57
OPTIMASI BIODEGRADASI Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) MENGGUNAKAN ISOLAT BAKTERI LOKAL DAN UJI KEMAMPUAN BIOREMEDIASI LIMBAH DETERGEN (Skripsi) Oleh ASRUL FANANI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

OPTIMASI BIODEGRADASI Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) …digilib.unila.ac.id/57254/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-06-25 · optimasi biodegradasi sodium dodecyl sulfate (sds)

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

OPTIMASI BIODEGRADASI Sodium Dodecyl Sulfate (SDS)

MENGGUNAKAN ISOLAT BAKTERI LOKAL DAN

UJI KEMAMPUAN BIOREMEDIASI LIMBAH DETERGEN

(Skripsi)

Oleh

ASRUL FANANI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

ABSTRACT

BIODEGRADATION OPTIMIZATION OF SODIUM DODECYL

SULFATE (SDS) USING LOCAL BACTERIA ISOLATE AND

DETERGENT BIOREMEDIATION CAPABILITY TEST

By

Asrul Fanani

The extensively use of detergents by community and the waste disposal directly

causes pollution of the aquatic environment. Bioremediation efforts are carried out

to overcome these problems. In this study, SDS biodegradation optimization was

conducted by using four consortiums from four local bacterial isolates obtained

from previous studies. SDS biodegradation was analyzed by using the AS-MB

method; the method was the best method obtained from the comparing between AS-

MB and MB-AS methods. Based on the SDS degradation capability of four

consortiums (A, B, C and D), and selected the best two consortiums (B and C)

showed capability to degrade SDS at 96.4% and 98.3% respectively. The main

ability of the consortium B and C was played by SB-2-1 and SB-3-3 isolates which

were able to degrade SDS at 85.5%. The application of the best consortium (B and

C) is bioremediation which for municipal waste that containing detergent, both

were able to degrade surfactants at only 33.2% and 37.3% in 6 days. It better than

native biodegradation without bacterial isolates which are only able to degrade

around to 4.9%.

Key words : SDS, AS-MB, MB-AS, bacterial isolates, consortium,

biodegradation, bioremediation.

ABSTRAK

OPTIMASI BIODEGRADASI Sodium Dodecyl Sulfate (SDS)

MENGGUNAKAN ISOLAT BAKTERI LOKAL DAN UJI KEMAMPUAN

BIOREMEDIASI LIMBAH DETERGEN

Oleh :

Asrul Fanani

Banyaknya penggunaan detergen di masyarakat dan pembuangan limbah secara

langsung menyebabkan pencemaran lingkungan perairan. Upaya bioremediasi

dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pada penelitian ini dilakukan

optimasi biodegradasi SDS menggunakan empat konsorsium dari empat isolat

bakteri lokal yang didapat dari penelitian sebelumnya. Analisis biodegradasi SDS

dilakukan menggunakan metode AS-MB; metode tersebut merupakan metode

terbaik yang didapat dari hasil pembandingan metode analisis antara AS-MB dan

MB-AS. Berdasarkan kemampuan degradasi SDS oleh empat konsorsium (A, B,

C dan D) diperoleh dua konsorsium (B dan C) yang memiliki kemampuan degradasi

SDS secara berturut-turut sebesar 96,4 % dan 98,3 %. Kemampuan utama

degradasi SDS konsorsium B dan C terletak pada isolat SB-2-1 dan SB-3-3 yang

mampu mendegradasi SDS sebesar 85,5 %. Aplikasi konsorsium terbaik (B dan C)

untuk bioremediasi limbah detergen, terbukti keduanya mampu mendegradasi

surfaktan sebesar 33,2 % dan 37,3 % dalam waktu 6 hari; hasil ini jauh lebih baik

jika dibandingkan dengan biodegradasi alamiah tanpa isolat bakteri yang hanya

mampu mendegradasi sebesar 4,9 %.

Kata Kunci : SDS, detergen, AS-MB, MB-AS, isolat bakteri, konsorsium,

biodegradasi, bioremediasi.

