Upload
rani-intan-p-vennerforevight
View
34
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
OBAT TRADISIONAL
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu adalah
obat tradisional Indonesia.
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik
dan bahan bakunya telah di standarisasi. Fitofarmaka adalah sediaan
obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah di standarisasi. Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
Obat tradisional dalam negeri adalah obat tradisional yang dibuat
dan dikemas oleh industri di dalam negeri meliputi obat tradisional tanpa
lisensi, obat tradisional lisensi dan obat tradisional kontrak. Obat
tradisional lisensi adalah obat tradisional yang dibuat di Indonesia atas
dasar lisensi.
Obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan
fitofarmaka kontrak adalah produk yang pembuatannya dilimpahkan
kepada industri obat tradisional lain atau industri farmasi berdasarkan
kontrak. Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang dibuat oleh
industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah
Indonesia (Anonim. 2005).
Jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman empiris dimasyarakat (Anonim, 1989). Pengobatan dengan
menggunakan obat-obatan tradisional merupakan salah satu alternatif
dalam bidang pengobatan. Tujuan pengobatan dengan obat tradisional
antara lain: pencegahan (preventif), perawatan (promotif), dan
pengobatan (Anonim, 1989).
PENGUJIAN KLINIS
Prinsip-prinsip pengujian khasiat dan keamanan suatu bahan obat,
termasuk obat-obat bahan alam atau obat tradisional, selalu harus
dikerjakan secara sistematik mulai dari pengujian pada hewan sampai ke
penelitian klinik pada manusia. Kemudian sesudah suatu obat dipakai
secara luas di masyarakat, pemantauan akan timbulnya efek samping
yang langka harus dilakukan walaupun untuk bahan obat tradisional
umumnya relatif aman dibandingkan dengan obat-obat kimiawi. Upaya
pembuktian adanya kemanfaatan klinik, khasiat dan keamanan obat
maka disusun kerangka tahap-tahap pengembangan dan pengujian bahan
alam (fitofarmaka) terdiri dari:
1. Tahap seleksi
Tahap pemilihan jenis-jenis bahan alam, dengan priorita meliputi:
bermanfaat untuk penyakit-penyakit utama, memberikan khasiat dan
kemanfaatan berdasarkan pengalaman pemakaian empiris sebelumnya,
obat tradisional merupakan alternatif pengobatan untuk penyakit-
penyakit yang belum ada.
2. Tahap penyaringan biologi
Tahap untuk menyaring ada dan tidaknya efek farmakologik dan khasiat
terapetik yang dilakukan pada hewan percobaan, menyaring efek
keracunan (toksisitas akut) yaitu ada tidaknya efek akut pada hewan
sesudah pemberian dosis tunggal.
3. Tahap penelitian farmakodinamik
Tahap untuk meneliti pengaruh obat tradisional terhadap masing-masing
sistem biologik organ tubuh pada hewan percobaan baik secara in
vitro (organ terpisan) maupun in vivo(keseluruhan sistem tubuh)
4. Tahap pengujian toksisitas lanjut
Tahap pengujian untuk mengetahui efek toksik pada hewan sesudah
pemberian berulang (toksisitas subakut dan kronik). Pemberian berulang
dapat sampai 3 bulan pada tikus atau bahkan 6 bulan- 2 tahun pada
anjing. Tahap ini juga dikerjakan uji-uji yang lain seperti uji
teratogenesis, karsinogenesis maupun terhadap fungsi reproduksi.
5. Tahap pengembangan sediaan (formulasi)
Dalam tahap ini dikembangkan bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi
syarat mutu, keamanan dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
6. Tahap pengujian klinik pada manusia
Pengujian klinik calon obat pada manusia terbagi dalam beberapa fase,
yaitu:
* Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat untuk melihat efek
farmakologik, sifat
farmakokinetik, serta hubungan dosis dan efek obat.
* Fase II : dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas untuk melihat
kemungkinan penyembuhan dan pencegahan penyakit atau gejala
penyakit.
