Upload
tranmien
View
255
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN RTRW HANRAT DALAM RANGKA MENYIAPKAN DAN MEWUJUDKAN SISHANTA
PADA MASA DAMAI
Abstraksi. “Penataan ruang saat ini belum dapat diwujudkan sesuai dengan
kepentingan pertahanan, karena belum adanya sinkronisasi antara RTRW
Hanrat dan RTRW Pemerintah, bahkan sering berbenturan dengan
kepentingan pembangunan di daerah.Kepentingan-kepentingan pertahanan
masih kurang terwadahi dan tidak terakomodasi dalam RTRW yang disusun
oleh Pemerintah Daerah. Upaya untuk mengatasi kendala tersebut
ditentukan dengan adanya aspek legalitas dan kerjasama yang harmonis
antara Kowil dan Pemerintah Daerah. Lemahnya pemberdayaan sistem,
aspek kelembagaan, kompetensi sumber daya manusia dan keterbatasan
dukungan anggaran merupakan faktor-faktor penghambat dalam
mewujudkan RTRW Hanrat yang berdayaguna dan berdayasaing”.
Abstraksi. “Space settlement nowadays not yet been existed according to
state defender importance, because between regional planology of aspect
defender land and governmental regional planology not yet harmonic, even
happened by the collision with the development importance area. Defender
importances still less be placed and not accommodated in planology
compiled by Local Government. Strive to overcome the constraint determined
with the existence of aspect of harmonious cooperation and legality between
commando of region and Local Government. Weakness of system
enableness, institute aspect, interest of human resource and limitation of
budget support represent the resistor factors in realizing regional space
settlement of defender in competitive and usefull continent”.
2
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kepentingan strategis pertahanan negara bagi bangsa Indonesia
sesuai dengan doktrin pertahanan negara, pada dasarnya adalah
terwujudnya penyelenggaraan pertahanan yang mampu menjaga dan
memelihara keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menegakkan kedaulatan negara dan melindungi keselamatan seluruh
bangsa dari setiap bentuk ancaman di wilayah daratan, baik yang berasal
dari luar negeri maupun yang timbul di dalam negeri (Ryamizad, 1999,
halaman 81). Penyusunan pertahanan wilayah daratan dilakukan melalui
pemberdayaan wilayah pertahanan dengan menyiapkan pertahanan secara
skala prioritas dari keseluruhan wilayah yuridiksi nasional yang disesuaikan
menurut jenis operasi militer yang dilaksanakan yaitu OMP dan OMSP.
Penentuan daerah diarahkan pada kawasan strategis nasional yang memiliki
nilai pertahanan sesuai dengan perkiraan kemungkinan ancaman yang
berdampak terhadap penyiapan dan penyusunan ruang pertahanan darat.
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah terciptanya Ruang, Alat dan Kondisi
Juang yang tangguh serta Kemanunggalan TNI Rakyat guna mendukung
kepentingan Pertahanan Negara.
Penataan ruang saat ini belum dapat diwujudkan sesuai dengan
kepentingan pertahanan, karena belum adanya sinkronisasi antara RTRW
Hanrat dan RTRW Pemerintah, bahkan sering berbenturan dengan
kepentingan pembangunan di daerah. Kepentingan-kepentingan pertahanan
Hanratmasih kurang terwadahi dan tidak terakomodasi dalam RTRW yang
disusun oleh pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota. Padahal, dalam
peraturan perundang-undangan tentang tata ruang, dengan tegas disebutkan
bahwa tujuan nasional pemanfaatan ruang antara lain untuk mewujudkan
keseimbangan kepentingan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan
keamanan (Letjen TNI JS.Prabowo, 2010, RTRW Hanrat). Bahkan, dalam
peraturan penjabarannya, lebih gamblang dijelaskan tujuan perencanaan
3
ruang wilayah adalah untuk meningkatkan kemampuan memelihara
pertahanan keamanan negara yang dinamis dan sekaligus memperkuat
integrasi nasional.
Upaya untuk mengatasi kendala tersebut ditentukan dengan adanya
aspek legalitas dan kerjasama yang harmonis antara Komando Kewilayahan
dan Pemerintah Daerah. Untuk mengatur tata ruang yang berkaitan dengan
fungsi pertahanan sebagai bagian dari sistem RTRW Nasional perlu dibuat
RTRW Hanrat oleh jajaran Komando Kewilayahan dalam rangka
merencanakan, menyiapkan dan mewujudkan sistem pertahanan semesta
(Sishanta) pada masa damai.
