Syamsudin (01-01-2015)
bahwa:
Talkin yang dibacakan bertujuan untuk memberikan peringatan kepada
yang masih hidup bahwa suatu hari nanti akan meninggal, dan pada saat
meninggal di dalam kuburnya setelah semua orang pergi malaikat akan
datang untuk bertanya diantara pertanyaan tersebut adalah menanyakan
tentang siapa Tuhanmu, siapa Nabimu, apa agamamu, apa kiblatmu,
siapa pemimpinmu, dan siapakah saudara-saudaramu.
2. Prosesi Setelah Pemakaman
Sepulang dari pemakaman jenasah orang-orang yang turut ikut
mengantarkannya bergegas mandi untuk menghilangkan kotorang yang
melekat dibadan dan untuk menghilangkan sawan (pengganngu gaib) yang
dapat mengganggu keluarga atau dirinya, serta untuk mendatangi
undangan dari keluarga almarhum untuk datang dalam acara surtanah
sesaat sepulang dari pemakaman. Undangan tersebut biasanya
dilaksanakan setelah pulang dari pemakaman atau pada ba‟dho magrib dan
tergantung dari permintaan dari keluarga almarhum.
a. Prosesi Ngesur Tanah/Surtanah
Ngesur tanah merupakan prosesi yang diselenggarakan pada saat
hari meninggalnya seseorang. Prosesi ini diselenggarakan setelah
pemakaman selesai. Surtanah dilakukan pada sore hari, dan apabila
pemakamannya selesainya sampai malam hari maka surtanah tidak
dilakukan melainkan langsung acara tahlilan. Setelah utusan yang
diutus oleh keluarga mendatangi rumah-rumah warga yang diundang
maka tetangga yang mendapat undangan tersebut segera datang ke
rumah duka saat itu juga.
Di Desa Pager prosesi surtanah biasanya dihadiri sekitar 15 atau
20 orang tergantung permintaan dari keluarga almarhum. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan tuan rumah dalam menyiapkan masakan
untuk kendurian dalam waktu yang singkat. Masakan yang disiapkan
dalam surtanah adalah tumpeng ungkur-ungkur. Surtanah dilaksanakan
pada sore hari atau ba‟dho ashar sekitar pukul 16.00, dan malam
harinya adalah acara tahlilan. Apabila seseorang meninggalnya pukul
14.15 WIB dan seselai pemakamannya pada pukul 17.40 WIB maka
langsung dilakukan surtanah bersamaan dengan acara tahlilan yang
dilaksanakan pada ba‟dho magrib, serta orang yang telah hadir akan
membawa pulang sego kenduren/nasi berupa nasi komplit dengan lauk-
pauknya. Surtanah yang dilakukan oleh sebagian muslim adalah untuk
menghormati tanah/bumi yang digunakan untuk tempat pemakaman
seseorang tersebut.
b. Telung Dinonan
Sebenarnya telung dinonan/tiga hari yang dilakukan oleh
masyarakat adalah untuk menghormati orang yang meninggal tersebut
dan mengingatkan pada yang masih hidup bahwa sesudah tiga hari
mayat tersebut sudah mulai terjadi pembusukkan. Sehingga masyarakat
melakukan acara kirim doa kepada yang meniggal tersebut.
Telung Dinonan dilaksanakan pada hari ketiga meninggalnya
seseorang. Dalam acara telung dinonan diisi dengan acara tahlilan.
Undangan yang datang ketika mereka pulang akan diseri sebuah berkat.
Berkat tersebut biasanya berupa bahan mentah seperti beras 2 liter, 2
mie instan, 2 telur ayam mentah. Sedangkan para bapak-bapak yang
datang mengisi acara tahlilan dengan membaca surat Yasin dan dzikir
bersama yang dikhususkan untuk arwah almarhum agar mendapat
ampunan dari Allah dan diparingi jembar kubure. Acara dalam tahlilan
biasanya dimulai sekitar pukul 20.00 sampai selesai kurang lebih
sekitar pukul 21.30 bahkan terkadang samapi pukul 22.00 dikarenakan
para bapak-bapak yang datang hanya baru sedikit sehingga waktu
memulainya menjadi terlambat.
Ada kejadian ketika acara memperingati 3 hari kematiannya
para undangan tidak ada yang hadir hanya sekitar 5 orang saja yang
hadir itupu yang datang hanya tetangga samping rumahnya dan sanak
keluarganya, bahkan sanak keluarganya yang datang karena terpaksa
yang tidak enak karena masih saudara kandung. Hal tersebut terjadi
karena pihak keluarga tidak mau guyub rukun sesama tetangga. Hanya
mementingkan egonya saja, yang beranggapan bahwa dirinya mampu
melakukan apa saja dengan sendiri tanpa bantuan tetangga. Sehingga
para tetangga yang sakit hati atas tingkah lakunya tersebut tidak mau
hadir, dan mengajak para tetangga yang lainnya untuk tidak hadir dalam
acara tahlilan tersebut agar orang tersebut sadar atas perbuatan yang
terlalu egois. Namun, hal tersebut tidak dapat menyadarkannya bahkan
orang tersebut semakin egois/congkak. Bahkan orang tersebut berkata
“mbok nganti kiamat aku ora arep layat nak ning RT… kene enek wong
mati”/apabila ada yang meninggal di RT sini samapi kiamat dia tidak
akan datang. Sehingga ketika acara 7 hari para warga semakin jengkel
dan kompak dengan warga lainnya untuk tidak datang ke acara tersebut
karena tingkah lakunya yang tidak mau rukun sama tetangga.
Dalam pelaksanaan acara-acara tersebut di atas adalah sama, dan
masyarakat Pager menyebutnya dengan kenduren. Kenduri diadakan
atas perintah tuan rumah dengan mengutus seorang warga untuk atur-
atur (mengudang) warga yang sudah didata oleh tuan rumah. Utusan
tersebut biasanya seorang laki-laki yang dianggap mampu dalam
menyampaikan undangan tersebut dengan sopan dan mendatangi
rumah-rumah warga yang diundang. Biasanya orang yang atur-atur
mendapat tukon rokok/imbalan bagi orang lain, apabila utusan tersebut
masih kerabat dekat biasanya tidak mau menerima imbalan tersebut.
3. Deskripsi Singkat Tentang Sedekah Atau Slametan
Dalam siklus kematian seseorang pada umumnya akan diadakan
upacara pemakaman untuk menghormati almarhum yang terakhir kalinya
oleh keluarga. Sedekah atau slametan yang diadakan oleh keluarga
almarhum bertujuan untuk ngirim dongo untuk almarhum dan para leluhur
atau para keluarga yang lebih dahulu telah meninggal dunia. Di dalam
slametan khususnya orang Jawa adalah suatu perjamuan makan seremonial
sederhana.
Sedekah yang dilakukan dalam acara kematian seseorang bertujuan
untuk memnitakan ampun kepada Allah agar diringankan siksa kuburnya.
Karena dalam kegiatan sedekahan biasanya di isi dengan acara tahlilan,
membaca surat Yasiin, dzikir dan doa bersama yang diperuntukkan untuk
arwahnya agar di alam kubur tidak mebdapat siksa dan mendapat
pengampunan dari Gusti Pangeran. Pendapat dari Mbah Yatemi tentang
sedekah adalah
Yang diperuntukkan untuk orang tersebut adalah untuk
makanannya di alam kubur agar tidak kelaparan. Walaupun bukan
makanan dalam sedekah itu yang dia makan melainkan doa yang dikirim
sebagai makannya.
Apabila ketika mengadakan sedekah banyak orang yang tidak
berangkat maka pada dirinya sendiri akan bertanya-tanya mengapa orang-
orang tidak hadir dalam acara tersebut, seperti yang dikatakan oleh saudari
Aminah (27-12-2014) bahwa:
Ketika tahlilan yang datang hanya sedikit maka kita harus ngaca
diri sendiri, kenapa orang-orang yang diundang yang datang hanya
sedikit, apa yang salah dengan diriku.
Namun terkadang hal yang dilakukan oleh warga untuk
menyadarkan orang tersebut dengan tidak hadir dalam acara tersebut tidak
membuatnya sadar untuk mengoreksi dirinya. Slametan yang dilakukan
oleh warga dalam acara sedekahan bertujuan untuk memintakan
keselamatan kepada Allah karena ditinggal salah satu keluarganya
meninggal dunia. Tujuan lain adalah agar rohnya selamat dari pertanyaan
kubur dan agar tidak mengganggu orang yang masih hidup.
Dalam acara sedekah/slametan diisi dengan acara tahlilan. Tahlilan
selain bertujan untuk berdoa dengan membaca tahlil juga dimaksudkan
untuk memberikan sedekah kepada yang lain dengan tujuan untuk
mendapat pahala dari sedekah tersebut.
B. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Prosesi Adat
Pemakaman Pada Masyarakat Ds. Pager, Kec. Kaliwungu, Kab.
Semarang
Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam prosesi adat
pemakaman pada masyarakat desa Pager kecamatan Kaliwungu kabupaten
Semarang tahun 2014 meliputi :
a. Nilai-Nilai Pendidikan Islam
1. Nilai Aqidah
Kenyakinan bahwa yang memberikan umur manusia dan yang telah
menjaga roh dalam jasad manusia adalah Allah yang Maha Pemberi
Hidup merupakan nilai aqidah dalam prosesi pemakaman di Desa
Pager.
