Upload
myrnha-waty-cwieeties
View
54
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PJT
Citation preview
BAB II
PENDAHULUAN
Pertumbuhan janin manusia dicirikan oleh proses pertumbuhan jaringan dan organ,
diferensiasi, dan maturasi yang berkesinambungan. Perkembangan ditentukan oleh
penyediaan substrat oleh ibu, pengaliran substrat tersebut oleh plasenta, dan potensi
pertumbuhan janin yang dipengaruhi genom.
Bayi dengan berat badan lahir rendah yang kecil masa kehamilan sering ditandai
mengalami hambatan pertumbuhan janin. Istilah retardasi mental sudah tidak terpakai, karena
“retardasi” menyiratkan fungsi mental yang abnormal, yang bukan merupakan maksud
sebenarnya. Diperkirakan sebanyak 3 hingga 10 persen janin mengalami hambatan
pertumbuhan.
Pada tahun 1967, Battaglia dan Lubchenco mengklasifikasikan bayi yang kecil masa
kehamilan (KMK), yaitu bayi yang memiliki berat di bawah persentil ke-10 berdasarkan usia
kehamilan. Bayi-bayi tersebut berisiko tinggi mengalami kematian neonatal.
Prevalensi pertumbuhan janin terhambat di Indonesia, pada penelitian pendahuluan
pada tahun 2004-2005, prevalensinya adalah 4,4 %. Morbiditas dan mortalitas perinatal
kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat lebih tinggi daripada kehamilan normal.
Mortalitas perinatal bayi – bayi dengan pertumbuhan janin terhambat 7 -8 kali lebih tinggi
daripada bayi normal. Kira-kira 26% kejadian lahir mati berhubungan dengan pertumbuhan
janin terhambat. Pertumbuhan janin terhambat disebabkan oleh faktor fetal, faktor plasenta,
dan faktor maternal. Faktor fetal adalah kelainan kromosom, malformasi kongenital,
kehamilan multipel. Faktor maternal adalah malnutrisi, infeksi maternal, gangguan aliran
uteroplasenta, riwayat obstetrik jelek, hipoksia kronis, faktor uterin, kelainan ginjal, dan
lingkungan.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y. P
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Biak
Agama : Kristen Protestan
Kawin/tidak kawin : Kawin
Pekerjaan : IRT
Alamat : Polimak
Tanggal Masuk Perawatan : 10 Agustus 2015; Jam 22.00 WIT
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Mules-mules sejak 6 jam SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku hamil 9 bulan, datang dengan keluhan mules-mules sejak 6 jam
SMRS, keluar air-air (-), keluar lendir bercampur darah pada jalan lahir (+),
keputihan selama hamil (-), demam (-), mual (-), muntah (-).gerak janin dirasakan
aktif. Kontrol kehamilan di PKM Eli Uyo 3x, belum pernah kedokter kandungan
sebelumnya, USG (-). HPHT pasien lupa.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat malaria (-), riwayat asma (-),
riwayat alergi (-), riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit Paru – Paru (-)
d. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat malaria (-), riwayat asma (-),
riwayat alergi (-), riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit Paru – Paru (-)
2
e. Riwayat Obstetri
1. Riwayat Kehamilan : 1. ♀, aterm, spontan, keluarga, BB (?), 10 tahun
2. ♀, aterm, spontan, keluarga, BB (?), 8 tahun
3. ♀, aterm, spontan, keluarga, BB (?), 7 tahun
4. ♀, aterm, spontan, bidan, BB (?), 4 tahun
5. ♂, aterm, spontan, bidan, BB 2.000 gr, 1 tahun
6. Hamil ini
7. Riwayat Pernikahan :
- Pernikahan 1x, lama pernikahan 1 tahun
8. Riwayat Menstruasi
- Menarch : 12 tahun
- Siklus Haid : 28 hari teratur
- Lama Haid : 4 hari
- UK : 37-38 minggu
9. Riwayat Antenatal
PKM EllyUyo 3x
10. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
- Pasien pernah menggunakan kontrasepsi implan
III. STATUS GENERALIS
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
TD : 110/70 mmHg RR : 16 x/mnt
N : 80 x/mnt SB : 36 ºC
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak teraba
Dada : Puting susu menonjol keluar
Jantung : Bunyi I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Cembung
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (- /- ), ulkus (--/ )
3
IV. STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar
TFU : 30 cm
BJA : 146 dpm
His : 4x/10’/40”
USG : -
TBBJ : 2790 gr
V. DIAGNOSA
Persalinan kala I aktif pada G6P5A0 hamil 37-38 minggu, janin presentasi belakang
kepala tunggal hidup
VI. PENATALAKSAAN
- Hemodinamikibu………………….