1.2 Identifikasi Masalah
Untuk merencanakan, menyiapkan dan mewujudkan Sishanta
diperlukan rencana tata ruang wilayah yang mengatur pemanfaatan dan
pengendalian ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang disusun secara
terpadu dan komprehensif, oleh sebab timbul suatu pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
a. Bagaimanakah mengoptimalkan pemberdayaan sistem dalam
mewujudkan RTRW Hanrat yang berdaya guna dan berhasil guna
serta legitimatif?
b. Bagaimanakah menguatkan struktur kelembagaan, sehingga
dapat mewujudkan RTRW Hanrat yang didukung oleh database
yang lengkap, akurat dan mutakhir? c. Bagaimanakah meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dalam organisasi penyelenggaraan RTRW Hanrat?
d. Bagaimanakah menyiasati keterbatasan dukungan anggaran
dalam penyelenggaraan RTRW Hanrat?
4
1.3 Sistematika Pembahasan
Tulisan ini membahas berbagai hal yang terkait dengan penyusunan
RTRW Hanrat di tingkat Kodam, Korem dan Kodim agar lebih berdaya guna
dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang serta berkelanjutan, dengan
sistematika sebagai berikut:
a. Pendahuluan
b. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori.
c. Kondisi Obyektif
d. Hipotesis
e. Analisis
f. Penutup.
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 UUD 1945
Pasal 30 UUD 1945 menetapkan, bahwa Sistem pertahanan negara
dilaksanakan dengan Sishankamrata yang menempatkan rakyat sebagai
yang utama dalam kesemestaan, baik dalam semangat maupun dalam
mendayagunakan segenap kekuatan dan sumber daya nasional, untuk
kepentingan pertahanan dalam mempertahankan eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pada dasarnya peran serta rakyat dalam
Sistem pertahanan negara merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban
setiap warga negara untuk ikut dalam usaha pertahanan negara.
2.1.2 UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Pada pasal 3, 4 dan 5 dikandung maksud bahwa pertahanan negara
disusun dengan memperhatikan kondisi geografis wilayah Indonesia sebagai
negara kepulauan yang harus dijaga dan dilindungi keutuhannya sebagai
satu kesatuan pertahanan. Dengan demikian mutlak diperlukan pemahaman
5
yang baik tentang kondisi obyektif wilayah NKRI, seperti letak, luas, bentuk,
potensi sumberdaya alam, dan lain sebagainya yang tentu saja harus
direncanakan secara efisien dan efektif. Pada gilirannya perencanaan
pemanfaatan untuk kepentingan pertahanan negara diantaranya dituangkan
dalam bentuk RTRW Hanrat.
2.1.3 UU RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI
Pada pasal 8 tentang tugas Angkatan Darat yaitu melaksanakan
pemberdayaan wilayah pertahanan. Di dalam jabarannya pemberdayaan
wilayah pertahanan dilaksanakan melalui Binter yang memiliki salah satu
tujuan antara lain mewujudkan ketahanan wilayah yaitu kondisi dinamika
bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan masyarakat yang
terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan wilayah dalam berbagai kepentingan, baik untuk
mempertahankan kelangsungan hidup maupun untuk menyelenggarakan
pembangunan. Ketahanan wilayah terbangun melalui sinergi delapan gatra
yang antara lain dicerminkan melalui penyelenggaraan penataan ruang
pertahanan wilayah darat, seperti diketahui penataan ruang pada hakekatnya
mengatur pemanfaatan segenap sumber daya nasional yang meliputi
geografi, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama dan
Hankam).
2.1.4 UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Terdapat 2 pasal yang terkait dengan kewenangan Pemerintah
Daerah dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yaitu pasal 17 Ayat (1) huruf c. menyebutkan bahwa, pemanfaatan sumber
daya alam dan sumberdaya lainnya harus memperhatikan penyerasian
lingkungan dan tata ruang, Ayat (2) huruf a. pelaksanaan pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah. Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan, bahwa daerah yang
memiliki kewenangan sepenuhnya untuk mengelola sumber daya alam di
6
wilayah lautan. Lingkup pengelolaan wilayah lautan seperti tercantum dalam
Ayat (3) meliputi ; ekplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
kekayaan laut ; pengaturan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan
hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah ; ikut serta dalam
pemeliharaan keamanan dan ikut serta dalam pertahanan kedaulatan
negara. Kedua pasal tersebut menimbulkan kegamangan, karena belum
menunjukan keseimbangan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
yang ditujukan bagi kepentingan pertahanan negara di segala wilayah, baik
daratan maupun lautan.
2.1.5 UU RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang
Dalam Undang-Undang ini terdapat tiga tujuan utama penataan ruang,
yaitu ; pertama, terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan
lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional,
kedua, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung
dan kawasan budi daya, dan ketiga, terselenggaranya pemanfaatan ruang
yang berkualitas yaitu adanya keseimbangan antara kepentingan
kesejahteraan dan kepentingan keamanan. Dengan demikian RTRW Hanrat
dan RTRW Pemerintah seharusnya mewadahi dua kepentingan yaitu
kepentinngan pertahanan-keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
2.1.6 Doktrin Kartika Eka Paksi (KEP)
Kepentingan strategis pertahanan negara adalah penyelenggaraan
usaha pertahanan negara untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta keselamatan
dan kehormatan bangsa dari setiap ancaman, baik yang berasal dari luar
maupun yang timbul di dalam negeri. Kepentingan strategis untuk
pertahanan negara harus selalu disiapkan dan dilaksanakan secara dini
tanpa mempermasalahkan ada atau tidak adanya ancaman nyata, karena
pembangunan kekuatan pertahanan memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga harus dipersiapkan jauh hari sebelum munculnya ancaman.