2. Nilai Ibadah
Dalam prosesi pemakaman di Desa Pager saat dilaksanakan prosesi
perawatan jenasah mulai dari memandikan, memngkafani,
menyolatkan, memberangkatkan jenasah dalam usungan sambil
melafadzkan la illaha illallah sampai ke makam dan acara tahlilan
dalam prosesi slametan yang bertujuan medoakan arwah almarhum
merupakan suatu bentuk ibadah yang bertujuan untuk memohonkan
ampun kepada Allah atas dosa-dosa almarhum yang telah meninggal
dunia.
3. Nilai Syukur
Rasa syukur adalah ungkapan terima kasih kepada Allah atas umur
yang telah diberikan kepada manusia. Untuk itu janganlah menyia-
nyiakan umur yang telah diberikan. Karena umur yang telah diberikan
Allah kepada manusia tidak ada yang tahu kapan umur tersebut akan
berakhir.
4. Dzikir
Dzikir artinya adalah ingat. Tujuan dzikir adalah untuk mengingat
Allah, dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dzikir dilakukan
dengan melafadzkan asma-asma Allah dan membaca ayat-ayat Allah
dalam Al Qur‟an. Di dalam prosesi pemakaman dzikir dilakukan secara
bersama-sama ketika mendoakan jenasah sebelum dikebumikan dan
dalam acara tahlilan, dengan membaca surat Yasin dan doa-doa yang
dikhususkan untuk arwah almarhum.
5. Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak yang terdapat dalam prosesi pemakaman ini adalah:
Sopan santun yang terlihat dari tata cara perawatan jenasah harus
hati-hati dan perlahan-lahan ketika akan mengangkat jenasah
ataupun ketika memandikannya, serta tempat yang digunakan dalam
memandikan harus tertutup agar aurat jenasah tidak terlihat dan tetap
terjaga.
Bersabar atas ujian yang diberikan oleh Allah dengan kepergian
salah satu anggota keluarga yang disayangi untuk selama-lamanya.
Menasehati keluarga yang ditinggalkan oleh almarhum agar lebih
tegar dalam mengadapi ujian ini.
Sikap menghormati yang dilakukan oleh keluarga yang terdapat
dalam prosesi brobosan, dengan tujuan untuk menghormati
almarhum dan untuk menunjukkan keikhlasan atas kepergian orang
yang dicintainya untuk selam-lamanya.
Sikap saling maaf-memaafkan yang terlihat dari masyarakat
memberikan maaf atas segala kesalahan almarhum baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja, yan disampaikan oleh
keluarga sebelum jenasah diberangkatkan ke pemakama.
Menjalin silaturrahmi, yang dilakukan oleh masyarakat yang hadir
dalam layatan tersebut untuk mempererat tali silaturrahmi yang
ditunjukkan dengan saling berjabat tangan antara keluarga dengan
pelayat maupun pelayat atar pelayat lainnya.
Sikap tulus ikhlas, yang ditunjukkan oleh warga masyarakat yang
hadir dalam membantu proses kelancaran prosesi pemakaman tanpa
pamrih.
Pesan moral, yang tersiarat didalam prosesi-prosesi tersebut agar
semuanya mendoakan para orang tua atau orang-orang yang
tersayang yang telah lebih dulu meninggal dunia untuk
mendoakannya, dan dalam pidato singkat yang disampaikan ketika
jenasah akan diberangkatkan ke makam agar mengingat bahwa
kematian akan datang menjemput.
Menghibur keluarga dan saudara atas kepergian almarhum dengan
mendatangi rumah duka walau hanya sekedar untuk berjabat tangan
dengan keluarga itu sudah memberi dorongan motivasi baginya dan
mengurangi kesedihannya.
Bersedakah, yang dilakukan dalam prosesi pemakaman ini
dilaksanakan ketika acara kenduri. Sedekah tersebut berupa makanan
yang sudah dimasak maupun makanan yang berwujud barang
mentah.
Membaca Al-Qur‟an, yang dilakukan ketika mendoakan jenasah
dengan membaca surat Yasin, yang dikhususkan untuk arwahnya
agar mendapat ampunan dari Allah.
Merawat jenasah, merupakan ibadah yang hukumnya fardhu kifayah.
Hal tersebut mengajarkan kita untuk merawat orang lian walaupun
orang lain tersebut sudah meninggal dunia.
Berdoa merupakan sebuah cara untuk meminta dan memohon
kepada Allah, bukan hanya meminta dan memohon untuk diri sendiri
melainkan juga dapat meminta dan memohonkan untuk orang lain
yang dikhususkan untuk orang yang sudah meninggal maupun untuk
orang yang belum meninggal.
b. Nilai-Nilai Pendidikan Sosial
1. Nilai Gotong Royong atau Kerjasama
Rasa gotong royong dalam prosesi pemakaman ini terlihat dari para
pelayat atau para tetangga yang datang untuk membantu segala urusan
yang diperlukan dalam perawatan jenasah, karena keluarga almarhum
tidak akan bisa memenuhi kebutuhan tersebut dengan sendiri. Para
tetangga yang datang akan membantu untuk menyiapkan yang
diperlukan dalam memandikan, mengkafani, menyolatkan,
pemberangkatan jenasah ke makam, mempersiapkan liang lahat, dan
prosesi slametan atau surtanah yang dilakukan setelah prosesi
pemakaman selesai.
Para tetangga bergotong royong saling membagi tugas tanpa harus
dikomando, mereka sudah paham apa yang akan dikerjakan. Para
tetangga ada yang mempersiapkan kain kafan, air yang diperlukakan
dalam memandikan, tempat untuk menyolatkan, mempersiapkan liang
lahat yang digali secara bergantian, ada yang menyiapkan rangkaian
bunga untuk menghias keranda/bandoso, dan lain sebagianya yang
dikerjakan secara bersama-sama tanpa pamrih. Karena orang Jawa
berprinsip guyup rukun agawe sentoso (kerukunan akan menciptakan
kesentosaan), jika mereka rukun kepada tetangga maka ketika
kesusahan datang melanda akan ada orang yang akan menolongnya
seperti ketika ada salah satu keluarga yang meninggal.
2. Nilai Persatuan Dan Kesatuan
Prosesi pemakaman yang dilakukan di Desa pager yang
diselenggarakan mempunyai peran dalam menggalang rasa persatuan
dan kesatuan warga setempat. Rasa persatuan dan kesatuan warga
masyarakat setempat dinyatakan dalam pembagian tugas dalam
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam prosesi
pemakaman tersebut tanpa ada rasa iri hati. Semuanya dilakukan secara
bekerja sama. Jika dalam persiapan dan pelaksanaan prosesi
pemakaman dilakukan tanpa ada rsa persatuan dan kesatuan antar
warga masyarakat maka pelaksanaannya akan memakan waktu yang
lama karena keluarg alamarhum tidak dapat melakukan semuanya
dengan sendiri. Sebagai contoh ketika jenasah akan diberangkatkan ke
pemakaman dengan usungan atau keranda/bandoso yang dipikul secara
bergantian hingga sampai kepemakaman yang mencerminkan rasa
persatuan dan kesatuan tanpa memandang status orang dikulnya.
Mereka melakukan hal tersubut dengan suka rela, karena mereka
merasa tidak akan bisa hidup sendiri, bahkan ketika matipun mereka
masih membutuhkan orang lain untuk mengantarkannya ke
pemakaman.
3. Nilai Musyawarah
Musyawarah dalam prosesi pemakaman dilakukan untuk membahas
kapan jenasah akan dimakamkan, dan dimana akan dimakamkan, hal
tersebut dilakukan agar prosesi pemakaman dapat segera dilaksanakan
secepat mungkin karena mereka kasihan terhadap jasad kasar almarhum
jika tidak segera dimakamkan.
4. Nilai Pengendalian Sosial
Nilai pengendalian sosial terlihat dari pidato yang disampaikan oleh
modin atau orang yang ahli dalam bidangnya yang memberi pesan
moral kepada warga masyarakat yang hadir agar menghilangkan rasa
dengki, dendam, dan sebagainya terhadap almarhum yang bertujuan
untuk saling memaafkan dan untuk menghilangkan kesenjangan sosial
atau pertengkaran yang terjadi diantara warga dengan almarhum atau
dengan warga lainnya agar tercipta kerukunan antar sesama tanpa
memandang status kasta, karena ketika sesorang meninggal dunia
semua sama dihadapan Allah yang membedakannya hanya amal
perbuatannya dan ketika jasad di usung dalam keranda tidak akan ada
lagi yang bisa dilakukannya selain mananti apa yang akan terjadi di
alam kubur.
5. Tolong Menolong
Tolong menolong yang dilakukan para tetangga dalam membantu
segala prosesi yang ada dalam prosesi pemakaman tersebut berdasarkan
welas asih karena tetangganya sedang mendapat kesripahan. Sehingga
mereka datang dengan keikhlasan tanpa memperhitungkan untuk
mendapat imbalan atas tenagan dalam membantu. Hal tersebut terlihat
ketika menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan dalam perawatan
jenasah, dan ketika para ibu menyiapkan masakan untuk acara kenduren
dan untuk dikirim ke bapak-bapak yang membantu dalam menggali
liang lahat dimakam. Serta membantu dalam mencari kembang setaman
untuk dirangkai apabila bunga untuk rangkaian kurang.
