OPTIMALISASI FUNGSI MASJID DI MASA PANDEMI COVID-19 …
185
OPTIMALISASI FUNGSI MASJID DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi Kasus pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh FATRIANA SAFITRI HARSYAM 105381120116 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI 2021
OPTIMALISASI FUNGSI MASJID DI MASA PANDEMI COVID-19 …
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
“Jangan bandingkan prosesmu dengan orang lain karena tidak semua
bunga
tumbuh dan mekar bersamaan”
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada kedua orang tuaku sebagai tanda
bakti, hormat,
dan rasa terima kasih tidak terhingga kupersembahkan karya kecil
ini kepada
mamaku tersayang (Hartati Thamrin, S. Pd. I), papaku tercinta
(Syamsul Alam),
serta keluargaku yang telah memberikan kasih sayang, segala
dukungan, dan cinta
kasih yang tiada hingga yang tiada mungkin bisa kubalas hanya
dengan selembar
kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini
menjadi langkah
awal untuk membuat kedua orang tuaku bahagia. Terima kasih telah
memberikan
motivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakan, dan
selalu
menasehati.
vii
ABSTRAK
Fatriana Safitri Harsyam, 2021. Optimalisasi Fungsi Masjid di Masa
Pandemi
Covid-19 (Studi Kasus pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar).
Skripsi.
Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh Muhammad Nawir sebagai
pembimbing I dan Sam’un Mukramin sebagai pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
cara
mengoptimalisasi fungsi masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar pada
masa
pandemi Covid-19. Penelitian ini dilakukan di Masjid Al-Markaz
Al-Islami
Makassar. Metode penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif dengan
menerapkan pendekatan studi kasus yang dilakukan secara intensif,
terinci dan
mendalam tentang Optimalisasi fungsi masjid Al-Markaz Al-Islami
Makassar di
masa pandemi Covid-19. Sumber data yang diolah merupakan sumber
data primer
dan data sekunder. Teknik analisis data melalui berbagai tahapan
yaitu, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan teknik
keabsahan data
menggunakan triangulasi sumber, metode dan triangulasi
teknik.
Dalam mengoptimalisasi fungsi masjid baik pada tingkat
intensifikasi
maupun ekstensifikasi, berperan dalam pembinaan masyarakat, bukan
saja dalam
aspek dalam keguatan ibadah sebagai upaya peningkatan spiritual
tapi juga bagi
pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan
lainnya
sesuai perkembangan zaman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Optimalisasi fungsi Masjid
Al-
Markaz Al-Islami Makassar dimasa pandemi Covid-19 ini bahwa surat
edaran dari
Kementrian Agama Republik Indonesia No. SE 15 Tahun 2020
tentang
pelaksanaan protokol penanganan Covid-19 pada rumah Ibadah atau
masjid.
Sebelum pandemi Covid-19 terjadi berbagai macam fungsi masjid
seperti: fungsi
keagamaan, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi dan jasa, fungsi
sosial dan
kesehatan, dan fungsi hubungan masyarakat. Akan tetapi, dari
beberapa fungsi
tersebut dibatasi atau sebagian ditiadakan, memberikan pengawasan
penerapan
protokol kesehatan, kegiatan di masjid harus dibatasi, kerja sama
pengurus masjid
dan Satgas Gugus Covid-19 atau petugas kesehatan lainnya,
menyediakan fasilitas
cuci tangan, memberikan arahan kepada jama’ah agar mematuhi
protokol
kesehatan, menjaga jarak minimal 1 meter, wajib memakai masker pada
saat
memasuki area masjid dan mengecek suhu badan jama’ah pada saat
masuk di pintu
1.
viii
ABSTRACT
Fatriana Safitri Harsyam, 2021. Optimizing the Function of Mosques
during the
Covid-19 Pandemic (Case Study at the Al-Markaz Al-Islami Mosque in
Makassar).
Essay. Department of Sociology Education, Faculty of Teacher
Training and
Education, Muhammadiyah University of Makassar. Guided by Muhammad
Nawir
as supervisor I and Sam'un Mukramin as mentor II.
This study aims to determine and analyze how to optimize the
function of
the Al-Markaz Al-Islami Makassar mosque during the Covid-19
pandemic. This
research was conducted at the Al-Markaz Al-Islami Mosque in
Makassar. This
research method is a type of qualitative research by applying a
case study approach
which is carried out intensively, in detail and in depth regarding
the optimization
of the function of the Al-Markaz Al-Islami mosque in Makassar
during the Covid-
19 pandemic. The data sources that are processed are primary data
sources and
secondary data. The technique of analyzing data through various
stages, namely,
data reduction, data presentation, and drawing conclusions.
Meanwhile, the data
validity technique used source triangulation, method and technique
triangulation.
In optimizing the function of the mosque both at the level of
intensification
and extensification, it plays a role in community development, not
only in the aspect
of the power of worship as an effort to increase spirituality but
also for fostering
aspects of social, political and economic insight as well as other
insights according
to the times.
The results of this study indicate that, optimizing the function of
the Al-
Markaz Al-Islami Mosque in Makassar during the Covid-19 pandemic
that the
circular from the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia
No. SE 15/2020
concerning the implementation of the Covid-19 handling protocol in
houses of
worship or mosques. Before the Covid-19 pandemic, various functions
of mosques
occurred, such as: religious functions, educational functions,
economic and service
functions, social and health functions, and public relations
functions. However,
some of these functions are limited or partially eliminated,
providing supervision
of the implementation of health protocols, activities in mosques
must be limited,
cooperation between mosque administrators and the Covid-19 Task
Force or other
health workers, providing hand washing facilities, giving
directions to
congregations to comply health protocol, maintaining a minimum
distance of 1
meter, must wear a mask when entering the mosque area and check the
body
temperature of the congregation when entering at door 1.
Keywords: Optimization, Mosque Function, Covid-19 Pandemic.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt atas segala rahmat, hidayat dan
karunia
pertolongan-Nya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw sosok
teladan
umat dalam segala perilaku keseharian yang berorientasi kemuliaan
hidup di dunia
dan akhirat. Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, Sehingga
penulis
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Optimalisasi Fungsi Masjid
di Masa
Pandemi Covid-19 (Studi Kasus pada Masjid Al-Markaz Al-Islami
Makassar)” yang merupakan salah satu syarat guna menempuh ujian
gelar Sarjana
Pendidikan Sosiologi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di
Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak
yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran, ilmu pengetahuan,
motivasi beserta
doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Keberhasilan
dalam
penyelesaian skripsi ini tidak hanya terletak pada diri peneliti
semata tetapi
tentunya banyak pihak yang memberikan sumbangsi khususnya kepada
orang tua,
ibunda tercinta Hartati Thamrin, S. Pd. I dan ayahanda tercinta
Syamsul Alam M
yang selama ini telah memberikan dukungan dan do’a yang tidak
pernah putus dan
hampir tidak mungkin bisa dibalaskan oleh apapun serta kakak ku
tercinta
Zulhijrianti Harsyam dan adik-adik ku tercinta Muhammad Ivan
Firdaus Harsyam,
Muhammad Arief Rivan Harsyam, Adriana Aisyah Harsyam dan kakak
sepupu
x
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis
menimba ilmu pengetahuan di kampus tercinta ini. Bapak Erwin Akib,
M. Pd., Ph.D
selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah
Makassar. Bapak Drs. H. Nurdin, M. Pd. Ketua Program Studi
Pendidikan
Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Bapak Kaharuddin,
S. Pd,.
M. Pd., Pd. D Sekertaris Jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas
Muhammadiyah
Makassar.
Bapak Dr. Muhammad Nawir, M. Pd selaku pembimbing I yang
telah
memberikan saran, motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penuliasn
sehingga
tersusunnya skripsi ini. Bapak Sam’un Mukramin, S. Pd., M. Pd
sekalu
pembimbing II yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran membimbing
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu atas
bimbingan, arahan dan jasa-jasa yang tak ternilai harganya kepada
penulis. Bagian
akademik yang telah melayani kami mahasiswa selama empat tahun
menjadi
mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Andi Fitri Wulandari Ishan dan Nur Azizah Zulhak Liwang sebagai
sahabat
dari bangku SMA yang tidak berhenti memberikan semangat kepada
peneliti. Sitti
xi
Rahmi, Nur IndahSari, Nur Indah Fajrini, Sri Wahyuni, Siti Asma,
Elsa Asmiralda
sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada
peneliti.
Semua teman-teman Kelas Sosiologi E 2016, yang tidak bisa saya
sebutkan satu
persatu, jangan cepat puas dengan hasil yang di capai dan sampai
jumpa dipuncak
kesuksesan dan terima kasih atas dukungannya.
Teman-teman Magang 3 dan P2K yang tidak sempat disebut satu
persatu,
terima kasih atas segala dorongan dan selalu menghibur dan
mendukung peneliti.
Semua pihak yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu yang telag
membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas bantuan dan
dukungannya.
Demikianlah mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
peneliti
khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga Allah melimpahkan pahala
yang
berlipat ganda atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti
dalam
menyelesaikan skripsi ini, Aamiin Yarobbal Alamin.
Makassar, 06 Januari 2021
A. Kajian Konsep
.........................................................................................
9
D. Kerangka Pikir
.......................................................................................
27
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
............................................................
29
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
.................................................................
30
C. Fokus Penelitian
......................................................................................
30
D. Informan Penelitian
.................................................................................
30
F. Instrumen Penelitian
..............................................................................
32
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
........................................... 36
A. Deskripsi Umum Daerah Penelitian
....................................................... 36
1. Sejarah Singkat Kota Makassar
....................................................... 36
2. Keadaan Penduduk berdasarkan Umat Beragama
............................ 36
3. Jumlah Masjid berdasarkan Kecamatan Bontoala
............................ 37
B. Deskripsi Khusus Latar Penelitian
.......................................................... 38
1. Sejarah Masjid Al-Markaz Al-Islami
................................................ 38
2. Struktur Organisasi atay Yayasan
.................................................... 43
3. Keadaan Keagamaan
........................................................................
44
4. Keadaan Pendidikan
.........................................................................
45
6. Kegiatan Lain
....................................................................................
46
A. Hasil Penelitian
.......................................................................................
48
A. Simpulan
.................................................................................................
65
B. Saran
......................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................
67
Gambar 1.2 Struktur YIC Al-Markaz Al-Islami
........................................ 43
Gambar 1.3 Keadaan Masjid di masa Pandemi Covid-19
......................... 49
Gambar 1.4 Pelaksanaan TPA di masa Pandemi Covid-19
....................... 52
Gambar 1.5 Pelaksanaan Pindah Agama (Mualaf)
.................................... 53
Gambar 1.6 Pelaksanaan Shalat Jum’at
.................................................... 54
Gambar 1.7 Area Wajib Masker dan Cuci Tangan
.................................... 55
1
disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (Sars-CoV-2).