7
Penyelenggaraan pertahanan dilaksanakan dengan Sishanta yang
melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya serta sarana dan prasarana
wilayah sebagai satu kesatuan pertahanan berupa strategi pertahanan
pulau-pulau besar dan rangkaian pulau-pulau kecil dengan menggelar Kowil
untuk difungsikan sebagai kompartemen strategis pertahanan dengan
klasifikasi susunan daerah yang disesuaikan menurut jenis operasi yang
digelar baik dalam pola OMP maupun OMSP.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional merupakan Geostrategi Indonesia sebagai
implementasi dari konsep geopolitik Wawasan Nusantara, dalam
mewujudkan daya tangkal nasional serta mempengaruhi ketahanan regional
dan supraregional (Kemhan RI, 2007, Doktrin Pertahanan Negara, halaman
14). Konsepsi ketahanan nasional pada hakekatnya berisi keuletan dan
ketangguhan bangsa dan negara dalam menghadapi setiap ancaman
dengan memberdayakan segenap sumber daya nasional melalui suatu
pembinaan dan pengembangan, sehingga menjadi kekuatan yang
berdayatangkal tinggi yang harus dipersiapkan dan dibangun secara dini
pada masa damai. Penyiapan dan pembangunan kekuatan diselenggarakan
melalui penyusunan Tata Ruang Wilayah Pertahanan. Upaya penyusunan
RTRW Pertahanan harus dapat memperkuat integrasi nasional, dan tidak
menghilangkan karakteristik wilayah yang justru seharusnya dapat
dimanfaatkan sebagai potensi keunggulan komparatif bagi kepentingan
pertahanan negara dan pembangunan nasional di daerah.
2.2.2 Sistem Pertahanan Negara
Pada masa damai, Sistem Pertahanan Semesta dibangun untuk
menghasilkan daya tangkal yang tangguh dengan menutup setiap ruang
kelemahan yang dapat menjadi titik lemah. Pembangunan Sistem
Pertahanan Semesta pada masa damai dilaksanakan dalam kerangka
8
pembangunan nasional yang tertuang dalam program pemerintah yang
berlaku secara nasional (Kemhan RI, 2007, Doktrin Pertahanan Negara,
halaman 71). Implementasi program pembangunan pemerintah di antaranya
dituangkan melalui penyusunan tata ruang wilayah, yang diselenggarakan
secara serasi, seimbang dan berwawasan lingkungan, serta terwujudnya
keseimbangan antara kepentingan kesejahteraan dan kepentingan Hankam.
3. KONDISI OBYEKTIF
3.1 Lemahnya Pemberdayaan Sistem dalam Penyusunan RTRW Di
Daerah
Mekanisme dan tata laksana penyusunan RTRW Hanrat dan RTRW
pemerintah daerah belum mantap terbangun. Keterpaduan dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembinaan terkesan masih
sebatas slogan di atas kertas dan kekuatan hukum suatu produk rencana
tata ruang wilayah pertahanan Hanratdirasakan masih sangat lemah. Selain
itu, produk RTRW masih cenderung berorientasi pada pencapaian tujuan
ideal berjangka panjang, yang seringkali meleset, karena banyaknya faktor
ketidakpastian dan terdapat kecenderungan yang kuat, bahwa perencanaan
tata ruang lebih terfokus pada aspek penataan fisik dan visual, sedangkan
aspek perencanaan sumberdaya manusia (penduduk) yang mendiami
wilayah tersebut belum mendapat perhatian yang memadai. Perangkat
peranti lunak berupa buku-buku petunjuk yang mengatur penyusunan RTRW
Hanrat yang baku belum ada (masih berupa pedoman sementara) serta
cenderung berubah-ubah akibatnya, saat ini belum ada standar baku yang
dapat dipedomani serta dapat diterapkan dalam penyusunan RTRW Hanrat.
3.2 Lemahnya Aspek Kelembagaan dalam Penyusunan RTRW di Daerah
Berfungsinya RTRW Hanrat ditentukan oleh ukuran manfaat setiap
sistem, subsistem dan sub-subsistem penyelenggaraannya, sehingga
dibutuhkan subyek atau organisasi berikut pejabat beserta seluruh perangkat
9
lengkap penjamin pengaturan dengan garis otoritas yang jelas, tanggung
jawab, secara kesisteman, dan berspesialisasi, serta harus mengacu
kepada kesatuan tugas dan rentang kendali masing-masing
penaggungjawab (Mabesad, 2010, Buku RTRW Hanrat, halaman 20).
