Observasi Klinik Jamu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

observasi

Citation preview

  • Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201112

    Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar IlmiahTerapi Kedokteran Moderndr. Danang ArdiyantoBalai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat TradisionalTawangmangu, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI

    PendahuluanSaat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usahapengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan/dokter umumnya masih engganuntuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbeda dengan di beberapanegara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatantradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesikesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiahmengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang.Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu dilestarikan,diteliti dan dikembangkan. Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian obatherbal tunggal maupun dalam bentuk ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selamaini meliputi penelitian budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas,farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian di atas, uji klinik masih sangatkurang dilakukan dibandingkan jenis penelitian lainnya, sehingga data khasiat dankeamanan obat herbal pada manusia masih sangat jarang. Hal tersebut antara lain karenabiaya penelitian untuk uji klinik sangat besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obattradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan efek yang jelaspada hewan coba.Ketentuan umum bahwa setiap tanaman obat dan obat tradisional yang akan digunakandalam pelayanan kesehatan harus memenuhi persyaratan mutu dan memiliki bukti ilmiahatas khasiat dan keamanannya, merupakan ketentuan universal yang dimiliki hampir disetiap negara. Untuk itu tanaman obat dan obat tradisonal sebelum digunakan dalampelayanan kesehatan harus memenuhi standar dan serangkaian uji yang dipersyaratkanguna menjamin, mutu keamanan dan khasiatnyaPemanfaatan tanaman obat & obat tradisional dalam pelayanan kesehatan membutuhkanupaya integrasi yang didukung 4 pilar utama, meliputi ketersediaan informasi yangevidence-based, ketersediaan sumber bahan baku terstandarisasi, adanya regulasi yangmengatur implementasi penggunaan tanaman obat dan OT dalam pelayanan kesehatanserta upaya promosi kepada masyarakat dan semua stakeholder. Guna mencapai tujuandari pemanfaatan penggunaan obat tradisional yang sebesar-besarnya bagi kesehatanmasyarakat maka dibutuhkan bukti ilmiah atas mutu, keamanan dan khasiatnya.Sehubungan dengan itu sangat diperlukan penelitian dan kajian tentang keamanan, mutudan khasiat tanaman obat dan obat tradisional yang telah digunakan masyarakat dan telahsecara turun temurun memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat.

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201112

    Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar IlmiahTerapi Kedokteran Moderndr. Danang ArdiyantoBalai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat TradisionalTawangmangu, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI

    PendahuluanSaat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usahapengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan/dokter umumnya masih engganuntuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbeda dengan di beberapanegara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatantradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesikesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiahmengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang.Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu dilestarikan,diteliti dan dikembangkan. Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian obatherbal tunggal maupun dalam bentuk ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selamaini meliputi penelitian budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas,farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian di atas, uji klinik masih sangatkurang dilakukan dibandingkan jenis penelitian lainnya, sehingga data khasiat dankeamanan obat herbal pada manusia masih sangat jarang. Hal tersebut antara lain karenabiaya penelitian untuk uji klinik sangat besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obattradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan efek yang jelaspada hewan coba.Ketentuan umum bahwa setiap tanaman obat dan obat tradisional yang akan digunakandalam pelayanan kesehatan harus memenuhi persyaratan mutu dan memiliki bukti ilmiahatas khasiat dan keamanannya, merupakan ketentuan universal yang dimiliki hampir disetiap negara. Untuk itu tanaman obat dan obat tradisonal sebelum digunakan dalampelayanan kesehatan harus memenuhi standar dan serangkaian uji yang dipersyaratkanguna menjamin, mutu keamanan dan khasiatnyaPemanfaatan tanaman obat & obat tradisional dalam pelayanan kesehatan membutuhkanupaya integrasi yang didukung 4 pilar utama, meliputi ketersediaan informasi yangevidence-based, ketersediaan sumber bahan baku terstandarisasi, adanya regulasi yangmengatur implementasi penggunaan tanaman obat dan OT dalam pelayanan kesehatanserta upaya promosi kepada masyarakat dan semua stakeholder. Guna mencapai tujuandari pemanfaatan penggunaan obat tradisional yang sebesar-besarnya bagi kesehatanmasyarakat maka dibutuhkan bukti ilmiah atas mutu, keamanan dan khasiatnya.Sehubungan dengan itu sangat diperlukan penelitian dan kajian tentang keamanan, mutudan khasiat tanaman obat dan obat tradisional yang telah digunakan masyarakat dan telahsecara turun temurun memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat.

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201112

    Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar IlmiahTerapi Kedokteran Moderndr. Danang ArdiyantoBalai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat TradisionalTawangmangu, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI

    PendahuluanSaat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usahapengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan/dokter umumnya masih engganuntuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbeda dengan di beberapanegara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatantradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesikesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiahmengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang.Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu dilestarikan,diteliti dan dikembangkan. Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian obatherbal tunggal maupun dalam bentuk ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selamaini meliputi penelitian budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas,farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian di atas, uji klinik masih sangatkurang dilakukan dibandingkan jenis penelitian lainnya, sehingga data khasiat dankeamanan obat herbal pada manusia masih sangat jarang. Hal tersebut antara lain karenabiaya penelitian untuk uji klinik sangat besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obattradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan efek yang jelaspada hewan coba.Ketentuan umum bahwa setiap tanaman obat dan obat tradisional yang akan digunakandalam pelayanan kesehatan harus memenuhi persyaratan mutu dan memiliki bukti ilmiahatas khasiat dan keamanannya, merupakan ketentuan universal yang dimiliki hampir disetiap negara. Untuk itu tanaman obat dan obat tradisonal sebelum digunakan dalampelayanan kesehatan harus memenuhi standar dan serangkaian uji yang dipersyaratkanguna menjamin, mutu keamanan dan khasiatnyaPemanfaatan tanaman obat & obat tradisional dalam pelayanan kesehatan membutuhkanupaya integrasi yang didukung 4 pilar utama, meliputi ketersediaan informasi yangevidence-based, ketersediaan sumber bahan baku terstandarisasi, adanya regulasi yangmengatur implementasi penggunaan tanaman obat dan OT dalam pelayanan kesehatanserta upaya promosi kepada masyarakat dan semua stakeholder. Guna mencapai tujuandari pemanfaatan penggunaan obat tradisional yang sebesar-besarnya bagi kesehatanmasyarakat maka dibutuhkan bukti ilmiah atas mutu, keamanan dan khasiatnya.Sehubungan dengan itu sangat diperlukan penelitian dan kajian tentang keamanan, mutudan khasiat tanaman obat dan obat tradisional yang telah digunakan masyarakat dan telahsecara turun temurun memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat.

  • Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 13

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    Pembuktian IlmiahSecara ilmiah dan berdasarkan pedoman metodologi untuk riset dan evaluasi pengobatantradisional (WHO, 2000) tingkat pembuktian uji klinik dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.Tabel 1. Tingkat pembuktian khasiat (uji klinik) obat tradisional

    Tingkatpembuktian Jenis bukti

    Tingkat I a Bukti yang diperoleh dari meta analisis beberapa uji klinik, atau large RCT(uji klinik acak terkontrol dengan jumlah subyek mencapai ribuan orang)

    Tingkat I b Bukti yang diperoleh dari paling kurang RCT (uji klinik acak terkontrol)

    Tingkat II a Bukti diperoleh dari paling kurang satu studi terkontrol yang dirancangsecara baik (well-designed study), tanpa randomisasi

    Tingkat II b Bukti diperoleh dari paling kurang satu studi tipe quasi eksperimental yangdirancang secara baik, atau studi tanpa kontrol

    Tingkat III Bukti diperoleh dari studi-studi deskriptif yang dirancang secara baik (well-designed studies) seperti studi komparatif, studi korelasi, kasus kontrol(epidemiologi)

    Tingkat IV Bukti yang diperoleh dari laporan ahli, pendapat ahli atau pengalaman klinikahli ternama

    Perbedaan Obat Tradisional Indonesia dengan Obat ModernBerbeda dengan obat modern yang mengandung satu atau beberapa zat aktif yang jelasidentitas dan jumlahnya, obat tradisional/jamu mengandung banyak kandungan kimia danumumnya tidak diketahui atau tidak dapat dipastikan zat aktif yang berperan dalammenimbulkan efek terapi atau menimbulkan efek samping. Selain itu kandungan kimia jamuditentukan oleh banyak faktor. Hal itu disebabkan tanaman merupakan organisme hidupsehingga letak geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan, cara danwaktu panen, cara perlakuan pasca panen (pengeringan, penyimpanan) dapat mem-pengaruhi kandungan kimia obat herbal.

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 13

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    Pembuktian IlmiahSecara ilmiah dan berdasarkan pedoman metodologi untuk riset dan evaluasi pengobatantradisional (WHO, 2000) tingkat pembuktian uji klinik dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.Tabel 1. Tingkat pembuktian khasiat (uji klinik) obat tradisional

    Tingkatpembuktian Jenis bukti

    Tingkat I a Bukti yang diperoleh dari meta analisis beberapa uji klinik, atau large RCT(uji klinik acak terkontrol dengan jumlah subyek mencapai ribuan orang)

    Tingkat I b Bukti yang diperoleh dari paling kurang RCT (uji klinik acak terkontrol)

    Tingkat II a Bukti diperoleh dari paling kurang satu studi terkontrol yang dirancangsecara baik (well-designed study), tanpa randomisasi

    Tingkat II b Bukti diperoleh dari paling kurang satu studi tipe quasi eksperimental yangdirancang secara baik, atau studi tanpa kontrol

    Tingkat III Bukti diperoleh dari studi-studi deskriptif yang dirancang secara baik (well-designed studies) seperti studi komparatif, studi korelasi, kasus kontrol(epidemiologi)

    Tingkat IV Bukti yang diperoleh dari laporan ahli, pendapat ahli atau pengalaman klinikahli ternama

    Perbedaan Obat Tradisional Indonesia dengan Obat ModernBerbeda dengan obat modern yang mengandung satu atau beberapa zat aktif yang jelasidentitas dan jumlahnya, obat tradisional/jamu mengandung banyak kandungan kimia danumumnya tidak diketahui atau tidak dapat dipastikan zat aktif yang berperan dalammenimbulkan efek terapi atau menimbulkan efek samping. Selain itu kandungan kimia jamuditentukan oleh banyak faktor. Hal itu disebabkan tanaman merupakan organisme hidupsehingga letak geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan, cara danwaktu panen, cara perlakuan pasca panen (pengeringan, penyimpanan) dapat mem-pengaruhi kandungan kimia obat herbal.