Penyakit ini
pertama kali ditemukan pada Desember 2019 di Wuhan, Ibukota
Provinsi Hubei
China, dan sejak itu menyebar secara global, mengakibatkan pandemi
coronavirus
2019-2020. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan
wabah
coronavirus 2019-2020 sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat
Internasional
(PHEIC) pada 30 Januari 2020, dan pandemi 11 Maret 2020. Wabah
penyakit ini
begitu sangat mengguncang masyarakat dunia, mengingat hampir 200
Negara di
Dunia terjangkit oleh virus ini termasuk Indonesia. Berbagai upaya
pencegahan
penyebaran virus Covid-19 pun dilakukan oleh pemerintah di
negara-negara di
dunia guna memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini, yang
disebut dengan
istilah lockdown dan social distancing.
Istilah lockdown dan social distancing ini juga dianjurkan dalam
ajaran
Islam. Jauh sebelum kasus ini muncul, telah terdapat juga sebuah
wabah yang
dikenal dengan istilah Tho'un. Lalu apakah Corona bisa disamakan
dengan tho'un.
Melihat definisi para Ulama, wabah Corona ini tidak bisa
dikategorikan thoun,
karena thoun lebih khusus dan spesifik dibandingkan dengan wabah,
namun
walaupun berbeda dari sisi penamaan, penyakit ini sama-sama
berbahaya dan
menular yang tidak bisa disepelekan. Jika diturut dari sejarah
terjadinya, penyakit-
penyakit wabah semacam corona ini ataupun tho'un, sudah ditemukan
sejak masa
2
Nabi Muhammad SAW dan bahkan jauh sebelum nabi diutus, yaitu pada
zaman
Bani Isra'il. Sehingga pada akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI)
fatwa Nomor
14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Ibadah dirumah dalam situasi
terjadi
Wabah Covid-19 yang berbunyi "Setiap orang wajib melakukan ikhtiar
menjaga
kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat
menyebabkannya terpapar
penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok
beragama".
Adapun surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama
Republik
Indonesia No. SE. 15 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Protokol
Penanganan
Covid-19 pada Rumah Ibadah/Masjid. Dengan himbauan sebagai berikut;
1)
Pastikan seluruh area rumah ibadah bersih dengan melakukan
pembersihan area
rumah ibadah dengan menggunakan disinfektan, terutama pada
menjelang aktivitas
padat (pagi, siang, dan sore hari) di setiap media dan lokasi
representatif (ruang
utama peribadahan, pegangan pintu, tombol lift, pegangan eskalator,
dan lain-lain);
2) Gulung dan sisihkan karpet dengan menggunakan sajadah/alas milik
sendiri
untuk beribadah; 3) Siapkan alat deteksi suhu tubuh di pintu masuk
dan jika suhu
tubuh masyarakat terdeteksi ≥ 38° C, dianjurkan untuk segera
memeriksakan
kondisi tubuh ke fasilitas layanan kesehatan terdekat; 4) Sampaikan
pesan menjaga
kesehatan dengan pastikan ada pesan terkait pentingnya menjaga
kebersihan dan
kesehatan dalam rangka mencegah penyebaran penyakit khususnya
Covid-19 dan
hindari kebiasaan bersalaman atau bercium pipi; 5) Biasakan cuci
tangan secara
teratur dan menyeluruh dengan pajang poster mengenai pentingnya
cuci tangan dan
tata cara cuci tangan yang benar, pastikan rumah ibadah memiliki
akses untuk cuci
tangan dengan sabun dan air atau hand sanitizer, tempatkan media
pembersih
3
tangan di tempat-tempat yang strategis dan muda dijangkau oleh
jama’ah dan
pastikan dapat diisi ulang secara teratur; 6) Mensosialisasikan
etika batuk/bersin
dengan memajang poster tentang mengenai pentingnya menerapkan
etika
batuk/bersin serta tata caranya yang benar di rumah ibadah; 7)
Memperbaharui
informasi tentang Covid-19 secara reguler dengan menyediakan media
komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) mengenai pencegahan dan pengendalian
Covid-19 di
lokasi yang mudah dijangkau; 8) Mengajak kepada seluruh umat
beragama untuk
terus waspada dan senantiasa berdoa kepada Allah Swt, Tuhan yang
Maha Esa
untuk memohon perlindungan dan keselamatan dari berbagai musibah
dan
marabahaya, terutama dari ancaman Covid-19.
Seperti yang diketahui bahwa masjid adalah salah satu simbol Islam.
Di
samping ia merupakan barometer atau ukuran dari suasana dan keadaan
masyarakat
muslim. Masjid merupakan perangkat masyarakat yang pertama
didirikan oleh
Rasulullah Saw begitu beliau sampai di Madinah setelah menempuh
perjalanan
hijrah yang melelahkan. Di zaman Nabi Muhammad Saw masjid telah
menjadi
pusat kegiatan dan informasi sebagai masalah kehidupan umat muslim.
Selain itu,
menjadi tempat bermusyawarah, mengadili perkara, menyampaikan
penerangan
agama, dan dapat menyelenggarakan pendidikan baik anak-anak maupun
orang
dewasa.
Pada dasarnya didalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang
membahas
tentang masjid, seperti dalam ayat berikut :
–
4
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,
serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak
takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At-Taubah (9) :
18).
Adapun masa dimana Khalifah Bani Umayyah masjid berfungsi
sebagai
tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama tentang kegamaan.
Pada masa
Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan Islam masjid yang
didirikan oleh
pengusaha pada umumnya dilengkapi berbagai macam sarana dan
fasilitas
bertujuan untuk tempat pendidikan anak-anak, pendidikan pengajian,
tempat untuk
berdiskusi dan muhadzarah dalam berbagi ilmu pengetahuan yang cukup
banyak
(Anis, 2015: 3).
Masjid adalah tempat ibadah sekaligus pusat peradaban umat Islam.
Masjid
menjadi sentral kegiatan kaum Muslim di berbagai bidang seperti
pemerintahan,
politik, sosial, ekonomi, peradilan, bahkan kemiliteran dibahas dan
dipecahkan di
masjid, masjid juga sebagai pusat pengembangan kebudayaan. Di kota
Makassar,
ada satu masjid yang indah nan megah sekaligus menjadi pusat
peradaban Islam di
Indonesia bagian timur. Namanya Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal
M. Jusuf.
Sesuai dengan namanya, markaz dalam bahasa Arab artinya adalah
pusat. Masjid
ini menjadi kebanggaan masyarakat kota Angin Mamiri. Masjid
tersebut berlokasi
di jalan Masjid Raya Makassar No. 57, Kelurahan Timongan Lompoa,
Kecamatan
Bontoala, Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel), yang mulai di bangun
pada 8 Mei
1994 dan diresmikan pada 12 Januari 1996. Pembangunan masjid ini
diprakarsai
Andi Muhammad Jusuf Amir alias Jenderal (Purnawirawan) M. Jusuf
yang pernah
5
menjabat sebagai Mentri Pertahanan dan Keamanan RI pada tahun
1978-1983.
Adapun beberapa kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di masjid
tersebut yaitu,
menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, pusat
belajar
masyarakat), mengadakan pengajian rutin, menyelenggarakan dakwah
Islam/tabliq
akbar, menyelenggarakan hari besar Islam, menyelenggarakan shalat
jum’at dan
menyelenggarakan ibadah shalat fardhu.
Ditahun 2020 akhir bulan Februari pertama kali diberitakan adanya
wabah
Covid-19 masuk di Indonesia dan di awal bulan Maret 2020 tercatat 2
kasus pasien
positif corona. Data Indonesia menunjukkan ada 27.549 orang yang
tersebar di 34
provinsi positif Covid-19 dan 1.663 orang diantaranya meninggal
dunia, hingga
saat ini jumlah data mengenai pasien positif Covid-19 terus
meningkat di Indonesia.
Dengan adanya pandemi Covid-19 ini pemerintah menerapkan PSBB
(Pembatasan
Sosial Berskala Besar) di seluruh tempat yang sering dikunjungi
banyak orang.
Maka dari itu, kegiatan keagamaan, pendidikan, olahraga dan
kesenian di masjid
tersebut hampir semua ditiadakan untuk umum atau ditutup untuk umum
dan hanya
pengurus dan imam masjid saja yang dapat melaksanakan shalat dan
ada beberapa
kegiatan yaitu pengajian dilaksanakan sehari sekali dengan memutar
rekaman radio
tahun lalu, aula masjid sudah tidak disewakan untuk acara
pernikahan atau acara
yang lainnya dan peserta mualaf dibatasi pengantar hanya 1 orang.
Di awal bulan
Juni 2020 pemerintah mengumumkan bahwa kegiatan masjid sudah
dapat
difungsikan kembali dengan diberi tanda merah untuk tempat duduk
jama’ah agar
jaga jarak, penyediaan handsinitizer, pengecekan suhu, wajib
memakai masker dan
dilaksanakan kegiatan seperti shalat jum’at, bazar jum’at, TPA
(Taman Pendidikan
6
Al-Qur’an), dan kegiatan lainnya. Hal ini terjadi dengan adanya
Satgas Gugus
Covid-19 yang menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk
mengantisipasi
penularan wabah Covid-19.
maupun ekstensifikasi, berperan dalam pembinaan masyarakat, bukan
saja dalam
aspek dalam kegiatan ibadah sebagai upaya peningkatan spiritual
tapi juga bagi
pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan
lainnya
sesuai dengan tuntunan dan perkembangan zaman. Dalam situasi
apapun, idealnya
masjid dapat dijadikan pusat kegiatan dan pembinaan masyarakat
demi
mewujudkan tatanan sosial yang lebih baik. Namun nyatanya, fungsi
masjid dalam
menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan semakin mengalami
kemunduran
akibat adanya pandemi Covid-19 ini.
Penelitian ini berupaya mengkaji tentang optimalisasi fungsi masjid
di
masa pandemi Covid-19. Melihat kenyataan yang ada dimana fungsi
masjid
sekarang ini sudah tidak berjalan sesuai fungsi masjid sebelum
adanya wabah
Covid-19, maka dari itu penulis memilih tertarik untuk meneliti dan
mengkaji
mengenaai “Optimalisasi Fungsi Masjid Di Masa Pandemi Covid-19
(Studi Kasus
Pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar)”.
7
Berangkat dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu
Bagaimana optimalisasi fungsi Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
di masa
pandemi Covid-19?
optimalisasi fungsi Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar di masa
pandemi Covid-
19.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini di harapkan dapat
bermanfaat dan
mampu menambah ilmu pengetahuan kegamaan (Islam) bagi
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat
masa pandemi Covid-19.
b. Bagi peniliti
1) Peneliti dapat memahami tentang optimalisasi fungsi masjid di
masa
pandemi Covid-19.
Covid-19.
8
1. Optimalisasi
Optimalisasi adalah suatu proses pencarian solusi yang terbaik,
tidak selalu
keuntungan yang paling tinggi yang bisa dicapai jika tujuan
pengoptimalan
adalah memaksimumkan keuntungan.
2. Fungsi masjid
Fungsi masjid yaitu sebagai tempat ibadah, tempat berdiskusi
tentang ilmu
keagamaan Islam, tempat pengajian para ibu-ibu Majelis Taklim dan
tempat
untuk meningkatkan spiritual masyarakat.
infeksi saluran pernapasan, seperti batuk, flu berat dan sesak
napas.
9
telah di tetapkan.
agar ditemukannya solusi terbaik dari sekumpulan alternatif solusi
yang ada.
Optimalisasi dilakukan dengan tidak melanggar batasan yang ada.