* Fase III : dilakukan pada pasien dengan metodologi uji klinik yang
memadai (adequate)
sehingga didapat kepastian ada dan tidaknya manfaat terapetik.
* Fase IV : monitoring atau pemantauan pasca pemasaran untuk melihat
kemungkinan
terjadinya efek samping yang tidak terkenali pada waktu
pengujian praklinik
atau klinik (Anonim, 1993)
TANAMAN YANG MEMILIKI EFEK FARMAKOLOGIS DAN
KHASIAT KLINIS
a. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit diberikan secara internal dan juga secara eksternal untuk
luka dan gigitan serangga. Sebagian besar kerjanya disebabkan oleh
adanya kurkuminoid, meskipun beberapa komponen minyak atsiri juga
bersifat antiradang. Sifat ini teramati dalam berbagai model
farmakologis, dan sejumlah kecil penelitian klinis. Kurkumin telah diteliti
sebagai obat antikanker dan menghambat iNOS (inducible nitric oxide
synthase) baik secara in vitro maupun in vivo pada model tikus melalui
suatu mekanisme yang melibatkan faktor transkripsi pro-peradangan NF-
kB (Bremmer dan Heinrich, 2002). Selain itu, kunyit juga menghambat
aktivasi faktor transkripsi lainnya (AP-1), yang menunjukkan bahwa
kurkumin merupakan inhibitor non-spesifik NF-kB. Berbagai laporan juga
menyatakan penghambatan siklooksigenase dan kemampuan
menghilangkan radikal bebas sebagai target potensial. Kurkuminoid
memiliki aktivitas antioksidan, dan suatu peptida bersifat antioksidan
yang stabil terhadap panas juga telah berhasil diisolasi.
Kunyit dan kurkuminoid bersifat hepatoprotektif terhadap
kerusakan hati yang disebabkan oleh berbagai toksin, seperti
parasetamol, aflatoksin, dan siklofosfamid. Kunyit melindungi terhadap
ulser lambung pada tikus, dan memiliki efek antispasmodik. Kunyit juga
bersifat hipoglikemik pada hewan dan efek hipokolesterolemik teramati
pada penelitian klinis terhadap hewan maupun manusia. Adanya aktivitas
imunostimulansia dikarenakan fraksi polisakaridanya juga telah terbukti,
dan juga efek antiasma bersama efek antimutagenik dan
antikarsinogenik. Selain itu, kunyit juga menunjukkan sifat antibakteri
dan antiprotozoa secara in vitro. Tanaman ini merupakan subjek
penelitian terbaru, tetapi sejauh ini bukti klinis masih sangat kurang.
b. Jahe
Penggunaan jahe secara modern beragam dan meliputi karminatif,
antiemetic, spasmolitik, antiflatulen, antitusif, hepatoprotektif, agregasi
antiplatelet, dan efek-efek hipolipidemik. Beberapa kerja ini diperkuat
oleh bukti farmakologis in vivo atau in vitro. Kerjanya yang paling
penting adalah penggunaannya untuk gejala-gejala GI pada mabuk
perjalanan dan mual pasca operasi, serta vertigo dan mual pagi hari pada
kehamilan, dan terdapat beberapa bukti klinis khasiat jahe pada kondisi
ini. Konsumsi jahe juga telah dilaporkan memiliki efek bermanfaat
meringankan nyeri dan frekuensi sakit kepala, migraine, dan penelitian
tentang kerjanya pada keadaan rematik menunjukkan efek yang agak
bermanfaat. Aktivitas anti ulser telah ditunjukkan pada hewan dan
dianggap dihasilkan oleh minyak volatile, terutama kandungan asam 6-
gingesulfonat. Efek hepatoprotektif telah teramati pada biakan hepatosit,
yakni gingerol lebih aktif daripada sogaol yang homolog. Kedua golongan
senyawa tersebut bersifat antioksidan dan memiliki aktivitas
penghilangan radikal bebas. Jahe terkenal menghasilkan efek
menghangatkan jika dimakan, dan sifat dasarnya yang berbau tajam
merangsang reseptor-reseptor termogenik. Selain itu, zingeron
menginduksi sekresi katekolamin dari medulla adrenal (Heinrich et al.