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 13

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    Pembuktian IlmiahSecara ilmiah dan berdasarkan pedoman metodologi untuk riset dan evaluasi pengobatantradisional (WHO, 2000) tingkat pembuktian uji klinik dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.Tabel 1. Tingkat pembuktian khasiat (uji klinik) obat tradisional

    Tingkatpembuktian Jenis bukti

    Tingkat I a Bukti yang diperoleh dari meta analisis beberapa uji klinik, atau large RCT(uji klinik acak terkontrol dengan jumlah subyek mencapai ribuan orang)

    Tingkat I b Bukti yang diperoleh dari paling kurang RCT (uji klinik acak terkontrol)

    Tingkat II a Bukti diperoleh dari paling kurang satu studi terkontrol yang dirancangsecara baik (well-designed study), tanpa randomisasi

    Tingkat II b Bukti diperoleh dari paling kurang satu studi tipe quasi eksperimental yangdirancang secara baik, atau studi tanpa kontrol

    Tingkat III Bukti diperoleh dari studi-studi deskriptif yang dirancang secara baik (well-designed studies) seperti studi komparatif, studi korelasi, kasus kontrol(epidemiologi)

    Tingkat IV Bukti yang diperoleh dari laporan ahli, pendapat ahli atau pengalaman klinikahli ternama

    Perbedaan Obat Tradisional Indonesia dengan Obat ModernBerbeda dengan obat modern yang mengandung satu atau beberapa zat aktif yang jelasidentitas dan jumlahnya, obat tradisional/jamu mengandung banyak kandungan kimia danumumnya tidak diketahui atau tidak dapat dipastikan zat aktif yang berperan dalammenimbulkan efek terapi atau menimbulkan efek samping. Selain itu kandungan kimia jamuditentukan oleh banyak faktor. Hal itu disebabkan tanaman merupakan organisme hidupsehingga letak geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan, cara danwaktu panen, cara perlakuan pasca panen (pengeringan, penyimpanan) dapat mem-pengaruhi kandungan kimia obat herbal.

  • Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201114

    Kandungan kimia tanaman obat ditentukan tidak saja oleh jenis (spesies) tanaman obat,tetapi juga oleh anak jenis dan varietasnya. Pada tanaman obat, kandungan kimia yangmemiliki kerja terapeutik termasuk pada golongan metabolit sekunder. Umumnyametabolit sekunder pada tanaman bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan terhadapberbagai predator seperti serangga dan mikroorganisme dan hanya dihasilkan olehtanaman tertentu termasuk tanaman obat. Kandungan aktif tanaman obat antara lainberupa alkaloid, flavonoid, minyak esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen.Lemak, protein, karbohidrat merupakan metabolit primer yang dihasilkan oleh semua jenistanaman

    Uji Klinik Obat TradisionalUntuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal harus dibuktikankhasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat modern maka ujiklinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blindcontrolled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Uji klinikpada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telahterbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional sepertihalnya dengan uji klinik obat modern, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi.Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikaninformed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yangpenting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible). Uji klinik dibagiempat fase yaitu:

    Fase I Dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dantolerabilitas obat tradisional

    Fase II awal Dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembandingFase II akhir Dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembandingFase III Uji klinik definitifFase IV Pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau

    yang lambat timbulnya

    Pada dasarnya uji klinik, harus mengikuti kaidah yang tertuang dalam Pedoman Cara UjiKlinik yang Baik (Badan POM, 2000). Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yangdilakukan di Indonesia meskipun nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahunbelakangan ini. Kurangnya uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lainkarena:

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201114

    Kandungan kimia tanaman obat ditentukan tidak saja oleh jenis (spesies) tanaman obat,tetapi juga oleh anak jenis dan varietasnya. Pada tanaman obat, kandungan kimia yangmemiliki kerja terapeutik termasuk pada golongan metabolit sekunder. Umumnyametabolit sekunder pada tanaman bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan terhadapberbagai predator seperti serangga dan mikroorganisme dan hanya dihasilkan olehtanaman tertentu termasuk tanaman obat. Kandungan aktif tanaman obat antara lainberupa alkaloid, flavonoid, minyak esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen.Lemak, protein, karbohidrat merupakan metabolit primer yang dihasilkan oleh semua jenistanaman

    Uji Klinik Obat TradisionalUntuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal harus dibuktikankhasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat modern maka ujiklinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blindcontrolled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Uji klinikpada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telahterbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional sepertihalnya dengan uji klinik obat modern, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi.Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikaninformed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yangpenting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible). Uji klinik dibagiempat fase yaitu:

    Fase I Dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dantolerabilitas obat tradisional

    Fase II awal Dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembandingFase II akhir Dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembandingFase III Uji klinik definitifFase IV Pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau

    yang lambat timbulnya

    Pada dasarnya uji klinik, harus mengikuti kaidah yang tertuang dalam Pedoman Cara UjiKlinik yang Baik (Badan POM, 2000). Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yangdilakukan di Indonesia meskipun nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahunbelakangan ini. Kurangnya uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lainkarena:

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201114

    Kandungan kimia tanaman obat ditentukan tidak saja oleh jenis (spesies) tanaman obat,tetapi juga oleh anak jenis dan varietasnya. Pada tanaman obat, kandungan kimia yangmemiliki kerja terapeutik termasuk pada golongan metabolit sekunder. Umumnyametabolit sekunder pada tanaman bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan terhadapberbagai predator seperti serangga dan mikroorganisme dan hanya dihasilkan olehtanaman tertentu termasuk tanaman obat. Kandungan aktif tanaman obat antara lainberupa alkaloid, flavonoid, minyak esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen.Lemak, protein, karbohidrat merupakan metabolit primer yang dihasilkan oleh semua jenistanaman

    Uji Klinik Obat TradisionalUntuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal harus dibuktikankhasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat modern maka ujiklinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blindcontrolled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Uji klinikpada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telahterbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional sepertihalnya dengan uji klinik obat modern, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi.Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikaninformed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yangpenting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible). Uji klinik dibagiempat fase yaitu:

    Fase I Dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dantolerabilitas obat tradisional

    Fase II awal Dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembandingFase II akhir Dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembandingFase III Uji klinik definitifFase IV Pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau

    yang lambat timbulnya

    Pada dasarnya uji klinik, harus mengikuti kaidah yang tertuang dalam Pedoman Cara UjiKlinik yang Baik (Badan POM, 2000). Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yangdilakukan di Indonesia meskipun nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahunbelakangan ini. Kurangnya uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lainkarena:

  • Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 15

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan

    aman pada uji preklinik3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis

    empiris, selain itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor5. Kekhawatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah

    laku di pasaran

    Prosedur penelitian obat herbal seyogyanya sama dengan obat konvensional, mengacupada uji klinis terstandar. Obat herbal atau jamu yang melewati tahapan uji klinis standardisebut fitofarmaka. Namun untuk obat herbal seperti jamu sulit dilakukan uji klinisterstandar sebab senyawa aktif jamu yang diklaim berkhasiat terhadap penyakit tertentubelum diketahui jenis dan kadarnya. Jamu tidak bisa dilakukan uji klinik terstandar, karenakandungannya beragam. Memahami kenyataan sifat fisik dan kimia TO/OT, maka Uji klinikfase I, untuk uji farmakokinetik, tidak dapat diterapkan. Berdasarkan data efikasi dankeamanan studi praklinik sebenarnya dapat langsung menuju fase II, namun kesiapanformulasi dana posologi seringkali menjadi kendala pula.Badan POM mengeluarkan Pedoman Penelitian Obat Bahan Alam, termasuk ketentuan ujiklinik yang harus dipenuhi oleh industri OT yang akan memproduksi dan mengedarkanproduk OT di pasar Indonesia. Sementara itu, sebenarnya diperlukan pedoman studi untukkonfirmasi kemanfaatan dan keamanan ramuan TO/OT yang sudah dikenal masyarakat.

    Observasi Klinik JamuLatar BelakangKementerian Kesehatan melalui Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatanmengakui keberadaan pengobatan tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yangtidak dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan tradisional adalahpengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalamandan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan danditerapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.Data Riskesdas 2010 menunjukkan secara nasional 59% penduduk Indonesia menyatakanminum jamu, dan 94% masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa minumjamu memberikan manfaat bagi tubuh.

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 15

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan

    aman pada uji preklinik3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis

    empiris, selain itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor5. Kekhawatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah

    laku di pasaran

    Prosedur penelitian obat herbal seyogyanya sama dengan obat konvensional, mengacupada uji klinis terstandar. Obat herbal atau jamu yang melewati tahapan uji klinis standardisebut fitofarmaka. Namun untuk obat herbal seperti jamu sulit dilakukan uji klinisterstandar sebab senyawa aktif jamu yang diklaim berkhasiat terhadap penyakit tertentubelum diketahui jenis dan kadarnya. Jamu tidak bisa dilakukan uji klinik terstandar, karenakandungannya beragam. Memahami kenyataan sifat fisik dan kimia TO/OT, maka Uji klinikfase I, untuk uji farmakokinetik, tidak dapat diterapkan. Berdasarkan data efikasi dankeamanan studi praklinik sebenarnya dapat langsung menuju fase II, namun kesiapanformulasi dana posologi seringkali menjadi kendala pula.Badan POM mengeluarkan Pedoman Penelitian Obat Bahan Alam, termasuk ketentuan ujiklinik yang harus dipenuhi oleh industri OT yang akan memproduksi dan mengedarkanproduk OT di pasar Indonesia. Sementara itu, sebenarnya diperlukan pedoman studi untukkonfirmasi kemanfaatan dan keamanan ramuan TO/OT yang sudah dikenal masyarakat.

    Observasi Klinik JamuLatar BelakangKementerian Kesehatan melalui Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatanmengakui keberadaan pengobatan tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yangtidak dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan tradisional adalahpengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalamandan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan danditerapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.Data Riskesdas 2010 menunjukkan secara nasional 59% penduduk Indonesia menyatakanminum jamu, dan 94% masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa minumjamu memberikan manfaat bagi tubuh.

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 15

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan

    aman pada uji preklinik3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis

    empiris, selain itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor5. Kekhawatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah

    laku di pasaran

    Prosedur penelitian obat herbal seyogyanya sama dengan obat konvensional, mengacupada uji klinis terstandar. Obat herbal atau jamu yang melewati tahapan uji klinis standardisebut fitofarmaka. Namun untuk obat herbal seperti jamu sulit dilakukan uji klinisterstandar sebab senyawa aktif jamu yang diklaim berkhasiat terhadap penyakit tertentubelum diketahui jenis dan kadarnya. Jamu tidak bisa dilakukan uji klinik terstandar, karenakandungannya beragam. Memahami kenyataan sifat fisik dan kimia TO/OT, maka Uji klinikfase I, untuk uji farmakokinetik, tidak dapat diterapkan. Berdasarkan data efikasi dankeamanan studi praklinik sebenarnya dapat langsung menuju fase II, namun kesiapanformulasi dana posologi seringkali menjadi kendala pula.Badan POM mengeluarkan Pedoman Penelitian Obat Bahan Alam, termasuk ketentuan ujiklinik yang harus dipenuhi oleh industri OT yang akan memproduksi dan mengedarkanproduk OT di pasar Indonesia. Sementara itu, sebenarnya diperlukan pedoman studi untukkonfirmasi kemanfaatan dan keamanan ramuan TO/OT yang sudah dikenal masyarakat.

    Observasi Klinik JamuLatar BelakangKementerian Kesehatan melalui Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatanmengakui keberadaan pengobatan tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yangtidak dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan tradisional adalahpengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalamandan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan danditerapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.Data Riskesdas 2010 menunjukkan secara nasional 59% penduduk Indonesia menyatakanminum jamu, dan 94% masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa minumjamu memberikan manfaat bagi tubuh.

  • Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201116

    Penyelenggaraan pengobat tradisional diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1076/Menkes/SK/VII/2003. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga mengatur penyeleng-garaan pengobatan komplementer alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan dalamPeraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007. Tenaga pengobatankomplementer alternatif terdiri dari dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya yangmemiliki pendidikan terstruktur dalam bidang pengobatan komplementer alternatif,termasuk pengobatan dengan jamu.Praktek pemanfaatan jamu/obat tradisional untuk pengobatan, meskipun masih terbatas,sudah dilakukan sebagai pelayanan komplementer oleh dokter di beberapa klinik/RSpemerintah dan swasta, bahkan pemanfaatan jamu juga dilakukan oleh pengobattradisional dari luar negeri. Namun di pihak lain, selama ini dokter enggan/belummemanfaatkan jamu di pelayanan kesehatan formal karena mereka berpegang pada terapiyang telah mempunyai bukti dan landasan ilmiah (evidence-based).Kemenkes menyusun grand strategy pengembangan obat herbal. Isinya antara lainpenyusunan kebijakan nasional dan kerangka regulasi dalam mengintegrasikan obattradisional dengan pelayanan kesehatan formal, meningkatkan keamanan, mutu, danefikasi obat herbal. Untuk memperoleh data-data ilmiah tersebut, Menkes melakukanprogram Saintifikasi Jamu. Sebagai dasar hukum telah diterbitkan Permenkes No. 003/2010tentang Saintifikasi Jamu, yang di dalamnya mengatur tentang perlunya pembuktian ilmiahobat tradisional melalui penelitian berbasis pelayanan (dual system), serta pemanfaatanobat tradisional untuk tujuan promotif dan preventif (pemeliharaan kesehatan dankebugaran), kuratif (mengobati penyakit), dan paliatif (meningkatkan kualitas hidup).

    Tujuan Observasi Klinik JamuBerbeda dengan uji klniik TO/OT standar yang berdasar pada kajian ilmiah literatur, metodedalam studi ini berbasis pada pengalaman empirik masyarakat yang dikonfirmasi denganstudi epidemiologi yang komprehensif. Studi epidemiologi dimulai dari eksplorasi terhadappraktek penggunaan jamu di masyarakat, dilanjutkan dengan observasi terhadap praktekramuan jamu yang menjanjikan. Hasil eksplorasi dan observasi mendapatkan jenis ramuanTO/OT untuk keadaan sakit tertentu. Pada ramuan TO/OT yang menjanjikan tersebut,dilakukan standarisasi secar farmasi untuk mendapatkan keseragaman sediaan jika akandilakukan observasi lebih lanjut. Jika kondisi masyarakat memungkinkan, observasi dapatdiperdalam dan menerapkan kaidah uji klinik khususnya dalam penentuan indikasi penyakittertentu, seleksi subyek (kriteria inklusi dan eksklusi), parameter outcome. Observasi inidisebut observasi klinik jamu karena menerapkan kaidah-kaidah uji klinik dan menggunakanbahan uji yang terstandar yang disiapkan secara terstandar pula. Observasi klinik jamupada dasarnya pelaksanaan assessment untuk konfirmasi terhadap manfaat dan keamananramuan jamu, pencarian/penetapan dosis optimal penggunaan ramuan TO/OT (doseranging study). Outcome kegiatan observasi klinik jamu ini baik sebagai alternatif maupun

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201116

    Penyelenggaraan pengobat tradisional diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1076/Menkes/SK/VII/2003. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga mengatur penyeleng-garaan pengobatan komplementer alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan dalamPeraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007. Tenaga pengobatankomplementer alternatif terdiri dari dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya yangmemiliki pendidikan terstruktur dalam bidang pengobatan komplementer alternatif,termasuk pengobatan dengan jamu.Praktek pemanfaatan jamu/obat tradisional untuk pengobatan, meskipun masih terbatas,sudah dilakukan sebagai pelayanan komplementer oleh dokter di beberapa klinik/RSpemerintah dan swasta, bahkan pemanfaatan jamu juga dilakukan oleh pengobattradisional dari luar negeri. Namun di pihak lain, selama ini dokter enggan/belummemanfaatkan jamu di pelayanan kesehatan formal karena mereka berpegang pada terapiyang telah mempunyai bukti dan landasan ilmiah (evidence-based).Kemenkes menyusun grand strategy pengembangan obat herbal. Isinya antara lainpenyusunan kebijakan nasional dan kerangka regulasi dalam mengintegrasikan obattradisional dengan pelayanan kesehatan formal, meningkatkan keamanan, mutu, danefikasi obat herbal. Untuk memperoleh data-data ilmiah tersebut, Menkes melakukanprogram Saintifikasi Jamu. Sebagai dasar hukum telah diterbitkan Permenkes No. 003/2010tentang Saintifikasi Jamu, yang di dalamnya mengatur tentang perlunya pembuktian ilmiahobat tradisional melalui penelitian berbasis pelayanan (dual system), serta pemanfaatanobat tradisional untuk tujuan promotif dan preventif (pemeliharaan kesehatan dankebugaran), kuratif (mengobati penyakit), dan paliatif (meningkatkan kualitas hidup).

    Tujuan Observasi Klinik JamuBerbeda dengan uji klniik TO/OT standar yang berdasar pada kajian ilmiah literatur, metodedalam studi ini berbasis pada pengalaman empirik masyarakat yang dikonfirmasi denganstudi epidemiologi yang komprehensif. Studi epidemiologi dimulai dari eksplorasi terhadappraktek penggunaan jamu di masyarakat, dilanjutkan dengan observasi terhadap praktekramuan jamu yang menjanjikan. Hasil eksplorasi dan observasi mendapatkan jenis ramuanTO/OT untuk keadaan sakit tertentu. Pada ramuan TO/OT yang menjanjikan tersebut,dilakukan standarisasi secar farmasi untuk mendapatkan keseragaman sediaan jika akandilakukan observasi lebih lanjut. Jika kondisi masyarakat memungkinkan, observasi dapatdiperdalam dan menerapkan kaidah uji klinik khususnya dalam penentuan indikasi penyakittertentu, seleksi subyek (kriteria inklusi dan eksklusi), parameter outcome. Observasi inidisebut observasi klinik jamu karena menerapkan kaidah-kaidah uji klinik dan menggunakanbahan uji yang terstandar yang disiapkan secara terstandar pula. Observasi klinik jamupada dasarnya pelaksanaan assessment untuk konfirmasi terhadap manfaat dan keamananramuan jamu, pencarian/penetapan dosis optimal penggunaan ramuan TO/OT (doseranging study). Outcome kegiatan observasi klinik jamu ini baik sebagai alternatif maupun