Dengan adanya
optimalisasi, suatu sistem dapat meningkatkan efektifitasnya, yaitu
seperti
meningkatkan keuntungan, meminimalisir waktu proses, dan
sebagainya.
Menurut Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia (1994)
Optimalisasi
merupakan proses, cara atau perbuatan mengoptimalkan.
Mengoptimalkan berarti
menjadikan paling baik, paling tinggi atau paling
menguntungkan.
Pengertian optimalisasi dalam Kamus Bahasa Indonesia, W. J.
S.
Poerdwadarminta (1997) dikemukakan bahwa: “Optimalisasi adalah
hasil yang
dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan
pencapaian hasil
sesuai harapan secara efektif dan efisien”. Optimalisasi banyak
juga diartikan
sebagai ukuran dimana semua kebutuhan dapat dipenuhi dari
kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan. Menurut beberapa para ahli pengertian
optimalisasi dapat
didefinisikan sebagai berikut:
10
1) Menurut Winardi (1999, h. 363) Optimalisasi adalah ukuran yang
menyebabkan
tercapainya tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut usaha,
Optimalisasi
adalah usaha memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan keuntungan
yang
diinginkan atau dikehendaki.
2) Singiresu S Rao, John Wiley dan Sons (2009) Optimalisasi juga
dapat
didefenisikan sebagai proses untuk mendapatkan keadaan yang
memberikan
nilai maksimum atau minimum dari suatu fungsi.
Optimalisasi banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana
semua
kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
Optimalisasi
adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan. Secara umum
optimalisasi
adalah pencarian nilai terbaik dari yang tersedia dari beberapa
fungsi yang
diberikan pada suatu konteks.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa optimalisasi hanya
dapat
diwujudkan apabila dalam perwujudannya secara efektif dan efisien.
Senantiasa
tujuan diarahkan untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien
agar optimal.
2. Masjid
Masjid merupakan salah satu unsur penting dalam struktur
masyarakat
Islam. masjid bagi umat Islam memiliki makna yang besar dalam
kehidupan, baik
makna fisik maupun makna spiritual. Kata masjid itu sendiri berasal
dari kata
sajada-yasjudu-masjidan (tempat sujud) Harahap (dalam Aprianto.
2018).
Sementara menurut Gazalba (1994) menguraikan tentang masjid;
dilihat dari segi
harfiah masjid memanglah tempat sembahyang. Perkataan masjid
berasal dari
bahasa Arab. Kata pokoknya sujadan, fi’il madinya sajada (ia sudah
sujud) fi’il
11
sajada diberi awalan ma, sehingga terjadilah isim makan. Isim makan
ini
menyebabkan perubahan bentuk sajada menjadi masjidu, masjida. Jadi
ejaan
aslinya adalah masjid (dengan a). Pengambil alih kata masjid oleh
bahasa Indonesia
umumnya membawa proses perubahan bunyi a menjadi e, sehingga
terjadilah bunyi
mesjid. Perubahan bunyi ma menjadi me, disebabkan tanggapan awalan
me dalam
bahasa Indonesia. Bahwa hal ini salah, sudah biasa. Dalam ilmu
bahasa sudah
menjadi kaidah kalau suatu penyimpangan atau kesalahan dilakukan
secara umum
ia dianggap benar. Menjadilah ia kekecualian.
Menurut Az-Zarkashi (2003), karena sujud merupakan rangkaian
shalat
yang paling mulia, mengingat betapa dekatnya seorang hamba dengan
Tuhannya
ketika sujud, maka tempat tersebut dinamakan masjid dan tidak
dinamakan marka’
(tempat ruku’). Arti masjid dikhususkan sebagai tempat yang
disediakan untuk
mengerjakan shalat lima waktu, sehingga tanah lapang yang biasa
digunakan untuk
mengerjakan shalat hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan lainnya
tidak dinamakan
masjid.
Adapun menurut istilah yang dimaksud masjid adalah suatu bangunan
yang
memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan beribadah
kepada Allah
seperti shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an dan ibadah lainnya. Dan
lebih spesifik
lagi yang dimaksud masjid di sini adalah tempat didirikannya shalat
berjama’ah,
baik ditegakkan di dalamnya shalat jum’at maupun tidak (Faisal,
2012). Allah
berfirman :
-
12
18).
Dalam ayat yang Allah Swt berfirman :
-
Terjemahan : “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang
yang
menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-
masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu
tidak sepatunya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali
dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat
kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-
Baqarah (1) : 114).
Masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang
di
bangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama shalat berjama’ah.
Pengertian
ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk shalat
Jum’at disebut
Masjid Jami’. Karena shalat Jum’at diikuti oleh orang banyak maka
masjid Jami’
biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk shalat
lima waktu,
bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan
biasanya tidak
terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut
Musholla, artinya
tempat shalat.
Menurut Sutarmadi (dalam Andika, 2017) Bagi umat Islam masjid
tidak
bisa dipisahkan karena masjid merupakan pusat dari semua kegiatan
umat Islam,
sebagaimana yang pernah dilakukan pada masa Rasul dan hingga
sekarangpun
masjid tetap menjadi pusat dari segala aktivitas umat Islam.
13
Adapun beberapa fungsi masjid yaitu : a). Fungsi masjid di
zaman
Rasulullah. Di dalam sejarah peradaban umat Islam terdahulu telas
dijelaskan
bahwa ketika Rasulullah Saw mendapat perintah dari Allah Swt untuk
berhijrah
dari kota Mekkah ke kota Madinah, hal yang pertama yang dilakukan
Rasul adalah
membangun masjid, yaitu yang kita kenal dengan masjid Quba. Dan
disinlah
pertama kalinya didirikannya shalat jum’at berjama’ah bagi kaum
muslimin.
Kemudian setelah membangun masjid Quba, masjid kedua yang di
bangun
Rasul adalah yang kita kenal dengan masjid Nabawi. Dan para ulama
mengatakan
bahwasanya masjid Nabawi ini dibangun atas dasar taqwa, dan banyak
sekali
keutamaan-keutamaan yang kita dapatkan ketika beribadah di masjid
Nabawi
dibandingkan masjid-masjid lainnya. Menurut Shalih Muslim (dalam
Andika,
2017) Sebagaimana hadits Rasulullah Saw :Artinya : “Shalat di
masjidku (Masjid
Nabawi) ini lebih utama dari seribu kali shalat di masjid lain,
kecuali Masjidil
Haram.”
Hadits ini menjelaskan kepada kita tentang keutamaan bagi kita jika
kita
shalat di masjid Nabawi, tidak hanya untuk shalat saja ketika
belajar maupun
mengajarkan sebuah ilmu di dalam masjid maka kita akan mendapatkan
pahala dari
Allah Swt. Mendalami ilmu agama adalah ibadah yang dianjurkan
untuk
mendekatkan diri kepada Allah, keutamaannya akan berlipat ganda
apabila
dilakukan di masjid Nabawi (Ghani, 2014 : 18).
Pada masa modern sekarang ini dalam mengoptimalkan fungsi masjid
tentu
kita harus mengacu pada fungsi-fungsi dan peranan masjid pada masa
Rasulullah
14
Saw. Dengan mengacu pada peranan dan fungsi masjid pada zaman
Rasulullah Saw
maka kita akan mendapatkan acuan sehingga kita tidak menyimpang
dalam
memfungsikan masjid dari maksud utama didirikannya masjid. Pada
masa Rasul
masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat saja akan tetapi
masjid pada
masa itu memang berfungsi secara optimal dan sebagai persatuan umat
saat itu,
tidak itu saja masjid juga berfungsi sebagai sarana untuk menuntut
ilmu agama,
pembinaan masyarakat, sosialisasi, bahkan sebagai pelatihan militer
dan menyusun
strategi perang. Hal itu tentu bisa terlaksana karena banyak hal
salah satunya adalah
bersatunya umat muslim saat itu karena pada saat itu langsung
dipimpin oleh
Rasulullah Saw, dan tumbuhnya kesadaran dari diri kaum muslimin
untuk
berpegang pada nilai-nilai syariat Islam. b). Fungsi masjid zaman
sekarang Rentang
waktu dari masa Rasulullah hingga sekarang sangatlah jauh hingga
mencapai 1400
tahun. Keadaan kini berubah sehingga muncul lembaga-lembaga baru
yang
mengambil alih sebagai peranan masjid di masa lalu, yaitu
organisasi-organisasi
keagamaan non-pemerintahan dan lembaga-lembaga pemerintahan
sebagai
pengarah kehidupan duniawi dan ikhrawi umat beragama (Ayub, 1996 :
30).
Meskipun keadaan telah berubah, tentu upaya optimalisasi fungsi
masjid yang
dilakukan Rasul adalah yang terbaik yang pernah ada, dan kita pada
masa sekarang
seharusnyaa dapat menjadikan hal tersebut acuan untuk pengoptimalan
fungsi
masjid pada masa zaman sekarang.
Fungsi-fungsi masjid dizaman sekarang yaitu, tempat untuk
melakukan
ibadah, tempat untuk melakukan kagiatan pendidikan kegamaan,
tempat
bermusyawarah kaum muslimin, tempat konsultasi kaum muslimin,
tempat
15
pengelolaan shadaqah, infaq dan zakat.
Adapun fungsi masjid dengan mengikuti contoh-contoh Nabi dan
para
sahabat dapat diperinci sebagai berikut:
a. Pusat kegiatan keagamaan dan kegiatan khusus
Fungsi masjid yang utama adalah untuk sujud kepada Allah Swt,
untuk
shalat, dan untuk beribadah kepada Allah Swt. Sehubungan dengan
ini, Rasulullah
Saw bersabda, "Shalat yang paling baik adalah shalat yang dilakukan
di rumah
kecuali untuk shalat fardu. Shalat fardu yang lebih baik dilakukan
di masjid".
Lima kali sehari dianjurkan bagi umat Islam mengunjungi masjid
guna
melaksanakan shalat fardu. Masjid juga merupakan tempat yang paling
banyak
dikumandangkan nama Allah Swt, seperti adzan, tahlil, qamat,
tasbih, tahmid
istigfar, dan ucapan-ucapan lain yang dianjurkan dibaca di
masjid.
Di samping itu, pada bulan Ramadhan disunatkan iktikaf, yaitu
tinggal di
masjid untuk beribadah. Iktikaf ini terutama dilakukan pada sepuluh
hari terakhir
bulan Ramadhan.
Lima kali dalam sehari masjid dijadikan sebagai tempat
membina
persamaan dan persaudaraan. Saling mengucap salam di tiap akhir
shalat. Dalam
waktu-waktu tersebut seseorang dapat bertatap muka dengan setiap
muslim sebagai
sesama hamba Allah Swt yang rukuk dan sujud bersama-sama
mengahadap-Nya.
Masjid sebagai tempat komunikasi rutin umat Islam dapat
menghilangkan jarak
16
rohaniah dan mengurangi dampak negatif produk teknologi di bidang
komunikasi
(misalnya, telepon, mobil, koran, radio, dan televisi).
