Upload
nguyenhanh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS
ENZIM SELULASE DARI Rhizopus oligosporus
(Skripsi)
Oleh
Fifi Adriyanthi
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
THE EFFECT OF ADDITION SORBITOL TOWARD STABILITY OF
CELLULASE FROM Rhizopus oligosporus
By
Fifi Adriyanthi
This research was conducted to determine the stability of the enzyme before and
after the addition of sorbitol compound cellulase enzyme from Rhizopus
oligosporus using the polyol compound sorbitol. Scope of this reseach were
including production, isolation, purification, addition of additives using sorbitol
with a concentration of 0.5; 1.0; 1.5 M and characterization of purified cellulase
enzymes before and after sorbitol addition. The result showed that the purified
enzyme has a specific activity 35,2038 U/mg or increase for 10 times than crude
extract enzyme which has specific activity 3,48078 U/mg respectively. The
purified enzyme have some characteristics are optimum reaction reach at pH 5,5;
temperature 65oC; KM = 18,69 mg/mL; Vmax = 0,856 μmol/mL.min. A thermal
stability test for 60 min at a temperature of 65oC of cellulase enzyme has ki =
0,043 min-1
; t1/2 = 16,11 min and ΔGi = 98,77 kJ/mol. The enzyme after addition
of sorbitol has the same pH and temperature as the purified enzyme. Enzyme
kinetics data after addition of sorbitol 0.5 M were obtained KM = 17,37 mg/mL;
Vmax = 0,596 μmol/mL.min; ki = 0,039 min-1
; t1/2 = 17,76 min and ΔGi = 99,32
kJ.mol-1
. Enzyme kinetics data after addition of sorbitol 1 M were obtained KM =
14,72 mg/mL; Vmax = 0,342 μmol/mL.min; ki = 0,031 min-1
; t1/2 = 22,35 min and
ΔGi = 99,65 kJ/mol. Enzyme kinetics data after addition of sorbitol 1,5 M were
obtained KM = 11,32 mg/mL; Vmax = 0,223 μmol/mL.min; ki = 0,029 min-1
; t1/2 =
25,66 min and ΔGi = 100,23 kJ/mol. Based on the decrease of ki values, increase
of t1/2 and ΔGi, are known that enzyme after addition sorbitol can increase the
stability of cellulase from Rhizopus oligosporus.
Key words : Rhizopus oligosporus, cellulase, additives, sorbitol
ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS
ENZIM SELULASE DARI Rhizopus oligosporus
Oleh
Fifi Adriyanthi
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan sorbitol
terhadap kestabilan enzim selulase dari Rhizopus oligosporus menggunakan
senyawa poliol yaitu sorbitol. Adapun tahapan yang dilakukan dalam penelitian
ini meliputi : produksi, isolasi, pemurnian, penambahan zat aditif menggunakan
sorbitol dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5 M dan karakterisasi enzim selulase
sebelum dan setelah penambahan sorbitol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas spesifik enzim selulase tanpa sorbitol 35,2038 U/mg, meningkat 10 kali
dibandingkan dengan ekstrak kasar enzim yang mempunyai aktivitas spesifik
3,48078 U/mg. Enzim selulase tanpa sorbitol mempunyai pH optimum 5,5; suhu
optimum 65oC; KM = 18,69 mg/mL substrat; Vmaks = 0,856 μmol/mL.menit. Uji
stabilitas termal selama 60 menit pada suhu 65oC enzim selulase mempunyai nilai
ki = 0,045 menit-1
; waktu paruh (t1/2) = 15,40 menit dan ΔGi = 98,65 kJ/mol.
Enzim setelah penambahan sorbitol mempunyai pH dan suhu optimum yang sama
dengan enzim tanpa sorbitol. Data kinetika enzim setelah penambahan sorbitol 0,5
M diperoleh KM = 17,37 mg/mL, substrat dan Vmaks = 0,596 μmol/mL.menit, t1/2 =
19,80 menit, ki = 0,035 menit dan ΔGi = 99,32 kJ/mol. Data kinetika enzim
setelah penambahan sorbitol 1 M diperoleh KM = 14,72 mg/mL, substrat dan
Vmaks = 0,342 μmol/mL.menit, t1/2 = 22,35 menit, ki = 0,031 menit dan ΔGi =
99,65 kJ/mol. Data kinetika enzim setelah penambahan sorbitol 1,5 M diperoleh
KM = 11,33 mg/mL, substrat dan Vmaks = 0,223 μmol/mL.menit, t1/2 = 27,72 menit,
ki = 0,025 menit dan ΔGi = 100,23 kJ/mol. Berdasarkan penurunan nilai ki,
peningkatan waktu paruh (t1/2) dan nilai ΔGi, diketahui bahwa enzim setelah
ditambahkan senyawa aditif menggunakan sorbitol dapat meningkatkan stabilitas
enzim selulase dari Rhizopus oligosporus.
Kata kunci : Rhizopus oligosporus, selulase, zat aditif, sorbitol
PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS
ENZIM SELULASE DARI Rhizopus oligosporus
Oleh
Fifi Adriyanthi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Simpang Perikanan pada tanggal 9 Januari
1996, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara putri dari Bapak
Endang Carmin dan Ibu Rusmiati.
Jenjang Pendidikan diawali dari Sekolah Dasar (SD) di SDN 3 Way Tuba, Way
Kanan dan diselesaikan pada tahun 2006. Sekolah Menengah Tingkat Pertama di
SMPN 3 Way Tuba, Way Kanan diselesaikan pada tahun 2009 dan Sekolah
Menengah Atas di SMAN 3 Martapura diselesaikan pada tahun 2012. Tahun
2012, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui
jalur SNMPTN-Undangan (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Pada tahun 2016 Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama
60 hari di Desa Bumi Dipasena Sejahtera, Kec. Rawajitu, Kab. Tulang Bawang
dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia
FMIPA Unila. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten
praktikum Sains Dasar Biologi, Sains Dasar Matematika, Biokimia periode 2016-
2017 untuk mahasiswa S1 Jurusan Teknik Hasil Pertanian FP Unila, Biokimia
periode 2017-2018 untuk mahasiswa S1 Jurusan Kimia FMIPA Unila, dan
Biokimia periode 2017-2018 untuk mahasiswa S1 Jurusan Teknik Hasil Pertanian
FP Unila. Dalam bidang organisasi, Penulis pernah terdaftar sebagai Kader Muda
Himpunan Mahasiswa Kimia (KAMI) FMIPA Unila periode 2012-2013, sebagai
anggota biro penerbitan Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila
periode 2013-2014 dan 2014-2015. Penulis juga pernah terdaftar sebagai Anggota
Dinas Adkesma BEM FMIPA Unila periode 2013-2014, sebagai Kepala Deputi
Pengembangan Sains PSLH BEM FMIPA Unila periode 2014-2015.
MOTO
Secepat apapun kebohongan itu berlari
Kebenaran akan melambungnya (B.J. Habibie)
Jika kamu gagal membuat persiapan
Maka bersiaplah untuk Gagal (Benjamin Franklin)
Apa artinya ijazah yang bertumpuk,
Jika kepedulian dan kepekaan tidak ikut dipupuk?
Apa gunanya sekolah tinggi-tinggi,
Jika hanya perkaya diri dan sanak-famili ?
(Najwa Shihab)
Rasa sakit dan penderitaan selalu tidak terelakkan untuk yang berakal luas dan
berhati dalam,
Orng-orang yang benar-benar besar pastilah , menurutku,
Punya kesedihan besar di bumi
(Fyodor Dostoyevsky,Crime and Punishment )
Ilmu itu lebih baik dari pada harta,
Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta,
Ilmu itu menghukum (hakim) dan harta terhukum,
Harta itu kurang apabila dibelanjakn tapi ilmuakan bertambah bila dibelanjakan .
( Saidina Ali bin Abi Talib )
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
(Q.S. Al-Fatihah : 1)
Kupersembahkan karya ini kepada :
ALLAH S.W.T
Rosulullah SAW beserta keluarganya
Junjunganku, suri tauladanku, yang kunanti-nantikan
syafa’atnya di hari kebangkitan kelak.
Kedua Orang tua ku,
Ayah dan Ibu yang telah menyayangi, merawat, mendidik,
mengajarkan banyak kebaikan hingga saat ini. Kalianlah
semangat hidupku.Terima kasih untuk semua hal yang telah
Ayah dan Ibu lakukan semata untuk membahagiakanku yang
mungkin takkan bisa ku balas dan kugantikan dengan apapun.
Oleh karena itu, ijinkan anakmu mempersembahkan sebuah
karya kecil ini sebagai ungkapan rasa terima kasih dan
hormatku kepada Ayah dan Ibu.
Kedua Saudaraku :
Yuni Dwi Irfiana dan Alwan Hariiz
Bapak Prof.Dr. Ir. Yandri AS. M.S.
Guru-guru yang slalu membagi ilmunya untukku
Seluruh sahabat yang selalu menyemangatiku
dan Almamater Tercinta
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
atas segala rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan
judul “PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP
STABILITAS ENZIM SELULASE DARI Rhizopus oligosporus” adalah salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan
rintangan, namun itu semua dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha Allah
SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang yang hadir di
kehidupan penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih
setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Yandri A.S.,M.S., selaku pembimbing utama penelitian,
pembimbing akademik dan Kepala Laboratorium Biokimia FMIPA Unila
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, gagasan, bimbingan,
bantuan, motivasi, arahan, saran dan kritik kepada penulis dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan studi serta saat penelitian
2. Bapak Mulyono, Ph.D., selaku pembahas I atas kesediaan memberikan
arahan, koreksi, saran dan kritik.
3. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Si., selaku pembahas II atas kesediaan memberikan
arahan, koreksi, saran dan kritik.
4. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku ketua Jurusan Kimia
FMIPA Unila.
5. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila yang telah mendidik dan
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat kepada penulis
selama kuliah.
7. Seluruh staf pengajar dan karyawan Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Kedua orangtuaku, Ayah Endang Carmin dan Ibu Rusmiati atas semua
pengorbanan, cinta, kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, dan do’a yang tulus.
