Upload
others
View
73
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID
DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH
KARYA SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-JAZAIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
oleh
MUHAMMAD NUR KHOLIQ
NIM 111 14 064
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID
DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH
KARYA SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-JAZAIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
oleh
MUHAMMAD NUR KHOLIQ
NIM 111 14 064
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
iv
v
vi
vii
MOTTO
ٱظ٣ ح ءح ٣ حا٣ ـ رظز جي أ ٱ٧أ ظض
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
(QS. Al-An’Am 82)
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Orang tua tercinta, yaitu Bapak Tamsudin dan Ibu Sri Sulisni yang telah
merawat, mendidik putra-putrinya dengan tulus ikhlas, dan mencukupi
kebutuhan moril dan materil serta membimbing, memotivasi dan
memohonkan kemudahan bagi penulis dalam setiap doanya. Sungguh
merupakan pengorbanan yang tak terhitung nilainya dan tak terbalas bagi
penulis. Semoga bapak dan ibu senantiasa selalu dalam perlindungan,
keridhaan, dan keberkahan Yang Maha Kuasa. Tanpa dukungan bapak
dan Ibu tiada hal yang penulis raih kecuali hanya untuk kebahagiaanya di
dunia maupun di akhirat.
2. Kedua saudara Huda dan Rifki yang selalu menjadi penyemangat bagi
penulis demi tercapainya cita-cita yang diinginkan oleh kedua orang tua.
3. Bapak Kyai Nur Salim Mawardi dan ahlul baitnya yang selalu penulis
tunggu Barokah Doa dan Ilmunya.
4. Teman-teman Santri pondok pesantren An-Nibros Al-Hasyim senasib
seperjuangan menjadi motivasi didalam kehidupan.
5. Teman-teman PAI angakatan 2014 yang telah menjadi teman
seperjuangan menuntut ilmu di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga.
6. Seluruh pembaca yang Budiman.
ix
KATA PENGANTAR
د٤ ٱغ دأ ٱغ ٱلل ـأ ر
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas berkat rahmat, ridha dan inayah-Nya jualah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: “Nilai-Nilai Pendidikan
Tauhid Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah Karya Syekh Thahir bin Saleh Al-
Jazairi”. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan baginda
Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang
telah membawa petunjuk kebenaran untuk seluruh umat manusia, yang kita
harapkan syafa‟atnya di akhirat kelak.
Pada kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati peneliti haturkan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada yang terhurmat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN
Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam.
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M. Ag., selaku pembimbing skripsi yang
telah membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, dan meluangkan
waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
5. Bapak Drs. A. Bahrudin, M. Ag., selaku pembimbing akademik.
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i
HALAMAN BERLOGO ........................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iv
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................. vi
MOTTO .................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB ................................................... xvii
ABSTRAK ................................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 7
D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 7
E. Kajian Pustaka ...................................................................... 9
F. Metode Penelitian ................................................................ 12
G. Penegasan Istilah ................................................................. 14
H. Sistematika Penulisan .......................................................... 20
BAB II BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi Pengarang Kitab Jawahirul Kalamiyah ................ 21
1. Biografi Syekh Thahir Bin Saleh Al-Jazairi .............. 21
2. Guru-guru Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi ............ 23
3. Murid-murid Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi ........ 23
4. Karya-karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi ......... 24
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Jawahirul Kalamiyah ....... 24
xii
C. Sistematika Penulisan Kitab Jawahirul Kalamiyah ............. 27
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEKH THAHIR BIN
SALEH AL-JAZAIRI DALAM KITAB JAWAHIRUL
KALAMIYAH
A. Pengertian Pendidikan Tauhid.............................................. 30
1. Pengertian Pendidikan Tauhid .................................... 30
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid ........................ 35
3. Metode Pendidikan Tauhid ........................................ 44
B. Isi Pokok Kitab Jawahirul Kalamiyah ................................. 47
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID
DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH DAN
IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A. Nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab Jawahirul
Kalamiyah............................................................................. 84
B. Implikasi Nilai Pendidikan Tauhid dalam Kehidupan
Sehari-hari ............................................................................ 115
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................ 125
B. Saran ..................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Penunjukan Pembimbing
2. Lembar Konsultasi Skripsi
3. Daftar Riwayat Hidup
4. Daftar Nilai SKK
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan 0543/ b/U/1987, tanggal 22
Januari 1988.
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ح
Ba‟ B Be د
Ta‟ T Te ص
Tsa‟ S Es ع
Jim J Je ؽ
Ha‟ H Ha ح
Kha‟ Kh Ka dan Ha ر
Dal D De ص
Zal Z Zet (dengan titik di atas) ط
Ra‟ R Er ع
Zal Z Zet ػ
Sin S Es ؽ
Syin Sy Es dan Ye ف
Sad S Es (dengan titik di bawah) م
Da D De (dengan titik dibawah) ى
Ta‟ T Te (dengan titik dibawah)
Z Z Zet (dengan titik dibawah) ظ
Ain „ Koma terbalik di atas„ ع
Gain G Ge ؽ
Fa‟ F Ef ف
Qaf Q Qi م
Kaf K Ka ى
Lam L El
Mim M Em
xv
Nun N En
Wawu W We
Ha‟ H Ha
Hamzah , Apostrof ء
١ Ya‟ Y Ye
Konsonan angkap karena di tulis rangkap
Di tulis „iddah ػضس
A. Ta’ Marbutttah
1. Bila dimatikan di tulis h
Di tulis Hibah زش
Di Tulis Jizyah جؼ٣ش
(ketentuan ini tidak di berlakukan terhadap kata-kata arab yang yang sudah
teresap kedalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat dan sebagainya,
kecuali di kehendaki lafal aslinya).
Bila di ikuti dengan kata “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka di tulis
dengan h.
‟Ditulis Karamah al-auliya غحشح٤٧خء
B. Vokal Pendek
Fathah Ditulis A ح
Kasrah Ditulis I ح
Dammah Ditulis U ح
C. Vokal Panjang
Fathah+Alif Ditulis U
xvi
Ditulis Jahiliyah جخ٤ش
Fathah+Ya‟ mati Ditulis A
Ditulis Yas‟ a ٣ـؼ٠
Kasrah+Ya‟ Mati Ditulis I
Ditulis Karim غ٣
Dammah+wawumati Ditulis U
Ditulis Furud كغى
D. Vokal Rangkap
Fathah+ya‟ mati Ditulis Ai
Ditulis Bainakum ر٤
Fathah+wawu mati Ditulis Au
Ditulis Qaulun ه
xvii
ABSTRAK
Kholiq, Muhammad Nur. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab
Jawahirul Kalamiyah Karya Syekh Thahir Bin Saleh Al-Jazairi.
Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. M.
Ghufron, M. Ag.
Kata Kunci: Nilai, Pendidikan Tauhid, kitab Jawahirul Kalamiyah
Syekh Thahir Bin Saleh adalah seorang ulama yang terkenal. Salah satu
kitabnya adalah Jawahirul Kalamiyah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui
penelitian ini adalah: (1) Apa saja nilai-nilai Pendidikan Tauhid yang
terkandung dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syekh Thahir bin Saleh
Al-Jazairi (2) Bagaimana Implikasi nilai Pendidikan Tauhid dalam kehidupan
sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Sumber data primer adalah kitab Jawahirul Kalamiyah, sumber data
sekundernya adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab
dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun
teknis analisis data menggunakan metode deduktif dan induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitab Jawahirul Kalamiyah karya
Syekh Thahir Bin Saleh Al-Jazairi terdapat empat nilai pendidikan tauhid. Di
antaranya (1) Nilai Ilahiyat, (2) Nilai Nubuwwat, (3) Nilai Ruhaniyyat, (4)
Nilai Sam‟iyyat. Adapun implikasi nilai-nilai pendidikan tauhid dalam
kehidupan sehari-hari menjadikan manusia untuk beribadah yang sesuai
dengan Al-Qur‟an dan As-Sunnah dan mengajarkan manusia untuk selalu
konsekuensi terhadap apa yang ia ikrarkan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta
menumbuhkan rasa kepedulian kepada sesama muslim terhadap pengajaran
aqidah dan tauhid serta menumbuhkan rasa solidaritas ukhuwah Islamiyah
kepada umat Islam sehingga dapat menciptakan akhlakul karimah.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk
mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma
yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat (Ali, 2008: 180).
Merujuk pada pengertian pendidikan di atas bahwa setiap manusia berhak
untuk mengembangkan potensi dan mendidik orang lain agar dapat
menyalurkan bakat dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Selain
itu, juga memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak sehingga anak
tersebut mempunyai rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Marimba (1989:19) Pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Daulay (2004:153) pendidikan Islam adalah pendidikan yang
bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan
seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani dan rohani, serta
menumbuhkan hubungan yang harmonis setiap individu dengan Allah SWT,
manusia lain, dan alam semesta.
Agama Islam sebagai suatu konsep kehidupan yang mempunyai
landasan yang khas dan spesifik dibandingkan dengan agama lainnya.
Karena komponen utama agama Islam yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak
yang kemudian dikembangkan oleh manusia dengan akal pikiran mereka
yang didorong dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Islam adalah agama
yang monotis (tauhid). Maksudnya agama yang hanya menyembah satu
Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Shihab, 1996:152).
Tauhid merupakan inti ajaran Islam yang dijadikan sebagai dasar
pembentukan karakter, serta pengembangan kepribadian manusia.
Pendidikan Tauhid adalah seluruh kegiatan umat manusia di bidang
2
pendidikan yang menempatkan Allah sebagai sumbernya, karena Dia adalah
Tuhan Rabb al-„Alamin (Majid, 2014:4).
Tauhid merupakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa merasa
dekat dan dilindungi oleh Tuhannya (Musa, 1999:43). Karena di alam ini
pemimpin dan pengatur semua tatanan sistem peredaran kehidupan hanya
Allah SWT. Hidup dan Mati merupakan kuasa sang pencipta yaitu Allah
SWT. Kepercayaan terhadap Allah merupakan landasan bagi setiap muslim.
Seorang muslim tidak dapat dikatakan sebagai umat muslim jika tidak
menerima suatu ajaran Tauhid. Seorang muslim dapat menjalani
kehidupannya wajib memegang ajaran tauhid dalam hati dan fikiran. Tauhid
adalah prinsip ajaran agama Islam yang menegaskan bahwa Tuhan itu
hanya satu dan menjadi satu-satunya sumber kehidupan (Zainuddin,
1992:3).
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membahas tentang Allah SWT,
sifat-sifat wajib yang ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh kepada-Nya (Sifat
jaiz Allah) dan sifat-sifat yang sama sekali harus ditiadakan daripada-Nya
serta tentang Rasul-rasul Allah SWT untuk menetapkan kerasulan mereka.
Dapat dinamakan Ilmu tauhid karena pokok pembahasannya yang paling
penting adalah menetapkan keesaan Allah SWT dalam dzat-Nya, dalam
menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah
tempat kembali, satu-satunya tujuan (Maslikah, 2009:90).
Pokok-pokok pembahasan ilmu tauhid meliputi tiga hal, yaitu: a)
mempercayai dengan sepenuh hati tentang pencipta alam, Allah Yang Maha
Esa, b) mempercayai dengan penuh keyakinan tentang para utusan Allah
SWT dan perantara Allah SWT kepada para utusan-Nya untuk di sampaikan
kepada umat manusia untuk menyampaikan ajaran-ajaran-Nya, dan tentang
para malaikat-Nya, c) mempercayai dengan sepenuh hati akan adanya
kehidupan abadi setelah mati di alam akhirat dengan segala hal-ihwal yang
ada di dalamnya (Ilyas, 1993: 22).
3
Berdasarkan jenis dan sifatnya, ilmu tauhid dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan atau tahapan. 1) Tauhid Rububiyyah yaitu: mengesakan Allah
dalam segala perbuatannya dan meyakini bahwa Allah menciptakan segala
makhluk. 2) Tauhid Uluhiyyah yaitu: mengesakan Allah dengan perbuatan
para hamba, misalnya: tawakal, beribadah, memohon pertolongan. 3)
Tauhid asma‟ wa sifat yaitu: beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-
sifat-Nya yang diterangkan dalam Al-Qur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang
pantas ditiru oleh umat-Nya (Ilyas, 1993: 23).
Tauhid tidak hanya sekedar mengenal dan mengetahui bahwa Allah
pencipta alam semesta, tidak hanya mengetahui keberadaan dan keesaan-
Nya, dan tidak pula mengetahui Asma‟ dan sifat-Nya. Hakikat tauhid disini
adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya adalah menghambakan
diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuensi dengan mentaati
perintah-Nya dan Menjauhi larangan-Nya, dengan penuh rasa rendah diri,
cinta, dan takut kepada-Nya.
خس لضو ج ح ؾال ٤ؼزض
Artinya:“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S Adz-dzariat: 56)
(Departemen Agama RI, 2005: 752).
Dari ayat di atas jelas, bahwa Allah menciptakan jin dan manusia
hanya untuk beribadah kepada-Nya. Tidaklah mereka diciptakan untuk
bersenang-senang dan menghabiskan waktu untuk duniawinya saja. Mereka
mengakui adanya Allah, tetapi mereka tidak menjalankan perintah dan
bahkan melanggar apa yang dilarang Allah. Selain itu, mereka juga
menunda-nunda sholat demi pekerjaanya. Padahal semua itu datangnya dari
Allah SWT.
Lebih lagi pada masa globalisasi seperti saat ini nampaknya tidak
dapat terlepas dari berbagai perkembangan kemajuan baik pengetahuan,
teknologi, dan informasi serta filsafat dan ideologi. Dalam hal itu, muncul
adanya dampak positif dan negatif. Dampak negatif yang dikhawatirkan
4
adalah manusia akan cenderung menganggap satu-satunya yang dapat
membahagiakan hidupnya adalah nilai materialnya saja. Sehingga mereka
mengesampingkan nilai spiritualnya yang sebenarnya berfungsi sebagai
penata dan pengatur hidupnya kejalan yang lurus dan benar.
Dengan adanya masalah tersebut, maka perlu adanya penanaman
tauhid pada setiap individu. Hal tersebut dapat dilakukan melalui
pendidikan tauhid. Pendidikan tauhid dapat diberikan di lingkungan sekolah
maupun lingkungan keluarga. Di Sekolah kini menerapkan adanya
kurikulum 2013 yang membentuk adanya pendidikan karakter. Dalam
pendidikan karakter yang pertama dan utama yang perlu dibentuk adalah
pendidikan tauhid itu sendiri. Apabila seseorang sudah memahami
pendidikan tauhid dan berkomitmen kepada akidah biasanya
terimplementasi dalam perilaku, moralitas, visi dan pola pikirnya dalam
kehidupan yang nyata.
Tauhid mempunyai peran yang besar terhadap kehidupan manusia,
karena dengan tauhidlah manusia dapat memahami arti tujuan hidup
mereka. Marilah kita lihat secara seksama di lingkungan sekitar kita banyak
manusia yang hidup dengan tujuan yang tidak jelas, mereka bekerja siang-
malam hanya untuk mengumpulkan harta yang banyak. Harta bagi mereka
ibarat Tuhan yang selalu diagungkan dan nomor satukan.
Dengan demikian semakin dangkal akidah tauhid seseorang semakin
tinggi pula kadar akhlak, watak dan kepribadian, serta kesiapannya
menerima konsep Islam sebagai way of life. Sebagaimana bila akidah
seseorang telah kokoh, maka itu akan terlihat dalam operasionalnya. Setiap
konsep dari Islam pasti akan diterima secara utuh dan lapang dada, tanpa
rasa keberatan dan terkesan mencari alasan-alasan untuk menolaknya, itulah
sikap muslim sejati (Rasyid, 1998: 15-16).
Di dalam kitab Jawahirul Kalamiyah, Karya Syekh Thahir bin Saleh
Al-Jazairi, pengarang berusaha menjelaskan rukun aqidah islamiyah (rukun
iman) dengan menggunakan pendekatan yang mudah difahami, dengan
5
metode penyampaian soal-jawab dan rangkain kata-kata yang dibuat secara
sederhana untuk memudahkan bagi para pelajar.
Dengan di kajinya kitab Jawahirul Kalamiyah, disinilah peranan Nilai
Tauhid yang akan mengembalikan manusia sebagai manusia yang
sempurna. Bahwa semua nilai peribadahan hanya dikembalikan kepada
Allah STW. Karena hanya Allah yang memberikan semua jalan kemudahan
yang telah di hadapi manusia dalam menghadapi segala masalah didalam
kehidupannya.
Dalam menyikapi semua keraguan itu, kita dapat mengatasinya
dengan mendalami pemahaman tentang agama yang kita anut. Berdasarkan
uraian tersebut, penulis akan mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana
pendidikan tauhid melalui pendidikan yang akan penulis kemas dalam judul
penelitian yaitu “NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB
JAWAHIRUL KALAMIYAH KARYA SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-
JAZAIRI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pokok
permasalahan yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut:
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan tauhid yang terkandung dalam kitab
Jawahirul Kalamiyah ?
2. Bagaimana implikasi nilai pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-
hari ?
C. Tujuan Penelitian
Setelah menentukan rumusan masalah, maka dapat di jabarkan tujuan
dari penelitian ini. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka
yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
6
1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan tauhid yang terkandung
dalam kitab Jawahirul Kalamiyyah.
2. Untuk mengetahui implikasi nilai pendidikan tauhid dalam kehidupan
sehari-hari.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid
dalam kitab Jawahirul Kalamiyyah karya Syekh Thahir bin Saleh Al-
Jazairi serta dapat bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran dalam
upaya peningkatan pengetahuan tentang kajian beriman kepada Allah
SWT dan juga pengetahuan tentang ilmu tauhid Islam.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis
Untuk menambah konseptual serta pemahaman penulis
tentang kajian nilai pendidikan tauhid sehingga dapat dijadikan
pedoman dan dapat diterapkan dalam menjalankan aktifitas
sehari-hari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Dapat menjadi masukan serta sebagai bahan pertimbangan
untuk diterapkan dalam sehari-hari dalam dunia pendidikan
Islam pada lembaga-lembaga pendidikan. Seperti: Pondok
Pesantren, Madrasah Diniyah, di TPA maupun TPQ, sebagai
pedoman dalam melangkah untuk mencapai keselamatan dalam
perilaku kehidupan manusia untuk menuju kebahagiaan didunia
sampai akhirat.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
1) Menambah pengetahuan mengenai nilai pendidikan tauhid
yang terdapat dalam kitab Jawahirul Kalamiyyah sehingga
7
mengetahui betapa pentingnya pendidikan tauhid dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama
ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan
menambah wawasan dibidang tersebut khususnya dan
bidang ilmu pengetahuan lain pada umumnya.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah kegiatan yang meliputi mencari, membaca, dan
menelaah laporan-laporan penelitian dan bahan pustaka yang memuat teori-
teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian pustaka
merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal,
papers, artikel, tesis, dan lain-lain (Sukardi,2003: 19).
Kajian pustaka digunakan sebagai perbandingan terhadap penelitian
yang sudah ada baik dari segi kekurangan maupun kelebihan yang telah ada
sebelumnya. Dengan kajian pustaka ini diharapkan dapat mempunyai andil
yang besar dalam mendapatkan suatu informasi tentang teori yang kaitannya
dengan judul dalam penelitian ini. Sebelum penulis memperlebar
pembahasan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab Jawahirul
Kalamiyah karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi, maka penulis mencoba
menelaah buku yang ada untuk dijadikan sebagai perbandingan dan acuan
dalam penulisannya. Sebagai acuan dalam penulisan ini, penulis
menggunakan beberapa kajian pustaka tersebut diantaranya adalah:
1. Skripsi yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab
„Aqidatul Awam Karya Sayid Ahmad Al-Marzuki, yang ditulis oleh
Syarifatun Nurul Maghfiroh (2016) Fakultas Tarbiyah Jurusan
Pendidikan Agama Islam (IAIN) Salatiga. Nilai-nilai pendidikan
Tauhid yang terkandung didalam skripsi tersebut meliputi: (a) Nilai
Ilahiyah: Iman yang di dalamnya terkandung beberapa keimanan:
keimanan dimana keimanan sendiri terdiri dari keimanan kepada
Allah, kepada Malaikat, kepada kitab-kitab, kepada Rasul, kepada hari
8
Akhir serta keimanan kepada qadha dan qadar. Islam, Ihsan, taqwa,
ikhlas, tawakal, syukur, sabar. (b) Nilai Insaniyah: Silaturahim, Al-
Ukhuwah, Al-Muasawah, Al-„Adalah, At- Tawadhhu‟ dan Amanah.
Sedangkan penelitian ini menjelaskan konsep dasar-dasar
keimanan umat islam yang disebut dengan pokok-pokok Akidah
Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman.
2. Skripsi yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akidah dalam Novel
Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy, yang ditulis oleh Elfa
Rafika (2016) Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidkan Agama Islam
(IAIN) Salatiga. Nilai-nilai pendidikan akidah yang terkandung dalam
skripsi tersebut meliputi keyakinan kepada Allah yang yang terdiri: (a)
Allah Maha Esa dalam Zat-Nya (b) Allah Maha Esa dalam sifat-sifat-
Nya (c) Allah Maha Esa dalam Perbuatan-perbuatan-Nya (d) Allah
Maha Esa dalam Wujud-Nya (d) Allah Maha Esa dalam menerima
ibadah (f) Allah Maha Esa dalam menerima hajat dan hasrat manusia,
keyakinan kepada Malaikat Allah, keyakinan kepada kitab-kitab
Allah, keyakinan kepada Rasulullah, keyakinan kepada Hari akhir,
dan keyakinan kepada qadha dan qadar. Keyakinan tersebut diperoleh
dengan haqul yaqin.
Sedangkan penelitian ini menjelaskan konsep dasar-dasar
keimanan umat islam yang disebut dengan pokok-pokok Akidah
Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman.
3. Skripsi yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Api
Tauhid Karya Habiburrahman El-Shirazy, yang ditulis oleh Akrom
Musabbihin (2016) Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama
Islam (IAIN) Salatiga. Nilai-nilai yang terkandung dalam skripsi
tersebut diantaranya adalah: (a) Nilai-nilai Pendidikan Aqidah/
keimanan (iman kepada Allah SWT, iman kepada Kitab Allah SWT,
iman kepada Rasul SWT, iman kepada Malaikat Allah SWT, iman
kepada qadha dan qadar Allah SWT (b) Nilai-nilai pendidikan
syari‟ah/ibadah (shalat, adzan, wudhu, berdoa, kewajiban menuntut
9
ilmu) (c) Nilai Pendidikan Akhlak (Akhlak kepada Allah yaitu:
bersyukur, tawakal, bertaubat), (Akhlak kepada diri sendiri yaitu:
shidiq/jujur, syaja‟ah/berani, menutup aurat, amanah, menjaga diri,
optimis, tawadhu‟, disiplin), (Akhlak kepada Orang Tua yaitu: birul
walidain, sopan santun), (Akhak kepada sesama yaitu: Peduli menjaga
persaudaraan, saling tolong menolong).
Sedangkan penelitian ini menjelaskan konsep dasar-dasar
keimanan umat islam yang disebut dengan pokok-pokok Akidah
Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman.
Dari sejumlah kajian pustaka yang dilakukan, penulis tidak
menemukan kajian mengenai Nilai-nilai Pendidikan Tauhid didalam
Kitab Jawahirul Kalamiyah yang lebih menekankan nilai-nilai
pendidikan tersebut. Sehingga penelitian yang penulis tulis berbeda
dengan penelitian terdahulu dan memiliki orisinilitas yang dapat
dipertanggungjawabkan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka, dan yang dijadikan objek kajian adalah hasil
karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library
research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun
yang menjadi sumber data primer adalah kitab Jawahirul Kalamiyah
karangan Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi.
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah, terjemah
kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Syekh Thahir bin Saleh Al-
Jazairi. Terjemah kitab Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto,
buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan al-Darary
10
karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah
dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid,
buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I,
Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi
Pendidikan, serta buku-buku lain yang bersangkutan dengan obyek
pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang
menjadi sumber data primer yaitu kitab Jawahirul Kalamiyah
karangan Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi.
Dan sumber data sekunder diantaranya adalah Terjemah kitab
Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto, terjemah kitab Jawahirul
Kalamiyah karangan Thahir bin Saleh Al-Jazairi, buku Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan al-Darary karangan
Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan
Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid, buku
kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I, Terjemah
Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta
buku-buku dan kitab relevan yang lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian
yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut :
a. Metode Deduktif
Yaitu hal-hal atau teori yang bersifat umum untuk menarik
kesimpulan yang bersifat khusus (Hadi, 1981: 42). Metode ini
digunakan penulis untuk menganalisa data tentang sifat-sifat
wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah SWT dan Rasul-Nya
11
b. Metode Induktif
Yaitu metode berfikir yang berangkat dari peristiwa khusus
ke konkret, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang
bersifat umum (Hadi, 1981: 41).
Metode ini penulis gunakan untuk mengkaji pendapat
Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi tentang nilai-nilai pendidikan
tauhid kaitannya dengan implikasi nilai-nilai pendidikan tauhid
dalam kehidupan sehai-hari.
G. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas judul serta menghindari kekeliruan, maka penulis
membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalan tersebut. Sehingga
dapat mengemukakan uraian kajian tersebut sesuai yang dikehendaki oleh
penulis, sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Tauhid
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-
perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai adalah tentang apa yang
baik, benar, bijaksana dan apa yang berguna.
Berarti, nilai akan selalu berkaitan dengan kebaikan, kebajikan
dan keluhuran, yang menjadi sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi
serta dikejar oleh manusia. Melalui nilai, seseorang akan merasakan
adanya sesuatu kepuasan dan ia menjadi manusia sebenarnya. Bahkan
dengan nilai seseorang secara penuh menyadari kebermaknaannya dan
menganggapnya sebagai pendorong dan pedoman, penuntun dan
prinsip untuk menentukan sesuatu dalam kehidupan manusia sehari-
hari.
12
Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan
awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata
perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan
manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan
perbuatan mendidik (Yunahar, 2007: 263).