- Tegakkandiagnosa : cek DL, UL, DDR, GDS
- Rencanapartuspervaginam, evaluasi 4 jam lagi (jam 02.00 wit)
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah
- HB : 5,0 gr/dl
- Leokosit : 15000/mm3
- Trombosit : 263000 /mm3
b. Pemeriksaan Urine- Keton : Negatif
- PH : 6,0
- Leoukosit : Negatif
- Protein : +2
- Glukosa : +1
- PP Test : Reaktif
c. DDR : Negatif
4
VIII. RESUME
Follow Up Pre Operatif / 21 Mei 2015
Catatan Tindakan
Jam : 13.10 WIT
S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari
O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 92x/mnt,
RR = 20x/mnt, SB = 37,4ºC
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak
dilakukan
A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu
P : - IVFD RL 20 tpm
- Observasi Hemodinamik pasien.
- Lapor Dokter Sp.OG
Jam : 14.00 WIT
S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari
O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM
Vital Sign : TD = 110/70 mmHg, N = 92x/mnt,
RR = 22x/mnt, SB = 37,4ºC
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak
P : - IVFD RL 20 tpm
- Observasi Hemodinamik pasien.
- Lapor Dokter Sp.OG
5
dilakukan
A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu
Jam : 15.30 WIT
S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari
O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 92x/mnt,
RR = 20x/mnt, SB = 37,4ºC
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak
dilakukan
A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu
P : - IVFD RL 20 tpm
- Observasi Hemodinamik pasien.
- Lapor dr. Alberthzon, Sp.OG (K)
→ Instruksi CITO Laparatomi
Jam : 16.00 WIT
S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari
O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 92x/mnt,
RR = 20x/mnt, SB = 37,4ºC
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak
dilakukan
A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu
-
P : - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (i.v) →
Skin test, alergi (-)
- Observasi Hemodinamik pasien.
- CITO Laparatomi
- Hubungi keluarga → tidak bisa
dihubungi dan sudah dicari tetapi
tidak ada keluarga untuk
tandatangan SIO Operasi
Jam : 16.00 WIT
S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari
O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 92x/mnt,
RR = 20x/mnt, SB = 37,4ºC
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
Status Obstetri : TFU : tidak teraba; PD : tidak
dilakukan
A : KET Pada G4P2A1 Hamil 6 – 8 minggu
P : - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (i.v) →
Skin test, alergi (-)
- Observasi Hemodinamik pasien.
- CITO Laparatomi
- Hubungi keluarga → Tandatangan
SIO Operasi
Follow Up Post Operatif 21 Mei – 22 Mei 2015
6
Catatan Tindakan
Jam : 19.00WIT
Tiba di RR dengan Post Laparatomi dengan
indikasi KET.