9. Adik-adikku tersayang Yuni Dwi Irfiana dan Alwan Hariiz, terimakasih atas
keceriaan dan semangat dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini.
10. Keluarga besarku baik dari ayah maupun ibu terimakasih banyak atas doa,
semangat, dukungan, dan seluruh bantuannya selama ini.
11. Guru-guruku yang telah memberikan ilmu, semangat, dan motivasinya.
Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian semua.
12. Teman seperjuanganku satu bimbingan pada penelitian ini, Rizki Putriyana,
Syathira Assegaf, dan Diani Iska Miranti atas kerjasama, bantuan, motivasi,
kritik, dan saran dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Para
penghuni laboratorium Biokimia Mbak Putri, Mbak Ana, Mbak April, Mbak
Uswa,(Terimakasih Mbak atas arahan dan bimbingannya pada penelitian ini),
Erlita Aisyah, Maria Ulfa, Ruwaidah Muliana, Ayu Imani, Meta Fosfi
Berliana, adik-adik 2013 bimbingan Pak Yandri dan Pak Mulyono,
terimakasih atas bantuan, keceriaan dan semangatnya selama dilaboratorium
Biokimia.
13. Keluarga Kimia 2012: Adi Setiawan, Aditian Sulung Saputra, Agus
Ardiansyah, Ajeng Wulandari, Ana Maria Kristiani, Apri Welda, Arif
Nurhidayat, Arya Rifansyah, Atma Istanami, Ayu Imani, Ayu Setianingrum,
Deborah Jovita, Derry Vardella, Dewi Aniatul Fatimah, Diani Iska Miranti,
Dwi Anggraini, Edi suryadi, Eka Hurwaningsih, Elsa Zulha, Erlita Aisyah,
Febita Glyssenda, Feby Rinaldo Pratama Kusuma, Fenti Visiamah, Ferdinand
Haryanto Simangunsong, Handri Sanjaya, Hiqi Alim, Indah Wahyu
Purnamasari, Indry Yani Saney, Intan Mailani, Ismi Khomsiah, Jean Pitaloka,
Jenny Jessica Sidabalok, Khoirul Anwar, Maria Ulfa, Meta Fosfi Berliyana,
Muhammad Rizal Robbani, Murni Fitria, Nila Amalin Nabilah, Putri
Ramadhona, Radius Uly Artha, Riandra Pratama Usman, Rifki Husnul
Khuluk, Rizal Rio Saputra, Rizki Putriyana, Ruliana Juni Anita, Ruwaidah
Muliana, Siti Aisah, Siti Nurhalimah, Sofian Sumilat Rizki, Sukamto, Susy
Isnaini Hasanah, Suwarda Dua Imatu Dela, Syathira Assegaf, Tazkiya Nurul,
Tiand Reno, Tiara Dewi Astuti, Tiurma Debora Simatupang, Tri Marital,
Ulfatun Nurun, Wiwin Esty Sarwita, Yepi Triapriani, Yunsi’U Nasy’Ah, dan
Zubaidi. Terimakasih persahabatan, pertemanan, dan kekeluargaannya selama
ini, semoga selamanya masih terjaga dengan baik.
14. Sahabat baikku yang selalu memberi nasihat,keceriaan, dan seluruh
bantuannya selama ini Ana Maria Kristiani, Ismi Khomsiah, Eka
Hurwaningsih, Siti Nurhalimah, Ayu Imani, Rizal Rio Saputra, Agung Setyo
Widodo. Teman baikku para pejuang toga Elsa Zhulha, Febita Glyssenda,
Khoirul Anwar, Ruliana Juni Anita, Putri Ramadhona, Radius Uly Artha,
Deborah Jovita, Derry Vardela, Adityan Sulung, dan Zubaidi (Semangat
Skripsinya teman !!!).
15. Seseorang yang sangat berarti untuk penulis, Bangkit Richad Sanjaya
terimakasih atas bantuan dan semangatnya selama ini, semoga niat baik kita
diridhoi oleh Allah SWT, Amiinn.
16. Keluarga kosan tercinta Keluarga besar bapak Wardani, Mbak Marsyamsih,
Mbak Dian, Mbak Sinta, Mbak Retty, Mbak Ferra, Mbak Wiwin, Susi, Cici ,
Vitri, Liyana, Rintya, Dewi, Ferantika, Eka, Mbak Husna, Diah, dan Alim
(Terimakasih atas kecerian dan kebersamaannya)
17. Kakak tingkat Jurusan Kimia 2008, 2009, 2010, 2011 dan adik tingkat 2013,
2014, 2015, dan 2016 yang memotivasi dan memberikan saran.
18. Keluarga Besar Bumi Dipasena Sejahtera dan teman-teman KKN BD.
Sejahtera (Fiki, Budi, Sivi, Nia, Vella, dan Gyka) atas kebersamaan dan
kerjasamanya selama disana.
19. Teman-teman SMA, SMP, SD, dan teman sejak kecil hingga sekarang,
terimakasih atas segalanya.
20. Almamater tercinta Universitas Lampung.
21. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara tulus
dan ikhlas memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis.
Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Juli 2017
Penulis
Fifi Adriyanthi
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ iv
DAFTAR TABEL ............................................................................ vi
I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian .................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
A. Enzim .................................................................................... 4
1. Klasifikasi enzim ............................................................. 5
2. Sifat katalitik enzim ........................................................ 6
3. Teori pembentukan enzim substrat ................................. 7
B. Enzim Selulase ....................................................................... 12
C. Selulosa .................................................................................. 13
D. Rhizopus oligosporus ............................................................. 14
E. Isolasi dan Pemurnian Enzim ................................................. 16
1. Sentriugasi ....................................................................... 16
2. Fraksinasi dengan ammonium sulfat ............................... 17
3. Dialisis ............................................................................. 18
4. Penguji anaktivitas enzim dengan metode Mandels ....... 19
5. Penentuan kadar protein dengan mentode Lowry ........... 19
F. Kinetika Reaksi Enzim ........................................................... 20
G. Stabilitas Enzim ...................................................................... 22
1. Stabilitas termal enzim ................................................... 22
2. Stabilitas pH enzim ......................................................... 24
H. Senyawa Aditif ....................................................................... 24
I. Polilol (Alkohol Polihidrat) .................................................... 25
iii
III. METODELOGI PENELITIAN ............................................... 26
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 26
B. Alat dan Bahan ..................................................................... 26
C. Prosedur Penelitian .............................................................. 27
1. Penentuan kondisi optimum Rhizopus oligosporus
untuk memproduksi enzim selulase ................................ 27
a. Pembuatan media inokulum dan fermentasi ............... 27
b. Inokulasi Rhizopus oligosporus .................................. 27
2. Produksi dan isolasi enzim selulase ................................ 28
a. Produksi enzim selulase ............................................. 28
b. Isolasi enzim selulase ................................................. 28
3. Pemekatan enzim selulase ............................................... 29
4. Pemurnian enzim selulase ............................................... 29
a. Pengendapan dengan ammonium sulfat [(NH4)2SO4] 29
b. Dialisis ....................................................................... 31
5. Uji aktivitas enzim selulase ............................................. 31
a. Pembuatan pereaksi untuk pengujian aktivitas
Enzim selulase metode Mandels(Mandels et al., 1976) 31
b. Pengujian aktivitas enzim selulase metode Mandels . 32
6. Penentuan kadar protein enzim selulase.......................... 32
a. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran kadar protein
enzim selulase metode Lowry ................................... 32
b. Penentuan kadar protein enzim selulase metode Lowry 32
7. Penambahan sorbitol ....................................................... 33
8. Karakterisasi enzim sebelum dan setelah penambahan...
sorbitol ............................................................................. 33
a. Penentuan pH dan suhu optimum ............................... 34
b. Penentuan data kinetika enzim (nilai KM dan
Vmaks) .......................................................................... 34
c. Uji stabilitas termal dan stabilitas pH enzim .............. 35
d. Penentuan waktu paruh (t1/2), konstanta laju
inaktivasi (ki), dan perubahan energi akibat
denaturasi (ΔGi) .......................................................... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 36