Menurut Maslikhah (2009: 130) pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, bangsa dan negara.
Adapun pendidikan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai yang berupa
daya upaya atau memberikan pertolongan secara sadar kepada anak
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menuju kearah
kedewasaan.
Secara Bahasa (Etimologi), Kata tauhid berasal dari bahasa arab,
bentuk masdar dari kata kerja lampau yaitu wahhada – yuwahhidu –
tawhiidan yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan.
Secara istilah syar‟i (Epistimologi), Kata tauhid berarti
mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan
mengikhlaskan peribadahan kepada-Nya, meninggalkan penyembahan
kepada selain-Nya serta menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama
yang baik) dan shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan
mensucikan-Nya dari kekurangan. Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid
itu adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. Jadi pendidikan tauhid itu merupakan usaha sadar untuk
mengembangkan diri sesuai kebutuhan, yang diyakini benar oleh
setiap orang atau kelompok sehingga dapat menetapkan keyakinan
yang berkaitan dengan ketuhanan, kenabian dan hal yang ghaib
(Abduh, 1963: 33).
13
Berbeda dengan Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Latif, ia
menjelaskan bahwa tauhid adalah mengesakan Allah SWT, baik
dalam hal rububiyah, uluhiyah maupun kesempurnaan asma‟ dan
sifat-Nya (Lathif, 2008:31).
Dalam pembagiaanya, tauhid terbagi menjadi tiga macam yaitu
tauhid untuk rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma‟ wa shifat
(Lathif, 2008:31). Setiap macam dari ketiga macam tauhid memiliki
makna yang harus dijelaskan agar menjadi terang perbedaan antara
ketiganya.
Pertama, tauhid rububiyah. Yaitu kepercayaan yang pasti bahwa
Allah adalah Rabb yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan mengesakan
Allah dengan perbuatan-perbuatan-Nya, yaitu meyakini bahwa Allah
adalah dzat satu-satunya yang menciptakan segala sesuatu apa yang
ada di alam semesta ini (Lathif, 2008:9).
Kedua, tauhid uluhiyah. Yaitu mentauhidkan Allah SWT
melalui segala pekerjaan hamba, dengan cara itu mereka dapat
mendekatkan diri kepada Allah SWT, apabila hal itu syari‟atkan oleh-
Nya, seperti berdo‟a, khauf (takut), raja‟ (harap), mahabah (cinta),
dzabh (penyembelihan), bernadzar, isti‟anah (meminta perlindungan)
dan segala apa yang disyari‟atkan dan diperintahkan Allah SWT
dengan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Semua ibadah
ini dan lainya harus dilakukan hanya kepada Allah semata dan tulus
karena-Nya dan ibadah tersebut tidak boleh dipalingkan kepada selain
Allah (Jawas, 2008: 152).
Ketiga, tauhid asma‟ wa shifat. Yaitu menetapkan nama-nama
dan sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya melalui
lisan (sabda) Rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-
Nya serta menolak atau menafikan semua sifat yang dinafikan Allah
terhadap diri-Nya, baik melalui kitab suci-Nya, Al-Qur‟an atau
melalui sunnah Rasul-Nya (Ubaidah, 2008: 51).
14
Pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku manusia
berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui bimbingan,
pengajaran, dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada
Allah SWT semata.
Dengan demikian nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai
ketauhidan (ke-Esaan), aplikasi yang diimplementasikan yang dapat
diambil dari suatu kajian dan ditranformasikan sebagai bahan
pengajaran dan pendidikan.
2. Kitab Jawahirul Kalamiyah
Kitab Jawahirul Kalamiyah ini adalah karya Syekh Thahir bin
Saleh Al-Jazairi. Kitab ini berisi pelajaran ilmu tauhid dasar.
Pembahasan didalam kitab ini mudah, padat, dan logis. Kitab ini
disusun dengan metode Tanya-jawab, sehingga akan memudahkan
pemahaman dan langsung pada tujuan pembahasan.
Isi kitab ini pada dasarnya menjelaskan konsep dasar-dasar
keimanan umat islam yang beliau sebut dengan pokok-pokok Akidah
Islamiyah atau yang lebih popular dengan rukun iman.
Konsep yang dijabarkan Syekh Thahir secara umum sejalan
dengan pernyataan Asy‟ari tentang 50 pokok Akidah Islamiyah yang
beliau tulis dalam kitabnya Al-ibanah „an Ushul al-Diniyah, walaupun
terdapat sedikit perbedaan terutama ketika menjelaskan sifat-sifat
Allah (Sunarto, 2011: 2).
Kitab ini menjelaskan tentang masalah-masalah yang penting di
dalam ilmu kalam. Risalah ini adalah risalah yang cukup mudah untuk
dipahami. Pengarang menjadikan risalah ini dengan metode tanya
jawab sehingga mudah dalam mengibaratkan persoalan untuk pelajar
dengan tujuan memudahkan.
15
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan untuk memberikan kesan runtutnya pembahasan
yang penulis jabarkan dalam skripsi ini adalah penyusunan skripsi dari bab
ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak
dapat dipisah-pisahkan. Yang bertujuan agar tidak ada pemahaman yang
menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara lain:
BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penenlitian, Kajian Pustaka,
Metode Penelitian, Penegasan Istilah dan Sistematika Penulisan sebagai
gambaran awal untuk memahami skripsi ini.
BAB II BIOGRAFI NASKAH, meliputi biografi pengarang Kitab
Jawahirul Kalamiyah, Setting Sosial, dan Karya-karyanya.
BAB III DESKRIPSI ANATOMI MUATAN NASKAH, meliputi
Pengertian Pendidikan Tauhid, Isi pokok Kitab Jawahirul Kalamiyah,
BAB IV PEMBAHASAN, meliputi Analisis Nilai-nilai Pendidikan
Tauhid dalam kitab Jawahirul Kalamiyah, Implikasi Nilai-nilai Pendidikan
Tauhid dalam Kehidupan Sehari-hari.
BAB V PENUTUP, meliputi Simpulan, Saran.
16
BAB II
BIOGRAFI
A. Biografi Pengarang Kitab Jawahirul Kalamiyah
1. Biografi Syekh Thahir Bin Saleh Al-Jazairi
Nama lengkap pengarang adalah Syekh Thahir bin Muhammad bin
Saleh bin Ahmad bin Mauhub al-Sam‟any al-Jazairy al-Dimasyqiy.
Ayahnya, seorang faqih bermadzab Maliki dan seorang mufti di
Syam. Pada tahun 1263 H. Ayahnya pindah dari Al-jazair ke
Damaskus.
Syekh Thahir lahir di Syam pada tahun 1268 H. bertepatan
dengan tahun 1852 M. Beliau belajar di Madrasah al-Jaqmikiyah dan
tamat bersama ustad Abdurrohman al-Bustany. Kemudian ia
melanjutkan pendidikannya belajar kepada Syekh Abdul Ghanimy al-
Maidany (1222-1298). Beliau sangat suka mempelajari berbagai
disiplin ilmu, antara lain Fisika, Matematika di samping keseriusannya
dalam mempelajari ilmu yang berbahasa Arab dan ilmu-ilmu
keislaman.
Ketika usianya sampai 30 tahun, beliau telah menguasai bahasa
Arab, Persia, Turki dan Prancis. Beliau giat mencari dan mempelajari
manuskrip-manuskrip kuno, untuk itu ia membantu berdirinya
perpustakaan Dar al-Kutub al-Dzahiriyah di Damaskus dan
perpustakaan al-Khalidiyah di Yerussalem.
Syekh sa‟id al-Bany berkata, “Beliau (Syekh Thahir) menyeru
orang-orang yang murtad untuk kembali kepada Islam, sesuai dengan
ajaran Rasulullah SAW di atas manhaj salafussaleh. Ia membenci
sikap jumud (statis) serta taqlid dalam beragama, ia juga menolak
setiap sikap yang menghambat dan sikap berlebihan serta sikap
mengada-ada (bid‟ah) dalam beragama. Ia menganjurkan untuk
mengambil hal-hal yang bermanfaat dari peradaban kontenporer serta
menolak hal-hal yang mendatangkan kemadlaratan. Ia
17
menggabungkan antara argumen aqli dan naqli, ia mengambil inti dari
setiap ilmu dan menolak bersikap tekstual sehingga ia menjadi
seorang yang berilmu dalam bidang agama, peradaban, matematika,
fisika, politik, bahasa, sejarah, archeology, sosiologi, psikologi,
jurnalistik dan sya‟ir. Sehingga ia dikenal sebagai ensiklopedi, kunci
berbagai bidang ilmu serta kamus dunia”.
Pada tahun 1325 H ia pindah ke Mesir, kemudian ia kembali
lagi ke Damaskus pada tahun 1338 H. lalu ia diangkat sebagai anggota
al-majma‟ al-Ilmiy al-Araby serta ditunjuk sebagai kepala
perpustakaan Dar al-Kutub al-Dzahiry. Beliau wafat pada bulan
Rabi‟ul Awwal tahun 1338 H. bertepatan pada tahun 1920 M).
(http://abulaidi.blogspot.co.id/2013/01/bedah-buku-al-jawahir-al-
kalamiyah-fi.html).
2. Guru-guru Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi
Adapun guru-guru atau sanad muttashil kepada pengarang kitab
Jawahirul Kalamiyah Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi diantaranya
ialah:
حذخؽعػحه٠طحوغ٤أهضحزظخ١ػحذضعحـ٤ضػزضحغدحظخ٢ػحض
عحلخػزضحغػحمحز٤طخعػحل٤زخغحذخكعحـ٤ضذضػزضحذ٢حظخ٢ػذض
رجضهخخحجؼحثغعدهللاطؼخ٠
(http://abulaidi.blog.spot.co.id/2013/01/bedah-buku-al-jawahir al-
kalamiyah fi.html).
3. Murid-Murid Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi
Adapun muruid-murid Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi
diantaranya ialah:
1. Syekh Jamaluddin al-Qasimy
2. Syekh Abdul Razzaq al- Baithar
3. Syekh Salim al-Bukhariy
18
4. Syekh Muhammad Kurdiy Ali
5. Syekh Muhibudin al-Khathibiy
6. Syekh Muhammad Said al-Baniy
4. Karya-karya Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi
Adapun karya-karya kitab Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi
diantaranya adalah:
a. Al-jawahir al-Kalamiyah fi idhah al-„aqidah al-Islamiyah
b. Tanbih al-Adzakiya‟ fi qishash al-„Anbiya‟
c. Al-Tibyan li ba‟dhi mabahits al-muta‟allaqot bi al-qur‟an
d. Taujih al-nazhar ila „ilm al-atsar
e. Al-Tafsir al-Kabir (terdiri dari 4 jilid dan tersimpan di perpustakaan
al-Zhahiriyah) (http://abulaidi.blogspot.co.id/2013/01/bedah-buku al-
jawahir-al-kalamiyahfi.html).
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Jawahirul Kalamiyah
Sesuai dengan judulnya, buku ini dengan mudah dapat dipahami
bahwa isinya akan berbicara tentang konsep teologis. Dilatar belakangi
kerisauan semakin jauhnya ummat dari mengenal Tuhannya, penulis telah
berusaha me-reposisi pemahaman ummat tentang konsep ketuhanan sesuai
dengan pemahaman salafussaleh. Oleh karena itu buku ini disusun dalam
bentuk Tanya jawab dengan maksud untuk memudahkan ummat
memahaminya.
Konsep teologi yang dipaparkan oleh Syekh Thahir sejalan dengan
konsep teologi yang dikembangkan oleh Asy‟ari. Bahkan kalau kita
perhatikan secara keseluruhan, maka mayoritas akan kita temukan kesamaan
dengan risalah Asy‟ari tentang akidah Ahlul Hadits. Sebagaimana yang
dikutip oleh Ja‟far Subhani dalam kitabnya Buhuts fi al-Mihal wa al-Nihal
yang diterjemahkan oleh Hasan Musawa menjadi Al-Mihal wan-Nihal:
Studi Tematis Mazhab Kalam, bahwa tatkala Imam Asy‟ari bangkit
menentang kaum Mu‟tazilah, ia bergabung dengan kelompok ahlul hadits,
19
dan ia menyatakan dalam kitabnya Al-Ibanah‟an Ushulu al-Diniyah ada 50
ajaran pokok akidah Ahlul Sunnah wal-Jamaah.
Di antara ajaran-ajaran yang dibahas dalam buku ini adalah:
1. Sifat-sifat Allah
Syekh Thahir menjelaskan bahwa Allah SWT memiliki sifat-
sifat yang sempurna dan Maha Suci dari sifat-sifat kekurangan. Dalam
hal ini ditemukan perbedaan dengan Asy‟ari yang tidak menyebutkan
jumlah sifat dan hanya mnyebutkan secara simbolik, Syekh Thahir
menyebutkan jumlah sifat yang harus diyakini itu sebanyak 20 sifat.
Dalam hal ini agaknya Syekh Thahir mengikuti ajaran yang
dikembangkan oleh Syekh Sanusi tentang sifat-sifat Allah. Dalam
kitabnya Matan Ummul Barahin yang wajib dikenal juga dengan al-
akidah al-Sughra beliau menjelaskan bahwa Allah mmiliki 20 sifat
yang wajib, 20 sifat yang mustahil, dan 1 sifat yang Jaiz. Namun
Syekh Thahir sendiri tidak mengklasifikasikan sifat-sifat Allah
tersebut sebagaimana yang diklasifikasikan oleh Syekh Sanusi yakni :
a) Sifat Nafsiah (Wujud)
b) Sifat Salbiyah (Qidam, Baqa‟, Mukhalifatuhu lil hawadits,
Qiyamuhu bi nafsihi, Wahdaniyyah)
c) Sifat Ma‟any (Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami‟ Bashar,
Kalam)
d) Sifat Ma‟nawiyah (Kaunuhu; Qadiran, Muridan, „Aliman,
Hayyan, Sami‟an, Bashiran, Mutakalliman)
2. Tajassum
Sesuai dengan informasi Al-Qur‟an bahwa Allah mempunyai
tangan, mata misalnya, maka kalimat tersebut dimaknai apa adanya
dan tidak perlu ditakwilkan, namun perlu diyakini bahwa tangan dan
mata Allah tidak sama dengan tangan dan mata makhluk. Hal ini
sejalan dengan pendapat Asy‟ari yang menyatakan bahwa Allah
memiliki wajah, tangan dan mata tapi mesti dipahami bila kaifa.
3. Perbuatan
20
Segala perbuatan manusia pada hakikatnya sudah ditentukan
sejak azali, namun dalam tataran pelaksanaannya sebenarnya terjadi
seiring dengan iradah juziyah yang dianugerahkan Allah. Konsep ini
sebenarnya hampir sama dengan teori kasbnya Asy‟ari. Intinya adalah
bahwa perbuatannya manusia adalah hasil ciptaan Allah, sebab
manusia tidak mampu menciptakan perbuatanya sendiri.
4. Pelaku Dosa Besar
Tentang orang mukmin yang melakukan dosa besar, Syekh
Thahir sejalan dengan Asy‟ari yang mengatakan bahwa mereka tidak
disebut kafir yang kekal dalam neraka, mereka tetap muslim yang
berhak masuk surga, namun jika Allah tidak mengampuni dosanya di
awal, maka ia masuk surga setelah disiksa dalam neraka sekedar dosa
yang dilakukannya.
5. Ajaran-ajaran lainnya
Mengenai ajaran lainnya yang dijabarkan dalam kitab ini, pada
dasarnya sejalan dengan pernyataan Imam Asy‟ari dalam 50 ajaran
pokok Ahlus Sunnah wal Jamaah, antara lain:
a) Adanya sihir yang dikuasai manusia, namun sihir pada
hakikatnya bukanlah sesuatu yang luar biasa, sebab sihir dapat
dipelajari, berbeda dengan mu‟jizat dan karomah.
b) Manusia akan melihat Allah di akhirat secara kasat mata, namun
caranya masih dalam konsep bila kaifa.
c) Nikmat atau azab kubur, surga dan neraka adalah benar-benar
ada.
d) Isra‟ dan Mi‟raj benar-benar dialami Rasulullah.
e) Bahwa kiamat akan terjadi setelah munculnya tanda-tanda yang
pernah disebutkan dalam Al-Qur‟an maupun Hadits, seperti
munculnya Dajjal dan keluarnya Ya‟juj dan Ma‟juj serta
turunnya kembali Nabi Isa a.s
21
(http://abulaidi.blogspot.co.id/2013/01/bedah-bukual-jawahir-al-
kalamiyahfi.html).
C. Sistematika Penulisan kitab Jawahirul Kalamiyah
Buku yang berjudul Al-Jawahir al-Kalamiyah fi idhah al-„aqidah al-
Islamiyah ini ditulis oleh Syekh Thahir al-Jazairy dalam bentuk Tanya
jawab dengan maksud untuk memudahkan bagi pembaca untuk
memahaminya. Secara keseluruhan buku ini berisi 102 pertanyaan dan
jawaban yang di bagi atas tujuh pokok pembahasan utama yaitu pengantar
(3 soal jawab), pembahasan pertama (26 soal jawab), pembahasan kedua (3
soal jawab), pembahasan ketiga (8 soal jawab), pembahasan keempat (19
soal jawab), pembahasan kelima (19 soal jawab), pembahasan keenam (6
soal jawab), dan penutup (17 soal jawab),
Adapun isi buku ini secara ringkas adalah sebagai berikut:
1. Muqoddimah
Setelah memuji kepada Allah dan bershalawat kepada
Rasulullah, penulis menyatakan pentingnya buku ini dibaca, sebab
berisi hal-hal yang pokok dalam ilmu kalam yang disajikan dalam
bentuk Tanya jawab serta contoh yang mudah dipahami.
2. Pengantar
Dalam pengantar akidah islamiyah ini, disebutkan tentang 3 hal
yakni;
a. Makna akidah islamiyah
Akidah Islamiyah ialah perkara-perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh orang Islam.
b. Makna Islam
Islam adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan
hati bahwa segala sesuatu yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW itu haq dan benar.
c. Rukun Akidah Islamiyah
22
Rukun akidah islamiyah ada enam perkara:
1) Beriman kepada Allah Ta‟ala
2) Beriman kepada Malaikat Allah
3) Beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah
4) Beriman kepada Rasul-Rasul Allah
5) Beriman kepada hari Kiamat
6) Beriman kepada Qadha dan Qadar Allah
d. Penutup
23
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEKH THAHIR BIN SALEH AL-JAZAIRI
DALAM KITAB JAWAHIRUL KALAMIYAH
A. Pengertian Pendidikan Tauhid
1. Pengertian Pendidikan Tauhid
Menurut Muhibin Syah, “kata pendidikan berasal dari kata dasar
didik atau mendidik, yang secara harfiah berarti memelihara dan
memberi latihan” (Syah, 2003:32). Di dalam kamus al-Munawwir,
“kata pendidikan juga berasal dari kata rabba-yurabbi-tarbiyatan,
berarti mendidik, mengasuh, dan memelihara”(Munawwir, 1989:504).
Dalam bahasa Arab, pendidikan juga sering diartikan dari kata
„Allama‟ dan „Addaba‟. Kata allama berarti mengajar (menyampaikan
pengetahuan), memberitahu, mendidik. Sedangkan kata addaba lebih
menekankan pada melatih, memperbaiki, menyempurnakan akhlak
(Sopan santun) dan berbudi baik (Munawwir, 1989:461&1526).
Dengan demikian, ada tiga istilah pendidikan dalam konteks
Islam yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu tarbiyah,
ta‟lim, dan ta‟dib.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kata tarbiyah dipandang
paling tepat untuk mewakili kata pendidikan, karena kata tarbiyah
mengandung arti tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,
mengatur, dan menjaga eksistensinya, kesemuanya ini telah mewakili
makna „pendidikan‟ secara keseluruhan.
Pendidikan merupakan lembaga utama yang memainkan
peranan penting dalam membangun dan menumbuh kembangkan
peradaban. Maju mundurnya suatu peradaban ditentukan oleh
pendidikan. Bahkan, peradaban dan kebudayaan umat manusia tidak
akan pernah muncul tanpa ada lembaga yang mengarahkan manusia
ke arah tersebut. Karena manusia terlahir ke dunia tidak memiliki
daya dan ilmu yang dapat membuatnya berkembang lebih maju, maka
24
pendidikanlah yang membangun daya dan pengetahuan tersebut dalam
jiwa manusia. Al-Qur‟an menegaskan:
أ ٱلل سغ ج ظ أ رط ل ـؤ ك٤طؼ ٱ جؼ كجلححلروغغ ؼ ضس
لط غ ٨٧
Artinya:“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur”. (Qs. Al-Nahl: 78) (Departemen Agama RI, 2005:
375).
Dalam keadaan ketidaktahuan manusia tersebut, Allah
membekalinya dengan indra, baik indra dhahir maupun indra batin.
Melalui indra tersebut manusia dapat mengetahui sesuatu (Kadar,
2013:1).
Dalam ensiklopedia pendidikan, pendidikan dalam arti yang
universal adalah “perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya
agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun
rohaniyah” (Poerbakawatja, 1981: 257).
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pada hakikatnya
pendidikan adalah ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) atau
potensi manusia agar berkembang sampai titik maksimal sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
Kata tauhid adalah bentuk kata mashdar dari asal kata kerja
lampau yaitu wahhada-yuwahhidu-tawhiidan yang memiliki arti
mengesakan atau menunggalkan (Munawwir, 1984: 1646).
Adapun definisi tauhid secara istilah sebagaimana yang
dinyatakan oleh Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud tauhid
25
adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat-sifat yang
wajib ada pada-Nya dan sifat yang tidak harus ada pada-Nya
(mustahil), beliau juga membahas tentang para Rasul untuk
menegaskan tugas risalah-Nya, sifat-sifat yang wajib ada padanya
yang boleh ada padanya (jaiz) dan tidak boleh ada padanya (mustahil)
(Abduh, 1963: 33).
Menurut perspektif al-Qur‟an, tauhid merupakan akar utama
yang harus memberikan energi kepada pokok, dahan, dan daun
kehidupan. Atau ia merupakan hulu yang harus menentukan gerak
dan kualitas air, sebuah sungai kehidupan mestilah berangkat dari
tauhid, kegiatan dan penyelenggaraan pendidikan (Kadar, 2013:2).
Kemudian menurut ahli sufi tauhid adalah menyendirikan sifat
qidam (dahulu) daripada sifat qudus (baru), keluar dari tanah air,
menjauh dari orang yang dicintai, dan meninggalkan yang
diketahuinya atau pun tidak. Ia berkeyakinan bahwa yang ada adalah
Allah di semua tempat” (Umar, 2013:447).
Manshur Al-Maghribi mengatakan, “Tauhid adalah melepaskan
segala segala dalam sebagian besar kondisinya dan kembali kepada
perantara dalam masalah-masalah hukum. Sesungguhnya kebaikan
tidak mengubah celaka atau bahagia dalam takdirnya” (Umar, 2013:
446).
Sedangkan menururt Al-Junaid sendiri, “Ilmu tauhid itu
menerangkan tentang adanya Allah. Adanya Allah tidak dapat
diketahui dengan ilmunya. Ilmu tauhid itu dilipat bentangannya sejak
dua puluh tahun, sedangkan orang-orang yang membicarakannya itu
hanya sampai pada tepinya saja” (Umar, 2013: 447).
Berbeda dengan Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif,
ia menjelaskan bahwa tauhid adalah mengesakan Allah SWT, baik
dalam hal rububiyyah, uluhiyyah maupun kesempurnaan asma‟ dan
sifat-Nya (Aziz, 1998: 9).
26
Dari beberapa devinisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
tauhid ialah Keyakinan tentang satu atau Esanya Zat Allah. Tidak
hanya percaya bahwa Allah ada, yang menciptakan seluruh alam
semesta beserta pengaturannya, tetapi haruslah percaya kepada Allah
dengan segala ketentuan tentang Allah meliputi sifat, asma‟ dan af‟al-
Nya.
Setelah terlebih dahulu dijabarkan tentang tauhid beserta
lingkupannya maka akan diungkapkan pula pengertian tentang
pendidikan tauhid.
Menurut Hamdani (2001:10) pendidikan tauhid yang dimaksud
disini adalah:
Suatu upaya yang keras dan bersungguh-sungguh dalam
mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal
pikiran, jiwa, hati dan ruh kepada pengenalan (ma‟rifat)
dan cinta (mahabbah) kepada Allah SWT serta
melenyapkan segala sifat, af‟al, asma‟, dan dzat yang
negatif dengan yang positif (fana‟ fillah) serta
mengekalkannya dalam suatu kondisi dan ruang (baqa‟
billah).
Dengan demikian pendidikan tauhid mempunyai makna yang
dapat kita pahami sebagai upaya untuk menampakkan atau
mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, yang
dalam bahasa islamnya potensi ini disebut fitrah. Salah satu fitrah
manusia adalah fitrah beragama, maka dari itu pendidikan tauhid lebih
diarahkan pada pengembangan fitrah keberagamaan seseorang sebagai
manusia tauhid.
Dengan demikian, secara sederhana pendidikan tauhid memiliki
arti suatu proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan
kompetensi seorang muslim dalam mengenal keesaan Allah SWT.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid
27
a) Dasar Pendidikan Tauhid
Dasar pendidikan tauhid adalah serupa dengan pendidikan
Islam, karena pendidikan tauhid merupakan salah satu dari
pendidikan Islam sehingga dasar dari pendidikan ini tidak lain
adalah pandangan hidup yang Islami yang pada hakikatnya
merupakan nilai-nilai yang bersifat transedental dan universal
yaitu Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Adapun uraian dasar pendidikan
tauhid adalah sebagai berikut:
1) Al-Qur‟an
Para ulama dalam menetapkan al-Qur‟an sebagai
dasar pemikiran dalam membina sistem pendidikan Islam,
memberikan tekanan-tekanan tersendiri untuk
memperkokoh landasannya. Moh. Fadil misalnya,
menandaskan bahwa pada hakikatnya al-Qur‟an
merupakan perbendaharan yang besar untuk kebudayaan
manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya
adalah kitab pendidikan masyarakat, moral dan spiritual
(Mufron, 2013: 14-15).