OPTIMASI BIODEGRADASI Sodium Dodecyl Sulfate (SDS)

MENGGUNAKAN ISOLAT BAKTERI LOKAL DAN

UJI KEMAMPUAN BIOREMEDIASI LIMBAH DETERGEN

Oleh

ASRUL FANANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Judul Skripsi : OPTIMASI BIODEGRADASI Sodium Dodecyl

Sulfate (SDS) MENGGUNAKAN ISOLAT

BAKTERI LOKAL DAN UJI KEMAMPUAN

BIOREMEDIASI LIMBAH DETERGEN

Nama Mahasiswa : Asrul Fanani

Nomor Pokok Mahasiswa : 1417011010

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI

Ketua Jurusan Pembimbing

Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono Mulyono, Ph.D.

NIP. 197407052000031001 NIP. 197406112000031002

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Mulyono, Ph.D. ……………....

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Noviany, Ph.D. ………………

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ilim, M.S. ………………

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Drs. Suratman, M.Sc.

NIP. 196406041990031002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 18 Juni 2019

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya Ilir, kecamatan Bandar Surabaya, kabupaten

Lampung Tengah pada tanggal 04 Maret 1996, sebagai anak pertama dari dua

bersaudara, putra dari Bapak Tarli dan Ibu Nikmaturrohmah.

Jenjang pendidikan diawali dari Taman Kanak-Kanak di TK Aisyiyah Bustanul

Athfal, diselesaikan pada tahun 2002, pendidikan dasar di SD Negeri 1 Surabaya

Ilir, diselesaikan pada tahun 2008, pendidikan menengah pertama di MTs Negeri

2 Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2011, dan pendidikan menengah atas

di SMA Negeri 1 Seputih Surabaya, Lampung Tengah diselesaikan pada tahun

2014. Tahun 2014, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Lampung (Unila) melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk

Perguruan Tinggi Negeri), dan pada tahun 2018 Penulis telah melaksanakan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari dari bulan Februari sampai Maret

2018, di Desa Dwikora Jaya, Kec. Gunung Agung, Kab. TULANG Bawang

Barat.

Pada tahun 2018 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium

Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Unila di Bandar Lampung. Selama menjadi

mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Jurusan S1 Kimia

dan S1 Biologi periode 2017/2018 dan praktikum Biokimia 1 dan Biokimia 2

Jurusan S1 Kimia periode 2018/2019. Penulis juga aktif di organisasi UKMF-

Natural FMIPA Universitas Lampung periode kepengurusan 2015/2016 sebagai

Kepala Biro Sirkulasi dan Periklanan dan periode 2016/2017 sebagai Kepala Biro

Usaha. Penulis juga terdaftar sebagai anggota Biro Penerbitan Himpunan

Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Universitas Lampung periode 2015/2016.

Terkadang kesulitan harus kamu rasakan terlebih dahulu sebelum kebahagiaan yang sempurna dating kepadamu

(R.A. Kartini)

(Al Baqarah : 216)

Pendidikan hendaknya tidak hanya mengajarkan soal kerja, tetapi

mengajarkan tentang kehidupan (W.E.B. Du Bois)

Kupersembahkan Karya Sederhana Ini Kepada :

Allah SWT, pemilik jiwa ragaku, yang telah menganugrahkan begitu banyak kebahagiaan

dan pelajaran dalam hidupku serta Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladanku.

Kedua orang tuaku, bapak Tarli dan ibu Nikmaturrohmah. Takakan ada sesuatu yang dapat menggantikan kasih sayang, kesabaran, kebaikan, dan keikhlasan kalian, semoga Allah SWT, membalas dengan sebaik-baiknya pembalasan, dan taklupa kepada adik kesayanganku Okta

Usluki alanuril ulya. Membahagiakan kalian adalah tujuan utamaku.

Guru-guru dan Dosen-dosen yang telah menularkan pengetahuan dan ilmunya kepadaku.

Keluarga besar dan sahabat-sahabat terbaikku yang selalu mensuport usahaku.

Dan Almamater tercinta Universitas Lampung

SANWACANA

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala

rahmat dan karunianya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam

senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, beserta

keluarga, sahabat, dan umatnya yang istikomah mengamalkan ajaran dan

sunahnya.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak

nikmat,sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

“Optimasi Biodegradasi Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) Menggunakan Isolat

Bakteri Hasil Isolasi Dan Uji Kemampuan Isolat Bakteri Mendegradasi

Surfaktan Air Limbah Detergen”

Sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan Penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan

rintangan. Namun, dengan kehendak Allah SWT maka skripsi ini dapat

terselesaikan dan Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya

penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua yang sangat aku cintai, ibuku Nikmaturrohmah dan bapakku

Tarli dan adikku Okta Usluki Alanuril Ulya yang telah memberikan kasih

sayang, do’a, dukungan, semangat, dan motivasi serta menantikan

keberhasilanku.