Di masjid pimpinan dan bawahan dapat berhubungan lebih akrab
daripada ketika di tempat kerjanya. Tidak ada rasa kaku dengan
segan duduk
berdampingan antara pimpinan dan bawahan, antara guru dan muridnya,
antara si
kaya dan si miskin. Rasa persaudaraan dan persamaan ini dapat
mendekatkan
hubungan sesama muslim di tengah kesibukan masing-masing.
c. Pusat dakwah dan pendidikan
Masjid berfungsi sebagai pusat dakwah dan pendidikan. Secara
informal
sesama muslim dapat saling bertukar informasi, saling menasehati,
dan saling
bertukar pikiran pada saat-saat sebelum atau sesudah shalat. Secara
formal,
misalnya, pada shalat jum'at, shalat tarwih, pengajian-pengajian,
dan sebagainya.
Pada saat itu segala masalah hukum dan segala pengetahuan tentang
agama dapat
langsung ditanyakan kepada Rasulullah Saw. Pada saat sekarang kita
tak dapat
langsung bertanya, tetapi dapat dicari di dalam kepustakaan Islam
yang tugas
pengadaannya dibebankan kepada masjid. Membaca dan menulis adalah
kunci
sampainya pengetahuan tentang agama.
d. Tempat kegiatan kemasyarakatan
Masjid sebagai pusat kebudayaan di samping pusat ibadah juga
menampung semua jenis kegiatan kemasyarakatan yang berada dalam
batas-batas
taqwa, atau yang menunjang tercapainya kondisi rohani taqwa. Pada
kurun Nabi
Muhammad Saw masjid sebagai tempat belajar dan mengajar, mengurus
barang
17
wakaf dan zakat, kas negara, pengadilan, pernikahan, dan tempat
membicarakan
soal-soal budaya.
Apabila shalat yang dilakukan di masjid dengan penuh khusuk,
dengan
melepaskan diri dari ikatan duniawi, maka akan terbentuk suasana
yang tentram,
damai, dan penuh zikrullah (mengingat Allah Swt). Manusia dipandang
sebagai
yang mempunyai harga diri dan dinilai sama derajatnya; bebas dari
tingkat, derajat,
dan golongan; lepas dari warna kulit dan bangsa. Itu semua
mendorong tiap insan
untuk memandang dan menilai diri sendiri.
Dengan demikian, masjid merupakan tempat yang baik untuk
latihan
kontrol dan kritik diri kita serta perbaharuan iktikad baik.
Semuanya itu memupuk
taqwa dalam diri yang melahirkan ketenangan hidup.
f. Tempat istirahat musafir
Salah satu fungsi sosial masjid adalah sebagai tempat tinggal
sementara
bagi para musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan. Orang
yang mencari
masjid sebagai tempat bermalam adalah mereka yang dalam keadaan
darurat.
g. Fungsi masjid secara umum
Masjid adalah tempat mengerjakan, membicarakan dan memutuskan
segala prinsip dan semua pokok kehidupan Islam. Namun, tetap harus
diingat
bahwa masjid adalah tempat suci. Segala ucapan dan tingkah laku,
dan perbuatan
yang dikerjakan di dalamnya wajiblah suci juga sifatnya, yakni yang
dilahirkan oleh
taqwa. Oleh karena itu, tidak sembarangan pekerjaan boleh
dikerjakan di dalam
18
hendaklah merupakan manifestasi taqwa.
Corona virus disease 19 yang disingkat dengan Covid-19 adalah
keluarga
besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Virus
ini
ditemukan pada 31 Desember 2019 di Wuhan, China. WHO (Wordl
Health
Organization) memberi nama Covid-19 dengan nama Severe Acute
Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).
Covid-19 merupakan virus RNA strain tunggal positif. Virus ini
disebut
dengan virus zoonotik, yaitu virus yang distransmisikan dari hewan
kepada
manusia bersifat sensitif terhadap panas. Virus ini dapat
diinaktifkan oleh
disinfektan.
Virus ini berbahaya, karena tranmisi atau penyebarannya yang cepat
dan
lebih mudah dibandingkan wabah SARS yang pernah melanda dunia pada
tahun
2003. Virus ini menyerang saluran pernapasan manusia. Virus ini
dapat menyebar
melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau mulut penderita
pada saat batuk atau
bersin.
Adapun proses transmisinya dapat terjadi dengan tiga metode
yaitu:
pertama, droplet penderita pada saat batuk atau bersin jatuh pada
benda di
sekitarnya. Kemudian, ada orang lain menyentuh mata, hidung, atau
mulut (segitiga
wajah) sebelum mencuci tangan, maka orang tersebut dapat terinfeksi
Covid-19.
Kedua, seseorang tanpa sengaja menghirup droplet dari penderita
Covid-19. Ketiga,
kontak pribadi seperti berjabat tangan.
19
Adapun gejala awal dari penyakit yang disebabkan Covid-19 adalah
demam
(suhu tubuh di atas 38 derajat celcius, batuk kering, pilek,
gangguan pernapasan,
sakit tenggorokan, letih, dan lesu. Ada beberapa gejala lain yang
juga bisa muncul
pada infeksi virus Covid-19, akan tetapi jarang terjadi, yaitu:
diare, sakit kepala,
konjungtivitas, hilangnya kemampuan mengecap rasa atau mencium bau,
ruam di
kulit. Gejala-gejala Covid-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari
sampai 2
minggu setelah penderita terpapar virus corona. Menurut Organisasi
Kesehatan
Dunia (WHO) 6 persen penderita mengalami gejala kritis seperti
gangguan pada
paru, septic shock hingga risiko kematian. Sebanyak 14 persen
mengalami gejala
berat seperti demam, batuk dan beberapa memiliki pneumonia.
Meski penyakit Covid-19 tidak mematikan, akan tetapi penyakit
ini
dinyatakan sangat berbahaya untuk kesehatan. Sebab, pertama,
penyakit ini
merupakan penyakit infeksi. Kedua, virusnya begitu agresif. Ketiga,
tingkat
penularan yang tinggi. Keempat, penularannya bisa melalui interaksi
antar personal.
Kelima, bagi orang yang memiliki riwayat penyakit tertentu lebih
rentan terkena
virus corona dan mengalami komplikasi parah ketika positif
Covid-19. Keenam,
dapat merusak paru-paru, bahkan dapat menyebabkan kerusakan paru
permanen
bagi penderita yang memilki kemampuan regenerasi paru yang rendah
seperti pada
lansia, pasien yang memiliki penyakit penyerta, dan perokok.
Adapun kelompok yang sangat rentan dan berpotensi memiliki gejala
berat
hingga kritis jika terinfeksi Covid-19 adalah lansia, penderita
penyakit lain seperti
asma, diabetes, laki-laki perokok.
ini pada dasarnya dapat dijadikan acuan untuk mendukung dan
memperjelas
penelitian. Sehubungan dengan masalah yang akan di teliti perlu ada
penelitian
yang sudah ada dianggap relevan dengan penelitian ini.
Penelitian terdahulu tersebut antara lain sebagai berikut:
Machendrawaty dkk, 2020 meneliti tentang Optimalisasi Fungsi Masjid
di
Tengah Pandemi Covid 19 (Telaah Syar'i, Regulasi dan Aplikasi).
Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis optimalisasi peran masjid pada masa
sosial
distancing akibat penyebaran pandemic Coronavirus Disease
(Covid-19). Metode
penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan
menerapkan pendekatan
studi literatur dan kepustakaan disertai observasi atas aplikasi
yang terjadi di
lingkungan masyarakat. Hasil dan pembahasan penelitian menujukkan
bahwa
masjid mempunyai fungsi yang istimewa tidak saja sebagai media
transedental
melainkan juga media peningkatan hubungan sosialnya umat Islam.
Bahkan masjid
dinilai sebagai pondasi lahirnya perdaban umat manusia. Munculnya
pandemic
Coronavirus Disease (Covid-19) menyebabkan lahirnya variasi
kebijakan sebagai
respon terhadap aturan pembatasan ibadah pada masa pandemic
Covid-19 yang
dikeluarkan oleh pemerintah sebagai upaya memutus mata rantai
penyebaran
Covid-19 terbukti melahirkan kebijakan variatif di seluruh masjid
yang ada di
Indonesia, disatu sisi menimbulkan pemahaman atas kebijakan yang
ada disisi lain
menimbulkan konflik keberagaman dalam kehidupan masyarakat.
Adapun
perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya
teliti, penelitian ini
21
lebih kepada pengoptimalan fungsi masjid di masa pandemi Covid-19
sedangkan
penelitian relevan dari Machendrawaty dkk ini lebih kepada
munculnya Covid-19
menyebabkan lahirnya variasi sebagai respon terhadap aturan
pembatasan ibadah
pada masa pandemi Covid-19.
Sadiah dkk, 2020 meneliti tentang Strategi Pengelolaan Jama’ah
Masjid
Melalui Pendidikan Nilai dalam Pencegahan Covid-19 (Studi
Deskriptif Analisis di
Masjid Al-Muhajirin Kabupaten Bandung). Penelitian ini menggunakan
metode
deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian
ini, upaya
pengelolaan jama’ah melalui pendidikan nilai dalam pencegahan
pandemi Covid-
19, yang dilakukan DKM dan jajarannya melalui: musyawarah,
memberikan
informasi, memberikan pemahaman, pelaksanaan ibadah shalat
berjama’ah di
rumah masing-masing, saling mengingatkan antara jama’ah masjid, dan
berdoa
bersama supaya wabah Covid-19 cepat hilang dari muka bumi.
Evaluasi
pengelolaan jama’ah masjid melalui pendidikan nilai dalam
pencegahan pandemi
Covid-19, kegiatan ibadah ritual di masjid ditiadakan diganti
dengan
pelaksanaannya di rumah masing-masing, memberikan pengumuman lewat
WA
dalam rangka menghindari virus corona, memberikan tausiah lewat WA
grup, dan
hasil musyawarah terakhir dengan semua pengurus menyatakan dengan
tegas
bahwa segala kegiatan ibadah diberhentikan termasuk shalat tarawih
dan idul fitri,
hanya adzan yang diperbolehkan oleh seorang atau dua orang jama’ah
masjid Al-
Muhajirin. Perbedaan penelitian ini dengan penellitian yang akan
saya teliti,
penelitian ini lebih kepada pengurus masjid dan petugas Satgas
Gugus Covid-19
bekerja sama memberikan himbauan kepada masyarakat sekitar agar
mematuhi
22
kegiatan ibadah ritual di masjid ditiadakan diganti dengan
pelaksanaannya di rumah
masing-masing, memberikan pengumuman lewat WA dalam rangka
menghindari
virus corona.
Supriatna, 2020 meneliti tentang Wabah Corona Virus Disease Covid
19
dalam Pandangan Islam. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini
menggunakan metode penelitian kepustakaan dengen pendekatan
kualitatif untuk
memperoleh data deskriptif. Hasil dalam penelitian ini yaitu
berbagai upaya dalam
rangka pencegahan, pengobatan, dan sebagainya pun telah dilakukan
dalam
mencegah penyebaran virus corona, hingga lockdown dan social
distancing di kota-
kota besar sudah dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus
corona.
