14
Working Paper Series No. 10 Juli 2007, First Draft KOORDINASI PELAYANAN KESEHATAN PASCA BENCANA GEMPA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri Katakunci: bencana koordinasi kepemimpinan organisasi -Tidak Untuk Disitasi- Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007

No.10 Bella Donna 07 07

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nnnn

Citation preview

Page 1: No.10 Bella Donna 07 07

Working Paper Series No. 10 Juli 2007, First Draft

KOORDINASI PELAYANAN KESEHATAN PASCA BENCANA GEMPA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri

Katakunci: bencana

koordinasi kepemimpinan

organisasi

-Tidak Untuk Disitasi-

Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007

Page 2: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

COORDINATION OF HEALTH SERVICE POST-EARTHQUAKE IN THE HEALTH CENTER DISTRICT OF BANTUL

Bella Donna1, Laksono Trisnantoro2, Mubasysyir Hasanbasri3

ABSTRACT

Background: The earthquake striking the provinces of Yogyakarta Special Territory and Central Java on May 27, 2006 caused lots of casualties and damages of infrastructure, including health service facilities. Piyungan health center as one of health centers in Bantul District was seriously damaged so that it could not operate the first day post earthquake. Objective: The study was meant to identify the implementation of Piyungan health center coordination in the provision of health services for the community post earthquake. Method: This was a qualitative study with explorative approach. Primary data were obtained from indepth interview supported with interview guide and focus group discussion. Result: Coordination of health services for earthquake casualties at the working area of Piyungan health center had been carried out during emergency period through consolidation of staff, volunteer documentation and distribution and across sectoral consolidation with the Health Office. Coordination post emergency period was carried out through morning briefing involving cadres of immunization program, external program and seeking for donors for rebuilding health center facilities. Leadership of Piyungan health center used to be administrative and focused on the running of effective organization; however, after the calamity the center adapted to effective provision of services. The organization during emergency period was flexible but turned to become rigid as before when the emergency was over. Factors which inhibited health services post earthquake were limited human resources and facilities and arrogant stakeholders who were unwilling to adapt to the situation as well as some volunteers who did not report to the center so that coordination was hard to do. The coordination was difficult to do because some volunteers had different concept of service. Conclusion: Coordination of health services post earthquake could run well due to external supports provided for Piyungan health center. The service was well-functioning because of openness of the center and flexible use of resources available. Keywords: coordination, organizing, leadership, Dissarter

1 Kraton Community Health Center, Yogyakarta 2 Magister Management of Health Service and Policy, Gadjah Mada University 3 Ibid

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

2

Page 3: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

Latar Belakang

Bencana alam gempabumi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah tanggal 27 Mei 2006 telah menimbulkan banyak korban luka-luka dan jiwa serta banyak bangunan roboh dan rusak. Bangunan pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas, puskesmas pembantu (Pustu), polindes serta posyandu juga mengalami kerusakan. Lima belas bangunan puskesmas induk di Kabupaten Bantul tidak dapat berfungsi karena rusak berat karena gempabumi termasuk Puskesmas Piyungan. Kerusakan ini menyebabkan banyak korban gempabumi tidak mendapatkan pertolongan.

Unit pelayanan kesehatan menjadi lumpuh juga diakibatkan sebagian besar petugas atau tenaga kesehatan juga ikut menjadi korban. Survey cepat menemukan tenaga kesehatan Kabupaten Bantul yang menjadi korban yaitu 3 orang meninggal dunia dan 11 orang mengalami luka berat1. Kerugian material yang dialami oleh tenaga kesehatan Kabupaten Bantul juga cukup besar yaitu 126 rumah tinggal tenaga kesehatan yang hancur dan 286 rumah tinggal tenaga kesehatan yang rusak berat.

Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul termasuk salah satu yang mengalami kerusakan berat. Puskesmas yang berada dipinggir jalan Yogyakarta-Wonosari km.12 ini memiliki luas wilayah 33,54 km2 serta membawahi 3 puskesmas pembantu (Pustu) di 3 desa. Pustu juga mengalami kelumpuhan karena mengalami kerusakan berat dan tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Meskipun memiliki keterbatasan sarana dan prasarana, Puskesmas tetap dibutuhkan masyarakat dalam kondisi darurat pasca gempa. Kondisi tersebut dikarenakan Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang terdekat dengan masyarakat. Puskesmas dituntut melakukan koordinasi baik secara internal maupun ekternal, sehingga masyarakat korban gempa dapat terlayani.

Daerah rawan bencana sangat memerlukan kegiatan koordinasi dan kualitas kepemimpinan dalam penanggulangan masalah kesehatan terutama pada tahap tanggap darurat. Kelangkaan sumber daya sering menjadi factor penghambat, penyulit, dan kendala koordinasi.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas maka formulasi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah koordinasi yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat masa pasca bencana gempa di Puskesmas Piyungan, Kabupaten Bantul? Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan koordinasi Pusksmas Piyungan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat masa pasca bencana gempa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan koordinasi yang dilaksanakan oleh Pukesmas Piyungan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

3

Page 4: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

masyarakat pada masa pasca bencana gempa, mengetahui kepemimpinan di Puskesmas Piyungan dalam koordinasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat masa pasca bencana gempa, mengetahui pengorganisasian Puskesmas Piyungan dalam koordinasi pelayanan kesehatan masyarakat masa pasca bencana gempa.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif eksploratif. Rancangan ini dipilih agar dapat mengeksplorasi tentang koordinasi pelayanan kesehatan saat terjadi bencana gempa di Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul. Subjek penelitian ini adalah Kepala Dinas Bantul, Kepala Puskesmas Piyungan, Kepala Pustu Sitimulyo, Kepala Pustu Srimartani, Kepala Pustu Srimulyo, Pengelola program Yankes, Pengelola program Promkes, Kepala Program P2M, Bidan Desa dan kader Posyandu. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode FGD dan wawancara mendalam.

Hasil dan Pembahasan

Koordinasi Masa Emergency

Saat keadaan ini masyarakat membutuhkan pelayanan yang cepat dan jumlah masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan tersebut sangat banyak. Pada hari pertama petugas langsung bekerja memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang tinggal di sekelilingnya. Koordinasi pada hari pertama telah diupayakan oleh jajaran manajemen puskesmas namun terhambat oleh kondisi sarana komunikasi yang sangat terbatas. Hambatan lain adalah petugas puskesmas menjadi korban serta petugas disibukkan untuk menolong korban yang datang ke rumahnya dan memikirkan keluarganya yang tinggal di tempat lain.

Koordinasi adalah adanya tata kerja dan prosedur kerja. Koordinasi penting artinya sebagai suatu pola kerja yang merupakan penjabaran tujuan, sasaran program kerja, fungsi-fungsi, dan kebijaksanaan pelaksanaan kegiatan2. Puskesmas Piyungan telah melakukan koordinasi internal dan eksternal dalam upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi para korban gempa. Koordinasi internal dilakukan oleh pihak manajemen dengan para staf sejak hari pertama. Pihak manajemen melakukan koordinasi dengan pemindahan pelayanan kepada korban ke rumah dinas dokter. Koordinasi kegiatan tersebut dilakukan oleh dr. Er yang menempati rumah dinas tersebut.

