Upload
dangnhu
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONSEP DEMOKRASI MENURUT MAHFUD MD DALAM
PERSPEKTIF SIYASAH ISLAM
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari’ah dan Hukum
Oleh
Novitasari NPM. 1321020109
Program Studi : Siyasah (Hukum Tata Negara)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1438 H/ 2017 M
KONSEP DEMOKRASI MENURUT MAHFUD MD DALAM
PERSPEKTIF SIYASAH ISLAM
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari’ah dan Hukum
Oleh
Novitasari
NPM. 1321020109
Program Studi : Siyasah (Hukum Tata Negara)
Pembimbing I : Dr. Bunyana Sholihin, M.Ag.
Pembimbing II : Drs. Henry Iwansyah, M.A.
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1438 H/ 2017 M
ABSTRAK
KONSEP DEMOKRASI MENURUT MAHFUD MD DALAM
PERSPEKTIF SIYASAH ISLAM
Oleh
Novitasari
Sejak orde baru lengser pada 1998 “Demokrasi” adalah sebuah kosakata
yang begitu sering dan banyak diucapkan. Jika dilihat dari lingkup kajian politik
Islam salah satunya mencakup kebijaksaan pemerintah tentang siyasah
dusturiyyah yaitu siyasah yang membahas lembaga demokrasi dan syura yang
merupakan pilar penting dalam perundang-undangan. Islam memiliki kesesuaian
dengan demokrasi melalui pencarian kohesif nilai yang terkandung di dalamnya,
seperti prinsip persamaan, kebebasan, pertanggungjawaban publik dan kedaulatan
rakyat atau musyawarah. Kata demokrasi (dari bahasa yunani adalah bentukan
dari dua kata demos (Rakyat) dan cratein atau cratos (kekuasaan dan kedaulatan).
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya memberikan pengertian
bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-
masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksaaan
pemerintah negara oleh karena kebijaksaan tersebut menentukan kehidupan
rakyat. Dari sekian banyak wacana demokrasi, Mahfud MD merupakan salah satu
tokoh politik yang mengemukakan pandangannya mengenai demokrasi.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep demokrasi
menurut Mahfud MD dan bagaimana analisis siyasah Islam terhadap konsep
demokrasi menurut Mahfud MD. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui konsep demokrasi menurut Mahfud MD dan untuk mengetahui
analisis siyasah Islam terhadap konsep demokrasi menurut Mahfud MD.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan
pendekatan diskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
dokumentasi dengan cara penelusuran dan penelitian kepustakaan. Kemudian data
yang terkumpul diolah melalui proses editing, coding dan rekontruksi data
sehingga menjadi bentuk karya ilmiah yang baik. Sedangkan analisis masalah
dengan menggunakan analisis isi (Content Analysis).
Hasil penelitian yang didapat, bahwa Mahfud MD memandang demokrasi
sebagai asas yang mendasar tidak terlepas dari hukum, integrasi, pers, dan pemilu
sebagai pelaksanaan demokrasi. Sistem politik yang demokratis cenderung
melahirkan hukum yang responsif, sedangkan sistem politik yang otoriter
cenderung melahirkan hukum yang ortodoks. Pandangan Mahfud MD tentang
demokrasi jika kita lihat masih sesuai dengan Siyasah Islam dimana pada
prinsipnya mengendalikan kepentingan umat sesuai dengan prinsip-prinsip umum
syari’at, bahwa nilai-nilai Islam yang bersifat universal harus dapat mewarnai
kehidupan kebangsaan kita dan demi tegaknya demokrasi itu sah-sah saja.
MOTTO
... هللا هللا
Artinya: “... dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.1
(Q.S. Ali Imran : 159)
“Demokrasi akan sangat indah jika hukum ditegakkan baik kepada lawan politik
maupun terhadap diri sendiri. Jika penegakan hukum hanya sepihak, maka akan
menjadi api dalam sekam yang suatu saat membakar semuanya”2
(Mahfud MD).
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Penerbit
Diponegoro, 2010), h.71.
2 Detik News, “Soal Demokrasi Kebablasan, Mahfud MD: Bahaya Jika Hukum Tak
Tegak”, (On-Line), tersedia di: https://news.detik.com/berita/3429838/soal-demokrasi-kebablasan-
mahfud-md-bahaya-jika-hukum-tak-tegak (20 Februari 2017).
PERSEMBAHAN
Secerca karya kecilku ini kupersembahkan kepada :
Ayahanda tersayang Asmara yang senantiasa mendukung,
menyayangi, menemaniku dan membantuku serta mendo’akan
keberhasilanku.
Ibunda tercinta Asni yang telah tiada, yang setiap do’aku ku
haturkan terimakasih, karena selama Kau hidup Kau selalu
menyemangati, menyayangiku, dan mengasihiku serta mendoakan
akan keberhasilanku.
Adinda Astari Pratiwi dan Adinda Anisariani yang selalu
mendukung dan memberikan semangat serta motivasi.
Seluruh dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmunya
dengan tulus ikhlas.
Almamater Tercinta, Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Novitasari dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal
07 November 1995, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara putri pasangan
Bapak Asmara dan Ibu Asni.
Penulis menyelesaikan pendidikan di:
1. TK Amartatani HKTI Kedaton, Bandar Lampung diselesaikan tahun 2000.
2. SDNegeri 1 Labuhan Dalam, Bandar Lampung diselesaikan tahun 2007.
3. SMP Negeri 20 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2010.
4. Kemudian melanjutkann di SMA Negeri 15 Bandar Lampung Jurusan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan lulus pada tahun 2013.
5. Tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung pada Falkutas Syari’ah dan Hukum pada
Program Studi Siyasah (Hukum Tata Negara) melalui jalur Seleksi
Penelusuran Minat Akademik (PMA).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Konsep Demokrasi Menurut Mahfud MD
dalam Perspektif Siyasah Islam” adalah salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Siyasah (Hukum Tata Negara),
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak
lepas dari bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan kritik yang telah
diberikan oleh semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih seluruhnya kepada :
1. Dr. Alamsyah, S.Ag., M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN RadenIntan Lampung;
2. Dr. H. Khairuddin, M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Raden Intan Lampung;
3. Drs. Haryanto H, M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Raden Intan Lampung;
4. Drs. H. Chaidir Nasution, M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung;
5. Drs. Susiadi, M.Sos.I., selaku Ketua Jurusan Siyasah Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Raden Intan Lampung;
6. Dr. H. Bunyana Sholihin, M.Ag., selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dalam membimbing penulis untuk penyelesaian
skripsi ini;
7. Drs. Henry Iwansyah, M.A., selaku Pembimbing II yang telah banyak
memotivasi dan meluangkan waktu untuk penyelesaian skripsi ini;
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum khususnya Program
Studi Siyasah, atas ilmu dan didikan yang telah diberikan;
9. Bapak dan Ibu Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan
Hukum dan Perpustakaan Pusat UIN Raden Intan Lampung.
10. Ayah dan Ibu yang selalu mendukung setiap langkahku serta doa yang
tak pernah henti dihaturkan disetiap sujudmu,
11. Kakak dan Adikku tercinta Tiwi dan Sari, semoga Allah menanamkan
sakinah, mawaddah dan rahmah dalam keluarga kita.
12. Keluarga besarku, saudara-saudara, om, tante dan nenek yang
mendukungku.
13. Teman dekatku Evi Ardianti, Ines Wulandari, Galuh Anggraini, Oktavia
Irma, Resti Ramayanti, Suwantinah, Yuni Astuti.
14. Teman-teman Siyasah angkatan 2013, yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, terimakasih atas kebersamaan perjuangan selama
ini.
15. Orang-orang yang mendukung Yovi Alkausar, Mba Nuriswati, Kak
Cahyo, Kak Andika, Riski, dan Tessa.
16. Teman-teman KKN 2016 di Desa Sido Binangun, Kecamatan Way
Seputih, Lampung Tengah.
17. Seluruh kakak tingkat serta adik tingkat Angkatan 2010, 2011, 2012,
2014, 2015,2016 Jurusan Siyasah semoga kita semua sukses.
18. Semua pihak yang membantu dan terlibat dalam perjalanan
kehidupanku.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima
dengan tangan terbuka dan ucapan terimakasih. Namun demikian, penulis
berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan penulis pada khususnya. Aamiin.
Bandar Lampung, Mei 2017
Penulis
Novitasari
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
MOTTO ........................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Penegasan Judul ........................................................................ 1
B. Alasan Memilih Judul ............................................................... 2
C. Latar Belakang Masalah ........................................................... 3
D. Rumusan Masalah ..................................................................... 9
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 9
F. Metode Penelitian ................................................................... 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEMOKRASI ................... 15
A. Pengertian Demokrasi ............................................................. 15
B. Sejarah Demokrasi .................................................................. 21
C. Konsepsi Demokrasi dalam Islam .......................................... 25
D. Pelasaksanaan Demokrasi di Indonesia .................................. 32
BAB III DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN MAHFUD MD ......... 43
A. Profil Moh. Mahfud MD ......................................................... 43
B. Karya-Karya Moh. Mahfud MD ............................................. 49
C. Pemikiran-pemikiran Moh. Mahfud MD tentang
Demokrasi ............................................................................... 54
BAB IV ANALISIS KONSEP DEMOKRASI MAHFUD MD
DALAM PERSPEKTIF SIYASAH ISLAM ........................... 64
A. Konsep Demokrasi Menurut Mahfud MD .............................. 64
B. Pandangan Siyasah Islam terhadap Konsep Demokrasi
Menurut Mahfud MD .............................................................. 74
BAB V PENUTUP .................................................................................. 80
A. Kesimpulan ............................................................................. 80
B. Saran ....................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Sebagai langkah awal untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
“KONSEP DEMOKRASI MENURUT MAHFUD MD DALAM
PERSPEKTIF SIYASAH ISLAM”, dan untuk menghindari kesalahpahaman
dalam memahami judul skripsi ini, maka secara ringkas penulis menjelaskan
istilah-istilah yang terdapat di dalam judul skripsi ini.
Adapun beberapa istilah yang perlu diberikan penjelasan adalah sebagai berikut :
1. Konsep berarti : “rancangan atau ide atau pengertian yang diabstrakan dari
peristiwa konkret,gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang
diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
lain”.1
2. Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan di mana segenap
rakyat turut serta memerintah melalui perantaraan wakil-wakilnya;
pemerintahan rakyat. Demokrasi juga merupakan gagasan atau pandangan
hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan
yang sama bagi semua warga negara.2
1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 725.
2Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 93.
3. Mahfud M.D adalah Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 dan
Hakim Konstitusi periode 2008-2013.3Beliau seorang guru besar Hukum
Tata Negara sekaligus seorang akademisi yang sangat produktif dalam
mengeluarkan gagasan pemikiran, terutama di bidang Hukum Tata
Negara.
4. Perspektif berarti sudut pandang atau pandangan.4
5. Kata Siyasah berasal dari kata sasa. Kata ini dalam kamus Al-Munjid dan
lisan Al-Aran berarti mengatur, mengurus, dan memerintah. Siyasah juga
berarti pemerintahan dan politik.5
Dapat diartikan bahwa Siyasah Islam adalah politik dan pemerintahan
yang berlandaskan ajaran-ajaran dalam Islam, yang bertujuan menciptakan
kemaslahatan bagi rakyatnya.
Dari beberapa penjelasan istilah diatas, dapatlah penulis tegaskan
kembali bahwa yang dimaksud judul proposal skripsi ini adalah suatu
kajian mengenai pemikiran Mahfud MD tentang Demokrasi yang
dibandingkan dengan konsep/praktek dalam siyasah Islam.
B. Alasan Memilih Judul
Ada beberapa alasan yang menjadi motivasi penulis untuk memilih judul
ini sebagai bahan untuk penelitian, di antaranya sebagai berikut:
1. Alasan Objektif
3“Mohammad Mahfud MD”, (On-line), tersedia di:
http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Mahfud_MD (23 Mei 2016).
4Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia...,
Op.Cit., h. 1062.
5Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah; Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Prenamedia
Group: Jakarta), h. 356.
a. Dalam negara yang menganut asas demokrasi kedudukan rakyat
sangat penting, dan adanya berbagai rute tentang demokrasi
menunjukkan pula beragamnya kapasitas peranan negara maupun
peranan rakyat.
b. Permasalahan tersebut menarik untuk dibahas dan dilakukan
penelitian. Untuk mengkaji lebih dalam dan menganalisis konsep
demokrasi menurut Mahfud MD.
2. Alasan Subjektif
a. Pokok bahasan skripsi ini sangat relevan dengan disiplin ilmu
pengetahuan yang penulis pelajari di Fakultas Syariah dan Hukum
jurusan Siyasah.
b. Literatur dan bahan-bahan atau data-data yang diperlukan dan
menunjang sebagai referensi kajian dalam usaha menyelesaikan
skripsi ini.
c. Belum ada yang memilih judul proposal ini di Fakultas Syariah
Jurusan Siyasah.
C. Latar Belakang Masalah
Islam memerintahkan penganutnya untuk beramar makruf nahi
munkar agar umatnya dapat melaksanakan perintah agama dan agar orang
non-Islam dapat mengikuti ajaran Islam dengan kesadaran dan tanpa
paksaan. Berdasarkan perintah amar makruf nahi munkar ini, sebuah
oraganisasi seperti negara diperlukan sebagai alat. Sebab, jika perintah
tersebut tak didukung oleh organisasi (negara) akan sulit, bahkan mungkin
tidak akan dapat terlaksana sebagaimana mestinya.6
Negara merupakan gejala kehidupan umat manusia di sepanjang
sejarah umat manusia. Konsep negara berkembang mulai dari bentuknya
yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks di zaman
sekarang. Sebagai bentuk organisasi kehidupan bersama dalam
masyarakat, negara selalu mejadi pusat perhatian dan objek kajian
bersamaaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan umat manusia.7
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya
memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya,
termasuk dalam menilai kebijaksaaan pemerintah negara oleh karena
kebijaksaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.
Dengan demikian negara demokrasi adalah negara yang
diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat karena
kedaulatan berada di tangan rakyat.8 Seperti yang dikemukakan oleh Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dalam sebuah paham kedaulatan rakyat
(democracy), rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang
kekuasaaan tertinggi dalam suatu negara.9
6Moh. Mahfud M.D., Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), h. 246.
7Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 9.
8Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, (Jakarta: PT Rineka
Cipta,2000), h.2.
9Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Cet-
kelima, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Universitas Indonesia, 1983), h. 328.
Konsepsi demokrasi lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara
dan hukum pada zaman yunani kuno dan dipraktikkan dalam hidup
bernegara antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Secara etimologis,
demokrasi terdiri atas dua kata yang berasal dari bahsa Yunani, yaitu
demos yang berarti rakyat atau penduduk setempat dan cratos/cratein
yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi, “demos-cratein” atau
demos-cratos adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat,
dan kekuasaan oleh rakyat.10
Jika dilihat dari lingkup kajian politik Islam salah satunya mencakup
kebijaksaan pemerintah tentang siyasah dusturiyyah yaitu siyasah yang
membahas lembaga demokrasi dan syura yang merupakan pilar penting
dalam perundang-undangan.11
Islam memiliki kesesuaian dengan demokrasi melalui pencarian
kohesif nilai yang terkandung di dalamnya, seperti prinsip persamaan,
kebebasan, pertanggungjawaban publik dan kedaulatan rakyat atau
musyawarah. Musyawarah ini didasarkan pada surat Ali-Imran ayat 159
dan surat Asy-Syura ayat 38:
10A. Ubaidillah, et. al. Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani
(Jakarta: IAIN Jakarta Presss, 2000), h. 161.
11Muhammad Iqbal, Op.Cit., h. 177.
... هللا هللا
Artinya: “... dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya".12
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka13
Di berbagai negara telah memulai suatu proses demokratisasi seperti
di Eropa timur, Afrika, Amerika Latin, dan di Asia termasuk Indonesia.