6. Saling Hormat-Menghormati
Saling hormat-menghormati didalam bermasyarakat sangatlah perlu
karena, apabila kita tidak menghormati lingkungan masyarakat maka
kita tidak akan dihormati oleh lingkungan masyarakat.
7. Nilai Kearifan Lokal
Dalam prosesi pemakaman di desa Pager ini terdapat nilai kearifan
lokal yang dapat dilestarikan, hal tersebut terlihat dari guyub rukunnya
para warga yang hadir dalam prosesi tersebut. Mereka saling bergotong
royong dalam melaksankan tugas masing-masing tanpa harus
dikomando oleh keluarga almarhum. Mereka melaksanakan tugas-tugas
tersebut dengan hati yang tulus. Sebelum melaksanakan prosesi
pemakaman tersbut para warga terlebih dahulu bertemu dengan
keluarga walaupun hanya sekedar bersalaman, bagi keluarga almarhum
hal tersbut sudah memberikan kesan tersendiri dengan datangnya para
warga yang saling berjabat tangan dengan keluarga yang telah
memberikan semangat moral untuk lebih tabah dalam mengadapi
kenyataan hidup yang harus dijalaninya tanpa hadirnya seseorang yang
dicintainya karena harus menghadap Sang Illahi.
c. Hikmah-Hikmah Dalam Prosesi Pemakaman Di Desa Pager
Dalam prosesi tersebut ada hikmah-hikmah teladan hidup yang
dapat diambil, diantaranya:
1. Dalam prosesi pemakaman tersebut mengingatkan manusia akan maut
yang pasti akan datang menjemput dan akan memperlihatkan amal
perbuatan manusia dari kejadian-kejadian yang terjadi dalam
pemakaman yang tidak dapat dipikirkan oleh akal manusia seperti
kejadian-kejadian aneh yang terjadi dalam pemakaman.
2. Mengingatkan manusia akan alam kubur sebagai tempat penantian
manusia menuju alam akhirat. Dimana alam akhirat manusia akan
dibangunkan dari alam kubur untuk mempertanggungjawabkan segala
perbuatan-perbuatanny selama di dunia.
3. Untuk mengingatkan manusia agar tidak memikirkan dunia saja,
melainkan harus memikirkan akhirat dimana manusia akan kekal abadi
disana. Untuk itu harus mempersiapkan sangu atau bekal dengan
bersedekah, beramal shaleh, infaq, zakat, dan lain-lainnya untuk
mengambil manfaatnya kelak di akhirat.
4. Adanya rasa taqwa dan hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kebesaran dan kekuasaan-Nya yang terlihat dari kegiatan doa bersama
atau ngaji yang dilakukan sebelum jenasah dimandikan dan sebelum
jenasah disholatkan, hal tersebut dilakukan secara bersama-sama oleh
warga sebagai ungkapan bela sungkawa atas kepergian almarhum dan
untuk mendoakan almarhum agar diringankan di alam kubur, serta
sebagai penghibur untuk keluarga atas hadirnya para warga yang
menyempatkan untuk datang walupun hanya sekedar bersalaman.
5. Mengambil suri tauladan yang terdapat di dalamnya, karena setiap
manusia pasti akan menemui ajal. Namun, ajal tersebut tidak ada yang
tahu kapan akan menjemput. Untuk itu, selama hayat masih dikandung
badan maka persiapkanlah segala bekal untuk di bawa ketika mati,
bukan materi yang di bawa saat mati melainkan amal shaleh yang hanya
bisa di bawa dan hanya hal tersebut yang dapat menolongnya dari siksa
kubur.
6. Terciptanya kerukunan antar warga masyarakat yang melebur menjadi
satu dalam prosesi pemakaman, karena mereka sadar bahwa suatu saat
mereka pasti akan merasakan hal yang sama atau merasakan kematian.
Sehingga, ketika mereka masih diberi kesempatan hidup mereka
menyempatkan untuk hadir ke rumah duka walaupun hanya sekedar
bersalaman dengan keluarga almarhum.
7. Adanya rasa kebersamaan dan persatuan yang dilakukan warga
masyarakat sehingga mengurangi rasa individualisme dan keegoisan
antar warga yang terlihat dari kegotongroyongan antar warga dalam
membantu prosesi pemakaman agar segera cepet terselesaikan.
8. Adanya sikap memanusiakan manusia yang terlihat dari cara mengurusi
jenasah dengan hati-hati dan telaten karena mereka menganggap
jenasah tersebut masih bisa merasakan sakit sehingga hal-hal yang
terkait dengan jenasah dilakukan dengan hati-hati.
9. Mengajarkan tentang rasa syukur atas karunia Allah yang telah
memberikan umur kepada manusia untuk memanfaatkan umur tersebut
dengan sebaik mungkin. Karena, ketika ruh keluar dari jasad dan jasad
menjadi kaku maka sudah tidak ada lagi hal-hal yang dapat dilakukan.
d. Nilai-Nilai Negatif Dalam Prosesi Pemakaman Di Desa Pager
Selain mengandung nilai-nilai positif juga masih banyak nilai-nilai
negatif yang timbul dari prosesi pemakaman yang dilaksanakan oleh
masyarakat, diantaranya:
1. Mubazir
Kenduri yang dilaksanakan pada malam hari menyebabkan makanan
yang sudah dimasak menjadi mubazir karena pada malam hari nafsu
makan sudah berkurang dan tidak jarang undangan yang datang sudah
makan dari rumah.
2. Menggosip
Tidak jarang para ibu yang datang di acara pemakaman/layatan
menggosip dengan ibu-ibu yang lainnya. Bahkan ketika mengantarkan
jenasah ke pemakaman satu atau dua orang pasti ada yang mengobrol
sendiri.
3. Mencela
Hal ini terjadi apabila dalam proses penggalian makam ada kejadian
yang aneh. Para warga yang mengetahuinya pasti akan mencela tentang
hal-hal yang pernah diperbuat oleh almarhum semasa hidupnya. Dan
keluarga almarhum tidak rukun kepada tetangga atau tidak srawung
karo lingkungan biasanya warga yang datang akan aras-arasen/malas-
mlasan karena tidak pernah pirukun mbi tonggo teparo.
4. Berbicara Sendiri
Ketika mengantarkan jenasah ke pemakaman ada beberapa orang yang
asyik mengobrol sendiri. Bahkan ketika menunggu jenasah di
masukkan ke liang lahat pun masih ada yang sibuk berbicara hal-hal
yang kurang penting.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Prosesi yang terdapat dalam adat pemakaman di desa Pager Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014 meliputi waktu
penyelenggaraan prosesi pemakaman yang ditandai dengan berita lelayu
atau kabar duka yang disampaiakan melalui pengeras suara. Prosesi
perawatan jenasah, dimulai dengan mengkondisikan jenasah, kemudian
memandikan. Kemudian jenasah dikafani/didandani untuk dipocong.
Setelah selasai kemudian disholatkan secara berjamaah atau sholat sendiri.
Persiapan sebelum pemberangkatan jenasah yaitu mempersiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan seperti rangkaian bunga, menyiapkan beras kuning
yang dicampur dengan uang logam untuk sawuran, payung kertas, kendi,
dan sentir untuk di bawa dalam iring-iringan ketika jenasah diberangkatkan
ke pemakaman, serta papan penutup dan papan nisan. Pemberangkatan
jenasah ditandai dengan jenasah diusung ke halaman dan bapak modin
menyampaikan sebuah pidato. Sebelum jenasah diberangkatkan ke makam
dilakukan prosesi brobosan yang dilakukan sebanyak tiga atau tujuh kali
searah jarum jam. Setibanya di pemakaman jenasah dikeluarkan dari
keranda dan diturunkan ke dalam liang lahat dengan dibantu oleh warga dan
kuncen makam. Luas liang lahat disesuaikan dengan tinggi jenasah kira-kira
dengan kedalaman 2 meter, lebar 2 meter dan panjangnya sekitar 80-90cm.
Jenasah tersebut diletakkan miring dengan posisi kepala disebelah utara
menghadap kiblat. Kemudian jenasah diletakkan ke dalam liang tersebut.
Untuk menjaga agar jenasah tidak bergeser maka sisi-sisinya ditaruh
bongkahan-bongkahan tanah yang disebut dengan gelu. Jumlah gelu
tersebut berjumlah tujuh atau berjumlah ganjil. Kemudian tali pengikatnya
dilepaskan dan kainnya agak dibuka sedikit agar pipi dan telinganya tampak
dan menyentuh tanah. Kemudian adzan dan iqomat dikumandangkan serta
penutupnya ditata rapi seiring tanah pemakaman ditimbunkkan. Setelah
kuburan tersebut sempurna maka bapak modin akan membacakan talqin
dengan berbahasa arab.
2. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalm budaya Jawa terutama
dalam adat pemakaman pada masyarakat Pager kec.Kaliwungu
kab.Semarang tahun 2014 meliputi nilai aqidah bahwa yang memberikan
umur manusia dan yang telah menjaga roh dalam jasad manusia adalah
Allah yang Maha Pemberi Hidup merupakan nilai aqidah dalam prosesi
pemakaman di Desa Pager. Nilai ibadah dalam pemakaman tersebut yaitu
mendoakan dan memohonkan ampun merupakan bentuk ibadah. Nilai
syukur adalah ungkapan terima kasih kepada Allah atas umur yang telah
diberikan kepada manusia. Dzikir yang artinya adalah ingat, tujuannya adala
untuk mengingat Allah dengan melafadzkan asma-asma Allah ketika
membaca ayat-ayat Allah dalam Al Qur‟an. Pendidikan akhlak yang
terdapat dalam prosesi pemakaman ini adalah sopan santun, bersabar,
nasehat, sikap menghormati, sikap saling memaafkan, menjalin silaturrahmi,
sikap tulus ikhlas, pesan moral, menghibur keluarga yang berduka,
bersedekah, membaca Al Qur‟an, perawatan jenasah, dan berdoa.
Pendidikan sosial diantaranya adalah gotong royong, persatuan dan
kesatuan, musyawarah, pengendalian sosial, tolong menolong, hormat-
menghormati, dan pendidikan kearifan lokal.
Hikmah-hikmah dalam prosesi pemakaman di desa Pager diantaranya
adalah mengingatkan manusia akan ajal yang akan datang, mengingatkan
alam kubur, mengingatkan manusia agar tidak memikirkan dunia saja, dapat
mengambil suri tauladan, terciptanya kerukunan antar warga, adanya rasa
kebersamaan, sikap memanusiakan manuisa, dan mengajarkan rasa syukur
atas karunia yang telah diberikan-Nya. Serta nilai-nilai negatif dalam
prosesi pemakaman di desa Pager diantaranya adalah mubazir, menggosip,
mencala, dan berbicara sendiri.
B. Saran
1. Dalam realitas kehidupan bermasyarakat, hendaknya setiap warga saling
mengormati dan menghargai dalam satu masyarakat agar terciptanya
keharmonisan masyarakat, walaupun terdapat perbedaan dalam berpendapat
mengenai tradasi dalam prosesi pemakaman.
2. Bagi tokoh masyarakat Desa Pager perlu menyampaikan dan mengajarkan
kandungan nilai pendidikan yang terkandung dalam prosesi adat
pemakaman yang ada, agar masyarakat dapat menerima pesan yang
terkandung didalam prosesi tersebut sehingga tidak terjadi salah pengertian.
3. Perlunya masyarakat untuk lebih teliti atas apa yang dilakukan dalam
prosesi tersebut sehingga mau mencari tahu tentang sesuatu yang belum
diketahuinya.
4. Masyakat harus lebih teliti lagi dalam membedakan antara ajaran agama
Islam dengan adat istiadat jangan mencampur adukkannya.
C. Penutup
Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang
telah memberikan kekuatan, rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana ini. Penulis menyadari
meskipun dalam penelitian ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun
dalam penulisan ini tidak lepas dari kesalahan dan kekeliruan. Hal itu semata-
mata merupakan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif dari
berbagai pihak demi perbaikan yang akan datang untuk mencapai
kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi
sumbangsih kepada penulis, baik berupa tenaga maupun doa. Semoga
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1993. Islam dan Kebudayaan Indonesia (Dulu, Kini, Dan
Esok). Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal.
Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Ahmadi, Abu, Drs. Noor Salimi. 1991. MKDU Dasar-Dasar Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Al-Abfasyi, M.Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta:
Bulan Bintang.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(edisirevisi IV). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Azra, Azyumardi. 1999. Esai-Esai Intelektual Muslim Pendidikan Islam. Jakarta:
Wacana Ilmu.
1999. Pendidikan Islam (Tradisi Dan Modernisasi Menuju
Melenium Baru). Jakarta: Wacana Ilmu.
Chafidh, M.Afnan. A.Ma‟ruf Asrori. 2007. Tradisi Islam (Panduan Prosesi
Kelahiran-Perkawinan-Kematian). Surabaya: Khalista.
Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (DEKDIKBUD). 1989. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Departemen Agama RI. 1999. Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Revisi Terbaru).
Semarang: Asy-Syifa‟.
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. 1983. Ilmu
Pendidikan Islam Proyek Pembinaan PTA/IAIN Jakarta.
Djaelani, Bisri M. 2008. Indahnya Kematian. Yogyakarta: Insan Madani.
Fattah, Munawir Abdul. 2011. Tradisi Orang-Orang NU. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren.
Gazalba, Sidi. 1988. Islam Dan Kesenian (Relevansi Islam Dengan Seni-Budaya
Karya Manusia). Jakarta: Pustaka Alhusna.
Geertz, Cilifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Yogyakarta:
Pustaka Jaya.
1995. Kebudayaan Dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Hidayat, Komariddin. 2006. Psikologi Kematian (Mengubah Ketakutan Menjadi
Optimisme). Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika).
Huda, Miftahul. 2008. Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur‟an Mendidik Anak.
Yogyakarta: Sukses Offset.
Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jamil, Abdul, Abdurrahman Mas‟ud, Amin Syukur, dkk. 2002. Islam dan
Kebudayaan Jawa.Yogyakarta: Gama Media.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Koentjoroningrat. 1974. Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitet Dan
Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia.
Langgulung, Hasan. 1985. Pendidikan Dan Peradaban Islam. Jakarta: PT
MahaGrafindo.
1986. Manusia Dan Pendidikan (Suatu Analisa Psikologi
Dan Pendidikan). Jakarta: Pustaka Al Husba.
Liliweri, Alo M.S. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.
Yogyakarta: LKiS.
Magnis, Frans. SusenoS.j. 1984. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang
Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Maman, U.Kh, M.Deden Ridwan, dkk.2006. Metodotologi Penelitian Agama
Teori Dan Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Materi Ujian Komprehensif (UKL). Program Studi Agama Islam (PAI). STAIN
SALATIGA.
Moelong. Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
2009. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.
Bandung: Rosda Karya.
Muliawan, Jasa Ungguh. 2005. Pendidikan Islam Integratif (Upaya
Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu Dan Pendidikan Islam).
Yogyakarta: Putaka Pelajar.
Mulyana, Deddy. Jalaluddin Rakhmat. 1993. Komunikasi Antar Budaya.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mushaf An-Nahdlah.2014. Al-Qur‟an dan Terjemahan. Jakarta : PT Hati Emas.
Nata, Abuddin, M.A. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Nawawi, Imam. 1992. Hadits Arba‟in An Nawawi. Bandung: Husaini
Partokusumo, Karkono Kamajaya. 1995. Kebudayaan Jawa, Perpaduannya
Dengan Islam. Yogyakarta: Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI DIY).
Poedjawijatna. 1983. Manusia Dengan Alamnya. Jakarta: Bina Aksara.
Rasjid, Sulaiman. 2010. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Rasyidi, Al. Dr.Samsul Nizar. 2005. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan
Historis, Teoritis Dan Praktis) Edisi Revisi. Jakarta: PT Ciputat Press
Roqib, Moh. 2007. Harmoni Dalam Budaya Jawa (Dimensi Edukasi Dan
Keadilan Gender). Purwokerto: STAIN Purwokerto Press.
Simuh. 1996. Transformatif Tasawuf Islam Ke Mistik Jawa. Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya.
Simuh. 2003. Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa. Jakarta: Teraju.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. UI-PRESS
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Arruzz.
Sukanto M.M. 1994. Dinamika Islam dan Humaniora. Indika Press.
Sulaeman, Munandar. 1995. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT
Eresco.
Suparlan, Parsudi. 1984. Manusia, Kebudayaan, Dan Lingkunganya. Jakarta: CV.
Rajawali.
Suprayogo, Imam. Drs. Tobroni, M.Si. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-
Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suyono, Capt.R.P. 2009. Dunia Mistik Orang Jawa (Roh, Ritual, Benda Magis).
Yogyakarta: LKis.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Zuharini, dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: BumiAksara.
http://filsafat.kompasiana.com/2013/06/13/religi-orang-jawa-masa-akulturasi-
budaya-jawa-agami-jawi-gerakan-mistik-magic-ilmu-kebatinan-serta-memahami-
konstruksi-sosial-tradisi-islam-lokal-568544.html.
Diakses Pada Tanggal 28 Agustus 2014 pukul 13:07 WIB.
http://jogjacultural.blogspot.com/2013/04/aspek-aspek-keagamaan-dalam-
upacara.html. Diakses Pada Tanggal 1 September 2014 Pukul 12:21 WIB.
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Usia :
3. Pekerjaan :
4. Hari/Tanggal :
5. Waktu/Jam :
B. Sasaran Wawancara
1. Prosesi-prosesi yang terdapat dalam adat pemakaman di Desa Pager.
2. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam budaya Jawa terutama
dalam adat pemakaman pada masyarakat Desa Pager.
C. Butir-Butir Pertanyaan
1. Apakah anda tahu prosesi-prosesi apa saja dalam adat pemakaman?
2. Apa yang anda ketahui tentang nilai-nilai pendidikan yang terkandung
dalam prosesi adat pemakaman?
3. Apa alasan masyarakat Desa Pager sampai sekarang masih melaksanakan
prosesi adat tersebut?
4. Apa saja makanan yang disertakan dalam prosesi pemakaman tersebut?
Mengapa harus seperti itu?