A. Produksi dan isolasi enzim Selulase .................................... 36
B. Pemurnian enzim selulase .................................................... 37
1. Fraksinasi dengan ammonium sulfat ..............................
2. Dialisis ............................................................................ 39
C. Karakterisasi enzim hasil pemurnian dan setelah
penambahan sorbitol ............................................................ 40
1. Penentuan pH optimum enzim hasil pemurnian dan setelah
penambahan sorbitol……………………………………. 41
2. Penentuan suhu optimum enzim hasil pemurnian dan setelah
penambahan sorbitol .......................... …………………. 42
3. Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dan setelah
iiii
penambahan sorbitol ....... ……………………………… 43
4. Stabilitas termal enzim hasil pemurnian sebelum dan setelah
penambahan sorbitol ……………………………… 45
5. Konstanta laju inaktivasi termal (ki), waktu paruh (t1/2) dan
perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) enzim hasil pemurnian
dan setelah penambahan sorbitol……………………….. 46
a. Waktu paruh (t1/2) dan konstanta laju inaktivasi termal (ki) 47
b. Perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) ............................. 48
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 49
A. Simpulan ........................................................................................ 49
B. Saran .............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 51
LAMPIRAN ............................................................................................... 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Teori kunci gembok dan teori induksi ....................................................... 8
2. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu ..................................................... 9
3. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH ..................................................... 9
4. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim .......................... 10
5. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim.......................... 11
6. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase ................................... 12
7. Struktur selulosa ......................................................................................... 14
8. Rhizopus oligosporus ................................................................................. 16
9. Diagram Lineweaver-Burk ......................................................................... 22
10. Skema proses pengendapan protein enzim dengan pengendapan
ammonium sulfat ........................................................................................ 30
12. Diagram alir penelitian ............................................................................... 35
13. Hubungan antara tingkat kejenuhan amonium sulfat (0-100)% dengan
aktivitas unit enzim selulase dari Rhizopus oligosporus. ........................... 38
13. Hubungan antara tingkat kejenuhan amonium sulfat (0-90)% dengan
aktivitas unit enzim selulase dari Rhizopus oligosporus. ........................... 39
14. Grafik pH optimum enzim hasil pemurnian dan setelah penambahan
v
sorbitol dengan konsentrasi 0,5; 1; dan 1,5 M. .......................................... 41
15. Grafik Suhu optimum enzim hasil pemurnian dan setelah penambahan
sorbitol dengan konsentrasi 0,5; 1; dan 1,5 M. .......................................... 42
16 .Grafik Lineweaver-Burk enzim hasil pemurnian dan setelah penambahan
sorbitol dengan konsentrasi 0,5; 1; dan 1,5 M. .......................................... 44
17. Grafik stabilitas termal enzim hasil pemurnian dan setelah penambahan
sorbitol dengan konsentrasi 0,5; 1; dan 1,5 M. .......................................... 45
18. Grafik Hubungan Ln(Ei/E0) enzim hasil pemurnian setelah
penambahan sorbitol untuk penentuan nilai ki, waktu paruh dan ΔGi ........ 47
19. Grafik kurva standar glukosa .................................................................... 66
20. Grafik kurva standar serum albumin sapi (BSA) ...................................... 67
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pemurnian enzim selulase dari Rhizopus oligosporus 40
2. Nilai Km dan Vmaks enzim tanpa sorbitol dan setelah penambahan
sorbitol 44
3. Nilai konstanta laju inaktivasi(ki), waktu paruh (t1/2), dan perubahan
energi akibat denaturasi (ΔGi) enzim tanpa sorbitol sebelum
dan setelah penambahan sorbitol 46
4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-100%)
dengan aktivitas spesifik enzim selulase 58
5. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-90%)
dengan aktivitas spesifik enzim selulase 58
6. Hubungan antara pH dengan aktivitas unit enzim tanpa sorbitol
dan setelah penambahan sorbitol 58
7. Hubungan antara pH dengan aktivitas sisa enzim tanpa sorbitol
dan setelah penambahan sorbitol 59
8. Hubungan antara suhu dengan aktivitas unit enzim tanpa sorbitol
dan setelah penambahan sorbitol 59
9. Hubungan antara suhu dengan aktivitas sisa enzim tanpa sorbitol
dan setelah penambahan sorbitol 60
10. Data untuk penentuan KM dan Vmax enzim selulase tanpa sorbitol
berdasarkan persamaan Lineweaver-Burk 60
vii
11. Data untuk penentuan KM dan Vmax enzim selulase setelah penambahan sorbitol
menggunakan sorbitol berdasarkan persamaan
Lineweaver-Burk 61
12. Hubungan antara aktivitas Unit enzim tanpa sorbitol dan setelah penambahan
sorbitol…………………………………………………………… 61
13. Hubungan antara aktivitas sisa enzim tanpa sorbitol dan setelah penambahan
sorbitol…………………………………………………………… 62
14. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim tanpa sorbitol 62
15. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim setelah
penambahan sorbitoldengan konsentrasi sorbitol 0,5 M pada suhu 60oC 63
16. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim hasil modifikasi
dengan derajat modifikasi sorbitol 1 M
pada suhu 60oC 63
17. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim hasil modifikasi
dengan derajat modifikasi sorbitol 1,5 M
pada suhu 60oC 64
18. . Absorbansi glukosa pada berbagai konsentrasi untuk penentuan kurva
standar glukosa 65
19. . Absorbansi serum albumin sapi (BSA) pada berbagai konsentrasi
untuk penentuan kurva standar serum albumin sapi (BSA) 66
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini industri enzim telah berkembang pesat dan menempati posisi penting
dalam bidang industri dimana teknologi enzim sebagai salah satu alternatif utama
untuk menggantikan berbagai proses kimiawi dalam bidang industri (Wilda dkk.,
2013). Berkembangnya teknologi pemanfaatan enzim khususnya sebagai
biokatalisator dalam industri pangan dan nonpangan, secara nyata dapat
memberikan manfaat dan keuntungan bagi manusia (Reed, 1975; Wyk dan
Mohulatsi., 2003). Enzim merupakan biokatalisator yang mampu mempercepat
reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel (Poedjiadi, 2006).
Fungsi enzim dalam mempercepat reaksi memberikan keuntungan bagi industri
karena menghemat waktu dan biaya (Page, 1997).
Salah satu enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim
selulase dapat menghidrolisis selulosa menjadi glukosa yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-
asam organik sehingga memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi maupun sebagai
sumber karbon dalam pertumbuhan bakteri untuk produksi antibiotik dan
bermacam-macam enzim (Gunam dkk., 2004).
2
Secara umum enzim memiliki beberapa kelemahan selain harganya yang mahal
seperti sifatnya yang hanya dapat sekali pakai, hanya bekerja pada kondisi
fisiologis dan tidak tahan pada kondisi ekstrim, sehingga menyebabkan
terbatasnya pemakaian enzim dalam industri. Hal ini dapat diatasi dengan
meningkatkan stabilitas enzim. Ada beberapa syarat tertentu untuk enzim yang
digunakan dalam dunia industri, diantaranya harus stabil pada suhu
tinggi(termostabil) dan tahan pada kondisi pH yang ekstrim (Suhartono,1989).
Syarat tersebut dapat terpenuhi dengan cara mengisolasi enzim langsung dari
organisme yang hidup dalam kedaan ekstrim (Weagen, 1984) atau dengan teknik
amobilisasi, modifikasi kimia, rekayasa molekuler dan penambahan zat aditif.
Penggunaan zat aditif lebih sering dipilih karena relatif lebih mudah dan biayanya
murah (Suhartono,1992).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan modifikasi kimia enzim selulase
menggunakan beberapa senyawa kimia, diantaranya asam glioksilat ( Rina,
2014), sitrakonat anhidrida (Fatma, 2014), dan sianurat klorida polietilenglikol
(CC-PEG) (Fitriyanti, 2014). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa
modifikasi kimia dapat meningkatkan stabilitas enzim selulase. Sedangkan
penambahan senyawa aditif terhadap enzim α-amilase yang telah dilakukan
menggunakan senyawa kimia poliol seperti sorbitol menunjukkan adanya
peningkatan stabilitas termal enzim dibandingkan enzim hasil pemurnian (Aprilia,
2016).
Pada penelitian ini, akan dilakukan penambahan senyawa sorbitol untuk melihat
pengaruhnya terhadap stabilitas enzim selulase yang diisolasi dari Rhizopus
oligosporus. Pemilihan sorbitol didasarkan pada beberapa kelebihan antara lain,
3
dapat mempertahankan konformasi enzim, mengurangi kemungkinan oksidasi
gugus tiol pada enzim, menjaga stabilitas interaksi non kovalen, termasuk
interaksi hidrofobik dalam molekul enzim, meningkatkan stabilitas dan daya awet
enzim, dan yang terpenting adalah menjaga keutuhan struktur enzim terhadap
degradasi oleh suhu. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipelajari pengaruh
penambahan sorbitol terhadap stabilitas enzim selulase dari Rhizopus oligosporus.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengisolasi ekstrak kasar enzim selulase dari Rhizopus oligosporus pada
kondisi optimum sehingga diperoleh enzim yang memiliki aktivitas unit
terbaik.
2. Mempelajari pengaruh penambahan sorbitol terhadap stabilitas enzim selulase
dari Rhizopus oligosporus.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan sorbitol terhadap
stabilitas enzim selulase dari Rhizopus oligosporus.
2. Enzim selulase dengan stabilitas yang tinggi dapat digunakan dalam proses-
proses industri.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Enzim
Enzim adalah senyawa protein yang bertindak sebagai biokatalisator, artinya
senyawa tersebut mampu mempercepat reaksi kimia, tetapi zat itu sendiri tidak
ikut bereaksi (Chalal, 1983). Selain itu juga enzim merupakan katalis biologi,
yang mampu meningkatkan laju reaksi dengan cara selektif dan efisien
berdasarkan pada hukum termodinamika dan kinetika (Shahib, 2005). Molekul
enzim biasanya berbentuk bulat (globular), sebagian terdiri atas satu rantai
polipeptida dan sebagian lain terdiri dari lebih dari satu polipeptida
(Wirahadikusumah, 1997). Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat
perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk dengan adanya kerja
enzim (Grisham dkk., 1999). Bila enzim tidak ada maka reaksi-reaksi akan
berjalan terlalu lambat untuk dapat menopang kehidupan atau reaksi-reaksi
tersebut akan memerlukan kondisi-kondisi non-fisiologis (Dryer, 1993).
Enzim bersifat efisien dan spesifik dalam kerja katalitiknya, sehingga enzim
dikatakan mempunyai sifat sangat khas karena hanya bekerja pada substrat
tertentu dan bentuk reaksi tertentu. Kespesifikannya disebabkan oleh bentuknya
yang unik dan adanya gugus-gugus polar (atau nonpolar) yang terdapat dalam
struktur enzim (Fessenden dan Fessenden, 1982).
5
1. Klasifikasi enzim
Menurut Martoharsono (1993) enzim dapat diklasifikasi menjadi 6 kelas
berdasarkan fungsinya dan tiap kelas mempunyai beberapa subkelas
berdasarkan IUPAC.
a. Berdasarkan tipe reaksi yang diketahui, enzim dibagi menjadi enam
kelompok:
1. Oksidureduktase
Enzim oksidureduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi
oksidasi atau reduksi suatu bahan. Dalam golongan enzim ini terdapat
2 macam enzim yang paling utama yaitu oksidase dan dehidrogenase.
Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat
dengan molekul oksigen. Dehidrogenase adalah enzim yang aktif
dalam pengambilan atom hidrogen dari substrat.
2. Transferase
Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi
pemindahan (transfer) suatu gugus.
3. Hidrolase
Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang sangat penting
dalam pengolahan pangan, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi
hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan pertolongan
molekul air. Enzim-enzim yang termasuk dalam golongan ini
diantaranya adalam amilase, invertase, selulase dan sebagainya.