2. Bapak Mulyono, Ph. D., selaku Pembimbing utama yang telah banyak

memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan, dukungan,

semangat, kritik dan saran kepada Penulis dalam proses perencanaan dan

pelaksanaan penelitian serta dalam Penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Noviany, S.Si., M.Si., Ph.D., selaku pembimbing akademik dan

pembahas utama dalam skripsi ini atas kesediaannya untuk memberikan

bimbingan, bantuan, dukungan, semangat, kritik dan saran, nasehat, informasi

yang bermanfaat bagi Penulis.

4. Ibu Dr. Ilim, M.S., selaku pembahas kedua dalam skripsi ini atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, semangat,

kritik dan saran, nasehat, informasi yang bermanfaat bagi Penulis.

5. Bapak Dr. Eng. Heri Satria, M. Si., selaku Ketua Laboratorium Biokimia

yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, bantuan,

dukungan, semangat, kritik dan saran kepada Penulis sehingga skripsi ini

terselesaikan dengan baik. Dan telah memberikan izin serta bantuannya untuk

menggunakan segala fasilitas yang berada di dalam Laboratorium Biokimia.

6. Bapak Drs. Suratman, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam di Universitas Lampung, yang telah memberikan bantuan

kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Lampung, yang telah memberikan bantuan kepada

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen dan Staff administrasi di Jurusan Kimia FMIPA Unila yang

telah membantu, mendidik, dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat

berguna bagi Penulis selama kuliah.

9. Keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan do’a

untuk keberhasilanku.

10. Cinkia Eagseli Ewys, S.Si. Sebagai perempuan yang selalu ada didekatku

baik sedih ataupun senang yang selalu memberikan saran, motifasi, do’a dan

dukungannya selama ini hingga dapat menyelesaikan kuliah.

11. Sahabat-sahabatku yaitu Sigit Ardiansyah, S.Pd., Budiarto, S.T., I Gede

Sugiana Karaeng, S.Ked., Bustomi, S.Kom., Tedy Wiantara, S.Pd., Linda

Saputri, S.E., Rahayu Ginanjar Basuki, S.Kom., Monica Dhamayanti, S.Si.,

dan Teguh Wijaya Hakim, S.Si., yang telah memberikan canda, tawa, saran,

kritik, dukungan, do’a semoga Allah selalu memberikan Rahmat-nya untuk

keberhasilan kita.

12. Keluarga Donquixote Doflamingo mas Ardian Cahyadi, M.Pd., mas Hendrik

Pranoto, S.Pd., mas Imam Santoso, M.Pd., kak Aditya Gumantan, M.Pd., mas

Eko Bagus Fahrizqi, M.Pd., bang Kristian Saputra, S.Pd., Sigit Ardiansyah,

S.Pd., Budiarto, S.T., Arif Muhtar, S.Pi.,sebagai keluarga serumah

diperantauan.

13. Keluarga UKMF-Natural kepengurusan periode 2014-2017 yang telah banyak

memberikan kebersamaan kekeluargaan yang erat dan ilmu yang bermanfaat

dalam mengembangkan skil dan wawasan mengenai jurnalistik yang sangat

berguna bagi Penulis.

14. Teman-teman peergroup Biokimia Bidari Maulid Diana, S.Si., Bunga, S.Si.,

Riza, S,Si., Rahma, S.Si., Erika, S.Si., Agung, Rica Auliya, S.Si., Hestia

Ningsih, S.Si., Ayuning, S.Si., Diva, S.Si., Angga, Leony, S.Si., Lutfi, S.Si.,

terima kasih atas bantuan, canda, tawa, motivasi yang diberikan selama

penelitian kepada Penulis.