Perbedaan dari penelitian ini dengan peneliti yang akan saya
teliti, penelitian ini
lebih kepada petugas atau pengurus masjid menghimbau kepada
masyarakat
sekitar, memberikan tanda merah atau tanda agar jama’ah jaga jarak,
penyediaan
disinfektan dan handsinitizer, pengecekan suhu badan sebelum
memasuki area
masjid dan wajib memakai masker. Sedangkan penelitian relevan dari
Supriatna
lebih kepada upaya dalam rangka pencegahan, pengobatan, dan
sebagainya pun
telah dilakukan dalam mencegah penyebaran virus corona.
C. Kajian Teori
Teori struktural fungsional Talcott Parson dimulai dengan empat
fungsi
penting untuk semua sistem “tindakan” yang disebut dengan AGIL.
Melalui AGIL
ini kemudian dikembangkan pemikiran mengenai struktur dan sistem.
Menurut
23
Parson (1974) fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke
arah pemenuhan
kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan definisi ini
Persons yakin bahwa
ada empat fungsi penting yang diperlukan semua sistem yang
dinamakan AGIL
yang antara lain adalah :
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan
lingkungan
itu dengan kebutuhannya.
Sebuah sistem harus mendefinisikan diri untuk mencapai tujuan
utamanya.
c. Interagtion / Integrasi
lainnya (A, G, L).
d. Latency / Pemeliharaan Pola
menopang motivasi.
Agar dapat tetap bertahan, maka suatu sistem harus mempunyai
keempat
fungsi ini. Parson mendesain skema AGIL ini untuk digunakan di
semua tingkat
dalam sistem teorinya, yang aplikasinya adalah sebagai berikut
:
a. Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan
fungsi
adaptasi dengan menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan
eksternal.
24
menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada
untuk
mencapainya.
bagian-bagian yang menjadi komponennya.
menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi
mereka
untuk bertindak.
diciptakannya. Tingkatan yang paling rendah dalam sistem tindakan
ini adalah
lingkungan fisik organisme, meliputi aspek-aspek tubuh manusia,
anatomi, dan
fisiologisnya. Sedangkan tingkat yang paling tinggi dalam sistem
tindakan adalah
realitas terakhir yang mungkin dapat berupa kebimbangan,
ketidakpastian,
kegelisahan, dan tragedi kehidupan sosial yang menantang organisasi
sosial. Di
antara dua lingkungan tindakan itulah terdapat empat sistem yang
diciptakan oleh
Parson meliputi organisme perilaku, sistem kepribadian, sistem
sosial, dan sistem
kultural. Semua pemikiran Parson tentang sistem tindakan ini
didasarkan ada
asumsi-asumsi berikut :
bergantung.
b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan
diri atau
keseimbangan.
c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang
teratur.
25
d. Sifat dasar bagian dari suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk
bagian-
bagian lain.
f. Alokasi dari integrasi merupakan dua proses fundamental yang
diperlukan
untuk memelihara keseimbangan sistem.
g. Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri
yang
meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara
bagian-
bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan
yang
berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah
sistem
dari dalam.
keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Parson sedikit sekali
memperhatikan
masalah perubahan sosial. Keempat sistem tindakan ini tidak muncul
dalam
kehidupan nyata, tetapi lebih merupakan peralatan analisis untuk
menganalisis
kehidupan nyata.
Max Weber mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu tentang institusi
sosial.
Sosiologi Weber adalah ilmu tentang perilaku sosial. Menurutnya
terjadi suatu
pergeseran tekanan ke arah keyakinan, motivasi, dan tujuan pada
diri anggota
masyarakat, yang semuanya memberi isi dan bentuk kepada
kelakuannya. Kata
perikelakuan dipakai oleh Weber untuk perbuatan-perbuatan yang bagi
si pelaku
mempunyai arti subyektif. Pelaku hendak mencapai suatu tujuan ia
didorong oleh
motivasi. Perikelakuan menjadi sosial menurut Weber terjadi hanya
kalau dan
26
sejauh mana arti maksud subyektif dan tingkah laku membuat individu
memikirkan
dan menunjukkan suatu keseragaman yang kurang lebih tetap.
Max Weber dalam memperkenalkan konsep pendekatan verstehen
untuk
memahami makna tindakan seseorang, berasumsi bahwa seseorang
dalam
bertindak tidak hanya sekedar melaksanakannya tetapi juga
menempatkan diri
dalam lingkungan berpikir dan perilaku orang lain. Konsep
pendekatan ini lebih
mengarah pada suatu tindakan bermotif pada tujuan yang hendak
dicapai atau in
orer to movie.
tindakan sosial. Dimana tindakan sosial merupakan proses aktor
terlibat dalam
pengambilan-pengambilan keputusan subjektif tentang sarana dan cara
untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, tindakan tersebut
mengenai semua jenis
perilaku manusia, yang di tujukan kepada perilaku orang lain, yang
telah lewat,
yang sekarang dan yang diharapkan diwaktu yang akan datang.
Tindakan sosial
(social action) adalah tindakan yang memiliki makna subjektif (a
subjective
meaning) bagi dan dari aktor pelakunya. Tindakan sosial seluruh
perilaku manusia
yang memilki arti subjektif dari melakukannya. Baik yang terbuka
maupun yang
tertutup, yang diutarakan secara lahir maupun diam-diam, yang oleh
pelakunya
diarahkan pada tujuannya. Sehingga tindakan sosial itu bukanlah
perilaku yang
kebetulan tetapi yang memiliki pola dan struktur tertentu dan makna
tertentu.
Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe
yaitu:
27
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan
seseorang
didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan
dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk
mencapainya.
b. Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
Sedangkan tindakan rasional nilai memilki sifat bahwa alat-alat
yang ada
hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara
tujuan-
tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai
individu yang
bersifat absolut.
c. Tindakan Afektif/Tindakan yang Dipengaruhi Emosi (Affectual
Action)
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa
refleksi
intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya
spontan, tidak
rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya
mahasiswa
yang melihat tabrakan di depan kampus Unismuh secara spontan
berteriak dan lari
menuju tempat kejadian.
d. Tindakan Tradisional/ Tindakan karena Kebiasaan (Traditional
Action)
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku
tertentu
karena kebiasaan yang diperolah dari nenek moyang, tanpa refleksi
yang sadar atau
perencanaan. Contohnya mahasiswa pulang kampung disaat lebaran atau
Idul Fitri.
D. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir adalah sebuah model atau gambaran yang berupa
konsep
yang di dalamnya menjelaskan tentang hubungan antara variabel
lainnya.
28
pengajian rutin, menyelenggarakan dakwah Islam/tabliq akbar,
menyelenggarakan
hari besar Islam, menyelenggarakan shalat jum’at dan
menyelenggarakan ibadah
shalat fardhu. Akan tetapi dengan adanya pandemi Covid-19 ini
kegiatan
keagamaan di masjid tersebut hampir semua ditiadakan kecuali shalat
fardhu
dengan syarat mengikuti prosedur protokol kesehatan. Hal ini
terjadi dengan
adanya Satgas Gugus Covid-19 yang menerapkan protokol kesehatan
secara ketat
untuk mengantisipasi penularan wabah Covid-19.
Bagan 1.1 Kerangka Pikir
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
Di masa Pandemi Covid-19
1. Jenis Penelitian
lapangan (Field research) dengan menggunakan jenis penelitian
Kualitatif
Deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel
sumber data
dilakukan dengan teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan),
analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna
dari pada generalisasi (Sugiyono, 2015).
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan studi kasus. Studi
kasus ialah
suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif,
terinci, dan
mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada
tingkat
perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk
memperoleh
pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut.
Dalam hal ini penulis menganalisis, mengetahui dan
mendeskripsikan
mengenai Optimalisasi Fungsi Masjid di masa Pandemi Covid-19 (Studi
Kasus
pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar).
30
Adapun lokasi penelitian yaitu di Masjid Al-Markaz Al-Islami
Makassar
tepat di Jalan Masjid Raya No. 57, Timungan Lompoa, Kecamatan
Bontoala
Kota Makassar Sulawesi Selatan.
November 2020 sampai bulan Januari 2021.
C. Fokus Penelitian
Fokus Penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi
kualitatif
sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan
dan mana
data yang tidak relevan (Moleong, 2010). Oleh karena itu penelitian
ini difokuskan
pada mengenai Optimalisasi Fungsi Masjid di masa Pandemi Covid-19
(Studi
Kasus pada Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar).
D. Informan Penelitian
Adapun teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling.
Purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan
kriteria tertentu. Informan dalam penelitian ini adalah :
1. Imam Masjid Al-Markaz Al-Islami
2. Satgas gugus Covid-19
4. Masyarakat sekitar Masjid/Jama’ah Masjid
31
E. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data
dapat
diperoleh. Apabila penelitian menggunakan lembar observasi atau
wawancara
dalam pengumpulan datanya, maka sumber data tersebut disebut
responden, yaitu
orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian,
baik
pertanyaan tertulis maupun lisan. Sumber data yang menjadi bahan
baku penelitian,
untuk diolah merupakan data yang berwujud data primer dan
sekunder.
Sugiyono (2010 : 15), data yang diperlukan dalam penelitian
bersumber dari
data primer dan data sekunder:
1. Data Primer
data, maka melakukan wawancara secara langsung dan mendalam
dengan
berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebagai alat
pengumpulan
data. Dalam hal ini sumber data utama (data primer) diperoleh
langsung dari setiap
informan yang diwawancarai secara langsung dalam penelitian.
2. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2013 :308), data sekunder merupakan sumber data
yang
tidak didapat secara langsung oleh peneliti. Data bukan berasal
dari pihak pertama,
tetapi dari pihak kedua. Data yang didapat berupa data tertulis,
yaitu sumber di luar
kata-kata dan tindakan yang termasuk sebagai sumber data kedua,
namun tetap
penting untuk menunjang pengumpulan data penelitian. Adapun sumber
data
sekunder dalam penelitian ini adalah yang di peroleh dari jurnal,
dan data lain yang
relevan.
32
penelitian dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah
dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis
sehingga lebih mudah
diolah. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama (Human Instrumen).
Adapun alat
bantu penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini
adalah sebagai
berikut:
wawancara yang dijadikan dasar untuk memperoleh informasi
dari
informan yang berupa daftar pertanyaan.
2. Alat tulis menulis yaitu : buku, pulpen, atau pensil sebagai
alat untuk
mencatat informasi yang didapat pada saat wawancara.
3. Lembar observasi, berisi catatan-catatan yang diperoleh
penelitian pada saat
melakukan pengamatan langsung di lapangan.
4. Catatan dokumentasi, adalah data pendukung yang dikumpulkan
sebagai
penguatan data observasi dan wawancara yang berupa gambar, data
sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
5. Kamera ponsel, sebagai alat dokumentasi setiap kegiatan
peneliti.
6. Alat perekam, sebagai alat untuk merekam pada saat peneliti
mewawancarai
informan.
dengan menggunakan metode sebagai berikut :
33
data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses
pengamatan
langsung di lapangan (Gulo, 2002 : 116).
2. Wawancara (Interview), adalah pengumpulan data dengan
mengajukan
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data)
kepada
responden di catat dengan alat peneliti melakukan wawancara
secara
langsung dengan narasumber dan wawancara dilakukan dengan
cara
penyampaian sejumlah pertanyaan kepada narasumber, hingga
keterangan
dianggap cukup untuk melengkapi informasi terhadap
penelitian.