Koordinasi terjadi karena pihak manajemen dan staf mempunyai komitmen yang kuat terhadap tugasnya sebagai tenaga kesehatan. Hal

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

4

Page 5: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

tersebut terbukti ketika staf yang menjadi petugas jaga tetap bertahan di Puskesmas dan tetap memberikan pertolongan kepada korban walaupun muncul isu tsunami. Beberapa staf lain juga datang ke Puskesmas untuk membantu memberikan pelayanan. Petugas yang lain tidak datang ke puskesmas karena banyak korban bencana datang ke rumah mereka untuk minta pertolongan. Koordinasi eksternal dilakukan dengan mencari bantuan tenda dan mempekerjakan relawan dari FKG dan FK UGM untuk membangun tenda darurat dan memberikan pelayanan kesehatan. Pada hari ketiga dan seterusnya puskesmas telah mencoba untuk berkoordinasi dengan para relawan yang semakin banyak.

Hasil penelitian ini tidak mampu menginventarisir data tim relawan yang telah melapor dan memberikan bantuan. Hal tersebut lokasi pelayanan tim relawan selalu berpindah, sehingga sulit ditemukan. Masa bakti para relawan-relawan tersebut berkisar dari 7-14 hari dan mereka umumnya menjalankan tugas mulai hari ke 2–4. Masa bakti yang terbatas membutuhkan koordinasi antar relawan agar masyarakat korban gempa dapat terlayani dengan baik. Beberapa tim relawan yang melaporkan diri ke Puskesmas Piyungan dan masa baktinya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Tim Relawan yang Melaporkan Diri ke Puskesmas Piyungan dan

Masa Baktinya

Hari ke No. Relawan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 30

2 bln

3 bln

skrg

1. UGM 2. TNI-Kopassus 3. Tim Kes

Bojonegoro

4. Bapelkes Gombong

5. Tim Dokter Bedah Prov Jambi

6. Tim Kes Medis Pemda Pemalang

7. IDI Yogyakarta 8. PPNI Yogyakarta 9. SAI Global 10. PT Inko – Unhas 11. Malteser

Relawan yang datang ke Puskesmas Piyungan, sebagian telah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Bantul. Dinas Kesehatan Bantul kemudian mendistribusikan tim relawan tersebut untuk membantu pelayanan kesehatan di Puskesmas Piyungan. Hasil observasi terhadap

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

5

Page 6: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

dokumentasi tim relawan yang didistribusikan oleh Dinas Kesehatan Bantul hingga tanggal 8 Juni 2006 yaitu Mer C, PAPDI Semarang, RS. Pemalang (Brotoseno), Puskesmas Amdul II Kebumen, German Maltense Internatie, Dinas Kesehatan Kab. Malang, PKES, ADRA Indonesia, Dinkes Bojonegoro, Dinkes Wonosobo, FKU/RS Dr. Sardjito.

Adapun gambaran alur relawan yang datang ke wilayah kerja Puskesmas Piyungan dan memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat korban gempa digambarkan dalam model sebagai berikut.

Dinas Kesehatan

Posko Kesehatan Puskesmas Piyungan

Relawan

Posko Kesehatan

Posko Kesehatan

Relawan

Relawan

Relawan

Gambar 1. Alur Pelaya

Kedatangan relawan inigempa di Puskesmas. Puskesrawat jalan, rawat inap, pePuskesmas telah menentukan Krakatau Stell, Kostrad dan kesehatan ini dimaksudkan kesehatan bagi para korban gPuskesmas Piyungan.

Puskesmas mengambil namun hanya sebatas bagi Relawan yang datang membandiawasi dengan baik, sehinggyang diberikan relawan juga tida

Koordinasi merupakan kemauan dan kemampuan pmenyelesaikan masalah kesberkoordinasi dengan relawan

Distant Learning Resouce Center Magistehttp://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Puskesmas Piyungan

mr3

e

r

a

k

et

r

Puskesmas Piyungan

Posko Kesehatan

nan yang diberikan oleh Relawan

meningkatkan jumlah pelayanan korban as dapat menyelenggarakan pelayanan salinan, dan pemeriksaan kehamilan. pos kesehatan yang didirikan oleh PT. Kopassus. Pendirian beberapa posko untuk memperluas akses pelayanan mpa yang belum bisa dicoveraged oleh

inisiatif melakukan pendataan relawan, elawan yang melapor ke Puskesmas. tu pada saat masa darurat belum dapat pengawasan tentang mutu pelayanan

k bisa dilakukan. egiatan yang sangat tergantung pada ihak-pihak yang berkepentingan untuk hatan pada masa bencana3. Upaya idak dapat dilakukan dengan baik karena