15. Mulyono’s Research Group Bidari Maulid Diana, S.Si., Melia Tri Anggraini,

S.Si., Monica Dhamayanti, S.Si., Prasetyaning Tyas Chakti, S.Si., Ryan

Wahyudi, S.Si., Ayu Imani, S.Si., Aziiez, S.Si., dan Meta Fosfi, S.Si., terima

kasih atas kerjasama, bantuan, motivasi, dan keceriaannya selama penelitian.

16. “Heri Research” Melin, Widia DNA, Widia Bakteri, Windi, Dwi, Rani, dan

Desi terimakasih atas kebersamaan selama di Laboratorium Biokimia dan

semangat penelitiannya.

17. “Dua Pentol Korek” Meitri dan Vicky terimakasih atas kebersamaannya di

Laboratorium Biokimia dan semangat penelitiannya.

18. Adik-Adik peergroup Biokimia 2015, semangat penelitiannya.

19. Teman-teman Kimia Angkatan 2014, Teguh, Rendy, Andre, Lutfi, Ilham,

Hafid, Fikri, Firza, Agung, Dicky, Michael, Gabriel, Elisabeth, Edith, Nella,

Laili, Anna, Siska, Tia, Nindi, Diani, Bunga, Riza, Khumil, Ainun, Diva,

Rizky Fijaryani, dan teman-teman Kimia 2014 lainnya terimakasih atas

kebersamaannya selama kuliah.

20. Kakak dan Adik tingkat 2012, 2013, 2015, 2016, 2017.

21. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kata

sempurna, namun Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan

memiliki nilai guna khususnya rekan-rekan mahasiswa dan pembaca pada

umumnya. Aamiin.

Bandar Lampung, Juni 2019

Penulis,

Asrul Fanani

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi

I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

C. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4

A. Limbah Cair .............................................................................................. 4

1. Karakteristik Fisik .............................................................................. 5

2. Karateristik Kimia .............................................................................. 6

3. Karakteristik Biologi .......................................................................... 7

B. Detergen .................................................................................................... 7

1. Surface active agent ........................................................................... 8

2. Builder (pembentuk) .......................................................................... 8

3. Filler (pengisi) ................................................................................... 8

4. Additive (zat tambahan) ..................................................................... 8

C. Surfaktan ................................................................................................... 9

D. Metode Methylene Blue Active Subtance (MB-AS) ............................... 13

E. Metode Anionic Surfactant-Methylene Blue (AS-MB) ........................... 14

F. Spektrofotometri UV-Vis........................................................................ 14

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ........................ 15

2. Pembuatan kurva kalibrasi ............................................................... 16

3. Pembacaan absorbansi sampel ......................................................... 16

ii

G. Bakteri ..................................................................................................... 16

1. Fase lag (fase adaptasi) ................................................................... 17

2. Fase log (fase eksponensial) ............................................................ 17

3. Fase stasioner ................................................................................... 18

4. Fase kematian .................................................................................. 18

H. Biodegradasi ........................................................................................... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 22

A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 22

B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 22

C. Prosedur Penelitian ................................................................................. 23

1. Tahap persiapan ............................................................................... 23

2. Optimasi analisis konsentrasi surfaktan ........................................... 24

3. Inokulasi isolat bakteri ke dalam media cair ................................... 27

4. Penentuan kemampuan dan biodegradasi konsorsium bakteri

terhadap SDS ................................................................................... 28

5. Bioremediasi limbah detergen ......................................................... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 32

A. Metode Terbaik Untuk Analisis Konsentrasi SDS ................................. 32

1. Analisis dengan metode AS-MB ..................................................... 32

2. Analisis dengan metode MB-AS ..................................................... 34

B. Kurva Standar Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) ...................................... 37

C. Biodegradasi SDS. .................................................................................. 38

1. Pertumbuhan sel dan biodegradasi SDS oleh konsorsium A ........... 38

2. Pertumbuhan sel dan biodegradasi SDS oleh konsorsium B ........... 39

3. Pertumbuhan sel dan biodegradasi SDS oleh konsorsium C ........... 40

4. Pertumbuhan sel dan biodegradasi SDS oleh konsorsium D ........... 41

D. Perbandingan % Degradasi SDS ............................................................. 42

E. Kemampuan Degradasi Isolat Konsorsium Terpilih............................... 46

F. Bioremediasi Limbah Detergen .............................................................. 48

1. Uji biodegradasi surfaktan air limbah treatmen satu ....................... 48

2. Uji biodegradasi surfaktan air limbah treatmen dua ........................ 50

iii

V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 54

A. Simpulan ................................................................................................. 54

B. Saran ....................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56

LAMPIRAN ......................................................................................................... 59

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat fisik sodium dodecyl sulfate. ...................................................... 12