2010).
c. Bawang Putih (Allium sativum L.)
Aktivitas hipolipidemik telah teramati pada hewan dengan ekstrak
bawang putih, hal ini berhubungan dengan S-alilsistein yang sangat
penting untuk aktivitas tersebut. S-alilsistein menghambat sintesis NF-kB
dan oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL-low density lipoprotein)
yang keduanya berkaitan dengan aterosklerosis. Alisin juga bersifat
antioksidan, dan ekstrak bawang putih melindungi sel endothelium dari
kerusakan LDL yang teroksidasi. Ajoen diketahui sebagai senyawa
antitrombosis yang poten, dan juga 2-vinil-4H-1,3-dtiin hingga kadar
tertentu. Manfaat untuk kardiovaskular didukung oleh aktivitas
antitrombosis, yang telah ditunjukkan dalam beberapa pengujian, dan
efek antiplatelet dibuktikan dengan ekstrak bawang putih yang lama
pada manusia.
Manfaat bagi kesehatan lainnya yang dihasilkan bawang putih
adalah memberikan efek antibakteri, antivirus, antijamur, dan yang lebih
penting adalah aktivitas kemopreventif terhadap karsinogenesis dalam
berbagai model percobaan. Dialilsulfida diketahui menghambat aktivasi
karsinogen melalui metabolism oksidatif diperantai sitokrom P-450, dan
bukti epidemiologis menyatakan bahwa makanan yang kaya akan bawang
putih akan mengurangi insiden kanker. Hepatoproteksi terhadap
kerusakan hati di induksi parasetamol telah diketahui dan berkaitan
dengan mekanisme yang mirip. Bukti mengenai manfaat mengkonsumsi
bawang putih bagi kesehatan umumnya baik meskipun mutu beberapa
uji buruk. Dosis lazim produk bawang putih setara dengan 600-900 mg
serbuk bawang putih per hari (Heinrich et al. 2010).
OBAT TRADISIONAL DAN POTENSI EKONOMI
Gerakan kembali ke alam dibuktikan dengan penggunaan obat
alami dalam masyarakat yang mulai berkembang pada dekade terakhir
dikarenakan efek samping yang hampir tidak ada jika digunakan secara
benar, hal ini kemungkinan disebabkan karena tanaman obat bersifat
kompleks dan organis yang cocok untuk tubuh yang juga bersifat
kompleks dan organis, sehingga tanaman obat dapat disetarakan dengan
makanan, suatu bahan yang dikonsumsi dengan maksud merekonstruksi
organ atau sistem yang rusak. Gerakan kembali ke alam memiliki sisi
positif yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk menggunakan dan
mengkonsumsi produk-produk alamiah yang diyakini tidak memiliki efek
samping dan harganya lebih terjangkau. Sisi positif ini dapat dijadikan
peluang pasar yang diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat.
Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan jamu tradisional di
Indonesia cukup melimpah. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 30.000 tanaman
obat dari total 30.000 spesies yang ada diseluruh dunia. Walaupun
Indonesia baru memanfaatkan sekitar 180 spesies sebagai bahan baku
obat bahan alam dari sekitar 950 spesies yang berkhasiat sebagai obat.
Kenyataan ini mengindikasikan bahwa dari segi ketersediaan bahan
baku, industri jamu tradisional tidak memiliki ketergantungan impor
(Sunardi, 2009).