O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM
Vital Sign : TD = 110/70 mmHg, N = 76x/mnt,
RR = 28x/mnt, SB = 37,4ºC
Prod DC (+) 600 cc
Status Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Cek HB Post Transfusi → Tunggu
hasil
NB : Kalnex + Cefazolin + Metro di
pertahankan 2 hari ke depan OBS
Perdarahan
Jam : 19.30 WIT
S : Nyeri Perut, susah BAK sejak ± 4 hari
O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran CM
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 68x/mnt,
RR = 20x/mnt, SB = 36,0ºC
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
7
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 21.15 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),
mobilizasi (-), Puasa (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes: CM,
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 68x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 23.25 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),
mobilizasi (-), Puasa (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes: CM,
Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 03.35 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
8
mobilizasi (-), Puasa (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,
Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 04.00 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),
mobilizasi (-), Puasa (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,
Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 04.30 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),
mobilizasi (-), Puasa (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
9
Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 04.30 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),
mobilizasi (-), Puasa (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,
Vital Sign : TD = 9/60 mmHg, N = 72x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 05.00 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),
mobilizasi (-), Puasa (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,
Vital Sign : TD = 90/60 mmHg, N = 72x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
10
kornu uterus ec KET Kornu
Lap badan ibu, ganti softext, pakekan baju,
Prod urin (+) 400 cc
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 07.00 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-),
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 70x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 08.00 WIT
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kes : CM,
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 80x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu uterus ec KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
11
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
- Observasi Perdarahan
Jam : 11.30 WIT (Visite dr. Alberthzon,
Sp.OG (K))
S : Mual (-), muntah (-), kembung (-)
O : KU : Tampak sakit sedang, Kesadaran
CM,
Vital Sign : TD = 100/60 mmHg, N = 80x/mnt,
RR = 20x/mnt
Statu Generalis : Dalam Batas Normal
A : Post repair ruptur cornu uterus ai rupture
kornu
uterus ec KET Kornu
P : - IVFD Jalur I : RL + Tramadol 2
amp 20 tpm
- IVFD Jalur II : RL Kolf Ke – 6, 20
tpm
- Trasnfusi darah s/d Hb ≥ 8,0 g/dl
- Inj. Cefalozin 2x2 gr (i.v)
- Inj. Metromazol 3x500 mg (i.v) (2
hari)
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp (i.v)
(2 hari)
- Inj. Ranitidin 3x1 amp (i.v)
- Inj. Alinamin F 3x1 amp (i.v)
- Inj. Tramadol 3x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v)
Tambahan Terapi :
- Aff DC
- Diet Lunak Bertahap
- Sore Boleh Jalan
- Transfusi 2 labu lagi
IX. DIAGNOSIS TERAKHIR
12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Apakah yang dimaksud dengan IUGR?
Pertumbuhan Janin Terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) adalah
janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 percentil, atau lingkaran perut kurang
atau sama dengan 5 percentil atau FL (Femur Length) /AC (Abdominal Length) > 24.
Dimana FL dan AC dapat diukur menggunakan USG. Hal tersebut dapat disebabkan
berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom dan faktor lingkungan atau infeksi.
Definisi menurut WHO, janin yang mengalami pertumbuhan terhambat adalah janin
yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standar atau ukuran standar yang sesuai
dengan usia kehamilannya. Menurut Gordon, JO (2010) pertumbuhan janin terhambat-PJT
(Intrauterine growth restriction) diartikan sebagai suatu kondisi dimana janin berukuran lebih
kecil dari standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Istilah PJT sering diartikan
sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK (small for gestational age). Umumnya janin
dengan PJT memiliki taksiran berat dibawah persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat
kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT
pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup bulan (aterm,
>37 minggu).
3.2 Apakah klasifikasi IUGR?
Klasifikasi
Terdapat 3 macam PJT, yaitu :
1. PJT tipe I atau tipe simetris
Terjadi pada kehamilan 0 – 20 minggu, terjadi gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbanyak sel,umumnya disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi janin
2. PJT tipe II atau tipe asimetris
Terjadi pada kehamilan 28 – 40 minggu yaitu gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbesar sel, misalnya pada hipertensi dalam kehamilan disertai insufisiensi
plasenta.
3. PJT tipe III adalah kelainan diantara kedua tipe diatas
Terjadi pada kehamilan 20 – 28 minggu yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi
antara gangguan hiperplasia dan hipertrofi sel, misalnya dapat terjadi pada malnutrisi
ibu, kecanduan obat atau keracunan.
13
3.3 Apakah penyebab terjadinya IUGR?
Etiologi
Faktor ibu, golongan faktor ibu merupakan penyebab yang terpenting
a. Penyakit vaskular ibu
Pada pertumbuhan intrauterin normal, pertumbuhan berat plasenta sejalan dengan
pertambahan berat janin, tetapi walaupun untuk terjadinya bayi besar dibutuhkan
plasenta yang besar, tidak demikian sebaliknya. Namun demikian berat lahir memiliki
hubungan yang berarti dengan berat plasenta. Berat lahir juga berhubungan secara
berarti dengan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus juga transfer
oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit vaskular yang
diderita ibu.
Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat gangguan pertumbuhan janin. 25-30
% kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah
uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu. Keadaan
klinis yang melibatkan aliran darah plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda,
penyalahgunaan obat, penyakit vaskular, penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH),
insersi plasenta umbilikus yang abnormal dan tumor vaskular.
b. Kelainan uterus
c. Kehamilan kembar
Janin yang tumbuh diluar uterus biasanya mengalami hambatan pertumbuhan.