6
4. Liase
Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan
C-O dengan tidak menggunakan molekul air.
5. Isomerase
Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan
konfigurasi molekul dengan cara pengaturan kembali atom-atom
substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer
dari substrat atau dengan perubahan isomer posisi misalnya mengubah
aldosa menjadi ketosa.
6. Ligase
Enzim ligase adalah enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan-
ikatan tertentu, misalnya pembentukan ikatan C-C, C-O dan C-S
dalam biosintesis koenzim A serta pembentukan ikatan C-N dalam
sintesis glutamin (Winarno, 1989).
b. Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar
substratnya, misalnya enzim amilase.
2. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh
adanya substat, contohnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh
bakteri Eshericia coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang
mengandung laktosa (Lehninger, 1982).
2. Sifat katalitik enzim
Sifat-sifat katalitik dari enzim ialah sebagai berikut (Page,1989) :
7
a. Enzim mampu meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa ( fisiologik )
dari tekanan, suhu dan pH.
b. Enzim berfungsi sebagai selektifitas tinggi terhadap substrat (substansi
yang mengalami perubahan kimia setelah bercampur dengan enzim) dan
jenis reaksi yang dikatalisis.
c. Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang tinggi dibanding dengan
katalis biasa.
3. Teori Pembentukan Enzim-Substrat
Menurut Shahib (2005) ada dua teori pembentukan kompleks enzim-subtrat
yaitu teori lock and key dan teori induced-fit yang dapat diilustrasikan pada
Gambar 1.
a. Teori lock and key (gembok dan kunci)
Dimana subtrat yang spesifik akan terikat pada daerah spesifik di
molekul enzim yang disebut sisi aktif. Substrat mempunyai daerah
polar dan non-polar pada sisi aktif yang baik bentuk maupun muatannya
merupakan pasangan substrat. Hal ini terjadi karena adanya rantai
peptida yang mengandung rantai residu yang menuntun substrat untuk
berinteraksi dengan residu katalitik. Ketika katalisis berlangsung,
produk masih terikat pada molekul enzim. Kemudian produk akan
bebas dari sisi aktif dengan terbebasnya enzim.
b. Teori induced-fit (ketetapan induksi)
Teori ini menerangkan bahwa enzim bersifat fleksibel. Dimana
sebelumnya bentuk sisi aktif tidak sesuai dengan bentuk substrat.
8
Tetapi setelah substrat menempel pada sisi aktif, maka enzim akan
terinduksi dan menyesuaikan dengan bentuk substrat.
Gambar 1. Teori kunci gembok dan teori induksi (Yandriano,2006)
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim :
a. Suhu
Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam
batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik
bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum
(Rodwell, 2011). Suhu optimum merupakan suhu pada saat enzim memiliki
aktivitas maksimum. Suhu yang terlalu tinggi (jauh dari suhu optimum suatu
enzim) akan menyebabkan enzim terdenaturasi. Bila enzim terdenaturasi,
maka bagian aktifnya akan terganggu yang menyebabkan konsentrasi efektif
enzim menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan laju reaksi enzimatik
menurun (Poedjiadi, 1994). Pada suhu 0 oC enzim menjadi tidak aktif dan
dapat kembali aktif pada suhu normal (Lay dan Sugyo, 1992). Hubungan
antara aktivitas enzim dengan suhu ditunjukkan dalam Gambar 2.
Active Site Active Site
Enzim Substrat
Sisi Aktif Enzim
Enzim
Substrat Sisi Aktif Enzim
Teori Kunci Gembok sisi aktif
cenderung kaku
s
s
Sisi aktif cenderung kaku
Teori Kecocokan Induksi sisi
aktif lebih fleksibel
Sisi aktif lebih fleksibel
9
Gambar 2. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu (Rodwell, 2011)
b. pH
(Derajat keasaman) enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti
enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus
basanya, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal
amino. Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari
perubahan pH lingkungan (Winarno, 2002). Perubahan pH dapat
mempengaruhi asam amino kunci pada sisi aktif, sehingga menghalangi sisi
aktif enzim membentuk kompleks dengan substratnya (Page, 1997).
Gambar 3. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH (Winarno,2002)
pH optimum
pH
Aktivitas
Enzim
10
c. Konsentrasi enzim
Konsentrasi enzim secara langsung mempengaruhi kecepatan laju reaksi
enzimatik dimana laju reaksi meningkat dengan bertambahnya konsentrasi
enzim (Poedjiadi, 2006). Hubungan antara laju reaksi enzim dengan
konsentrasi enzim ditunjukkan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim (Page, 1997)
d. Konsentrasi substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi
substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat
meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga
tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi substrat
hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 2005).
Hubungan antara konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim ditunjukkan
pada Gambar 5.
11
Gambar 5. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim
(Shahib,2005)
e. Aktivator dan inhibitor
Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator
adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.
Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor
tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau
dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim
(Martoharsono, 2006).
Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia
tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja
inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat
berikatan dengan substrat dan fungsi katalitik enzim tersebut akan terganggu
(Winarno, 2002).
f. Kofaktor Logam
Kofaktor adalah suatu faktor yang membantu keaktifan enzim. Ikatan antara
kofaktor dan enzim dapat sangat kuat dan ada pula yang tidak terikat dengan
kuat (Poedjiadi, 1994).
12
g. Pelarut Organik
Pengunaan pelarut dalam reaksi enzimatik memberikan keuntungan antara lain
ialah kelarutan substrat-organik dan enzim lebih tinggi dibandingkan dengan
air serta meningkatkan kestabilan enzim dengan pelarut (Kwon dan Rhee,
1986).
B. Enzim Selulase
Selulase adalah enzim terinduksi yang disintesis oleh mikroorganisme selama
ditumbuhkan dalam medium selulosa (Lee dan Koo, 2001). Untuk
menghidrolisis selulosa yang tidak larut atau selulosa kristal diperlukan kerja
sinergistik dari ketiga komponen enzim tersebut. Mekanisme hidrolisis
selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat dalam Gambar 6.
Gambar 6. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase (Lee dan Koo,
2001).
ᵦ-(1,4)-glukosidase
13
Adapun ketiga komponen enzim tersebut yaitu :
1. Ekso-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor C1. Faktor ini diperlukan
untuk menghidrolisis selulosa ke bentuk kristal selulosa amorf.
2. Endo-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor Cx. Faktor ini diperlukan
untuk menghidrolisis ikatan β-(1,4)-glukosida pada selulosa amorf menjadi
selobiosa.
3. β-(1,4)-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa (Reese, 1976).
C. Selulosa
Selulosa merupakan biomolekul yang paling banyak ditemukan di alam dan unsur
utama penyusun kerangka tumbuhan. Diperkirakan sekitar 1011
ton selulosa
dibiosintesis tiap tahun. Daun kering mengandung 10-20% selulosa, kayu 50%
dan kapas 90% (Koolman, 2001). Selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah
larut. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana dengan
menggunakan katalis asam, enzim maupun mikroba selulolitik. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa proses hidrolisis secara enzimatis lebih
menguntungkan daripada menggunakan asam. Selain tidak menimbulkan masalah
korosi dan berlangsung pada kondisi mild (pH 4,8 dan suhu 50oC), proses
hidrolisasi secara enzimatis juga menghasilkan yield lebih tinggi daripada
hidrolisis yang dikatalisis asam (Duff dan Murray, 1996). Rumus empiris
selulosa adalah (C6H10O5)n, dengan banyaknya satuan glukosa yang disebut
derajat polimerisasi (DP), dimana jumlahnya mencapai 1.200-10.000 dan panjang
molekul sekurang-kurangnya 5.000 nm. Berat molekul selulosa rata-rata sekitar
400.000 (Sjostrom, 1995). Adapun struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 7.
14
Gambar 7. Struktur selulosa (Fessenden, 1992)
D. Rhizopus oligosporus
Fungi adalah heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan. Dalam
cara nutrisi ini, molekul – molekul organik kecil diserap dari medium
sekitarnya.Kapang adalah fungi yang tumbuh cepat dan bereproduksi secara
aseksual. Salah satu contoh dari kapang ini Rhizopus. Miselia Rhizopus juga dapat
bereproduksi secara aseksual dengan cara membentuk sporangia yang
menghasilkan spora haploid yang secara genetik identik (Campbell,2002).
R. oligosporus mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau
lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak
sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 m dan diameter 10-18 m.
Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan
diameter 100-180 m. Kolumela globosa sampai sub globosa dengan apofisa -
apofisa berbentuk corong. Ukuran sporangiospora tidak teratur dapat globosa atau
elip dengan panjang 7-10 m. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian
Ikatan 1,4’-ᵦ H
15
pendek, tidak berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor
dan sporangia. Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris dengan ukuran 7-
30 m atau 12-45 m x 7-35 m. Suhu optimum, minimum, maksimum berturut-
turut adalah 30-35o C, 12 C. (Samson, dkk., 2004).
R.oligosporus memiliki panjang sporangiosfor pada media Malt Extract Agar
(MEA) 150-400 m lebih pendek dari R.oryzae yaitu lebih dari 1500 m.
R.oligosporus biasanya memiliki rhizoid yang pendek, sporangium dengan
diameter 80 –120 m dan pada saat 7 hari akan pecah yang menyebabkan spora
keluar kolumela dengan diameter 25-75 m. Sedangkan R.oryzae memiliki
diameter sporangium lebih dari 150 m, kolumela dengan diameter lebih dari 100
m (Pitt dan Hocking, 1985)
Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi aktivitas
enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin-vitamin
B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan
spora, dan penetrisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai. Rhyzopus
oligosporus berperan dalam peningkatan Nilai gizi protein kedelai, yaitu
mensintesis enzim pemecah protein (protease) (Kasmidjo, 1990). Adapun gambar
dari Rhizopus oligosporus dapat dilihat pada gambar 8.
16
Gambar 8. Rhizopus oligosporus (Kasmidjo, 1990).