Penggunaan CAM (Complementary and Alternative Medicine)
diantara lebih dari 5000 orang dewasa di Inggris dilaporkan bahwa
hamper 20% dari sampel HMP (Herbal Medicinal Product) dibeli sebagai
obat OTC (over the counter) dalam tahun-tahun sebelumnya. Selain itu,
hamper 1% telah dikonsultasikan oleh herbalis (Thomas et al, 2001). Di
Eropa Barat maupun Amerika Serikat, konsumen menghabiskan
konsumsi HMP sampai berkisar 4 milyar US dollar per tahun. Di pasar
Inggris terjadi peningkatan konsumsi obat herbal yang diperkirakan £ 65
juta pada tahun 2000, suatu peningkatan sebesar 50% setelah 5 tahun
terakhir jika dibandingkan dengan berbagai negara Eropa, angka ini
masih rendah (Mintel International, 2001). Di Perancis dan Jerman, dua
pasar Eropa terbesar, total penjualan eceran HMP 2,9 milyar US dollar
pada tahun 1997 (Institute of Medical Statistic, 1998)
Penggunaan obat tradisional di Asia terus meningkat meskipun
banyak tersedia dan beredar obat-obat entitas kimia. Di RRC,
penggunaan TCM mencapai 90% penduduk. Di Jepang 60-70% dokter
meresepkan obat tradisional untuk pasien mereka. Di Malaysia obat
tradisional Melayu, TCM, dan obat tradisional India digunakan secara
luas oleh masyarakatnya. Sementara itu kantor regional WHO wilayah
Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan 71% penduduk di Cili dan 40%
penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional. Di Negara-negara
maju penggunaan obat tradisional sangat popular. Beberapa sumber
menyebutkan penggunaan obat tradisional oleh penduduk di Perancis
mencapai 49%, Kanada 70%, Inggris 40%, dan Amerika Serikat 42%.
Pangsa pasar obat tradisional didalam negeri mencapai 210 juta dollar
AS per tahun (Sampurno, 2009)
Potensi penjualan jamu dan obat tradisional didalam negeri masih
sangat besar, nilainya bisa mencapai Rp. 50 Triliun. Pada tahun lalu
penjualan jamu dan obat tradisional sudah mencapai Rp. 8,5 Triliun.
Tahun ini diperkirakan penjualan bisa mencapai Rp. 10 Triliun, masing-
masing jamu sebesar Rp. 3 Triliun dan obat tradisional lainnya Rp. 7
Triliun. Pangsa pasar penjualan obat tradisional didalam negeri semakin
meningkat. Pada tahun 2003 masih 10,3%, namun pada tahun 2005 naik
menjadi 12%, dan tahun ini bisa meningkat lagi menjadi 14%. Untuk
pangsa pasar ekspor jamu dan obat tradisional Indonesia masih bisa
ditingkatkan menjadi Rp. 15-20 Triliun dari saat ini yang hanya Rp. 2
Triliun (Saerang, 2010).
Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan
perhatian yang lebih besar bukan saja disebabkan potensi
pengembangannya yang terbuka, tetapi juga permintaan pasar akan
obat-obat tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan domestik
maupun internasional. Hal ini tentunya juga akan berdampak positif bagi
penyerapan tenaga kerja dibidang pengolahan tanaman obat
(Maheswari, 2002).
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan
obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin
mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu suatu
obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja,
melainkan harus dibentuk kedalam produk selama keseluruhan proses
pembuatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi mulai dari
personalia, dokumentasi, bangunan, peralatan, manajemen mutu,
produksi, sanitasi dan higiene, pengawasan mutu, penanganan keluhan,
penarikan obat dan obat kembalian, analisis kontrak serta validasi dan
kualifikasi.
Industri obat-obat tradisional juga memiliki CPOB, yang biasa disebut
CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik). CPOTB adalah bagian
dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar
dan Spesifikasi produk. Salah satu cakupan dari CPOTB adalah
pengawasan mutu.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian
yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang
belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan
tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan
memenuhi syarat. Setiap industri obat tradisional hendaklah mempunyai
fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian
lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan
bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif
dan dapat diandalkan.