Tabel 2. Isolat Bakteri dan Data Kemampuan Degradasi ................................ 21

Tabel 3. Jenis konsorsium dan campurannya pada metode optimasi analisis

kandungan SDS. ................................................................................. 25

Tabel 4. Jenis konsorsium dan komposisinya. ................................................. 28

Tabel 5. Data hasil analisis % degradasi SDS 20 ppm oleh konsorsium 1

(metode AS-MB). ............................................................................... 33

Tabel 6. Data hasil analisis % degradasi SDS 20 ppm oleh konsorsium 2

(metode AS-MB). ............................................................................... 33

Tabel 7. Data hasil analisis % degradasi SDS 20 ppm oleh konsorsium 3

(metode AS-MB). ............................................................................... 34

Tabel 8. Data hasil analisis % degradasi SDS 20 ppm oleh konsorsium 1

(metode MB-AS). ............................................................................... 34

Tabel 9. Data hasil analisis % degradasi SDS 20 ppm oleh konsorsium 2

(metode MB-AS). ............................................................................... 35

Tabel 10. Data hasil analisis % degradasi SDS 20 ppm oleh konsorsium 3

(metode MB-AS). ............................................................................... 35

Tabel 11. Perbandingan perhitungan % degradasi SDS 20 ppm. ....................... 36

Tabel 12. Hasil analisis nilai absorbansi kurva standar SDS. ............................ 37

Tabel 13. Hasil analisis kurva pertumbuhan (OD) dan % degradasi SDS

konsorsium A. ..................................................................................... 39

Tabel 14. Hasil analisis kurva pertumbuhan (OD) dan % degradasi SDS

konsorsium B. ..................................................................................... 40

v

Tabel 15. Hasil analisis kurva pertumbuhan (OD) dan % degradasi SDS

konsorsium C. ..................................................................................... 41

Tabel 16. Hasil analisis kurva pertumbuhan (OD) dan % degradasi SDS

konsorsium D. ..................................................................................... 42

Tabel 17. Perbandingan kemampuan degradasi SDS antara konsorsium isolat

bakteri dan isolat tunggal bakteri. ...................................................... 44

Tabel 18. Perbandingan kemampuan biodegradasi hasil penelitian dengan

literature. ............................................................................................ 45

Tabel 19. Data hasil analisis kurva pertumbuhan (OD) dan % degradasi SDS

oleh konsorsium 2 (isolat bakteri SB-2- 1 dan SB-3-3). .................... 47

Tabel 20. Data hasil biodegradasi, pH dan DO air limbah detergen pada

treatmen satu. ...................................................................................... 49

Tabel 21. Data hasil biodegradasi, pH dan DO air limbah detergen pada

treatmen dua oleh konsorsium B. ....................................................... 50

Tabel 22. Data hasil biodegradasi, pH dan DO air limbah detergen pada

treatmen dua oleh konsorsium C. ....................................................... 51

Tabel 23. Perbandingan biodegradasi surfaktan limbah detergen treatmen satu

dan treatmen dua. ................................................................................ 52

Tabel 24. Kemampuan biodegradasi SDS 20 ppm isolat tunggal bakteri. ......... 65

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Umum Surfaktan ............................................................... 10

Gambar 2. Struktur Surfaktan Anionik. ............................................................. 10

Gambar 3. Surfaktan Kationik (benzalkonium klorida) .................................... 10

Gambar 4. Reaksi Pembuatan Detergen ............................................................ 11

Gambar 5. Struktur sodium dodecyl sulfate ...................................................... 12

Gambar 6. Skema kerja spektrofotometri UV-Vis. ........................................... 15

Gambar 7. Fase pertumbuhan mikroorganisme. ................................................ 18

Gambar 8. Reaksi oksidasi dodecyl sulfate menjadi lauroy-CoA. .................... 20

Gambar 9. Grafik Degradasi SDS 20 ppm Isolat SB-2-1 .................................. 21