Dalam proses penyusunan dan penataan ruang wilayah pertahanan darat,
idealnya, selain memerlukan organisasi yang berjenjang secara hirarkis,
baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Kowil juga dibutuhkan suatu
kerjasama, dan koordinasi secara komprehensif yang melibatkan seluruh
pemangku kepentingan diantaranya Pemerintah Daerah (Provinsi,
Kabupaten, Kota) dan Komando Kewilayahan (Kodam, Korem, Kodim)
Oganisasi dalam penyusunan RTRW Hanrat di tingkat Kowil belum
tertata dengan baik, serta belum melibatkan beberapa pihak terkait secara
intensif yang idealnya dapat memberikan saran masukan sesuai dengan
bidang dan tingkat kewenangan masing-masing. Kemitraan antara Kodam,
Korem atau Kodim dan Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota)
dalam penyusunan tata ruang wilayah belum terbangun dengan mantap,
masih terdapat kendala psikologis akibat dua pendekatan yang seolah-olah
bertentangan yaitu pendekatan kesejahteraan dan pertahanan-keamanan.
Secara subyektif, ada kecenderungan bahwa lingkup kepentingan jajaran
TNI Angkatan Darat (Kowil) dalam penyusunan RTRW diartikan secara
sempit yakni hanya menangani masalah pertahanan saja, sehingga muncul
semangat ego sektoral dari Pemerintah Daerah seolah kepentingan
pembangunan hanya milik Pemerintah saja. Selain itu, nomenklatur yang
digunakan dalam RTRW Hanrat dan RTRW Pemerintah Daerah satu sama
lain belum saling memahami, apalagi dasar hukum yang melandasi
penyusunan RTRW Hanrat tidak sekuat RTRW Pemerintah Daerah,
sehingga ada kesenjangan dari segi legitimasi.
10
3.3 Lemahnya Kompetensi SDM Dalam Organisasi Penyusunan RTRW Hanrat
Kompetensi sumber daya manusia dalam tubuh organisasi Kowil bagi
penyusunan sebuah produk RTRW masih belum sekuat Pemerintah Daerah
yang bahkan seringkali menggunakan jasa konsultan perencana. Kowil tidak
pernah menggunakan jasa konsultan dan hanya memanfaatkan sejumlah
personel untuk dilibatkan dalam kelompok kerja dengan kemampuan dan
pemahaman teoritis perencanaan wilayah yang sangat terbatas, sehingga
cenderung intuitif dan tidak ilmiah. Konsekuensinya, aspek metodologi ilmiah
yang digunakan dalam penyusunan RTRW Hanrat masih kurang optimal.
Indikasi proses penyusunan, RTRW pembangunan daerah baik Pemerintah
Provinsi, Kabupaten maupun Kota sudah menggunakan analisa dan
penerapan metodologi ilmiah yang didukung database melalui sistem
informasi geografi yang lengkap serta teori-teori perencanaan dan
pembangunan wilayah, sedangkan dalam proses penyusunan RTRW Hanrat
masih menggunakan inventarisasi data secara manual dengan penerapan
metode sesuai dengan arahan buku pedoman sementara penyusunan
RTRW Hanrat yang seringkali belum dipahami, akibatnya produk RTRW
Hanrat Kowil tidak ilmiah dan terkesan asal jadi, serta belum dapat
dioperasionalkan.
4. HIPOTESIS
4.1 Desentralisasi Pemerintahan dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan RTRW
Reformasi politik yang antara lain ditandai dengan pelaksanaan
desentralisasi pemerintahan dalam konteks penyusunan rencana tata ruang,
banyak diartikan oleh Pemerintah Daerah sebagai pembenaran atas
kewenangan penuh pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan masing-masing daerah. Pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya seperti yang tertuang dalam UU
11
RI No 32 Tahun 2004 Pasal 17 dan 18, cenderung diterjemahkan menjadi
pengkotak-kotakan wilayah darat dan laut guna mengeksploitasi sumber
daya tanpa memperhatikan aspek lingkungan yang berdampak kepada
kepentingan-kepentingan lain di daerah yang bersangkutan diantaranya
dalam RTRW Pemerintah Daerah, terdapat penetapan kawasan khusus
yang hanya sekelumit menetapkan suatu daerah sebagai kawasan Hankam
yang digunakan sebagai daerah latihan TNI atau daerah yang menjadi
rencana pembangunan pangkalan TNI (Mako/Lanal/Lanud), sedangkan
penetapan kawasan yang bertujuan untuk kepentingan Strategis Pertahanan
Negara dalam skala yang lebih luas belum terakomodir. Dapat dianalisa
bahwa, semua itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah
(PAD) setinggi-tingginya dalam rangka menyiasati anggaran pembangunan
daerah yang masih sangat terbatas. Kentalnya semangat mengejar
pertumbuhan ekonomi kerap mengorbankan tata ruang wilayah yang sudah
disusun sebagai pedoman dan pengawal jalannya pembangunan di daerah.