Demokrasi mutlak dibutuhkan karena negara kebangsaan dibangun dari
berbagai ikatan primodial yang semua aspirasinya harus diagresasi secara
demokratis14
, dengan demikian memunculkan harapan akan dunia yang
lebih baik bahwa demokrasi tidak hanya akan meningkatkan kebebasan
poltik dan hak asasi, tetapi akan membawa kepada pembangunan
ekonomi yang lebih cepat.
12Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Penerbit
Diponegoro, 2010), h.71.
13Ibid, h. 487.
14
Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2010), h. 35.
Pemerintahan demokrasi yang kokoh adalah pemerintahan yang
sesuai dengan pandangan hidup, kepribadian, dan falsafah bangsanya.
Pada masa Yunani kuno sudah berkembang demokrasi langsung, artinya
seluruh rakyat terlibat secara langsung dalam masalah kenegaraan. Pada
masa modern, demokrasi langsung tidak dapat dijalankan karena wilayah
seluruh rakyat terlibat secara langsung dalam masalah kenegaraan. Pada
masa modern, demokrasi langsung tidak dapat dijalankan karena wilayah
negara cukup luas, jumlah penduduk yang banyak, rakyat melalui suatu
lembaga perwakilan (badan-badan perwakilan rakyat) dapat menyalurkan
aspirasinya dalam kenegaraan.15
Pada umumnya pendefinisian demokrasi diletakkan pada dasar
sebuah pemerintahan dari rakyat, bukannya dari pada Aristokrat, kaum
Monarki, Birokrat, para ahli ataupun para pemimpin agama, oleh rakyat
dan untuk rakyat.16
Konsep Demokrasi sering diungkapkan seseorang dalam melihat
sebuah sistem negara salah satunya Mahfud MD. Mahfud MD adalah
seorang tokoh yang mampu merapatkan jarak antara teori dan praktik.
Sebagai akademisi, Mahfud MD sangat produktif dalam mengeluarkan
gagasan pemikiran, terutama di bidang Hukum Tata Negara.
Menurut Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi
menjadi dasar dalam bernegara. Pertama, hampir seluruh negara di dunia
ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas kenegaraan yang esensial
15Chotib, et. al. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani, (Jakarta: PT Ghalia
Indonesia, 2007), h. 29.
16 Suyatno, menejelajahi demokrasi, (Yogyakarta: Liebe Book, 2004), h. 33.
fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan yang esensial
telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk
menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.17
Secara formal, bentuk negara demokrasi sama, tetapi secara
material, terdapat perbedaan dengan bermacam-macam predikat, seperti
demokrasi liberal, demokrasi masyarakat, demokrasi terpimpin, atau di
Indonesia dikenal demokrasi pancasila. Ada demokrasi yang didasarkan
pada sosial ekonomi dan ada juga yang didasarkan atas kemerdekaan
bersama.
Jika dilihat sejarah reformasi yang agak spektakuler itu ditelusuri
akan tampak dengan jelas bahwa sebenarnya ketika itu terdapat
keyakinan bahwa bobroknya hukum di Indonesia selama puluhan tahun
perjalanan sejarahnya disebabkan oleh sistem politik yang tidak
demokratis. Itulah sebabnya, langkah penting yang ditempuh ketika itu
adalah mengubah struktur politik menuju ke arah yang lebih demokratis,
dengan alasan bahwa tidak mungkin ditegakkan hukum di dalam sistem
politik yang tidak demokratis.18
Maka di sini penulis merasa tertantang untuk mengkaji hal-hal atau
nilai-nilai serta pemikiran Mahfud MD yang menjadikan Islam dan
demokrasi sebagai motivasi kemerdekaan di berbagai negara terutama di
Indonesia dan dapat membangun sebuah demokrasi sesungguhnya.
17Ayi Sofyan, Etika Politik Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 169.
18
Moh. Mahfud M.D., Perdebatan...., Op.Cit., h. 178.
Berdasarkan latar belakang ini penulis sangat tertarik dan optimis
untuk melakukan penelitian dengan judul “Konsep Demokrasi Menurut
Mahfud MD dalam Perspektif Siyasah Islam”
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
dapat dibuat beberapa rumusan masalah yang akan menjadi bahasan, yaitu:
1. Bagaimana konsep demokrasi menurut Mahfud MD ?
2. Bagaimana analisis siyasah Islam terhadap konsep demokrasi menurut
Mahfud MD ?
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk :
1. Mengetahui konsep demokrasi menurut Mahfud MD.
2. Mengetahui analisis siyasah Islam terhadap konsep demokrasi menurut
Mahfud MD.
Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut.
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan pemahaman bagi pembaca mengenai demokrasi.
b. Dapat membawa perkembangan terhadap ilmu pengetahuan dan
dapat dijadikan sebagai rujukan tentang demokrasi tersebut.
c. Untuk menambah referensi, bahan literatur atau pustaka,
khususnya dalam memahami demokrasi.
d. Dapat menjadikan dasar bahan kajian untuk penelitian lebih lanjut
dan lebih mendalam tentang permasalahan yang terkait.
2. Kegunaan Praktis
a. Memberikan wawasan kepada penulis dan dalam rangka
meningkatkan disiplin ilmu yang akan dikembangkan sesuai
dengan bidang studi yang merupakan mata kuliah pokok dan
diperdalam lebih lanjut lagi melalui studi-studi yang serupa dengan
disiplin ilmu tersebut.
b. Memberikan manfaat bagi semua kalangan masyarakat luas
terutama setiap orang yang ingin memperdalam ilmu hukum
ketatanegaraan di setiap perguruan tinggi di Fakultas Hukum.
c. Memberikan sumbangan khususnya bidang ilmu ketatanegaraan
sehingga berfungsi untuk mengetahui tentang pandangan siyasah
Islam mengenai demokrasi dan pemikiran tokoh khususnya
Mahfud MD.
d. Memberikan informasi dan masukan bagi para peneliti berikutnya
yang ingin melakukan penelitian di bidang ini.
F. Metode Penelitian
Agar menghasilkan penelitian yang komprehensif dan integral, maka
penulisan skripsi ini menggunakan beberapa rangkaian sistematika
penulisan penelitian sebagai berikut.
1. Jenis penelitian dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenisnya penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan
(Library Research)19
yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan
mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan, membaca buku-buku,
literatur dan menelaah dari berbagai macam teori yang mempunyai
hubungan dengan permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini penulis
membaca dan mengambil teori-teori dari buku yang berkaitan
dengan masalah tersebut dan menyimpulkan hasil penelitian dari
berbagai macam buku tersebut.
b. Sifat Penelitian
Dilihat dari sifatnya penelitian ini termasuk penelitian ini termasuk
penelitian yang menggunakan metode diskriptif-analitis, artinya
dengan mendiskripsikan pemikiran seorang tokoh yaitu Mahfud
MD mengenai demokrasi secara komperhensif untuk kemudian
dianalisa secara logis20
, sehingga mendapat suatu kesimpulan
terhadap pemikiran Mahfud MD tentang demokrasi dalam
pandangan Siyasah Islam.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif, dengan mengkaji
dan menelusuri bahan-bahan pustaka untuk menggambarkan fakta dan
fenomena terhadap pemikiran-pemikiran Mahfud MD mengenai
19Sutrisno Hadi, Metode Reseach, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987), h. 6.
20Mardalis, Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara,
1999), h. 26.
demokrasi, baik literatur primer maupun sekunder yang jadi penunjang
dalam pemecahan pokok-pokok masalah.
Adapun sumber datanya dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
a. Data Primer
Data yang diperoleh dari literatur yang langsung berhubungan
dengan permasalahan penulisan yaitu berasal dari Al Qur‟an, hadis,
buku-buku karya Mahfud MD yang di tulis oleh beliau di
antaranya, Demokrasi dan Konstitusi Di Indonesia, Hukum dan
Pilar-Pilar Demokrasi, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca
amandemen Konstitusi, Konsititusi dan Hukum dalam Kontroversi
Isu dan Politik Hukum .
b. Data Sekunder
Sumber data yang diperoleh melalui data yang telah diteliti dan
dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian berupa buku, koran, media “online”, karya tulis, jurnal
dan artikel-artikel yang dapat mendukung dalam penulisan
penelitian dan relevan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu dokumentasi, suatu teknik pengumpulan data dengan cara
penelusuran dan penelitian kepustakaan, yaitu mencari data mengenai
obyek penelitian21
dan mengumpulkan data mengenai suatu hal atau
variabel tertentu yang berupa catatan, buku, surat kabar, artikel dan
lain sebagainya.Teknik ini dilakukan dengan cara mencari, mencatat,
menginventarisasi, menganalisis dan mempelajari data-data yang
berupa bahan-bahan pustaka yang berkaitan serta dengan cara
menelaah sumber-sumber kepustakaan tersebut.
4. Tehnik Pengelolaan Data
Secara umum pengelolaan data setelah data terkumpul dapat
dilakukan:
a. Pemeriksaan data (editing) yaitu pengecekan atau pengoreksian
data yang telah dikumpulkan karena kemungkinan data yang
terkumpul itu tidak logis. Dan memeriksa ulang, kesesuaian
dengan permasalahan yang akan diteliti setelah data tersebut
terkumpul.
b. Penandaan data (coding) yaitu memberi catatan data yang
menyatakan jenis dan sumber data baik itu sumber dari Al-Qur‟an
dan hadis, atau buku-buku literatur yang sesuai dengan masalah
yang diteliti.
c. Rekontruksi data yaitu menyusun ulang secara terartur berurutan,
logis sehingga mudah dipahami sesuai dengan permasalahan
21Suharsini Arikunto, Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktek (Ed.) Cet. 4,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 236.
kemudian ditarik kesimpulan sebagai tahap akhir dalam proses
penelitian.22
5. Metode Analisa Masalah
Adapun metode analisa masalah yang penulis gunakan adalah
metode analisis isi (Content Analysis) yaitu penelitian yang bersifat
pembahasan terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam
media massa. Metode ini digunakan penulis dengan melihat struktur
isi pemikiran Mahfud MD tentang konsep demokrasi, karena dengan
menggunakan metode analisis isi (Content Analysis) penulis dapat
menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio,
maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman
penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari‟ah dan Hukum
dan buku pedoman penulisan lainnya yang ada relevansinya dengan
penulisan ini.
22Amiruddin dan Zainal Arifin Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2006), h. 107.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG DEMOKRASI
A. Pengertian Demokrasi
Sejak orde baru lengser pada 1998 “Demokrasi” adalah sebuah
kosakata yang begitu sering dan banyak diucapkan. Ia telah menjadi kata
kunci penting yang identik dengan perjuangan gerakan reformasi yang
digulirkan oleh para tokoh reformasi dan kalangan mahasiswa. Tak ada
reformasi tanpa demokrasi. Demikian sebaliknya,tak ada demokrasi tanpa
reformasi. Dua kata ini laksana dua sisi dari satu keping mata uang.
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang
dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi
terpimpin, demokrasi pancasila, demokarsi nasional, demokrasi rakyat,
dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang secara
etimologis, kata demokrasi (dari bahasa yunani adalah bentukan dari dua
kata demos (Rakyat) dan cratein atau cratos (kekuasaan dan kedaulatan).
Perpaduan kata demos dan cratin atau cratos membentuk kata demokrasi
yang memiliki pengertian umum sebagai sebuah bentuk pemerintahan
rakyat (government of the people), atau rakyat berkuasa (government or
rule by the people)23
di mana kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat
dan dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui para wakil mereka
melalui mekanisme pemilihan yang berlangsung secara bebas. Secara
23Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2013), h. 105.
substansial, demokrasi adalah seperti yang pernah dikatakan oleh
Abraham Lincoln- “government of the pople,by the people, for the
people..”24
yang artinya suatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.
Pemerintahan dari rakyat berarti pemerintahan negara itu
mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Rakyat adalah pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam
negara demokrasi. Apabila pemerintah telah mendapat mandat dari rakyat
untuk memimpin penyelenggaraan bernegara, pemerintah tersebut sah.
Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu
dijalankan oleh rakyat. Meskipun dalam praktik yang menjalankan
penyelenggaraan bernegara itu pemerintah, tetapi orang-orang itu pada
hakikatnya yang telah dipilih dan mendapat mandat dari rakyat. Selain itu
pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu diawasi oleh
rakyat.
Pemerintahan untuk rakyat berarti pemerintahan itu menghasilkan
dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahan untuk kepentingan
dan kesejahteraan rakyat. Apabila kebijakan yang dihasilkan hanya untuk
kepentingan sekelompok orang atau tidak berdasarkan kepentingan rakyat
maka pemerintahan itu bukan pemerintahan yang demokratis.25
Karena itu
dalam negara demokrasi, pemerintah harus berusaha sebaik mungkin agar
kebijakan yang dikeluarkan adalah berasal dari aspirasi rakyat dan untuk
24Lihat Teks Pidato Abraham Lincoln The Gettysbury Addres, 19 November 1863 dalam
William E. Gienapp (2002) Abraham Lincoln And Civil War America, 1 Editon (New York:
Oxford University, Press, 2002), h. 184.
25Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 92.
kepentingan rakyat. Agar kebijakan itu aspiratif dan untuk kepentingan
rakyat, pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat dan diawasi
oleh rakyat.
Negara demokrasi adalah negara yang diselengarakan berdasarkan
kehendak dan kemauan rakyat. Dalam hal ini rakyat berfungsi sebagai
subjek yang menentukan putusan-putusan politik dan putusan-putusan
pemerintah, dan rakyat tidak hanya dijakdikan objek dalam pemerintahan.
Asas kedaulatan rakyat atau paham demokrasi mengandung dua arti;
Pertama, demokrasi berkaitan dengan sistem pemerintahan atau bagaimana
caranya rakyat diikutsertakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan
yang kedua, demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi keadaan kultural,
historis suatu bangsa, sehingga muncul suatu istilah demokrasi
konstitusional, demokrasi rakyat dan demokrasi pancasila.26
Demokrasi juga dapat diartikan sebagai sistem yang meliputi
persaingan efektif di antara partai-partai politik untuk memperebutkan
kekuasaan. Dalam demokrasi ada pemilihan umum yang teratur dan jurdil,
yang didalamnya semua anggota masyrakat dapat ambil bagian ini. Hak-
hak partisipasi demokratis ini berjalan seiring dengan kebebasan warga
negara kebebasan untuk mengungkapka pendapat dan berdiskusi, beserta
kebebasan untuk membentuk dan bergabung dengan kelompok atau
asosiasi politik.27
26Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Konstitusi, (Yogyakarta:
Liberty, 1999), h. 7.
27Tukiran Taniredja, Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2013), h. 124.
Demokrasi pula menjadi sebuah kata yang paling diminati oleh
siapa pun di dunia kekuasaan, bahkan kata ini sering disalahartikan dan
disalahgunnakan oleh para pemimpin pemerintahan paling otoriter
sekalipun. Mereka sering kali menggunakan slogan-slogan demokrasi
demi memperoleh dukungan politik dari masyarakatnya. Namun demikian,
demokrasi juga tercatat telah mewarnai perubahan sejarah perjuangan
kebebasan umat manusia.28
Pemaknaan di kalangan para ahli politik tentang demokrasi
semakin berkembang, masing-masing memberikan definisi dari sudut
pandang yang berbeda. Menurut Joseph A. Schmiter, demokrasi adalah
suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana
setiap individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara
perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Menurut Harris Soche, demokrasi adalah bentuk pemerintahan
rakyat, karena itu kekuasaan pemerintahan itu melekat pada rakyat, diri
orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk
mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari paksaan dan
pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
Menurut International Commission For Jurist, demokrasi adalah
suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-
keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil
28A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila, Demokrasi,
Ham, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Icce Uin Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2015 ),
h. 66.
yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka
melalui suatu proses pemilihan yang bebas.