5. Bagaimana pendapat anda terhadap orang-orang yang tidak melakukan hal
serupa?
6. Bagaimana pendapat anda tentang tahlilan yang diadakan sesudah prosesi
pemakaman?
7. Apa saja manfaat dari adat pemakaman yang dapat anda ambil?
8. Bagaimana perasaan anda ketika anda mengadakan acara pemakaman yang
datang hanya sedikit?
9. Menurut anda apakah dalam prosesi adat pemakaman ada yang tidak sesuai
dengan tuntunan Agama Islam?
Trankrip Wawancara
Nomer Data : 01
Nama : Ibu Yatemi
Usia : 75 Tahun
Pekerjaan :Buruh Tani
Hari/tanggal : Sabtu, 27-12-2014
Waktu/jam : 08:40 WIB
Hasil wawancara :
Prosesi pas wong mati yaiku diwacakke tahlil, fatehah lan dijalukke
pangapura, dipamitke. Prosesine kuwi diwudhoni disik, didusi disik, di sholatke,
terus diulesi disholatke lak di gawa ning makam. Pas ngedhusi di ganjel debok
cacahe pitu ki gur ge lemek bar kuwi dituncepi duwit, nak kuwi ora reti maksute
gur wong tua biyen yo ngono kuwi. Mergo warga ijek klakoni koyo ngono kuwi
mergone hukume wajib miturut wong kuno-makuno, nak ora klakoni lak wong
saiki kuwi to. Nak disik wong mecah kendi ki ning jero kubure kuwi ben angen-
angenne ambyar mergo ditakokki malaikat, dalan ling dilewati disaponi ben
dalane padang, terus nak sawuran ki disebar ben godo rencana ben do lungo,
setan-setane mulakkno disawuri.
Wong saiki kuwi wis do ora klakoni mergone wis do duwe acara dewe-
dewe ning salokke ijek nggunakke koyo ngono kuwi. Nak disik dalane disaponi
mbi gowo tontor ben padang. Kembang cacahe ganjil mergone nak hurung alum
kembang kuwi mau ijek jalukke pangapuro. Ritual koyo ngono kuwi mau wis enek
ket jaman aku cilik kawit kuno-makunane. Surtanahan ling ge gendurenan nak
jaman biyen gawa sego terus lawohane gawa ingkung. Sego kuwi mau ge ngopahi
ling do kendurenan. Enek sego golong kuwi maksute ben golong gumilik ling urip
kuwi, terus tumpeng seger ben seger awakke ling ditnggalke.
Pas pitung dino, 40 dino lan sak piturute kok gowo gedang kuwi
maksudte wong biyen kuwi ben ge teken, ketan kuwi ge lemek gogok kuwi jarene,
terus apem kuwi ge paynungan kuwi miturut wong biyen nak jaman saiki kuwi wis
ra masuk akal, nak wong biyen kuwi nyate barang kuno kok.
Pas ngundang wong ra do teko pas kendurenan ki loro atine, ngopo kok ra
do teko, ning nak ra teko yo ra po-po. Jadah, gedang, apem ling digunakke kuwi
mau gur miturut wong tua biyen ning nyatane ket saiki ijek digunakke. Wong kuno
biyen kuwi ling ngencok-ngencokke ki ngono kuwi.
Nak wong disik pas ngedusi kuwi gowo godong kelor, dadap serep,
wedak, londho (merang dibakar ge sampo). Telusupan dilakoni ben ra wedi mbi
wong mati, mbi ben ora keno sawan, gagar mayang kuwi mertandani ijek legan.
Gelu ki maksudte ben ora gelo. Nak tai wangsul kuwi ben isoh tangi. Nak talkin
kuwi mau ben entuik pangapura marang Gusti.
Maksudte dienekke geblak, telung dino, pitung dino, lan sak piturute kuwi
tujuane dongakke, mergone ning jero kubur ben ora bingung mulakno
didongakke, lan dijalukke pangapura. Terus pendhak taun diprengeti utawa
ngekoli.
Trankrip Wawancara
Nomer Data : 02
Nama : Ibu Siti Komsah
Usia : 58 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hari/tanggal : Sabtu, 27-12-2014
Waktu/jam : 18:25 WIB
Hasil wawancara :
Prosesi gon wong mati kuwi ling pertama mayit diujurke ngalor,
lak disuceni, diwudhoni, lak dikafani, lak disholatke, lak diwacakke tahlil, lan
yassin ;lak mangkat. Nak nilai-nilai pendidikanne gon koyo ngono kuwi aku ora
reti. Terus nak roncean kembang cacahe ganjil, mecah kendi, sawuran, debok
cacahe pitu terus lebar digunakke dituncepi duwit kuwi aku ora reti maksudte lan
tujuane mergone nak layat aku gur nggogok ning pawon. Nak panganan ling
digunakke gon surtanahan kuwi biasane gawa tumpeng marep-mungkur ling
disigar dadi loro terus ditoto cedi-ceditan/marep mburi nak maksudte aku yo ora
reti, terus sego golong ben golong gumilik, terus tumpeng seger ben ling urip
diparingi kewarasan, tumpeng asahan/ambengan nak maksudte panganan kuwi
mau aku yo ora reti.
Debok ling cacahe pitu ling digunakke ge ganjel pas ngedusi kuwi
fungsine gur ge ganjel ben gampang ling ngedusi. Nak debok ling dituncepi duwit
kuwi mau aku ora reti maksudte, nak sawuran kuwi lak beras kuning dicampur
kunir terus diwadahi takir terus ling nyawurke lak pak modin ning maksudte opo
aku yo ora mudeng. Nak bongsokoyo ngono kuwi ki aku ora reti, nak di arani
wajib ning yo ora wajib dilakoni. Nak koyo ngono kuwi lakyo manut adete wong
tua biyen kuwi to. Maksudte tahlilan aku yo ora pati mudeng mergone aku gur
makmum gur nelu-melu kancane, meh jelaske wedi nak keliru. Nak pas ngundang
wong tahlilan/kenduren wong-wong kok do ora mangkat mergone gemang, mbuh
gemang mergo ora setuju karepe ling duwe omah, apa gemang mergo sibuk, op
gemang mergo ora pro mbi tanggane, terus isoh juga mergo ora podo mbi
kemantepanne alirane ning nak diterri kenduren yo ditampa.
Aku ora reti op ae ling ora podo/sesuai ning adat pemakaman mbi ajara
Islam. Ning nak tulusupan kuwi dilakoni mergone wis pertemuan terakhir. Nak
gelu kuwi ge bantal, nak maksudte aku ora reti. Slametan dienekke ben sak
keluarga diparingi keslametan. Maksudte telung dino, lan sak piturute kuwi lak
gur peringatan ben ora lali mergone wis adate. Sak jerone telung dino kuwi
sukmone ijek ning jero ngomahg mulakno nak guwak banyu panas ojo sak nggon-
nggon.
Nak biaya sedekahan kuwi bervariasi tergantung kemampuane, kari wujud
barang mentah op matengan. Nak apem kuwi pinagka payunge, gedang kuwi ge
teken nak jadah kuwi ge bantale jare ila-ilane wong tuo biyen koyo ngono kuwi.
Nak pas ngedusi kuwi saiki gur sabun mbi sampo. Nak biyen gowo godong kelor,
merang/londho, mergone saiki wis golekkane angel.
Manfaate sak kabehane kuwi sokben kabeh podo klakoni koyo ngono kuwi
mau, ning mbuh podo po rane yo ora reti. Ling penting rukun. Terus nak enek
layatan nak isoh mangkat mergone nak ora ngetok ki ngetoro, terus nak layat
kuwi yo entuk ganjaran.
Trankrip Wawancara
Nomer Data : 03
Nama : Ibu Tukirah
Usia : 73 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hari/tanggal : Sabtu, 27-12-2014
Waktu/jam : 19:05 WIB
Hasil wawancara :
Prosesi wong mati kuwi diujurke ngalor/kiblat, dilurubi, diadusi, di ulesi,
disholatke, didongakke. Terus nak pas ngedusi saiki kuwi gur gowo sampo mbi
sabun, nak wong biyen/mbah-mbah buyut do gunakke godong kelor, merang
dibakar, godong dadap serep. Terus debok ling digunakke kuwi gur ge ganjel, nak
wis lebar dituncepi duwit maksudte yo mbuh wong biyen ngono kuwi, lak wong
saiki kuwi gur melu-melu wong tuo biyen. Mergone wong tua biyen yo ngono
kuwi.
Nak kendi kae nine disangokke ben ambyar. Ambyar apane aku yo ora
reti, nak biyen pas plaku ning kaman kuwi dalane disaponi ben padang ling plaku
kuwi wong biyen. Nak sawur beras kuning kuwi ge sawur ning dalan-dalan kae
to, ling nyawurke pak modine, maksudte kuwi nine wong biyen yo gur ge sawur.
Nak saiki lak gur tiru-tiru simbah-simbah biyen. Nak enek wong ling klakoni koyo
ngono kuwi yo ora ngopo-ngopo ning nyatane ijek do gunakke.
Pas kenduren wong-wong do ra mangkat yo ora ngopo-ngopo. Paling lagi
do sibuk. Terus nak pas kondangan/kenduren kae gowo tumpeng ungkur-
ungkur/marep mungkur kae maksudte ge sedekahan. Maksudte dienekke telung
dina, pitung dina lan sak piturute kuwi ge sedekah. Maksudte dienekke telung
diino, pitung dino lan sak piturute kuwi ge ngirim leluhur sing wis ora enek kuwi.