KMPK UGM 6

Page 7: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

relawan tidak semuanya mau berkoordinasi dengan puskesmas. Akibatnya terjadi penumpukan relawan di suatu tempat dan tumpang tindih pelayanan. Problematika dalam penanganan bencana adalah lemahnya koordinasi, baik antar relawan maupun relawan dengan petugas kesehatan lokal4. Koordinasi antara petugas lokal dengan tim relawan sangat dibutuhkan untuk optimalisasi bantuan5.

Koordinasi dengan Dinas baru dilakukan pada hari keempat. Semua kepala puskesmas se-Kabupaten Bantul diundang untuk melakukan rapat koordinasi di Dinas Kesehatan Bantul. Selain melakukan konsolidasi dengan pihak Puskesmas, Dinas Kesehatan juga menganjurkan untuk melakukan koordinasi dengan relawan, agar pelayanan yang diberikan tidak tumpang tindih. Hal tersebut menunjukkan bahwa sejak hari pertama hingga hari ketiga koordinasi antara Puskesmas dengan Dinas Kesehatan belum berjalan dengan baik. Padahal kebijakan dari Dinas Kesehatan merupakan pedoman bagi Puskesmas untuk menjalankan program kesehatan di Puskesmas6.

Koordinasi lintas program antara Puskesmas dengan Dinas Kesehatan tidak berjalan, sehingga memerlukan koordinator lapangan di tingkat Puskesmas yang dapat memobilisasi sumber daya yang ada. Koordinator tersebut harus ada di lapangan dalam kondisi darurat. Salah satu keuntungan petugas kesehatan tinggal di lokasi Puskesmas adalah pelayanan kesehatan segera dapat dijalankan atas inisiatif para petugas tersebut. Inisiatif menyelenggarakan pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan yang tinggal di lokasi sangat efektif pada hari pertama walaupun bantuan dari luar belum datang. Fungsi koordinasi dalam kondisi bencana bertujuan untuk memobilisasi sumber daya kesehatan yang memungkinkan untuk menyelamatkan kehidupan dan membatasi kerugian material di sektor kesehatan7. Kebijakan di lokasi kejadian bencana perlu segera dilakukan agar pelayanan kesehatan lebih cepat diberikan8. Masa Recovery

Setelah masuk masa recovery, koordinasi semakin jelas, baik internal maupun eksternal. Koordinasi internal ditandai oleh kegiatan briefing pagi telah dijalankan kembali, meskipun belum optimal seperti sebelum terjadi bencana gempa. Briefing dilakukan untuk pendistribusian tugas, sehingga setiap petugas mempunyai beban dan tanggung jawab. Beberapa kegiatan pelayanan kesehatan yang telah dilakukan oleh Puskesmas Piyungan dijelaskan dalam tabel berikut.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

7

Page 8: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

Tabel 2. kegiatan puskesmas paska gempa pada masa Recovery

> 14 hari Inisiator Pemberian Immunisasi Dinas Kesehatan Bantul Pengaktifan kembali Posyandu Puskesmas Piyungan dan Kader Kunjungan rumah Puskesmas Piyungan Pengaktifan kembali Pustu Puskesmas Piyungan Penatalaksanaan trauma pasca gempa Puskesmas Piyungan dan Bagian