Menurut C. F. Strong, demokrasi dikatakan sebagai suatu sistem
pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari masyrakat
politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa
pemerintah akhirnya mempertanggung jawabkan tindakan-tindakan
kepada mayoritas itu.
Adapun menurut Sidney Hook, demokrasi adalah bentuk
pemerintahan di mana keputusan-keputusannya yang penting secara
langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari warga negara dewasa.
Demokrasi menurut Henry B. Mayo merupakan sistem politik yang
menunjukan bawa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemiliham-
pemilihan berkala yanng didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dalam pengertian yang lebih luas, Philipp C. Schmitter
mendefinisikan demokrasi sebagai seuatu sistem pemerintahan di mana
pemerintahan dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakannya di
wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung
melalui kompetisi dan kerja sama dengan wakil-wakil mereka yang telah
terpilih.
Plato memandang demokrasi dekat dengan tirani, dan cenderung
menuju tirani. Ia juga berpendapat bahwa demokrasi merupakan yang
terburuk dari semua pemerintahan yang berdasarkan hukum dan yang
tebaik dari semua pemerintahan yang tidak mengenal hukum. Sedangkan
Aristoteles melihat bahwa demokrasi sebagai bentuk kemunduran politea,
dan yang dapat ditolerir dari ketiga bentuk pemerintahan yang merosot;
dua yang lain adalah tirani dan oligarki.
Secara harfiah, demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau
government or rule the people yang menurut Muhtar Bopotinggi
demokrasi bertumpu pada:
1. Rasionalitas politik yang meliputi seluruh kerja dan lembaga
pepmerintahan. Rasionalitas politik ini dilkasanakan lewat mekanisme
lemabga-lembaga politik dalam keniscayaan saling imbang dan saling
kontrol (check and balances);
2. Saling imbang dan saling kontrol ini berlaku dalam tiga lapis; pertama
yaitu antar nation, konstitusi dan negara; kedua yaitu antara tiga
cabang pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif); ketiga,
tumpang tindih dengan yang kedua, yaitu antara keenam lembaga
politik demokrasi, (partai politik, pemilihan umum, parlemen,
eksekutif, yudikatif, dan pers bebas).
Jika dielaborasikan rumusan di atas dapat dipadatkan sebagai
berikut:
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dilaksanakan atas dasar
rasionalitas saling imbang dan saling kontrol tiga lapis, dengan modal
kerja musyawarah kerakyatan yang berlaku vertikal dan horizontal serta
tegak di atas prinsip keabsahan cara dan keabsahan tujuan yang
sepenuhnya bersifat otosentris.29
B. Sejarah Demokrasi
Konsep demokrasi semula lahir dari tradisi pemikiran Yunani kuno
tentang hubungan negara dan hukum, negara kota (city state) yang
merupakan demokrasi langsung dan dipraktikkan antara abad ke-6 SM
sampai abad ke-4 M, yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik
dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan
prosedur mayoritas.
Demokarsi langsung tersebut berjalan secara efektif karena negara
kota (city state) Yunani kuno merupakan sebuah kawasan politik yang
kecil, sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 300.000
orang. Yang unik dari demokrasi Yunani ini adalah ternyata tidak hanya
kalangan tertentu (warga negara yang resmi) yang dapat menikmati dan
menjalankan sistem demokrasi awal tersebut. Sementara masyarakat
berstatus budak, pedagang asing, perempua dan anak-anak bisa menikmati
demokrasi. Demokrasi Yunani kuno berakhir pada Abad Pertengahan.
Pada masa ini masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal
yang ditandai oleh kehidupan keagamaan terpusat pada Paus dan pejabat
29Khairuddin Tahmid, Demokrasi Dan Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
(Bandar Lampung: Seksi Penerbitan Fakultas Syariah Iain Raden Intan Lampung, 2004), h. 16.
agama dengan kehidupan politik yang diwarnai dengan perebutan
kekuasaan di kalangan para bangsawan.30
Meskipun gagasan tentang demokrasi seperti tersebut di atas sudah
mulai di zaman Yunani kuno, namun pada kekuasaan Romawi dikalahkan
oleh bangsa Eropa Barat dan Benua Eropa memasuki abad pertengahan
(600-1400) demokrasi dapat dikatakan lenyap dari muka dunia barat.
Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi Abad Pertengahan
menghasilkan suatu dokumen penting, yaitu Magna Charta (Piagam
Jakarta) (1215). Magna Charta merupakan semi kontrak antara beberapa
bangsawan dari Raja John dari Inngris di mana untuk pertama kali seorang
raja yang berkuasa megikatkan diri untuk mengakui dan menjamin
beberapa hak dan privileges dari bawahnya sebagai imbalan untuk
penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam
ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku untuk rakyat jelata, namun
dianggap sebagai tonggak dalam perkembaangan gagsan demokrasi.31
Prinsip demokrasi baru muncul kembali di Eropa Barat karena
didorong oleh dua kejadian besar, yakni Renaissance (1350-1600) dan
Reformasi (1500-1650). Renaissance merupakan gerakan yang
menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Philip
K. Hitti, menyatakan bahwa gerakan pencerahan di Barat merupakan buah
dari kontak Eropa dengan dunia Islam yang ketika itu sedang berada pada
puncak kejayaan peradaban dan ilmu pengetahuan. Sedangkan gerakan
30A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila..., Op.Cit.,
h. 73.
31Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik...., Op.Cit., h. 109.
reformasi merupakan penyebab lain kembalinya tradisi demokarsi di
Barat, setelah sempat tenggelam di abad pertengahan. Gerakan reformasi
adalah gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke-16, pada permulaan
abad ke-16 ini juga muncul negara-negara nasional (national state) dalam
bentuk yang modern.
Dua kejadian ini telah mempersiapkan Eropa masuk ke dalam
abaad pemikiran dan rasionalisme yang mendorong mereka untuk
memerdekankan pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk
mendasarkan pada pikiran atau akal semata-mata yang pada gilirannya
kebebasan berpikir ini merupakan lahirnya pikiran kebebasan politik.
Dari sinilah timbul gagasan tentang hak-hak politik rakyat yang
tidak boleh diselewengkan oleh raja, serta timbul kecaman-keceman
terhadap raja yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu
memerintah dengan kekuasaan tak terbatas32
dalam bentuk monarki
absolut. Monarki-monarki absolut ini telah muncul pada masa 1500-1700,
sesudah dan berakhirnya Abad Pertengahan. Raja-raja absolut
menganggap dirinya berhak atas takhtanya berdasarkan konsep Hak Suci
Raja. Gagasan kebebasan politik dan kecaman terhadap absolutisme
monarki itu telah didukung oleh golongan menengah (middle class) yang
waktu itu mulai berpengaruh karena kedudukan ekonomi dan mutu
pendidikan golongan ini relatif baik.
32 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik...., Op.Cit., h. 110.
Secara historis demokrasi ini muncul sebagai respon terhadap sistem
monarki dikator di Yunani pada abad ke-5 M. Pada waktu itu demokrasi
dipraktikkan dalam bentuk sistem di mana semua rakyatnya menjadi
pembuat peundang-undangan. Namun demokrasi modern yang muncul
sejak abad ke-16 M telah mengalami perubahan-perubahan yang cukup
banyak. Ide demokrasi, yang merupakan respon terhadap teokrasi dan
monarki absolut, ini berasal dari gagasan tentang sekularisme oleh Nicolo
machiavelli (1469-1527), gagasan tentang konstitusi negara, liberalisme
dan pemisahan kekuasaan menjadi badan legislatif, eksekutif, dan federatif
John Locke (1632-1704) yang dikembangkan oleh Baron Monstesquieu
(1689-1755) dengan sistem pokok yang dapat menjamin hak-hak politik
itu, yang kemudian dikenal dengan prinsip Trias Politica. Trias Politica
adalah suatu sistem pemisahan kekuasaan menjadi tiga bentuk kekuasaan:
badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta gagasan tentang
kedaulatan rakyat dan kontrak sosial negara oleh Jean Jacques Rousseau
(1712-1778). Demokrasi dalam bentuknya sekarang dimulai sejak
munculnya Revolusi Amerika pada tahun 1776 dan Revolusi Prancis pada
tahun 1879.33
Demokrasi sebagai suatu konsep ideal yang begitu meluas terutama
sejak abad ke-19 sampai sekarang, sebenarnya mengabaikan warga negara
secara rasional refleksif selalu melihat pilihan-pilihan yang terbuka bagi
mereka secara luas. Ilmuwan politik masa kini banyak memusatkan
33Khairuddin Tahmid, Demokrasi Dan Otonomi..., Op.Cit., h. 17.
perhatiannya pada proses demokrasi yang kadang juga irasional.34
Mungkin benar, beberapa kalangan mengatakan bahwa apatisme politik
jauh lebih disukai daripada antusiasme politik yang ada kalanya bisa
membahayakan bentuk pemerintahan konstitusional.
C. Konsepsi Demokrasi dalam Islam
Di tengah proses demokratisasi global, banyak kalangan ahli
demokrasi, diantaranya Larry Diamond, Juan J. Linze, Seymour Martin
Lipset, menyimpulkan bahwa dunia Islam tidak memiliki prospek untuk
menjadi demokratis serta tidak memiliki pengalaman demokrasi yang
cukup andal. Karena alasan inilah dunia Islam dipandang tidak menjadi
bagian dari proses gelombang demokratisasi dunia. Kesimpulan para ahli
tersebut tampaknya tidak tebukti jika mencermati perjalanan demokrasi di
Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia.
Beberapa kali pelaksanaan Pemilu secara langsung telah berlalu
tanpa menimbulkan pertumpahan darah. Keberhasilan pelaksaaan pemilu
2004 dan 2009 di Indonesia secara aman dan damai telah menjadi bukti di
hadapan dunia bahwa demokrasi dapat dipraktikkan di tengah-tengah
masyarakat yang mayoritasnnya beragama Islam.
Persinggungan antara Islam dan demokrasi, sebenarnya merupakan
bagian atau konsekuensi logis dari pertemuan antara wacana Politik Islam
dan Politik Barat. Fazlur Rahman berpendapat bahwa sejak mulainya
ekspansionisme Barat pada negeri-negeri muslim, kaum muslimin, setelah
34Dadang Supardan, Sejarah dan Prospek Demokrasi, Sosio Didaktika: Social Science
Education Journal, 2(2), 2015, h. 128.
kegagalan perlawanan militer dan politik mereka yang awal terhadap
Barat, kemudian mencurahkan perhatiannya pada masalah reorganisasi
politik yang efektif. Selanjutnya, muncul gerakan-gerakan modernisme
politik di sejumlah negeri-negeri muslim, baik secara infrastruktur maupun
redaksional istilah-istilah politik sebagai akibat dari persinggungannya
dengan wacana barat.35
Demokrasi menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah
(syura), pendapat orang banyak untuk mencapai keputusan dengan
mengedepankan nilai-nilai keagamaan. Musyawarah ini didasarkan pada
surat Ali-Imran ayat 159 dan surat Asy-Syura ayat 38:
... هللا هللا
Artinya: “... dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya".
35Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid, (Jakarta: Penerbit
Republika, 2004), h. 79.
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka.
Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak
sepenuhnya sejalan dengan Islam36
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya, tetapi rakyat
juga memiliki batas ketaatan kepada pemerintah, hal ini terdapat pada
hadist yang artinya:37
ع ى المرء : ع ه هللا عنه عن النب اهللا عن ابن عمر ر ضى افا بمعص ة ان ي و مر الررا کف ما احب عة المس السمح ا لطا
۰عةطا ال مح وال بمعص ة ذا امر Ibnu Umar r.a berkata bahwa Nabi Saw bersabda: “Seorang muslim
wajib mendengar dan taat terhadap perintah yang disukai maupun tidak
disukai, kecuali bila ia diperintah mengerjakan kemaksiatan, ia tidak
wajib mendengar dan taat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist ini berkenaan dengan rakyat atau masyarakat sebagai elemen
demokrasi. Sebagai muslim, sudah menjadi wajib „ain untuk patuh dan taat
kepada para pemimpin. Namun, ketaatan dan kepatuhan dalam Islam
bukan ketaatan buta, di mana semuanya dipatuhi tanpa melihat apakah
perintah tersebut sesuai dengan ajaran agama atau tidak. Secara implimsit
hadist ini menjelaskan, jika ada hukum negara yang tidak baik, maka
36Mawaddatul Karimah, Demokrasi dalam Islam, (On-line), tersedia di:
https://www.academia.edu/12787312/demokrasi_dalam_Islam (4 November 2016).
37Saikhul Hadi, HAM dan Demokrasi adalah Wasiat Nabi, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2012), h. 21.
rakyat boleh membantahnya maksut “membantah” di sini adalah
kedaulatan rakyat dalam arti yang positif, seperti mengkritik, menanggapi,
dan memperbaiki.
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi
pertimbangan utama dalam musyawarah.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan
pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Al-Qur‟an dan
Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-
nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.
Dalam menjelaskan sejumlah miskonsepsi umum di Barat, Graham
E Fuller (mantan Wakil Direktur National Intelligence Council di CIA)
menulis di Jurnal Foreign Affairs: “Kebanyakan peneliti Barat cenderung
untuk melihat fenomena politik Islam seakan-akan ia sebuah kupu-kupu
dalam kotak koleksi, ditangkap dan disimpan selamanya, atau seperti
seperangkat teks baku yang mengatur sebuah jalan tunggal. Inilah
mengapa sejumlah sarjana yang mengkaji literatur utama Islam mengklaim
bahwa Islam tidak kompatibel dengan demokrasi. Seakan-akan ada agama
lain yang secara literal membahas demokrasi”.
Banyak kalangan sarjana Islam yang kembali mengkaji akar dan
khazanah Islam dan secara meyakinkan berkesimpulan bahwa Islam dan
demokrasi tidak hanya kompatibel; sebaliknya, asosiasi keduanya tak
terhindarkan, karena sistem politik Islam adalah berdasarkan pada Syura
(musyawarah). Sejumlah intelektual dan sarjana Islam lain yang bersusah
payah berusaha mencari titik temu antara dunia Islam dan Barat menuju
saling pengertian yang lebih baik berkenaan dengan hubungan antara
Islam dan demokrasi. Karena, kebanyakan diskursus yang ada tampak
terlalu tergantung dan terpancang pada label yang dipakai secara stereotip
oleh sejumlah kalangan. Realitasnya adalah bahwa Islam tidak hanya
kompatibel dengan aspek- aspek definisi atau gambaran demokrasi di atas,
tetapi yang lebih penting lagi, aspek-aspek tersebut sangat esensial bagi
Islam. Apabila kita dapat melepaskan diri dari ikatan label dan semantik,
maka akan kita dapatkan bahwa pemerintahan Islam, apabila disaring dari
semua aspek yang korelatif, memiliki setidaknya tiga unsur pokok, yang
berdasarkan pada petunjuk dan visi Al-Qur‟an di satu sisi dan preseden
Nabi dan empat Khalifah sesudahnya (Khulafa al-Rasyidin) di sisi lain.
Pertama, konstitusional. Pemerintahan Islam esensinya merupakan
sebuah pemerintahan yang “konstitusional”, di mana konstitusi mewakili
kesepakatan rakyat (the governed) untuk diatur oleh sebuah kerangka hak
dan kewajiban yang ditentukan dan disepakati. Bagi Muslim,sumber
konstitusi adalah Al-Qur‟an, Sunnah, dan lain-lain yang dianggap relevan,
efektif dan tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan Sunnah.
Kedua, partisipatoris. Sistem politik Islam adalah partisipatoris. Dari
pembentukan struktur pemerintahan institusional sampai tahap
implementasinya, sistem ini bersifat partisipatoris. Ini berarti bahwa
kepemimpinan dan kebijakan akan dilakukan dengan basis partisipasi
rakyatsecara penuh melalui proses pemilihan populer. Aspek partisipatoris
ini disebut proses Syura dalam Islam.