Kehamilan dengan dua atau lebih janin lebih memungkinkan terjadi pertumbuhan
kurang pada salah satu janin atau kedua janin dibandingkan dengan janin tunggal
normal. Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10 – 50 % bayi kembar(4)
d. Ketinggian tempat tinggal
Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara kronis, beberapa janin mengalami
penurunan berat badan yang signifikan. Janin dari wanita yang tinggal di dataran
tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada mereka yang dilahirkan
oleh ibu yang tinggal di dataran rendah. (1,4)
e. Keadaan gizi dan perokok
Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk cenderung
melahirkan bayi besar. Faktor terpenting pemasukan makanan adalah jumlah kalori
yang dikonsumsi setiap hari daripada komposisi dari kalori. Dalam masa hamil wanita
perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak daripada sebelum hamil setiap hari. (1)
14
Penambahan berat badan yang kurang didalam masa hamil menyebabkan kelahiran
bayi dengan berat badan yang rendah. Kebiasaan merokok dalam masa kehamilan
akan melahirkan bayi yang lebih kecil sebesar 200 sampai 300 gram pada waktu lahir.
Wanita perokok cenderung makan lebih sedikit karena itu ibu akan kekurangan
substrat didalam darahnya, selain itu merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan
norepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi
pengurangan jumlah pengaliran darah ke dalam ruang intervillus.
Faktor Anak
a. Kelainan kongenital
b. Kelainan Genetik
c. Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH
Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan intrauterin.
Banyak tipe seperti pada indfeksi oleh TORCH yang bisa menyebabkan hambatan
pertumbuhan intrauterin sampai 30 % dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu hamil
menurut laporan bisa mengurangi berat bdan lahir bayi sampai 500 gram
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum terkena infeksi tersebut. Infeksi
intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada janin tanpa kompensasi
peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga janin menjadi dismatur.
Faktor Plasenta
Penyebab faktor plasenta dikenal sebagai insufisiensi plasenta. Faktor plasenta dapat
disebabkan oleh faktor ibu, walaupun begitu terdapat beberapa kelainan plasenta yang khas
seperti tumor plasenta. Sindrom insufisiensi fungsi plasenta umumnya berkaitan erat dengan
aspek morfologi dari plasenta. Sindrom insufisiensi plasenta menunjukan adanya suatu
kondisi kegawatan janin yang bisa nyata selama masih dalam masa kehamilan atau dalam
masa persalinan sebagai akibat gangguan pada fungsi plasenta. Dipandang dari sudut
kepentingan janin, sebuah plasenta mempunyai fungsi-fungsi respirasi nutrisi, ekskresi,
sebagai liver sementara (transient fetal liver), endokrin dan sebagai gudang penyimpanan
serta pengatur fungsi metabolisme.
3.4 Bagaimanakah patofisiologi IUGR?Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan
15
1. Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas dipengaruhi oleh makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa kondisi kekurangan nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi pada awal kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang simetris. Hal sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada kondisi hiperglikemia pada kehamilan lanjut.
2. Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilanDefisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta, tapi bisa juga terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai kompensasi. Didapati ukuran plasenta yang luas.
3. Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilanTerjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi interaksi antara janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung pada lamanya kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan pertumbuhan dan kembali meningkat jika nutrisi yang diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin telah terjadi proses perlambatan pertumbuhan yang irreversibel.
3.5 Apakah tanda dan gejala IUGR?1. Uterus dan janin tidak berhasil tumbuh dengan kecepatan normal selama jangka waktu 4 minggu.2. Tinggi fundus uteri sedikitnya 2 cm lebih rendah dari pada yang di perkirakan menurut umur/ lama kehamilan .3. Berat badan ibu semakin menurun.4. Gerakan janin semakin berkurang.5. Volume cairan ketuban menurun.
6. Bagaimanakah cara mendiagnosis IUGR?Identifikasi janin yang tumbuh tidak sesuai masa kehamilan masih menjadi permasalahan.