Psikologi RS dr.Sarjito

Tabel di atas menunjukkan bahwa koordinasi lintas sektoral maupun lintas program telah berjalan semakin baik. Bukti lain yaitu pemindahan pelayanan kesehatan dari tenda ke Balai Desa sebagai hasil pertemuan lintas sektoral di Kecamatan Piyungan. Pemindahan pelayanan dari tenda ke Balai desa berkaitan dengan persiapan pembangunan kembali Puskesmas Piyungan oleh PT Inko-Unhas. PT Inko-Unhas menjadi donatur untuk rekonstruksi Puskesmas Piyungan merupakan hasil koordinasi Pemda/Dinas Kesehatan Bantul dalam mendistribusikan lembaga donatur.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pada awal masa recovery, Pemda Bantul melalui Dinas Kesehatan telah mengupayakan untuk melakukan registrasi lembaga donor yang mau membantu rekonstruksi pelayanan kesehatan. Registrasi lembaga donor tersebut dimaksudkan untuk mendistribusikan bantuan agar lebih merata. Gambar berikut menjelaskan alur pendistribusian yang dilakukan oleh Pemda/Dinas Kesehatan.

Lembaga Donor

Puskesmas Piyungan

Pelayanan Kesehatan/

Puskesmas lain

Pemda/Dinas Kesehatan

Gambar 2. Alur Pendistribusian Bantuan pada Masa Emergency

Kasus masyarakat yang berulang kali mendapatkan imunisasi TT

merupakan dampak pendataan program kesehatan yang lemah. Hal tersebut terjadi karena koordinasi antara Puskesmas dan relawan yang

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

8

Page 9: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

sangat longgar. Kontrol terhadap relawan tidak dijalankan karena petugas merasa tidak mempunyai kewenangan untuk menegur para relawan yang tidak terdaftar.

Kepemimpinan Struktur organisasi puskesmas pada saat normal terdiri dari Kepala

Puskesmas yang membawahi kepala-kepala bagian dengan masing-masing tupoksi. Secara garis besar struktur organisasi Puskesmas tergambar sebagai berikut:

Medis 2 Rawat Inap

Medis 1 (drg) Wakil ka Puskesmas/

Pengelola Rawat Jalan

Medis 3 RM/Pengelola ISO

Program Lain

Pustu 1 Pustu 2 Pustu 3

Pimpinan Puskesmas

Gambar 3. Struktur Organisasi kepemimpinan Puskesmas Piyungan Pasca Gempa

Struktur organisasi ini telah berjalan bertahun-tahun dan terbiasa dengan keadaan demikian sehingga pada waktu terjadi gempa para karyawan merasa bahwa mereka tidak mendapat mandat melalui surat tugas. Mereka merasa bahwa semua tugas harus berada dalam perintah dan perhatian pimpinan. Masa Emergency

Pada masa ini muncul pemimpin informal yang mampu mengatasi keadaan pada saat pucuk pimpinan tak ada di tempat. Pengaturan sistem pelayanan internal puskesmas dilakukan oleh middle line puskesmas, sedangkan Pimpinan Puskesmas berperan untuk mengakomodir kebutuhan puskesmas.

Kepala puskesmas telah menjalankan tugas kepemimpinannya dengan melakukan konsolidasi dengan petugas pada hari pertama. Keputusan sementara untuk memindahkan pelayanan ke rumah dinas

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

9

Page 10: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

dokter puskesmas dan mendirikan tenda untuk pelayanan kesehatan darurat merupakan perwujudan kepemimpinan kepala Puskesmas pada masa emergency. Kepala puskesmas memilih untuk melimpahkan kewenangan menjalankan pelayanan kesehatan kepada bawahannya. Keadaan ini karena Kepala puskesmas juga dituntut melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan sehingga waktu lebih banyak untuk kegiatan di luar Puskesmas. Pelayanan kesehatan di Puskesmas Piyungan dikendalikan oleh 2 orang manajer yaitu Kepala Bagian Rawat Inap dan Kepala Bagian Rawat Jalan. Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pelayanan dilakukan oleh kedua manajer tersebut sehingga keputusan bersifat desentralistik.

