Obligasi

Embed Size (px)

Citation preview

OBLOGASI Makalah Ini Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ekonomi Islam

D I S U S U N OLEH ZAINI YAZID 220708417

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PERBANDINGAN HUKUM dan MAZHAB SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENDAHULUAN

Berangkat dari beberapa persoalan yang sangat mencuat di masyarakat saat ini, ya kni sebuah persoalan yang sangat buruk dan dapat memberikan dampak yang sangat b esar bagi Negara. Selain masalah Politik dan Hukum, saat ini masyarakat kita jug a dihadapkan dengan persoalan Ekonomi yang kian hari kian memburuk. Bukan hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang terkena dampak ini, semua lapisan masyarak at juga ikut merasakannya. Maka untuk mengurangi itu semua dan membuka lapangan kerja yang banyak, maka beb erapa perusahaan di Indonesia sering membuka cabang mereka di berbagai daerah. M embuka cabang di berbagai daerah membutuhkan dana yang sangat besar sehingga beb erapa perusahaan sering mengeluarkan Obligasi dan menjualnya demi memenuhi kebut uhan masyarakat Indonesia. Obligasi ini semacam penjualan hutang jangka panjang secara tertulis dalam kontrak surat obligasi yang dilakukan oleh pihak berhutang yang wajib membayar hutangnya disertai bunga (penerbit obligasi) dan pihak yang menerima pembayaran atau piutang yang dimilikinya beserta bunga (pemegang oblig asi) yang pada umumnya tanpa menjaminkan suatu aktiva.

Kalau kita lihat dari sudut pandang hukum Islam obligasi seperti ini dilarang ka rena mengandung bunga, Maka para pakar Ekonomi muslim membuat sebuah obligasi ya ng sesuai dengan keinginan semua pihak agar tidak merugikan pihak lain, dari sin i lahirlah Obligasi syariah. Maka dalam makalah ini saya akan memaparkan apa sebenarnya Obligasi Syariah, dasa r hukum serta perbedaannya dengan Obligasi Konvensional.

A.

PENGERTIAN

Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) memberikan defenisi obligasi syariah sebagai beri kut : suatu surat berharga jangka panjangberdasarkan prinsip syariah yang dikelua rkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membaya r pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil, serta membayar k embali dana Obligasi pada saat jatuh tempo. Penerapan Obligasi Syariah menggunakan akad musyarakah, mudharabah ,murabahah, sa lam, istisna dan ijarah. Emiten adalah mudharib sedangkan pemegang obligasi adal ah shahibul mal ( investor ). Dan bagi Emiten tidak dibenarkan melakukan usaha y ang dilarang oleh syariah. Obligasi Syariah Mudharabah ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan emiten u ntuk membayar kepada pemegang obligasi tersebut sejumlah pendapatan bagi hasil d an membayar kembali dana Obligasi Syariah Mudharabah pada tanggal jatuh tempo. P endapatan bagi hasil dibayarkan setiap periode tertentu (3 bulan, 6 bulan, atau setiap tahun). Besarnya pendapatan bagi hasil dihitung berdasarkan perkalian ant ara nisbah pemegang Obligasi Syariah Mudharabah dengan pendapatan yang dibagihas ilkan, yang besarnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten triwula nan yang terakhir diterbitkan sebelum tanggal pembayaran pendapatan bagi hasil y ang bersangkutan. Pembayaran pendapatan bagi hasil kepada masing-masing pemegang obligasi akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan porsi kepemilikan Obl igasi Syariah yang dimiliki dibandingkan dengan jumlah dana obligasi syariah yan g belum dibayarkan kembali. Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, ada beberapa kriteria persyaratan yang harus dipenuhi oleh emiten, yaitu: (1) Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substa nsi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiata n usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah: a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilar ang; Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuran si konvensional b. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minu man haram. c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ata upun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat. (2) Peringkat Investment Grade: a. memiliki fundamental usaha yang kuat; b. memiliki fundamental keuangan yang kuat; c. memiliki citra yang baik bagi public (3) Keuntungan tambahan jika termasuk Korporasi atau Institusi Syariah yang terdaftar dalam komponen Jakarta Islamic Index. B. PRINSIP-PRINSIP OBLIGASI SYARIAH