4.2 Lemahnya Tata Laksana Penyelenggaraan Tata Ruang Wilayah di
Daerah
Terdapat sejumlah kecenderungan negatif dalam tata laksana
penyelenggaraan tata ruang wilayah di daerah, antara lain: penyusunan
RTRW Pembangunan di daerah dilakukan oleh konsultan yang kerap tidak
mengenal kondisi daerah secara luas dan mendalam, pelibatan peran serta
seluruh komponen masyarakat di daerah yang bersangkutan dalam
penyelenggaraan Rencana Tata Ruang Pembangunan di daerah belum
maksimal, proses perencanaan tidak didahului dengan proses penelitian
secara cermat di lapangan dan rekomendasi yang dikeluarkan hanya
berdasarkan atas data sekunder Pemerintah Daerah (diatas kertas) yang
dikumpulkan dengan tingkat akurasi yang sangat diragukan, produk Rencana
Tata Ruang Pembangunan Daerah belum mampu mengakomodasikan
semua kepentingan secara optimal, secara hirarkis maupun lintas sektor
diantaranya aspek Hankam akibatnya muncul ketidakselarasan antara
12
RTRW Hanrat dan RTRW Pemerintah dan Proses penyusunan dan produk
RTRW yang telah disusun belum tersosialisasi secara optimal kepada pihak-
pihak yang memiliki kepentingan terhadap penyusunan tata ruang termasuk
jajaran Komando Kewilayahan, cenderung hanya diketahui oleh Dinas/Badan
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah (diantaranya Bappeda).
4.3 Terbatasnya Dukungan Anggaran bagi Penyelenggaraan RTRW
Hanrat
Alokasi anggaran untuk kegiatan penyusunan RTRW Pertahanan
Hanrat dirasakan masih sangat terbatas. Terkait dengan anggaran/
pendanaan tersebut, maka perencanaan dan pengelolaan kegiatannya
masih didominasi oleh prinsip sentralisasi, dimana peran Komando Atas
(Mabesad) masih relatif dominan. Pada akhirnya, pendekatan bottom up
guna menghimpun masukan dari bawah, seperti jajaran Kodam, Korem dan
Kodim, tidak berjalan optimal. Terbatasnya dukungan anggaran bagi
program penyusunan Tata Ruang Wilayah Pertahanan Darat berdampak
terhadap kualitas produk RTRW Hanrat, dan rekomendasi yang dikeluarkan
hanya berdasarkan atas data sekunder (diatas kertas) yang dikumpulkan
dengan tingkat akurasi yang sangat diragukan karena tidak dilakukan melalui
observasi dan penelitian secara cermat di lapangan dengan kata lain
operasional produk RTRW Hanrat belum terjamin.
4.4 Lemahnya Pemahaman tentang RTRW Hanrat di kalangan Birokrat
di Daerah
RTRW Hanrat berkedudukan sebagai instrumen atau perangkat
dalam mengembangkan seluruh potensi wilayah yang berhubungan dengan
pertahanan negara. Dalam pengelolaan dan penyelenggaraan tata ruang
wilayah pertahanan, terdapat sejumlah bentuk penataan ruang lainnya
sesuai dengan level dan penggunaannya masing-masing serta berada dalam
suatu kesatuan yang membentuk penataan ruang wilayah nasional.
Pengertian tentang RTRW Hanrat di kalangan Birokrat di daerah belum
13
sepenuhnya dipahami, sehingga kondisi tersebut menuai ketidakpedulian
yang didukung oleh semangat ego sektoral dalam perencanaan dan
pelaksanaan program pembangunan, sehingga mengesampingkan akan
pentingnya penyiapan tata ruang wilayah pertahanan.
5 ANALISIS
5.1 Bagaimanakah mengoptimalkan pemberdayaan sistem dalam
mewujudkan RTRW Hanrat yang berdaya guna dan berhasil guna serta legitimatif
Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan mendorong
semua pemangku kepentingan untuk memberikan masukan atau usulan
tentang peraturan pelaksanaan yang menjembatani hubungan antara RTRW
Pertahanan Hanratdengan RTRW Nasional, sehingga ada forum koordinasi
dan konsultasi yang mantap dan jelas seperti halnya ditingkat nasional
adanya Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN). Semua pemangku
kepentingan (stake holder) memberi masukan bagi revisi UU Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan UU RI Nomor 32 Tahun 2004,
sehingga lebih mencerminkan asas keseimbangan antara kepentingan
kesejahteraan dan pertahanan-keamanan serta pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya lebih mewadahi kepentingan kepentingan
Hankam di segala wilayah.