3. Dokumentasi, merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
cara
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen tertulis, gambar,
maupun elektronik.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data
yang di peroleh observasi, wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam
unit-unit,
sintesa, menyusun kedalam pola. Memilih mana yang penting dan yang
akan
dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri
maupun orang lain. Dimana penyusunannya diarahkan untuk menjawab
rumusan
masalah. Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat
induktif yaitu analisis
berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan menjadi
lebih rinci
hingga mudah dimengerti, yaitu dengan model Miles dan Huberman
sebagaimana
34
dikutip Sugiyono (2008), Aktivitas yang dilakukan dalam teknik
menganalisis data
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang sudah dianalisis dengan mereduksi yang terkumpul.
Mereduksi
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dalam hal ini, data yang tidak
terkait dengan ciri
atau karakteristik pokok bahasan masalah diklarifikasikan sesuai
dengan keperluan
dan tujuan penelitian.
Display data adalah penyajian data secara sistematis dengan
memberikan
kronologis dan ditonjolkan pokok-pokoknya sehingga bisa dikuasai
secara jelas
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagian hubungan antar
kategori, flow chart
atau gambar (yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif). Adapun
bentuk-bentuk display
ini bisa berupa grafik, matrik, network atau bentuk-bentuk yang
lain. Tujuan
diperlukannya display data supaya peneliti dapat menguasai data
secara cermat dan
tidak tenggelam dalam tumpukan data.
3. Pengambilan Kesimpulan (Conclusion Drawing)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru
yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga
setelah diteliti
menjadi jelas dapat berupa hubungan interaktif, hipotesisi atau
teori, sehingga
kesimpulan awal dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sementara dan akan
35
berubah bila terdapat bukti-bukti baru. Namun jika kesimpulan pada
tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali
kelapangan maka kesimpulan tersebut adalah kesimpulan yang
kredibel.
I. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data adalah proses mentriangulasi tiga data yang
terdiri
dari data Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Adapun alat yang
digunakan
untuk menguji keabsahan data yaitu :
1. Triangulasi Sumber Data adalah menggali kebenaran informasi
tertentu
melalui berbagai metode dan sumber pengolahan data.
2. Triangulasi Metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi
atau
data dengan cara yang berbeda.
3. Triangulasi Teknik, menurut Sugiyono (2013 : 330) triangulasi
teknik
berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda
untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Peneliti
menggunakan
observasi, wawancara mendalam, serta dokumentasi.
36
Kota Makassar pada masa H. M. Daeng Patompo (1965-1978)
menjabat
Walikotamadya Makassar, yaitu pada tanggal 1 September 1971 berubah
namanya
menjadi Kota Ujung Pandang setelah diadakan perluasan kota dari 21
km² menjadi
175,77 km², namun kemudian, pada tanggal 13 Oktober 1999 berubah
namanya
menjadi Kota Makassar.
Kota Makassar biasa juga disebut Kota Daeng atau Kota Anging
Mamiri.
Daeng adalah salah satu gelar dalam strata atau tingkat masyarakat
di Makassar
atau di Sulawesi Selatan pada umumnya, Daeng dapat pula diartikan
“kakak”. Ada
tiga klasifikasi “Daeng”, yaitu: nama gelar; panggilan
penghormatan; panggilan
umum. Sedang Anging Mamiri artinya “angin bertiup” adalah salah
satu lagu asli
daerah Makassar ciptaan Borra Daeng Ngirate yang sangat populer
pada tahun
1960-an. Lagu ini sangat disukai oleh Presiden Republik Indonesia,
Ir. Soekarno
ketika berkunjung ke Makassar pada tanggal 5 Januari 1962.
2. Keadaan Penduduk berdasarkan Umat Beragama
Kota Makassar adalah ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan didiami
oleh
berbagai suku bangsa yang sudah barang tentu mempunyai adat,
budaya,
kepercayaan, dan agama yang berbeda-beda. Mereka dapat hidup rukun
dan damai
dalam membangun Kota Makassar dengan penuh kekeluargaan. Agama
berperan
37
sebagai penggerak dan landasan motivasi kerja sehingga setiap gerak
langkah dari
setiap orang yang beriman menyadari bahwa ia memikul misi untuk
mengangkat
harkat kemanusiaan.
Kerukunan umat beragama terkadang terganggu karena terjadinya
kesalah
pahaman, baik secara antar umat beragama, maupun intern umat
beragama itu
sendiri. Keadaan masyarakat di Kota Makassar yang berbeda suku,
adat,
kepercayaan dan agama inilah yang menjadi hal penting. Di Makassar
ada berbagai
suku yang ada, misalnya; Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja,
demikian juga
agama, yakni; Agama Kristen Khatolik, Agama Kristen Protestan,
Agama Hindu,
Agama Budha, Agama Konghucu dan Agama Islam. Pemeluk agama yang
disebut
terakhir yaitu Agama Islam adalah penduduk yang dominan mendiami
Kota
Makassar ini dengan jumlah 983.006 penduduk.
3. Jumlah Masjid berdasarkan Kecamatan Bontoala
Adapun beberapa jumlah Masjid di Kecamatan Bontoala, terdiri
dari:
a. Masjid Al-Markaz Al-Islami
b. Masjid Raya Makassar
38
1. Sejarah Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar
Masjid Al-Markaz Al-Islami yang bernaung di bawah Yayasan
Islamic
Center (YIC) atau Yayasan Al-Markaz Al-Islami, diresmikan pemakaian
oleh
Jenderal M. Jusuf selaku penggagas, pendiri, dan Ketua Umum YIC,
pada hari
Jumat, tanggal 21 Sa’ban 1416 H atau 12 Januari 1996 M. Peresmian
itu ditandai
dengan “penabuhan beduk” oleh Jend. M. Jusuf di hadapan sekitar
10.000 orang
jama’ah yang memadati masjid. Acara pengresmian tersebut didahului
oleh
Sambutan Jend. M. Jusuf (Ketum YIC), Yogi S. M. (Mandagri), Edy
Soedradjat
(Menhamkam), Jend. Feizal Tandjung (Panglima ABRI), Saadillah
Musyid (Menag
Ad. Interim) dan Z. B. Palaguna (Gubernur Sulawesi Selatan).
Hadir juga antara lain: A. Amiruddin (Wakil Ketua MPR-RI),
Mari’e
Muhammad (Menkeu), Ginandjar Kartasasmita (Menteri/ Ketua
Bappenas),
Tungky Ariwibowo (Memperindag), T. B. Silalahi (Menpan), Aburizal
Bakrie
(Ketua Umum KADIN), Tanri Abeng, Prayogo Pangestu, dan banyak lagi
(ada
sektar 150 orang tamu khusus dari Jakarta). Tamu dari Sulawesi
Selatan anta lain:
39
Mayjen Sulatin (Pandam VII Wirabuana), Dr. B. Mappangara (Ketua
DPRD
Sulsel), Prof. Dr. Basri Hasanuddin (Rektor Universitas
Hasanuddin), Drs. Malik
B Masri (Walikota Makassar), K. H. Sanusi Baco, Lc (Ketua Umum MUI
Sulsel)
dan para Bupati/Walikota se-Sulsel.
Kemudian acara dilanjutkan dengan shalat Jum’at, dengan Prof. Dr.
H.
Quraisy Sihab selaku khatib, Drs. H. Hasan Basri Akhmad sebagai
imam dan
Habibi Hasan sebagai muadzin. Ceramah agama sesudah shalat
Jum’at
disampaikan oleh Prof. Dr. H. Nurcholish Madjid.
Setelah dimanfaatkan selama sepuluh kali bulan Ramadhan, Masjid
Al-
Markaz Al-Islami resmi menggunakan nama lengkap “Masjid Al-Markaz
Al-Islami
Jenderal M. Jusuf”, sebagai penghargaan kepada almarhum Jenderal M.
Jusuf
(wafat 8 September 2004), atas jasanya menggagas, mmeperkarsai, dan
mendirikan
masjid yang megah dan indah di Makassar serta terbesar di luar
Jakarta. Masjid itu
merupakan bangunan awal sebagai bagian dari Islamic Center atau
Al-Markaz Al-
Islami, sebagai salah satu pusat pengembangan perdaban dan kajian
Islam di
Indonesia dan Asia Tenggara.
Penggunaan nama “Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M.
Jusuf”
tersebut diresmikan oleh H. M. Jusuf Kalla, selaku Wakil Presiden
Republik
Indonesia, pada tangga 11 Syawal 1426 H atau 13 November 2005 M. H.
M. Jusuf
Kalla adalah juga Ketua Harian Yayasan Islamic Center (Al-Markaz
Al-Islami).
Persmian itu ditandai dengan penandatanganan prasasti di hadapan
Jama’ah yanh
memdati masjid sesudah shalat dzuhur. Prasasti itu kini terpasang
di dinding depan,
lantai II masjid.
Nama Jenderal M. jusuf itu sesungguhnya sudah disepakati sejak
akhir
Desember 1995, dalam rapat pengurus Yayasan Islamic Center di
Jakarta, untuk
diberikan sebagai nama masjid di Makassar yang akan diresmikan
sebelum bulan
Ramadhan 1416 H oleh pemrakarsa dan pendirinya. Namun Jenderal M.
Jusuf
sendiri, belum mau menggunakan nama itu, kecuali jika “waktunya
sudah tepat”.
Pertnyataan itu dipahami oleh semua pihak yang hadir sebagai sikap
yang sangat
bijak, bahwa beliau tidak menolak penggunaan namanya, namun setelah
beliau
sudah “tiada”. Disepakati pula bahwa untuk sementara nama yang akan
digunakan
bagi masjid yang berdiri di bekas kampus Universitas Hasanuddin
Makassar itu,
adalah “Masjid Al-Markaz Al-Islami” (Masjid Pusat Islam atau Masjid
Islamic
Center).
Sejak resmi dimanfaatkan sebagai salah satu pusat ibadah,
peradaban, dan
pengkajian Islam di Makassar, masjid yang berkapasitas sekitar
10.000 jama’ah itu,
hingga saat ini sangat terkenal diseluruh nusantara dan bahkan
manca negara
dengan nama: Al-Markaz Al-Islami. Dalam waktu sekitar sepuluh tahun
namanya
nama Masjid Al-Markaz Al-Islami, sudah melekat di hati umat Islam,
sebagai
masjid yang megah di Indonesia dengan berbagai kegiatan ibadah,
dakwah,
pendidikan, sosial, dan ekonomi. Justru itu nama Al-Markaz
Al-Islami bagi masjid
ini sangat sulit dihapus dibenak tiga generasi, sehingga nama itu
tetap
dipertahankan, namun dilengkapi dengan nama pemrakarsa dan
pendirinya yaitu
Jenderal M. Jusuf, sehingga secara lengkap digunakan nama: “Masjid
Al-Markaz
Al-Islami Jenderal M. Jusuf”.
dikalangan pengurus Yayasan dan juga dikalangan publik. Dari pihak
keluarga
diusulkan hanya menggunakan nama: Muhammad Jusuf seperti yang
tercantum
pada akta Yayasan Islamic Center (Akta Notaris no. 18 Tahun 1994)
dan surat-surat
yang ditandatangani dalam kapasitas beliau sebagai Ketua Umum
Yayasan Islamic
Center. Namun dari pihak lain, juga muncul versi yang berbeda,
yaitu
menggunakan nama Jenderal M. Jusuf, untuk menjelaskan identitas
beliau, sebagai
prajurit sejati yang berpangkat jenderal bintang empat
(satu-satunya kelahiran
Sulsel di Angkatan Darat). Dengan identitas itu, nama beliau tidak
akan dikacaukan
dengan orang-orang yang mempunyai nama yang sama, terutama dengan
nama H.