Terus nak hurung patang puluh dino kuwi arwahe ijek ning ngomah, mulakno nak
guwak banyu panas ojo sak nggon-nggon. Terus panganan ling ge pas telung
dino, pitung dino lan sak piturute kuwi mau maksudte, apem kuwi ge payung,
gedange kuwi ge tekenne wong mati, lan jadahe kuwi fungsine ge tetel bobrok
maksudte ling ijek urip ben ora dol-dolan barang-barang sing ditinggalke wong
mati kuwi mau. Koyo ngono kuwi mau gur nine wong tua biyen nak wong sak iki
gur melu-melu. manpaate soko ngirim-ngirim dongo kuwi mau kanggo awakke
dewe ben di paringi bagas waras.
Trankrip Wawancara
Nomer Data : 04
Nama : Ibu Nur Lailiyah
Usia : 32 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hari/tanggal : Sabtu, 27-12-2014
Waktu/jam : 20:15 WIB
Hasil wawancara :
Awale wong mati kuwi lak napase nyendal-nyendal, terus pripate
ngono kae, terus di tata/dipas-paske, nak rodok plongoh terus ditaleni, terus
pripate dimeremke, terakhire disuceni, dipocong, disholatke, terus diterke ning
pemakaman. Nak nilai pendidikanne aku ora pati gagas.
Maksudte debok cacahe ganjil terus nak pas ganti jarik ling teles kok
gowo godong gedang aku ora reti maksudte, ning mesti enek maksudte gur aku
ora pati paham. Terus nak pas ngedusi ling ijek gowo godong-godongan ning
kene gur siji loro, yo gur gowo banyu biasa wae. Pas kronce kembang, bolahe ora
dibundeli kuwi ila-ilane wong tua ora ilok, maksudte arwahe ben lancar ben ora
mandek pas perjalanane. Gelu ling digunakke kuwi ge ganjel sirahe ben posisine
pas madep kiblat. Mergo gunakke gelu kuwi mergone awakke dewe kan soko
lemah mulakno di bantali gowo lemah.
Nak telusupan kuwi nak ninggalke anak-cucu, terus nak sawuran kan
memang dilakoni pas pemberangkatan, ning deso kene kan ora nganti segitunya
koyo ling ning plosok, nak ning deso ling rodok plosok kan ling layat barang yodo
gowo beras kuning di canpur duwit receh mbi kembang terus disawurke nak pas
mangkat.
Telusupan nak menurutku kuwi ge memberi dalan nggo mbahne ben ora
gendoli/wis ikhlas. Nak sawuran sak ngertiku kuwi ngekki sangu mbi wong mati
kuwi mau ben ora bali mulih/ben ora klambrang, maksudte wong jowo-jowo
biyen ki ngono kuwi. Nak sentir kae ben padang dalane, nak kendi ling dipecah
aku ora reti maksudte. Terus nak gagar mayang kuwi digunakke kanggo wong
wadon utawa wong lanang ling ijek legan terus dijalukke dongo.
Masyarakat kene ijek mempertahankan koyo ngono kuwi mergone adat
istiadat. Nak pas ngenekke surtanahan kuwi sak mampune sak kuate, nak acara
tahlilan kuwi soko NU ki dianjurke ning nak soko kalangan-kalangan/majelis
liyane kan melarang tahlilan, mergone duweni sudut pandang dewe-dewe. Nak
menurutku tahlilan kuwi sah-sah saja, ling penting niate awakke dewe kuwi niat
dongakke kanggo wong mati kuwi mau, teko lan orane kan ling reti ling Kuasa
sing penting niate.
Pas acara kenduren kok wong ling diundang ora podo teko ning ati ki
kecewa mergone wis diundang kok ora do teko, ning kudu delok situasi disik
mergo udan deres opo mergo barengi acara liyane. Terus nak gawe berkat
jumlahe semono kok ora do mangkat tetep tak terke ning ngomahe wong ling tak
undang kuwi mau.
Talkin mayit kuwi tujuane ge dongakke. Nak ning gone wong kristen yo
ono, ning berbentuk puji-pujian, tapi sak retiku yo gur nyanyi-nyanyi. Tujuane
slametan kuwi gur ge dongakke, ning nak telung dinonan lan sak piturute kuwi
mau mergo adata istiadat masyarakat. berkatan pas kenduren kuwi, sego golong
kuwi sego gureh, terus ayam nak ling kuat nak ora kuat paling gawa endok,
sambel goreng kentang, terus gorengan. Nak pas telung dino kuwi ora gowo
gedang, jadah, apem, nak wis patang puluh lagi didokokki. Nak ijek telung dino
kan hurung sempat gawene. Maksudte gowo koyo ngono kuwi mau mergone adat
istiadat, kita gak isoh melarang adat istiadat tersebut yang sejak dulu sudah ada.
Nak kanggoku wis diikuti wae adate, ling penting ora musrik.
Trankrip Wawancara
Nomer Data : 05
Nama : Saudari Aminah
Usia : 22 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Hari/tanggal : Sabtu, 27-12-2014
Waktu/jam : 21:00 WIB
Hasil wawancara :
Prosesi pas wong mati kuwi ben ora kaku persendiane diolesi menyak ben
gampang disedakepke, terus diadusi, terus dikafani, disholatke. Terus bar kuwi
enek prosesi telusupan, melambangkan keikhlasan mergo ditinggal mati, terus
mecah kendi gur kuwi sak retiku.
Pendidikan ling enek ning adat kuwi mau enek beberapa ajaran gama
Islam ning jerone koyo tabur kembang ling dianjurke agama Islam, ling penting
soko adat ling dilakoni masyarakat ora klakoni kemusyrikan. Nak ora klakoni
adat kuwi mau yo ora ngopo-ngopo. Terus yo ono nilai pendidikane sosial yaiku
do bareng-baren melayat.
Tahilan kuwi isine tentang dongo bareng-bareng. Mergone hurung tentu
dongane salah siji wong dikabulke Gusti Allah mulakno dienekke tahlilan. Ning
pas tahlilan wong ling do teko yo gur do teko tok, mergone hormati tuan rumah
wis diundang lan mergo bedho pemahaman tentang tahlilan. Terus nak pas ling
diundang kok ling teko gur sitik yo kecewa to, ning kudu ngoco awakke dewe
mergone do ngopo to kok do ora teko, opo mergo enek ling salah mbi awakku.
Slametan kuwi gur dongo ben salmet. Terus masyarakat Pager klakoni
koyo ngono kuwi mau mergone ijek kental mbi adat istiadat, saling menghormati.
Terus nak pas krangke kembang aku yo gur krangke wae ora reti maksud lan
tujuane.
Trankrip Wawancara
Nomer Data : 06
Nama : Bapak Syamsudin
Usia : 63 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Hari/tanggal : Kamis, 01-01-2015
Waktu/jam : 18:42 WIB
Hasil wawancara :
Prosesi ling gon wong mati iku disuceni, dikafani, disholatke, nak
kembang pitung warna ling digunakke kuwi gur adat kebiasaan ling dilakoni
masyarakat. terus nak bolah ning roncean kembang ling ora dibundeli kuwi
maksudte diumpamakke arwahe kuwi mau ben gampang ucul/sanepo. Terus nak
telusupan kuwi kanggo menghormati orang tua utowa sedulur ling wis mati.
Terus nak sawuran kuwi maksudte kanggo ngelengke nak wong mati kuwi wis ora
butuhke donya maneh. Terus nembe prosesi pemakaman. Pemakamane kuwi
jerone 2 meter, ambane 2 meter, dowone 80-90cm, supoyo ora mambu. Sisteme
enek loro yaiku mayat didokok samping kulon kuwi disebut liang landak, nak
mayite didokok tengah kuwi disebut jugangan, terus dikekki tand ling wujudte
rupa maesan soko kayu/beton/maejan, maksudte maejan kuwi jan omahe tenan.
Lebar makamke sebagian muslim neganakke acar surtanah, fungsine ge
hormati bumi utwa lemah ling ge ngubur kuwi mau, terus panganan ling
digunakke kuwi yo gur adat. Nak tumpeng ungkur-ungkur ling digunakke kuwi
maksudte wong wis mati ora bakal bali ning donyo maneh. Terus ngenekke acara
telung dinonan fungsine ge dongakke lan ngelengke lling urip tentang kedadean
ling dialami mayit kuwi mau, mergone mayit kuwi mau ngalami pembusukkan lan
ben gampang ling ngeleng-ngeleng dino kematiane. Terus nak pitung dino kuwi
mayit wis ngalami pembekakan. Terus nak patang puluh dino kuwi mayit wis
dipangan kewan ling ning jero lemah. Nak satus dino kuwi balung-balunge wis
podo ucul dewe-dewe. Nak pendhak pisan lan pendhak pindo kuwi gur ge
ngelengke keluarga ling ditinggalke.
Tahlilan kuwi sak liyane macakke tahlil lan dongo dimaksudkan ge ngekki
sedekahan kanggo wong ling podo teko kanggo tujuan ben entuk ganjaran. Terus
panganan ling digunakke kanggo acara-acara kuwi mau koyo apem, gedang, lan
jadah kuwi gur adat ling ijek dilakoni masyarakat, ora enek maksud-maksudte.