Masalah ini digarisbawahi oleh kenyatan bahwa identifikasi seperti itu tidak selalu mungkin
dilakukan bahkan di ruang perawatan sekalipun. Bagaimanapun juga terdapat teknik klinis
sederhana dan teknologi yang lebih kompleks yang terbukti bermanfaat untuk membantu
mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat. Beberapa teknik yang banyak digunakan serta
yang potensial digunakan sebagai berikut :
1. Pengukuran tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus uteri yang dilakukan secara serial dan cermat selama
kehamilan adalah metode penapisan yang sederhana, aman, tidak mahal dan cukup
akurat untuk mendeteksi janin yang kecil untuk masa kehamilan. Kekurangannya
adalah ketidaktepatan. Jansen dan Larsen menemukan bahwa pengukuran simfisis-
fundus membantu mengidentifikasikan hanya 40 % bayi. Sehingga bayi yang kecil
16
untuk masa kehamilan dapat terlewatkan atau terdiagnosis berlebihan. Meskipun
demikian, hasil-hasil ini tidak mengurangi pentingnya pengukuran fundus yang
dilakukan secara cermat sebagai cara penapisan sederhana. (1,3)
Cara pengukuran menggunakan sebuah tali pengukur yang di kalibrasi dalam
sentimeter dan dipasang pada lengkung abdomen dari tepi atas simfisis sampai ke tepi
atas fundus uteri yang diidentifikasi dengan palpasi atau perkusi. Antara usia gestasi
18 sampai 30 minggu, tinggi fundus uteri dalam sentimeter bertepatan dengan minggu
gestasi. Bila ukurannya lebih dari 2 sampai 3 sm dari tinggi fundus seharusnya,
pertumbuhan janin yang tidak sesuai dapat dicurigai. (1)
2. Pemeriksaan Ultrasonografi
Inti perdebatan tentang keharusan untuk melakukan evaluasi sonografi pada semua
kehamilan secara rutin adalah kemampuan untuk mendiagnosis hambatan
pertumbuhan (Ewigman dkk, 1993). Biasanya penapisan rutin tersebut mencakup
pemeriksaan sonografi awal pada usia kehamilan 16 sampai 20 minggu untuk
menetapkan usia kehamilan dan mengidentifikasi anomali. Pemeriksaan ini diulang
pada 32 hingga 34 minggu untuk mengevaluasi pertumbuhan janin.
Dengan pemeriksaan sonongrafi, metode yang paling umum untuk menetapkan
diagnosis hambatan pertumbuhan janin adalah estimasi berat janin menggunakan
beberapa pengukuran biometrik janin. Pengukuran-pengukuran berikut dilakukan
secara terpisah :
1) Pengukuran panjang femur (Femur Length/FL) secara teknis merupakan
pengukuran yang paling mudah dan dapat dilakukan berulang kali
2) Pengukuran diameter biparietal (Biparietal Diameter/BPD) dan lingkar kepala
(Head Circumference/HC) tergantung pada pencitraan dan juga dapat dipengaruhi
oleh penekanan deformatif pada tulang tengkorak
3) Pengukuran lingkar perut (Abdominal Circumference/AC) lebih bervariasi, tetapi
paling sering tampak abnormal pada kasus-kasus hambatan pertumbuhan janin
karena sebagian besar jaringan lunak ikut terlibat.
3. Penilaian volume cairan ketuban
Pada hambatan intrauterin terutama pada kehamilan dengan hipertensi sering disertai
dengan oligohidramnion. Oligohidramnion dapat mengakibatkan tali pusat terjepit
dan kematian janin dapat terjadi dengan tiba-tiba. Oleh sebab itu penilaian volume
cairan ketuban perlu dipantau dari minggu ke minggu dengan menggunakan USG.
Penilaian volume cairan ketuban dengan USG bisa dengan cara mengukur kedalaman
17
cairan ketuban yang paling panjang pada satu bidang vertikal atau dengan cara
menghitung indeks cairan ketuban.Pada cara I, jika kedalaman cairan ketuban yang
terpanjang kurang dari 2 cm, merupakan tanda telah terdapat oligohidramnion dan
janin yang sedang mengalami kegawatan, kehamilan perlu segera di terminasi.
Sebaliknya jika panjang kolom dari cairan ketuban berukuran > 8 cm merupakan
tanda polihidramnion.Pada cara II , uterus dibagi dalam 4 kuadran melalui bidang
sagital dan vertikal yang dibuat keduanya melalui pusat. Kolom cairan ketuban yang
terpanjang dari tiap kuadran di jumlahkan. Bila penjumlahan panjang kolom cairan
ketuban < 5 cm merupakan tanda oligohidramnion, bila panjangnya berjumlah antara
18 – 20 cm merupakan tanda polihidramnion. (2,4)
4. Pemeriksaan Doppler Velosimetri
Pemeriksaan doppler velosimetri arteria umbilkalis bisa mengenal adanya
pengurangan aliran darah dalam tali pusat akibat resistensi vaskular dari plasenta.