M. Jusuf Kalla yang menjadi Ketua Harian Yayasan Islamic Center,
yang juga
sangat berjasa dalam pembangunan dan pembinaan masjid itu. Akhirnya
H. M.
Jusuf Kalla sendiri lah yang waktu itu menjadi Wakil Presiden
Republik Indonesia,
memutusjan bahwa nama yang digunakan adalah nama yang menjelaskan
identitas
dari tokoh yang dikaguminya itu, yaitu: Jenderal M. Jusuf.
Masjid yang dirancang oleh Ir. Achmad Nu’man (Direktur PT.
Birano
Bandung), secara resmi dibangun dengan pemancangan tiang pertama
dilakukan
oleh Yogi S. M. (Menteri Dalam Negeri) untuk masjid dan Edy
Soedradjat (Menteri
Pertahanan dan Keamanan) untuk gedung lainnya pada tanggal 8 Mei
1994.
Pelaksanaan pembangungan mulai dilakukan pada awal Juli 1994 oleh
PT. Adhi
Karya (persero), yang didampingi dan diawasi oleh Tim Teknis
Al-Markaz Al-
Islami yaitu: Ir. Syarifuddin Patiwiri (Sipil), Ir. Junus Oesman
(Arsitek), Prof. Dr.
Ir. Muhammad Arief (Elektro). Penentuan arah kiblat dilakukan
tanggal 16 Juli
42
1994 oleh Tim IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Makassar (Prof.
Dr. Syuhudi
Ismail, dkk) bersama pengurus YIC.
Yayasan Islamic Center (Al-Markaz Al-Islami) yang menaungi Masjid
Al-
Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf, didirikan tanggal 20 Ramadhan
1414 atau 3
Maret 1994 dengan akta notaris No. 18 Tahun 1994. Yayasan itu
kemudian
membentuk sekretariat dan menetapkan personalia (Iska Irawaty, S.E
dan Agus
Salim Jamil, S.E). setelah masjid diresmikan penggunaannya, maka
YIC
membentuk Badan Pengelola Harian (BPH) dan menetapkan struktur
dan
personalianya. Koordinator BPH dijabat oleh Imam Besar (H. Dr.
Rafii Junus,
M.A) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadah dan dakwah.
Imam Besar
di bantu oleh dua Imam Tetap (Drs. H. Mahmud Abbas dan Drs. H.
Hasan Basri
Ahmad). Selain itu ditetapkan juga beberapa orang Muadzin Tetap dan
Protokol
Tetap.
“sistem matriks”. YIC membentuk Badan Takmir Masjid di samping
Badan
Pengelola Harian (BPH) Masjid dan menetapkan struktur dan
personalianya. Imam
Besar (Prof. Dr. H. Abd. Rahman Getteng, M.A) diberi amanah menjadi
Rais
Takmir Masjid, untuk memimpin sejumlah orang “profesional” yang
berstatus
sebagai “pegawai tetap yayasan” dan memperoleh gaji perbulan.
Sedang
Koordinator BPH Masjid saat ini (Prof. Dr. H. Basri Hasanuddin,
M.A), diberi
amanah memimpin atau mengkoordinasikan sejumlah “relawan”
(aktivitas atau
mantan aktivis) yang mengabdi secara ikhlas dan Lillahi Taala tanpa
memperoleh
gaji. Rais Takmir dan Koordinator BPH bertanggung jawab kepada
pengurus YIC.
43
Selama 20 tahun (1995-2015) Masjid Al-Markaz Al-Islami telah
tumbuh
sebagai pusat ibadah den peradaban serta pengkajian Islam yang
diharapkan lebih
berkembang lagi di masa depan. Kini Al-Markaz Al-Islami memiliki
sebuah
perpustakaan, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak
(TK),
Taman Bacaan Al-Qur’an (TPA), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM(,
Pusat Pendidikan dan Pengkajian Dakwah (P3D), Pembinaan Lansia,
Lembaga
Amil Zakat (LAZ), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH,
Lembaga
Penerjemah Al-Qur’an, Lembaga Bahasa Asing (Arab, Inggris, Jepang,
Perancis,
Jerman, Korea, dan Mandarin), Radio, Penerbitan, Koperasi, Baitul
Maal
Watamwil (BMT), Kios Buku, Kios Busana Muslim, Bazar
Jum’at/Ramadhan, dan
kegiatan lainnya.
Gambar 1.2 Struktur Yayasan Islamic Center Al-Markaz
Al-Islami
44
Dalam keadaan keagamaan Masjid Al-Markaz Al-Islami yaitu ibadah
dan
dakwah terdiri dari Shalat lima waktu, Shalat Jum’at, Shalat
Tarawih, dan Shalat
Hari Raya (Idul Fitri & Idul Adha) berjalan dengan baik sesuai
fungsi utama masjid.
Jama’ah yang mengikuti shalat lima waktu merupakan jama’ah tetap
yang pada
umumnya bertempat tinggal di sekitar Masjid Al-Markaz Al-Islami.
Namun
demikian banyak juga yang datang dari luar Makassar. Sejak
peresmian (Jum’at,
12 Januari 1996 M atau 21 Sya’ban 1416 H) jama’ah yang melaksanakan
Shalat
Jum’at sangat padat, begitu pula dengan Shalat Tarawih dan Hari
Raya Idul Fitri
serta Idul Adha.
Kalaupun ada penceramah dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta akan
diberikan
prioritas untuk berceramah atau menjadi khatib. Pelaksanaan dakwah
dalam bentuk
ceramah dilakukan kerjasama dengan IAIN, MUI, dan lembaga-lembaga
Islam
yang terbaik. Agar dakwah tetap menarik dan ramai diikuti oleh
jama’ah dalam
masjid maka diperlukan peenggunaan metode yang lebih terencana
dan
komunikatif terutama yang bersifat dialogis.
Majelis Taklim Perempuan yang rutin diadakan setiap hari Sabtu
dihadiri
oleh kurang lebih 300 orang. Dengan lebih mengutamakan pengajian
dasar dan
pendalamannya. Sedang imam, muadzin, penceramah dan khatib
ditetapkan lebih
awal melakui seleksi dan senantiasa diadakan penyempurnaan.
45
Taman Kanak-kanak (TK). Sedang pendidikan non-formal,
diselenggarakan dalam
bentuk Taman Bacaan Al-Qur’an (TPA), Pesantren Tahfizh Al-Qur’an
(PTA),
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Pusat Pendidikan dan
Pengkajian
Dakwah (P3D), dan Kursus Bahasa Asing (Arab, Inggris, Jepang,
Perancis, Jerman,
Korea, dan Mandarin). Selain itu dilakukan juga kegiatan temporer
seperti:
a. Pendidikan dan Pelayihan (Diklat) kepemimpinan, jurnalistik,
fotografi,
muadzin, dan lain-lain.
narasumber berasal dari dalam dan luar negero, terutama dalam
Ramadhan.
c. Kuliah Dhuha dilaksanakan setiap hari Ahad yang dihadiri oleh
remaja,
pemuda, dan mahasiswa serta jama’ah masjid Al-Markaz
Al-Islami.
d. Perkemahan Remaja telah berlangsung beberapa kali dengan
mendatangkan
peserta dari SMP dan SMA se-Kota Makassar.
5. Keadaan Sosial Ekonomi
Suatu masjid yang indah akan lebih indah apabila masyarakat
dan
jama’ahnya meningkat kehidupan dan kegiatan sosial ekonominya
berkat kegiatan
bersama yang dilaksanakan oleh jama’ah masjid. Untuk itu kegiatan
sosial ekonomi
jama’ah masjid dikembangkan lebih intensif.
Kegiatan sosial ekonomi jama’ah dimulai dari pengedaran kotak
amal,
pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq, dan sedeqah. Untuk
mengembangkan
usaha kecil telah berjalan intensif kegiatan sosial ekonomi
berupa:
46
a. Koperasi Al-Markaz Al-Islami
b. Toko-toko buku dengan sistem pembayaran bagi hasil 60% pemilik
toko buku
dan 40% masjid.
c. Bazar Jum’at di selasar sebelah selatan masjid setiap hari
Jum’at dan Bazar
Ramadhan di halaman depan masjid (sebelah timur) dengan membayar
infaq ke
masjid.
ruangan (aula) pada lantai I sebagai tempat pelaksanaan pesta
perkawinan, seminar,
diskusi, pameran, dan lain-lain. Khusus untuk instansi/lembaga
sosial akan
diberikan keringanan (diskon).
6. Kegiatan Lain
a. Radio Al Markaz telah berfungsi kurang lebih dua puluh tahun dan
mengudara
setiap hari dari jam 04.30 sampai jam 24.00 WITA, radio terebut di
samping
menyiarkan paket acara umum juga secara tetap merelay kegiatan
dakwah
(Kajian, shalat, dan khotbah Jum’at, adzan, dan lain-lain) dengan
jangkauan 60
Km2.
b. BMT Al Markaz dalam bentuk koperasi juga telah berjalan
dengan
menghimpun dana awal dari pengurus dan jama’ah Masjid Al Markaz
yang
sekaligus sebagai pendiri.
c. Perpustakaan Al Markaz telah berfungsi dengan baik. Koleksi buku
di
perpustakaan Al Markaz telah berjumlah sedikitnya 27.000 exp.
dengan 20.700
judul. Buku-buku yang terkumpul selain diadakan oleh masjid sendiri
juga
47
/lembaga pemerintah dan swasta.
d. Penerbitan Al Markaz yang menerbitkan buletin Gema Al markas
setiap Jum’at
dengan menampilkan bahan/materi khotbah Jum’at sebelumnya dan
tulisan/artikel lainnya.
Pandemi Covid-19
Masjid merupakan salah satu unsur penting dalam struktur
masyarakat
Islam. Masjid bagi umat Islam memiliki makna yang besar dalam
kehidupan baik
makna fisik maupun makna spiritual. Akan tetapi pada saat pandemi
Covid-19
muncul, masjid merupakan salah satu tempat yang memilki dampak
besar bagi
umat Islam karena seluruh tempat ibadah ditutup dan diberi himbauan
agar shalat
dirumah masing-masing. Seperti yang ada disurat edaran Kementrian
Agama
Republik Indonesia No. SE 15 tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Protokol
Penanganan Covid-19 pada rumah/masjid, ada juga protokol kesehatan
dari
Kepolisian dan Satgas Gugus Covid-19. Dengan adanya surat edaran
tersebut
semua masjid ditutup untuk sementara selama Covid-19. Salah satunya
Masjid Al-
Markaz Al-Islami Makassar yang ditutup untuk umum selama pandemi
Covid-19.