Setelah sebuah perusahaan menerbitkan Obligasi Syariah, maka perusahaan tersebut harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur Obligasi Syariah tersebut. Prin sip Obligasi Syariah antara lain: a. Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifi k, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat

yang timbul. b. Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usa ha yang lain. c. Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata merupakan fungsi waktu dari uang (time value of money). d. Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada (bay al dayn bi al dayn). e. Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik usaha harus mengi kat diri (aqad jaiz). f. Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing), dima na pemilik usaha (emiten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan se bagai biaya usaha. g. Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun kepad a emiten (bila sesuai dengan ketentuan). h. Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari (modal awal) kalau perusahaan mengal ami kerugian. i. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang. C. STRUKTUR OBLIGASI SYARIAH

Obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi (i nvestment) memungkinkan beberapa bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tet ap menghindarkan pada riba. Berdasarkan pengertian tersebut, Obligasi Syariah da pat memberikan: 1) Bagi Hasil berdasarkan akad Mudharabah/ Muqaradhah/ Qiradh atau Musyarakah. K arena akad Mudharabah/ Musyarakah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pend apatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggun aan term indicative/ expected return karena sifatnya yang floating dan tergantun g pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan. 2) Margin/Fee berdasarkan akad Murabahah atau Salam atau Istishna atau Ijarah. D engan akad Murabahah/ Salam/ Isthisna sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return. Di Indonesia, yang banyak digunakan dalam penerbitan Obligasi Syariah adalah str uktur Mudharabah (bagi hasil pendapatan) baik yang telah diterbitkan maupun yang akan diterbitkan dalam waktu dekat. Sehingga, yang dikenal adalah Obligasi Syar iah Mudharabah. Obligasi Syariah Mudharabah memang telah memiliki pedoman khusus dengan disahkan nya Fatwa No: 33/DSN-MUI/ IX/2002. Disebutkan dalam fatwa tersebut, bahwa Obliga si Syariah Mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad Mudharabah. Selain telah mempunyai pedoman khusus, terdapat beberapa alasan lain yang mendas ari pemilihan struktur mudharabah ini, di antaranya adalah: i. Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan ja ngka yang relatif panjang. ii. Dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing), seperti pendanaan modal kerja ataupun pendanaan capital expenditure. iii. Mudharabah merupakan percampuran kerja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan (collateral) atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang meng gunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan jaminan atas aset yang didanai; iv. Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur Murabahah dan Ba i Bi-tsaman Ajil menjadi Mudharabah dan Ijarah Mekanisme atau beberapa hal pokok mengenai Obligasi Syariah Mudharabah ini dapat diringkaskan dalam butir-butir berikut: i. Kontrak atau akad Mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan. ii. Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan kompo nen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit, EBIT, atau E BITDA). Tetapi, Fatwa No: 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari seg i kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip Revenue Sharing. iii. Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mem

pertimbangkan proyeksi pendapatan Emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontra k. iv. Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang men jadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligas i syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi sy ariah dengan pendapatan/ keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten. v. Pembagian hasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodi k (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan). vi. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual em iten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu. D. PERBEDAAN OBLIGASI SYARIAH dan KONVENSIONAL

Secara prinsipil perbedaan Oblogasi Syariah dan konvensional seperti halnya bisni s syariah lainnya, dimana prinsip-prinsip syariah menjadi acuan dasar yang harus d iikuti. Ada 3 hal yang membedakan antara Obligasi Syariah dan Konvensional antara lain : Pertama : dari sisi orientasi, Obligasi Konvensional hanya menghitung keuntungan nya semata. Namun Obligasi Syariah tidak hanya memikirkan keuntungan saja tapi ju ga sisi halal dan haram. Kedua : Obligasi Konvensional keuntungannya di dapat dari besarnya bunga yang ditetapkan, sementara Obligasi Syariah keuntungannya diterima dari besarnya margi n/fee yang ditetapkan ataupun dengan cara bagi hasil yang di dasarkan atas asset dan produksi. Ketiga : Obligasi Syariah di setiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad, di antaranya adalah akad mudharabah, murabahah, istisna, salam dan ijarah. Sedangka n Obligasi Konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.