Gunakke gelu kuwi ben mayite langsung bersentuhan mbi lemah, semisal mayite
dikubur gawa peti yo tetp petine dibongkar terus mayite dikekki gelu.
Talkin kuwi fungsine ge ngekki peringatan ling ijek urip nak sok ben
bakale mati, terus nak mati bakal ditakoki moloikat. Nak tali wangsul ling
digunakke kuwi maksudte nak wong mati kuwi wis wangsul ning ngersane Gusti.
Sak kabehane kuwi mau ling penting ojo nganti ngalap berkah/jaluk
tulung mbi ling wong wis mati. Manfaate kanggo wong urip kudu isoh urip ning
masyarakat, kudu isoh srawung. Alesane masyarakat ijek klakoni koyo ngono
kuwi mau mergone melestarikan adat soko nenek moyang. Terus pendidikan lling
enek gon adat kuwi yaikukita kudu isoh hormati wong ling wis mati, lan kudu isoh
bermasyarakat ling apik, kuwi isoh ketok soko gotong royonge wargo. Tradisi-
tradisi kuwi mau ora soko agama, ning soko adat kebiasaan.
Nama : Nurul Hasanah Program Studi : Pendidikan Agama Islam
NIM : 111 10 074 Dosen P.A : Dra. Siti Farikhah, M.Pd.
Jurusan : Tarbiyah
No Nama Kegiatan Pelaksaan Keterangan Nilai
1.
Orientasai Pengenalan Akademik
Dan Kemahasiswaan (OPAK)
STAIN Salatiga Tahun 2010
25-27 Agustus 2010 Peserta 3
2.
USER EDUCATION (Pendidikan
Pemakai) oleh UPT Perpustakaan
STAIN Salatiga
20-25 September 2010 Peserta 3
3.
Pra-Dm Bedah Film dengan tema
“Nothing Is Imposible In The
World” oleh KAMMI di STAIN
Salatiga
4 Oktober 2010 Peserta 2
4.
Gerbang Masuk GEMA ITTAQO
DenganTema “Ihya‟ Al-Lughoh
„Arobiyah Wa Tanmiyatuha Fi
Jami‟atina Oleh ITTAQO di STAIN
Salatiga
30 Oktober 2010 Peserta 3
5.
Seminar Nasional Pendidikan
Dengan Tema “Membudayakan
Sebuah Pendidikan Berkarakter Ke-
Indonesia-an dalam Pendidikan
formal (Potret Sekolah Alternatif)”
oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ) Tarbiyah STAIN Salatiga
6 November 2010 Peserta
6
6.
Dalam Ceramah Dan Dialog
(CERDIK) Muslimah Dengan Tema
“Muslimah 24 Karat” Oleh Silmi
Community
3 Desember 2010 Peserta 2
7.
National Workshop Of
Entrepreneurship And Basic
Cooperation 2010 oleh Komma
FATAWA di Auditorium STAIN
Salatiga
19 Desember 2010 Peserta 6
8.
Seminar dengan tema “Heal The
World With Voluntary Servis” oleh
CEC STAIN Salatiga
19 Maret 2011 Peserta 3
9.
Bedah Buku dengan Tema “Ijinkan
Aku Menikah Tanpa Pacaran” oleh
Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
STAIN Salatiga
14 Mei 2011 Peserta 2
10.
Seminar Keperempuanan Dengan
Tema “Menumbuhkan Kembali Jiwa
Kekartinian Dalam Ranah Kampus”
Oleh Senat Mahasiswa (SEMA)
STAIN Salatiga
17 Mei 2011 Peserta 3
11.
Sarasehan Keagamaan Dengan Tema
“Membedah Pemikiran dan Gerakan”
di Indonesia oleh Dewan Mahasiswa
STAIN Salatiga
6 Juni 2011 Peserta 3
12.
Seminar Nasional Pendidikan Tema
“Realisasi Pendidikan Karakter
Dalam Kurikulum Pendidikan
Nasional” oleh Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tarbiyah
STAIN Salatiga
20 Juni 2011 Peserta 6
13.
Surat Keterangan LULUS Praktikum
Mata Kuliah “Baca Tulis Al-Qur‟an”
yang diselenggarakan oleh Program
Studi PAI
22 Juni 2011 Peserta 2
14.
Seminar Nasional “Pilar-pilar
Penanggulangan Korupsi di
Indonesia Perspektif Agama,
Budaya, dan Negara” oleh Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ) Syariah
STIAN Salatiga
22 Juni 2011 Peserta 6
15.
Public Hearing dengan tema
“Meningkatkan Tatanan Birokrasi
Kampus Yang Berbasis Pada Prinsip-
Prinsip Intergritas” oleh Senat
Mahasiswa STAIN Salatiga
25 Juni 2011 Peserta 2
16.
Sertifikat Praktikum Kepramukaan
Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga 22-27 Juli 2011 Peserta 3
17.
Surat Keputusan Ketua STAIN
Salatiga tentang “Pengangkatan
Panitia Orientasi Program Akademik
Dan Kemahasiswaan (OPAK)”
sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga Tahun 2011
8 Agustus 2011 Panitia 3
18.
Workshop Nasional 2 Hari “Bisa
Ngomong Inggris, Kusai 500
Kosakata, Kusai Grammar” oleh He
Instutitute dan K-Rima Institute
11 Desember 2011 Peserta 6
19.
Surat Keterangan Praktikum Mata
Kuliah “Etika Profesi Keguruan”
oleh Program Studi Pendidikan
Agama Islam STAIN Salatiga
10 Februari 2012 Peserta 3
20.
Surat Keterengan Praktikum Mata
Kuliah “Komputer Multimedia”
Yang Diselenggarakan Oleh Program
Studi Pendidikan Agama Islam
STAIN Salatiga
14-15 Februari 2012 Peserta 3
21.
Seminar Nasional Ekonomi Syariah
Tema Ekonomi Syariah : Bukan
Ekonomi Biasa “Penerapan Nilai-
Nilai Syariah Dalam Pratik
Pereokonomian” oleh KSEI
2 Juni 2012 Peserta
6
22.
Seminar Nasional Pendidikan dengan
Tema “Pendidikan Multikultural
Sebagai Pilar Karakter Bangsa” oleh
HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga
6 Juni 2012 Peserta 6
23.
Praktikum Mata Kuliah “Perawatan
Jenazah” yang diselenggarakan oleh
Program Studi Pendidikan Agama
Islam STAIN Salatiga
17 September 2012 Peserta 3
24. Seminar Tema “Pencegahan Bahaya
NAPZA, HIV/AIDS, Pergaulan 29 April 2013 Peserta
Bebas Untuk Membentuk Remaja
Tangguh Dan Launching PIK
SAHAJA” Oleh TAZKIA Salatiga
3
25.
Bedah Buku Dengan Tema “Dari
Minder Jadi Super” Oleh Lembaga
Dakwah Kampus STAIN Salatiga
17 Mei 2013 Peserta 2
26.
Sosialisasi & Silaturahim Nasional
Dengan Tema “Sosialisasi UU No.1
Tahun 2013, Peran Serta Fungsi
OJK.” “Peran Pemerintah Dalam
Pengawasan LKM (Lembaga
Keuangan Mikro)” oleh HMJ
Tarbiyah & Syariah STAIN Salatiga
30 September 2013 Peserta 6
27.
Seminar tema “dialog energi dampak
kenaikan tarif dasar listrik terhadap
perekonomian Indonesia solusi
menciptakan listrik murah untuk
rakyat kecil da industri dalam
Negeri” oleh Dewan Mahasiswa
(DEMA) STAIN Salatiga
12 Desember 2013 Peserta 3
28.
Seminar Sarasehan Akbar bersama
Tokoh Nasional dengan tema
“Komitmen Politik Dalam Menata
Arah Masa Depan Bangsa Indonesia”
oleh LDMI
15 Maret 2014 Peserta 3
29.
Has involved in “English Public
Speaking Training‟ Held By
Communicative English Club (CEC)
STAIN Salatiga
31 Mei 2014 Peserta 2
Jumlah 104
Salatiga, 12 Januari 2015
Wakil Ketua III
Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
Moh. Khusen, M.Ag,MA.
NIP. 19741212 199903 1 003
KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara pelajaran 02 Telp.(0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721
Website: www.stainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
Nomor : Sti.24/K-1/PP.00.9/I-1.1.143/2014 4 September 2014
Lamp : Proposal Skripsi
Hal : Pembimbing dan Asisten
Pembimbing Skripsi
Yth. Prof. dr. mansur, M.Ag.
Assalamualaikum w.w.
Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S.1). saudara
ditunjuk sebagai Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa:
Nama : Nurul Hasanah
NIM : 11110074
Jurussan : Tarbiyah
Judul Skripsi :
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA
(Telaah Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Pager
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014)
Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengoreksi tema Skripsi di atas.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan.
Wassalamualaikum w.w.
a.n. Ketua
Wakil Ketua
Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga
Dr. Agus Waluyo, M.Ag.