Bila ditelaah, kandungan Undang-Undang tersebut kurang mewadahi
kepentingan Hankam, sehingga beberapa peraturan pelaksanaan baik
berupa Peraturan Pemerintah maupun Keppres sebagai payung hukumnya
harus segera disusun dan diselesaikan. Secara khusus Kemhan RI perlu
didesak untuk segera menuntaskan pembahasan penyusunan RTRW
Pertahanan nasional yang menjadi pedoman bagi RTRW Hanrat di daerah.
Dalam pelaksanaannya, Kemhan dan TNI AD memberi ruang bagi peran
serta masyarakat dalam penataan RTRW Hanrat berdasarkan prinsip
kebersamaan, keterbukaan, keadilan dan perlindungan hukum.
14
Kemhan dan TNI AD menyiapkan bahan rumusan kebijakan, petunjuk
teknis, pedoman dan prosedur sehingga dapat ditetapkan standarisasi dalam
proses penyusunan RTRW Hanrat. Jajaran Kowil perlu melakukan penelitian
dan kajian tentang kearifan lokal sistem sosial budaya masyarakat setempat
dalam penyusunan RTRW Hanrat sebagai salah satu faktor pertimbangan
yang mencirikan keistimewaan dan ciri khas masing-masing daerah serta
pada hakekatnya semua yang direncanakan dan diatur dalam RTRW bukan
aspek fisik semata melainkan aspek non fisik perlu mendapat porsi perhatian
yang seimbang. Dalam proses penyusunannya, RTRW Hanrat juga perlu
menerapkan metodologi ilmiah dan pembuatan data base yang lengkap dan
mutakhir.
5.2 Bagaimanakah menguatkan struktur kelembagaan, sehingga dapat
mewujudkan RTRW Hanrat yang didukung oleh database lengkap, akurat dan mutakhir
TNI AD perlu meninjau ulang organisasi dan tugas Kowil, agar lebih
mampu menyelenggarakan penataan dan penyiapan ruang wilayah
pertahanan Hanratseperti yang diharapkan. Jika di jajaran pemerintahan
daerah ada Beppeda, dengan segala kemampuan yang dimilikinya, mungkin
di jajaran Kowil sudah harus dipikirkan untuk memiliki organisasi yang
memiliki tugas yang hampir serupa, minimal dari sisi kemampuan dan
kualitas sumberdayanya. Penggunaan kemajuan Iptek harus sudah mulai
dimanfaatkan untuk menjaring data-data wilayah secara lebih akurat dan
lengkap, antara lain: Sistem Informasi Geografi, kependudukan, sistem
perencanaan wilayah dan lain-lain terkait dengan aspek
Ipoleksosbudhankam, oleh karenanya dalam organisasi jajaran Kowil perlu
dilengkapi personel yang menguasai pemetaan dan pengolahan informasi
data beserta perangkat dan sarana prasarananya serta personel yang
menguasai perencanaan dan manajemen bidang pertahanan.
15
Penetapan istiliah-istilah teknis dalam RTRW perlu di revisi dan
ditetapkan serta distandarisasi, terkait dengan hal tersebut Kementrian
Pertahanan dan Kementrian Dalam Negeri perlu menetapkan standarisasi
nomenklautur Rencana Tata Ruang Wilayah bagi kepentingan pertahanan
maupun pembangunan di daerah. Terkait dengan lingkup kepentingan
pertahanan negara aspek darat, Kementrian Pertahanan, Kementrian Dalam
Negeri dan TNI AD perlu melaksanakan sosialisasi dan edukasi di
lingkungan Birokrat Pemerintah Daerah yang dilakukan secara terprogram
dan langsung dilakukan oleh ketiga Institusi diatas baik di tingkat Provinsi,
Kabupaten maupun Kota guna meluruskan pemahaman yang kurang tepat
terhadap RTRW Hanrat. Komando Kewilayahan mulai tingkat Kodam, Korem
dan Kodim harus lebih meningkatkan kualitas hubungan kerja guna mengikis
kentalnya semangat ego sektoral dalam penyusunan RTRW masing-masing
dengan memberdayakan penyelenggaraan Komsos yang selama ini telah
menjadi program kegiatan satuan.
5.3 Bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam
organisasi penyelenggaraan RTRW Hanrat
Sejumlah upaya yang dapat ditempuh dalam rangka meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia dalam rangka penyusunan RTRW Hanrat .