E. Isolasi dan Pemurnian Enzim Selulase
Enzim selulase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroba
selulolitik (Duff dan Murray, 1996). Enzim ekstraseluler merupakan enzim
yang diproduksi di dalam sel namun bekerja di luar sel, sehingga mudah
diisolasi dan dipisahkan dari pengotor lain serta tidak banyak bercampur
dengan bahan-bahan sel lain ( Pelczar dan Chan, 1986 ).
1. Sentrifugasi
Sentrifugasi merupakan metode yang dapat digunakan untuk memisahkan
enzim ekstraseluler dari sisa-sisa sel. Sentrifugasi akan menghasilkan enzim
terlarut dalam bentuk filtrat yang jernih dan sisa - sisa sel lain serta pengotor
dalam bentuk endapan yang terikat kuat pada dasar tabung. Sel-sel mikroba
biasanya mengalami sedimentasi pada kecepatan 5000 rpm selama 15 menit
(Scopes, 1982; Walsh dan Headon, 1994).
Prinsip sentrifugasi berdasarkan pada kenyataan bahwa setiap partikel yang
berputar pada laju sudut yang konstan akan memperoleh gaya keluar (F).
17
Besar gaya ini bergantung pada laju sudut ω (radian/detik) dan radius
pertukarannya (sentimeter).
F = ω2 r
Gaya F dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, karena itu dinyatakan sebagai
gaya sentrifugal relatif (RCF dengan satuan g (gravitasi).
RCF = 980
2r
Dalam praktiknya, alat sentrifugasi dioperasikan dengan laju rpm. Oleh sebab
itu, harga rpm dikonversikan kedalam bentuk radian menggunakan
persamaan:
ω = 30
rpm
RCF = (πrpm)2 r x
230
980
RCF = (1.119x10-5
)(rpm)2r (Cooper, 1997 dalam Sariningsih, 2000).
2. Fraksinasi menggunakan ammonium sulfat [(NH4)2SO4]
Fraksinasi merupakan proses pengendapan protein atau enzim dengan
penambahan senyawa elektrolit seperti garam ammonium sulfat, natrium
klorida atau natrium sulfat. Menurut Suhartono (1989), penambahan
senyawa elektrolit ke dalam larutan yang mengandung protein dapat
menyebabkan terjadinya proses pengendapan protein. Proses pengendapan
protein tersebut dipengaruhi oleh kekuatan ion dalam larutan. Dengan
meningkatnya kekuatan ion, kelarutan enzim akan semakin besar atau disebut
dengan peristiwa salting in, setelah mencapai suatu titik tertentu, dimana
18
kandungan garam semakin tinggi akan menyebabkan kelarutan protein
semakin menurun dan terjadi proses pengendapan protein. Peristiwa
pengendapan protein ini disebut salting out (Wirahadikusumah, 1989). Pada
kekuatan ion rendah, protein akan terionisasi sehingga interaksi antar protein
akan menurun dan kelarutan akan meningkat. Peningkatan kekuatan ion ini
meningkatkan kadar air yang terikat pada ion, dan jika interaksi antar ion
kuat, kelarutannya menurun akibatnya interaksi antar protein lebih kuat dan
kelarutannya menurun (Agustien dan Munir, 1997).
Senyawa elektrolit yang sering digunakan untuk mengendapkan protein ialah
ammonium sulfat. Kelebihan ammonium sulfat dengan dibandingkan dengan
senyawa-senyawa elektrolit lain ialah memiliki kelarutan yang tinggi, tidak
mempengaruhi aktivitas enzim, mempunyai daya pengendap yang efektif,
efek penstabil terhadap kebanyakan enzim, dapat digunakan pada berbagai
pH dan harganya murah (Scopes, 1982).
3. Dialisis
Dialisis merupakan metode yang digunakan untuk memurnikan larutan
protein atau enzim yang mengandung garam setelah proses fraksinasi
berdasarkan pada sifat semipermeabel membran. Proses dialisis dilakukan
dengan memasukkan larutan enzim ke dalam kantung dialisis yang terbuat
dari membran semipermeabel (selofan). Selanjutnya, kantung yang berisi
larutan protein atau enzim dimasukkan ke dalam larutan bufer sambil diputar-
putar. Selama proses tersebut, molekul kecil yang ada di dalam larutan
protein atau enzim seperti garam anorganik akan keluar melewati pori-pori
membran, sedangkan molekul protein atau enzim yang berukuran besar tetap
19
tertahan dalam kantung dialisis. Keluarnya molekul menyebabkan distribusi
ion-ion yang ada di dalam dan di luar kantung dialisis tidak seimbang. Untuk
memperkecil pengaruh ini digunakan larutan bufer dengan konsentrasi
rendah di luar kantung dialisis (Lehninger, 1982). Setelah tercapai
keseimbangan, larutan di luar kantung dialisis diganti dengan larutan yang
baru agar konsentrasi ion-ion di dalam kantung dialisis dapat dikurangi.
Proses ini dapat dilakukan secara terus menerus sampai ion-ion di dalam
kantung dialisis dapat diabaikan (Mc Phie, 1971 dalam Boyer 1993). Difusi
zat terlarut bergantung pada suhu dan viskositas larutan. Meskipun suhu
tinggi dapat meningkatkan laju difusi, namun sebagian besar protein dan
enzim stabil pada suhu 4-8°C sehingga dialisis harus dilakukan di dalam
ruang dingin (Pohl, 1990).
4. Pengujian Aktivitas Selulase dengan Metode Mandels
Pengujian aktivitas selulase dilakukan dengan metode Mandels (Mandels
dkk.,1976), yaitu berdasarkan pembentukan glukosa dari substrat
Carboxymethyl Cellulase (CMC) oleh enzim selulase yang dideteksi dengan
penambahan pereaksi DNS (dinitrosalisilic acid) ke dalam larutan uji serta
proses pemanasan, sehingga akan dihasilkan larutan berwarna kuning hingga
merah pekat. Semakin pekat warna larutan sampel dibandingkan larutan
kontrol, maka semakin tinggi aktivitasnya .
5. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan kadar protein adalah
metode Lowry. Metode ini bekerja pada lingkungan alkali dan ion tembaga
(II) bereaksi membentuk kompleks dengan protein. Selanjutnya reagen folin-
20
ciocelteau yang ditambahkan akan mengikat protein. Ikatan ini secara
perlahan akan mereduksi reagen folin menjadi heteromolibdenum dan
merubah warna larutan dari kuning menjadi biru keunguan. Pada metode ini,
pengujian kadar protein didasarkan pada pembentukan komplek Cu2+
dengan
ikatan peptida yang akan tereduksi menjadi Cu+ pada kondisi basa. Cu
+ dan
rantai samping tirosin, triptofan, dan sistein akan bereaksi dengan reagen
folin-ciocelteau. Reagen ini bereaksi menghasilkan produk yang tidak stabil
yang tereduksi secara lambat menjadi molybdenum atau tungesteen blue.
Protein akan menghasilkan intensitas warna yang berbeda tergantung pada
kandungan triptofan dan tirosinnya.
Metode ini relatif sederhana dan dapat diandalkan serta biayanya relatif
murah. Namun, kekurangan dari metode ini adalah sensitif terhadap
perubahan pH dan konsentrasi protein yang rendah. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan volume sampel dalam jumlah
kecil sehingga tidak mempengaruhi reaksi (Lowry dkk, 1951).
F. Kinetika Reaksi Enzim
Parameter dalam kinetika reaksi enzim adalah konstanta Michaelis-Menten (KM)
dan laju reaksi maksimum (Vmaks). Berdasarkan postulat Michaelis dan Menten
pada suatu reaksi enzimatis terdiri dari beberapa fase yaitu pembentukan
kompleks enzim substrat (ES), dimana E adalah enzim dan S adalah substrat,
modifikasi dari substrat membentuk produk (P) yang masih terikat dengan enzim
(EP), dan pelepasan produk dari molekul enzim (Shahib, 2005).
21
Setiap enzim memiliki sifat dan karakteristik yang spesifik seperti yang
ditunjukkan pada sifat spesifisitas interaksi enzim terhadap substrat yang
dinyatakan dengan nilai tetapan Michaelis-Menten (KM). Nilai KM didefinisikan
sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai kecepatan
setengah kecepatan maksimum. Setiap enzim memiliki nilai KM dan Vmaks yang
khas dengan substrat spesifik pada suhu dan pH tertentu (Kamelia dkk, 2005).
Nilai KM yang kecil menunjukkan bahwa kompleks enzim-substrat sangat mantap
dengan afinitas tinggi terhadap substrat, sedangkan jika nilai KM suatu enzim
besar maka enzim tersebut memiliki afinitas rendah terhadap substrat (Page,
1997). Nilai KM suatu enzim dapat dihitung dengan persamaan Lineweaver-Burk
yang diperoleh dari persamaan Michaelis-Menten yang kemudian dihasilkan suatu
diagram Lineweaver-Burk yang ditunjukkan Gambar 8 (Page, 1997).
Persamaan Lineweaver-Burk …(2)
[S]
[S] K1 M
0 maksVV
maksmaks
M
VSV
K
V
111
0
[S] K
S V
M
maks0
V
Persamaan Michaelis-Menten…(1)
22
Gambar 9. Diagram Lineweaver-Burk ( Suhartono, 1989)
G. Stabilitas Enzim
Menurut Kazan dkk., (1997), stabilitas enzim dapat diartikan sebagai kestabilan
aktivitas enzim selama penyimpanan dan penggunaan enzim tersebut, serta
kestabilan terhadap senyawa yang bersifat merusak seperti pelarut tertentu (asam
atau basa), oleh pengaruh suhu dan kondisi – kondisi nonfisiologis lainnya.
Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan enzim yang
mempunyai stabilitas tinggi, yaitu menggunakan enzim yang memiliki stabilitas
ekstrim alami dan mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang secara alami
tidak atau kurang stabil, salah satunya adalah dengan cara memodifikasi enzim
menggunakan zat kimia tertentu.