Sebagaimana firman Allah SWT,
د٢ ال ؿ ع هزي خ خأعؿ أ ۥا٤ أخكٱػزض ال ٥ا
Artinya:“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun
sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku" (Qs. Al-Anbiyaa‟: 25) (Al-
Qur‟an & Terjemahnya, 1990: 654).
Ayat di atas menjelaskan bahwa semua rasul itu
diutus oleh Allah untuk menegakkan kalimat tauhid.
28
Tugas mereka yang paling pokok dan utama adalah
menyeru manusia untuk bertauhid kepada Allah, dengan
menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
disembah selain Allah. Seruan para rasul itu tentu dengan
melalui proses pendidikan, yaitu dengan memberikan
pengajaran tentang ketauhidan.
Pemberian pengajaran tauhid pada diri manusia,
pada hakikatnya adalah menumbuhkan dan
mengembangkan pengetahuan manusia dalam memahami
tauhid tersebut. sebab setiap manusia sudah dibekali fitrah
tauhid oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah:
جكؤه د٤ل ٣ ض ٱخؽػكطخ ي ٱظ٢كطغ شزلطخ٤غصٱلل ض٣ نٱلل
ٱطح ٣ يٱض و٤ أ ٱخؽل٣ؼؼغ
Artinya:“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Qs.
Ar-Ruum: 30) (Al-Qur‟an dan Terjemahnya,
1990: 645).
Ayat diatas menegaskan bahwa manusia diciptakan
oleh Allah dengan dibekali fitrah tauhid, yaitu fitrah untuk
selalu mengakui dan meyakini bahwa Allah itu Maha Esa,
yang menciptakan alam semesta beserta pengaturannya
dan wajib untuk disembah. Oleh karena itu, untuk
menjadikan fitrah ini tetap eksis dan kuat, maka
diperlukan suatu upaya untuk selalu menumbuh
kembangkan dalam kehidupan pemiliknya dengan melalui
29
pendidikan tauhid, agar manusia selalu ingat dan dekat
kepada Tuhannya.
2) Al-Hadits
Dasar pendidikan Islam yang kedua adalah Sunnah
(hadits), yaitu perkataan, perbuatan atau pengakuan
Rasulullah. Sunnah menjadi sumber utama dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk juga dalam pendidikan.
Hal ini didasarkan pada Firman Allah SWT:
وض خ ٱلل سك٢عؿ أؿ ـ شد خ ٣غج ح٥ٱلل ٤ ح غ ط سغ
ؼ٤غٱلل ح
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”( Q.s al-ahzab:21) (Departemen
Agama RI, 2005: 595).
Pengertian hadis secara luas ialah sesuatu yang
disandarkan baik kepada Nabi Muhammad SAW atau
sahabat atau tabi‟in, baik berupa perkataan, perbuatan,
pernyataan (taqrir) maupun sifat dan keadaannya
(Aminuddin, 2014: 55).
Kemudian dalam hadits disebutkan bahwa
Rasulullah bersabda:
أ ـ ر خيأ دضػ٢ػ عؿ هللا هخ ؿ هللاػ٤ ه ضك٤ طغ
ظخدهللا خ ر ظ ـ ط خا ح حأرض ط غ٣ وعحأ ؿشعؿ حخ
.(خي
Artinya: “kutinggalkan kepadamu dua perkara yang mana
kamu tidak akan tersesat berpegang kepada
30
keduanya yaitu kitab Allah (al-Qur‟an) dan
Sunnah Rasul”(H.R. Imam Malik) (Fuad: 899).
Dalam kaitannya dengan pendidikan, Rasulullah
sendiri menjadi guru dan pendidik utama. Fenomena ini
dapat dilihat dari praktek-praktek edukatif Rasulullah itu
sendiri. Pertama, beliau menggunakan rumah al-Arqam
Ibnu Abi al-Arqam untuk mendidik dan mengajar. Kedua,
beliau memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar
baca dan tulis, dan Ketiga, beliau mengirim para sahabat
ke daerah-daerah yang baru masuk Islam (Mufron, 2013:
16-17).
Adanya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW dan dilanjutkan oleh
pengikutya, merupakan realisasi sunnah Nabi Muhammad
sendiri.
3) Ijtihad
Ijtihad adalah mengerahkan segala potensi dan
kemampuan semaksimal mungkin untuk menetapkan
hukum-hukum syari‟ah. Ijtihad merupakan istilah para
fuqaha, yakni berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu
yang dimiliki oleh ilmuwan syari‟at Islam untuk
menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syariat
Islam. Ijtihad dalam hal ini meliputi seluruh aspek
kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap
berpedoman pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Ijtihad dalam
pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur‟an dan
Sunnah yang di olah oleh akal yang sehat oleh para ahli
pendidikan Islam.
Ijtihad tersebut haruslah berkaitan dengan
kepentingan-kepentingan pendidikan, kebutuhan dan
31
tuntunan-tuntunan hidup disuatu tempat pada kondisi dan
situasi tertentu. Perubahan dan dinamika zaman yang
ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi
dan informasi menuntut adanya ijtihad dalam bentuk
penelitian dan pengkajian kembali prinsip dan praktek-
praktek pendidikan Islam yang ada.
Dengan adanya dasar pijak ijtihad ini, pendidikan
Islam diharapkan akan terus berkembang sejalan dengan
perkembangan zaman dan tuntutan-tuntutan sosial budaya
sekitar dengan tetap berpegang pada Nas (Mufron,
2013:18).
b) Tujuan Pendidikan Tauhid
Suatu usaha atau kegiatan dapat terarah dan mencapai
sasaran sesuai dengan yang diharapkan maka harus ada
tujuannya, demikian pula dengan pendidikan. Suatu usaha
apabila tidak mempunyai tujuan tentu usaha tersebut dapat
dikatakan sia-sia. Tujuan, menurut Zakiah Daradjat ialah suatu
yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan itu
selesai(Daradjat, 1996:29).
Menurut Abdurrahman Shaleh Abdullah dalam buku
Educational Theory a Qur‟anic Outlook, sebagaimana yang
dikutip oleh Ahmad Zayadi (2006:56) menyatakan bahwa tujuan
pendidikan dapat diklasifikan menjadi empat dimensi,
sebagaimana berikut:
1) Tujuan Pendidikan Jasmani (al-ahdaf al-jismiyyah)
Tujuan pendidikan jasmani disini dengan
mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas
khalifah di bumi melalui keterampilan-keterampilan fisik.
Ia berpijak pada pendapat dari Imam Nawawi yang
mentafsirkan “al-qawy” sebagai kekuatan iman yang
ditopang kekuatan fisik.
32
2) Tujuan Pendidikan ruhani (al-ahdaf al-ruhaniyyah)
Meningkatkan jiwa dan kesetiaan yang hanya
kepada Allah SWT. semata dan melaksanakan moralitas
islami yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan cita-cita ideal. Indikasi pendidikan ruhani
adalah tidak bermuka dua, yaitu berupaya memumikan dan
menyucikan diri manusia secara indivisual dari sikap
negatif hal inilah yang disebut dengan tazkiyah
(purification) dan hikmah (wisdom).
3) Tujuan intelektual (ahdaf al-aqliyah).
Bahwa proses pendidikan ditujukan dalam rangka
mengarahkan potensial intelektual manusia untuk
menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan
menelaah ayat-ayat-Nya (baik qauliyah dan kauniyah)
yang membawa kepada perasaan keimanan kepada Allah.
Tahapan pendidikan intelektual ini adalah: (a) pencapaian
kebenaran ilmiyah (ilmual-yaqien); (b) pencapaian
kebenaran empiris („ainal-yaqien; dan (c) pencapaian
kebenaran metaempiris, atau mungkin lebih tepatnya
kebenaran filosofi (haqqal-yaqien).
4) Tujuan sosial (ahdaf al-ijtimayah).
Bahwa proses pendidikan ditujukan dalam kerangka
pembentukan kepribadian yang utuh. Pribadi disini
tercermin sebagai an-nas yang hidup pada masyarakat
yang plura (Gunawan, 2014: 10).
Secara khusus tujuan pendidikan tauhid menurut Chabib
Thoha adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah
Yang Maha Esa dan untuk menginternalisasikan nilai kebutuhan
sehingga dapat menjiwai lahirnya nilai etika insani (Thoha,
1996:72).
33
Dalam hal ini Islam menghendaki agar manusia di didik
supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana
yang digariskan oleh Tuhan. Tujuan hidup manusia dalam Islam
ialah beribadah. Pendidikan tauhid sebaimana salah satu aspek
pendidikan Islam mempunyai andil yang sangat penting dalam
mencapai tujuan pendidikan islam. Menurut Zainuddin, tujuan
dari hasil pendidikan tauhid dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Agar manusia memperoleh kepuasan batin, keselamatan
dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana
yang dicita-citakan. Dengan tertatanya tauhid dalam jiwa
manusia maka manusia akan mampu mengikuti petunjuk
Allah yang tidak mungkin salah sehingga tujuan mencari
kebahagiaan bisa tercapai.
2) Agar manusia terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah yang
menyesatkan (musyrik), yang sebenarnya hanya hasil
pikiran atau kebudayaan semata.
3) Agar terhindar dari pengaruh faham yang dasarnya hanya
teori kebenaran (materi) semata. Misalnya kapitalisme,
kemunisme, materialisme, kolonisme dan lain sebagainya.
Tujuan dari pendidikan tauhid adalah tertanamnya aqidah
tauhid dalam jiwa manusia secara kuat, sehingga nantinya dapat
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan
ajaran Islam. Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan tauhid
pada hakikatnya adalah untuk membentuk manusia tauhid.
Manusia tauhid diartikan sebagai manusia yang memiliki jiwa
tauhid yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
melalui perilaku yang sesuai dengan realitas kemanusiaan dan
manusia yang dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiyah
(Zainuddin, 1992: 9).
34
Dengan demikian, dapat disimpulkan Tujuan dari
Pendidikan Tauhid adalah tertanamnya aqidah tauhid dalam jiwa
manusia secara kuat, sehingga nantinya dapat diaktualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
3. Metode Pendidikan Tauhid
Dalam bahasa Arab kata metode digunakan dalam berbagai kata.
Terkadang digunakan kata al-tariqah, manhaj, dan al-wasilah.
Tariqah berarti jalan, manhaj berarti sistem, wasilah berarti perantara
atau mediator. Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang
artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara.
Secara terminology pengertian metodologi adalah pendapat
Hasan Langgulung, yang menyatakan bahwa metodologi pengajaran
ialah ilmu yang mempelajari segala hal yang akan membawa proses
pengajaran lebih efektif. Dengan kata lain metodologi ini menjawab
pertanyaan how, what, dan who yaitu pertanyaan bagainmana
mempelajari sesuatu (metode)?, apa yang harus dipelajari (ilmu)?,serta
siapa yang mempelajari (peserta didik) dan siapa yang mengajar
(guru)?(Mufron, 2013:85).
Dalam pembelajaran tauhid, seseorang pendidik harus mampu
menerapkan berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik seseorang yang ia didik agar seseorang tersebut mampu
memahami tauhid dan pembahasannya secara baik dan benar.
Beberapa metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
tauhid antara lain:
a) Metode Ceramah
Metode Ceramah yaitu penerapan dan penuturan secara
lisan oleh guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat
bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan
kepada siswa. Metode ini merupakan metode yang sering
digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang
35
mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering
disandingkan dengan kata khutbah. Dalam al-Qur‟an sendiri
kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang
berpendapat metode ceramah ini dekat dengan kata tabligh,
yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti
tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu
ajaran (Mufron, 2013: 92).
b) Metode Tanya jawab dan Diskusi
Metode Tanya jawab adalah metode belajar yang
memungkinkan terjadinya langsung yang bersifat (two way
traffic) sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan
murid. Guru bertanya dan murid menjawab atau sebaliknya
(Sudjana, 2000:78)
Metode ini dapat diklasifikasikan sebagai metode
tradisional atau konvensional. Dalam metode tanya jawab, guru
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa menjawabnya,
atau sebaliknya siswa bertanya guru menjelaskan. Dalam proses
tanya jawab, terjadilah interaksi dua arah. Guru yang demokratis
tidak akan menjawabnya sendiri, tetapi akan melemparkan
pertanyaan dari siswa kepada siswa atau kelompok lainnya
tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat menjawab pertanyaan
itu. Dengan metode tanya jawab tidak hanya terjadi interaksi
dua arah tetapi juga banyak arah.
c) Metode Menghafal
Kata menghafal juga berasal dari kata -٣ذلع–دلع دلظخ
yang berarti menjaga, memelihara dan melindungi. Dalam
kamus Bahasa Indonesia kata menghafal berasal dari kata hafal
yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau
dapat mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau
catatan lain. Kemudian mendapat awalan me- menjadi
menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan ke dalam
36
pikiran agar selalu ingat. Kata menghafal dapat disebut juga
sebagai memori. Dimana apabila mempelajarinya maka
membawa seseorang pada psikologi kognitif, terutama bagi
manusia sebagai pengolah informasi. Secara singkat memori
melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan dan
pemanggilan (Al-Khazin, 2009: 45).
Tujuan metode ini adalah agar peserta didik mampu
mengingat pelajaran yang diketahui serta melatih daya kognisi,
ingatan, dan imajinasi.
Dilihat dari beberapa metode pengajaran yang dapat
diterapkan dalam pendidikan tauhid khususnya dalam kitab
Jawahirul Kalamiyah, metode Tanya jawab dan Diskusi
merupakan metode yang sesuai dengan materi dan tujuan yang
akan dicapai. Karena dengan adanya metode tersebut maka,
timbulah interaksi antara guru dan murid.
B. Isi Pokok Kitab Jawahirul Kalamiyah
Kitab Jawahirul Kalamiyah ini berisi pelajaran ilmu tauhid dasar. Isi
kitab ini pada dasarnya menjelaskan konsep dasar-dasar keimanan umat
islam yang disebut dengan pokok-pokok Akidah Islamiyah atau yang lebih
popular dengan rukun iman yang terdiri dari enam pembahasan.
Konsep yang dijabarkan Syekh Thahir secara umum sejalan dengan
pernyataan Asy‟ari tentang 50 pokok Akidah Islamiyah yang beliau tulis
dalam kitabnya Al-ibanah „an Ushul al-Diniyah, walaupun terdapat sedikit
perbedaan terutama ketika menjelaskan sifat-sifat Allah. 50 akidah itu terdiri
dari, 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi
Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul dan 1 sifat
jaiz bagi Rasul.
1. Makna Akidah Islamiyah
37
Aqidah adalah hal-hal yang harus diyakini oleh para
penganutnya, yakni mereka yang telah meyakini kebenarannya.
Sedangkan Islam adalah pengakun dengan lisan dan membenarkan
dengan hati bahwa segala yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad
SAW itu hak dan benar. Rukun aqidah Islam mencakup enam pokok
pembahasan. Pertama: Iman kepada Allah SWT. Kedua: Iman kepada
para Malaikat-Nya. Ketiga: Iman kepada kitab-kitab-Nya. Keempat:
Iman kepada Rasul-rasul-Nya. Kelima: Iman kepada hari akhir.
Keenam: Iman kepada Qadha dan Qadar (Sunarto, 2011: 10).
2. Rukun Akidah Islamiyah
Rukun akidah Islam meliputi enam pembahasan, diantaranya:
a. Pembahasan Pertama Iman Kepada Allah SWT
ؿزؽ رخلل خ ٣ ٤قحل خل : طؼخ٠اج ؟ ذخ
ح طؼخ٠ ؿزذخ هللا ؼظوضح ؽ: ظوق ٤غ لخصه رج ؼ , خ ح ٤غ ػ ج
لخص وحجؼحثغ١,م حو . ) حووخ
Soal :Bagaimana penjelasan iman kepada Allah SWT
secara global?
Jawab :Yaitu kita iman kepada Allah SWT secara global
mencakup tiga hal yaitu: membenarkan dengan yakin
akan adanya Allah SWT, membenarkan dengan
yakin akan keesaan Allah (baik dalam perbuatan
menjadikan makhluk seluruhnya maupun dalam
menerima ibadah dari segenap makhluk), yakin akan
adanya bahwa Allah bersifat dengan segala sifat
kesempurnaan suci dari kekurangan dan suci pula
dari menyerupai segala yang baru (alam) (Achmad
Sunarto, 2011: 12).
38
Menurut Syekh Thahir yang dimaksud iman kepada Allah
ialah “membenarkan adanya Allah SWT dengan cara meyakini
dan mengetahui bahwa Allah wajib ada-Nya karena zatnya
sendiri (Wajib Al-Wujub li Dzathi), sempurna dari segala sifat
kekurangan.
؟ؽ طؼخ٠طلو٤ل ؿزذخ رخلل خ ٣ ٤قحل :
: ؽ ٣ؼظوض ح ح طؼخ٠ ؿزشخ هللا ف ه ص، ج ، رخ حوض زوخء، ح
شخلش ح حصع، ذ حو٤خ ، ـ دضح٤ش، رل ح حذ٤خس، ، حؼ وضعس، ح
حلعحصس، غ، ـ ح ، حزوغ، ل ح ح ، ، د٢ غ٣ض، هخصع، ػ٤ ٤غ، ؿ
وحجؼحثغ١,م رو٤غ، ظ (.
Soal :Bagaimana penjelasan iman kepada Allah SWT
secara rinci?
Jawab :Sedangkan iman kepada Allah SWT secara rinci
yaitu kita meyakini bahwa sesungguhnya Allah
SWT mempunyai sifat: Wujud, Terdahulu, Kekal,
Berbeda dengan Makhluk, Kuasa, Berkehendak,
Mendengar, Melihat, dan Berfirman. Dia Maha
Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha
berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat,
Maha Berfirman (Ahcmad Sunarto, 2011: 13).
Dalam hal ini Syekh Thahir menjelaskan cara beriman
kepada Allah secara rinci yaitu wajib bagi orang mukallaf
mengenal sifat-sifat wajib bagi Allah yang jumlahnya yakni 20.
صللطؼخ٠؟ ج ٤قح٧ػظوخصرخ ؽ:
ؼظوض ح ؽ: ح ك٢ء, حؿطش ٤ؾر ط رظح ص ج ح ص, ج طؼخ٠ هللا ح
حجذل ص ج وحجؼحثغ١,م ذوػض ٣ ح ٣.)
39
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu ada?
Jawab :Yaitu kita harus meyakini bahwa Allah itu ada.
Keberadaan Allah hanya dengan Dzatnya sendiri,
tidak dengan perantara apapun. Keberadaan Allah
adalah merupakan suatu hal yang wajib yang tidak
mungkin Allah itu tidak ada (Achmad Sunarto, 2011:
14)
Sifat wujûd itu harus ada pada zat Allah SWT, yaitu zat
Allah SWT yang tidak menerima ketidak beradaan-Nya.
Artinya, harus ada sifat tersebut bagi Allah SWT, baik itu
dahulu, sekarang maupun yang akan datang (selamanya).
Metode untuk membuktikan atas tetapnya sifat wujud
bagi Allah SWT ialah anda mengatakan: Alam, mulai dari arsy
hingga bagian bumi yang paling bawah adalah perkara yang
baru keberadaannya. Artinya, perkara yang ada (tercipta) setelah
tidak ada. Dan setiap perkara yang baru pasti ada pencipta yang
tetap wujudnya. Maka, alam jelas ada yang menciptakan.
Keberadaan sang pencipta diperoleh dari dalil sifat keesaan dan
dari ketetapan sifat wujud bagi Allah SWT. Dengan demikian,
menjadai mustahil bila Allah SWT mempunyai sifat yang
berlawanan dengan sifat wujud-Nya.
٤ق ؽ: وض ػظوخصرخ حل طؼخ٠؟ ؿزذخ لل
ح ؽ: ؼظوضح ، هللا ٣ؼ٠ هض٣ ص ح ج هز ك٤ت ح خ ٣ ؼض ك٠
هض هخص حل ح ص ج ٤ؾ (.وحجؼحثغ١,مح
Soal :Bagaimana cara meyakini jika Allah SWT itu
terdahulu?
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah itu yang paling
awal adanya (qidam). Ia sudah ada sebelumnya
adanya sesuatu, dan terasa mustahil Allah tidak ada
40
sesaatpun sepanjang waktu. Sungguh keberadaan
Allah SWT. tidak ada permulaannya (Achmad
Sunarto, 2011: 15)
Sifat qidam wajib ada dalam zat Allah SWT. Artinya,
bahwa Allah SWT tidak ada permulaan bagi-Nya dan wujud
Allah SWT tidak didahului oleh sifat-Nya. Dialah yang awal
dan yang akhir. Allah SWT itu terdahulu dengan zat-Nya sendiri
tidak bersandar kepada yang lain. Jika barunya Allah SWT itu
mustahil, maka Allah SWT itu pasti qadim, karena tidak ada
perantara antara baru dan terdahulu. Jika tidak, maka akan
terjadi daur (perputaran), yakni jika kita katakan, bahwa adanya
Allah SWT itu tergantung adanya alam ini, atau akan terjadi
tassalsul jika dikatakan, bahwa adanya Allah SWT itu
bergantung pada adanya benda lain dan benda itu bergantung
pada benda lain dan seterusnya, tanpa kesudahan. Adanya daur
dan tasalsul itu mustahil, sehingga adanya Allah SWT baru dan
bergantung pada benda lain adalah mustahil.
٤قحل ػظوخصرخؽ: طؼخ٠؟زوخءلل ؿزذخ
ؽ: ل٣ؼ ح خ٣ش ٤ؾ روخء ح رخم طؼخ٠ ؿزذخ لل ح ؼظوض ح
هخص ح٧ هض ك٠ ؼض ذوح ل٣ (.,موحجؼحثغ١حهل ,
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu
kekal?
Jawab :Yaitu Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu
kekal yang kekekalan-Nya tidak ada hentinya.
Sungguh Ia tidak akan lenyap sama sekali, dan
sesaatpun ketidaan-Nya tidak akan ditemukan
sepanjang masa (Achmad Sunarto, 2011: 16)
41
Sifat Baqā‟ wajib ada didalam zat Allah SWT, karena
Allah SWT adalah zat yang kekal abadi. Allah SWT ada untuk
selama-lamanya, tidak mengalami kebinasaan atau kehancuran,
tidak mempunyai akhir kesudahan.
٤ق ػظوخص ؽ: شخلظ حل حصع طؼخ٠ ر ذ هخص؟ ح ش ح
ح ؼظوض ؽ: ح لك٠ طحط لك٠ ك٤ت ل٣لخر طؼخ٠ هللا لك٠ هلخط حكؼخ
(.وحجؼحثغ١,م
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu
berbeda dengan makhluk?
Jawab :Meyakini bahwa Allah sesungguhnya tidak ada
suatupun yang menyamainya Allah SWT baik dalam
dzat, sifat atau perbuatan-Nya. Dalam hal ini Allah
SWT tidak mungkin mempunyai sifat yang dimiliki
oleh semua makhluk seperti berjalan, duduk, atau
mempunyai susunan anggota badan. Allah SWT
terlepas dari susunan anggota tubuh seperti punya
mulut, mata, telinga dan anggota tubuh lainnya
(Ahcmad Sunarto, 2011: 17).
Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat Mukhālafah lil
Hawādits, karena Allah SWT berbeda dengan makhluknya baik
dari segi zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Tidak mungkin terjadi
persamaan, antara Tuhan Sang Pencipta dengan makhluk yang
diciptakan.
٤ق ػظوخص ؽ: حل ؟ طؼخ٠ رو٤خ ـ رل
ؽ: ح ؼظوضح طؼخ٠ ؿزذخ هللا ٠ ل٣ذظخؽ ك٤ت ح ح٠ كل٣ذظخؽ حلك٤خء،
، خ لح٠ ، ذ لح٠ ك٤ت هخص ش ، ح ٢ حهل ـ ح ك ػ
ك٤ت، ذظخؽ ك٤ت طؼخ٠وحجؼحثغ١,م ؿزذخ ح٤ ٨.)
42
Soal :Bagaimana cara meyakini bila Allah SWT itu berdiri
sendiri?
Jawab :Meyakini bahwa Allah SWT tidak membutuhkan
sesuatu apapun, Ia tidak butuh tempat tinggal dan
sama sekali tidak membutuhkan apapun dari
makhluk-Nya. Sebaliknya, Dialah yang dibutuhkan
dan segalanya sangat membutuhkan kepada-Nya
(Ahcmad Sunarto, 2011: 22).
Allah SWT itu wajib bersifat qiyamuhu binafsihi dalam
arti Allah SWT itu bukan esensi dan bukan jasmani sehingga
tidak membutuhkan tempat yang ditinggali atau kediaman untuk
tempat tinggal. Dan juga, bahwa Allah SWT itu qadim yang
tidak membutuhkan penentu yang memberi ketentuan bagi-Nya
dan tidak pula membutuhkan kepada zat yang menciptakan-Nya.
٤ق ػظوخص ؽ: دض٤ش حل ر طؼخ٠؟ هللا
ؽ: ح ؼظوضح حدض هللا ٤ؾ طؼخى ل لظ٤غ ؼخضكغ٣ي ل ض ل خػ
(.٨وحجؼحثغ١,م
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu esa?
Jawab :Meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada
yang menyekutui-Nya; tidak ada yang menyaingi-
Nya dan tidak ada yang menentang-Nya (Ahcmad
Sunarto, 2011: 24).
Allah SWT tidak memiliki sekutu dalam segala perbuatan-
Nya, karena dalam hal ini dapat dikatakan, seandainya ada dua
pencipta alam, boleh jadi keduanya itu bersepakat dalam
mewujudkannya dan mungkin juga berselisih. Tetapi
kehancuran itu nyatanya dapat tercegah. Itulah bukti, bahwa Dia
43
Yang Maha Agung kedudukan-Nya adalah Esa dalam zat-Nya,
dalam sifat-sifat-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam wujud-
Nya dan tidak pula dalam segala perbuatan-Nya.