Persyaratan dasar dari pengawasan mutu adalah bahwa:
1. sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan
prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal,bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk
pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOTB;
2. pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan
metode yang disetujui oleh pengawasan mutu;
3. metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila perlu);
4. pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat
selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang
dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan
pengujian benar-benar telah dilaksanakan Tiap penyimpangan dicatat
secara lengkap dan diinvestigasi;
5. produk jadi berisi bahan atau ramuan bahan yang dapat berupa bahan
nabati, bahan hewani, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan-bahan tersebut dengan komposisi kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, serta
dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar;
6. dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara
formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi; dan
7. sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah
yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel
produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan
yang besar.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara
lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku
pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk,
memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau,
mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu
produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan
prosedur tertulis dan jika perlu dicatat. Personil Pengawasan Mutu
hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan
pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.
Ketentuan umum dalam pengawasan mutu meliputi:
1. Sistem Pengawasan Mutu
Sistem pengawasan mutu harus dirancang dengan tepat, untuk menjamin
setiap OT (obat tradisional) yang diproduksi:
Mengandung bahan alami yang benar dan bersih,
Sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan,
Dibuat dalam kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur tetap,
Tidak mengandung bahan kimia dan bahan baku obat.
Sehingga OT tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan untuk khasiat, mutu dan keamanannya.
2. Ruang Lingkup Pengawasan Mutu
Semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk :
Pengambilan contoh,
Pemeriksaan dan pengujian :
Bahan awal,
Produk antara,
Produk ruahan, dan
Produk jadi.
Program dan kegiatan lain yang terkait dengan mutu produk:
program uji stabilitas,
pemantauan lingkungan kerja,
pengkajian dokumen batch,
program penyimpanan contoh pertinggal,
penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan
dan produk, termasuk metode pengujian.
3. Sistem Dokumentasi dan Prosedur
Sistem dokumentasi dan prosedur pelulusan dilakukan oleh Bag.
Pengawasan Mutu. Hendaknya menjamin Pelulusan:
Pemeriksaan dan pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;
Bahan awal, produk antara, produk ruahan tidak digunakan sebelum
dari hasil pemeriksaan dan pengujian mutu dinilai memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan;
Produk jadi tidak didistribusikan atau dijual sebelum hasil
pemeriksaan dan pengujian mutu dinilai memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan.
4. Bagian Pengawasan Mutu
Bagian Pengawasan Mutu merupakan bagian yang berdiri sendiri, bukan
subbagian dari Bagian Produksi. Wewenang Bagian Pengawasan Mutu :
Meluluskan/menolak Bahan awal yang akan digunakan untuk
produksi;
Meluluskan/menolak Produk antara dan produk ruahan untuk diproses
lebih lanjut;
Meluluskan/menolak Produk jadi yang akan distribusikan.
Tanggung jawab Bagian Pengawasan Mutu:
Di laboratorium : Menyelenggarakan fungsi analisis.
Di luar laboratorium : Berperan dalam pengambilan keputusan
terhadap hal-hal yg mempengaruhi mutu produk
Bagian Pengawasan Mutu juga bertanggung jawab:
memastikan apakah bahan awal telah memenuhi spesifikasi;
memastikan apakah tahapan produksi telah dilaksanakan sesuai
prosedur dan divalidasi sebelumnya
apakah pengawasan selama proses dan pengujian laboratorium
telah dilaksanakan,
apakah bets produk yang dihasilkan telah memenuhi spesifikasi
sebelum didistribusikan;
apakah produk diperedaran tetap memenuhi syarat mutu selama
waktu yang telah ditetapkan.
Kesimpulan
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman
pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk
menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Adapun untuk industri obat-obat tradisional juga memiliki CPOB, yang
biasa disebut CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik).CPOTB
yang merupakan bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa
obat tradisional mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar. Salah satu cakupan dari
CPOTB adalah pengawasan mutu.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan
dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan
organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
pengujian yang diperlukan dan relevan.