Ditandai dengan tidak ada atau berbaliknya aliran akhir diastolik yang menunjukan
tahanan yang tinggi. Pada kelompok dengan rasio sistolik dan diastolik yang tinggi >
3 terdapat angka kesakitan dan kematian perinatal yang tinggi dan karenanya di
anggap sebagai indikasi untuk terminasi kehamilan. (1,3)
7. Apakah komplikasi yang dapat timbul dari IUGR? 1. Janin
Antenatal : gagal nafas dan kematian janin.Intranatal : hipoksia dan asidosisSetelah lahir :
a. Langsung :1) Asfiksia2) Hipoglikemi3) Aspirasi mekonium4) Hipotermi5) Perdarahan pada paru6) Polisitemia7) Hiperviskositas sindrom8) Gangguan gastrointestinal
b. Tidak langsungPada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari sejak
kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom.(5)
18
2. Ibua. Preeklampsib. Penyakit jantungc. Malnutrisi
Karena perkembangan plasenta juga ikut terpengaruh yang secara anatomi menjadi lebih
kecil dan secara fisiologi fungsinya menjadi terganggu maka cadangan respirasi atau
oksigenasi menjadi berkurang. Sampel darah dari tali pusat yang diperoleh sebelum kelahiran
melalui kordosintesis seringkali menunjukan telah terjadi hipoksia bahkan kadang-kadang
telah terjadi asidosis pada janin. Kadar eritropoetin darah tali pusat meningkat
menandakanterjadinya hipoksia kronik pada janin. Bila dilakukan tes oksitosin atau
contraction test akan terlihat gambaran deselerasi lambat pada 30% janin dan 50 % menderita
hipoksia intrauterin pada waktu dalam persalinan karena kontraksi uterus yang lebih kuat.
Hipoksia janin yang cukup berat dapat menyebabkan tonus sfingter ani janin melemah yang
menyebabkan mekonium keluar kedalam ruang amnion dan bercampur dengan cairan
ketuban. Makin berat hipoksia makin lemah tonus sfingter ani maka makin banyak
mekonium yang terlepas sehingga risiko terjadinya aspirasi mekonium semakin besar yang
dapat menyebabkan kesulitan pernapasan setelah lahir ( sindroma aspirasi mekonium ). (4.5)
Pada mulanya janin melakukan kompensasi terhadap kekurangan penyaluran oksigen
oleh plasenta dengan cara terjadinya polisitemia yang nyata sebagai respon terhadap
eritropoetin yang tinggi (sindrom hiperviskositas) dengan hematokrit yang > 65 %.
Kemudian setelah kelahirannya bayi dapat mengalami problem trombosis multiorgan, gagal
jantung dan hiperbilirubinemia. (2,3)
Dalam 10 tahun pertama kehidupannya anak-anak yang terlahir dengan hambatan
pertumbuhan intrauterin tubuhnya tetap kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tubuhnya lebih kurus dan lebih pendek, dan lingkaran organ-organnya seperti lingkaran dada
dan kepala semuanya lebih kecil. Pada evaluasi neurologi juga ternyata mereka memiliki
intelegensia yang lebih rendah. Di sekolah mereka tertinggal karena ketidak-mampuannya
dalam berkonsentrasi terutama yang menuntut perhatian yang serius. Demikian juga bayibayi
kembar yang mengalami hambatan pertumbuhan intaruterin mengalami intelegensia yang
berkurang dibandingkan dengan saudara kembarnya yang normal. (5)
8. Bagaimanakah penatalaksanaan IUGR?Penatalaksanaan
19
Berbagai komplikasi bisa terjadi pada fetus atau neonatus yang menderita hambatan
pertumbuhan intrauterin maka kehamilan/persalinan berisiko menghendaki dilakukannya
beberapa prinsip dasar berikut:
1. Deteksi dini (skrining)
Deteksi dini kasus-kasus berisiko tinggi akan hambatan pertumbuhan intrauterin perlu
dikerjakan karena akan memberi cukup waktu untuk merencanakan dan melakukan
sesuatu intervensi yang diperlukan atau membuat rencana kerja sebelum terjadi
kerusakan pada janin. Perlu perhatian yang serius pada pasien hamil risiko tinggi
seperti hipertensi, ibu perokok atau peminat alkohol atau narkoba, keadaan gizi jelek
karena malnutrisi, ibu dengan penambahan berat badan yang minimal dalam