Gambar 10. Kurva standar SDS. ....................................................................... 38

Gambar 11. Hasil analisis kurva pertumbuhan dan degradasi SDS oleh empat

konsorsium isolat bakteri. (1) konsorsium A (2) konsorsium B (3)

konsorsium C (4) konsorsium D. ................................................... 43

Gambar 12. Hasil analisis kurva pertumbuhan (OD) dan % degradasi SDS

oleh konsorsium 2 (isolat bakteri SB-2-1 dan SB-3-3).................. 47

Gambar 13. Diagram alir penelitian. ................................................................. 60

Gambar 14. Kurva standar SDS. ....................................................................... 63

Gambar 15. Kurva standar SDS (Dhamayanti, 2018). ...................................... 64

Gambar 16. Perbandingan analisis % degradasi SDS dua metode. ................... 65

Gambar 17. Diagram alir metode MB-AS (methylene blue-active substance). 66

Gambar 18. Diagram alir metode AS-MB (alkyl sulfate-methylene blue). ....... 67

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan detergen sebagai bahan pembersih terus berkembang dalam beberapa

tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena detergen mempunyai keunggulan antara

lain mempunyai daya cuci yang baik serta tidak larut dengan ion-ion kalsium dari

magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah (Setiyono et al., 2010). Sifat aktif

dari detergen sangat efektif dalam membersihkan kotoran.

Detergen banyak digunakan pada kegiatan rumah tangga dan kegiatan industri,

sehingga limbah yang dikeluarkan cukup banyak (Rahman dan Satrio, 2013) dan

biasanya dibuang secara langsung ke saluran pembuangan air tanpa adanya

pengolahan terlebih dahulu. Penggunaan detergen yang terus meningkat sebagai

bahan pembersih akan menimbulkan pencemaran lingkungan seperti timbulnya

eutrofikasi di perairan (Budiawan et al., 2013).

Zat yang terkandung di dalam limbah detergen dapat memacu pertumbuhan eceng

gondok dan gulma air sehingga dapat mengakibatkan ledakan jumlah tanaman

tersebut. Ledakan jumlah tanaman tersebut akan mengakibatkan pendangkalan

dan penyumbat aliran air, hal ini yang menyebabkan proses biodegradasi secara

aerobic terganggu. Hal ini akan menyebabkan proses biodegradasi terganggu

2

yang berdampak pada kualitas air dan mikroorganisme menjadi sulit untuk

bertahan hidup (Sumardjo, 2008).

Surfaktan merupakan salah satu bahan yang terdapat dalam detergen yang

menentukan kemampuan membersihkan dari sabun. Surfaktan sukar sekali

diuraikan oleh enzim-enzim bakteri pengurai sehingga akan tetap utuh. Proses

biodegradasi surfaktan yang tidak baik akan berdampak buruk pada ekosistem di

dalam air. Kondisi ini memungkinkan terbentuknya senyawa antara dan dapat

membentuk senyawa klorobenzena yang bersifat toxic terhadap organisme

aquatic. Menurut Petra and Heinz (2007) detergen terurai dalam hitungan minggu

hingga bulanan. Di sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan

seperti fungsi jangka pendek (short therm function) atau daya kerja cepat, mampu

bereaksi pada suhu rendah, dampak lingkungan yang rendah dan harga yang

terjangkau (Jurado et al., 2006).

Beberapa mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk mendegradasi polutan

detergen sehingga pencemaran lingkungan dapat diperbaiki atau dihilangkan

(Chaturvedi and Kumar, 2010). Menurut Halmi et al. (2013), bakteri

pendegradasi sodium dodecyl sulfate (SDS) yaitu jenis pseudomonas sp, yang

tumbuh optimal pada pH 7,25 dan menggunakan SDS sebagai sumber karbon

tunggal. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Dhamayanti (2018) berhasil

mendapatkan 4 isolat bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi SDS 20

ppm rata-rata sebesar 86,6% selama 3 hari.

Dalam penelitian ini telah dilakukan pembandingan metode analisis konsentrasi

surfaktan untuk mendapatkan metode yg terbaik dan optimasi kemampuan isolat

3

bakteri mendegradasi SDS dalam bentuk konsorsium (campuran dua isolat atau

lebih), serta dilakukan uji bioremediasi limbah detergen. Diharapkan dari

penelitian ini dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pencemaran

lingkungan yang diakibatkan oleh limbah detergen.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan metode analisis terbaik dalam mengukur konsentrasi SDS.