1. Stabilitas termal enzim
Pada suhu yang terlalu rendah stabilitas enzim tinggi, namun aktivitasnya
rendah, sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi aktivitas enzim tinggi, tetapi
maksV
1
0
1
V
MK
1 S
1
maks
M
V
KSlope
23
kestabilannya rendah. Kenaikan suhu akan mempengaruhi kecepatan laju
reaksi enzim, namun hanya sampai batas tertentu dan selanjutnya akan terjadi
proses denaturasi protein. Daerah suhu saat stabilitas dan aktivitas enzim
cukup besar disebut suhu optimum untuk enzim tersebut (Wirahadikusumah,
1997). Dalam industri, umumnya reaksi-reaksi dilakukan pada suhu tinggi hal
ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kontaminasi dan masalah-masalah
viskositas serta meningkatkan laju reaksi. Namun, suhu yang tinggi ini
merupakan masalah utama dalam stabilitas enzim, karena enzim umumnya
tidak stabil pada suhu tinggi. Proses inaktivasi enzim pada suhu tinggi
berlangsung dalam dua tahap, yaitu:
a. Adanya pembukaan partial (partial unfolding) struktur sekunder, tersier,
atau kuartener molekul enzim.
b. Perubahan struktur primer enzim karena adanya kerusakan asam amino -
asam amino tertentu oleh panas (Ahern dan Klibanov, 1987).
Air memegang peranan penting pada kedua tahap di atas. Oleh karena itu,
dengan menggunakan air seperti pada kondisi mikroakuos, reaksi inaktivasi
oleh panas dapat diperlambat dan stabilitas termal enzim akan meningkat.
Stabilitas termal enzim akan jauh lebih tinggi dalam kondisi kering
dibandingkan dalam kondisi basah. Adanya air sebagai pelumas membuat
konformasi suatu molekul enzim menjadi sangat fleksibel, sehingga bila air
dihilangkan molekul enzim akan menjadi lebih kaku (Virdianingsih, 2002).
24
2. Stabilitas pH enzim
Stabilitas enzim dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu, pH, pelarut,
kofaktor dan kehadiran surfaktan (Eijsink dkk, 2005), dari faktor-faktor
tersebut pH memegang peranan penting. Diperkirakan perubahan keaktifan
pH lingkungan disebabkan terjadinya perubahan ionisasi enzim, substrat atau
kompleks enzim-substrat. Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada
kisaran pH optimum enzim dengan stabilitas yang tinggi (Winarno, 1989).
Pada reaksi enzimatik, sebagian besar enzim akan kehilangan aktivitas
katalitiknya secara cepat dan irreversible pada pH yang jauh dari rentang pH
optimum untuk reaksi enzimatik. Inaktivasi ini terjadi karena unfolding
molekul protein sebagai hasil dari perubahan kesetimbangan elektrostatik dan
ikatan hidrogen (Kazan dkk, 1997).
H. Senyawa Aditif
Senyawa aditif merupakan senyawa yang jika ditambahkan pada larutan enzim
akan meningkatkan stabilitas struktur protein enzim tanpa mempengaruhi
interaksi kovalen pada enzim. Pengaruh senyawa aditif terbatas pada interaksi
non kovalen dengan enzim atau pada sistem pelarut enzim (Wulandari, 2008).
Schwimmer (1981) menggolongkan zat aditif menjadi beberapa kelompok yaitu:
substrat, senyawa hidrofilik, larutan garam dan gula, ion logam, anion, polianion,
polikation, protein dan polimernya, inhibitor protease, senyawa pengkelat, anti
buih, serta senyawa pereduksi dan antioksidan. Golongan alkohol polihidrat
termasuk ke dalam senyawa hidrofilik. Senyawa hidrofilik akan menimbulkan
hidrasi sehingga konfirmasi protein terjaga dari kemungkinan “membuka”, artinya
25
konfirmasi aslinya cenderung tetap stabil. Senyawa ini sifatnya menarik air
(hidrofilik) sehingga dapat menurunkan aktivitas air. Selain itu penambahan
senyawa ini akan meningkatkan interaksi hidrofilik di antara protein enzim
sehingga diduga meningkatkan kestabilannya. Senyawa ini dapat bertindak
sebagai penangkap atau pengikat radikal bebas sehingga mengurangi
kemungkinan oksidasi terhadap enzim (Schwimmer, 1981).
I. Poliol (Alkohol Polihidrat)
Dalam industri polimer, senyawa poliol digunakan sebagai monomer pembentuk
polimer, pemlastis, pemantap, pelunak, dan sebagai bahan aditif lainnya untuk
pengolahan berbagai bahan polimer diantaranya PVC, polietilen, polipropilen,
poliamida, poliester, dan poliuretan (Goddete dkk., 1993).
Semakin besar berat molekul poliol maka makin tinggi pengaruhnya terhadap
stabilitas enzim. Pada penelitian akan dipelajari pengaruh penambahan sorbitol
terhadap stabilitas enzim selulase dari Rhizopus oligosporus. Sorbitol yang
biasanya dikenal sebagai glusitol adalah gula yang metabolismenya lambat dalam
tubuh. Sorbitol dihasilkan oleh reduksi glukosa dengan penggantian gugus
aldehid dengan gugus hidroksil. Sorbitol umumnya digunakan sebagai bahan
baku industri barang konsumsi pengganti gula dalam makanan diet dan permen
karet bebas gula, dan sering digunakan dalam kosmetik modern sebagai
penghilang noda. Sorbitol memiliki titik leleh 95°C, titik didih 296°C, massa
molekul sebesar 182,17 g.mol-1
, densitas sebesar 0,68 g.cm-3
, dengan nama
IUPAC heksana-1,2,3,4,5,6-heksanol (Hart dkk., 2003).
26
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2016 – Februari 2017 di
Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat-alat gelas, jarum ose,
pembakar spritus, mikropipet ependorff, batang pengaduk, neraca analitik,
pengaduk magnet, spatula, sentrifuga, autoclave model S-90N, lemari pendingin,
shaker incubator (orbit environ shaker), kolom kromatografi, waterbath, laminar
air flow CURMA model 9005-FL, thermometer, pH meter, magnetic stirer dan
spektrofotometer UV-VIS Hitachi U2010.
Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Potato Dextrose
Agar (PDA), CMC (Carboxymethyl Cellulose), Yeast Ekstrak, (NH4)2SO4,
KH2PO4, CaCl2, MgSO4, urea, KCl, pepton, sorbitol, ammonium sulfat, akuades,
Na2CO3, NaOH, CuSO4.5H2O, reagen follin ciocalteau, Na/K-tartrat, NaH2PO4,
Na2HPO4, pereaksi DNS, kantong selofan dan kertas saring.
27
Mikroorganisme penghasil enzim selulase yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jamur Rhizopus oligosporus yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi
Bandung.
C. Prosedur Penelitian
1. Penentuan kondisi optimum Rhizopus oligosporus untuk
memproduksi enzim selulase
a. Pembuatan media inokulum dan fermentasi (Sundari, 2012)
Media inokulum dan fermentasi dibuat dengan cara menimbang
bahan-bahan yang terdiri dari (NH4)2SO4 0,14 gr, KH2PO4 0,2gr; urea
0,03gr; CaCl2.2H2O 0,03gr; MgSO4.7H2O 0,03gr; FeSO4.7H2O
0,005gr; ZnSO4.7H2O 0,0014gr; pepton 0,75gr; CMC (Carboxymethyl
Cellulose) 0,75gr; dan yeast ekstrak 0,75gr, yang dilarutkan dalam
akuades sebanyak 100 mL dalam labu erlemmeyer 250 mL dan
disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121oC, tekanan 1 atm
selama 15 menit.
b. Inokulasi Rhizopus oligosporus
Sebanyak 1-3 ose biakan Rhizopus oligosporus dari media agar
miring diinokulasi dalam media inokulum secara aseptis, lalu dikocok
dalam shaker inkubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 35oC
selama 24 jam.
28
2. Produksi dan Isolasi enzim selulase
a. Produksi Enzim selulase
Produksi enzim selulase dilakukan pada kondisi optimum yang
diperoleh pada tahapan selanjutnya.
b. Isolasi enzim selulase
Setelah media fermentasi yang berisi Rhizopus oligospurus dikocok
menggunakan shaker inkubator pada suhu 35°C selama waktu
fermentasi optimum, selanjutnya dipisahkan enzim selulase dari
komponen sel lainnya menggunakan sentrifuga dengan kecepatan
putaran 5000 rpm, pada suhu 4oC selama 25 menit. Filtrat yang
diperoleh disebut ekstrak kasar enzim yang akan diuji aktivitasnya
dengan Metode Mandels dan diukur kadar proteinnya dengan Metode
Lowry.
Prinsip sentrifugasi berdasarkan kecepatan sedimentasi dengan cara
pemusingan. Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan enzim
ekstraseluler dari sisa-sisa sel. Sentrifugasi dilakukan pada suhu
rendah (di bawah suhu kamar) untuk menjaga kehilangan aktivitas
enzim (Suhartono, 1989).
3. Pemurnian enzim selulase
Pada penelitian akan dilakukan pemurnian enzim dengan fraksinasi
menggunakan ammonium sulfat dan dialisis. Proses pengerjaannya
sebagai berikut :
29
a. Pengendapan dengan ammonium sulfat [(NH4)2SO4]
Ekstrak kasar enzim yang diperoleh diendapkan dengan garam
ammonium sulfat pada berbagai derajat kejenuhan yaitu (0-20)%; (20-
40)%; (40-60)%; (60-80)%; dan (80-100)% untuk mengetahui pada fraksi
mana enzim selulase terendapkan. Skema proses pengendapan protein
enzim dengan penambahan garam ammonium sulfat ditunjukkan pada
Gambar 11.
Sejumlah ekstrak kasar enzim yang diperoleh ditambahkan garam
ammonium sulfat secara perlahan sambil diaduk dengan magnetic stirer
pada suhu 4oC. Endapan protein enzim yang didapatkan pada tiap fraksi
kejenuhan ammonium sulfat dipisahkan dari filtratnya dengan sentrifugasi
dingin pada kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Kemudian diuji
aktivitasnya dengan metode Mandels, serta diukur kadar proteinnya
dengan metode Lowry. Selanjutnya, filtrat yang didapat dari fraksi (0-
20)% digunakan untuk diendapkan dengan fraksi kejenuhan selanjutnya
dengan prosedur yang sama.