Medis 2 Rawat Inap

Medis 1 (drg) Wakil ka Puskesmas/

Pengelola Rawat Jalan

Medis 3 RM/Pengelola ISO

Pustu 1 Pustu 2 Pustu 3

Program Lain

Pimpinan Puskesmas

Koordinasi Keterangan :

Gambar 4. Struktur Organisasi kepemimpinan Puskesmas Piyungan pada Masa

Emergency

Gambar 4 menunjukkan bahwa Kepala Puskesmas Piyungan berupaya untuk menciptakan organisasi yang luwes sehingga pelayanan kesehatan kepada korban bencana lebih efektif. Pimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas secara efektif adalah tipe kepemimpinan administratif. Pimpinan puskesmas berupaya mendukung para petugas kesehatan melalui dukungan fisik seperti tenda dan peralatan yang lain. Hal tersebut dilakukan karena kondisi fisik puskesmas tidak memungkinkan digunakan untuk memberikan pelayanan. Fungsi pimpinan sebagai suport staf menyebabkan pengorganisasian pelayanan kesehatan di Puskesmas Piyungan berubah dari birokrasi yang kaku ke birokrasi

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

10

Page 11: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

yang fleksibel. Pimpinan puskesmas hanya memberikan kewenangannya kepada Medis 2 untuk mengelola pelayanan dan tidak memberikan petunjuk teknis secara rinci.

Pola kepemimpinan kepala Puskesmas yang diterapkan kurang disukai oleh petugas puskesmas karena petugas membutuhkan figur yang selalu memberikan perintah yang menjadi panduan dalam menjalankan tugas. Petugas Puskesmas Piyungan telah terbiasa dengan sistem birokrasi mesin, sehingga selalu membutuhkan perintah sebelum bekerja. Masa Recovery

Setelah masa emergency, pola kepemimpinan bergeser kembali ke sentralistik, karena himbauan Dinas Kesehatan untuk segera memulihkan kondisi pelayanan Puskesmas setelah hari ketujuh. Salah satu faktor yang mendukung pola kepemimpinan kembali ke sentralistik adalah kepindahan pelayanan ke Balai Desa. Pulihnya koordinasi Dinas Kesehatan dengan Puskesmas juga berpengaruh terhadap pola kepemimpinan yang sentralistik, karena Dinas Kesehatan mulai membuat program kesehatan seperti imunisasi TT serta rekonstruksi Puskesmas dan Pustu.

Setelah pelayanan dipindahkan ke Balai Desa, Manajemen Puskesmas masih dapat melakukan briefing walaupun belum dapat dilakukan setiap pagi seperti kondisi sebelum gempa. Dampak perubahan tersebut adalah fungsi koordinasi elemen puskesmas berjalan sesuai tupoksi yang telah ditetapkan sebelum bencana.

Pengorganisasian Masa Emergency

Pengorganisasian dalam melakukan upaya-upaya memberikan pelayanan kesehatan pada masa bencana telah dilakukan sejak hari pertama. Pengorganisasian merupakan suatu proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi dan tersedianya sumber daya (tenaga, keuangan, prasarana dan sarana) dalam organisasi. Hasil dari pekerjaan pengorganisasian adalah terbentuknya suatu wadah (entity) atau satuan organisasi yang didalamnya ada perangkat organisasi agar tugas-tugas yang dipercayakan kepada pendukung dapat terlaksana9.

Puskesmas Piyungan telah berupaya memberikan pelayanan kesehatan kepada korban gempa. Upaya pengorganisasian memberikan pelayanan kesehatan kepada korban gempa semakin jelas setelah hari ke 3. Puskesmas mendistribusikan relawan ke daerah yang sulit menjangkau pelayanan kesehatan. Pengorganisasian relawan dilakukan dengan pengorganisasian sumber daya manusia sekaligus pengorganisasi kegiatan.