kehamilan, pernah melahirkan bayi dengan hambatan pertumbuhan intrauterine atau
kelainan kongenital, diabetes, anemia, dsb. (1,5)
2. Menghilangkan faktor penyebab
Gizi wanita hamil lebih bergantung kepada jumlah kalori yang masuk dari pada
komponen kalori itu sendiri. Wanita hamil perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih
banyak dari pada yang dikonsumsinya sebelum hamil dengan kandungan protein 1,5
gram/kg per hari. Dengan demikian penambahan berat badan dalam kehamilan pada
keadaan normal bila dicapai 12 sampai 16 kg. Kurang gizi, merokok, alkohol, dan
penyalahgunaan obat-obatan dan sebagainya perlu diatasi terutama dalam masa hamil. (2,3)
3. Meningkatkan aliran darah ke uterus
Pada keadaan sistem vaskuler berdilatasi maksimal jumlah darah yang mengalir
kedalam uterus berbanding langsung dengan tekanan darah maternal.Semua pekerjaan
fisik yang berat akan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke dalam uterus
sehingga memberatkan keadaan janin yang telah menderita hambatan pertumbuhan
intrauterin. Oleh karena itu semua pekerjaan fisik dilarang pada kehamilan dengan
hambatan pertumbuhan intrauterin. (5)
4. Melakukan fetal surveillance antepartum
Sebelum melaksanakan program fetal surveilllance yang intensif perlu diperhatikan
bahwa janin tidak dalam keadaan cacat kongenital misalnya trisomi yang sering
bersama dengan hambatan pertumbuhan intaruterin simetris yang berat. Jika diduga
ada keadaan yang demikian lebih dahulu perlu dilakukan pemeriksaan kariotip janin
untuk konfirmasi. Cairan ketuban (diperoleh melalui amniosintesis) atau darah tali
pusat (diperoleh melalui kordosintesis) dapat dipakai untuk pemeriksaan kariotip
20
janin. Program surveillance antepartum sudah boleh dimulai pada usia kehamilan 24
minggu bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan. Beberapa
uji penilaian yang perlu dikerjakan sampai kehamilan diterminasi adalah uji tanpa
beban untuk memonitor reaktivitas jantung janin (2x seminggu), pengurangan volume
cairan ketuban dan hambatan pertumbuhan kepala dengan memantau pertumbuhan
DBF dengan ultrasonografi setiap minggu. Disamping itu bila perlu dilakukan
penilaian kesehatan janin melalui pemeriksaan-pemeriksaan profil biofisik, Doppler
velosimetri aliran darah arteri umbilikalis, dan pemeriksaan gas darah janin. (4,5)
5. Uji tanpa beban
Telah disepakati bahwa hasil uji tanpa beban yang menghasilkan akselerasi 15 beat
per menit atau lebih yang berlangsung paling tidak selama 15 detik sebanyak 2 kali
atau lebih dalam tempo 20 menit pengamatan dianggap normal atau disebut rekaman
yang reaktif. Jika pada uji tanpa beban yang dilakukan setiap minggu tidak terdapat
rekaman yang reaktif, maka langkah berikut adalah melakukan uji beban kontraksi. (3,5)
6. Uji beban kontraksi
Uji beban kontraksi dibuat untuk mendeteksi kekurangan suplai oksigen uteroplasenta
yang sampai ke fetus selama uterus berkontraksi. Menurut Poseiro dkk bila kontraksi
uterus menyebabkan kenaikan tekanan intrauterin melebihi 30 mmHg, tekanan di
dalam miometrium akan melebihi tekanan di dalam arteri dan darah yang
mengandung oksigen tidak lagi bisa masuk ke dalam ruang intervillus.Untuk
menimbulkan kontraksi uterus yang cukup kuat sehingga terjadi efek tersebut diatas
dan memenuhi syarat untuk uji beban kontraksi (Contraction Stress Test atau CST)
dapat diperoleh dengan beberapa cara seperti :
a. Merangsang puting susu ibu (disebut Nipple Stimulation Test atau NST)
b. Memberi infus larutan encer oksitosin (disebut Oxytocin Challenge Test atau
OCT)
c. Dalam masa partus dimana telah ada his spontan. Pada OCT pasien diberi infus
larutan encer oksitosin (10 unit oksitosin dalam 1000 ml cairan penghantar seperti
larutan Ringer Laktat).