Sehingga keadaan masjid sebelum Covid-19 terjadi, ada beberapa
fungsi masjid
atau kegiatan yang dilaksanakan dengan rutin baik itu tiap hari
maupun tiap minggu
seperti bazar jum’at, belajar mengaji atau TPA, tahfizh Al-Qur’an
dan olahraga
bersama di hari ahad.
Gambar 1.3. Keadaan Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar di masa
Pandemi Covid-19.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa keadaan masjid selama
pandemi
Covid-19, kegiatan yang dilaksanakan sudah dibatasi, memasuki area
masjid atau
badan masjid wajib memakai masker, saat memasuki pintu pertama
wajib
memeriksa suhu badan, barisan shaf diberikan jarak minimal 1
meter.
Hal ini dipertegas lagi dengan hasil Wawancara peneliti dengan
pengurus
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar bapak MD (53th), bahwa:
Untuk sementara seluruh kegiatan Masjid Al-Markaz Al-Islami sedikit
agak
berkurang seperti pengajian-pengajian yang sesudah dzuhur, magrib
dan
subuh itu sisa pelaksanannya hanya pada saat pertama terjadinya
masa
pandemi Covid-19 itu sama sekali ditiadakan dan baru satu
minggu
terakhir ini pelaksanaan pengajian hanya diadakan sekali sehari
yakni
sesudah shalat magrib. Tetapi, kegiatan jum’at tetap berlangsung
seperti
khutbah jum’at, shalat jum’at dan lain-lain. Pada saat awal
pandemi
Covid-19, himbauan kepada masyarakat agar tidak berjama’ah di
Masjid
Al-Markaz Al-Islami. Kemudian yang bisa melaksanakan shalat fardhu
di
masjid hanya pengurus dan karyawan kalau jama’ah lain tidak
diperbolehkan. Kemudian badan masjid tidak dipakai kecuali
yang
dibelakang mihrab itu dipakai karena jama’ahnya hanya kurang lebih
5-10
orang dan itupun memakai protkes (protokol kesehatan) yakni
memakai
masker, jaga jarak kurang lebih 1meter, melalui 1 pintu untuk
pengurus dan
karyawan tetap melakukan pemeriksaan suhu badan (Wawancara,
08/12/2020)
keadaan Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar saat ini kegiatan
sangat dibatasi
50
karena adanya himbauan dari Kementrian Agama Republik Indonesia,
Kepolisian,
dan Satgas Gugus Covid-19. Dengan menutup atau membatasi kegiatan
di masjid.
Dalam hal ini pengurus Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar bekerja
sama untuk
mengoptimalkan fungsi masjid di masa pandemi Covid-19.
Dalam mengoptimalisasi fungsi masjid baik pada tingkat
intensifikasi
maupun ekstensifikasi berperan dalam pembinaan masyarakat, bukan
saja dalam
aspek kegiatan ibadah sebagai upaya peningkatan spiritual tapi juga
bagi
pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan
lainnya
sesuai dengan tuntunan dan perkembangan zaman. Dalam situasi
apapun, idealnya
masjid dapat dijadikan pusat kegiatan dan pembinaan masyarakat
demi
mewujudkan tatanan sosial yang baik. Namun nyatanya, fungsi masjid
dalam
menyelesaikan permasalahan sosial keagamaan semakin mengalami
penurunan
akibat adanya pandemi Covid-19.
mengoptimalisasikan fungsi masjid selama pandemi Covid-19, adanya
himbauan
dari pemerintah kegiatan masjid sangat dibatasi agar dapat mematuhi
protokol
kesehatan yang telah diterapkan dan pengurus juga memberikan
himbauan kepada
jama’ah atau masyarakat sekitar masjid untuk tidak melaksanakan
kegiatan ibadah
di masjid pada saat PSBB berlangsung.
Hal ini dipertegas lagi dengan hasil wawancara peneliti dengan
pengurus
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar bapak MD (53th), bahwa:
Dengan adanya himbauan Covid-19 dari pemerintah bahwa
tempat-tempat
kegiatan atau shalat di masjid itu sama sekali langsung ditutup dan
tidak
diperbolehkan shalat berjama’ah di masjid, kegiatan jum’at
juga
ditiadakan untuk sememtara saat itu, bazar jum’at juga
ditiadakan,
51
kegiatan seperti belajar mengaji atau yang di TPA diliburkan dan
tahfizh
Al-Qur’an juga diliburkan. Solusinya dengan memberikan arahan
kepada
jama’ah untuk tidak melaksanakan kegiatan ibadah di Masjid
Al-Markaz
Al-Islami (Wawancara, 08/12/2020 )
Senada dengan apa yang dikatakan oleh ibu NW (20th). Sebagai
jama’ah
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, bahwa:
Sebagai jama’ah di masjid, untuk mengoptimalkan fungsi masjid
dimasa
pandemi ini adalah kita senantiasa memakmurkan masjid,
mengisinya
dengan hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti melakukan pengajian
rutin
setiap hari sekali dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
Dengan
syarat mematuhi protokol kesehatan (Wawancara, 10/12/2020)
Dari hasil observasi dan wawancara bahwa dalam
mengoptimalisasikan
fungsi masjid di masa pandemi Covid-19, pengurus Masjid Al-Markaz
Al-Islami
Makassar berperan penting untuk melaksanakan himbauan dari
Kementrian
Agama, Kepolisian dan Satgas Gugus Covid-19. Hal ini Satgas Gugus
Covid-19
hanya memberikan surat edaran kepada ketua pengurus masjid dan
disampaikan
kepada masyarakat sekitar masjid demi meminimalisasi penyebaran
Covid-19.
Pengurus menyampaikan himbauan tersebut kepada masyarakat atau
pendatang
agar dapat mengikuti protokol kesehatan apabila memasuki area
Masjid Al Markaz
Al-Islami dan pengurus juga melakukan penjagaan yang ketat agar
kegiatan-
kegiatan dibatasi untuk mengoptimalkan fungsi masjid di masa
pandemi covi-19.
Adapun kegiatan yang dilaksanakan di Masjid Al-Markaz
Al-Islami
Makassar seperti, menyelenggarakan kegiatan Hari Besar Islam,
menyelenggarakan Dakwah Islam atau Tabliqh Akbar,
menyelenggarakan
pengajian rutin, menyelenggarakan kegiatan sosial ekonimi (koperasi
masjid),
menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah pusat kegiatan
belajar
masyarakat), Bazar jum’at, dan olahraga di hari ahad.
52
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa kegiatan Masjid Al-Markaz
Al-
Islami sangat dibatasi karena adanya himbauan tentang penanganan
Covid-19,
kegiatan yang dilakukan hanya TPA, pengajian hanya dilakukan sehari
sekali
dengan menggunakan radio rekaman tahun lalu, dan bazar
jum’at.
Gambar 1.4 Pelaksanaan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) di masa
Pandemi Covid-19.
Hal ini dipertegas lagi dengan hasil wawancara peneliti dengan
Pengurus
Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar bapak MD (53th), bahwa:.
Pada awal pandemi Covid-19 dengan aturan yang diterbitkan
oleh
Kementrian Kesehatan yaitu PSBB (Pembatasan Sosial Berskala
Besar).
Kegiatan tetap dilaksanakan tetapi hanya untuk Imam dan
karyawan
masjid. Dan kegiatan yang lainnya diliburkan tetapi pengajian
dilaksanakan menggunakan radio dengan rekaman tahun lalu. Kalau
ada
pendaftar masuk Islam dan di Islamkan oleh Imam, tetapi
sebelumnya
diberikan arahan atau dituntun membaca dua kalimat syahadat
serta
memberi pemahaman tentang dasar-dasar Islam. yang mengantar
hanya
dibatasi 1 orang dan pegantarnya itu tidak boleh mendampingi yang
masuk
Islam kecuali dia sendiri menghadap ke Imam atau Kyai yang
memberikan
pemahaman tentang dasar-dasar Islam seperti rukun Islam, rukun
Imam
dan setelah masuk Islam pendaftar melakukan bagaimana
seharusnya
perlakuan kepada orang tua maupun keluarga diberikan
pemahaman
(Wawancara, 08/12/2020)
Dari hasil observasi dan wawancara bahwa kegiatan Masjid Al-Markaz
Al-
Islami Makassar di masa pandemi Covid-19 sangat dibatasi. Kegiatan
yang
dilakukan hanya pengajian, TPA, Bazar jum’at dan pendaftar yang
ingin masuk
Islam tetapi dibatasi hanya 1 orang yang bisa mengantar ke Imam dan
harus
mematuhi protokol kesehatan. Hal ini pengurus juga harus melakukan
tindakan
agar dapat menangani Covid-19.
Gambar 1.5. Pelaksanaan Pindah Agama (Mualaf) di masa Pandemi
Covid-19.
Tindakan yang dilakukan bukan hanya pengurus yang turun tangan
akan
tetapi petugas satgas gugus Covid-19 juga. Dalam hal ini pengurus
mempunyai
tugas masing-masing yang diberikan ketua pengurus seperti, dalam
bidang
keamanan, kebersihan dan lain lain. Satgas gugus Covid-19 bertugas
memberikan
arahan kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa tindakan pengurus
dalam
melaksanakan kegiatan di masa pandemi Covid-19 yaitu ada berbagai
macam tugas
masing-masing untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Hal ini dipertegas lagi dengan hasil wawancara peneliti dengan
petuugas
Satgas Gugus Covid-19 bapak IF (21th), bahwa:
Kami sebagai petugas penanganan Covid-19 kita menghimbau ke
masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan terutama di
tempat-tempat
ramai seperti di masjid yang dimana tempat untuk beribadah bagi
umat
54
kegiatan di masji (Wawancara, 04/12/2020 )
Senada dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Imam Masjid
Al-
Markaz Al-Islami Makassar bapak MB (50th), bahwa:
Pada saat terjadinya Covid-19, panitia masjid menghentikan
seluruh
kegiatan di Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar (Wawancara,
08/12/2020)
Dan ditambah dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak
MD
(53th) sebagai pengurus Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar,
bahwa:
Sejak akhir februari diumumkannya bahwa terjadi wabah Covid-19
itu
seluruh kegiatan dihentikan dan dihimbau kepada jama’ah untuk
shalat
dirumah. Setelah tanggal 4 Juni 2020 diumumkan lagi bahwa di Masjid
Al-
Markaz Al-Islami sudah bisa difungsikan untuk pelaksanaan shalat
fardhu
dan dibadan masjid diberi tanda merah untuk tempat duduk jama’ah
yang
ingin ikut shalat fardhu (Wawancara, 08/12/2020)
Dari hasil observasi dan wawancara di atas bahwa tindakan yang
dilakukan
Satgas Gugus Covid-19, pengurus, dan imam Masjid Al-Markaz
Al-Islami
Makassar selama pandemi Covid-19 mereka menghimbau kepada
masyarakat
sekitar dan jama’ah di Masjid Al-Markaz Al-Islami agar mematuhi
aturan protokol
kesehatan agar dapat mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan
memberikan bentuk
bentuk pencegahan penyebaran Covid-19.
Gambar 1.6. Pelaksanaan Shalat Jum’at berjaemaah di masa Pandemi
Covid-19.
55
selama pandemi Covid-1