Pertama, setiap Aster, Danrem dan Dandim perlu dibekali dengan
pengetahuan perencanaan dan manajemen bidang pertahanan, oleh
karenanya sudah saatnya menjadi suatu persyaratan bagi Pamen yang akan
ditempatkan pada tataran jabatan tersebut diatas untuk memahami dan
menguasai pengetahuan perencanaan dan manajemen bidang pertahanan
sesuai dengan kemajuan dan perkembangan Iptek global. Kedua, Kemhan
dan TNI AD membentuk suatu lembaga pendidikan yang terkait dengan
perencanaan dan manajemen, pemanfaatan serta pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah guna kepentingan Hanneg. Ketiga, TNI AD
melakukan rekruitmen Pamen yang akan menduduki jabatan Asisten
Teritorial, Danrem dan Dandim secara kompetitif melalui uji kelayakan di
16
bidang perencanaan dan menajemen pertahanan, aspek kompetensi teknis
patut manjadi perhatian guna mendukung penyusunan RTRW Hanrat yang
memenuhi persyaratan ilmiah. Keempat, Kemhan dan TNI AD secara intensif
melakukan sosialisasi di lingkungan Perwira Kowil untuk memberikan
pemahaman tentang perencanaan dan manajemen pertahanan,
pemanfaatan serta pengendalian Ruang wilayah guna kepentingan Hanneg,
khususnya pertahanan aspek darat, Kelima, Kemhan dan TNI AD, secara
intensif menyelenggarakan sosialisasi secara terpadu yang melibatkan
pejabat Pemerintah Daerah dan Komando Kewilayahan dengan metoda
simulasi proses penyusunan, pengendalian dan operasional RTRW Hanrat,
mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, sehingga diperoleh gambaran,
kesamaan visi dan persepsi tentang RTRW Hanrat baik di kalangan Birokrat
Pemerintahan Daerah maupun Komando Kewilayahan.
5.4 Bagaimana menyiasati keterbatasan dukungan anggaran, sehingga
dapat menyelenggarakan proses penyusunan, pemanfaatan dan pengendalian RTRW Hanrat secara utuh
Untuk penyelenggaraan penataan ruang wilayah pertahanan
Hanratsecara utuh, TNI AD memiliki keterbatasan kemampuan karena
dukungan anggaran negara yang diberikan masih sangat terbatas. Selain
itu menurut UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU RI Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jajaran Komando Kewilayahan
secara de facto tidak memiliki kewenangan otonom mengelola wilayah
layaknya Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota).
Upaya yang perlu dilakukan guna mendapatkan dukungan
anggaran/pendanaan, antara lain; pertama, Melakukan inventarisasi dan
perencanaan terpadu untuk menetapkan kebutuhan nyata anggaran, sumber
pendanaan, dan alokasi anggaran untuk keperluan rutin, operasional,
maupun pembangunan jajaran Kowil, kedua, Melakukan perencanaan
terpadu untuk menetapkan program-program jangka pendek dan jangka
panjang dalam rangka pencapaian visi dan misi TNI AD dalam
17
penyelenggaraan penataan RTRW Hanrat di daerah, ketiga, Melakukan
koordinasi dengan Pemerintah sampai ketingkat daerah dan instansi terkait
lainnya untuk mendapatkan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan
Idealnya semua jenis tata ruang wilayah disusun secara komprehensif
dan terpadu melalui tahapan dialog diantara semua pemangku kepentingan
(Pemerintah dan TNI AD) dengan tetap memperhatikan serangkaian
paradigma nasional dan peraturan per undang-undangan sebagai landasan
hukumnya. Kondisi ideal penyusunan RTRW Pertahanan Hanratsampai saat
ini belum bisa tercapai disebabkan oleh beberapa faktor antara lain implikasi
desentralisasi pemerintahan terhadap penyusunan RTRW, lemahnya tata
laksana dalam penyelenggaraan RTRW, terbatasnya dukungan anggaran
dan lemahnya pemahaman tentang RTRW Hanrat di kalangan Birokrat. Dari
hasil analisa permasalahan dihadapi dalam penyelenggaraan RTRW Hanrat,
setidak-tidaknya ada empat pokok permasalahan yang dapat ditemukan,
yaitu permasalahan pemberdayaan sistem penyusunan RTRW Hanrat dan
RTRW Pemerintah daerah, permasalahan aspek kelembagaan,
permasalahan kualitas kemampuan dan kompetensi SDM serta keterbatasan
dukungan anggaran.
Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, diperlukan
beberapa perubahan dan penyesuaian dalam sasaran strategis
penyelenggaraan RTRW Hanrat. Kebijakan dan program penataan ruang
wilayah pertahanan harus tetap diarahkan pada peningkatan integrasi
nasional dan terjaminnya kemampuan memelihara pertahanan keamanan
negara yang dinamis dalam rangka mendukung pembangunan nasional.
Kondisi yang diharapkan pada praktek penyusunan RTRW Hanrat di masa
depan adalah berkurangnya kelemahan-kelemahan seperti yang disinyalir
18
terjadi pada penyusunan RTRW Pembangunan Daerah. Dengan demikian
RTRW Hanrat harus dapat menjawab permasalahan nyata sebagai akibat
banyaknya faktor ketidakpastian serta dapat menghasilkan penataan ruang
pertahanan yang baik, mampu mengakomodasikan aspek perencanaan
komunitas dan sumberdaya disamping aspek penataan fisik dan visual,
adanya keterpaduan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan, melibatkan peran serta seluruh komponen bangsa dalam
proses perencanaan tata ruang, serta memiliki kekuatan hukum.