Dengan demikian setiap 2 tetes larutan mengandung 1 ml oksitosin. Dimulai dengan
kecepatan 1 sampai 2 mU (2 sampai 4 tetes) per menit yang secara bertahap tiap 15
menit dinaikkan sampai terdapat tiga his dalam 10 menit.Bila pada rekaman terdapat
deselerasi lambat yang persisten berarti janin dalam keadaan hipoksia akibat dari
insufisiensi fungsi plasenta. Uji beban kontraksi memakan waktu yang lama dan
21
mempunyai pengaruh yang memberatkan hipoksia pada janin. Kedua hal ini tidak
terdapat pada uji tanpa beban. (5)
7. Terminasi kehamilan lebih awal
Bila semua hasil pemeriksaan fetal surveillance normal terminasi kehamilan yang
optimal dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu. Jika serviks matang dilakukan
induksi partus. Sebaliknya bila hasil fetal surveillance menjadi abnormal dalam masa
pemantauan sebelum mencapai usia kehamilan 38 minggu, kematangan paru janin
perlu dipastikan dengan pemeriksaan rasio lesitin/sfingomielin air ketuban. Bila
ternyata paru-paru janin telah matang (rasio L/S= 2 atau lebih) terminasi kehamilan
dilakukan bila terdapat : (4,5)
a. uji beban kontraksi positif
b. oligohidramnion
c. DBF tidak bertambah lagi yang berarti otak janin berisiko tinggi mengalami
disfungsi.
8. Monitoring intrapartum
Dalam persalinan perlu dilakukan pemantauan terus menerus sebab fetus dengan
hambatan pertumbuhan intrauterin mudah menjadi hipoksia dalam masa ini.
Oligohidramnion bisa menyebabkan tali pusat terjepit sehingga rekaman jantung janin
menunjukkan deselerasi variabel. Keadaan ini diatasi dengan memberi infus kedalam
rongga amnion (amnioinfusion). Pemantauan dilakukan dengan kardiotokografi kalau
bisa dengan rekaman internal pada mana elektroda dipasang pada kulit kepala janin
setelah ketuban pecah/dipecahkan dan kalau perlu diperiksa pH janin dengan
pengambilan sampel darah pada kulit kepala.Bila pH darah janin < 7,2 segera lakukan
resusitasi intrauterin kemudian disusul terminasi kehamilan dengan bedah. Resusitasi
intrauterin dilakukan dengan cara ibu diberi infus (hidrasi maternal) merebahkan
dirinya kesamping kiri, bokong ditinggikan sehingga bagian terdepan lebih tinggi,
berikan oksigen kecepatan 6 I/menit, dan his dihilangkan dengan memberi tokolitik
misalnya terbutalin 0,25 mg subkutan. (1,4)
Bagaimana prognosis pada pasien ini?
Prognosis PJT (terutama tipe II) lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, tetapi sering
pada anak ini memperlihatkan juga gangguan pertumbuhan setelah lahir. Prognosis PJT tipe I
(terutama dengan kelainan multipel) buruk. (1,5)
BAB IV
22
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Pada pasien ini terjadi preeklamsia yang disebabkan karena factor predisposisi
obesitas.
2. Penanganan aktif dipilih pada pasien ini yaitu dengan tindakan partus pre
abdominal.
3. Pencegahan pada pasien ini dilakukan kontrasepsi implant
4.2 SARAN
1. Dalam mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat dibutuhkan kerjasama antara
ibu dan tim medis, sehingga dibutuhkan kesadaran dari ibu untuk rutin
memeriksakan kandungan selama masa kehamilan.
2. Pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh diperlukan untuk menurunkan angka
kejadian pertumbuhan janin terhambat. Informasi mengenai pertumbuhan janin
terhambat harus lebih disebarluaskan kepada masyarakat, baik dalam bentuk
penyuluhan/penataran maupun bentuk-bentuk kegiatan kemasyarakatan dan juga
para medis.
23