Ketiga, akuntabilitas. Poin ini menjadi akibat wajar esensial bagi
sistem konstitusional/partisipatoris. Kepemimpinan dan pemegang otoritas
bertanggung jawab pada rakyat dalam kerangka Islam. Kerangka Islam di
sinibermakna bahwa semua umat Islam secara teologis bertanggung jawab
pada Allah dan wahyu-Nya.
Dalam sistem demokrasi, terdapat diantaranya kedaulatan rakyat di
mana rakyat mempunyai hak dalam masalah-masalah yang berkaitan
dengan pemilihan anggota majelis perwakilan, memilih penguasa,
mengontrolnya seta memecatnya. Dari sinilah demokrasi sejalan dengan
konsepsi Islam. Namun demikian, dalam implementasi hubungan Islam
dengan demokrasi setidaknya membutuhkan empat pesyaratan tambahan.
Karena demokrasi mempunyai pengertian bahwa kekuasaan rakyat
secara langsung maupun melalui para wakil terpilih melalui partai-partai
politik dan persektuan pemilik modal, pada akhirnya kekuasaan itu hanya
menjadi kekuasaan para pemilik modal dan para pemimpin partai.
Keempat syarat itu adalah Pertama, menetapkan tanggung jawab setiap
individu dihadapan Allah dan umat. Kedua, para wakil rakyat harus
berakhlak Islam dalam musywarah dalam tugas-tugas lainnya. Ketiga,
Islam tidak memandang mayoritas sebagai ukuran mutlak dalam suatu
kasus. Keempat, komitmen terhadap ajaran Islam dalam hal-hal berkaitan
dengan persyaratan jabatan dan tanggung jawab, sehingga hanya orang
yang bermoral, menghormati diri mereka dan tugas mereka di parlemen
yang akan terpilih.
Hasan Al-Bana, penggagas ikhwanul Muslimin juga mengatakan
bahwa sebenarnya demokrasi tidak bertentangan dengan konstitusi Islam.
Menurutnya jika maksud dari demokrasi adalah persamaan, keadilan,
kebebasan berfikir, keadilan sosial dan musyawarah maka itu merupakan
esensi Islam dan apabila maksud demokrasi adalah “pemisahan diantara
pemimpin-pemimpin”, maka ini sebenarnya menjadi acuan dalam Islam.
Sebagai contoh, konsep Islam menyatakan perbedaan orientasi antara
presiden sebagai kepala negara dengan ulama sebagai pemimpim masalah
agama.
Pada bagian akhir artikel tersebut, Burhanudin berkesimpulan bahwa
semakin orang memahami nilai-nilai Islam, Ia akan semakin menghargai
demokrasi, begitupun sebaliknya. Dan orang yang mengganggap bahwa
Islam tidak mempunyai konsep demokrasi dan kenegaraan maka ia telah
meninggalkan sejarah peradaban. Hanya saja, dalam operasionalnya harus
diakui kalau Barat lebih teratur. Barangkali kita bisa mengakui dan
melihat, bagaimana sistem syuro mengalami kejumudan (statis) di zaman
kekhalifahan Islam, tapi Barat mampu mengembangkannya.
Syekh Muhammad Al-Ghazali pernah mengatakan, demokrasi Barat
secara umum telah merumuskan aturan-aturan terhormat tentang
kehidupan politik yang benar. Kita harus banyak mentransfer dari mereka
dalam masalah ini untuk menutupi kekurangan-kekurangan operasional
syuro, sebagai akibat dari kejumudan fiqh yang telah melanda umat Islam
selama berabad-abad.38
D. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi disetiap negara berbeda, hal ini ditentukan
oleh sejarah, budaya dan pandangan hidup dan dasar negara, pelaksanaan
demokrasi di Indonesia mengacu pada landasan idiil dan landasan
konstitusional UUD 1945. Dasar demokrasi Indonesia adalah kedaulatan
rakyat seperti tercantum dalam pokok pikiran ketiga pembukaan UUD
1945 “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan
kerakyatan, permusyawaratan/perwakilan”. Pelaksanaanya didasarkan
pada UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD” .
Indonesia sudah menganut paham demokrasi yang dimulai saat
berdirinya bangsa ini. Negara Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang berusaha untuk membangun salah satu sistem politik
demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada Tahun
1945. Namun, banyak kalangan berpendapat bahwa sesungguhnya negara
Indonesia hingga sekarang ini masih dalam tahap “demokratisasi‟ artinya
demokrasi yang kini di bangun belum benar-benar berjalan dan berdiri
dengan mantap.
38Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid..., Op.Cit., h. 86-
87.
Sejak awal kemerdekaan Negara Indonesia berbagai hal berkenaan
dengan hubungan negara dan masyarakat telah diatur di dalam UUD 1945
para (founding father) pendiri negara berkeinginan kuat sistem politik
Indonesia mampu mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta
dalam perdamaian dunia.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dalam perjalanannya mengalami
pasang surut. Hal itu ditandai dengan perubahan bentuk demokrasi yang
pernah dilaksanakan di Indonesia.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam lima
periode, yaitu:
a. Pelaksanaan Demokrasi Masa Revolusi (1945-1950)
Tahun 1945-1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda
yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi
belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya
revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi
kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang
berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini
segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh KNIP.
Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
absolut pemerintah mengeluarkan:
1. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP
berubah menjadi lembaga legislatif.
2. Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang
Pembentukan Partai Politik.
3. Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang
perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer.39
Dengan kebijakan tersebut terjadi perubahan dalam sistem
pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan berubah menjadi system
pemerintahan parlementer. Cita-cita dan proses demokrasi masa itu
terhambat oleh revolusi fisik menghadapi belanda dan pemberontakan PKI
madiun tahun 1948. Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan
sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudia diperkuat dalam
Undang-Undang Dasar 1945, ternyata kurang cocok untuk Indonesia
mesikipun dapat berjalan secara memuaskan dalam beberapa negara Asia
lain. Lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi
peluang untuk dominasi partai-partai politik dan dewan perwakilan rakyat.
Undang-undang dasar 1950 menetapkan bahwa berlakunya sistem
parlementer di mana badan eksekutif yang terdiri atas presiden dan
menteri-menterinya mempunyai tanggungjawab politik. Tidak adanya
anggota-anggota partai-partai yang bergabung dalam konstituante untuk
mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang-undang dasasr
baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkkan
dekrit 5 juli yang menentukan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar
1945. Dengan demikian masa demokrasi parlementer berakhir.
39Arif Wijaya, Demokrasi Dalam Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Al-
Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 4, 2014, h. 139.
b. Pelaksanaan Demokrasi Masa Orde Lama (1950-1965)
1. Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi
yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara
1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejakdikeluarkannya
maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat
tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa
demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa Barat
kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959
merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai
terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin
kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan
ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan
keamanan. Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut:
Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat, Menteri
bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah, Presiden bisa dan
berhak membubarkan DPR, dan Perdana Menteri diangkat oleh
Presiden.
Praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan oleh:
1. Dominannya partai politik,
2. Landasan sosial ekonomi yang masih lemah,
3. Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti
UUDS 1950. Atas dasar kegagalan itu maka Presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
1. Bubarkan konstituante,
2. Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950,
3. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dengan turunnya dekrit presiden tersebut,berakhirlah masa demokrasi
parlementer atau demokrasi liberal di Indonesia. Selanjutnya Indonesia
memasuki masa demokrasi terpimpin.
2. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Ciri-ciri periode ini adalah dominasi dari presiden,
terbatasnya peranan parta politik, berkembangnya pengaruh
komunis, dan meluaskan peranan ABRI sebagai unsur sosial-
politik. Masa demokrasi terpimpim yang dalam banyak aspek telah
menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal
merupakan landasannya, dan menunjukkan bebrapa aspek
demokrasi rakyat. Demokrasi Terpimpin yang dikumandangkan
bung Karno untuk melegalkan kekuasaan sekaligus sebagai alat
untuk memperpanjang kekuasaaan presiden. Praktik demokrasi
terpimpin sejatinya adalah bentuk pemerintahan yang otoriter yang
“berkelambu” demokrasi. Penyimpangan masa demokrasi
terpimpin antara lain:
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak
yang dipenjarakan, peranan parlemen lemah bahkan akhirnya
dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR,
jaminan HAM lemah, terjadi sentralisasi kekuasaan, terbatasnya
peranan pers, kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke
RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G
30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari
pemerintahan Orde Lama.
c. Pelaksanaan Demokrasi Masa Orde Baru (1966-1998)
Masa demokrasi pancasila yang merupakan demokrasi
konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal
periode ini ialah pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta
ketetapan MPRS. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan
masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan
jabatan presiden kembali menjadi jabatan elektif setiap lima tahun.
DPR Gotong Royong diberi beberapa hak kontrol dismaping tetap
mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pemimpinannya tidak
lagi mempunyai status menteri.40
Begitu pula tata tertib DPR Gotong
Royong yang baru telah meniadakan pasal yang memberi wewenang
kepada presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat
mencapai mufakat antara anggota legislatif dan anggota ABRI
40Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik...., Op.Cit., h. 131.
memainkan peranan penting, diberi landasan konstitusional yang lebih
formal.
Perkembangan lebih lanjut pada masa Republik Indonesia III
(yang juga disebut sebagai Orde Baru yang menggantikan Orde Lama)
menunjukkan peranan presiden yang semakin besar. Secara lambat
laun tercipta pemusatan kekuasaan di tangan preiden karena presiden
Soeharto telah menjelma sebagai tokoh yang paling dominan dalam
sistem politik Indonesia, tidak saja karena jabatannya sebagai presiden
dalam sistem presdensial, tetapi juga karena pengaruhnya yang
dominan dalam elit politik Indonesia.41
Namun dalam pelaksanaannya banyak penyimpangan demokrasi
yang dilakukan oleh penguasa orde baru. Peyimpangan yang paling
menonjol adalah kekuasaan pemerintah yang dapat mengangkat wakil
rakyat melaui fraksi ABRI, penunjukan utusan daerah dan golongan
serta mobilisasi partai poltik melalui penyederhanaan parpol yang
hanya berjumlah tiga konstestan dalam setiap penyelenggaraan Pemilu
atau dikenal dengan istilah “fusi” partai politik, yaitu Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) sebagi gabungan dari partai-partai Islam,
sedanglan Partai Demokrasi Perjuangan (PDI) sebagi gabungan partai-
partai nasional, dan satu lagi Golongan Karya (Golkar) yang memiliki
dukungan militer, Birokrasi dan partai. Dominasi Golkar dalam setiap
41Ibid.
pemilu menjadi bukti bagaimana sistemastisnya penggiringan opini
publik kepada partai yang berkuasa.
Pada masa ini, pemilu hanya menjadi “simbol pesta” demokrasi,
karena wakil rakyat yang terpilih baik DPR RI, DPRD Provinsi
maupun Kabupaten/Kota hanya menajdi stempel bagi berbagai
kebijakan pemerintah. Stempel dimaknai sebagai kuatnya intervensi
pemerintah (eksekutif) dalam dunia politik untuk menentukan arah
kebijakkan politik. Setalah era orde baru runtuh pada tahun 1998 yang
ditandai mundurnnya Soeharto dari kursi presiden RI pada tanggal 20
Mei 1998 menjadi pertanda berakhirnya orde baru membuka jalan
munculnya Masa Transisi dan periode Reformasi.
d. Pelaksanaan Demokrasi Masa Transisi ( 1998-1999)
Masa transisi berlangsung tahun 1998-1999. Pada masa ini
terjadi penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto yang
mengundurkan diri kepada Wakil Presiden B. J. Habibie pada tanggal
21 Mei 1998, jadi Presiden RI pada waktu itu digantikan oleh B. J.
Habibie. Hal ini disebut masa transisi,yaitu perpindahan pemerintahan.
Presiden B. J. Habibie, sebagai bagian dari rezim masa lalu,memahami
benar kondisi obyektif rezim orde baru dalam halpelanggaran HAM
sehingga langkah-langkah politik yang ialakukan di awal-awal
kekuasaannya menunjukkan kesungguhan untuk membangun negara
hukum dan demokrasi. Ia melepaskan sejumlah tahanan politik,
membuka kebebasan pers dan berpendapat, mencabut UU subversif
dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penghormatan,
perlindungan dan penegakkan HAM.
Hal yang dilakukan BJ. Habibie di awal pemerintahannya itu
suatu permulaan penting dalam transisi demokrasi yang memang harus
dilakukannya. Secara empiris rangkaian panjang pelanggaran HAM
selama orde baru bukan saja telah membuat citra kekuasaan kurang
positif di mata rakyat, tetapi juga menjadi sebab kegagalan orde baru
mempertahankan kekuasaannya setelah puluhan tahun menyangga
kekuasaan otoritarian. Masa transisi berlangsung antara 1998-
1999.Pada masa transisi banyak sekali pembangunan dan
perkembangan kearah kehidupan Negara demokrasi. Beberapa
pembangunan kearah demokrasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keluarnya ketetapan MPR RI dalam sidang istimewa bulan
November 1998 sebagai awal perubahan sistem demokrasi
secara konstitusional.
2. Adanya jaminan kebebasan pendirian partai politik ataupun
organisasi kemasyarakatan secara luas.
3. Melaksanakan pemilihan umum 1999 yang bebas dan
demokratis dengan diikuti banyak partai politik.
4. Terbukanya kesempatan yang luas dan untuk warga Negara
dalam melaksanakan demokrasi di berbagai bidang.
Demokrasi saat itu menjadi harapan banyak orang sehingga
sering eufhoria demokrasi.
e. Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1999-sekarang)
Masa reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di
Indonesia sebagi koreksi terhadap praktik-praktik politik yang terjadi
pada masa Orde Baru. Masuk era reformasi yang ditandai oleh
terselenggarannya Pemilu yang paling demokratis pasca orde baru
yang diikuti multipartai pada tahun 1999.42
Langkah trobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi
adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil pemilu
1999. Proses amandemen terhadap UUD 1945 dalam empat tahap
selama empat tahun (1999-2002).43
Langkah berikutnya adalah pemilu
untuk memilih kepala daerah secara langsung yang diatur dalam UU
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dapat dikatakan bahwa demokratisasi telah berhasil membentuk
pemerintah Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai demokrasi
yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan
perundangan mulai dari UUD 1945. Di masa Reformasi ini juga
terdapat peningkatan prinsip-prinsip demokrasi yang terpenting, yaitu
jaminan penegakan hak asasi manusia dengan dikeluarkannya Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak asasi manusia. Masa reformasi
berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
42Rogaiyah Alfitri, Demokrasi Indonesia; Mewujudkan Kesetaraan atau Melahirkan
Kesenjangan, Jurnal PPKn dan Hukum Vol. 4, 2009, h. 2.
43Lihat Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, (BIP: Jakarta,
2009), h. 155-175.
a. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-
pokok reformasi.
b. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR
tentang Referandum.
c. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
Negara yang bebas dari KKN.
d. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa
Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.
BAB III
DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN MAHFUD MD
A. Profil Moh. Mahfud MD
Untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif sebagai
pengantar sebelum membahas tentang pokok persoalan pemikiran Prof.
Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H. terlebih dahulu penulis akan
membahas tentang latar belakang kehidupan sosial/budaya, keagamaan,
dan politik beliau. Ia adalah salah satu pakar ilmu hukum dan ilmu politik
di Indonesia. Mahfud dilahirkan di Desa Omben, Kecamatan Omben
Sampang, Madura, Jawa Timur, dari ayah bernama Mahmodin dan ibu
bernama Siti Chadidjah pada tanggal 13 Mei 1957. Omben adalah sebuah
kecamatan di Kabupaten Sampang tempat ayahnya bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil di kantor Pemerintahan Daerah.
Mahfud adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, tiga kakak nya
antara lain Dhaifah, Maihasanah, dan Zahratun. Sedangkan ketiga
adiknya bernama Siti Hunainah, Achmad Subkhi, dan Siti Marwiyah.