طؼخ٠؟ ػظوخصروضعسهللا ٤قحل ؽ:
: هض٣غح ؽ ك٤ت ػ٠ ح وضعس رخ ف ه طؼخ٠ ؿزشخ هللا ح ؼظوض
(.٧وحجؼحثغ١,م
Soal :Bagaimana cara meyakini bila Allah SWT itu
berkuasa?
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu
memiliki sifat Maha Kuasa dan Ia berkuasa diatas
segala sesuatu. Dengan sifat qudrah ini, Allah SWT
akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu
kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Kekuasaan Allah SWT meliputi segala yang di langit
dan di bumi. Seluruh alam semesta beserta isinya
diciptakan dengan kekuasaan-Nya, maka mustahil
jika Allah SWT mempunya sifat „Ajzun (lemah)
(Ahcmad Sunarto, 2011: 26).
Sifat qudrat merupakan aplikasi dari sifat wujud dan yang
telah dahulu dan selalu menetap pada zat Allah SWT. Dengan
sifat qudrat ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan
segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
ػظوخصرخع ؽ ٤قحل طؼخ٠؟: حصسهللا
: ؽ ك٤جخ ح ل٣وغ غ٣ض ح عحصس رخل ف ه طؼخ٠ ؿزذخ هللا ؼظوضح
رخع حعحصل ك٤ت كخ١ ، ٣حصط ح ل٣ كخ ٣غص، ك٤ت ح١ خ
(.٧وحجؼحثغ١,م
44
Soal :Bagaimana cara meyakini bila Allah SWT itu
berkehendak?
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu
mempunyai kehendak dan Dia Maha berkehendak
dimana tidak akan terjadi sesuatu melainkan
kehendak-Nya. Apapun yang dikehendaki Allah pasti
akan terjadi dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya
maka tidak mungkin terjadi (Ahcmad Sunarto, 2011:
27).
Iradat merupakan sifat Wajib bagi Allah SWT. Iradat
adalah sifat yang wujud, dahulu, dan menetap pada zat Allah
SWT. Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan atas
kehendak-Nya. Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti ada,
dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin
terjadi.
طؼخ٠؟ هللا ػظوخصرؼ ٤قحل ؽ:
: ؼ ؽ رخ ف ه طؼخ٠ ؿزذخ هللا ؼظوضح ح ٣ؼ , ػ٤ ك٤ت ر ح
طغ ح هطغحص ػضص حغ ػضصدزخص ٣ؼ خ رخ غخ خظخ حلك٤خء
عحمحلجغ ح غ ـ ح ٣ؼ سخك٤ش، حسل٠,لطشل٠ػ٤ ػ ـذ، ظ ٤ؾر
صخ ج هز حلك٤خءك٠حلػ ٣ؼ (.٧وحجؼحثغ١,مر
Soal :Bagaimana cara meyakini akan ilmu Allah SWT?
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu
memiliki sifat Maha Mengetahui untuk mengetahui
segala sesuatu. Dia Maha Mengetahui segalanya,
baik yang tampak ataupun yang tidak tampak, Maha
Mengetahui jumlah butiran pasir, jumlah tetesan air
hujan, jumlah daun pohon serta Maha Mengetahui
segala yang rahasia atau yang samar. pengetahuan-
45
Nya tidak dicari terlebih dahulu, bahkan Dia
mengetahui segala sesuatu sejak zaman azali, yakni
sebelum segala sesuatu diciptakan (Ahcmad Sunarto,
2011: 25).
Berilmu-Nya Allah SWT itu adalah termasuk hal-hal yang
wajib bagi wujud-Nya, sebagaimana telah diketahui. Ilmu-Nya
mengatasi segala macam ilmu, karena tinggi martabat-Nya di
atas segala yang ada. Oleh karena itu, tidak dapat dibayangkan,
kalau ada ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu-Nya. Maka
jelaslah bahwa ilmu-Nya itu mencapai segala sesuatu yang dapat
dicapai ilmu pengetahuan. Kalau tidak demikian, tentulah akal
sanggup membayangkan ilmu yang lebih luas lagi. Dan hal itu
adalah mustahil.
طؼخ٠؟ ؿزذخ ٤قحلػظوخصرذ٤خسهللا ؽ:
ؽ: هللا ؼظوضح طؼخ٠ح ؿزذخ د٤خط ح د٢ طؼخ٠ كخ ذ٤خطخ, ـض ٤
حؿطش ضر ـ طؼخ٤٠ ؿزذخ هللا د٤خس حلؾ، حض جغ٣خ ؿخث ر د٤خطخ
ذ شرخه٤شل٣ ٢هض٣ ٤غك٤ت ـ حظ وخحؼض (.٨وحجؼحثغ١,محهل
Soal : Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu
hidup?
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu hidup
dan hidup-Nya Allah tidak seperti hidup kita, karena
hidup kita ini dengan perantara, seperti adanya
peredaran darah dan bernafas, sedangkan hidup
Allah tidak dengan perantara apapun. Hidup Allah
ada sejak dahulu kala dan kekal sehingga tidak
mungkin sirna dan sama sekali tidak akan
mengalami perubahan (Ahcmad Sunarto, 2011: 23).
46
Hayat yaitu sifat qadim yang ada pada zat-Nya, yang
dibenarkan oleh hukum akal, sebagaimana akal membenarkan
keempat sifat di atas. Dan mustahil Allah SWT itu mati. Kalau
mati, niscaya alam ini akan berantakan karena tidak ada yang
mengemudikan lagi. Oleh karena itu, mustahil Dia mati.
Ilustrasinya adalah bagaikan seorang sopir yang mengendarai
sebuah mobil yang apabila ia mengantuk, mobil tersebut akan
terjun ke jurang, apalagi kalau sopirnya mati.
طؼخ٠؟ غهللا ـ ػظوخصر ٤قحل ؽ:
ؼظوض ؽ: ح ح ك٤تؿغ غ ـ ٣ ح غ ـ فرخ ه طؼخ٠ ؿزذخ هللا ح
ؼ ؿ ح غ ج ح خ ، حؿطشحلط ر ؼخ ؿ كخ ؼخ ـ طؼخ٤٠ؾ ؿزذخ
حؿطشك٤ت طؼخ٤٠ؾر ؼؿزذخ ؿ (.٩وحجؼحثغ١,م
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu
mendengar?
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu Maha
Mendengar atas segala sesuatu baik yang
tersembunyi atau yang tampak. Akan tetapi
pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran
kita, karena pendengaran kita menggunakan
perantara telinga, sementara pendengaran Allah tidak
menggunakan perantara apapun (Ahcmad Sunarto,
2011: 28).
Tuhan mempunyai sifat sama‟ yang berarti mendengar,
mustahil Dia tuli. Tuli adalah sifat kekurangan. Tidak masuk
akal kalau Tuhan mempunyai sifat kekurangan. Raja saja tidak
mungkin dipegang oleh orang yang tuli, apalagi Tuhan. Tuhan
melihat dan mengetahui segala sesuatu. Oleh karena itu, jangan
membuat dosa terhadap-Nya, apalagi di hadapan umum, karena
Tuhan melihat dan mendengar semua itu.
47
٤ق ؽ: ػظوخصرزوغهللا طؼخ٠؟ حل
:ؽ زوغ فرخ ه ؿزذخ هللا ؼظوضح ك ح ر ح دظ٠ ٣زوغ ٤ترو٤غ
صحءك٠ح٤ش ـ شح غ ح ـ حه خء ك٤تك٠ حظ روغ طحي،ل٣شل٠ػ
غ هح ظخ ك خ، رخ طؼخلعى ؿزذخ روغ خ. ص خ خء ـ ٠خ
٤ كخ زوغخ، حؿطش ؾ ر ٣ ؿزذروغخ روغ ؼ٤ حؿطشح ر ٤ؾ خ
(.٩وحجؼحثغ١,م ك٤ت
Soal : Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu
melihat?
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT itu
memiliki sifat Maha Melihat. Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu termasuk mengetahui
semut hitam dimalam gulita, bahkan yang lebih kecil
dari itu. Segala yang ada dimuka bumi atau yang
didasarnya, segala yang ada di atas langit maupun
yang terlepas dari pengawasan Allah. Namun
penglihatan Allah tidak sama dengan penglihatan
kita, karena penglihatan kita dengan perantara mata,
sedangkan penglihatan Allah tidak dengan perantara
sesuatu (Ahcmad Sunarto, 2011: 29)
Allah SWT bersifat bashar yang berarti melihat dan
mustahil Dia buta. Buta adalah sifat kekurangan. Kalau Dia
buta, tentu saja segala macam urusan akan kacau.
طؼخ٠؟ هللا ل ػظوخصر ٤قحل ؽ:
ؼظوض ؽ: ؿز ح هللا ح كخ خ: ل ل٣لز ل ح ، ل رخ ف ه ذخ
طؼخ٠ ؿزذخ ل ، كلظ٤ خ ـ ك حؿطشحش ر مك٤خ ش خ ل
ظحي (.وحجؼحثغ١,م٤ؾ
Soal :Bagaimana cara meyakini bahwa Allah SWT itu
berfirman?
48
Jawab :Meyakini bahwa sesungguhnya Allah SWT memiliki
sifat “kalam”, hanya saja firman Allah itu tidak
sama dengan perkataan kita, karena perkataan kita
merupakan sesuatu yang diciptakan pada diri kita
sendiri yang juga menggunakan alat seperti mulut,
lidah dan kedua bibir, sementara firman Allah tidak
seperti itu (Ahcmad Sunarto, 2011: 30).
Tuhan mempunyai sifat kalam yang berarti berkata,
mustahil Dia bisu. Kalau Tuhan bisu, tentu Dia tidak dapat
memerintah dengan baik. Sifat kalam ini termasuk sifat yang
berdiri atas Dzat yang qadim, yaitu dzat Tuhan. Adapun yang
tertulis dan dibaca yang terletak di atas Mushhaf, itu adalah
gambaran dari Al-Qur‟an yang qadim itu. Kita tidak mengatakan
Al-Qur‟an itu makhluk, walaupun yang dimaksud adalah
perkataan yang tertulis di atas Mushhaf itu karena perkataan itu
adalah gambaran dari kata Allah yang qadim.
ظذ٤شحظ٠ل٣ظ ـ لخصح حو طؼخ٠؟ؽ:حسزغ٠ػ ٠ؿزذخ وقرخح
ظذ٤شك٠ؽ:ح ـ لخصح و طؼخ٠ح هللا دن ح -٣ظوقرخ حظ٠ل٣ ؼض ٢ح
ؿ ٤غ ـ دظ٤خؽ حل حصع ذ خػش ح لخء، ح ع ذض ح ص ج طؼخ٠ زذخ
ؼجؼ ح ٤غ حلغ٣ي، ـ ر ك٤ت ع ه ح١ غحش، ح طحي حكزخ ج ح ، حعحصط
رخ حطوخك خحؿظذخ ح طؼخ٠ ؿزذخ ٠ ح ، ووخ هلخص خ ل
ل خ رولخصح (. وحجؼحثغ١,م٣ظوقحل
Soal :Bagaimana tentang sifat-sifat yang mustahil bagi
Allah SWT?
Jawab :Sifat-sifat yang mustahil bagi Allah SWT merupakan
sifat-sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh Allah
SWT. sifat-sifat tersebut adalah: Allah tidak ada,
Allah baru, Allah rusak atau fana, Allah sama
49
dengan makhluk-Nya, Allah SWT membutuhkan
yang lain, Allah memiliki sekutu, Allah lemah, Allah
dipaksa, yakni ada sesuatu yang terjadi tanpa melalui
kehendak-Nya, Allah bodoh dan lain sebaginya.
Allah tidak mungkin memiliki sifat-sifat tersebut
karena hal itu adalah merupakan sifat kekurangan,
padahal Allah SWT hanya memiliki sifat-sifat
kesempurnaan saja (Ahcmad Sunarto, 2011: 32).
Mustahil merupakan sifat kekurangan. Allah SWT Tidak
mungkin memiliki sifat kekurangan. Karena Raja di pilih dari
segi kesempurnaannya saja. Jika Allah SWT memiliki sifat
kekurangan tidak ada bedanya antara yang diciptakan dan yang
menciptakan.
:حسزغ٠ ؽ طؼخ٠؟ حلك٤خءحظ٠ ػ ٠ؿزذخ ح عخ ػهض ٣ج
كو ؽ ح ؿ٤ خ خ ـ حل ٣جؼ ح ؼ خ, طغ خص ح كؼ ٢ خ: هذ٤ذ ح، ٤غ
خ، ؿو٤ حك ح (. وحجؼحثغ١,م زخطحي
Soal :Jelaskan tentang apa saja yang boleh timbul dari
Allah SWT?
Jawab :Yaitu bebasnya Allah berhak menciptakan atau tidak
menciptakan sesuatu. Sebagaimana Allah
menciptakan seseorang menjadi kaya atau miskin,
sehat atau sakit dan lain sebagainya (Ahcmad
Sunarto, 2011: 33).
Allah SWT mempunyai sifat jaiz untuk membuat setiap
sesuatu yang mungkin di kehendaki-Nya. Maka Allah SWT
telah melaksanakan dengan kekuasaan-Nya, baik di waktu
mewujudkan maupun meniadakannya.
50
Di antara sifat jaiz Allah SWT adalah menciptakan baik
dan buruk, menyiksa orang yang durhaka dan memberi
kenikmatan orang yang taat. Allah SWT itu dapat dilihat dengan
penglihatan, karena Allah SWT itu ada dan setiap barang yang
ada dapat dilihat, Allah SWT berwenang mengutus para Rasul
kepada makhluk-Nya.
؟ؽ: ؼغفحؿظ ػ٠ح خ د طؼخ٠،حغ ؿزذخ حءك٠ه ؿظ غحصرخل خح
: غحص ؽ ٤قح ح ؼ حء ؿظ كخل ػل, ج د حغ رجل ٤٣ن حء حؿظ ر
ح ػ٠ حء حؿظ . ج غ ظ ح ل٤ش ـ ح ػ٠ خ ـ حل حء خؿظ ٤ؾ ؼغف
كز ٧، ح ؿذػ٤ طيك ؼ ع طو ،ك ؼل ـغ٣غ ح حرشح حض
ؼخحهضػزض هخص، ش شخنرخ ح خح ك٤تك ؼ ح٤ؾ حو ؼو ك٠ح
ك ؿزذخل٣لخر ـذح٤ خ٣ ظحي هخص ش ح طحصك٤ت لطلخر ٤ج خطحط
ذح٤خوحجؼحثغ١,م ـ خ٣ .)
Soal : Apa yang dimaksud dengan kata “bersemayam” pada
firman Allah SWT. Istiwa‟ (bersemayam) yang
terdapat di dalam firman Allah SWT;
ؼغفٱؿظ ػ٠ٱ د ٱغ
Artinya:”(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang
bersemayam di atas ´Arsy”. (Q.s Thaha:5)
Jawab :Yang dimaksud ayat tersebut arti Istiwa‟ adalah
bersemayam yang sesuai dengan ke Agungan Allah
Yang Maha Pemurah, Maha Tinggi, dan Maha
Luhur. Bersemayamnya Allah SWT merupakan
sesuatu yang telah jelas, namun bagaimana caranya
itu adalah merupakan hal yang tidak dapat diketahui.
51
Bersemayamnya Allah di atas „Arsy tidak dapat
diketahui. Bersemayamnya Alah di atas „Arsy tidak
sebagaimana semayamnya seseorang di atas perahu,
di atas punggung binatang atau di atas ranjang.
Barangsiapa yang memiliki bayangan seperti itu
berarti ia telah terkalahkan oleh imajinasinya sendiri,
karena ia telah menyamakan antara Sang Pencipta
dengan yang diciptakan-Nya. padahal secara rasio
dan sesuai dengan dalil naqli (al-Qur‟an dan Hadits)
tidak ada sesuatupun yang menyamai Allah,
sebagimana dzat Allah SWT juga tidak sama dengan
dzat para makhluk. Demikian pula semua yang
berkaitan dengan Allah SWT sedikitpun tidak akan
sama dengan yang dimiliki oleh semua makhluk
(Ahcmad Sunarto, 2011: 35).
غحص خح ؟ ؽ: ٤ض رخ
غحص ؽ:ح ٤ض خفح٤ رخ خ٣ كخ ظحيحلػ٤ ؿزذخ، ؼ ٤٣٠نرجل
حػظوضح هخص، ش ح ك٤ت ح٠ خف خ٣ ؼ ؿ٤غ ٣ ؿزذخ
٤ضك٤ ح ٣ض و رش هللا حطكز ح ؿذػ٤ ظحيك ػ٤ خ خ،ح ت
ك٤توحجؼحثغ١,م ؼ (. ٤ؾ
Soal : Apa yang dimaksud dengan kata tangan disini?
Yad (Tangan) dan A‟yun sebagaimana Firman Allah
SWT,:
ٱ عريكبيرؤعذهزغ ؿز٣خ ضرذخ عريد٤ طو ٧
Artinya:“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan
Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam
52
penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri (Q.s Ath-Thur:
48)
٣ض ٱلل ٣زخ٣ؼ خ ا ٣زخ٣ؼي ٱظ٣ مٱا ك ض٣٣ألل ك ػ٠ غ ٣ خ كب غ
ل ۦ ـ أ ضػ خػ ر ٤ك٠ حٱلل أجغ ٤ئط٤ ـ ك ػظ٤
Artinya:“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada
kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada
Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka
barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat
ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri
dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka
Allah akan memberinya pahala yang besar” (Q.s Al-
Fath: 10)
Jawab :Yang dimaksud dengan kata “tangan” di sini adalah
sesuatu makna yang sesuai dengan keagungan-Nya.
Demikian juga kata” mata”, karena segala yang
terkait dengan Allah SWT itu tidak sama dengan apa
yang terkait dengan semua makhluk. Barangsiapa
yang meyakini bahwa Allah SWT memiliki tangan
atau mata sebagaimana yang dimiliki oleh makhluk-
Nya maka ia telah dikalahkan oleh imajinasinya
sendiri. Karena ia telah menyamakan Allah dengan
makhluk ciptaan-Nya, padahal tidak ada sesuatupun
yang menyamai-Nya (Ahcmad Sunarto, 2011: 39).
Selanjutnya Syekh Thahir menguraikan beberapa sifat-
sifat Kejisiman bagi Allah. Seperti istiwa‟, a‟yun, yad, sesuai
53
dengan pemahaman ulama salaf, yakni kalimat tersebut tetap
dimaknai apa adanya tanpa ditakwilkan, namun perlu diyakini
bahwa makna tersebut tidak seperti yang disandarkan kepada
manusia. Berbeda dengan ulama khalaf yang berusaha untuk
mentakwilkan kalimat tersebut. Mengenai pemahaman ulama
khalaf ini penulis membolehkannya dalam keadaan darurat.
b. Pembahasan Kedua Iman Kepada Malaikat
ش؟ لث خح ؽ:
هش ش ط٤لش خ ـ حج ؽ: ، ل٣لغر ، ل٣ؤ ع، غ ػزخص
غ خ٣ئ ٣لؼ غ خح هللا (. وحجؼحثغ١,مل٣ؼو
Soal :Siapakah Malaikat itu?
Jawab :Malaikat adalah suatu bentuk makhluk halus yang
diciptakan dari cahaya. Mereka tidak makan dan
tidak minum. Mereka adalah Hamba Allah yang
Mulia. Mereka tidak pernah membantah segala yang
diperintahkan kepadanya, bahkan selalu siap
melaksanakan apa yang diperintahkan (Ahcmad
Sunarto, 2011: 46).
Umat Islam mempercayai bahwa ada suatu makhluk halus,
yang dijadikan dari nur (cahaya), bernama Malaikat. Hakikat
tubuh dari Malaikat-malaikat itu hanya Tuhan yang tahu.
Jadi, Malaikat adalah makhluk Tuhan yang taat
mengerjakan perintah-perintah Tuhan, berbeda dengan iblis dan
setan yang selalu durhaka kepada Tuhan. Walaupun Malaikat itu
makhluk halus, kadang-kadang ia bisa dengan izin Tuhan
menyerupakan dirinya dengan manusia dan lain-lain.
ش؟ لث زلغح ٣غح ؽ:
54
زلغ"ؿ ؽ: ل٣غح خ ـ حج حله٤شل ع حػ٠ه خ شحطح لث ز٤خء"ح ٤غحل
ط٤ل خ، خء ل خج خ خ ـ ج غ حء ح ل٣غ خح ط٤لش
عس رو ح خحطحطل ح ػ٠ عإ٣شحلز٤خء، ، ك٤غ خ ـ خل ؼ٤ق ـ ج
خ حلد ٤٣ش, حض خث ـ ح ظو٠ حرخ سو ه٤ش سو حله٤ش ع ه
ل ر٤خ خ ـ صحج ج غد ـ ظ ـ ل٣ دحلغػ٤ش خ٣وغ ؼظخص ح ك٠ ، ؼ٤ رخ غحخ
ذ٤ش ؿ٤غح ذ٤ش ح خ ـ حلج ح ؼ٤غ خ خ ح كخ ؼ٤ ح ػ ٣غكغ ظ طحي
زوغ ح خ ٤ؾ ل٣ضع خ ح ظخ ححظخعس خ خػ٤ غد ححػغ ـ ظ ـ ل٣
ؿ خ لطضع رخروخعحك٤خء زؼي ح ك٠حسظوخم كخ حسظلف خثغحلروخع.
س ك٠ حلروخع ه ؼل صعحى (. ل٠حلروخعوحجؼحثغ١,م ػزغس حل
Soal :Apakah manusia dapat melihat Malaikat?
Jawab :Tidaklah manusia itu dapat melihat Malaikat kecuali
para Nabi, siapapun tidak dapat melihat Malaikat
dalam bentuknya yang asli, karena Malaikat adalah
makhluk halus. Sama halnya manusia tidak dapat
melihat udara, padahal merupakan suatu benda yang
memenuhi ruangan kosong. Ini disebabkan karena
merupakan benda halus. Jika malaikat itu menjelma
menjadi bentuk kasar seperti manusia, maka
siapapun akan dapat melihat mereka. Mengenai
dapat melihatnya para Nabi kepada Malaikat dalam
bentuknya yang asli, itu adalah merupakan suatu
keistimewaan tersendiri bagi mereka agar mereka
dapat menerima berbagai masalah agama dan
hukum-hukum syari‟at. Dan wujudnya bentuk-
bentuk yang tidak bisa dilihat mata yang ada di
sekeliling kita semacam ini tidak merupakan sesuatu
yang aneh. Biasanya harus menggunakan
pendekatan hati dan tidak usah menghiraukan
pandangan mata, karena dihadapan kita ini banyak
55
sekali benda hidup dan benda mati yang tidak dapat
dilihat oleh mata kepala.
Jika termasuk hal yang tidak aneh lagi adalah bila
ada sebagian orang yang memiliki keistimewaan
dapat melihat benda-benda lain yang tidak bisa
dilihat oleh pandangan mata orang biasa, karena
perbedaan kemampuan atau tidak mampunya
pandangan mata untuk melihat sesuatu itu adalah
merupakan hikmah bagi orang-orang yang berfikir
(Ahcmad Sunarto, 2011: 49).
Dalam persoalan ini perlu disadari, bahwa sesuatu yang
tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, sama sekali tidak berarti
bahwa sesuatu itu tidak ada. Hanya saja pancaindera manusia
yang terbatas. Sehingga tidak dapat melihat malaikat dengan
kasat mata begitu saja. Terkecuali jika Allah memang
menghendaki manusia untuk bisa melihatnya.
ش؟ؽ لث ظخثقح خ :
جزغحث٤ عؿ ز٤خث ح ر٤ طؼخ٠ ٠ؿزذخ ح ر٤ عؿ ش لث ح ؽ:
ل ـ ح س٤غػ٤ ؼزخص ح خ حػ ظذ ٣ ؼزخص ح دلظشػ٠
رخخع خ، ؼ٤ جش رخ كغ ح ػظحرخ،
ش و د ر هخث ؼغف، ح٠ؿ٤غح خكؼ ؼزخص خخح حطحي غ خح
وحجؼحثغ١,م (. ر
Soal : Apa saja tugas-tugas Malaikat?
Jawab :Sebagian Malaikat ada yang bertugas menjadi
penghubung antara Allah SWT dengan para Nabi
dan Rasul-rasul-Nya seperti Malaikat Jibril as. Ada
juga Malaikat yang bertugas menjaga hamba-hamba
Allah. Sebagian lagi ada yang bertugas mencatat
semua amal hamba Allah, yang baik maupun yang
56
buruk. Ada pula yang bertugas menjaga surga dan
berbagi macam kenikmatanya. Ada lagi yang
bertugas menjaga neraka dan berbagai macam siksa.
Sebagian lagi ada yang ditugaskan untuk menyangga
„Arsy, dan ada lagi yang bertugas menyampaikan
kepada hamba Allah tentang segala macam hal yang
berguna bagi mereka (Ahcmad Sunarto, 2011: 51).
Wajib bagi orang mukallaf mengimani bahwa Allah SWT
mempunyai utusan yang jumlahnya ada 10. Setiap Malaikat
memiliki tugas masing-masing atas apa yang telah diperintahkan
oleh Allah SWT.
c. Pembahasan Ketiga Iman Kepada Kitab Allah
طؼخ٠؟ ظذهللا ػظوخصر ٤قحل ؽ:
٤ غ ح ك٤خ ر٤ ز٤خث ؼخػ٠ح ظز خح طؼخ٠ هللا ػ٤ض،ؽ:حػظوضح ػض
ظ يح ط د٤ خ، ؼخ ح . ل ٤ل٤شه رل طؼخ٠دو٤وش رضص هللا ل ٢ ذ
ج٤ حل عحس وحجؼحثغ١,م:حظ وغح ح ع ر حؼ ٨.)
Soal :Bagaimana cara meyakini akan kitab-kitab Allah
SWT?
Jawab :Kita wajib meyakini bahwa Allah SWT memiliki
kitab-kitab yang diturunkan kepada para utusan-Nya.
kitab-kitab tersebut mejelaskan perintah, larangan,
janji dan ancaman Allah bagi yang melanggarnya.