30
Gambar 11. Skema proses pengendapan protein enzim dengan ammonium sulfat
b. Dialisis
Endapan enzim yang telah dilarutkan dari tiap fraksi ammonium sulfat
dengan aktivitas spesifik yang tinggi dimasukkan ke dalam kantong
selofan dan didialisis dengan bufer fosfat 0,01 M pH 5 selama ±24 jam
pada suhu dingin. Selama dialisis, dilakukan pergantian larutan bufer
selama 4-6 jam agar konsentrasi ion-ion di dalam kantong dialisis dapat
dikurangi. Proses ini dilakukan secara kontinu sampai ion-ion di dalam
kantong dialisis dapat diabaikan. Untuk mengetahui bahwa sudah tidak
ada lagi ion-ion garam dalam kantong, maka diuji dengan menambahkan
larutan Ba(OH)2 atau BaCl2. Bila masih ada ion sulfat dalam kantong,
maka akan terbentuk endapan putih BaSO4. Semakin banyak endapan
+ (NH4)2SO4 (0-20%)
+ (NH4)2SO4 (20-40%)
Ekstrak Kasar Enzim
Endapan(F1) Filtrat
Endapan(F2) Filtrat
Endapan(F3) Filtrat
+ (NH4)2SO4 (40-60%)
Endapan(F4) Filtrat
+ (NH4)2SO4 (60-80%)
+ (NH4)2SO4 (80-100%)
Endapan(F5) Filtrat
31
yang terbentuk, maka semakin banyak ion sulfat yang ada dalam kantong.
Selanjutnya dilakukan uji aktivitas dengan metode Mandels serta diukur
kadar proteinnya dengan metode Lowry.
4. Uji aktivitas enzim selulase
a. Pembuatan pereaksi untuk pengujian aktivitas enzim selulase
metode Mandels (Mandels et al., 1976)
Ke dalam labu ukur 100 mL, dimasukkan 1% NaOH, 1 mL Na(K)
tartarat 40%, 1% DNS (dinitrosalisilic acid), 0,2% fenol dan 0,05%
Na2SO3 kemudian dilarutkan dengan 100 mL akuades hingga tanda
batas.
b. Pengujian aktivitas enzim selulase metode Mandels
Metode ini berdasarkan glukosa yang terbentuk (Mandels et al.,
1976). Sebanyak 0,25 mL enzim, 0,25 mL larutan CMC 0,5% dalam
buffer fospat pH 5,0 dicampur lalu diinkubasi selama 60 menit pada
suhu 50oC. Kemudian ditambahkan 1 mL pereaksi DNS
(dinitrosalisilic acid) dididihkan selama 10 menit pada penangas air
dan didinginkan. Setelah dingin, campuran ditambahkan akuades
sebanyak 1,5 mLdan diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm. Kadar
glukosa yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan kurva
standar glukosa
32
5. Penentuan kadar protein enzim selulase
a. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran kadar protein enzim
selulase metode Lowry
Pereaksi A : 2 gram Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL NaOH
0,1N.
Pereaksi B : 5 mL larutan CuSO4.5H2O 1% ditambahkan ke
dalam 5 mL larutan Na/K-tartrat 1%.
Pereaksi C : 2 mL pereaksi B + 100 mL pereaksi A.
Pereaksi D : reagen folin ciocelteau diencerkan dengan akuades
1:1.
Larutan standar : Larutan BSA (Bovine Serum Albumin) dengan
kadar 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140 ppm.
b. Penentuan kadar protein enzim selulase metode Lowry
Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry (1951).
Sebanyak 0,1 mL enzim yang akan diukur kadar proteinnya
ditambahkan 0,9 mL akuades lalu direaksikan dengan 5 mL pereaksi
C dan campuran diaduk rata kemudian dibiarkan selama 10 menit
pada suhu kamar. Setelah itu ditambahkan dengan cepat 0,5 mL
pereaksi D dan diaduk dengan sempurna, didiamkan selama 30 menit
pada suhu kamar. Untuk kontrol, 0,1 mL enzim diganti dengan 0,1
mL akuades, selanjutnya perlakuannya sama seperti sampel.
Serapannya diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada λ
750 nm. Untuk menentukan konsentrasi protein enzim yang
digunakan kurva standar BSA (Bovine Serum Albumin).
33
6. Penambahan sorbitol
Larutan poliol yang digunakan yaitu sorbitol. Larutan poliol ditambahkan
pada enzim hasil pemurnian dengan konsentrasi 0,5 M; 1 M; dan 1,5 M
dengan perbandingan 1:1.
7. Karakteristik enzim (sebelum dan setelah penambahan sorbitol)
Karakterisasi enzim sebelum dan setelah penambahan sorbitol meliputi:
penentuan pH dan suhu optimum, penentuan data kinetika (KM dan Vmaks),
serta penentuan kestabilan terhadap suhu dan pH.
a. Penentuan pH dan suhu optimum
1) Penentuan pH optimum
Untuk mengetahui pH optimum enzim sebelum dan setelah
penambahan sorbitol digunakan variasi pH sebagai berikut : 5,0;
5,5; 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; dan 8,0. Suhunya dijaga tetap pada 50°C,
kemudian dilanjutkan dengan pengukuran aktivitas enzim dengan
metode Mandels.
2) Penentuan suhu optimum
Untuk mengetahui suhu optimum kerja enzim sebelum dan
setelah penambahan sorbitol dilakukan dengan variasi suhu yaitu
40; 45; 50; 55; 60; 65; dan 70°C, pH tetap dijaga pada pH
optimum. Selanjutnya diuji aktivitas enzim dengan metode
Mandels.
34
b. Penentuan data kinetika enzim (nilai KM dan Vmaks)
Konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum (Vmaks)
enzim sebelum dan setelah penambahan sorbitol ditentukan dari kurva
Lineweaver-Burk. Kurva Lineweaver-Burk dibuat dengan menguji
aktivitas enzim selulase dengan variasi konsentrasi substrat 0,2; 0,4;
0,6; 0,8; 1 dan 1,25% dalam buffer phosfat pada pH 6 dan suhu 50°C
selama 60 menit. Selanjutnya diukur aktivitas enzim dengan metode
Mandels.
c. Uji stabilitas termal dan pH enzim (Yang et al., 1996)
Penentuan stabilitas termal enzim dilakukan dengan mengukur
aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 100 menit pada suhu
50°C dan pH 6. Caranya adalah dengan mengukur aktivitas enzim
setelah proses pemanasan setiap interval waktu 10 menit. Aktivitas
awal enzim (tanpa proses pemanasan) diberi nilai 100%.
Aktivitas sisa = perlakuan) (tanpa awal enzim Aktivitas
perlakuansetelah enzim Aktivitas x 100%
(Virdianingsih, 2002).
Secara keseluruhan penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian yang
ditunjukkan dalam Gambar 12.
35
Gambar 12. Diagram alir penelitian
Karakterisasi enzim
Penentuan pH
dan suhu
optimum
Penentuan KM
dan Vmaks
Uji Stabilitas
Termal dan
pH Enzim
Produksi enzim
Ekstrak kasar enzim
Pemurnian enzim :
1. Fraksinasi
2. Dialisis
Uji aktivitas enzim selulase
metode Mandels dan
penentuan kadar protein
metode Lowry.
Penambahan Sorbitol
Enzim setelah penambahan
Sorbitol
Uji aktivitas enzim
selulase metode
Mandels
Enzim Tanpa Sorbitol Enzim Tanpa Sorbitol Enzim Setelah Penambahan
Sorbitol
49
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Aktivitas spesifik enzim hasil pemurnian sebesar 35,2038 U/mg,
meningkat kemurniannya 10 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim
dengan aktivitas spesifik sebesar 3,48078 U/mg.
2. Enzim selulase hasil pemurnian mempunyai pH optimum 5,5 dan suhu
optimum 65oC, harga KM 18,69 mgmL
-1 substrat, dan harga Vmaks = 0,856
μmol mL-1
menit-1
.
3. Uji stabilitas enzim hasil pemurnian pada pH dan suhu optimum selama
60 menit memiliki aktivitas sisa (%) sebesar 5,61%, ki = 0,043 menit-1
,
t1/2 = 16,11 menit, dan ∆Gi = 98,77 kJ mol-1
.
4. Enzim hasil setelah penambahan sorbitol dengan konsentrasi 0,5; 1; dan
1,5 M mempunyai pH optimum yang sama dengan enzim hasil
pemurnian yaitu pH 5,5 dan suhu optimum yang sama yaitu 65oC.
5. Enzim setelah penambahan sorbitol dengan konsentrasi 0,5 M memiliki
nilai KM 17,37 mgmL-1
substrat, dan harga Vmaks = 0,596 μmol mL-1
menit-1
.
50
6. Enzim setelah penambahan sorbitol dengan konsentrasi 1 M memiliki
nilai KM 14,72 mgmL-1
substrat, dan harga Vmaks = 0,342 μmol mL-1
menit-1
.
7. Enzim setelah penambahan sorbitol dengan konsentrasi 1,5 M memiliki
nilai KM 11,33 mgmL-1
substrat, dan harga Vmaks = 0,223 μmol mL-1
menit-1
.
8. Enzim setelah penambahan sorbitol dengan konsentrasi 0,5; 1; dan 1,5M
memiliki nilai ki berturut-turut sebagai berikut : 0,039; 0,031; dan 0,027
menit-1
; waktu paruh berturut-turut sebagai berikut : 17,76 menit; 22,35
menit, dan 25,66 menit; ΔGi berturut-turut sebagai berikut : 99,32
kJ/mol; 99,65 kJ/mol; dan 100,23 kJ/mol.