Latar kehidupan keluarganya yang berada di lingkungan taat beragama
membuat pemberian nama arab tersebut menjadi penting. Khusus bagi
Mahfud, arti dari nama “Mahfud” sendiri adalah“orang yang terjaga”.
Dengan nama itu diharapkan Mahfud senantiasa terjaga dari hal-hal
yang buruk. Adapun inisial MD di belakang nama Mahfud adalah
singkatan dari nama ayahnya, Mahmodin. Sebenarnya sampai lulus SD
tidak ada inisial MD di belakang nama Mahfud. Nama lengkapnya, ya
Mohammad Mahfud. Tetapi ketika masuk sekolah lanjutan pertama,
tepatnya masuk ke Pendidikan Guru Agama (PGA), di kelas I sekolah
tersebut ada lebih dari satu murid yang bernama Mohammad Mahfud
sehingga wali kelasnya meminta diberi tanda A,B,C di belakang nama setiap
Mahfud.
Mahfud ini semula tercatat sebagai Mahfud B, tetapi seminggu
kemudian wali kelas memintanya lagi untuk memasang nama orang tuanya
saja di belakang setiap Mahfud. Jadilah Mahfud ini memakai nama Mahfud
Mahmodin. Tetapi karena rangkaian nama Muhammad Mahfud Mahmodin
kurang begitu enak didengar maka, agar sedikit lebih keren, nama
Mahmodin itu disingkat MD, sehingga resmi Mahfud ini menjadi Moh.
Mahfud MD.44
Ketika Mahfud berusia dua bulan, keluarga Mahmodin berpindah
ke Desa Waru Utara, Kecamatan Waru, Kabupaten Pamekasan, Madura.
Disanalah Mahfud menghabiskan masa kecilnya dan memulai pendidikan,
belajar dari surau dan sampai lulus SD pada usia 12 tahun.45
Kala itu,
surau dan madrasah diniyyah adalah tempat Mahfud belajar agama Islam.
Ketika berumur tujuh tahun, ia dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri pada
pagi hari. Sore harinya, ia belajar di Madrasah Ibtida‟iyyah. Malam
44
Saldi Isra, Edy Suandi Hamid, Sahabat Bicara Mahfud MD , (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013), h. xvii-xvii.
45Fakhrul Rozi, Biografi Prof. Dr. Mahfud MD, SH, (On-line), tersedia di
http://www.suduthukum.com/2014/07/biografi-prof-drmohammad-mahfud-md-sh.html (20
Desember 2016).
sampai pagi hari, ia belajar agama di surau. Mahfud lalu dikirim ke
pondok pesantren Somber Lagah di Desa Tegangser Laok, untuk
mendalami agama. Ketika itu ia masih kelas V SD. Sekolahnya pun ia
lanjutkan di sana.46
Setamat SD, Mahfud belajar di Pendidikan Guru Agama Negeri
(PGAN)47
di Pemekasan meskipun hasil ujiannya membuka peluang
baginya untuk masuk di SMPN favorit. Lulus dari PGA setelah 4 tahun
belajar, Mahfud terpilih mengikuti Pendidikan Hakim Islam Negeri
(PHIN), sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama
yang terletak di Yogyakarta. Sekolah ini merekrut lulusan terbaik dari
PGA dan MTs seluruh Indonesia, kini PHIN diubah menjadi Madrasah
Aliyah Negeri (MAN).
Pada tahun 1978, Mahfud tamat dari PHIN. Ia lalu meneruskan
pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) yang
dirangkapnya dengan Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Gadjah Mada (UGM). Kosentrasi studinya di bidang hukum
terfokus pada studi bidang Hukum Tata Negara. Pendidikan
pascasarjananya ditempuh di Progam Pasca sarjana S2 UGM dalam
46Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Profil Hakim: Prof. Dr. Mohammad Mahfud
MD., S.H., (On-line), tersedia di:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilHakim&id=7 (20 Desember
2016).
47Pada umumnya, ada kebanggaan tersendiri bagi orang Madura kalau anaknya bisa
menjadi guru ngaji, ustad, kyai atau guru agama Islam.
bidang studi Ilmu Politik dan Program Pasca Sarjana S3 (doktor) dalam
bidang studi Ilmu Hukum Tata Negara, juga di UGM.
Ketika menempuh program S1, dia memperoleh beasiswa dari
Rektor UII, beasiswa dari Yayasan Dharma Siswa Madura, dan beasiswa
dari Yayasan Supersemar. Ketika menempuh S2 di UGM, ia memperoleh
beasiswa penuh dari UII sebagai perguruan tinggi yang mensponsori
studinya. Sedangkan pada saat menempuh pendidikan S3 di UGM, dia
mendapat beasiswa dari Yayasan Supersemar dan dari Tim Manajemen
Program Doktor (TMPD) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.48
Sejak SMP, Mahfud remaja tertarik menyaksikan ingar bingar
kampanye pemilihan umum. Di situlah bibit-bibit kecintaannya pada
politik terlihat. Semasa kuliah, kecintaannya pada politik semakin
memuncak. Ia lalu malang melintang di berbagai organisasi
kemahasiswaan intrauniversitas seperti Senat Mahasiswa, Badan
Perwakilan Mahasiswa, tetapi yang paling ia tekuni adalah Lembaga Pers
Mahasiswa. Sejak mahasiswa, Mahfud sudah aktif menulis di berbagai
media massa terutama yang menyangkut soal-soal politik dan hukum.
Mahfud juga aktif di organisasi ekstra universitas Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI). Pilihannya pada HMI didorong oleh
pemahamannya terhadap medan politik di UII. Sebab, saat itu untuk bisa
menjadi pimpinan organisasi intra kampus harus berstempel aktivis HMI.
48
Saldi Isra, Edy Suandi Hamid, Sahabat..., Op.Cit., h. xxii.
Pengalaman organisasi yang lainnya yaitu pernah menjadi Ketua Umum
Badan Kerja sama Perguran Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS) se-Jawa
Tengah dan DIY (1996-1998), wakil ketua dewan pembina pengurus
Pusat BKS-PTIS (1998-2003), salah seorang Ketua Pimpinan Pusat
Asosiasi Dosen Hukum Tata Negara se-Indonesia (1999-sekarang) serta
pernah memimpin LSM Parliament Watch-Indonesia di Daerah istimewa
yogyakarta (1999-2000).
Selain itu, saat ini Mahfud menjadi Ketua Ikatan Keluarga Alumni
Universitas Islam Indonesia (2010-Sekarang), dan Koordinator Presidium
Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) (2012-
Sekarang).Saat ini ia adalah dosen tetap sekaligus sebagai guru besar
(Profesor) di Fakultas Hukum UII, pernah menjadi sekretaris pembantu
rektor III,pengajar di Pasca Sarjana UGM dan IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, serta dosen luar biasa di beberapa perguruan tinggi negeri
dan swasta, terutama jenjang Pasca Sarjana.
Selain tugas pokoknya sebagai dosen, saat ini Mahfud MD
memegang jabatan struktural sebagai Pembantu Rektor I dan Direktur
Pasca Sarjana UII Yogyakarta, dan juga menjadi Panelis dan Asesor pada
Badan Akreditsi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) di Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Selain itu beliau juga masih aktif mengajar di UII, UGM, UNS, UI,
Unsoed, dan lebih dari 10 Universitas lainnya pada Program Pasca
Sarjana S-2 dan S-3. Mata kuliah yang diajarkan adalah Politik Hukum,
Hukum Tata Negara, dan Demokrasi, serta pembimbing penulisan tesis
dan desertasi.
Jabatan struktural di pemerintahan (eksekutif) diraih Mahfud ketika
awal tahun 2000, pemerintah mengangkatnya menjadi Plt. Staf Ahli
Menteri Negara Urusan Hak-Hak Asasi Manusia (eselon IB) untuk
kemudian diangkat lagi menjadi Deputi Menteri Negara Urusan HAM
(eselon IA). Dengan Keputusan Presiden No. 234/M Tahun 2000 Mahfud
menjadi anggota kabinet ketika diangkat menjadi Menteri Pertahanan
Republik Indonesia untuk kemudian tahun 2001 diangkat menjadi Menteri
Kehakiman dan HAM.
Selepas dari jabatan menteri, Mahfud ikut memimpim Partai
Kebangkitan Bangsa dalam jabatan wakil ketua umum. Dari sanalah
Mahfud kemudian bisa masuk ke Lembaga Perwakilan Rakyat (legislatif)
ketika terpilih menjadi anggota DPR/MPR berdasarkan hasil pemilu 2004.
Setelah itu ia masuk ke lembaga yudikatif , ketika pada tahun 2008 terpilih
menjadi Hakim Konstitusi untuk selanjutnya terpilih pula sebagai Ketua
Mahkamah Konstitusi selama dua periode (2008-2011 dan 2011-2013).49
Mahfud menikahi Zaizatun Nihayati, teman kuliahnya di Fakultas
Hukum, pada tahun 1982. Yatie adalah perempuan kelahiran Jember, 18
November 1959. Dari pernikahannya itu mereka di karunia tiga orang
anak. Yang pertama adalah Muhammad Ikhwan Zein (lahir pada 15 Maret
1984), kini menjadi dokter lulusan Fakultas Kedokteran UGM uang
49
Ibid. h. xxviii-xxix.
mengambil spesialis kedokteran olahraga di Fakultas Kedokteran UI; yang
kedua adalah Vina Amalia (15 Juni 1989) kini sedang menempuh ko-as
setelah lulus sebagai sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya; dan yang ketiga adalah Royhan Akbar
(lahir 7 Februari 1991) kini mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Hukum
UGM untuk kelas internasional.50
B. Karya-Karya Moh. Mahfud MD
Mahfud MD dapat digolongkan sebagai seorang cendikiawan yang
produktif. Dalam perjalanan hidupnya sudah banyak menghasilkan karya-
karya ilmiah baik berupa artikel, makalah maupun artikel yang dibukukan,
dan lain-lain.
Karyanya yang kini telah beredar dalam bentuk buku di pasaran Indonesia
antara lain:51
1. Hukum Tak Kunjung Tegak, Tebaran Gagasan Otentik Prof. Dr. Moh.
Mahfud MD, (kumpulan kolom pilihan dari berbagai media massa),
penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2007. Buku ini memuat 105
artikel pilihan dari 167 artikel yang berhasil dibuat oleh Mahfud MD
dalam kurun waktu 2003-2007. Buku ini tersusun dari delapan bagian
konsekuensi pengelompokkan topik tulisan yang ditampilkan.
Pengelompokkan ini dimaksud agar buku ini tampil lebih sitematis,
juga berperan penting menuntun alur pemahaman baca agar tidak
patah-patah.
50Ibid. h. xxv.
51
Moh. Mahfud MD, Hukum Tak Kunjung Tegak, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2007), h. 415.
2. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi (bidang
hukum tata negara), Penerbit LP3ES, Jakarta, 2007. Buku ini
menjawab konteks masalah dan konteks waktu ketika ada isu penting
mencatat dalam masalah hukum dan konstitusi terutama sejak
dilakukannya amandemen atas UUD 1945 pada penggal waktu 1999-
2002.52
3. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (bidang hukum
tata negara), Penerbit LP3ES, Jakarta 2006 dan Penerbit PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta 2011 Cetakan ke-2. Setiap bab dari
buku ini merupakan tanggappan akademis ilmiah pada isu-isu penting.
4. Setahun Bersama Gus Dur, Kenangan Menjadi Menteri di Saat Sulit
(memoar politik), Penerbit LP3ES Jakarta, 2003.
5. Demokrasi dan Konsitusi di Indonesia, (bidang hukum tata negara),
Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1993. Edisi Revisi Oleh Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta, 2001. Buku ini merupakan pemaparan yang sangat
lugas betapa tuntutan konstitusi untuk membangun sistem politik yang
demokratis ternyata seringkali ditopedo oleh kekuasaan politik.
6. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (bidang hukum tata
negara), Penerbit Liberty, Yogyakarta 1993. Edisi Revisi oleh Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta, 2001 (revisi).
7. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (bidang hukum tata negara),
Penerbit Gama Media dan Ford Foundation, Yogyakarta-Jakarta, 1999.
52
Moh. Mahfud M.D., Perdebatan...., Op.Cit., h. vii.
Buku ini merupakan bagian dari berbagai tulisan makalah atau jurnal-
jurnal ilmiah yang kemudian beliau tulis ulang untuk disesuaikan
dengan perkembangan gerakan reformasi. Sorotan utama buku ini,
sesuai dengan judulnya, adalah bagaimana pilar-pilar demokrasi
diwadahi oleh aturan-aturan hukum.
8. Kritik Sosial dan Wacana Pembangunan, (sebagai penulis dan salah
serang editor, bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum), Penerbit
UII Press, Yogyakarta, 1993.
9. Mahfud MD di Mahkamah Konstitusi dalam Liputan Pers (Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi : 2010)
10. Amandemen Konstitusi dalam Rangka Reformasi Tata Negara,
(bidang hukum tata negara), Penerbit UII Press, Yogyakarta, 1999.
11. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, (bidang politik dan hukum
tata negara), Penerbit Gama Media dan Ford Foundation, Yogyakarta-
Jakarta, 1998. Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang bertumpu
pada salah satu asumsi mengenai hubungan antara politik dan hukum
yakni bahwa hukum merupakan produk politik.
12. Politik dan Hukum Di Zaman Hindia Belanda, (bidang hukum tata
negara), Penerbit UII Press, Yogyakarta, 1998.
13. Politik Hukum di Indonesia, Edisi Revisi, Cetakan ke-5 (bidang politik
hukum dan sebagai bagian dari studi hukum tata negara), Penerbit
RajaGrafindo Persada, 2012. Buku ini merupakan hasil penulisan
ulang dan revisi yang mengandung perubahan dan penambahan data
atas disertasi beliau, yang sejak tahun 1997 telah diterbitkan dalam
bentuk buku. Buku ini memuat bingkai dengan mengambil konsep-
konsep tertentu yaitu, bahwa karakter produk hukum selalu
dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang melatarinya.
14. Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum di
Indonesia, (sebagai penulis dan salah seorang editor, bidang hukum
tata negara, Penerbit UII Press, Yogyakarta, 1994.
15. Hukum Kepegawaian Indonesia, (bidang hukum administrasi negara),
Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1987.
16. Pokok-Pokok Administrasi Negara, (bidang hukum administrasi
negara), Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1987.
17. Selayang Pandang tentang Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara, (sebagai editor, bidang hukum tata negara dan
hukum administrasi negara), Penerbit Fakultas Hukum UII,
Yogyakarta 1987.
18. UII Almamaterku, (hasil karya bersama Dahlan Thaib), Penerbit UII,
Yogyakarta.
19. 5 Windu UII, Penerbit UII, Yogyakarta, 1984. Buku ini adalah buku
yang berisi sejarah Universitas Islam Indonesia setebal 556 halaman.
20. Gusdur: Islam, Politik dan Kebangsaan (Penerbit LKIS : 2010). Buku
ini beliau dedikasikan bagi Gus Dur yang telah banyak membantu
karirnya, buku ini juga menuturkan humor politik Gus Dur yang
memikat banyak orang. Cerita tentang semua presiden punya penyakit
gila, saat Gus Dur melakukan kunjungannya ke Kuba dan bertemu
Presiden Fidel Castro, membuat buku ini segar untuk dibaca.
21. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Cetakan ke-3, Penerbit
Rajawali Pers, 2012. Buku ini lahir sebagai respons atas berbagai
persoalan atau kontroversi dan ketatanegaraan setelah dilakukannya
amandemen atau perubahan atas konstitusi kita, Undang-Undnag
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Tulisan-tulisannya tersebar di berbagai jurnal dan media massa lain
seperti Prima (LP3ES), Analisi (CSIS), Unisisa (UII), Seni (ISI),
Aljami‟ah (IAIN Suka), Mimbar Hukum (UGM), Filsafat Pancasila
(UGM), majalah GATRA, TEMPO, FORUM, D&R, Harian Kompas,
Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, Republika, Pikiran Rakyat, BERNAS,
Suara Merdeka, Rakyat Merdeka, dan lain-lain serta lebih dari 175
makalah yang ditulis untuk berbagai perjamuan ilmiah.