2. Mengetahui kemampuan konsorsium isolat bakteri dalam mendegradasi SDS.

3. Mengetahui kemampuan konsorsium isolat bakteri terpilih dalam

bioremediasi limbah detergen.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan metode analisis terbaik yang dapat

digunakan untuk mengetahui konsentrasi SDS dan memberikan informasi

kemampuan konsorsium isolat bakteri dalam mendegradasi SDS serta mengetahui

kemampuan konsorsium isolat bakteri dalam bioremediasi limbah detergen di

lingkungan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Cair

Air merupakan komoditi yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Air

digunakan untuk minum, keperluan rumah tangga seperti mencuci, memasak,

mandi, pertanian, perikanan dan industri. Air yang dipakai untuk memenuhi

keperluan sehari-hari adalah air yang bersih dan sehat, yaitu air yang tidak

mengandung bakteri, bibit penyakit, tidak mengandung bahan-bahan kimia yang

beracun dan mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, serta

tidak mengandung partikel-partikel debu dan kotoran. Air yang dipakai untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari bersumber dari mata air, sungai, sumur, danau,

dan air hujan. Akan tetapi pada saat ini untuk mendapatkan air bersih dan sehat

sangatlah sulit, bertambahnya populasi manusia dan banyaknya pabrik-pabrik

membuat pencemaran air semakin tinggi, karena limbahnya dibuang begitu saja

ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Tidak hanya limbah dari pabrik, limbah

rumah tangga juga ikut berperan aktif dalam pencemaran sungai, salah satunya

limbah detergen yang digunakan ibu rumah tangga untuk mencuci pakaian sehari

hari (Santosa, 2009).

Limbah cair atau buangan merupakan air yang tidak dapat dimanfaatkan lagi serta

dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap manusia dan lingkungan.

5

Keberadaan limbah cair tidak diharapkan di lingkungan karena tidak mempunyai

nilai ekonomi. Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar

tidak mencemari lingkungan (Mardana, 2007). Limbah cair baik domestik

maupun non domestik mempunyai beberapa karakteristik sesuai dengan

sumbernya, karakteristik limbah cair dapat digolongkan pada karakteristik fisik,

kimia, dan biologi (Metcalf and Eddy, 1993). Dan uraiannya sebagai berikut :

1. Karakteristik Fisik

Karakteristik fisika air limbah yang perlu diketahui adalah total solid, bau,

temperatur, densitas, warna, konduktivitas, dan turbidity.

a. Total Solid (TS)

Total solid adalah semua materi yang tersisa setelah proses evaporasi

pada suhu 103-105 °C. Karakteristik yang bersumber dari saluran air

domestik, industri, erosi tanah, dan kondisi anaerob dapat tercipta

sehingga mengganggu proses pengolahan.

b. Bau

Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi

atau penambahan substansi pada limbah.

c. Temperatur

Temperatur ini mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di dalam air.

Air yang baik mempunyai temperatur normal 8 °C dari suhu kamar 27 °C.

Semakin tinggi temperatur air (>27 °C) maka kandungan oksigen dalam

air berkurang atau sebaliknya.

6

d. Density

Density adalah perbandingan anatara massa dengan volume yang

dinyatakan sebagai massa/volume (kg/m3).

e. Warna

Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan

meningkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu-abu

menjadi kehitaman.

f. Kekeruhan

Kekeruhan diukur dengan perbandingan antara intensitas cahaya yang

dipendarkan oleh sampel air limbah dengan cahaya yang dipendarkan

oleh suspensi standar pada konsentrasi yang sama (Eddy, 2008).

2. Karateristik Kimia

Pada air limbah ada tiga karakteristik kimia yang perlu diidentifikasi yaitu:

a. Bahan organik

Pada air limbah bahan organik bersumber dari hewan, tumbuhan, dan

aktivitas manusia. Bahan organik itu sendiri terdiri dari C, H, O, N yang

menjadi karakteristik kimia adalah protein, karbohidrat, lemak dan

minyak, surfaktan, pestisida dan fenol. Dimana sumbernya adalah limbah

domestik, komersil, industri, kecuali pestisida yang bersumber dari

pertanian.

b. Bahan anorganik

Jumlah bahan anorganik meningkat dipengaruhi oleh sumber air limbah.