6.2 Saran
Bertitik tolak dari uraian di atas, disampaikan beberapa saran dalam
rangka penyelenggaraan RTRW Hanrat, sebagai berikut.
a. Kemdagri, Kemhan RI dan TNI AD perlu melakukan suatu
kerjasama yang melalui Memorandum of Understanding (MOU)
dalam penyusunan tata ruang wilayah, sehingga MOU tersebut
dapat menjadi landasan hukum bagi keterpaduan dan keselarasan
penyusunan RTRW Hanrat maupun RTRW Pemerintah di tingkat
daerah serta dapat dipedomani oleh semua Institusi dan mampu
mewadahi seluruh kepentingan baik bagi pembangunan
kesejahteraan maupun pertahanan dan keamanan.
b. Kemhan dan TNI AD perlu membentuk suatu lembaga pendidikan
yang terkait dengan perencanaan dan manajemen, pemanfaatan
serta pengendalian pemanfaatan ruang wilayah guna kepentingan
Pertahanan Negara.
c. TNI AD perlu melakukan rekruitmen Pamen yang akan menduduki
jabatan Asisten Teritorial, Danrem dan Dandim secara kompetitif
melalui uji kelayakan di bidang perencanaan dan menajemen
pertahanan, guna mendukung penyelenggaraan RTRW Hanrat
lebih berbobot, berkualitas dan memenuhi persyaratan-
persyaratan metodologi ilmiah.
19
d. Kemhan dan TNI AD, perlu secara intensif menyelenggarakan
sosialisasi yang melibatkan pejabat Pemerintah Daerah dan
Komando Kewilayahan dengan metoda simulasi proses
penyusunan, pengendalian dan operasional RTRW Hanrat, mulai
tingkat pusat sampai tingkat daerah, sehingga diperoleh
gambaran, kesamaan visi dan persepsi tentang RTRW Hanrat,
baik di kalangan Birokrat Pemerintahan Daerah maupun,
Komando Kewilayahan.
Demikian penulisan optimalisasi penyelenggaraan RTRW Hanrat
dalam rangka menyiapkan dan mewujudkan Sishanta pada masa damai
dengan harapan dapat dijadikan sebagai bahan masukan Pimpinan TNI AD
dalam menentukan kebijaksanaan di masa yang akan datang.
Palembang, 14 Mei 2011 Penulis,
Agus Topani Letnan Kolonel Inf NRP 1900004550366
20
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertahanan RI. 2007. Peraturan Menteri Pertahanan RI
Nomor: PER/22/M/XII Tanggal 28 Desember 2007 Tentang Doktrin Pertahanan Negara.
Departemen Pertahanan RI. 2007. Peraturan Menteri Pertahanan RI
Nomor: PER/23/M/XII Tanggal 28 Desember 2007 Tentang Strategi Pertahanan Negara.
Departemen Pertahanan RI. 2008. Peraturan Menteri Pertahanan RI
Nomor: PER/03/M/II Tanggal 18 Februari 2008 Tentang Buku Putih Pertahanan Indonesia.
J.S.Prabowo. 2010. ”RTRW Hanrat” Makalah Wakasad Disampaikan pada
Apel Dandim Danrem Terpusat 2010. Kardi, Kusnadi. 1999. ”TNI Kembali ke Jati Diri” dalam Indonesia Baru dan
Tantangan TNI: Pemikiran Masa Depan. Editor: Agus Wirahadikusumah dkk. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Kodam II/Sriwijaya. 2011. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Pertahanan
Darat Kodam II/Sriwijaya. Palembang. Kodiklatad. Kodam Sebagai Kompartemen Strategis Pertahanan (Sistem
Pertahanan Semesta).
Mabes AD. Doktrin Kartika Eka Paksi. Jakarta. Mabes AD. 2010. Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Pertahanan Darat.
Jakarta. Ryamizard RC. 1999. ”Konsistensi dan Komitmen TNI” dalam Indonesia
Baru dan Tantangan TNI: Pemikiran Masa Depan. Editor: Agus Wirahadikusumah dkk. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
21
Samego, Indria. 2000. TNI di Era Perubahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sterad.2010. Buku Pedoman Penyusunan RTRW Pertahanan Darat.
Jakarta. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, Badan
Koordinasi Tata Ruang Nasional. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia. Wirahadikusumah, Agus. 1999. ”TNI Menghadapi Tantangan Masa Depan”
dalam Indonesia Baru dan Tantangan TNI: Pemikiran Masa Depan. Editor: Agus Wirahadikusumah dkk. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.