Manajemen puskesmas telah melakukan pengorganisasian kegiatan dengan mengeluarkan kebijakan untuk memberikan pelayanan di rumah dinas dokter puskesmas dan membangun tenda darurat di depan

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

11

Page 12: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

Puskesmas. Pengorganisasian pelayanan kesehatan dilakukan dengan menyelenggarakan pelayanan selama 24 jam dan membuat penjadwalan petugas jaga. Kepala Puskesmas juga telah menunjuk stafnya untuk mengatur pelayanan pada masyarakat. Instruksi Kepala Puskesmas tersebut diberikan pada kepala bagian rawat inap beserta kewenangan penuh untuk mengelola pelayanan di Puskesmas.

Instruksi tersebut dijalankan walaupun tanpa pengawasan dari Kepala Puskesmas, karena kepala puskesmas lebih sering melakukan koordinasi dengan pihak luar agar pelayanan kesehatan Puskesmas Piyungan tetap dapat berjalan dengan baik. Pendelegasian tersebut merupakan bentuk pengorganisasian SDM. Kewenangan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk tugas tertulis karena kondisi darurat yang tidak memungkinkan untuk melakukan pengorganisasian secara formal. Pengorganisasian petugas dan relawan yang diterapkan di Puskesmas Piyungan pada masa Emergensi menggunakan pengorganisasian adhokrasi. Pengorganisasian adhokrasi adalah pengorganisasian yang diatur oleh staf pendukung, sehingga kontrol akan dilakukan melalui penyesuaian bersama (mutual adjustment)10.

Puskesmas melakukan pengorganisasian pada relawan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Relawan telah mendapat otonomi untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Puskesmas hanya melakukan pendistribusian relawan agar lebih merata. Puskesmas memberikan otonomi kepada relawan untuk memberikan pelayanan kesehatan karena relawan yang terdaftar di Puskesmas adalah relawan tenaga kesehatan yang berkompetensi. Salah satu kekuatan disain birokrasi adhokrasi tidak banyak peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan serta cenderung bersifat lepas dan tidak tertulis11.

Keadaan emergency mengubah pengorganisasian Puskesmas dari birokrasi mesin menjadi birokrasi adhokrasi. Masa emergensi menuntut pelayanan cepat sehingga mekanis birokrasi mesin tidak mungkin dijalankan. Pimpinan puskesmas cenderung menjadi suport staf bagi petugas pelayanan kesehatan. Pimpinan puskesmas berupaya mencari bantuan untuk mendukung pelayanan kesehatan emergensi, sehingga pimpinan puskemas jarang di tempat. Pengelolaan pelayanan kesehatan dikoordinasikan oleh Kepala Bagian Rawat Inap. Birokrasi mesin kembali dijalankan setelah koordinasi vertikal Dinas Kesehatan dengan Puskesmas berjalan normal. Masa Recovery

Disain pengorganisasian kembali pada birokrasi mesin setelah masuk pada masa recovery. Kepala puskesmas mulai melakukan briefing pagi untuk melakukan pembagian tugas. Instruksi dari Dinas Kesehatan Bantul yang harus dijalankan oleh Puskesmas adalah imunisasi TT terhadap seluruh masyarakat agar terhindar dari penyakit tetatus. Kader juga dilibatkan dalam pelaksanaan imunisasi TT. Hal tersebut berarti

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

12

Page 13: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

kegiatan pelayanan kesehatan juga berkembang ke pelayanan di luar gedung seperti kegiatan posyandu.