Kitab tersebut adalah Kalamullah secara hakiki yang
dilakukan-Nya tanpa menyerupai tatacara ucapan
manusia (Ahcmad Sunarto, 2011: 53).
عحس؟ ٤قحػظوخصىرخظ ؽ:
57
ؿ٠ؽ:حػظوضح ٤ ؼػ٠ طؼخ٠ح ؿزذخ ظذهللا ظخد عحس ٤ػحظ
حظزل ٤ش غ ح ذ٤ذش حو ؼوخثض ح حلغػ٤ش خ حلد ز٤خ طحي . ل ـ ٤غح
ر عز٢ ٠رظ كخعسح٠ح حل ل ـ ح لس حو خػ٤ ز٤ خػ٤ حؿ
٣ؤط٠جض٣ض ـل ح٠صحعح ض (.٨ وحجؼحثغ١,م ٣
Soal :Bagaimana keyakinanmu tentang kitab Taurat?
Jawab :Kita harus yakin bahwa kitab Taurat merupakan
salah satu kitab Allah SWT yang telah diturunkan
kepada Nabi Musa a.s. Kitab taurat ini menjelaskan
berbagai macam hukum syari‟at, aqidah-aqidah yang
benar lagi diridlai, membawa kabar gembira akan
datangnya seorang Nabi dari kalangan kaum Bani
Israil, yaitu Nabi Muhammad SAW dan juga
memberi petunjuk akan datanganya syari‟at baru
yang membawa ke surga. Mengenai kitab Taurat
yang ada hari ini tidak asli lagi sebab tidak
ditemukan lagi di dalamnya penyebutan tentang
surga, neraka, hari kebangkitan dari kubur, hari
perkumpulan di padang mahsyar dan juga hari
pembalasan (Ahcmad Sunarto, 2011:56).
Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s. Allah
menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s. Akan tetapi,
Taurat asli, yang berisikan akidah dan Syariat, sudah tidak ada,
sedangkan yang beredar di kalangan Yahudi saat ini adalah kitab
yang telah mengalami perubahan-perubahan isinya (ajarannya).
Para ulama pun sepakat bahwa Taurat yang beredar
sekarang lebih tepat dikatakan sebagai karangan atau tulisan
orang-orang Yahudi pada waktu dan masa yang berbeda
sehingga isinya berbeda jauh sekali. Kitab yang beredar
58
sekarang banyak merendahkan perbuatan sejumlah Nabi, bahkan
merendahkan Allah SWT.
ر ٤قحػظوخصىك٠حؼ ع؟ؽ:
ع ر حؼ حػظوضح ص ؽ: صح ؿ٤ضخ ػ٠ ؼ ح طؼخ٠ ؿزذخ ظذهللا ػ٤ ظخد
ل ـ كغػ٤ش ح خ حد ٤ؾك٤ ، د حػع خع حط حصػ٤ش ػزخعسػ
حرخطزخعل ع ؤ خ ل ـ ح صػ٤ ٣شوحجؼحثغ١,مصح ؿ ح حلغػ٤ش
٧.)
Soal :Bagaimana keyakinanmu tentang kitab Zabur?
Jawab :Kitab zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as.
Adalah merupakan kitab yang memuat beberapa
do‟a, dzikir, nasehat dan kata-kata mutiara. Kitab ini
tidak menjelaskan tentang hukum syari‟at karena
Nabi Daud as ini diperintahkan untuk mengikuti
Nabi Musa as (Ahcmad Sunarto, 2011:59).
Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud a.s. berdasarkan
dengan Taurat, isi kitab zabur bukanlah tentang syariat atau
hukum-hukum agama sebab Nabi Daud a.s hanya diperintahkan
mengikuti syariat Nabi Musa a.s. sehingga isi Kitab Zabur ini
hanya tentang nasihat dan peringatan.
؟ ج٤ ٤قحػظوخصىك٠حل ؽ:
حػظوض ػ٤ ؽ: ٤خ ـ ح ػ٠ ؼ ح طؼخ٠ ؿزذخ ظذهللا ظخد ج٤ حل ـ٠ح
رؼي ز ـ شخن ح د٤ض ظ ن ش ح س صػ ذوخثن ح ز٤خ طحي ، ل ـ ح ػ٤
ح خ ػ٠حد لغػ٤ش ح عحس ر ظ حظزل٤غ خء هظ حل ذ ـ عد ز٤خء ظ حل سخط
(.٩ وحجؼحثغ١,م
Soal :Bagaimana keyakinanmu tentang kitab Injil?
Jawab :Yaitu meyakini bahwa Injil merupakan salah satu
kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Isa
as. Kitab Injil ini mengungkapkan tentang beberapa
59
kebenaran dan mengajak semua manusia untuk
Meng-Esakan sang Pencipta. Kitab ini juga
mengamandemen sebagai cabang hukum yang ada
pada kitab Taurat yang disesuaikan dengan keadaan.
Juga memberikan berita gembira akan lahirnya
seorang nabi terakhir Muhaamad SAW (Ahcmad
Sunarto, 2011: 58).
Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa bin Maryam,
pada pokoknya berisi ajakan kepada umatnya untuk hidup
dengan zuhud dan menjauhi kerakusan dan ketamakan duniawi.
Nabi Isa menekankan kepada umatnya agar percaya kepada Hari
Kemudian, dan memandang hidup di akhirat itulah hidup yang
sebenarnya hidup.
؟ حل ظضح ح ج٤ ك٠حل خءحلػل ؼ ٤قحػظوخصح ؽ:
حل ح خءحلػل ؼ ؽ:حػظوخصح زحلخحعرؼشرؼ ـ حعرغ حل ظضح ح ج٤
حج٤ دخ. ٣ هخ غهن ظ٠ حهل ل ـ ح ٤خػ٤ ـ ٣غح
ؼ٤غ خهنلسغك٠ ئلء ؼ٤غس وخعحخج٤ خ هض طخذ. ح
ؼغ رؤ خء ـ ح ح٠ ـل ح ـ٠ػ٤ ؿ٤ضخػ٤ عكغ رؼض حلعرؼش ؿ٤غظ
حلعرؼ خػضحظ خثخ ـ ح حػ٠ ػ ؿش خثظ٢ خهي حظ ؼغس خ طشو ش
كغ خ و ط حظؼخعىوحجؼحثغ١,م خص ظ (.٩سح
Soal :Bagaimana pendapat ulama terkemuka mengenai
kitab Injil yang ada sekarang ini?
Jawab :Pendapat ulama terkemuka mengenai kitab Injil yang
sekarang ini menurut mereka ada 4 naskah yang
dikarang oleh empat orang dimana sebagian mereka
ada yang sama sekali tidak pernah melihat langsung
kepada Nabi Isa as. Keempat orang tersebut adalah:
Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Keempat
naskah tersebut antara satu dan lainnya terdapat
60
banyak pertentangan. Kalau diteliti, sebenarnya
kaum Nasrani banyak memiliki kitab-kitab Injil
selain yang tersebut tadi.
Namun setelah lebih dari 200 tahun dari kenaikan
Nabi Isa as ke langit, mereka sepakat untuk tidak
menggunakan naskah Injil selain yang empat itu. Ini
demi menghindari pertentangan antara satu dengan
yang lain, juga demi menghindari kontradiksi antara
naskah-naskah tersebut (Ahcmad Sunarto, 2011:60).
Seorang filosof Perancis bernama Ernest Renan menyatakan:
“Ide filsafat orang Yahudi ialah merebut kekuasaan
pemerintahan dalam dunia ini. Menurut apa yang dapat kita
dengar dan tangkap dari kepala-kepala agama mereka, ada
tersebut bahwa kepala-kepala agama mereka mengatakan bahwa
orang-orang yang saleh itu selamanya akan hidup dalam ingatan
Allah dan ingatan manusia. Oleh sebab itu mereka
mempergunakan hidupnya dekat dengan mata Allah, supaya
dikenal dan diingat oleh Allah. Akan tetapi orang-orang Yahudi
yang jahat, tiadalah demikian tingkah laku mereka. Demikian
kepercayaan orang Yahudi. Oleh sebab itu perlulah Nabi Isa
datang untuk menyelamatkan manusia, untuk memimpin
manusia supaya menguasai alam ini serta menjadi qodli-qodli
yang adil dan baik, dan untuk merendahkan dan menjatuhkan
orang-orang yang jahat. Untuk itu Nabi Isa as membawa
pengajaran yang mempercayai adanya akhirat, dan akhirat itulah
puncak kalam yang sekarang ini. Kesenangan tidak ada habisnya
dalam dunia ini, demikian pula kesusahan” (Tatapangarsa, 1981:
98).
وغ ٤قحػظوخصىك٠ح ؟ؽ: ح
61
حػظوض ؽ: ز٤خث ح حكغف ػ٠ طؼخ٠ ؿزذخ هللا ؼ ح ظخد، حكغف وغح ح ح
ؿ ػ٤ ضه٠هللا ذ حسغ ، ل ٤شؼ ظذحل ٤غ ح خؿزج
ظذ ٤٤غح ـ ذوط ٣ ح ش،ل٣ و٤خ ح رخمح٣٠ د هز لطزض٣
خ ز٤ س ز ح٣شػ٠ ؼجؼحص حػظ ح حػظ ؿ ػ٤ ضه٠هللا ذ
(.وحجؼحثغ١,م
Soal :Bagaimana keyakinanmu tentang kitab Al-Qur‟an?
Jawab :Kita harus meyakini bahwa Kitab Al-Qur‟an
merupakan kitab terakhir yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, kitab paling mulia diantara
kitab lainnya dan yang menggantikan kandungan
kitab-kitab sebelumnya. Hukum-hukum yang
termaktub di dalamnya akan kekal sampai hari
kiamat, tidak mungkin mengalami perubahan dan
penggantian. Kitab Al-Qur‟an ini merupakan bukti
terbesar atas kenabian junjungan kita Nabi
Muhammad SAW (Ahcmad Sunarto, 2011: 62).
Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Nuhammad SAW. Al-
Qur‟an memiliki keistimewaan tertentu dibandingkan dengan
kitab-kitab lainnya. Al-Qur‟an merupakan mu‟jizat yang agung,
ilmiah, dan rasional. Ajarannya jelas dan membawa cahaya
terang bagi orang-orang yang beriman. Al-Qur‟an bukanlah
kumpulan kata mutiara atau kumpulan puisi dari seorang
penyair yang piawai.
غ٣ ح وغح ح خ ك٤ت ؼؽ:ل١ ح ؼحص؟جحػظ
د غطلخض ضحض رخه٤ش ح٣ش ػو٤ش ؼجؼحص ح حػظ وغ ح خ خ ؽ:ح ٤
٣زن ك هظخ خء و رخ ض و ح ؼجؼحص ح ح ؿ غ ل ح خرؼ٤
ػ سغؽ دض ح٠ زلؿش ح لوخدش ح ك٠ رؾ ح حػجخػ ج شزغ، حػغؿ٤غح
ؼغرخء ح حؼغد ر طذض ؿ ػ٤ هللا ه٠ حز٢ كخ زلغ، ح م
62
زلؿشحكوخحل ك٠ح حك٠ػوغ ه هض ر٤خ خ رلؿش ذ ح خ خ، ـ
ػلغ٣ ػلػش رو٠ك٤ زخد. قحل ٣ض ؼو ٣ش٤غح شطخدذخ ح كو
حػ وغح رخ ٣ظذضح خ ػخ حكخعس ر ظوغ٣ؼ ٣ظوض طذض ظ
وغ ح عس ؿ ؼ ر ط٤خ حل كظخعس ٣طذ طوض شحػظ ؼخع ى غ ـ ظ
ج ح ؾ حل كخء ر ح ظؼ٤ ـ ٣ ح ؼجؼ: رخ ـ ٣ طخعس ، طي، خ ػ
٤ش ذ ح ح حلر٤ش، ؽ حل ط خي. ـ ح ي ط ى ؿ ػ٠ هضعط ػض
ر ش ؼخع ح ح طغ . حسغ ػ طي حػ كؼجؼ ؼوز٤ش ح ح٠ ل خ
وخطشد٤غػجؼ ح٠ح خ ـ وخرشرخ ح حػ ػض ، خ ـ ذ شرخ ؼخع ػغد ح
ؼغ ح ٠ح٠حل هض غ حػجؼك٠ظححل ٣ ح ؿ ؼوغ.ك طيح
ػل ق ح كض . ل ـ حؿظ ط ح ـ حل خء ـ ز ح حدض جض ٣ ، خثشػخ ػ
طوض٣و خ ؼ ح وضع. ح و ح سخن ل ر زلغ، ح ل ٤ؾ ػ٠ح
طذظ٤و خ غؿ ج ظحح هضح ػجخػ خفك٠حل دض ج ظحح ، و
غ ـ ح ل٣ ح خحسزغ.ػخ٤خ: ظغص ٤زش ـ ع ح ػ حسزخع حدضخ: ج ح
ؼ ع.ػخؼخ:ج غ خط زخء .عحرؼخ:ح ؼج ح ؼغد ضح صس ػ ج ط ؼ
هلس وػ٤ ػ٤ ؼ ح ح ذخ ح . حل أ حد شخ٤ش ح هخثغ ح ػ
ل ٣وغأ ل ظذ ل٣ ٤ خ ح خ ) ل ـ ح ج ٤ د٢ رخ طحي ػ خث ـ ؿظ
حدغوحجؼحثغ١,محل وز (.ػجخػرخ
Soal :Apa sebab Al-Qur‟an menjadi mukjizat terbesar?
Jawab :Al-Qur‟an dikenal sebagai mu‟jizat terbesar bagi
Rasulullah. Sebagai mu‟jizat terbesar Al-Quran
memiliki banyak keistimewaan sekaligus bukti
kebenaran Al-Qur‟an itu sendiri.
Keindahan Al-Qur‟an terletak pada susunan
bahasanya yang begitu indah, jelas penuturannya dan
tinggi nilai sastranya sehingga keluar dari jangkauan
kemampuan manusia.
Dibanding bangsa lain, bangsa Arab memang dikenal
sebagai bangsa yang amat fasih lidahnya dan amat
tinggi ilmu kesustraannya. Pada masa Nabi
Muhammad SAW ketinggian nilai sastranya telah
63
mencapai puncaknya, mereka dikenal sebagai bangsa
yang mahir dan mengagumkan dalam kecerdasan
akal dan pikirannya.
Nabi Muhammad SAW berada di tengah-tengah
mereka selama dua puluh tiga tahun. Dengan
sungguh-sungguh beliau menyampaikan Al-Qur‟an
sebagai tantangan, dan menyuruh mereka untuk
menyainginya. Nabi Muhammad terus
membangkitkan mereka untuk menandingi Al-
Qur‟an.
Sering kali Nabi Muhammad SAW meminta mereka
agar membuat satu surat saja yang semisal Al-
Qur‟an. Juga ditawarkan agar mereka meminta
bantuan kepada siapa saja yang dikehendaki, baik
dari golongan manusia ataupun bangsa jin.
Ini merupakan suatu bukti bahwa Al-Qur‟an bukan
perkataan manusia, akan tetapi merupakan firman
Allah yang diturunkan sebagai bukti kebenaran rasul-
Nya dan menguatkan kata-katanya. Sebagai mu‟jizat
terbesar Al-Qur‟an memiliki banyak keistimewaan
sekaligus bukti kebenaran Al-Qur‟an itu sendiri,
antara lain:
1) Al-Qur‟an menceritakan hal-hal yang ghaib yang
memang terbukti sebagaimana diberitakan oleh
kitab ini.
2) Al-Qur‟an tidak dapat membosankan meskipun
didengar berulang kali.
3) Al-Qur‟an memuat berbagai macam ilmu yang
tidak didapati oleh bangsa Arab maupun bangsa-
bangsa lain.
4) Al-Qur‟an menjelaskan tentang kejadian-
64
kejadian di masa lalu dan hal ikhwal ummat
terdahulu.
Sementara Nabi Muhammad SAW sendiri
adalah orang yang tidak mengenal tulis menulis dan
membaca (ummi), karena dengan demikian ini tidak
diperlukan oleh orang yang menerima wahyu,
disamping kemu‟jizatan Al-Quran dapat diterima
dengan nyata(Ahcmad Sunarto, 2011:67)
Al-Qur‟an merupakan mu‟jizat yang agung, ilmiah,
rasional. Ajarannya jelas dan membawa cahaya terang bagi
orang-orang yang beriman. Tidak ada seorang pun yang dapat
mengubahnya, apalagi dapat mendatangkan serupa dengannya,
karena Al-Qur‟an mendapatkan pemeliharaan dari Sang
Pencipta, Allah Yang Maha sempurna, penuh perhatian dan
pemeliharaan.
d. Pembahasan Keempat Iman Kepada Para Rasul
طؼخ٠؟ هللا ٤قحػظوخصىرغؿ ؽ:
حع عؿل طؼخ٠ لل ح حػظوض حدؽ: رخؼ ـ ذ غ٣ زل ل ك ش عد ؿ
٣ حض وخخ ح٤ خ٣ذظخج خؽ ز٤٤ ؼوخد رخ ٤ت ـ ظع٣
حضع ر ـ خ٣ز ل٤ض٣ ٤خ. حض ؼجؼحص غس، رخ٣شظخ ح٣ض ٤خ، ؼ جشح
ضػ ذ ز٤خ حسغ حص ح غس، مرخ وحجؼحثغ١, ـل ح لس حو ٤
.)
Soal :Bagaimana keyakinanmu tentang Rasul Allah?
Jawab :Yaitu meyakini bahwa Allah memiliki para utusan
yang diutus-Nya sebagai wujud rasa sayang dan
keutamaan-Nya. Tujuannya agar para utusan tersebut
memberi kabar gembira dan pemberi peringatan.
Selain itu juga untuk memberi penjelasan atas
65
permasalahan agama dan dunia serta member sesuatu
yang bermanfaat bagi manusia agar memperoleh
derajat yang mulia. Mereka diberi penguat berupa
tanda yang jelas maupun mu‟jizat yang luar biasa.
Utusan yang pertama adalah nabi Adam a.s dan yang
terakhir adalah Nabi Muhammad SAW (Ahcmad
Sunarto, 2011: 72).
؟ ؼ٠حز٢ خ ؽ:
٠ع ؿ ـ غرظز٤ ح كخ ـ غرظز٤ ٣ئ ح رلغع د٠ح٤ ح خ ـ ح خ،ؽ:حز٢ ح٣ ل ؿ
ز٢ عؿ وحجؼحثغ١,مك ل عؿ ز٢ (.٤ؾ
Soal :Apa yang dimaksud dengan Nabi?
Jawab :Adapun yang dimaksud Nabi adalah manusia yang
diberi wahyu oleh Allah berupa Syari‟at agama
meskipun ia tidak diperintahkan untuk
menyampaikan kepada ummatnya. Bila ia
diperintahkan untuk menyampaikan kepada
ummatnya maka ia disebut juga rasul. Jadi setiap
Rasul adalah Nabi, dan tidak semua Nabi itu Rasul
(Ahcmad Sunarto, 2011: 73).
Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang
dipilih Allah SWT untuk menerima wahyu. Apabila tidak
diiringi dengan kewajiban menyampaikannya atau membawa
misi tertentu maka dia disebut Nabi. Namun, apabila diikuti
dengan kewajiban atau membawa risalah tertentu maka dia
disebut Rasul. Dengan demikian, setiap Rasul adalah Nabi,
tetapi tidak setiap Nabi adalah Rasul.
ز٤خء؟ ػضصحل ؽ:
66
ظخدحؼؼ٣ؼس ك٠ح خء عحؿ ض ح ، ٤و٤ ػ٠ح ػضص ؽ:ل٣ؼ ػلغ ش ـ
: حؿذخم،: ، خػ٤ حؿ ، ، ٤ حرغح هخخ، ص، ح، حصع٣ؾ، ، حص
، خ ؿ٤ ص، صح ، ل ح ط ، خع ؿ٠، ,كؼ٤ذ، د ح٣ ؿق، ٣ د، ٣ؼو
ؾ، غ،٣ ـ ٤ ٤خؽ،ح حح لس حو ضػ٤ ذ ـ٠، غ٣خ،٣ذ٠٤،ػ٤ ػ ل ـ
خوحجؼحثغ١,م ح٣ (.عؿ
Soal :Berapa jumlah para Nabi?
Jawab :Tidak dapat diketahui secara pasti. Adapun jumlah
Nabi yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an yaitu: Nabi
Adam a.s, Nabi Idris a.s, Nabi Nuh a.s, Nabi Hud a.s,
Nabi Shaleh a.s, Nabi Ibrahim a.s, Nabi Luth a.s,
Nabi Isma‟il a.s, Nabi Ishaq a.s, Nabi Ya‟kub a.s,
Nabi Yusuf a.s, Nabi Ayyub a.s, Nabi Syu‟aib a.s,
Nabi Musa a.s, Nabi Harun a.s, Nabi Dzulkifli a.s,
Nabi Daud a.s, Nabi Sulaiman a.s, Nabi Ilyas a.s,
Nabi Ilyasa‟a.s, Nabi Yunus a.s, Nabi Zakariya a.s,
Nabi Yahya a.s, Nabi Isa a.s, Nabi Muhammad
SAW(Ahcmad Sunarto, 2011: 73).
Al-Qur‟an banyak menyebutkan kedua puluh lima Nabi
dan Rasul dalam berbagai surat dan ayat dengan berbagai tema
dan kisah yang menjadi petunjuk, pelajaran, dan contoh teladan
bagi umat manusia.
ؼجؼحص؟ ؽ خح :
ؼخصس٣ظغػ٣٠ض : ؽ غسخعم ؼجؼحصح حكو خ ح س ضػ٠حز ج حػ٠ ضػ
ؼ ر ط٤خ حل ػ غ٣ (.وحجؼحثغ١,م٣ؼجؼح
Soal :Apa yang dimaksud dengan mu‟jizat?
Jawab :Mu‟jizat adalah sesuatu yang luar biasa yang muncul
dari diri seseorang yang mengakui menjadi Nabi
yang sesuai dengan pengakuannya yang mampu
67
menjadi orang-orang yang mengingkarinya tidak
berdaya untuk menandinginya (Ahcmad Sunarto,
2011:76).
Sebagai manusia pilihan Allah SWT, tentunya Rasul-rasul
Allah memiliki kelebihan tertentu yang disebut dengan mu‟jizat.
Mu‟jizat merupakan kekuatan atau kelebihan yang diberikan
oleh Allah SWT kepada setiap Nabi yang dijadikan sebagai alat
untuk membuktikan bahwa Risalah atau pun dakwah yang
disampaikannya benar-benar dari Allah SWT. Mu‟jizat rasul-
rasul diberikan Allah sesuai dengan zamannya yang digunakan
untuk mengatasi kepandaian orang pada masa Nabi tersebut.
لغ ؽ: خح ذغ؟ ـ ح ؼجؼحس ح مر٤
: ط ؽ أ١ حغ رخصة ك٠ غسخعم ح ذغ ـ ح حؿزخد ػ٠ ز٢ ل ظ ؼخع
ك غ. حل طي ٣ض ػ٠ دو طؼخخخ لؾ ك٠ ػغكخ ذو٤وش ح
. حؿزخر ج رخظغ ٠ خ ح ؿغحرظ ؼخصس. غؿ٤غسخعم ؼجؼسحل خح ح
كؼ ؼ ٣لؼ ح خدغ ـ ح ظخكل٣ ؼخع ل٣ دو٤وش ؼخصس كخخسخعهش
كغػ ؿذغس ض آ ظح ؼوخد٤ش . ح ذ ه د٤ خ, ٤ض ح جؼ ز٤خء, حل
ر دزخ ػو٤ حرظؼض د٤ش دو٤وش , ػوخ خهخعص ل ـ ح ػ٤ ؿ٠
ذغ ـ ذغ. ـ رخ خل٣ؤط٠ ظح رؤ ؼغكظ ء ـ رخ خعس ح لؾ وضع
خص ـ ل ح ظغ ط ح ـ. ل وضعخ ظؼجؼس ط لحؼ٤ش حو غ
عكخصوحجؼحثغ١,م حل .(
Soal :Apa perbedaan antara mukjizat dan sihir?
Jawab :Sihir adalah sesuatu yang luar biasa menurut
pandangan mata dan itu bisa ditandingi, karena sihir
bisa terjadi lantaran ada upaya. Siapa saja yang
mempelajari dan menguasainya maka ia akan
mampu melakukannya.
Pada hakekatnya sihir itu bukan sesuatu yang laur
68
biasa. Jika dianggap luar biasa itu hanya karena dia
belum mengetahui tata caranya. Sihir hanya
bersumber pada kekuatan nafsu yang senantiasa
mengajak kepada kejahatan semata, sedangkan
mu‟jizat bersumber pada jiwa yang suci yang
senantiasa menjurus kepada kebajikan dan petunjuk
(Ahcmad Sunarto, 2011: 85).
لغم : ؽ خح ؼجؼس ر٤ ش؟ ح غح ح
ش : ؽ غح غ ح ؼخصس سخعم ح ٠ ٣ظغػ٠ ش ك٠ ٣ضح وغ ؿ٤غ س. رضػ حز
ؼجؼس خح ح خ كخ وغش ط ٠ رضػ ح س. ؼخعف حز ح طؼخ٠ رخلل
هلخط ذ ـ د خ٣ حظذ جظذ حطخػخص, ػ٠ ح ؼخه٠ ح ٤جخص ـ ح
ؼغى ح خى ػ حص حظحص ك٠ حل حل ش غح عح ظ ػ٠ ٣ض غح ح
حكخعس , عر ض وز , ػ هغر ٠ ؼجؼس خ ز٠ حظ ٣
ظ طي ح ٠ ٢ح حطح ٤ خ ل٣ دظ٠ ح ٣ وغ رغؿخش ظػ خ عؿ
غ ح . ؿخ٣ش ٧ طػخ حصػ٠ حل ؿظول حل ـ رل ٣ظخرغ عؿ طظغ
ش ٣ض ػ٠ غح ح ٤خ ٣ د غ ر ح ٣ ػض ٤طخ ل ٤ خ
ح ػػ ح حه كىذن ل ـ ح لس حو ز٤خػ٤ طؼخ٠سطخر خ ه خ٣ل٤غظي
ط ظ ح ه : هللا ٣ذز ح ر ط لغ ـ ٣ هللا ٣ذزز ٠ كخطزؼ هللا ذز
خكغ٣ ح ل٣ذذ هللا حكخ ط كخ ؿ حغ ٤ؼحهللا ح ه . عد٤ ع ؿل هللا
(.وحجؼحثغ١,م
Soal :Apa perbedaan antara mukjizat dan karomah?