NIP. 19750211 200003 1 001
Tembusan : 1. Ketua STAIN Salatiga (sebagai laporan)
2. Mahasiswa yang bersangutan
KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Tentara pelajaran 02 Telp.(0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721
Website: www.stainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
Nomor : Sti.24/K-1/TL.01/2502/2014 Salatiga, 20 September 2014
Lamp : Proposal Skripsi
Hal : Permohonan Izin Peneletian
Kepada
Yth. Kepala Desa Pager
Di Desa Pager. Kec. Kaliwungu. Kab. Semarang
Assalamualaikum w.w.
Yang bertanda tangan di bawah ini, kami menerangkan bahwa :
Nama : Nurul Hasanah
NIM : 11110074
Mahasiswa : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
Jurussan : Tarbiyah
Progdi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dalam rangka penyelesaian studi Program S.1 di STAIN, diwajibkan memenuhi salah satu
persyaratan yang berupa pembuatan SKRIPSI.
Adapun judul skripsinya adalah :
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA (Telaah Prosesi Adat
Pemakaman Pada Masyarakat Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014)
Dengan Pembimbing : Prof. dr. mansur, M.Ag.
Untuk penyelesain Skripsi tersebut, kami mohon Bapak/Ibu memberi izin kepada mahasiswa
tersebut untuk mengadakan penelitian guna memperoleh data atau keterangan dan bahan yang
diperlukan di Desa Pager, Kec.kaliwungu, Kab. Semarang, mulai tanggal 22 September 2014 s.d
selesai.
Kemudian atas pemberian izin Bapak/Ibu, kami sampaikan terima kasih.
Wassalamualaikum w.w.
a.n. Ketua
Wakil Ketua
Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga
Dr. Agus Waluyo, M.Ag.
NIP. 19750211 200003 1 001
Tembusan : 1. Ketua STAIN Salatiga (sebagai laporan)
2. Mahasiswa yang bersangutan
PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG
KECAMATAN KALIWUNGU
DESA PAGER JL. RAYA BOYOLALI-SIMO KM 07
Kode desa : 3322172006
SURAT KETERANGAN
NOMER : 470/026
Yang bertanda tangan di bawah ini kami Kepala Desa Pager Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah,
menerangkan bahwa :
1. Nama : NURUL HASANAH PEREMPUAN
2. Temapt dan tanggal lahir : KAB. SEMARANG/ 01 Juni 1992
3. Warga negara : INDONESIA
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : BELUM/TIDAK BEKERJA
6. Tempat tinggal : DSN PAGER. RT.014/RW. 005
7. Surat bukti diri : NIK. 3322174106920001
No. KK 3322170407140002
8. Keperluan :
KETERANGAN TELAH MELAKUKAN
PENELITIAN DIDESA PAGER
9. Berlaku : 11 Januari 2015s/d 10 Februari 2015
10. Keteranga lain : UNTUK KEPERLUAN SKRIPSI
Demikian untuk menjadikan maklum bagi yang berkepentingan.
Pager, 11 Januari 2015
LAPORAN MONOGRAFI KEPENDUDUKAN
DESA : Pager
KECAMATAN : Kliwungu
KABUPATEN : Semarang
KEADAAN BULAN : AGUSTUS 2014
I. DATA PENDUDUK
Warga Negara Republik Indonesia
Laki-Laki : 1.023
Perempuan : 1.032
Jumlah : 2.055
Warga Negara Asing
Laki-Laki : -
Perempuan : -
Jumlah : -
II. JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELOMPOK USIA
NO KelompokUmur (Tahun) Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. 0 < 1 42 55 97
2. 1 < 5 54 57 111
3. 6 – 10 80 78 158
4. 11 – 15 86 89 175
5. 16 – 20 84 83 167
6. 21 – 25 85 86 171
7. 26 – 30 90 87 177
8. 31 – 40 153 157 310
9. 41 – 50 167 157 324
10. 51 – 60 110 109 219
11. 60 keatas 72 74 146
Jumlah 1.023 1.033 2.055
III. JUMLAH PENDUDUK MENURUT AGAMA
NO Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Islam 1.019 1.027 2.046
2. Katholik 2 3 5
3. Kristen 2 2 4
4. Hindu - - -
5. Budha - - -
6. Khonghucu - - -
Jumlah 1.023 1.032 2.055
IV. JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENDIDIKAN
NO Jenis Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Tidak Sekolah 102 106 208
2. Playgroup 35 32 67
3. Belum Tamat SD 61 67 128
4. Tidak Tamat SD 43 37 80
5. Tamat SD 265 292 557
6. Tamat SLTP/SMP 203 214 417
7. Tamat SLTA/SMA 246 219 465
8. Tamat Akademi/Diploma 37 33 70
9. Sarjana Keatas 51 52 63
Jumlah 1.023 1.032 2.055
V. JUMLAH PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN
VI.
NO JenisPekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. PNS 37 34 71
2. TNI 6 0 6
3. POLRI 3 0 3
4. PegawaiSwasta 82 162 244
5. Pensiunan 24 33 57
6. Pengusaha 8 3 11
7. Bangunan 82 31 113
8. BuruhIndustri 107 104 211
9. BuruhTani 286 255 541
10. Petani 130 82 212
11. Peternak 5 5 10
12. Pedagang 3 12 15
13. Lain-Lain 249 312 561
Jumlah 1.023 1.032 2.055
VII. JUMLAH MUTASI PENDUDUK
NO JENIS
KELAMIN
PINDAH DATANG
AN
TA
R
DE
SA
AN
TA
R
KE
C.
AN
TA
R
KA
B.
AN
TA
R
PR
OP
.
AN
TA
R
DE
SA
AN
TA
R
KE
C.
AN
TA
R
KA
B.
AN
TA
R
PR
OP
.
1. LAKI-LAKI - - - - - - - -
2. PEREMPUAN - - 1 - - - - -
JUMLAH - - 1 - - - - -
VIII. JUMLAH KELAHIRAN DAN KEMATIAN
NO JENIS
KELAMIN KELAHIRAN
KEMATIAN
DIBAWAH 5 TH 5 TH KEATAS
1. LAKI-LAKI 2 - 1
2. PEREMPUAN 1 - 1
JUMLAH 3 - 2
IX. JUMLAH NIKAH. CERAI DAN RUJUK
NO URAIAN JUMLAH KETERANGAN
1. Nikah
2. Cerai -
3. Rujuk -
JUMLAH -
X. JUMLAH KEPLA KELUARGA
NO URAIAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. Jumlah Kepala
Keluarga 561 57 618
2. Keluarga yang sudah
mempunyai KK 561 57 618
3. Keluarga yang belum
mempunyai KK - - -
XI. JUMLAH KARTU TANDA PENDUDUK
NO URAIAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. Penduduk yang wajib
mempunyai KTP 745 765 1.510
2. Penduduk yang sudah
mempunyai KTP 745 765 1.510
3. Penduduk yang belum
mempunyai KTP - - -
XII. JUMLAH CATATAN SIPIL
NO URAIAN LAKI-
LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. Penduduk Yang Sudah
Mempunyai Akta Kelahiran 716 698 1.414
2. Penduduk Yang Belum
Mempunyai Akta Kelahiran 315 325 640
3. Penduduk Yang Sudah
Mempunyai Akta Kematian 4 3 7
4. Penduduk Yang Belum
Mempunyai Akta Kematian 8 14 22
Pager, 29 Agustus 2014
Kepala Desa Pager
(WACHID HASYIM)
FOTO-FOTO PROSESI DALAM ADAT PEMAKAMAN
Perlengkapan yang digunakan dalam perawatan jenasah dan kapur barus yang
dihaluskan untuk menyamarkan bau dari jenasah
Prosesi pemotongan pengukuran dan pemotongan kain kafan
Tempat untuk memandikan jenasah
Pembuatan liang lahat oleh warga di pemakaman
Prosesi memandikan jenasah yang dibantu oleh warga
Daun pisang yang digunakan untuk mengganti kain yang basah dengan kain yang
kering dan debok pisang yang diselipi uang logam setelah selesai memandikan
Persiapan prosesi pengkafanan
Prosesi pengkafanan yang dibantu oleh saudara yang dipandu oleh modin dan
warga
Prosesi penyolatan jenasah
Bunga untuk tabur dan rangkaian bunga untuk hiasan dikeranda
Penyampaian pidato oleh bapak modin
Beras kuning dan uang logam untuk sawuran dan sebuah payung yang dibawa
warga untuk memanyungi jenasah
Gelu untuk bantalan jenasah dan liang lahat yang ditatani papan/anjang-anjang
Prosesi pemasukan jenasah ke dalam liang lahat
Bapak modin mengumandangankan adzan dan iqomat seiring jenasah dimasukkan
ke dalam liang lahat
Prosesi penguburan jenasah
Pembacaan taiqin untuk jenasah
Berkat dalam surtanah
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BIODATA DIRI
Nama : Nurul Hasanah
Tempat dan Tanggal Lahir : Semarang, 1 Juni 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat :Ds.Pager Rt 14 Rw 05, Kec.Kaliwungu,
Kab.Semarang
Jenjang Pendidikan :
- M.I Pager, Kec.Kaliwungu, Kab.Semarang
- SMP Bhinneka Karya Boyolali
- SMA Negeri 2 Boyolali
- STAIN Salatiga Angkatan 2010
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 10 Januari 2015
Penulis,
Nurul Hasanah
NIM : 11110074