Karyanya dalam bentuk jurnal dan makalah antara lain:
1. Politik Hukum untuk Independensi Lembaga Peradilan, (Jurnal),
1997.
2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum, (Jurnal),
1998.
3. Politik Hukum: Perbedaan Konsepsi antara Hukum Barat dan
Hukum Islam,(Jurnal), 1999.
4. Komparasi Barat dan Islam tentang Demokrasi, Hukum dan
Pemerintah, (makalah), 1998.
5. Amandemen UUD 1945 untuk Demokrasi di Indonesia, (makalah),
1999.
6. Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, (makalah), 2006.
7. Judicial Review dalam Politik Hukum Nasional, (makalah), 2006.
8. Hak dan Kewajiban Asasi Manusia di Negara Hukum Indonesia,
(makalah), 2006.
C. Pemikiran-Pemikiran Moh. Mahfud MD tentang Demokrasi
Telaah tentang tolak-tarik antara peranan negara dan masyarakat
tidak dapat terlepaskan dari telaah tentang demokrasi, karena dua alasan.53
Pertama, hampir seluruh negara didunia ini telah menjadikan
demokrasi sebagai asas kenegaraan yang fundamental sebagai telah
ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal tahun 1950-an yang
mengumpulkan lebih dari 100 sarjana Barat dan Timur, sementara di
negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan
masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda (kendati sama-sama
negara demokrasi).
Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan yang esensial telah
memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan
negara sebagai organisasi tertingginya. Dengan dua alasan tersebut
menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya disepakati
sebagai modal terbaik bagi dasar penyelenggaraan negara ternyata
53
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia ...,Op.Cit., h.18
memberikan implikasi yang berbeda di antara pemakai-pemakainya bagi
peranan negara.
Konsep demokrasi menurut Mahfud MD di mana berdasarkan
prinsip demokrasi yang disebutkan di dalam konstitusi tidak dengan
sendirinya melahirkan sistem Pemerintahan yang demokratis
dikarenakan semua konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
menyebutkan dengan tegas bahwa demokrasi merupakan salah satu asas
negaranya yang paling fundamental. Tetapi di dalam kenyataannya,
tidak semua konstitusi melahirkan sistem yang demokratis. Bahkan
konstitusi yang sama bisa melahirkan sistem politik yang berbeda
(demokratis dan otoriter) pada waktu atau periode yang berbeda.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UUDS 1950serta
UUD 1945 pada awal Orde Baru dapat melahirkan konfigurasi politik
yang sama, yakni demokratis.
Tetapi UUD 1945 yang berlaku pada periode-periode yang
berbeda ternyata melahirkan konfigurasi politik yang berbeda-beda pula.
Sepanjang sejarah pemerintahan Orde Lama yang berdasarkanUUD
1945 dengan Demokrasi Terpimpin yang lahiradalah pemerintahan yang
otoriter. Orde Baru yang juga menggunakan UUD 1945 pada awalnya
menampilkan langgam politik yang demokratis, tetapi kemudian
berubah menjadi otoriter dengan berbagai alasan pembenarannya yang
manipulatif.54
Mahfud MD menilai demokrasi di Indonesia ditopang oleh empar
pilar. Menurut dia, hanya satu dari empat pilar demokrasi yang masih
sehat, yaitu pers. Kalau dilihat dari empat pilar demokrasi, yang sehat
hanya pers, yang bisa diandalkan hanya pers. Mahfud menilai, tiga pilar
demokrasi yang lain yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif sudah busuk.
Permainan eksekutif dan yudikatif itu kan sudah diketahui banyak orang,
ironisnya mereka tertawa-tawa saja dan tidak tahu malu. Yudikatif juga
busuk luar biasa. Namun demikian, Mahfud mengatakan, dalam
menjalankan perannya menopang demokrasi, pers selalu dihadapkan
pada berbagai tantangan yang mengancam idealisme.55
Secara historik tercatat bahwa prinsip demokrasi lahir sebagai
saudara dari prinsip hukum dalam negara-negara modern. Demokrasi
dan hukum terlahir dari ibu kandung yang sama sehingga sering
diibaratkan bahwa demokrasi dan hukum seperti dua sisi dari sebuah
mata uang.
Adapula yang mengatakan secara tegas bahwa tidak akan ada
demokrasi tanpa ada hukum yang tegak dan tidak ada hukum yang tegak
54
Ibid, h.138.
55Lihat, Berita Online Merdeka, Mahfud MD: Dari 4 pilar demokrasi, hanya pers yang
masih sehat, 26 Juni 2013.
tanpa pembangunan politik yang demokratis. Oleh sebab, itu mutlak
diperlukan adanya hukum di antara setiap negara demokrasi. Sebaliknya,
secara interdependen hukum itu tidak dapat tegak dengan baik jika
lingkungan politik yang mendasarinya tidak demokratis.56
Jika dikatakan bahwa hubungan antara demokrasi dan hukum itu
ibarat dua sisi sekeping mata uang, dapat disimpulkan bahwa kualitas
demokrasi suatu negara akan menentukan kualitas hukumnya. Artinya
negara-negara yang demokratis akan melahirkan pula hukum-hukum
yang berwatak demokratis, dan negara yang otoriter atau non-demokratis
akan melahirkan hukum-hukum yang non-demokratis pula. Secara
teoritis dikenal bentuk hukum yang bersifat dikotomi yakni hukum
otonom dan hukum menindas atau hukum responsif dan hukum ortodoks.
Secara substansial bahwa hukum otonom pararel dengan hukum
responsif, sedangkan hukum menindas pararel dengan hukum ortodoks.
Dengan demikian negara yang memberi bobot berat pada demokrasi
tentu akan melahirkan hukum-hukumnya dengan karakter otoriter,
sedangkan negara yang memberi bobot lebih berat pada ritarian akan
melahirkan hukum-hukum yang berkarakter menindas. 57
Begitu pula studi-studi tentang hubungan hukum dan politik
Mahfud MD telah menyimpulkan, bahwa hanya sistem politik yang
56Moh. Mahfud MD, Hukumdan Pilar-pilar Demokrasi, (Yogyakarta: Gama Media,
1999), h. 176.
57Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Gama
Media, 1999), h. 53-54.
demokratislah yang dapat melahirkan hukum responsif dan mendorong
tegaknya supremasi hukum. Sedangkan sistem politik yang
nondemokratis hanya akan melahirkan hukum-hukum yang ortodoks atau
konservatif baik dalam pembuatannya maupun penegakannya.
Hukum yang berkarakter konservatif dengan ciri-ciri berikut ini:
1. Proses pembuatannya bersifat tidak partisipatif yang didominasi oleh
lembaga-lembaga negara yang dibentuk dengan tidak demokratis pula.
2. Isinya lebih bersifat tidak aspiratif dalam arti lebih mencerminkan
kehendak penguasa karena hukum dijadikan alat (instrumen) pembenar
kehendak penguasa.
3. Lingkup isinya bersifat open interpreatif sehingga mudah ditafsirkan
secara sepihak dan dipaksakan penerimaannya oleh penguasa.
Sebagaimana bila hukum yang berwatak responsif, minimal
ditandai dengan tiga hal:58
1. Proses pembuatannya partisipasif artinya mengundang partisipasi
masyarakat secara luas.
2. Materi muatannya aspiratif dalam arti menampung aspirasi masyarakat
yang dikonteskan secara demokratis dan bukan sekedar memberi
justifikasi atas (rencana) kebijaksanaan negara; dan
3. Lingkup isinya bersifat limitatif dalam arti sangat rinci sehingga
membatasi secara ketat dari kemungkinan diinterpretasikan secara
sepihak oleh pemerintah dengan berbagai peraturan pelaksanaan.
58Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi...,Op.Cit., h. 187
Mahfud MD mengatakan59
, saat ini yang kita perlukan adalah
menumbuhkan dan membangun kesadaran kolektif bahwa negara ini
akan baik jika kita kembali membangun demokrasi dan menegakkan
hukum yang dasar dan bingkainya sudah ada dalam konstitusi dan
ketatanegaraan kita, Mahfud mengatakan dasar dan bingkai itu adalah
Pancasila serta konstitusi dan sistem ketatanegaraan Indonesia yang
tertuang dalam UUD 1945.
Dalam UUD 1945 yang merupakan penjabaran pokok-pokok dari
Pancasila itu digariskan bahwa sistem negara Indonesia adalah sistem
kedaulatan rakyat (demokrasi) dan kedaulatan hukum (nomokrasi).
Negara ini adalah negara demokrasi sekaligus negara hukum. demokrasi
Indonesia adalah deliberative democracy (dilaksanakan dengan
permusyawaratan dengan semangat gotong royong, bukan dengan
semangat mencari menang) dan negara hukum Indonesia adalah negara
hukum yang berkeadilan dengan restorative justice.
Sudah jelas bahwa berdasarkan sila keempat dari dasar negara
indonesia, Pancasila serta Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 negara indonesia
memakai asas demokrasi atau kedaulatan rakyat. Kehidupan bangsa
indonesia sejak berabad-abad tak dapat dihindarkan telah mempengaruhi
asas demokrasi yang dianut Undang-Undang Dasar 1945 sehingga
demokrasi yang harus dipraktekkan di indonesia mempunyai corak
khusus bila dibandingkan demokrasi yang hidup dinegara lain.
59Lihat, Berita Online Republika, Mahfud MD: Indonesia akan Baik Jika Demokrasi dan
Hukum Ditegakkan, 5 Januari 2017.
Kekhasan demokrasi di Indonesia bisa dilihat pada beberapa hal yang
sifatnya cukup mendasar, yakni:60
Pertama, aparatur demokrasi yang tertinggi di indonesia adalah
majelis permusyawaratan rakyat (MPR). MPR yang selanjutnya disebut
majelis merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia dan
memegang kedaulatan atas nama rakyat indonesia.
Kedua, aparatur demokrasi di tingkat pusat yang menjadi poros-
poros kekuasaan tidak hanya terdiri dari tiga macam lembaga negara,
tetapi terdiri dari enam di mana satu (Majelis) merupakan lembaga
tertinggi sedangkan yang lainnya merupakan lembaga tinggi.
Ketiga, sekalipun di dalam sistem pemerintahannya demokrasi di
indonesia menganut sistem presidensil, tapi hubungan antara tiga poros
(legislatif, eksekutif, yudikatif) tidaklah memakai model pemisahan tapi
memakai model “pembagian” yang membuka kemungkinan saling
mempengaruhi.
Implementasi demokrasi sebagai asas kehidupan bernegara
sebenarnya tidaklah tunggal. Arti demokrasi itu sebenarnya memiliki arti
ambigouos. Pada zaman sekarang pun tolak tarik tentang pemerintahan
yang demokratis dan tidak demokratis masih sering terjadi. Demokrasi
dibutuhkan karena dianggap sebagai cara terbaik untuk memberikan
hak-hak rakyat sebagai pemilik negara, sedangkan integrasi diperlukan
60
Moh. Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2001), h. 87.
agar eksistensi bangsa sebagai salah satu tujuan mendirikan negara bisa
terjamin.
Tetapi ternyata antara demokrasi dan integrasi itu mengandung
bibit pertentangan satu sama lain sebab demokrasi menuntut
penenggangan terhadap setiap perbedaan termasuk perbedaan yang
bersumber pada primordialisme sedangkan integrasi cenderung
mengeliminir berbagai ikatan primodial dan mengarahkannya pada
penyatuan yang biasanya menuntut otoriterisme yang merupakan lawan
demokrasi. Biasanya negara-negara baru dan negara-negara dunia ketiga
mengutamakan integrasi dengan membangun pemerintahan yang otoriter
demi menjamin persatuan dan kesatuan bangsanya.61
Dalam implementasiya demokrasi itu bisa melahirkan mekanisme
liberal dengan dasar bahwa negara dan pemrintahan itu betul-betul dari
rakyat; oleh rakyat; dan untuk rakyat; bisa juga melahirkan sistem yang
otoriter bahkan totaliter dengan alasan negara dan pemerintahan itu
diselenggarakan untuk kemanfaatan bagi rakyat dengan kontrol penuh
dari negara.
Pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip demokrasi dan
hukum karena sebenarnya pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan
demokrasi. Seperti yang kita ketahui di zaman modern ini dapat
dikatakan tidak ada satu negara pun dapat melaksanakan demokrasi nya
secara langsung dalam arti dilakukan oleh seluruh rakyatnya karena
61
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi...,Op.Cit., h. 177-178.
terlalu luasnya wilayah dan begitu besarnya jumlah penduduk, demokrasi
yang dipergunakan oleh negara-negara modern adalah demokrasi tidak
langsung atau demokrasi perwakilan.
Di dalam demokrasi perwakilan ini hak-hak rakyat untuk
menentukan haluan negara dilakukan oleh sebagian kecil dari seluruh
rakyat yang berkedudukan sebagai wakil rakyat dan yang menempati
lembaga perwakilan yang biasa disebut parlemen. Oleh karena itu
anggota-anggota parlemen atau DPR sebagai wakil rakyat, idealnya
semua orang yang duduk di sana haruslah dipilihh sendiri oleh rakyat
yang diwakilinya melalui pemilihan secara hukum dapat dinilai adil.
Dengan demikian, Pemilu merupakan komponen penting di dalam
negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan sebab ia berfungsi
sebagai alat penyaring bagi politikus-politikus yang akan mewakili dan
membawa suara rakyat di dalam lembaga perwakilan.62
Berdasarkan sejarah pelaksanan pemilu di berbagai negara, terdapat
tiga macam sistem pemilu, yaitu sistem mayoritas, sistem distrik, dan
sistem proportional representation. Perdebatan mengenai penerapan
sistem pemilu tertutup atau sistem proporsional terbuka terus
berlangsung dalam revisi UU Pemilu. Mahfud MD menyatakan, sistem
pemilu tertutup masih bisa diterapkan. Sebab, anggapan bahwa MK telah
memutuskan agar Pemilu 2019 menggunakan sistem proporsional
terbuka adalah keliru. Sebenarnya untuk pileg, sesuai dengan putusan
62Ibid, h. 220.
MK, sama sekali tidak memberlakukan atau mengharuskan dilakukan
dengan sistem proporsional terbuka. Sebab, MK hanya memutuskan
untuk menghapus adanya ambang batas 30 persen dari bilangan pemilih
pembagi (BPP), dalam UU Nomor 10 Tahun 2008. Syarat 30 persen dari
BPP dinilai mengandung ketidakadilan bagi para calon dan
ketidakpastian bagi para pemilih.
Mahfud menegaskan bahwa putusan MK yang sudah ada tidak
mengharuskan adanya sistem tertentu sepanjang tidak memuat jebakan-
jebakan yang tidak adil. Mahfud sendiri mengaku lebih setuju dengan
sistem proporsional terbuka. Dalam sistem ini, para pemilih diberi
kebebasan untuk memilih nama wakilnya sendiri dengan jaminan
kepastian bahwa calon-calon yang mendapat suara paling banyak secara
berurutan, ditetapkan sebagai anggota DPR/DPRD. Cara ini juga jaminan
keadilan bagi semua calon yang berkontes di dalam pileg tanpa dijebak
dengan ambang batas perolehan BPP.63
63Lihat, berita On-line Republika, “Mahfud MD: Sistem Pemilu Tertutup Sangat Mungkin
Diberlakukan”, 18 Januari 2017.