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201116

    Penyelenggaraan pengobat tradisional diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1076/Menkes/SK/VII/2003. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga mengatur penyeleng-garaan pengobatan komplementer alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan dalamPeraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007. Tenaga pengobatankomplementer alternatif terdiri dari dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya yangmemiliki pendidikan terstruktur dalam bidang pengobatan komplementer alternatif,termasuk pengobatan dengan jamu.Praktek pemanfaatan jamu/obat tradisional untuk pengobatan, meskipun masih terbatas,sudah dilakukan sebagai pelayanan komplementer oleh dokter di beberapa klinik/RSpemerintah dan swasta, bahkan pemanfaatan jamu juga dilakukan oleh pengobattradisional dari luar negeri. Namun di pihak lain, selama ini dokter enggan/belummemanfaatkan jamu di pelayanan kesehatan formal karena mereka berpegang pada terapiyang telah mempunyai bukti dan landasan ilmiah (evidence-based).Kemenkes menyusun grand strategy pengembangan obat herbal. Isinya antara lainpenyusunan kebijakan nasional dan kerangka regulasi dalam mengintegrasikan obattradisional dengan pelayanan kesehatan formal, meningkatkan keamanan, mutu, danefikasi obat herbal. Untuk memperoleh data-data ilmiah tersebut, Menkes melakukanprogram Saintifikasi Jamu. Sebagai dasar hukum telah diterbitkan Permenkes No. 003/2010tentang Saintifikasi Jamu, yang di dalamnya mengatur tentang perlunya pembuktian ilmiahobat tradisional melalui penelitian berbasis pelayanan (dual system), serta pemanfaatanobat tradisional untuk tujuan promotif dan preventif (pemeliharaan kesehatan dankebugaran), kuratif (mengobati penyakit), dan paliatif (meningkatkan kualitas hidup).

    Tujuan Observasi Klinik JamuBerbeda dengan uji klniik TO/OT standar yang berdasar pada kajian ilmiah literatur, metodedalam studi ini berbasis pada pengalaman empirik masyarakat yang dikonfirmasi denganstudi epidemiologi yang komprehensif. Studi epidemiologi dimulai dari eksplorasi terhadappraktek penggunaan jamu di masyarakat, dilanjutkan dengan observasi terhadap praktekramuan jamu yang menjanjikan. Hasil eksplorasi dan observasi mendapatkan jenis ramuanTO/OT untuk keadaan sakit tertentu. Pada ramuan TO/OT yang menjanjikan tersebut,dilakukan standarisasi secar farmasi untuk mendapatkan keseragaman sediaan jika akandilakukan observasi lebih lanjut. Jika kondisi masyarakat memungkinkan, observasi dapatdiperdalam dan menerapkan kaidah uji klinik khususnya dalam penentuan indikasi penyakittertentu, seleksi subyek (kriteria inklusi dan eksklusi), parameter outcome. Observasi inidisebut observasi klinik jamu karena menerapkan kaidah-kaidah uji klinik dan menggunakanbahan uji yang terstandar yang disiapkan secara terstandar pula. Observasi klinik jamupada dasarnya pelaksanaan assessment untuk konfirmasi terhadap manfaat dan keamananramuan jamu, pencarian/penetapan dosis optimal penggunaan ramuan TO/OT (doseranging study). Outcome kegiatan observasi klinik jamu ini baik sebagai alternatif maupun

  • Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 17

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    komplemen adalah efikasi dan keamanan ramuan TO/OT pada dosis tertentu, dengan carapenyiapan tertentu dengan subyek subyek minimal yang dapat diterima secara statistik.

    Tata Laksana Observasi KlinikPelaksanaan observasi klinik jamu memiliki peranan untuk:

    1. Assesment terhadap kemanfaatan suatu pengobatan tradisional yang sudahdipraktekkan untuk indikasi penyakit tertentu, misalnya hipertensi, diabetes, asamurat

    2. Assement keamanan dari suatu pengobatan tradisional yang telah dipraktekan dimasyarakat. Hal ini diperlukan untuk dikembangkannya suatu sistem monitoringkeamanan penggunaan obat dan pengobatan tradisional

    3. Assement ilmiah pada praktek pengobatan tradisionalTata laksana observasi klinik tetap mengikuti alur kaidah penelitian secara ilmiah yangmencantumkan:

    Latar belakang harus menerangkan alasan utama dilakukan study ini, pemilihanindikasi dan manfaat yang akan diperoleh,

    Tujuan harus dijelaskan secara umum maupun secara khusus untuk mendapatkaninformasi manfaat, keamanan atau keduanya,

    Desain observasi yang digunakan dapat berupa kasus kontrol, tersamar atauterbuka,

    Penetapan subjek penelitian dan indikasi penyakit yang diteliti: Dimulai dengan menentukan kriteria untuk membatasi karakteristik populasi

    terjangkau yang memenuhi persyaratan. Penetapan subjek penelitianmembutuhkan kriteri inklusi dan eksklusi secara jelas dan logis mengapasubjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi tidak dapat masuk sebagai subjek.

    Penetapan indikasi ditentukan: berdasarkan pengakuan pengobat, masyarakat yang memanfaatkan

    pengobat tradisional kemudahan dalam pengukuran klinik secara objektif

    Selanjutnya dicatat juga karakteristik subjek, demografi, periode waktu, cara,alat, dan metode yang digunakan.