Jawab :Adapun Karomah adalah sesuatu yang luar biasa
yang timbul dari diri seorang wali yang tidak disertai
dengan pengakuan sebagai nabi. Sedangkan Mu‟jizat
adalah sesuatu yang luar biasa yang dibarengi
dengan pengakuan sebagai Nabi.
Wali adalah seorang yang sangat mengenal Allah dan
sifat-sifat-Nya sesuai kemampuannya; dia selalu
mentaati segala perintah Allah dan selalu menjauhi
perbuatan maksiat dan perbuatan yang jelek serta
69
berpaling dari segala kelezatan dan syahwat.
Karomah yang ada pada dirinya adalah merupakan
suatu kemuliaan yang diberikan oleh Allah, dan
sebagai isyarat bahwa dia telah diterima dan dekat
dengan-Nya (Ahcmad Sunarto, 2011: 89)
Mu‟jizat hanya diberikan kepada Nabi pada zaman
tertentu. Mu‟jizat hanya dimiliki oleh orang-orang yang berjiwa
suci. Sedangkan adanya karomah itu sebuah kekuatan yang
hanya dimiliki oleh orang tertentu yang disebut wali. Adapun
sihir adalah sumber kekuatan yang muncul didasari kekuatan
nafsu. Demikianlah penjelasan tentang Mu‟jizat, Sihir, dan
Karomah yang Allah berikan kepada para Rasul untuk dijadikan
bukti kebenaran bahwa Allah memiliki para utusan.
خطح٣جذ ؽ: ز٤خءػ٤ ؟ ل ـل ح
٣جذؽ ز٤خء : ل لس ػ٤ حو ل ـ ح خش, هلخص حعرغ حل ضم, حو : ٠
لؾ حهغ طخرو خ سزغ دو ك٠ ضم حو ؼ٠ لطخش. ح حظز٤ؾ,
غكل٣وضع .حل غ ح ظ دو ك٠ خش حل ؼ٠ , حهل ظد
ػ٠ حهطلخ حظ , ذن ح ٠ ل٣غ خ ك٤ هع ح ذلظش ح ر
ش ؼ٠حظز٤ؾ:ؿخثغح حخؽن. ر٤ خ . ر٤خ ـ حد هللارز٤خ غ ح
ح ظ ٣ لطخش ك ؼ٠ح ك٤ج خ. طي حزخش نك٠ ش ح :ح ل ح
(.وحجؼحثغ١,م
Soal :Sifat apa saja yang wajib dimiliki oleh Nabi?
Jawab :Adapun sifat wajib bagi Rasul diantaranya:
a) Wajib bagi Rasul mempunyai sifat Shiddiq
(jujur).
Shiddiq artinya bahwa semua berita yang
disampaikan itu benar dan sesuai dengan
kenyataannya sehingga mereka tidak mungkin
70
melakukan kebohongan.
b) Wajib bagi Rasul mempunyai sifat Amanah (dapat
dipercaya)
Amanah artinya keadaan lahir dan batin
mereka terpelihara dari segala hal yang tidak
diridhai Allah SWT yang telah memilih mereka
melebihi semua makhluk yang ada.
c) Wajib bagi Rasul mempunyai sifat Tabligh
(menyampaikan)
Tabligh maksudnya dengan jelas-jelasnya
mereka telah menyampaikan kepada manusia
segala perintah Allah yang harus disampaikan
sehingga sedikitpun tak mungkin mereka
menyembunyikan.
d) Wajib bagi Rasul mempunyai sifat Fathanah
(Cerdas)
Fathanah maksudnya mereka adalah
makhluk Allah SWT yang paling sempurna
kecerdasan dan pemahamannya tentang sesuatu
(Ahcmad Sunarto, 2011:92).
Sebagai seorang pemimpin dibumi, tentunya harus
memiliki sifat-sifat yang mendukung untuk dijadikan sebuah
kepercayaan oleh para umatnya. Adapun sifat-sifat wajib yang
harus dimiliki oleh para Nabi ialah Sidiq (Jujur), Amanah (dapat
dipercaya), Tabligh (Menyampaikan), Fatonah (Cerdas).
خطح ؽ: ظذ٤ ـ ز٤خء ػ٠ ٣ حل لس ػ٤ ـل حو ح ؟
ظذ٤ ـ ٣ : ز٤خء ػ٠ ؽ حل لس ػ٤ حو ل ـ ح ظد حعرغ ح : ٠ هلخص
طؼض هلخص ػ٤ ظذ٤ ـ ٣ ظي لش. ـ ح خ ظ ح ؼو٤خ ح حخؽ ض ػ
71
ح د ؼ٤ ح ش د طخك٠ ح ذ ـ ح ح ذغكش ح ضخءس د حظ ط
ز ح خو زؼؼش (.وحجؼحثغ١,مح
Soal :Apa saja sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh para
Nabi?
Jawab :Ada empat sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh
para Nabi a.s yaitu:
a) Seorang Rasul mustahil mempunyai sifat Kidzib
(dusta).
b) Seorang Rasul mustahil mempunyai sifat
Khiyanah (berbohong).
c) Seorang Rasul mustahil mempunyai sifat Kitman
(menyembunyikan).
d) Seorang Rasul mustahil mempunyai sifat Baladah
(bodoh).
Sedangkan Nabi tidak mungkin memiliki beberapa sifat
tercela. Diantara sifat tersebut ialah Kidzib (Dusta), Khiyanah
(Berbohong), Kitman (Menyembunyikan), Baladah (bodoh).
Karena hal tersebut dapat mengurangi derajat kenabian yang
dimana tidak dapat dijadikan teladan bagi para umatnya.
خطح ػ ؽ: ز٤خء دن ك٠ ٣ج حل ؟ ػ٤ ـل ح
٣جػ : ز٤خء ػ٠ ؽ حل ػ٤ ل ـ زلغ٣ ح ح حلػغحى ع ه ح٠ لطئص حظ٠ ش
حػظغحء ؼطق ح ع ج ح غد حل خل ؼ٤ش. ح غحطز ك٠ ون ذغ ح
د حل حظجخعس ي ط ؼ ش ذ حو غى ح حدش حغ حظؼذ زغص ح ظغحف
ذغرذغك ح ػش خ٣ج ػػ٤ رلغ٣ج ضص٤جش ل ـ زلغ فحظ٤٠ ػ٠ح
ح٠ونوحجؼحثغ١,م خلطئص ٧.)
72
Soal :Sifat-sifat apa sajakah yang boleh dilakukan oleh
para Nabi a.s?
Jawab :Semua Nabi a.s juga melakukan apa saja yang
dilakukan oleh manusia biasa, selama hal itu tidak
mengurangi martabat mereka yang tinggi itu. Seperti
makan, minum, lapar, dahaga, merasakan panas dan
dingin, terasa letih, senang, sakit dan sehat. Begitu
pula berdagang dan berusaha melalui sebuah
pekerjaan yang tidak hina. Karena mereka juga
manusia yang boleh melakukan apa saja yang bisa
dilakukan oleh orang lain, selama hal itu tidak
mengurangi martabat mereka sebagai nabi (Ahcmad
Sunarto, 2011: 101).
Selain beberapa sifat wajib, mustahil bagi para Rasul,
sifat-sifat yang harus dimiliki mereka ialah sifat kemanusiaan
biasa, yang tidak menurunkan derajatnya sebagai seorang Rasul
atau biasa disebut dengan sifat jaiz.
e. Pembahasan Kelima Iman Kepada Hari Akhir
٤ خح ؼ٠ ح٥سغ ؽ: خ خ ٣ ؟ حل ر
٤ خح ح : ؽ ٣ ح٥سغك ػظ٤ ح ك٤ طل٤ذ حل لخ حل ك٤ حخؽ طو
ع هز ٣ذلغ حدض هؼ٤ض ح٠ خد ـ ذ ػ ٣ئ غ ٠ ح ح حؼ٤
٤ ج ٣ظغك٤ ح ٣ؤط٠ ح لرض حظوض٣نرؤ ر خ ٣ خحل ح ؼظحد. ح غح
وغ عصك٠ح خ و ذض٣غك٠كؤ ح (.حجؼحثغ١,مآ
Soal :Apa yang dimaksud dengan Hari Akhir dan apa arti
beriman kepadanya?
Jawab :Hari Akhir adalah hari yang maha hebat, sehingga
73
karenanya anak kecilpun akan menjadi berubah.
Pada hari itu semua orang dibangkitkan dari
kuburnya dan dikumpulkan di suatu tempat untuk
dihisab amal perbuatannya, kemudian urusan mereka
berakhir dengan mendapatkan nikmat atau adzab.
Adapun yang dimaksud dengan iman kepada hari
akhir adalah meyakini bahwa hari akhir (kiamat)
pasti terjadi dan akan tampak jelas semua yang
termuat dalam Al-Qur‟an dan hadits (Ahcmad
Sunarto, 2011: 124).
Arti dari percaya ini ialah, mempercayai bahwa seluruh
alam dan segala isinya ini pada suatu saat nanti, akan mengalami
kehancuran setelah ditiupnya terompet Malaikat Isrofil yang
pertama. Termasuk juga manusia pada ketika itu mati semuanya
tanpa kecuali. Tetapi sesudah kematian ini manusia akan
dihidupkan kembali untuk diperhitungkan amalnya ketika di
dunia oleh Tuhan. Dalam sebuah Hadits Nabi Muhammad SAW
diterangkan bahwa amal yang pertama-tama akan
diperhitungkan pada hari kiamat itu ialah amal sholat.
خط ك٠ حطؼظوضؽ: ٤ خ٣ظؼن ح ر؟ ح٥سغ
خرض ؽ: ن ش ح ح خص ـ رذلغحلج ػ ػظحر ح رؼ٤ وزغػ ح ئح ـ ر ل حػظوضح ة٣ؼخصػ
رخػ ػ ٤ؼح ح خد ـ ذ رخ رضس ػ غح رخو ػ خ خرخل ح ٤ ٤ خرخ ح ظخد طخءح
ج خكغ٣ ح صس صحعحؼ٤ جش ح ٤ ئ وحجؼحثغ١,مح ؼظحدحل٤ صحعح
.)
Soal :Apa yang harus kita yakini tentang hal-hal yang pasti
akan terjadi pada hari akhir dan segala yang
berkaitan dengannya?
Jawab :Pertama kali kita harus yakin akan adanya
pertanyaan di alam kubur, kemudian ada yang
74
mendapatkan nikmat atau adzab. Kita yakin bahwa
semua makhluk akan dihidupkan kembali seperti
semula. Mereka akan dihisab dan ditimbang seluruh
amal perbuatannya, kemudian menerima buku
catatan amalnya. Ada yang menerima dengan tangan
kanan dan ada yang menerima dengan tangan kiri.
Kita harus yakin pula akan adanya jembatan (shirat),
lalu orang-orang mukmin masuk neraka tempat
menerima siksa yang amat pedih.
Barang siapa timbangan amal baiknya lebih banyak
dibanding amal buruknya maka ia akan menerima buku catatan
amalnya dengan tangan kanan, dan ia akan mendapatkan
kebahagiaan yang amat besar. Begitu pula sebaliknya,
barangsiapa yang amal buruknya lebih banyak di banding amal
baiknya, maka ia akan menerima buku catatan amalnya dengan
tangan kiri, setelah ia mendapatkan kerugian yang amat besar.
f. Pembahasan Keenam Iman Kepada Qadla dan Qadar
٤قحلءػظوخص وضع؟ؽ: ح خء و رخ
: ؼظوض ؽ ٤غ ح ج وؼصح ح و٤خ ح ؼ حسظ٤خع٣ش خض حء ؿ ؼزخص ح حكؼخ
رخعحصس خثش ع ه ح ؼ طغحع٣ش ح ح غد, حل حل طوض٣غ طؼخ٠ هللا
هظخوحخك٠حلػ رخهز (.جؼحثغ١,مػ
Soal :Apa yang dimaksud dengan meyakini adanya qadha
dan qadar?
Jawab :Yaitu kita harus yakin bahwa segala perbuatan
manusia baik itu yang direncanakan seperti berdiri,
duduk, makan dan minum, atau yang tidak
direncanakan misalnya terjatuh, semua itu adalah
karena kehendak dan takdir Allah SWT yang terjadi
75
pada zaman azali (dahulu kala) dan Allah Maha
Mengetahui sebelum waktu terjadinya (Ahmad
Sunarto, 2011: 149).
Percaya atau Iman kepada Qadla dan Qadar yaitu
mempercayai bahwa segala perbuatan manusia yang telah
dilakukannya adalah kehendak Allah SWT. segala peraturan dan
hukum yang telah ditetapkan oleh Allah secara pasti. Yang
mengikat antara sebab dan akibat.
76
BAB IV
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB
JAWAHIRUL KALAMIYAH DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
A. Nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kitab Jawahirul Kalamiyyah
Secara etimologis, akidah berakar dari kata „aqada ya‟qidu-„aqdan-
„aqidatan. „Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh. Setelah
terbentuk menjadi “aqidah” berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata
“‟aqdan” dan “aqidah” adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di
dalam hati, bersifat mengikat, dan mengandung perjanjian.
Menurut Hasan Al-Banna „Aqaid (bentuk jamak dari “aqidah”) adalah
beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur
sedikit pun dengan keragu-raguan” (Taufik, 2013: 12).
Sedangkan akidah secara syara‟ yaitu iman kepada Allah SWT, para
Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan kepada Hari Akhir
serta kepada Qadha dan Qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini
disebut dengan rukun iman (Fauzan, 1993: 3)
Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kehancuran dan
kesesatan. Karena akidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal
yang bermanfaat. Sebab-sebab penyimpangan dari akidah shahihah yang
harus diketahui:
1. Kebodohan terhadap akidah shahihah, karena tidak mau (enggan)
mempelajari dan mendengarkannya, atau karena kurangnya perhatian
terhadapnya, sehingga tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal
akidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya.
Akibatnya, mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan
yang batil dianggap sebagai yang haq.
2. Ta‟ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak atau
nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa
77
yang menyalahinya, sekalipun hal itu benar. Sebagaimana yang
difirmankan Allah SWT:
ٱ اطحه٤ رطزؼح هخح ٱلل خأؼ خأ ءحرخػ٤ك٢ظزغ آءآ ءحرأ خ لإآ
ل٣ؼ٣ ك٤ؤ و ٨ظض
Artinya:“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang
telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi
kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?"(Q.S. Al-Baqarah: 170) (Departeman Agama RI,
2005: 171).
3. Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah
akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh
kebenarannya, sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan
seperti Mu‟tazilah Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaklid kepada
orang-orang sebelum mereka dari para pemimpin yang sesat, sehingga
mereka juga sesat, jauh dari akidah shahihah.
4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang
shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya,
sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu
dilakukan kecuali oleh Allah SWT, baik berupa mendatangkan
kemanfataan maupun menolak kemadharatan, juga menjadikan para
wali itu sebagai perantara antara Allah SWT dan makhluk-Nya,
sehingga sampai pada tingkat penyembahan Allah SWT. Mereka
bertaqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hewan kurban,
nadzar, doa, istighatsah dan meminta pertolongan.
5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah SWT yang
terhampar di jagat raya ini yaitu ayat-ayat Al-Qur‟an yang tertuang di
78
dalam Al-Qur‟an. Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil
teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua
adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-
agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada
jerih payah dan penemuan manusia semata.
6. Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan
tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan
perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada
yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik
media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur
dan perusak, atau paling tidak memfokuskan pada hal-hal yang
bersifat materi dan hiburan semata, tidak memperhatikan hal-hal yang
dapat meluruskan moral dan menanamkan akidah serta menangkis
aliran-aliran sesat.
Adapun cara-cara menanggulangi penyimpangan ini diantaranya:
1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW untuk
mengambil akidah shahihah. Sebagaimana para salafusshalih
mengambil akidah mereka dari keduanya.
2. Memberi perhatian pada pengajaran akidah shahihah, akidah salaf, di
berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta
mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi.
3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi
pelajaran.
4. Menyebar para da‟i yang meluruskan akidah umat Islam dengan
mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah
batil (Fauzan, 1993: 8).
Meminjam sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup
pembahasan akidah adalah sebagai berikut:
1. Nilai Ilahiyat
Illahiyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Illah (Tuhan, Allah), seperti wujud Allah, nama-
79
nama dan sifat-sifat Allah, dan lain-lain. Adapun rukun akidah Islam
yang termasuk nilai Ilahiyat yaitu Iman kepada Allah SWT.
2. Nilai Ruhaniyat
Ruhaniyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan alam metafisika, seperti: malaikat, jin, iblis,
setan, dan roh. Adapun rukun akidah Islam yang termasuk nilai
Ruhaniyat yaitu Iman kepada Malaikat Allah SWT.
3. Nilai Nubuwwat
Nubuwwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang
kitab-kitab Allah, mukjizat, karomah, dan sebagainya. Adapun rukun
akidah Islam yang termasuk nilai Nubuwwat yaitu Iman kepada Kitab-
kitab Allah SWT dan Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT.
4. Nilai Sam‟iyyat
Sam‟iyyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya
bisa diketahui lewat sam‟iy (dalil berupa Al-Qur‟an dan As-Sunnah,
seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga,
dan neraka. Adapun rukun akidah Islam yang termasuk nilai
Sam‟iyyat yaitu Iman kepada Hari Akhir dan Iman kepada Qadha dan
Qadar (Taufik, 2013: 14).
Pada masa Nabi Muhammad SAW, tidak ada perbedaan-perbedaan
tafsir terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an sehingga menimbulkan golongan atau
kelompok paham keagamaan di antara mereka. Mereka bersatu,
keseragaman akidah pokok yang mencakup masalah Ketuhanan, Malaikat-
malaikat, Kitab-kitab suci, Rasul-rasul, hari Akhirat, serta qadha dan qadar
ini dapat dipertahankan sampai masa kekhalifahan Umar bin Khatab.
Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, muncullah akidah-akidah
yang bersifat cabang. Sebagai akibat munculnya kelompok-kelompok
80
paham keagamaan yang mencoba memahami lebih lanjut terhadap akidah-
akidah pokok yang enam di atas.
Berikut adalah uraian lebih lanjut secara panjang lebar mengenai
akidah pokok yang mencakup masalah-masalah Ketuhanan, Malaikat-
malaikat, Kitab-kitab suci, Rasul-rasul, Hari Akhir, serta Qadha dan Qadar,
atau yang biasa disebut dengan Rukun Iman.
Pembahasan Rukun Akidah Islamiyah diantaranya ialah:
1. Iman Kepada Allah SWT
Syekh Thahir bin Saleh Al-Jazairi dalam bukunya “Jawahirul
Kalamiyah” menerangkan, bahwa iman sesungguhnya Allah SWT itu
bersifat dengan semua sifat kesempurnaan, dan maha suci dari semua
sifat kekurangan.
Iman kepada Allah secara ijmal (garis besar, global) ialah kita
beri‟tikad bahwa sesungguhnya Allah SWT. itu bersifat dengan semua
sifat kesempurnaan, dan maha suci dari semua sifat kekurangan.
Iman kepada Allah SWT. secara tafsil (terperinci, operasional)
ialah kita beri‟tikad bahwa sesungguhnya Allah itu bersifat dengan
sifat-sifat wajib yang jumlahnya 20 ( Tatapangarsa, 1981:42).
a. Sifat-sifat wajib bagi Allah
1) Wujud
Artinya, Allah itu ada. Mustahil bila Allah tidak ada.
Adanya Allah terjadi sebab dzat-Nya sendiri, tidak karena
diadakan oleh sebab lain di luar dzat-Nya. Menurut imam
Asy‟ary sesuai dengan kenyataannya bahwa dzat Allah itu
pasti ada sehingga jika tabir telah dibuka maka kita akan
mampu melihat dzat Allah. Dengan demikian berarti
bahwa dzat Allah Ta‟ala itu pasti ada.
Dalil yang menunjukkan wujud-Nya Allah adalah
baru diciptakannya alam ini. Maksudnya bahwa alam ini
“ada” yang sebelumnya “tidak ada”. Allah ini merupakan
81
suatu bentuk sebagimana halnya dzat dan juga memiliki
sifat seperti bergerak, tenang dan juga mempunyai warna.
Dari sini jelaslah sekarang bahwa diciptakan alam
ini ada yang mengunggulkan atas yang lain, yakni (Allah)
yang telah menciptakannya karena pengunggulan terhadap
salah satu dari dua hal yang diklasifikasinya sama itu tidak
mungkin akan terjadi manakala tanpa ada yang
mengunggulkannya (Ahcmad Sunarto, 2012: 33).
2) Qidam
Artinya, Allah itu azali atau dahulu. Dahulunya
Allah tidak berpermulaan, sebab sesuatu yang mempunyai
permulaan berarti sesuatu itu baru dan sesuatu yang baru
tentulah dijadikan oleh sesuatu yang lain di luar dirinya.
Qudus, makhluk namanya. Tentu saja keadaan yang
demikian mustahil bagi Allah (Ahcmad Sunarto, 2012:
43).
Dalil Al-Qur‟an yang menunjukkan Allah SWT
bersifat Qidam di dalam firmannya:
ٱل ٱ ٱ٦أ غٱظ ك٢سغ ر زخ ءػ٤
Artinya:” Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir
dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu” (Q.S. Al-Hadid: 3)(Al-Quran
dan Terjemahnya, 1972: 900).
3) Baqa‟
Artinya, Allah SWT itu kekal abadi. Allah SWT ada
untuk selama-lamanya, tidak mengalami kebinasaan atau
kehancuran, tidak mempunyai akhir kesudahan.
Yang dimaksud Allah baqa‟ itu adalah jika
seandainya Allah itu mungkin „adam (tidak ada) niscaya
82
Allah itu hadits dan sudah tentu Dia butuh kepada yang
menciptakan. Yang demikian ini akan terjadilah daur dan
tasalsul sebagimana penjelasan sifat qidam.
Penjelasannya adalah jika sesuatu itu mungkin
„adam sudah pasti Dia tidak qidam, karena setiap yang
„adam wujudnya tidak menjadi jaiz (bisa ada bisa tidak),
sedang setiap yang jaiz dan setiap yang hadits pasti butuh
kepada yang menciptakan. Padahal Allah Ta‟ala sudah
jelas qidam sehingga muhal bagi-Nya „adam (Ahcmad
Sunarto, 2012: 51). Firman Allah yang menunjukkan sifat
Baqa‟ ialah:
ط ل ٥ض ءحسغ خ ا ٱلل غ كع ال ٢ا ال خي ٱۥ جء ذ
ا غط٤ ٧٧جؼ
Artinya:“Janganlah kamu sembah di samping
(menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain.
Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa,
kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan,
dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan”(Q.S. Al-Qashas: 88) (Al-Qur‟an
dan Terjemahnya, 1972: 317).
4) Mukhalafah Lil-Hawadits
Artinya, Allah itu berbeda dengan segala yang baru.
Yang baru ialah makhluk. Jadi Tuhan berbeda dengan
makhluk. Perbedaan di sini meliputi segala hal, baik
mengenai dzat, sifat, maupun perbuatan. Tidak mungkin
terjadi persamaan, antara Tuhan Sang Pencipta dengan
makhluk yang diciptakan.
83
Dalil yang menjelaskan bahwa Allah harus memiliki
sifat Mukhalafah lil-hawadits adalah jika seandainya ada
sedikit saja dari makhluk ini setara dengan Allah Ta‟ala,
niscaya Allah itu baru.
Sebagaimana tertera di dalam firman-Nya:
ٱ ص ـ ٱ غ ىع٧كخ جؼ ـ ٱج ػأأل أ٧خ خػؼ ج
ظ٣ عإ ٤ك٤ ٤غٱ٢ءكۦؼؾ ـ ٱ زو٤غ
Artinya:”(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan
bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-
pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan
Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat”
(Q.S. Asy-syura: 11) (Al-Qur‟an dan
Terjemahnya, 1972: 293).
5) Qiyam Binafsihi
Artinya, Allah tidak membutuhkan tempat dan yang
menciptakan. Tempat diartikan sebagai dzat sedang yang
menciptakan diartikan sebagai mukhassis.
Dengan demikian berarti dari Allah memiliki sifat
“Qiyamuhu binafsihi” adalah bahwa Dia tidak butuh
kepada dzat lain sebagai sandarannya dan juga tidak butuh
kepada yang menciptakan karena memang Dialah Sang
Pencipta segala sesuatu (Ahcmad Sunarto, 2012: 59).
6) Wahdaniyah
Artinya, Allah itu Maha Esa. Kemaha-Esaan Allah
meliputi Dzat-Nya, Sifat-Nya dan Perbuatan-Nya seperti
84
yang telah diterangkan di muka. Khusus tentang Esa
dalam perbuatan (Al-Wahdatu Fil-Af‟al) perlu
ditambahkan bahwa artinya ialah Tuhan menyendiri dalam
berbuat, tidak sekutu bagi-Nya. Perbuatan-perbuatan yang
dikerjakannya semata-mata terjadi atas dasar kehendak
dan kekuasaan-Nya yang absolute, tanpa ada campur
tangan pihak lain.
Yang dimaksud Allah Esa dalam sifat-Nya adalah
bahwa Allah Ta‟ala tidak memiliki dua sifat yang sama,
baik sama dalam nama maupun artinya ilmu atau dua sifat
iradah.
Sifat wahdaniyah (Esa) yang harus dimiliki Allah itu
telah menafikan lima pertanyaan “Kam” (berapa) yang
mustahil bagi Allah, yakni:
(a) Kam Muttashil fidz dzat, yakni Dzat Allah memiliki
dzat lain yang sama dengan dzat-Nya.