9. Penambahan sorbitol pada enzim selulase hasil pemurnian dapat
meningkatkan kestabilan enzim terhadap pH dan suhu, penurunan nilai
ki, peningkatan waktu paruh dan ∆Gi. Hal ini menunjukkan bahwa enzim
hasil modifikasi lebih stabil dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk
menggunakan konsentrasi sorbitol yang lebih tinggi lagi dari penelitian
sebelumnya untuk melihat kestabilan enzim terhadap sorbitol pada
konsentrasi yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustien. A. and Munir. E. 1997. Purifikasi penisilin asilase dari Bacillus.
Prosiding Seminar Wawasan Keilmuan Untuk Meningkatkan Kualitas
Pembangunan Bangsa Indonesia. Malaysia. PPI Universitas Sains
Malaysia. 270-177.
Ahern, T.J.and A.M. Klibanov. 1987. Why do enzyme irreversibly inactive at
high temperature. Biotec 1. Microbial Genetic Engineering and Enzyme
Technology. Gustav Fischer. Stuttgart. New York.
Campbell, Neil A. 2002. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Chalal, D.S 1983. Growth Characteristic Of Microorganism In Solid State
Fermentation For Uppgrading Of Protein Values Of Lignocelluloses And
Cellulose Production. American Chemical Society: 205 – 310.
Cooper, Donald R., dan Emory, William C. 1997. Metode Penelitian Bisnis.
Erlangga, Jakarta.
Duff, S.J.B and Murray, W.D. 1996. Bioconvertion of forest products industry
waste cellulosics to fuel ethanol: a review. Bioresource Technology.
Dryer, R.L. 1993. Biokimia. Jilid 1. UGM Press. Yogyakarta. 180-181.
Eijnsink, G.H., G. Sirgit, V. Torben, and Bertus van de Burg. 2005. Directed
Evolution of Enzym Stability. Biomolecular Engineering. Elsevier Science
Inc. New York. 23: 21-30.
Fitriyanti. 2014 . Peningkatan Kestabilitas Enzim selulase dari Bacillus subtilis
ITBCCB148 Dengan Modifikasi Kimia Menggunakan Sianurat Klorida
Polietilenglikol (CC-PEG). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
52
Francis, G.E., C. Delgado and D. Fisher. 1992. PEG-modified Proteins In
Stability of Protein Pharmaceuticals Part B. Ahern, T.J. and M. C.
Manning editor. Plenum Press. New York. 246-247.
Fessenden, R.J. dan Fessenden J.S. 1982. Kimia Organik. Jilid 2. Alih bahasa oleh
Aloysios H.P. Erlangga. Jakarta.
Goddete, D.W., C. Terri, F.L. Beth, L. Maria, R.M. Jonathan, P. Christian, B.R.
Robert, S.Y. Shiow, and C.R. Wilson. 1993. Strategy and implementation
of a system for protein engineering. Journal of Bioechnology. 28: 41-54.
Grisham, Charles M.; and Reginald H. Garrett. 1999. Biochemistry. Saunders
College Pub. Philadelphia.
Gunam, I.B.W, Hardiman, T. Utami, 2004. Chemical Pretreatments on Bagasse to
Enhance Hydrolysis of Its Cellulose Enzymatically. The 3th Hokkaido
Indonesian Student Association Scientific meeting (HISAS 3). Sapporo.
Hart, H. 1983. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Kasmidjo. 1990. Tempe, Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. Semarang: Soegijapranata Press.
Kamelia, R., Muliawati S. and Dessy N. 2005. Isolasi dan Karakterisasi Protease
Intraseluler Termostabil dari Bakteri Bacillus stearothermophilus RP1.
Seminar Nasional MIPA. Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Kazan, D., H. Ertan and A. Erarslan. 1997. Stabilization of Escherichia coli
Penicillin G acylase agains thermal Inactivation by cross-linking with
dextran dialdehyde polymers. Applied. Microbiology and Biotechnology.
48: 191-197.
Koolman, J. 2001. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Penerbit Hipokrates.
Jakarta.
Kwon, D.Y. and Rhee, J.S. 1986. A Simple and Rapid Colometric Method for
53
Determination of Free Fatty Acid for Lipase Assay. J.A.O.C.S. 63. 69-92.
Lay, B. W. and Sugyo,H. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta. 107-112.
Lee, S.M., and Koo, Y.M. 2001. Pilot scale production of cellulose using
Trichoderma reesei Rut C-30 in fed-batch mode. Journal of Microbiology
and. Biotechnology. 11: 229-233
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Alih bahasa oleh Maggy
Thenawidjaya. Erlangga. Jakarta. 369 halaman.
Lehninger, A. L. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Alih bahasa oleh Maggy
Thenawidjaya. Erlangga. Jakarta.
Lowry, O. H., N. J., Rosebrough, A. L., Farr, R. J. Randall. 1951. Protein
measurement with the folin phenol reagent. Journal of Biology and
Chemistry. 193-265.
Mandels, M., A. Raymond, R. Charles. 1976. Measurement of saccharifying
cellulose. Biotechnology and Bioengineering. John Wiley & Sons Inc.
Martoharsono, S. 1993. Biokimia. Jilid I. UGM-Press. Yogyakarta. 81-83.
Martoharsono, S. 2006. Biokimia. Jilid I. UGM-Press. Yogyakarta. 91 halaman.
McPhie, J., Doyle, M., & Allen, R., 1971, Volcaniclastic Textures, A Guide To
Interpretastion of textures in volcanic rocks, Centre of Ore Depostit and
Exploration Studies Universuty of Tasmania, Tasmania,
Murray, R.K. dkk. 2003. Biokimia Klinik Edisi 4. Jakarta :EGC.
Page, D.S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. 465 halaman.
Page, D.S. 1989. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. 386 halaman.
54
Pelczar, M.J. and E. C. S. Chan. 1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi. UI Press.
Jakarta. 409 halaman.
Perry, H. Robert, and D.W. Green. 1999. Chemical Engineering Handbook 7th
Edition. McGraw-Hill Book Company. New York.
Pitt, J.I dan Hocking, A.D, 1985. Fungi and Food Spoilage. Academic Press,
Sydney.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. 155-160.
Pohl, T. 1990. Concentration of Protein Removal of Salute dalam M.P. Deutscher,
Methods of Enzymology. Guide to Protein Purification. 182. Academic
Press. New York.
Reed, G.. 1975. Enzymes in Food Processing. Academic Press. New York. 212.
Reese, E.T. 1976. History of cellulase program at U.S. Army Natick Development
Center. Biotechnology and Bioengineering. Vol: 6. John Wiley & Sons
Inc.
Rodwell, V.W. 2011. Harper’s Review of Biochemistry. EGC Kedokteran.
Jakarta.
Samson, R. A. dan Hoekstra, E. S. 2004. Introduction to Food and Airborne
Fungi 7 edition. CBS. Utrecht, Netherland.
Sariningsih, R. 2000. Produksi Enzim Protease oleh Bacillus subtilis BAC-4.
(Skripsi). UNPAD. Bandung.
Shahib, N. 2005. Biologi Molekular Medik I. Unpad Press. Bandung. 164-167.
Schwimmer, S. 1981. Source Book of Food Enzymology. AVI Publishing Co., Inc.
Connecticut.
Scopes, R.K. 1982. Protein Purification. Springer Verlag. New York.
55
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu: Dasar – dasar dan Penggunaan. Jilid 2.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
Stahl, S. 1999. Thermophilic Microorganism: The Biological Background for
Thermophily and Thermoresistence of Enzyme in Thermostabilyty of
Enzyme. Gupta M. N editor. Springer Verlag. New Delhi. 59-60.
Suhartono. M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Penelitian Antar Universitas.
IPB. Bogor.
Suhartono, M.T., A. Suwanto, dan H. Widjaja. 1992. Diklat Struktur dan
Biokimiawi Protein. Penelitian Antar Universitas. IPB. Bogor.
Sundari, Eka Sulis. 2011. Peningkatan Kestabilitas Enzim α-amilase dari Bacillus
subtilis ITBCCB148 Dengan Modifikasi Kimia Menggunakan Sitrakonat
Anhidrida. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Virdianingsih, R. 2002. Mempelajari Stabilitas Termal Enzim Protease dari
Bacillus pumilus y1 dalam Pelarut Heksana, Toluena, dan Benzena.
(Skripsi). Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Walsh, G., and D.R. Headon. 1994. Protein Biotechnology. John Willey and Sons.
New York.
Watson, J. D. 1987. Molecular Biology of the Gene. CSHL Press. USA.
Weagen ES. 1984. Strategies for increasing the stability of enzymes, in enzyme
engineering. The New York Academy of Sciences, New York. 7 : 1 – 19.
Wilda, L.S., S. Sumaryati. and Jamsari. 2013. Optimization of Protease Activity
from Lactic Acid Bakteria (Lab) pediococcus pentosaceus Isolated from
Saursop Fermentasi (Annona muriatal). Jurnal Kimia Unand (ISSN No.
2303-3401). 2(1).
Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia: Protein, Enzim dan Asam Nukleat. ITB.
Press. Bandung. 102 halaman.
56
Wirahadikusumah, M. 1997. Biokimia: Protein, Enzim dan Asam Nukleat. ITB.
Press. Bandung. 91 halaman.
Winarno, F.G. 1989. Enzim Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G. 2002. Enzim Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wolfe, S.L. 1993. Molecular and Cellular Biology. Wadsworth Publishing
Company. California.
Wulandari, P. 2008. Studi Pengaruh Penambahan Poliol Terhadap Stabilitas
Termal Enzim α-amilase dari Rhizopus oryzae. (Skripsi). Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Wyk, J.P.H.V., M. Mohulatsi. 2003. Biodegradation of wastepaper by cellulase
from Trichoderma viride. Bioresource Technology. 86: 21–23.
Yandriano, V. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Enzim Amilase dari Bakteri
Alkaloteron Asal Limbah Cair Tapioka di Daerah Karang Rejo Jati Agung
Lampung Selatan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Yang, Z., D. Michael, A. Robert, X.Y. Fang and J.R. Alan. 1996. Polyethylene
glycol-induced stabilization of subtilisin. Enzyme Microb. Technol. 18:
82-89.