BAB IV
ANALISIS KONSEP DEMOKRASI MAHFUD MD DALAM PERSPEKTIF
SIYASAH ISLAM
A. Konsep Demokrasi menurut Mahfud MD
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang
dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi
terpimpin, demokrasi pancasila, demokarsi nasional, demokrasi rakyat,
daan sebagainnya. Demokrasi tidak muncul begitu saja di suatu negara
tanpa sebab. Demokrasi muncul dan berkembang melalui pikiran dan
perjuangan individu, kelompok dan aktor-aktor sosial, ia lahir dan
berkembang dalam dialektika kekuasaan yang panjang, sepanjang sejarah
kehidupan politik negara dari waktu ke waktu atau periode ke periode.64
Menurut Mahfud, prinsip demokrasi yang disebutkan di dalam
konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang biasa disebut demokrasi
konstitusional tidak dengan sendirinya melahirkan sistem Pemerintahan
yang demokratis dikarenakan semua konstitusi yang pernah berlaku di
Indonesia menyebutkan dengantegas bahwa demokrasi merupakan salah
satu asas negaranya yang paling fundamental. Tetapi di dalam
kenyataannya, tidak semua konstitusi melahirkan sistem yang demokratis.
Kadangkala pemerintahan dilaksanakan secara demokratis, namun tidak
jarang tampak pula terjadi penyimpangan (otoriter). Negara Republik
Indonesia tak dapat lepas menganut asas demokrasi, karena persyaratan-
64
Supraman Marzuki, Politik Hukum Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2014), h. 14.
persyaratan untuk negara demokrasi telah dipenuhi dan dinyatakan dengan
tegas di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yakni Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 2 dan sila keempat dari dasar negara
indonesia, Pancasila.
Negara demokrasi itu sendiri adalah negara yang diselenggarakan
berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut
organisasi ia berarti sebagai suatu pengorganisasian negara yang dilakukan
oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan rakyat
berada di tangan rakyat.65
Seperti diketahui bahwa Undang-Undang Dasar 1945
mengeksplisitkan adanya berbagai lembaga negara sebagai pemegang
kekuasaan yang masing-masing mempunyai fungsi, wewenang, dan
kedudukan yang berbeda. Sistem pemerintahannya demokrasi di indonesia
menganut sistem presidensil, tapi hubungan antara tiga poros (legislatif,
eksekutif, yudikatif) tidaklah memakai model pemisahan tapi memakai
model “pembagian” yang membuka kemungkinan saling mempengaruhi.
Pembagian kekuasaan ke dalam tiga poros yang kemudian dikenal
sebagai Trias Politika dimaksudkan untuk mendobrak absolutisme atau
sistem pemerintahan yang totaliter. Pada masa penggarisan UUD 1945,
pelembagaan kekuasaan negara atas poros-poros seperti itu jelas sekali
sangat dipengaruhi oleh Trias Politika, minimal hal itu bisa dilihat dari
65
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia ...,Op.Cit., h. 2.
adanya kekuasaan-kekuasaan yang dibangun dalam Trias Politka yaitu
legislatif, eksekutif, dan yudikatif.66
Prinsip Trias politika yang juga dianut di dalam UUD 1945 adalah
adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak sebagai ciri
dan syarat tegaknya negara hukum. Sebab, salah satu ciri dan prinsip
pokok dari negara demokrasi dan negara hukum adalah lembaga peradilan
yang bebas dari kekuasaan lain dan tidak memihak.67
Dengan adanya pembagian itu sebenarnya merupakan delegasi
kekuasaan daripada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Seperti kita
ketahui demokrasi adalah kedaulatan rakyat yang berarti bahwa Indonesia
adalah negara demokrasi jelas-jelas disebut di dalam Undang-Undang
Dasar 1945, yakni dalam Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”. Jadi secara formal MPR adalah penjelmaan
dari seluruh rakyat Indonesia, anggota-anggotanya merupakan wakil
langsung dari rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan
lembaga tertinggi atau aparatur demokrasi yang tertinggi di Indonesia.
Akan tetapi Majelis Permusyawaratan Rakyat bukanlah satu-satunya
lembaga/badan perwakilan masih ada lagi satu lembaga tinggi negara yang
disebut Dewan Perwakilan Rakyat.68
66
Kekuasaan yudikatif dalam perkembangannya juga mengalami pemisahan, yakni
adanya pembagian kewenangan antara MK dan MA.
67
Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Op.Cit., h. 271. 68
Uraian dalam hal ini diambil dan ditulis ulang dari skripsi Moh. Mahfud MD, Fungsi
dan Peranan Dewan Pertimbangan Agung di Negara Republik Indonesia, (Fakultas Hukum UII,
Yogyakarta, 1983).
Berhubung dengan uraian tesebut menjelaskan bahwa demokrasi di
Indonesia mempunyai kekhasan tersendiri, artinya demokrasi di negara
kita mempunyai corak khusus bila dibandingkan dengan negara-negara
lain yang menganut asas demokrasi.
Suatu penelitian yang pernah Mahfud lakukan membuktikan bahwa
sistem politik yang demokratis cenderung melahirkan hukum yang
responsif, sedangkan sistem politik yang otoriter cenderung melahirkan
hukum yang ortodoks.69
Berdasarkan pengalaman sejarah, UUD 1945 lebih banyak
melahirkan pemerintahan yang otoriter. Tampak bahwa sistem demokrasi
hanya terjadi pada periode 1945-1959, sedangkan pada periode 1959-1966
dan periode 1966-1998 menampilkan otoriterisme. Artinya demokrasi
dengan menggunakan indikator-indikator tertentu hanya dapat
berkembang pada saat UUD 1945 (sebelum amandemen) tidak berlaku;
dengan kata lain otoriterisme selalu berkembang dan mencengkeram pada
periode-periode UUD 1945 yang asli.70
Jika kita ingin membangun hukum yang responsif maka syarat
pertama dan utama yang harus dipenuhi lebih dulu adalah demokratisasi
dalam kehidupan politik. Tidaklah mungkin kita membangun hukum yang
responsif tanpa lebih dahulu membangun sistem politik yang demokratis,
sebab hukum responsif tidak mungkin lahir di dalam sistem politik yang
otoriter. Melalui amandemen konstitusi (1999-2002) Indonesia telah
69
Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi..., Op.Cit., h. 177.
70Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia (cet. V), (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2012), h.377.
membuat struktur dan pola hubungan kekuasaan negara yang dari sudut
ketatanegaraan lebih menjamin tampilnya sistem politik yang demokratis.
Meskipun begitu ada dua hal yang harus diperhatikan untuk selalu
mengaktualisasikan sistem yang demokratis itu:
Pertama, sistem demokrasi yang telah dikukuhkan melalui
amandemen konstitusi haruslah diikuti dengan moralitas atau semangat
untuk mewujudkannya oleh penyelenggara negara, sebab seperti
dikemukakan di atas, sistem dan semangat penyelenggara negara itu sama
pentingnya.
Kedua, sebagai produk kesepakatan yang lahir dari keadaan dan
waktu tertentu UUD ini tidak boleh ditutup dari kemungkinan untuk
diubah dengan kesepakatan baru. UUD yang merupakan hasil amandemen
pun harus membuka kemungkinan untuk di amandemen lagi dengan
kesepakatan baru jika keadaan dan waktu menuntut dilakukannya hal itu.71
Meskipun secara prinsip UUD 1945 menganut demokrasi, namun
UUD ini tidak membentuk pagar-pagar pengaman yang kuat untuk
membatasi kekuasaan agar demokrasi bisa terbangun. Oleh sebab
itu, perlu dibangun pemerintahan konstitusional yang demokratis.
Artinya pemerintahan yang konstitusional demokratis itu bukan
pemerintahan yang sekedar sesuai dengan bunyi pasal-pasal konstitusi,
melainkan pemerintahan yang sesuai dengan bunyi konstitusi yang
memang memuat esensi- esensi konstitusionalisme.
71Ibid, h. 380.
Berpijak pada pembahasan mengenai pilar-pilar demokrasi menurut
Mahfud, dari empat pilar demokrasi, satu diantaranya yang masih sehat
dan yang hanya bisa diandalkan adalah pers. Sedangkan tiga pilar lainnya
sudah busuk melalui permainannya. Jika dilihat dari sejarah pelaksanaan
demokrasi pada masa transisi, B.J Habibie dengan langkah-langkah
politiknya untuk membangun demokrasi dan hukum diantaranya yaitu
kebebasan pers. Pers selalu menghadapi tantangan yang mengancam
idealis, pada titik inilah idealisme wartawan dibutuhkan untuk menjaga
demokrasi tetap berjalan di atas jalurnya. Pers bukan hanya sebatas
mendukung demokrasi prosedural, tapi demokrasi substansial. Kalau tidak
disadari ada potensi seperti itu, berbahaya bagi kehidupan demokrasi.
Berhubungan pada pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya,
studi tentang demokrasi sebagai sistem politik tidak dapat dilepaskan dari
studi tentang hukum sebab antara demokrasi dan hukum dapat diibaratkan
dua sisi dari sekeping mata uang, dapat dikatakan saling melengkapi.
Demokrasi tanpa ada aturan-aturan hukum tidak akan terbangun dengan
baik bahkan menimbulkan anarki dan liar, sebaliknya hukum tanpa
demokrasi atau sistem politik yang demokratis hanya akan menjadi hukum
yang elitis dan repressif. Negara bangsa mana pun yang demokrasinya
sudah mapan dan dewasa, pasti diimbangi dengan penegakkan hukum
yang tegas, adil dan tuntas, karena kebebasan dan hukumpun merupakan
dua pilar utama demokrasi.
Bagaimana bentuk dan mekanisme yang diinginkan dari suatu
gagasan demokrasi tentu harus dituangkan di dalam aturan-aturan hukum
dan kepada aturan-aturan hukum itulah setiap konflik dalam berdemokrasi
harus dicari rujukannya.72
Oleh sebab itu mutlak diperlukan adanya hukum
di dalam setiap negara demokrasi. Membangun demokrasi dan
menegakkan hukum yang dasar dan bingkainya sudah ada dalam
konstitusi dan ketatanegaraan kita dengan menumbuhkan dan membangun
kesadaran kolektif maka negara akan baik. Tanpa kesadaran kolektif
bahwa negara ini milik bersama dan harus dirawat bersama, maka yang
menungggu di hadapan kita hanyalah kegagalan. Kita tidak mau negara
kita menjadi negara yang gagal.
Suatu studi tentang politik di negra-negara baru seperti yang
dilakukan oleh Cliiford Geertz menyebutkan tentang adanya dilema antara
demokrasi dan integrasi. Dikatakan dilema karena negara kebangsaan
membutuhkan keduanya sekaligus padahal watak keduanya bertentangan.
Demokrasi mutlak dibutuhkan karena negara kebangsaan dibangun dari
berbagai ikatan primodial73
yang semua aspirasinya harus diagregasi
secara demokratis, sedangkan integrasi mutlak juga dibutuhkan karena
tanpa integrasi negara bisa hancur. Begitu juga dengan Indonesia dibentuk
sebagai negara kebangsaan (nation state) yang bertekad untuk bersatu
(integrasi) di atas dasar kerakyatan (demokrasi) yang merupakan tuntutan
72
Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 1. 73
Ikatan primodial yang dikuatkan secara integrasi ke dalam satu bangsa terdiri dari
agama, suku, ras, daerah dan bahasa. Ikatan primodial di Indonesia biasa dikenal dengan SARA,
singkatan dari suku, agama, ras, dan antar golongan.
yang tidak bisa dielakkan. Sebagai nation state, Indonesia menyatukan
berbagai ikatan primodial ke dalam satu ikatan kebangsaan bernama
bangsa Indonesia dengan organisasi negara bernama Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam kaitan dengan kehidupan beragama Indonesia
merupakan sebuah religious nation state, yakni satu negara yang mengakui
dan melindungi agama-agama dan para penganutnya yang ada di negara
Indonesia.74
Selanjutnya dalam hal ini UUD sebagai aturan main politik menagtur
mekanisme ketatanegaraan yang demokratis yang juga menjamin integrasi
bangsa dan negara. Demokrasi disalurkan dengan adanya pemilu secara
jujur dan adil, adanya checks and balance antar poro-poros kekuasaan.
Sebagian dari hal-hal spesifik yang dapat dilihat dari UUD 1945 untuk
mengikat bangsa dalam satu ikatan integrasi yang kuat terdapat dalam
pasal 1 ayat (1), pasal 1 ayat (2), pasal 1 ayat (3), pasal 26 dan pasal 30.75
Pemilu merupakan salah satu ciri utama dari negara demokrasi
modern dan cara yang demokratis untuk membentuk dan mentransfer
kekuasaan dari rakyat kepada otoritas negara. Pemilu dijadikan indikator
kualitas demokrasi dari sebuah bangsa, apabila Pemilu mampu
dilaksanakan secara transparan, akuntabel dan partisipatif, maka hal
tersebut menunjukan proses demokratisasi berlangsung secara positif.76
Hasil Pemilu yang dilaksanakan dalam suasana keterbukaan dan
74
Moh Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2010), h. 35-36. 75
Ibid, h.40.
76Irvan Marwadi, Dinamika Sengketa Hukum Administrasi di Pemilukada, (Yogyakarta:
Rangkang Education, 2014), h. 79.
kebebasan dianggap akurat mencerminkan partisipasi dan aspirasi
masyarakat.77
Secara umum, pelaksanaan Pemilu bertujuan untuk memilih wakil
rakyat dan terselenggaranya pemerintahan yang benar dan sesuai dengan
pilihan rakyat, maka dari itu pemilu yang demokratis merupakan pemilu
yang dilakukan secara berkala, dan diselenggarakan berdasarkan prinsip
langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur, dan adil.
Mahfud memaparkan bahwa pemilu mempunyai hubungan erat
dengan demokrasi karena sebenarnya pemilu merupakan salah satu cara
pelaksanaan demokrasi. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan instrumen
penting dalam negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan.
Pemilu berfungsi sebagai alat penyaring bagi politikus-politikus yang akan
mewakili dan membawa suara rakyat di dalam lembaga perwakilan.
Mereka yang terpilih dianggap sebagai orang atau kelompok yang
mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas
nama suatu kelompok yang lebih besar melalui partai politik (parpol).
Dalam kondisi ekonomi-sosial yang rendah ketidaktahuan makna
dan pentingnya hak-hak politik mereka dalam pemilihan umum (pemilu),
yang mudah dibeli dengan segepok uang yang jamak disebut “money
politic”. Inilah yang dimaksud Mahfud bahwa demokrasi lebih dinikmati
oleh elit bukan rakyat, ini disebabkan oleh sistem yang tidak demokratis.
77Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1999), h. 243.
Pemilu juga memiliki kaitan erat dengan negara hukum, di mana
pada dasarnya prinsip-prinsip negara hukum tidak dapat dilepaskan dari
paham kerakyatan. Hal ini disebabkan hukum yang mengatur dan
membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum
yang dibuat atas dasar kekuasaan rakyat atau kedaulatan rakyat.78
Prinsip
negara hukum diantaranya; perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
persamaan di depan hukum dan pemerintahan, serta adanya pemilu yang
bebas. Dengan adanya pemilu, maka hak asasi rakyat yang berkaitan
dengan bidang politik dapat disalurkan, dengan pemilu hak untuk sama di
depan hukum dan pemerintahan juga mendapat salurannya, dan dengan
adanya pemilu yang bebas maka maksud pemilu sebagai sarana
penyaluran hak demokratis atas hak politik rakuat dapat mencapai
tujuan.79
Membahas tentang sistem pemilu, Mahfud lebih setuju dengan
sistem proporsional terbuka. Dalam sistem ini, para pemilih diberi
kebebasan untuk memilih nama wakilnya sendiri dengan jaminan
kepastian. Dan cara ini juga memberikan jaminan keadilan bagi calon
kontes di dalam pemilihan legislatif. Apapun sistemnya pasti senantiasa
sesuai dengan negara hukum karena semua sistem pemilu merupakan
implementasikan prinsip demokrasi dan hukum. Semua sistem pemilu
pastinya memillik kelemahan dan kelebihannya masing-masing, tetapi
sejauh prosedur atau cara penetapannya telah sesuai dengan hukum,
78
Iwan Satriawan, Siti Khoiriah, Ilmu Negara, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016), h.