(b) Kam Munfashil fidz dzat, yakni Dzat Allah memiliki
dzat lain yang sama dengan dzat-Nya.
(c) Kam fis sifat, yakni misalnya bila Allah memiliki
dua sifat qudrah (Allah memiliki sifat double).
(d) Kam Munfashil fis sifat, yakni bila selain Allah
memiliki sifat-sifat yang menyerupai salah satu sifat
Allah.
(e) Kam Munfashil fil Af‟aal, yakni jika selain Allah
memiliki perbuatan.
Kelima “kam” tersebut manjadi sirna lantaran Allah
SWT memiliki sifat Wahdaniyah (Ahcmad Sunarto,
2012: 68).
7) Qudrah
Artinya, Allah itu berkuasa. Berkuasa berbuat apa
saja dan menguasai segala apa saja. Kekuasaan Tuhan
85
bersifat penuh, mutlak, absolut, dalam arti sebenar-
benarnya. Mustahil Tuhan tidak berkuasa berarti lemah,
dan yang lemah bukan Tuhan.
Sifat Qudrah ini memiliki keterkaitan dengan segala
sesuatu yang telah ada kemudian ia menjadikannya,
sebagaimana sifat qudrah yang berhubungan dengan diri
seseorang yang dikehendaki Allah untuk tidak ada lalu
dengan sifat qudrah ini seseorang menjadi ada.
Keterkaitan semacam ini dinamakan “Ta‟alluq
Tanjizi”, yakni keterkaitan sifat qudrah dengan suatu
perbuatan. Ta‟alluq Tanjizi ini adalah merupakan ta‟alluq
yang baru. Ta‟alluq Tanjizinya sifat qudrah ini hanya
khusus berkaitan dengan keadaan yang ada pada makhluk
saja (Ahcmad Sunarto, 2012: 79).
8) Iradah
Artinya, Allah itu berkehendak. Allah dalam berbuat
apa saja, berbuat atas dasar kehendak-Nya atau kemauan-
Nya. Sementara itu segala sesuatu bisa terjadi bilamana di
kehendakki oleh-Nya.
Sifat Iradah memiliki dua ta‟alluq, yakni:
(a) Ta‟alluq shaluhi qadim, yaitu kepatutan sifat tersebut
untuk menentukan segala yang mungkin pada zaman
azali. Contohnya zaid diciptakan sebagai orang yang
tinggi atau pendek itu bisa jadi dia tidak seperti apa
yang ada pada dirinya sekarang ini tinggal melihat
kepada kesesuaian iradah yang ada, yakni mungkin
dia menjadi seorang raja (memiliki kedudukan tinggi)
atau bisa jadi ia menjadi rakyat jelata (orang
rendahan), tinggal melihat bagaimana ta‟alluq
shaluhinya.
86
(b) Ta‟alluq tanjizi qadim, yaitu penentuan Allah Ta‟ala
terhadap sesuatu dengan menggunakan sifat yang
(sesuatu itu) ada padanya, seperti ilmu yang dimiliki
zaid itu adalah merupakan iradah (kehendak)Nya. Zaid
ditentukan menjadi orang yang berilmu misalnya ia
adalah qadim yang lazim disebut ta‟alluq tanjizi
qadim, sedang kepatutan iradah untuk menentukan si
Zaid memiliki ilmu atau yang lain dengan hanya
melihat kepada dzatnya saja tanpa memandang kepada
kepatutan penentuan dengan perbuatannya itu
dinamakan ta‟alluq shaluhi qadim.
Ta‟alluqnya sifat qudrah dan iradah ini mencakup
semua yang mungkin termasuk segala yang terlintas
dalam hati sanubari seseorangpun juga sangat
ditentukan oleh iradah (kehendak) Allah Ta‟ala yang
juga ditentukan melalui qudrah (kekuasaan)Nya
(Ahcmad Sunarto, 2012: 94).
9) Ilmu
Artinya, Allah itu mengetahui. Pengetahuan Tuhan
meliputi segala sesuatu dari yang sebesar-besarnya sampai
yang sekecil-kecilnya, baik yang telah atau akan terjadi, di
bumi, di udara, di laut dan di mana saja, di dalam gelap
atau terang, lahir atau batin.
Sifat ilmu mempunyai keterkaitan yang erat dengan
segala yang wajib, segala yang jaiz dan segala yang
mustahil sehingga dengan ilmu-Nya Dia mampu
mengetahui dzat dan sifat-sifat-Nya sendiri, dengan ilmu-
Nya pula Dia dapat mengetahui segala sesuatu yang telah
ada dan yang belum ada. Dia juga dapat mengetahui
segala yang mustahil dalam arti bahwa mengetahui adanya
sekutu adalah merupakan sesuatu yang mustahil terjadi
87
pada diri Allah Ta‟ala. Apabila Allah mempunyai sekutu
Ia Maha mengetahui dan terjadilah kehancuran yang
berkepanjangan. Maha Suci Allah dari sekutu dan Maha
Luhur Dia dengan keluhuran yang tiada tara.
Sifat Ilmu ini hanya memiliki ta‟alluq tanjizi qadim
saja. Allah Ta‟ala mampu mengetahui secara sempurna
semua yang tersebut di atas sejak zaman azali tanpa
melalui praduga terlebih dahulu dan juga tanpa keraguan-
raguan, karena praduga dan keragu-raguan adalah
merupakan sesuatu yang mustahil bagi Allah Ta‟ala
(Ahcmad Sunarto, 2012: 97).
10) Hayat
Artinya, Allah itu hidup. Hidup Allah kekal abadi,
tidak waktu lahir dan tidak ada waktu matinya. Ia hidup
selama-lamanya. Dengan tidak berkesudahan. Mustahil
Allah tidak hidup, karena tidak hidup berarti mati. Yang
mati tidak bisa berbuat apa-apa. lemah dan tidak berkuasa.
Tuhan Maha Suci dari keadaan yang demikian. Adanya
alam semesta dengan segala isinya yang telah diciptakan
oleh Tuhan, membuktikan bahwa Tuhan itu hidup.
11) Sama‟
Artinya, Allah itu mendengar. Pendengaran Allah
meliputi segala suara yang ada di manapun, baik suara
yang keras maupun perlahan. Tidak mungkin Tuhan tuli,
sebab tuli adalah satu sifat kekurangan yang mustahil ada
pada Allah.
12) Bashor
Artinya, Allah itu melihat. Penglihatan Tuhan
meliputi apa saja. Yang berada di mana saja dan dalam
keadaan bagimana saja. Mustahil Allah buta, sebab buta
88
adalah satu sifat kekurangan yang tidak pantas ada pada
Allah Yang Maha Sempurna.
13) Kalam
Yang dimaksud kalam Allah bukan lafadz-lafadz
syarifah (Al-Qur‟an) yang ditirunkan kepada Nabi
Muhammad SAW itu, karena Al-Qur‟an tersebut baru saja
diturunkan, sementara sifat kalam yang ada pada Allah
Ta‟ala itu qadim (ada sejak dahulu kala).
Al-Qur‟an yang ada pada kita itu pada
permualaanya, ada akhirnya, ada surat-suratnya dan ada
ayat-ayatnya. Sedang sifat kalam yang qadim terlepas dari
semua itu sehingga disana tidak terdapat ayat, surat
maupun i‟rabnya, karena itu (Al-Qur‟an) adalah
merupakan kalam yang mengandung berbagai macam
huruf dan suara, sedangkan pada sifat kalam qadim tidak
terdapat huruf dan suara sebagaimana penjelasan
terdahulu.
Kesimpulannya adalah lafadz-lafadz yang ada pada
Al-Qur‟an itu menunjukkan suatu makna dan makna ini
sama persis dengan pemahaman dari kalam qadim yang
ada pada dzat Allah Ta‟ala (Ahcmad Sunarto, 2012: 16).
14) Kaunuhu Qadiran, artinya Maha selalu Berkuasa
Sifat wajib Allah yang keempat belas adalah
kaunuhu Qadiran (Allah Maha Berkuasa), yakni suatu sifat
yang ada pada dzat Allah Ta‟ala yang tidak maujud dan
juga tidak ma‟dum.
Sifat ini berbeda dengan sifat Qudrah, namun antara
sifat ini dengan sifat Qudrah sama-sama saling
membutuhkan sehingga setiap sesuatu yang dimiliki
qudrah (kekuasaan) pasti disitu ada sebuah sifat yang
dinamakan Kaunuhu Qadiran (dia memiliki kekuasaan)
89
baik sesuatu itu qadim atau hadits (Ahcmad Sunarto,
2012: 124).
15) Kaunuhu Muridan, artinya Maha selalu Berkehendak.
Yakni suatu sifat yang berada pada dzat Allah Ta‟ala
yang tidak maujud dan juga tidak ma‟dum. Dan yang
demikian ini disebut “haal”. Sifat Kaunuhu Muridan ini
tidak sama dengan iradah baik dzat yang memilikinya itu
qadim atau hadits (Ahcmad Sunarto, 2012: 127).
16) Kaunuu „Aliman, artinya Maha selalu Mengetahui.
17) Kaunuhu Hayyan, artinya Maha selalu Hidup.
18) Kaunuhu Sami‟an, artinya Maha selalu Mendengar.
19) Kaunuhu Bashiran, artinya Maha selalu Melihat.
20) Kaunuhu Mutakaliman, artinya Maha selalu berkata
(Tatapangarsa, 1981: 63).
b. Sifat-sifat Mustahil bagi Allah
1) Al-„Adam, artinya tidak ada, lawan dari sifat Wujud.
2) Al-Hudus, artinya baru, lawan dari sifat Qidam.
3) Al-Fana‟, artinya binasa, lawan dari sifat Baqo‟.
4) Al-Mumatsalah, artinya sama dengan makhluk, lawan dari
sifat Mukhalafah lil-Hawadits.
5) Al-Ihtiyaju bighairihi, artinya tidak berdiri sendiri, lawan
dari sifat Qiyam Binafsih.
6) At-Ta‟adud, artinya berbilang, lawan dari sifat
Wahdaniyah.
7) Al-„Ajzu, artinya lemah, lawan dari sifat Qudroh.
8) Al-Karohah, artinya lemah, lawan dari sifat Irodah.
9) Al-Jahlu, artinya bodoh, lawan dari Ilmu..
10) Al-Mautu, artinya mati, lawan dari sifat Hayyat.
11) Al-Ashommu, artinya tuli, lawan dari sifat Sama‟.
12) Al-„ama, artinya buta, lawan dari sifat Bashor.
13) Al-Bukmu, arinya bisu, lawan dari sifat Kalam.
90
14) Ajizan, artinya maha selalu lemah, lawan dari sifat
Qodiron.
15) Karihan, artinya maha selalu terpaksa, lawan dari sifat
Muridan.
16) Jahilan, artinya maha selalu bodoh, lawan dari sifat
Aliman.
17) Mayyitan, artinya maha selalu mati, lawn dari sifat
Hayyan.
18) Ashoma, artinya maha selalu tuli, lawan dari sifat Sami‟an.
19) A‟ma, artinya maha selalu buta, lawan dari sifat Bashiron.
20) Abkam, artinya maha selalu bisu, lawan dari sifat
Mutakalliman (Tatapangarsa, 1981: 69)
c. Sifat Jaiz
Sifat Jaiz bagi Allah hanya ada satu sifat, yaitu bebasnya
Allah berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Jaiz artinya”boleh”.
Jadi Tuhan boleh berbuat sesuatu dan boleh juga tidak berbuat
sesuatu (Tatapangarsa, 1981: 69).
2. Iman kepada Malaikat Allah SWT
Iman kepada Malaikat adalah masalah aqidah yang kedua
setelah iman kepada Allah SWT. Pengetahuan kita tentang Malaikat
hanya semata-mata berdasarkan Qur‟an dan keterangan-keterangan
Nabi. Para Malaikat termasuk persoalan alam gaib, tidak bersifat
material namun sebagian tabiatnya bahwa dia dapat menjelma ke alam
material. Kita wajib beriman kepada Malaikat oleh karena Al-Qur‟an
dan Nabi memerintahkannya, sebagaimana wajibnya beriman kepada
Allah dan para Nabi-Nya (Razak, 1996:137).
Malaikat, termasuk makhluk Allah yang gaib. Hal yang gaib
ialah segala sesuatu yang tidak dapat “ditangkap” oleh pancaindera.
Tidak hanya malaikat saja yang gaib, tetapi dzat Allah, Jin, segala
yang menyangkut akhirat seperti surga, neraka, dan lain sebagainya
91
juga perkara-perkara yang gaib. Kata “gaib” itu sendiri, artinya ialah:
“hilang”, atau “lenyap” atau “tidak ada” dalam jangkauan pancaindera
(Tatapangarsa, 1981:81)
Keberadaan malaikat tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
Namun, sebagai orang yang beriman wajib mempercayai keberadaan
malaikat, sifat-sifatnya, dan tugas-tugas yang telah diamanahkan
Allah kepadanya. Mengingkari adanya malaikat termasuk orang yang
sesat dan kufur.
Jika seseorang beriman kepada malaikat, maka yang
dimaksudkan antara lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang
terdapat pada malaikat seperti selalu taat atas apa yang diperintahkan
Allah dan menjahui apa yang dilarang kepadanya. Percaya kepada
malaikat juga dimaksudkan agar manusia juga diperhatikan dan
diawasi oleh para malaikat sehingga ia tidak berani melanggar
larangan Allah SWT.
Beberapa malaikat beserta tugas-tugasnya:
a. Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan Risalah atau Wahyu.
b. Malaikat Mikail, bertugas membagikan Rejeki kepada Makhluk
Allah.
c. Malaikat Israfil, bertugas meniup Sangkakala.
d. Malaikat Izrail, bertugas mencabut Nyawa.
e. Malaikat Rokib, bertugas mencatat amal baik Manusia.
f. Malaikat Atid, bertugas mencatat amal buruk Manusia.
g. Malaikat Munkar, bertugas menanyai di alam kubur.
h. Malaikat Nakir, bertugas menanyai di alam kubur.
i. Malaikat Malik, bertugas menjaga pintu Neraka.
j. Malaikat Ridwan, bertugas menjaga pintu Surga.
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah SWT
Iman kepada Kitab Allah SWT merupakan rukun iman yang
ketiga. Iman kepada kitab Allah artinya meyakini bahwa Allah SWT
92
telah menurunkan firman-Nya melalui kitab yang diturunkan kepada
Nabi dan Rasul. Kitab-kitab tersebut diturunkan oleh Allah SWT
untuk menjadi pedoman hidup bagi umat manusia.
Beriman kepada kitab-kitab Allah SWT berarti membenarkan
secara pasti bahwa seluruh kitab tersebut diturunkan Allah SWT
melalui firman yang diturunkan secara hakiki, baik tanpa perantara
malaikat dengan berfirman dibelakang tabir maupun melalui malaikat
yang datang kepada Rasul. Selain itu, ada pula yang ditulis langsung
oleh Tangan-Nya (Al-Hakami, 1994: 123)
Kitab-kitab Allah yang dimaksud adalah:
a. Taurat: diturunkan kepada Nabi Musa a.s untuk menjelaskan
hukum Allah, akidah yang benar yang di ridhai Allah dan kabar
gembira akan datangnya Nabi dari keturunan Nabi Ismail, yaitu
Nabi Muhammad SAW. Yang membawa syari‟at baru yang
menunjukkan umat manusia menuju Dar al-salam. Mengenai
Taurat yang ada hari ini tidak asli lagi sebab tidak ditemukan
lagi di dalamnya penyebutan tentang surga, neraka, hari
kebangkitan dari kubur, hari perkumpulan di padang mahsyar
dan juga hari pembalasan.
b. Zabur, diturunkan kepada Nabi Daud a.s berisikan sekumpulan
dzikir, nasehat serta hikmah dan tidak terdapat hukum syari‟at di
dalamnya, karena Nabi Daud a.s di perintahkan untuk mengikuti
syari‟at Nabi Musa a.s.
c. Injil, diturunkan kepada Nabi Isa a.s untuk menjelaskan hakikat
kehidupan dan ajakan kepada umat manusia untuk meng-Esakan
Allah, menghapus sebagian hukum taurat yang berupa cabang-
cabang untuk tujuan penerapannya, dan berisi kabar gembira
akan datangnya penutup para Nabi. Mengenai kitab Injil yang
ada hari ini telah mengalami perubahan dari yang aslinya. Hari
ini dikenal 4 macam Injil yakni Mathius, Markus, Lukas dan
Yohannes. Nama ini diambil dari 4 orang Kristen yang menurut
93
fakta sejarah mereka sama sekali tidak pernah bertemu dengan
Nabi Isa a.s.
d. Al-Qur‟an: diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
kitab Illahi yang terakhir diturunkan berfungsi untuk menghapus
berlakunya kitab-kitab sebelumnya, hukumnya berlaku hingga
hari kiamat. Al-Qur‟an senantiasa terjaga dan tidak akan pernah
mengalami perubahan. Al-Qur‟an dikenal sebagai mu‟jizat
terbesar bagi Rasulullah. Sebagai mu‟jizat terbesar Al-Qur‟an
memiliki banyak keistimewaan sekaligus bukti kebenaran Al-
Qur‟an itu sendiri, antara lain:
1) Penyebutan kejadian dalam Al-Qur‟an yang belum terjadi
dan akhirnya menjadi kenyataan persis seperti yang
diberitakan dalam Al-Qur‟an.
2) Kita tidak akan bosan mendengarnya meski ia dibaca
berulang-ulang.
3) Di dalamnya terhimpun berbagai pengetahuan yang tidak
dimiliki oleh bangsa Arab maupun selain mereka.
4) Al-Qur‟an menyebutkan kisah-kisah yang telah terjadi di
masa lalu dan keadaan umat terdahulu. Padahal Nabi
Muhammad adalah seorang yang ummi.
4. Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT
Beriman kepada Rasul Allah SWT berarti meyakini dalam hati
bahwa Allah mengutus beberapa orang Rasul untuk menyampaikan
wahyu kepada manusia. Nabi yang pertama kali diutus oleh Allah
SWT adalah Nabi Adam a.s sedangkan Rasul terakhir yang diutus
Allah SWT adalah Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad sebagai
penyempurna ajaran-ajaran yang lalu. Allah mengutus Nabi
Muhammad sebagai rahmat seluruh alam (Masrun, 2007:83).
94
Adapun perbedaan konsep Nabi dan Rasul yaitu Nabi adalah
manusia yang diberikan wahyu (pengetahuan) berupa aturan Syara‟
meski tidak diperintahkan untuk menyampaikannya, dan apabila
diperintahkan untuk menyampaikannya disebut sebagai Rasul.
Untuk membuktikan kebenaran dakwahnya, para Nabi dan
Rasul dibekali oleh Allah mu‟jizat. Mu‟jizat adalah sesuatu yang tidak
bisa terjadi yang muncul dari seseorang penyampai risalah kenabian
yang sesuai dengan dakwahnya, dengan tujuan untuk menantang
orang yang ingkar untuk melakukan yang serupa dengan mu‟jizat
tersebut.
Definisi mu‟jizat menurut kitab “itmamud Diroyah” yang
mengandung pengertian lebih lengkap menyebutkan, bahwa mu‟jizat
adalah “Sesuatu yang luar biasa yang timbul dari para Rasul, untuk
menguatkan kedatangan mereka dan pengakuan mereka sebagai
Rasul”(Tatapangarsa, 1981: 143).
Sebagai manusia pilihan Allah SWT, tentulah harus memiliki
sifat-sifat yang mendukung agar terlaksananya tugas kenabian dan
kerasulan. Para rasul adalah manusia pilihan Allah yang mempunyai
sifat jujur, terbebas dari cacat dan kurang, terlindungi (ma‟shum) dari
dosa-dosa besar maupun kecil.
Mu‟jizat itu banyak jumlahnya. Keadaan atau sifatnya pun
berbeda-beda satu sama lain. Tetapi dari sekian banyak mu‟jizat yang
berbeda itu dapat dibagi kepada empat macam:
a. Mu‟jizat Kauniyah, yaitu mu‟jizat yang bersifat peristiwa alam,
seperti dibelahnya bulan menjadi dua oleh Nabi Muhammad
SAW, dibelahnya laut dan dipancarkannya air dari batu oleh
Nabi Musa a.s.
b. Mu‟jizat Syahsiyah, yaitu mu‟jizat yang timbul dari tubuh Rasul
itu sendiri, seperti memancarnya air dari celah-celah jari Nabi
Muhammad, menyembuhkan penyakit buta dan kusta oleh Nabi
Isa, dan memancarnya cahaya dari tangan Nabi Musa a.s.
95
c. Mu‟jizat Salbiyah, yaitu mu‟jizat yang membikin sesuatu tidak
berdaya sama sekali, seperti Nabi Ibrahim a.s yang dapat
menjadikan api tidak berdaya sama sekali, yaitu menghapuskan
daya membakarnya api itu sehingga ia tidak terbakar.
d. Mu‟jizat Aqliyah, yaitu mu‟jizat yang rasional atau masuk akal.
Contoh satu-satunya ialah mu‟jizat Al-Qur‟an (Tatapangarsa,
1981: 146).
Adapun jumlah Nabi yang wajib diketahui oleh orang mukallaf
adalah Nabi Adam a.s, Nabi Idris a.s, Nabi Nuh a.s, Nabi Hud a.s,
Nabi Shaleh a.s, Nabi Ibrahim a.s, Nabi Luth a.s, Nabi Isma‟il a.s,
Nabi Ishaq a.s, Nabi Ya‟kub a.s, Nabi Yusuf a.s, Nabi Ayyub a.s,
Nabi Syu‟aib a.s, Nabi Musa a.s, Nabi Harun a.s, Nabi Dzulkifli a.s,
Nabi Daud a.s, Nabi Sulaiman a.s, Nabi Ilyas a.s, Nabi Ilyasa‟ a.s,
Nabi Yunus a.s, Nabi Zakariya a.s, Nabi Yahya a.s, Nabi Isa a.s, Nabi
Muhammad SAW (Ahcmad Sunarto, 2012: 23).
5. Iman kepada Hari Akhir
Keyakinan yang selanjutnya yaitu meyakini hari akhir. Hari
akhir adalah hari berakhirnya kehidupan dunia. Adapun yang
termasuk kategori beriman adalah beriman kepada tanda-tanda kiamat
yang terjadi sebelumnya secara pasti, juga beriman kepada adanya
mati serta adanya fitnah kubur, adzab, dan kenikmatannya, beriman
kepada tiupan sangkakala, beriman kepada keluarnya manusia dari
liang kubur, beriman kepada keadaan Hari Kiamat yang terjadi
berbagai tragedi, kegoncangan, penggolongan-penggolongan di
mahsyar, bertebarannya catatan amal, ditegakkannya timbangan-
timbangan (amal), adanya shirot (jalan menuju surga), dan haudh
(telaga), syafaat bagi yang diijinkan oleh Allah, beriman kepada surga
dengan segala kenikmatannya, kepada neraka dan segala adzabnya,
serta kepada lain-lainnya sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-
Qur‟an atau di dalam sunah yang shahih (Majid, 2006:149).
96
Pemberitahuan Allah tentang Hari Akhir sebagaimana yang
telah difirmankan Allah SWT di dalam Al-Qur‟an:
أ لغح ٱظ٣ ػػ هز٣ عر٢ظؼؼح زر٠ ػ خ ر ظزئ ػ ؼؼ ط ػ٠ٱلل يط
ح ٤غ ـ ٨ ٣
Artinya:“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-
kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Memang, demi
Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian
akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".
Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. At-
Taghabun: 7) (Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1972: 444).
Beliau bersabda:
“Permulaan amal hamba yang akan diperhitungkan pada hari kiamat
ialah sholat. Maka jika sholatnya diterima, terimalah semua semua
amalnya yang lain, dan jika shoatnya ditolak, ditolaklah semua
amalnya yang lain”.
Perhitungan amal ini berguna untuk menentukan nasib
selanjutnya bagi manusia, baik atau buruknya. Yang baik ke surga,
dan yang buruk ke neraka. Kehidupan di balik kematian ini, kekal
abadi. Inilah hidup akhirat, hidup yang sebenar hidup. Dan peristiwa-
peristiwa sejak hancurnya alam hingga berlangsungnya saat
perhitungan amal inilah yang disebut Yaumul Qiyamah atau Hari
Kiamat (Tatapangarsa, 1981: 196)
Nama lain Hari Kiamat banyak sekali. Diantarana ialah:
a. Yaumul Din (Hari Agama).
b. As-Sa‟ah (Saat, yaitu saat terjadinya Hari Kiamat).
c. Yaumul Akhir (Hari Akhir atau Hari Kemudian).
d. Yaumul Qari‟ah (Hari Keributan).
97
e. Yaumul Waqi‟ah (Hari Kejatuhan).
Pada saat itu baik dan buruknya perilaku seseorang akan dicatat
tergantung bagaimana kadar keimanan seseorang dalam hatinya.
Orang yang benar-benar beriman dengan adanya hari akhir akan
senantiasa menjaga agar perilakunya sesuai dengan perintah Allah
SWT dan berusaha menjauhi segala yang dilarang-Nya (Tatapangarsa,
1981: 196).
Beriman dengan hari akhir, artinya meyakini hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya pertanyaan dan nikmat atau siksa dalam kubur, dan
yang akan menjawab pertanyaan tersebut adalah jasad yang
telah dikembalikan ruh padanya.
b. Jasad manusia akan dibangkitkan kembali sebagaimana ia
dahulu diciptakan dan akan dikumpulkan pada sutau tempat
yang disebut Mauquf.
c. Adanya perhitungan amal manusia, amal baik dan amal buruk
dengan anggota tubuh sebagai saksinya.
d. Adanya penimbangan amal baik dan amal buruk untuk
mengetahui kadar pahala atau dosa yang dimilikinya, jika amal
baik lebih berat, maka ia akan menerima kitabnya dari sebelah
kanan, jika amal buruk yang lebih berat, maka ia akan menerima
kitabnya dari sebelah kiri.
e. Adanya shiroth (jembatan) yang terbentang di atas neraka untuk
dilewati mausia, maka orang yang beriman dan taat akan
mampu melewatinya hingga sampai ke surga. Diantara orang
beriman tersebut ada yang melewatinya bagaikan kilat, sebagian
melewatinya bagaikan kuda kencang dan ada yang tertaih-tatih.