Instruksi dari Dinas menunjukkan bahwa pengorgansasian yang semula bersifat adhokrasi kembali berjalan dengan birokrasi mesin. Dinas Kesehatan bertindak sebagai technostructure kembali mendominasi pengorganisasian pelayanan kesehatan di Puskesmas melalaui kepala puskesmas sebagai middle line. Birokrasi mesin kembali dijalankan setelah koordinasi vertikal Dinas Kesehatan dengan Puskesmas berjalan normal.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan Koordinasi pelayanan kesehatan bagi korban gempa ini di wilayah

kerja Puskesmas Piyungan telah dilaksanakan pada masa emergency dengan melakukan konsolidasi petugas, melakukan pendataan dan pendistribusian relawan, serta konsolidasi dengan lintas sektoral maupun Dinas Kesehatan. Koordinasi setelah masa emergency yaitu dengan melakukan briefing pagi, melibatkan kader dalam program immunisasi, melaksanakan program di luar gedung dan mencari donatur untuk pembangunan kembali sarana Puskesmas. Koordinasi dengan Pemda/Dinas Kesehatan dilakukan berkaitan dengan pendistribusian donatur untuk rekonstruksi Puskesmas Piyungan dan Pustunya.

Kepemimpinan Puskesmas Piyungan bersifat administratif pada awalnya, yang berorientasi untuk menciptakan organisasi yang efektif, tetapi dalam keadaan bencana telah terjadi adaptasi agar tetap efektif untuk memberikan pelayanan. Pola kepemimpinan kembali sentralistik setelah masuk masa recovery.

Pengorganisasian pada masa emergency menggunakan birokrasi adhocracy yang bersifat fleksibel dan kembali ke birokrasi mesin yang kaku, setelah selesai masa emergency.

Faktor penghambat pelayanan kesehatan paska gempa adalah keterbatasan sumber daya manusia, sarana, dan stakeholder yang arogan, relawan sebagian besar tidak melapor sehingga terjadi kesulitan pihak puskesmas untuk melakukan koordinasi.

Saran Puskesmas sebaiknya membentuk tim khusus untuk situasi yang

berbeda dan harus menjadi suatu bagian dalam pelatihan manajemen puskesmas. Tim khusus ini akan menjadikan puskesmas mempunyai personil yang terlatih sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya dalam keadaan darurat. Agar setiap tindakan tim khusus tersebut mempunyai payung hukum yang jelas dan pasti, Puskesmas menerbitkan

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

13

Page 14: No.10 Bella Donna 07 07

Bella Donna, Laksono Trisnantoro, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2007 1st draft

Surat Keputusan yang mengikat dan terstrukur untuk penanganan bencana serta kewenangannya.

Daftar Pustaka

1 Departemen Kesehatan RI, 2006, Hasil Survei Cepat Dampak

Kesehatan Pasca Bencana Gempabumi di DI. Yogyakarta dan Jawa Tengah. http://www.litbang.depkes.go.id. diakses pada tanggal 12 Agustus 2006

2 Wijono, D,1997, Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Surabaya: Air Langga University Press.

3 Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman Koordinasi penanggulangan bencana di lapangan, http://www. ppk-depkes.org diakses pada tanggal 12 Agustus 2006

4 Zoraster, RM, 2005, Barriers to disaster coordination: Health sector coordination in Banda Aceh following the South Asia Tsunami. Prehosp Disast Med 2005; 21 (1) : s13–s18.

5 Lee, VJ, dan Low, E, 2006, Coordination and resource maximization during disaster relief efforts. Prehosp Disast Med 2006;21(1):s8–s12.

6 Mardijanto, D, dan Hasanbasri, M, 2005. Evaluasi Manajemen Terpadu Balita Sakit di Kabupaten Pekalongan. JMPK Vol. 08/01. Hal. 49-54

7 Pan American Health Organization, 2006. Bencana Alam Perlindungan Kesehatan Masyarakat, terjemah, EGC, Jakarta

8 Procacci P, Doran R, Chunkath SR, Garfield R, Briceno S, Fric A, (2005), Health policy and coordination: A critical review of experiences. Prehosp Disast Med: 20(6):393–395.

9 Azwar, A, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Binarupa Aksara, Jakarta

10 Robbins, SP, 1994, Teori Organisasi, Struktur, Desain, dan Aplikasi, Arcan, Jakarta.

11 Winardi, J. 2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

14