    Jumlah sampel, pada observasi awal diperlukan jumlah pasien cukup besar, kira-kira 100 orang. Jumlah ini sangat sulit didapat makan waktu sangat lama. Jikasudah menunjukkan kemanfaatan berarti dapat digunakan desain uji klinik skalakecil dengan kriteria yang lebih ketat.

    Pengukuran variabel, dilakukan sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan.Instrumen yang digunakkan merupakan modifikasi dari case report form yangdigunakan dalam uji klinik.

    Analisis data menggunakan statistik yang sesuai.

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 17

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    komplemen adalah efikasi dan keamanan ramuan TO/OT pada dosis tertentu, dengan carapenyiapan tertentu dengan subyek subyek minimal yang dapat diterima secara statistik.

    Tata Laksana Observasi KlinikPelaksanaan observasi klinik jamu memiliki peranan untuk:

    1. Assesment terhadap kemanfaatan suatu pengobatan tradisional yang sudahdipraktekkan untuk indikasi penyakit tertentu, misalnya hipertensi, diabetes, asamurat

    2. Assement keamanan dari suatu pengobatan tradisional yang telah dipraktekan dimasyarakat. Hal ini diperlukan untuk dikembangkannya suatu sistem monitoringkeamanan penggunaan obat dan pengobatan tradisional

    3. Assement ilmiah pada praktek pengobatan tradisionalTata laksana observasi klinik tetap mengikuti alur kaidah penelitian secara ilmiah yangmencantumkan:

    Latar belakang harus menerangkan alasan utama dilakukan study ini, pemilihanindikasi dan manfaat yang akan diperoleh,

    Tujuan harus dijelaskan secara umum maupun secara khusus untuk mendapatkaninformasi manfaat, keamanan atau keduanya,

    Desain observasi yang digunakan dapat berupa kasus kontrol, tersamar atauterbuka,

    Penetapan subjek penelitian dan indikasi penyakit yang diteliti: Dimulai dengan menentukan kriteria untuk membatasi karakteristik populasi

    terjangkau yang memenuhi persyaratan. Penetapan subjek penelitianmembutuhkan kriteri inklusi dan eksklusi secara jelas dan logis mengapasubjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi tidak dapat masuk sebagai subjek.

    Penetapan indikasi ditentukan: berdasarkan pengakuan pengobat, masyarakat yang memanfaatkan

    pengobat tradisional kemudahan dalam pengukuran klinik secara objektif

    Selanjutnya dicatat juga karakteristik subjek, demografi, periode waktu, cara,alat, dan metode yang digunakan.

    Jumlah sampel, pada observasi awal diperlukan jumlah pasien cukup besar, kira-kira 100 orang. Jumlah ini sangat sulit didapat makan waktu sangat lama. Jikasudah menunjukkan kemanfaatan berarti dapat digunakan desain uji klinik skalakecil dengan kriteria yang lebih ketat.

    Pengukuran variabel, dilakukan sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan.Instrumen yang digunakkan merupakan modifikasi dari case report form yangdigunakan dalam uji klinik.

    Analisis data menggunakan statistik yang sesuai.

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 2011 17

    Maka

    lah Ut

    ama

    MU.4

    komplemen adalah efikasi dan keamanan ramuan TO/OT pada dosis tertentu, dengan carapenyiapan tertentu dengan subyek subyek minimal yang dapat diterima secara statistik.

    Tata Laksana Observasi KlinikPelaksanaan observasi klinik jamu memiliki peranan untuk:

    1. Assesment terhadap kemanfaatan suatu pengobatan tradisional yang sudahdipraktekkan untuk indikasi penyakit tertentu, misalnya hipertensi, diabetes, asamurat

    2. Assement keamanan dari suatu pengobatan tradisional yang telah dipraktekan dimasyarakat. Hal ini diperlukan untuk dikembangkannya suatu sistem monitoringkeamanan penggunaan obat dan pengobatan tradisional

    3. Assement ilmiah pada praktek pengobatan tradisionalTata laksana observasi klinik tetap mengikuti alur kaidah penelitian secara ilmiah yangmencantumkan:

    Latar belakang harus menerangkan alasan utama dilakukan study ini, pemilihanindikasi dan manfaat yang akan diperoleh,

    Tujuan harus dijelaskan secara umum maupun secara khusus untuk mendapatkaninformasi manfaat, keamanan atau keduanya,

    Desain observasi yang digunakan dapat berupa kasus kontrol, tersamar atauterbuka,

    Penetapan subjek penelitian dan indikasi penyakit yang diteliti: Dimulai dengan menentukan kriteria untuk membatasi karakteristik populasi

    terjangkau yang memenuhi persyaratan. Penetapan subjek penelitianmembutuhkan kriteri inklusi dan eksklusi secara jelas dan logis mengapasubjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi tidak dapat masuk sebagai subjek.

    Penetapan indikasi ditentukan: berdasarkan pengakuan pengobat, masyarakat yang memanfaatkan

    pengobat tradisional kemudahan dalam pengukuran klinik secara objektif

    Selanjutnya dicatat juga karakteristik subjek, demografi, periode waktu, cara,alat, dan metode yang digunakan.

    Jumlah sampel, pada observasi awal diperlukan jumlah pasien cukup besar, kira-kira 100 orang. Jumlah ini sangat sulit didapat makan waktu sangat lama. Jikasudah menunjukkan kemanfaatan berarti dapat digunakan desain uji klinik skalakecil dengan kriteria yang lebih ketat.

    Pengukuran variabel, dilakukan sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan.Instrumen yang digunakkan merupakan modifikasi dari case report form yangdigunakan dalam uji klinik.

    Analisis data menggunakan statistik yang sesuai.

  • Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201118

    PenutupObat tradisional memiliki peran yang strategis dalam mendukung upaya pelayanankesehatan masyarakat. Penggunaan obat tradisional merupakan bagian dari upayapeningkatan pemanfaatan sumber daya lokal untuk kesehatan dan kesejahteraanmasyarakat. Maka sudah selayaknya perlu dilakukan suatu langkah terobosan dalampembuktian khasiat dan keamanannya agar bisa benar-benar dimanfaatkan dalampelayanan kesehatan.Persyaratan pembuktian khasiat dan keamanan obat tradisional yaitu melalui uji kliniklayaknya obat modern dirasakan terlalu membatasi upaya pengembangan OT dalam sistempelayanan kesehatan. Untuk itu maka perlu dilakukan langkah terobosan denganmengembangkan suatu pedoman atau metode pengujian atas khasiat dan keamanannyaagar benar-benar dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan.Studi observasi klinik ini dapat digunakan untuk melakukan suatu upaya memberikandukungan ilmiah atas khasiat dan keamanan obat tradisional guna dimanfaatkan dalampelayanan kesehatan masyarakat ataupun jika akan dikembangkan sebagai produkkomersial.

    Daftar PustakaUU Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)WHO, 2000. General guideliens for methodologies on research and evaluation of traditional medicineDirektorat Pengawasan Obat Tradisional, 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional,Direktrorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI, JakartaBadan POM RI, 2001. Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia, JakartaMoeloek FA, 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives and policies in Indonesia.Jurnal Bahan Alam Indonesia, 5(1): 293-97Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/Menkes/Per 2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam PelayananKesehatan, 2010. Kementerian Kesehatan RI, JakartaKeputusan Menteri Kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang PenyelenggaraanPengobatan Tradisional, 2003. Departemen Kesehatan, JakartaPeraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang PenyelenggaraanPengobatan Komplementer dan Alternatif, 2007. Departemen Kesehatan, Jakarta

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201118

    PenutupObat tradisional memiliki peran yang strategis dalam mendukung upaya pelayanankesehatan masyarakat. Penggunaan obat tradisional merupakan bagian dari upayapeningkatan pemanfaatan sumber daya lokal untuk kesehatan dan kesejahteraanmasyarakat. Maka sudah selayaknya perlu dilakukan suatu langkah terobosan dalampembuktian khasiat dan keamanannya agar bisa benar-benar dimanfaatkan dalampelayanan kesehatan.Persyaratan pembuktian khasiat dan keamanan obat tradisional yaitu melalui uji kliniklayaknya obat modern dirasakan terlalu membatasi upaya pengembangan OT dalam sistempelayanan kesehatan. Untuk itu maka perlu dilakukan langkah terobosan denganmengembangkan suatu pedoman atau metode pengujian atas khasiat dan keamanannyaagar benar-benar dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan.Studi observasi klinik ini dapat digunakan untuk melakukan suatu upaya memberikandukungan ilmiah atas khasiat dan keamanan obat tradisional guna dimanfaatkan dalampelayanan kesehatan masyarakat ataupun jika akan dikembangkan sebagai produkkomersial.

    Daftar PustakaUU Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)WHO, 2000. General guideliens for methodologies on research and evaluation of traditional medicineDirektorat Pengawasan Obat Tradisional, 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional,Direktrorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI, JakartaBadan POM RI, 2001. Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia, JakartaMoeloek FA, 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives and policies in Indonesia.Jurnal Bahan Alam Indonesia, 5(1): 293-97Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/Menkes/Per 2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam PelayananKesehatan, 2010. Kementerian Kesehatan RI, JakartaKeputusan Menteri Kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang PenyelenggaraanPengobatan Tradisional, 2003. Departemen Kesehatan, JakartaPeraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang PenyelenggaraanPengobatan Komplementer dan Alternatif, 2007. Departemen Kesehatan, Jakarta

    Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV Solo, 9-10 November 201118

    PenutupObat tradisional memiliki peran yang strategis dalam mendukung upaya pelayanankesehatan masyarakat. Penggunaan obat tradisional merupakan bagian dari upayapeningkatan pemanfaatan sumber daya lokal untuk kesehatan dan kesejahteraanmasyarakat. Maka sudah selayaknya perlu dilakukan suatu langkah terobosan dalampembuktian khasiat dan keamanannya agar bisa benar-benar dimanfaatkan dalampelayanan kesehatan.Persyaratan pembuktian khasiat dan keamanan obat tradisional yaitu melalui uji kliniklayaknya obat modern dirasakan terlalu membatasi upaya pengembangan OT dalam sistempelayanan kesehatan. Untuk itu maka perlu dilakukan langkah terobosan denganmengembangkan suatu pedoman atau metode pengujian atas khasiat dan keamanannyaagar benar-benar dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan.Studi observasi klinik ini dapat digunakan untuk melakukan suatu upaya memberikandukungan ilmiah atas khasiat dan keamanan obat tradisional guna dimanfaatkan dalampelayanan kesehatan masyarakat ataupun jika akan dikembangkan sebagai produkkomersial.

    Daftar PustakaUU Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)WHO, 2000. General guideliens for methodologies on research and evaluation of traditional medicineDirektorat Pengawasan Obat Tradisional, 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional,Direktrorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI, JakartaBadan POM RI, 2001. Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia, JakartaMoeloek FA, 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives and policies in Indonesia.Jurnal Bahan Alam Indonesia, 5(1): 293-97Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/Menkes/Per 2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam PelayananKesehatan, 2010. Kementerian Kesehatan RI, JakartaKeputusan Menteri Kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang PenyelenggaraanPengobatan Tradisional, 2003. Departemen Kesehatan, JakartaPeraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang PenyelenggaraanPengobatan Komplementer dan Alternatif, 2007. Departemen Kesehatan, Jakarta