111.
79Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Op.Cit., h. 222.
demokrasi, dan fair, maka sistem pemilu yang manapun yang dipakai akan
sesuai dengan prinsip negara hukum.
B. Pandangan Siyasah Islam terhadap Konsep Demokrasi menurut
Mahfud MD
Di kalangan umat Islam ada pendapat bahwa Islam adalah agama
yang komprehensif, lengkap dan sempurna sebagai sebuah sistem
kehidupan. Islamtidak hanya berisikantuntunan moral,tetapijuga sistem
politiktermasukbentuk danciri-cirinya.Dan pada umumnya didasarkan
pada ayat Al-Qur‟an:
“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti
kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”80
Persinggungan antara Islam dan demokrasi, sebenarnya merupakan
bagian atau konsekuensi logis dari pertemuan antara wacana politik Islam
dan Politik Barat. Jika ditanyakan, apakah Islam juga mengajarkan umat
atau penganutnya untuk berpolitik, maka hampir semua orang Islam pasti
mejawabnya. Tentang ini, paling tidak ada tiga alasan yang dapat
dikemukakan. Pertama, dalam kenyataannya hidup tidak pernah dapat
dilepaskan dari politik. Setiap manusia hidup di dalam organisasi yang
bernama negara dan dapat ia memperjuangkan hak-hak dan keyakinan-
keyakinannya melalui organisasi negara itu. Kedua, Islam sendiri diyakini
80Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Op.Cit., h. 132.
sebagai agama yang sempurna seperti yang dipaparkan diatas, yang
mencakup semua segi kehidupan yang semuanya harus berujung pada
pertanggungjawaban dalam kehidupan akhirat. Ketiga, Islam
memerintahkan umatnya untuk melalakukan dakwah amar makruf nahi
munkar agar ajaran-ajarannya menjadi rahmat bagi seluruh alam.81
Hasan
Al-Bana, penggagas ikhwanul Muslimin juga mengatakan bahwa
sebenarnya demokrasi tidak bertentangan dengan konstitusi Islam.
Menurutnya jika maksud dari demokrasi adalah persamaan, keadilan,
kebebasan berfikir, keadilan sosial dan musyawarah maka itu merupakan
esensi Islam.
Demokrasi menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah
(syura), pendapat orang banyak untuk mencapai keputusan dengan
mengedepankan nilai-nilai keagamaan. Menurut pandangan siyasah Islam
demokrasi yang digagas oleh Mahfud MD mengenai demokrasi
diantaranya mengatakan demokrasi merupakan asas yang fundamental dan
sebagai organisasi negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan
kekuasaan rakyat, di mana jika sistem politik yang dilaksanakan secara
demokratis pasti didasari oleh diterapkannya prinsip musyawarah (Syura)
dalam setiap mengambil kebijakan. Sebaliknya, pelaksanaan demokrasi
yang bersifat otoriter, dapat dipastikan di dalamnya tidak melibatkan
prinsip musyawarah. Atau kalaupun telah menerapkan prinsip
81Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), h. 284.
musyawarah, dimungkinkan telah terjadi penyimpangan terhadap
keputusan yang telah diambil dalam musyawarah.
Studi tentang demokrasi sebagai sistem politik tidak dapat
dilepaskan dari studi tentang hukum sebab antara demokrasi dan hukum
yang saling melengkapi. Dalam hal ini produk hukum yang sangat
dipengaruhi oleh pengaruh politik sangat memungkinkan adanya
penerapan Syari‟at Islam (hukum Islam) menjadi sumber hukum materiil.
Sumber hukum materiil secara sederhana dapat diartikan sebagai “bahan”
yang dapat menjadihukum formal, dan sebagai bahan ia dapat
memasukkan nilai-nilai substantif ajaran Islam yang bersifat universal-
menegakkan keadilan, menegakkan hukum, membangun demokrasi,
mengembangkan pola kepemimpinan yang amanah, melindungi Hak Asasi
Manusia, menjalin kebersamaan, menciptakan keamanan ke dalam
pelbagai hukum di Indonesia tanpa secara ekslusif dan formal menyebut
hukum Islam.
Dapat dikatakan bahwa hukum yang berlaku dalam sebuah negara
merupakan hukum hasil cipta dan karya manusia, apapun wujud
hukumnya,baik hukum positif maupun hukum Islam. Bedanya, dalam
hukum Islam sebagai rujukannya adalah Al-Qur‟an dan hadis, namun
produk hukum yang dihasilkannya tetap saja merupakan ciptaan manusia
sebagai hasil ijtihad.
Mahfud mengatakan Indonesia dibentuk sebagai negara kebangsaan
(nation state) yang dibangun dari berbagai ikatan primodial yang bertekad
untuk bersatu (integrasi) di atas dasar kerakyatan (demokrasi) yang
merupakan tuntutan yang tidak bisa dielakkan. Hal ini jika dikaitkan
dengan prinsip yang sesuai dalam siyasah Islam yaitu persamaan. Islam
mengakui bahwa manusia terdiri berbagai suku, ras, agama, bangsa, tetapi
pada dasarnya mempunyai kedudukan sama atau setara (egaliter).
Ketidaksamaan hanya dilihat dari segi kualitas moralitas mereka, dan itu
pun hanya berlaku di hadapan Tuhan. Jadi, menurut Islam seseorang tidak
dapat memberlakukan orang lain secara diskriminatif.
Seperti yang dipaparkan Mahfud sebelumnya demokrasi dan hukum
berhubungan erat dengan pemilu yang merupakan salah satu cara
pelaksanaan demokrasi. Adapun dalam sistem demokrasi, pemilu untuk
memilih penguasa adalah dalam rangka menjalankan sistem sukular,
bukan sistem Islam. Dalam hal ini statusnya kembali pada hukum apa
yang hendak diterapkan. Jika hukum yang diterapkan adalah hukum Islam
maka memilih penguasa bukan saja mubah/boleh, melainkan wajib,
demikian juga sebaliknya.
Dalam pelaksanaan pemilu juga melalui sistem pemilu itu sendiri,
sistem pemilu yang disetujui oleh Mahfud yaitu proporsional terbuka yang
mengedepankan kebebasan demi jaminan kepastian dan keadilan. Hal ini
juga terdapat dalam prinsip Siyasah Islam yaitu kebebasan dan keadilan.
Kebebasan adalah salah satu syarat untuk mewujudkan demokrasi tetapi ti-
dak semua bentuk kebebasan menunjukkan makna demokrasi. Kebebasan
yang dimaksud hanya menunjuk pada kebebasan politik yang berkaitan
dengan demokrasi, yakni yang mencakup kebebasan bersuara,
berpartisipasi dalam politik dan mempengaruhi pemerintahan.
Sebuah sistem yang demokratis harus memberikan pengakuan atas
kebebasan masyarakat untuk berkumpul, mengomunikasikan ide dan
berbeda dengan pemerintah. Dalam Islam, kebebasan ini meliputi
kebebasan beragama dan kebebasan berpikir. Kebebasan beragama adalah
kebebasan paling fundamental dalam urusan sosio-politik kehidupan
manusia. Ajaran agama yang merupakan ajaran paling benar ternyata tidak
dipaksakan. Rasul SAW sendiri selalu diingatkan bahwa tugasnya hanya
menyampai kan pesan Tuhan, tidak berhak memaksa seseorang untuk
beriman dan mengikutinya.82
Sedangkan keadilan sendiri didasarkan pada
ayat Al-Qur‟an:
هللا ا
هللا اهللا
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.83
Pemikiran-pemikiran yang telah disampaikan Mahfud MD jika kita
lihat masih sesuai dengan Siyasah Islam di mana pada prinsipnya
mengendalikan kepentingan umat sesuai dengan prinsip-prinsip umum
82Ihsan Nul Hakim, Islam dan Demokrasi: Studi Komparatif antara Teori Politik Islam
dan Demokrasi Barat, Jurnal Madania Vol. xviii, No. 1, 2014, h. 51.
83Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Op.Cit., h. 87.
syari‟at untuk kemaslahatan kehidupan dunia dan kehidupan nanti di
akhirat, oleh karena itu Mahfud MD memiliki pandangan yang tidak jauh
dengan apa yang sering disampaikan oleh Gus Dur tentang demokrasi, hak
asasi manusia dan pluralisme yang dikaitkan dengan ajaran Islam yang
rahmatan lil alamin, bahwa nilai-nilai Islam yang bersifat universal harus
dapat mewarnai kehidupan kebangsaan kita dan demi tegaknya demokrasi
itu sah-sah saja.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mendeskripsikan dan mengkaji pelbagai pemikiran-pemikiran
Mahfud MD , penulis mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Mahfud MD memandang demokrasi yang merupakan asas yang
fundamental tidak selalu melahirkan sistem yang demokratis pula. Mahfud
MD membuktikan bahwa sistem politik yang demokratis cenderung
melahirkan hukum yang responsif, sedangkan sistem politik yang otoriter
cenderung melahirkan hukum yang ortodoks. Hal ini menyatakan bahwa
kebijakan negara jika membuat produk kebijakan harus pro terhadap
rakyat bukan pro terhadap penguasa. Berpijak pada pembahasan mengenai
pilar-pilar demokrasi menurut Mahfud, pers bukan hanya sebatas
mendukung demokrasi prosedural, tapi demokrasi substansial. Mahfud
MD mengatakan demokrasi tanpa ada aturan-aturan hukum tidak akan
terbangun dengan baik bahkan menimbulkan anarki dan liar, sebaliknya
hukum tanpa demokrasi atau sistem politik yang demokratis hanya akan
menjadi hukum yang elitis dan repressif. Begitupula Indonesia dibentuk
sebagai negara kebangsaan (nation state) yang bertekad untuk bersatu
(integrasi) di atas dasar kerakyatan (demokrasi) yang merupakan tuntutan
yang tidak bisa dielakkan. Ia juga menyatakan bahwa pemilu mempunyai
hubungan erat dengan prinsip negara hukum dan demokrasi dan Mahfud
lebih setuju dengan sistem pemilu yang proporsional terbuka.
2. Di kalangan umat Islam ada pendapat bahwa Islam adalah agama yang
sempurna sebagai sebuah sistem kehidupan. Persinggungan antara Islam
dan demokrasi, sebenarnya merupakan bagian atau konsekuensi logis dari
pertemuan antara wacana politik Islam dan Politik Barat. Pemikiran-
pemikiran yang telah dipaparkan Mahfud MD jika kita lihat masih sesuai
dengan Siyasah Islam di mana pada prinsipnya mengendalikan
kepentingan umat sesuai dengan prinsip-prinsip umum syari‟at untuk
kemaslahatan kehidupan dunia dan kehidupan nanti di akhirat, jika
dikaitkan dengan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, bahwa nilai-nilai
Islam yang bersifat universal harus dapat mewarnai kehidupan kebangsaan
kita dan demi tegaknya demokrasi itu sah-sah saja.
B. Saran
1. Dalam rangka menjembatani, banyaknya kepentingan dan
kemajemukan warga negara Indonesia, maka demokrasi adalah suatu
sistem yang tepat bagi suatu negara dari berbagai ikatan primodial.
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan perlu pemahaman yang
mendalam guna memperoleh pemahaman terhadap ide-ide dan dalam
mengeksplorasi pemikiran Mahfud MD tentang demokrasi bahkan
beberapa tema lainnya yang menarik untuk dikaji.
2. Pandangan Mahfud MD diatas, merupakan cermin dari keyakinan
beliau terhadap prinsip-prinsip syari‟at Islam. Hal ini tentu saja harus
didukung dan dijadikan sebagai panutan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, dan Zainal Arifin Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: Balai Pustaka, 2006.
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek (ed). cet 4.
Jakarta : Rineka Cipta, 2005.
Asshiddiqie. Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
Alfitri, Rogaiyah. Demokrasi Indonesia; Mewujudkan Kesetaraan atau
Melahirkan Kesenjangan. Jurnal PPKn dan Hukum Vol. 4, 2009.
Berita Online Merdeka. Mahfud MD: Dari 4 pilar demokrasi. hanya pers yang
masih sehat, 26 Juni 2013.
Berita Online Republika.“Mahfud MD: Sistem Pemilu Tertutup Sangat
Mungkin Diberlakukan”, 18 Januari 2017.
Berita Online Republika. Mahfud MD: Indonesia akan Baik Jika Demokrasi dan
Hukum Ditegakkan, 5 Januari 2017.
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2013.
Budiarjo, Miriam. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1999.
Chotib, et. al. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: PT Ghalia
Indonesia, 2007.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Diponegoro: Bandung,
2010.
Fakhrul Rozi. Biografi Prof. Dr. Mahfud MD, SH, (On-line), tersedia di
http://www.suduthukum.com/2014/07/biografi-prof-drmohammad-
mahfud-md-sh.html (20 Desember 2016).
Hadi, Saikhul. HAM dan Demokrasi adalah Wasiat Nabi. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2012.
Hadi, Sutrisno. Metode Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987.
Institut Agama Islam Negeri Lampung. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
Mahasiswa. Bandar Lampung: IAIN Raden Lampung, 2016.
Iqbal, Muhammad. Fiqh Siyasah; Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta:
Prenamedia Group, 2014.
Isra, Saldi dan Edy Suandi Hamid. Sahabat Bicara Mahfud MD. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013.
Kusnardi Moh. dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia.
Cet-kelima. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Universitas
Indonesia, 1983.
Mahfud MD, Moh. Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen
Konstitusi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
_______. Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta, 2001.
_______. Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media, 1999.
_______. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Rajawali
Pers, 2010.
_______. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Gama
Media,1999.
_______. Politik Hukum di Indonesia (cet. V). Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012.
_______. Hukum Tak Kunjung Tegak, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007.
_______. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000.
_______. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2010.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Profil Hakim: Prof. Dr. Mohammad
Mahfud MD., S.H., (On-line), tersedia di:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilHakim
&id=7 (20 desember 2016).
Mardalis. Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,
1999.
Marwadi, Irvan. Dinamika Sengketa Hukum Administrasi di Pemilukada.
Yogyakarta: Rangkang Education, 2014.
Mawaddatul Karimah. Demokrasi dalam Islam, (On-Line), tersedia di:
https://www.academia.edu/12787312/demokrasi_dalam_Islam (4
November 2016).
Nul Hakim, Ihsan. Islam dan Demokrasi: Studi Komparatif antara Teori Politik
Islam dan Demokrasi Barat. Jurnal Madania Vol. xviii, No. 1, 2014.
Supraman Marzuki. Politik Hukum Hak Asasi Manusia. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2014.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Satriawan, Iwan dan Siti Khoiriah. Ilmu Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2016.
Skripsi Moh. Mahfud MD, Fungsi dan Peranan Dewan Pertimbangan Agung di
Negara Republik Indonesia, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 1983.
Sofyan, Ali. Etika Politik Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Sudarsono. Kamus Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007.
Supardan, Dadang. Sejarah dan Prospek Demokrasi. Sosio Didaktika: Social
Science Education Journal, 2(2), 2015.
Suyatno. Menejelajahi Demokrasi. Yogyakarta: Liebe Book, 2004.
Tahmid, Khairuddin. Demokrasi dan Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa. Bandar Lampung: Seksi Penerbitan Fakultas Syariah IAIN Raden
Intan Lampung, 2004.
Taniredja,Tukiran. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2013.
Thaib, Dahlan. Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Konstitusi. Yogyakarta:
Liberty, 1999.
Ubaedillah, A dan Abdul Rozak. Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila,
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Jakarta,
Kencana Prenada Media Group, 2015.
Ubaidillah, A. et. al. Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM & Masyarakat
Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Presss, 2000.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Urbaningrum, Anas. Islamo-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta:
Penerbit Republika, 2004.
Wijaya, Arif. Demokrasi Dalam Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Al-
Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 4, 2014.
Winarno. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.