Dan kaki orang yang ingkar (kafir) dan kaki orang yang beriman
yang masih berbuat maksiat akan terpeleset saat melewati
shiroth tersebut dan tercebur ke dalam neraka.
f. Allah SWT akan memberi izin kepada para Nabi, para Wali,
ulama yang mengamalkan ilmunya serta orang yang mati syahid
98
untuk member syafaat kepada orang mukmin yang berlaku
maksiat, tetapi tidak kepada orang kafir.
Di antara tanda-tanda kiamat yang telah muncul adalah sebagai
berikut:
a. Orang-orang yang telanjang kaki dan badannya yang belomba-
lomba mendirikan bangunan yang tinggi.
b. Munculnya para wanita-wanita berbusana tapi telanjang, miring
dan memiringkan, dan kepala mereka seperti punuk unta.
c. Berbicaranya benda mati.
d. Diambilnya Ilmu, terjadinya banyak gempa bumi, cepatnya
perputaran waktu, munculnya fitnah, dan tingginya bangunan.
e. Taslim Eksklusif, meluasnya perdagangan, pemutusan
silaturahim, penggunaan bacaan dan kesaksian palsu.
Taslim Eksklusif artinya seseorang mengucapkan salam khusus
kepada orang-orang yang dimauinya.
f. Banyaknya perbuatan Zina dan Minum Khamr
g. Meluasnya Mu‟amalat dengan Riba.
h. Menyapa dengan kutukan, Tindakan laki-laki menyerupakan diri
dengan wanita dan wanita menyerupakan diri dengan laki-laki
(Majid, 2006: 78).
Di akhir pembahasan ini, dijelaskan tentang konsep surga
sebagai tempat yang belum pernah ada mata yang melihatnya, belum
pernah didengar oleh telinga dan sedikitpun tidak ada hati atau akal
manusia yang mampu menggambarkanya.
Allah SWT berfirman:
ؼكلط سأسأآلؾ هغ خح٣ء آجؼ٤ػل٢ خ ؼر ٨
Artinya: “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang
menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi
mereka, atas apa yang mereka kerjakan (Q.S. As-
Sajdah: 17) (Al-Qur‟an dan Terjemahnya,1972: 332)
99
.
Sedangkan neraka sebagai tempat segala siksa, seluruh siksa
dan rasa sakit yang ada di dalamnya belum pernah terbayangkan oleh
pemahaman manusia.
6. Iman Kepada Qadha dan Qadar
Qadha artinya menetapkan. Qadha Allah artinya ketetapan
Allah kepada setiap makhluk-Nya yang bersifat azali. Azali artinya
ketetapan itu sudah ada sebelum keberadaan atau kelahiran makhluk.
Sedangkan Qadar artinya memutuskan perkara. Qadar Allah artinya
keputusan Allah pada seseorang berdasarkan ketetapan Allah beserta
ikhtiar dan do‟anya (Nasikin, 2011:107)
Iman kepada Qadha dan Qadar maksudnya setiap mukmin dan
muslim wajib mempunyai niat yang yakin sungguh-sungguh bahwa
segala perbuatan makhluk sengaja atau tidak sengaja telah diciptakan
oleh Allah SWT ( Aminuddin, 2006:63).
Orang yang percaya pada Qadha dan Qadar Allah itu senantiasa
mau bersyukur terhadap keputusan Allah dan rela menerima segala
keputusan-Nya. Yang dapat bertahan dalam menerima keputusan-
keputusan Allah seperti itu hanyalah orang-orang yang telah
mempunyai sifat ridha artinya rela menerima dengan apa yang telah
ditentukan dan ditakdirkan Tuhannya. Orang-orang yang telah
memiliki sifat ridha itu tidak akan mudah bimbang atau kecewa atas
pengorbanan yang dialaminya, tidak merasa menyesal dalam hidup
kekurangan karena mereka kuat berpegang kepada aqidah Iman
kepada qadha dan qadar yang semuanya datang dari Allah SWT.
100
B. Implikasi Nilai-nilai Tauhid dalam Kitab Jawahirul Kalamiyyah dalam
kehidupan sehari-hari
1. Iman Kepada Allah SWT
Iman yang telah merasuk ke dalam hati membuahkan kebajikan
bagi pemiliknya. Mereka yang menghayati dan mengalaminya insya
Allah akan merasakan kenikmatan lebih besar dari pada yang dapat di
ungkapkan dengan kata-kata.
a. Membebaskan diri dari penguasaan orang lain.
Orang mukmin percaya dan yakin bahwa Allah SWT
adalah dzat yang berkuasa menurunkan keselamatan dan
bahaya. Seseorang yang betapa pun tinggi pangkatnya atau luas
dan besar pengaruhnya, tidak dapat memengaruhi kehendak
Allah, baik mendatangkan kebaikan ataupun bencana (Chirzin,
2015: 34).
Orang yang sudah bebas dari pengaruh dan penguasaan
orang lain akan merasa bebas dalam menentukan langkah
menuju cita-cita yang luhur tanpa merasa terhalang, meski akal
terbentang dimukanya. Dia akan bersandar kepada Allah saja
dalam usahanya menuju kebaikan, kemajuan, dan kebahagiaan.
Pengurusan yang sewenang-wenang oleh pihak penguasa,
misalnya, merupakan kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa
menghilangkan rasa harga diri, dan mematikan inisiatif untuk
bekerja. Penguasa yang demikian biasanya mengaku tidak
menghalangi kemajuan dan kemakmuran yang dicita-citakan
bersama. Dan pengaruh sikap mereka adalah tidak mudah,
seperti halnya mengubah sikap seorang Fir‟aun yang dzalim
(Chirzin, 2015: 35).
b. Membesarkan hati dan menumbuhkan keberanian
Iman kepada Allah membesarkan dan menumbuhkan
keberanian hati. Orang beriman tidak takut berjuang menegakan
kebenaran dan menjunjung tinggi kalimat Allah. Jika dia mati
101
dalam perhitungan itu, maka ia yakin memperoleh ridha Allah
SWT, ia yakin bahwa Allah sajalah yang memegang hidup dan
matinya. Seseorang akan mati jika Allah telah menghendaki
dengan sebab-sebab yang diketahui Allah saja. Kematian itu
pasti datang dan tidak akan dapat dihindarkan (Chirzin,
2015:36).
c. Menenangkan hati dan menentramkan jiwa
Manusia kadang takut dan cemas karena berbagai sebab.
Orang beriman tidak kesal atau berkeluh-kesah menghadapi apa
atau yang sedang dialami dan tidak takut atau cemas menanti
masa-masa datang. Ia menutup segala pintu ketakutan.
Sebagaimana dalam kisah Nabi Ibrahim a.s. beliau tetap
tenang setelah menghancurkan sesembahan orang-orang
musyrik, dia ditakut-takuti akan bencana dari berhala itu. Nabi
Ibrahim tidak gentar dan takut. Bahkan hukuman bakar yang
dijatuhkan ia hadapi dengan tenang, karena yakin akan
pertolongan Allah. Maka Allah menunjukkan kekuasaan-Nya.
Api itu menjadi dingin dan tidak membakar Ibrahim a.s.
Seorang mukmin tidak pernah takut dalam arti
sesungguhnya, kecuali kepada Allah. Pandangannya, hatinya,
kesadarannya selalu terikat kepada Allah SWT (Chirzin,
2015:37).
d. Menumbuhkan Harapan dan Optimisme
Pengaharapan adalah suatu kekuatan yang membukakan
hati dan menggerakkan seseorang untuk bekerja. Harapan
menimbulkan gairah dan semangat, menumbuhkan kesungguhan
dan ketekunan, menjauhkan malas, ogah-ogahan. Petani rela
bekerja keras mencucur keringat dan berjemur diterik matahari
karena ada harapan akan menuai.
Iman menumbuhkan pengharapan. Orang beriman percaya
bahwa rahmat dan pertolongan Tuhan akan datang setiap waktu,
102
dalam setiap perjuangan dan usaha. Dia percaya bahwa masa itu
selalu berbuah. Sesudah kelemahan timbul ketakutan, sesudah
kesulitan akan datang kemudahan (Chirzin, 2015: 38).
e. Menumbuhkan Perasaan Harga Diri.
Allah SWT menganugerahkan kemuliaan dan derajat yang
tinggi kepada manusia. Ia melebihkan manusia dari kalangan
makhluk-makhluk yang diciptakan-Nya.
Manusia yang telah memperoleh kemuliaan kedudukan
penting, pada umumnya akan bertambah perasaan harga dirinya.
Orang beriman mendapat tambahan kemuliaan sebagai orang
terpilih yang dilahirkan untuk kebaikan umat manusia.
Perasaan harga diri tumbuh dan bertambah kuat dalam
jiwa orang beriman, karena ia tahu dan yakin akan perlindungan
dan bantuan Tuhan serta bimbingan yang senantiasa
menyertainya. Orang beriman terbebas dari kebimbangan dalam
menuju keridhaan Allah. Karena itu dia tidak terlalu peduli,
apakah orang banyak senang atau tidak. Cita-citanya satu saja,
yaitu menempuh jalan yang dapat mengantarkannya kepada
Allah SWT itulah Ikrar dan permohonan yang berulang kali
dipanjatkan dalam setiap sholat.
Harga diri mencegah seorang muslim melakukan praktik
hidup rendah di bawah kekuasaan hawa nafsu dan pengaruh
kebendaan. Ia mempunyai tujuan hidup yang jauh. Hidupnya tak
berhenti karena kematian, dan perjalannya tidak berhenti sampai
di liang kubur karena ia diciptakan melewati dunia ini untuk
menuju kampung akhirat yang kekal abadi (Chirzin, 2015: 39).
f. Memelihara kebersihan diri dan mempertinggi nilai-nilai moral
Orang mukmin yakin bahwa Allah SWT Maha Melihat
segala aktivitas, gerak-gerik, dan tingkah lakunya. Allah
memperhatikan dan mengawasi segala-galanya. Tak satupun
tersembunyi dari Tuhan, sampai yang sekecil-kecilnya.
103
Orang mukmin sadar bahwa segala perbuatan yang ia
lakukan tidak akan hilang begitu saja ditelan masa, tetapi semua
tertulis dalam kitab Amal buku catatan Malaikat. Ia selalu ingat
dan merasa dirinya dalam pengawasan Tuhan. Karena itu, ia
berhati-hati dan mempertimbangkan setiap tindakan yang
dilakukan.
Dengan demikian, hati nuraninya menjadi hidup dan
perasaannya menjadi halus dan suci. Karena itu pulalah ia
mempunyai pandangan jauh kedepan. Ia menilai kebahagiaan
dan kebaikan hidup dari sudut moral dan akhlak yang luhur,
tidak dengan ukuran material dan keduniaan. Didorong oleh
pandangan hidup yang bersumber dari akhlak yang tinggi
(Akhlak Al-Qur‟an), ia memfokuskan usaha dan amalnya untuk
kebaikan diri dan ummat manusia seluruhnya (Chirzin,
2015:40).
g. Menimbulkan Rasa dekat dengan Tuhan
Orang mukmin yakin bahwa Allah SWT senantiasa
bersamanya di mana saja ia berada. Karena Allah amat dekat,
maka ia merasakan hubungan yang erat dengan Tuhan. Karena
itu pula ia tidak pernah lupa menyebut-nyebut-Nya (Dzikir) dan
selalu berbisik kepada-Nya di setiap waktu, dengan menjalankan
sholat dan berdo‟a kepada-Nya. ia tidak enggan dan bosan
memanggil-Nya, hingga Allah mengaruniakan nikmat hubungan
timbal balik yang menambah akrab dirinya dengan Tuhannya
(Chirzin, 2015: 41).
2. Implikasi Iman Kepada Malaikat
Orang mukmin percaya sepenuhnya adanya malaikat di alam
ruh. Juga karya-karya mereka di alam ini. Mereka selalu menyertai
manusia dan mencatat amal-amalnya, termasuk segala kebaikan dan
104
keburukan kita. Mereka bertindak dengan benar dan jujur tidak kenal
suap dan sogok.
Keimanan ini membangkitkan semangat mukmin untuk selalu
berbuat baik di segala tempat dan waktu. Ia juga mendorong mukmin
untuk menghampirkan diri kepada Allah dan Malaikat-Nya,
mensucikan hati dan membersihkan diri dari sifat-sifat yang tidak di
sukai Allah dan Rasul-Nya (Chirzin, 2015: 47).
Orang mukmin tahu bahwa mengingkari eksistensi malaikat
merupakan suatu kekafiran. Dan siksa Allah atas kekafiran tidak
mungkin ditebus dengan apapun. Sebagaimana Firman Allah:
لغح ٱظ٣ ٱا ك٢ خ ٤ع٧أ ؼ ىج ؼۥؼخ رل٤ۥ ػظحد٣ۦظضح
ٱ خطوز ش و٤ ػظحدأ٤
Artinya:“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya
mereka mempunyai apa yang dibumi ini seluruhnya
dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk
menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari
kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari
mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih” ( Q.S
Al-Maidah: 36) (Departeman Agama RI, 2005: 376).
3. Implikasi Iman Kepada Kitab Allah
Iman kepada Kitab Allah mengandung kepercayaan akan
kebenaran segala sesuatu yang tersurat didalamnya. Segala aturannya
sempurna, baik dan berlaku sepanjang zaman. Mukmin tidak
berpendapat bahwa aturan Islam tidak tepat lagi diterapkan pada abad
ini, atau berpandangan bahwa aturan Islam itu penyebab kemunduran,
atau bahwa melaksanakan hukum Allah dalam memotong tangan
pencurian merajam pezina tak sesuai lagi di masa kini. Itu semua jauh
dari pikiran orang mukmin. Sebaliknya, ia akan berusaha agar segala
105
tuntunan Al-Qur‟an menjiwai seluruh segi kehidupan manusia di bumi
Allah.
Iman yang telah mantap di hati akan menumbuhkan sikap-sikap
positif terhadap Al-Qur‟an. Pertama, menumbuhkan rasa cinta sejati.
Kedua, menumbuhkan gairah untuk membacanya, mengingat bahwa
membaca Al-Qur‟an itu adalah ibadah. Ketiga, memberi inspirasi
untuk mengambil pelajaran-pelajaran darinya. Ia terpanggil untuk
memahami isinya dengan kesiapan mental untuk menjalankan dan
mengikuti aturan-aturanya serta menyampaikan kebenaran-kebenaran
itu kepada orang lain. Ia bertambah-tambah imannya mendengar
bacaan ayat-ayatnya. Hatinya menjadi lembut, tenang dan penuh
kedamaian (Chirzin, 2015: 57).
4. Implikasi Iman kepada Rasul Allah
Iman kepada Rasul membuka cakrawala pengetahuan tentang
rasul-rasul yang diutus Allah kepada manusia sejak dahulu, dari Nabi
Adam berangsur–angsur hingga Nabi terakhir, Muhammad SAW. Ini
mendorong muslim untuk lebih mengenal mereka satu persatu dari
sumber-sumber yang dapat dipercaya, lalu mengetahui rangkaian mata
rantai ajaran Islam dari rasul ke rasul dan tahap-tahap
penyempurnaannya.
Dengan mengetahui jejak rasul-rasul Allah, makin mantaplah
akan keyakinan dan kesempurnaan Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW dan makin teguh berpegang pada ajaran Tuhan
Yang Maha Sempurna. Selanjutnya berusaha meneladani jejaknya
secara optimal lewat pendalaman-pendalaman sunnah-sunnah, baik
berupa ucapan, tingkah laku, sikap, maupun putusan-putusannya
terhadap langkah-langkah para sahabatya (Chirzin, 2015: 64).
5. Implikasi Iman kepada Hari Akhir
Hari akhir itu mutlak. Kehancuran meliputi seluruh isi alam.
Segala yang ada mempunyai ujung atau batas waktunya, sebagaimana
106
perputaran masa, dari zaman purbakala hingga masa penghabisan, saat
kerusakan dan kehancuran.
Gambaran hari Akhir begitu dasyat sekali. Segala sesuatu telah
ditata sedemikian rupa, tahap-tahap penghancuran langit dan bumi,
penciptaan langit dan bumi yang baru sebagai ajang persidangan
semesta hingga masing-masing orang menghuni tempat yang layak
berdasarkan keputusan Mahkamah Maha Agung. Ini membuat kita
mengerti dan bertambah yakin bahwa bagi masing-masing orang
sekedar apa yang pernah ia usahakan dalam hidupnya.
Keyakinan adanya hari akhir mendorong mukmin untuk
memilih perbuatan-perbuatan yang baik ketimbang perbuatan buruk
yang tidak ada nilainya sama sekali di hadirat Tuhan, bahkan hanya
mengurangi berat timbangan amal baik di hari perhitungan, yang
menghantarkan kelembah Hawiyah (Chirzin, 2015: 81).
6. Implikasi Iman Kepada Takdir
Orang mukmin meyakini adanya peraturan dan ketentuan-
ketentuan Tuhan. Ia percaya bahwa segala sesuatu terjadi atas izin
Allah. Ia pun percaya bahwa tak seorang pun dapat menghalangi apa
yang telah ditentukan Tuhan. Ia berhenti begitu saja berfikir tentang
takdir. Masalahnya, takdir itu tidak mungkin dijangkau akal pikiran
manusia. Manusia cuma bisa melihat kenyataan atau kepastian dari
sesuatu yang telah terjadi. Di situ manusia baru bisa mengetahui
takdir baik atau buruk atas seseorang. Dan baik buruknya takdir itu
berdasarkan sunnah-Nya dengan begitu seorang mukmin tidak
sembarangan mengambil keputusan karena setiap keputusan berakibat
kepada dirinya.
Iman kepada takdir menimbulkan keberanian, melahirkan
kepahlawanan, dan menumbuhkan kesanggupan menghadapi berbagai
situasi. Apabila seseorang telah mengerti bahwa ia berada di pihak
Tuhan, ia tidak akan mundur.
107
Iman kepada takdir memberikan pelajaran bahwa sesuatu
berjalan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Dzat
Yang Maha Tinggi. Oleh karena itu, jika ia ditimpa sesuatu yang
negatif, tidak menyesal. Sebaliknya, jika mendapat sesuatu
menguntungkan, ia tidak bergembira sampai lupa daratan.
Demikianlah takdir yang dipercayai orang beriman, sehingga ia
tidak mengagung-agungkan potensi atau kemampuan diri sendiri dan
tidak pula terjerat oleh fatalisme, menyerah kepada keadaan. Memang,
tidak semua yang diupayakan seseorang pasti tercapai. (Chirzin,
2015:97).
108
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab Jawahirul Kalamiyah
Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian yang dilakukan
oleh penulis, terdapat empat nilai-nilai pendidikan tauhid yang
terkandung dalam kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syekh Thahir Bin
Saleh Al-Jazairi, yaitu:
a. Nilai Ilahiyat, meliputi Iman Kepada Allah SWT dengan
mengetahui sifat-sifat wajib bagi Allah, sifat-sifat Mustahil
bagi-Nya, sifat Jaiz bagi-Nya, dan penjelasan tentang sifat
Kejisiman bagi Allah SWT.
b. Nilai Nubuwwat, meliputi Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT
dan Iman kepada Kitab-kitab Allah SWT.
c. Nilai Ruhaniyyat, meliputi Iman kepada Malaikat-malaikat
Allah SWT.
d. Nilai Sam‟iyyat, meliputi Iman kepada Hari Akhir dan Iman
kepada Qadha dan Qadar Allah SWT.
2. Implikasi Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari sangatlah
penting dan harus segera dilakukan oleh para masyarakat. Sebagai
pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup seluruh umat manusia ketika seluruh ajaran-ajarannya
dilaksanakan secara konsisten. Agar manusia terhindar dari pengaruh
aqidah-aqidah yang menyesatkan (musyrik) yang sebenarnya hanya
hasil pikiran atau kebudayaan semata. karena fungsinya yang sangat
besar dalam membentuk pribadi muslim yang benar dan bertakwa
kepada Allah SWT yang dihiasai dengan akhlak dan perilaku positif,
sehingga masyarakat serta anak-anak yang bertauhid juga akan
melakukan hal-hal yang positif. Pentingnya nilai tauhid sebagai bekal
109
kehidupan pada zaman sekarang, baik kehidupan dunia maupun untuk
kehidupan akhirat. Selain itu nilai tauhid juga sangat mempengaruhi
terhadap perilaku keagamaan seseorang. Semakin dangkal aqidah
seseorang, maka semakin tinggi pula kadar perilaku keagamaannya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah penulis
paparkan, maka yang ingin penulis sampaikan sebagai bahan masukan dan
saran dalam upaya meningkatkan pendidikan Islam khususnya. Adapun
saran tersebut adalah:
1. Bagi IAIN Salatiga
Diharapkan kitab Jawahirul Kalamiyah ini dijadikan sebagai bahan
kajian mengenai ilmu pendidikan tauhid dan mampu diterapkan
sebagai salah satu referensi tambahan sebagai usaha membentuk insan
yang bertauhid.
2. Bagi Sistem Pendidikan Islam
Diharapkan kitab Jawahirul Kalamiyah ini dapat dijadikan sumber
informasi dalam pendidikan Islam dan menjadi sumbangan dalam
khazanah ilmu pendidikan untuk peneliti selanjutnya, khususnya yang
berkaitan dengan pendidikan tauhid.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Karena keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian dari kitab
Jawahirul Kalamiyah ini, diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk
lebih memahami esensi dari nilai-nilai pendidikan tauhid dan dapat
mengambil nilai-nilai pendidikan Tauhid yang lain sehingga dapat
mengamalkan ibadah dengan baik yang telah sesuai dalam Al-Qur‟an
dan Hadits. Dan tidak tergiur dengan warna-warna kehidupan yang
serba instan tanpa menghiraukan bekal kelak di akhirat.
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat agar dapat memahami esensi tauhid
itu sendiri sehingga dapat mengenal Allah serta dapat mengamalkan
110
ibadah dengan baik dan benar menurut pemahaman salafus shalih
dalam memahami dan mengambil hukum dari Al-Qur‟an dan As-
Sunnah.
111
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. 1963. Risalah Tauhid, terj., KH. Firdaus. Jakarta: AN-
PN Bulan Bintang.
Al-Hakami, Ahmad. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunnah Wal Jama‟ah.
Jakarta: Gema Insani Press.
Al-Khazin. 2009. Pengertian Strategi, Model, Pendekatan, Metode dan
Teknik Pembelajaran. Bandung: Rineka Cipta.
Aminuddin, Aliaras Wahid, dkk. 2006. Pendidikan Agama Islam.
Yogyakarta: Graha Ilm.
Asy‟arie, Musa. 1999. Dimensi Tauhid dalam Perspektif Kebudayaan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang.
Chirzin, Muhammad. 2015. Akidah Islam. Jakarta: Zaman.
Daradjat, Zakiah, dkk..1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indinesia. Jakarta: Kencana.
Departemen Agama,1990. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Semarang: Menara
Kudus.
Ensiklopedi Islam. 1994. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoever.
112
Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah. 2010. Kitab Tauhid. Jakarta: Darul
hak
Gunawan, Adi W. 2002. Quantum Life Transformation. Jakarta: PT.
Gramedia.
Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Hamdani. 2001. Pendidikan Ketuhanan Dalam Islam, Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. 2008. Syarah „Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama‟ah, Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i.
Kadar, M. Yusuf. 2013. Tafsir Tarbawi. Jakarta: Amzah.
Lathif, Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul. 1998. Pelajaran Tauhid
Untuk Tingkat Lanjutan. Jakarta: Darul Haq.
-----------. 2008. Pelajaran Tauhid Untuk Pemula. Jakarta: Darul Haq.
Majid, Abd. 2014. Pendidikan Berbasis Ketuhanan Membangun Manusia
Berkarakter. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Majid, Abdul & Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif
Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offeset.
Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:
PT Al-Ma‟rif.
113
Maslikah. 2009. Ensiklopedi Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga.
Moh. Masrun S, dkk. 2007. Senang Belajar Agama Islam. Jakarta:
Erlangga.
Mufron, Ali. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Aura Pustaka.
Munawwir, Ahmad Warsono. 1989. Kamus al-Munawwir. Yogyakarta: PP.
al-Munawwir.
Nasikin, Muhammad, Hanif Nurcholis, Mafrukhi. 2011. Ayo Belajar Agama
Islam. Jakarta: Erlangga.
Nurdin, Ali, Syaiful Mikdar, Wawan Suharmawan. 2008. Pendidikan
Agama Islam. Jakarta: Universitas Terbuka.
Poerbakawatja, Soganda dan Harahap. 1981. Ensiklopedia Pendidikan.
Jakarta: Gunung Agung.
Rasyid, Daud. 1998. Islam dalam Berbagai Dimensi. Jakarta: Gema Insani
Press.
Razak, Nasrudin. 1996. Dienul Islam. Bandung: Al-Ma‟arif.
Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur‟an. Bandung: Mizan.
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar
Baru Algesindo.
114
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sunarto, Ahcmad. 2011. Terjemah Jawahirul Kalamiyah, Surabaya: Al-
Miftah.
-----------. 2012. Terjemah Kifayatl Awam, Surabaya: Al-Miftah.
Syah, Muhibin, Psikologi. 2003. Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tatapangarsa, Hamaidi. 1981. Kuliah Aqidah Lengkap. Surabaya: PT Bina
Ilmu.
Thoha, M. Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ubaidah, Darwis Abu. 2008. Panduan Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah.
Jakarta: Penerbit Al-Kautsar.
Yunahar, Ilyas. 1993. Kuliah Akidah Islam. Yogyakarta: LPPI (Lembaga
Pengkajian dan Pengalaman Ilmu).
Zainuddin, 1992. Ilmu Tauhid Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta.
(http://abulaidi.blogspot.co.id/2013/01/bedah-buku-al-jawahir-al-kalamiyah
fi.html).
115
116
117
118
119
120
121
122
123