Pada umumnya berupa senyawa-senyawa yang mengandung logam berat

(Fe, Cu, Pb, dan Mn), asam kuat dan basa kuat, senyawa fosfat senyawa-

7

senyawa nitrogen (amoniak, nitrit, dan nitrat), dan juga senyawa senyawa

belerang (sulfat dan hidrogen sulfida).

c. Gas

Gas yang umumnya ditemukan dalam limbah cair yang tidak diolah

adalah nitrogen (N2), oksigen (O2), metana (CH4), hidrogen sulfida (H2S),

amoniak (NH3), dan karbondioksida.

3. Karakteristik Biologi

Pada air limbah, karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol

timbulnya penyakit yang dikarenakan organisme pathogen. Karakteristik

biologi tersebut seperti bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat

dalam senyawa organik (Eddy, 2008).

B. Detergen

Detergen adalah surfaktan anionik-garam dari sulfonat atau sulfat berantai

panjang dari natrium (RSO3-Na+ dan ROSO3

-Na+). Detergen yang pertama kali

digunakan adalah suatu p-alkil benzene sulfonat dengan gugus alkil yang sangat

bercabang. Bagian alkil senyawa ini disintesis dengan polimerisasi propilena dan

dilekatkan pada cincin benzen dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts. Sulfonasi

yang disusul dengan pengolahan dengan basa, menghasilkan detergen. Detergen

merupakan salah satu jenis bahan pembersih yang digunakan untuk mengurangi

kotoran dari pakaian, piring, dan barang lainnya (Sawyer et al,, 1967).

Kandungan penting dari detergen adalah surfaktan. Surfaktan merupakan bahan

aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar

8

muka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi (Achmad, 2004). Pada

umumnya detergen mengandung bahan-bahan berikut :

1. Surface active agent

Zat aktif permukaan mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air)

dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan

tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel

pada permukaan bahan. Jenis surfaktan antara lain, berupa anion (alkyl

benzene sulfonate/ABS, linier alkyl benzene sulfonate/LAS, alpha olein

sulfonate/AOS, sodium dodecyl sulfate/SDS), kationik (garam ammonium),

nonionik (nonyl phenol polyethoxyle), dan amfoterik (acyl ethylenediamines).

2. Builder (pembentuk)

Zat yang berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara

menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air, berupa phosphates (sodium

tri poly phosphate/STTP), asetat (nitril tri acetate/NTA, ethylene diamine

tertra acetate/EDTA), dan Sitrat (asam sitrat).

3. Filler (pengisi)

Bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan

daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan

memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh: sodium sulfate.

4. Additive (zat tambahan)

Bahan tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi,

pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung

9

dengan daya cuci detergen. Additive ditambahkan untuk maksud

komersialisasi produk. Contoh : enzim, boraks, sodium klorida, karboksi

metil selulosa dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergen ke dalam

larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci. Wangi-wangian

atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan

pelarut (Platika, 2011).

Detergen bubuk yang dijual di pasaran mengandung 40% bahan aktif, sedang

sisanya zat pembersih, pengisi, zat warna dan bahan-bahan lain. Zat pembersih

misalnya natrium tripoly fosfat (Na5P3O10), tetra natrium piro fosfat (Na4O7P2),

natrium-karboksi metil sellulosa (Na-CMC), menambah kekuatan pembentuk

suspensi dari kotoran dan mencegah pengendapan kembali kotoran. Zat warna

ditambahkan dalam jumlah kecil (0,01-0,05%) natrium-silikat mengurangi sifat

korosif terhadap mesin cuci yang terbuat dari aluminium (Respati, 1980).

C. Surfaktan

Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air.

Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan memutuskan ikatan-ikatan

hidrogen pada permukaan, dengan bagian kepala (hidrofiliknya) berikatan pada

permukaan air dan ekor-ekor (hidrofobik) menjauhi permukaan air. Struktur

umum surfaktan dapat dilihat pada Gambar 1.

10

Gambar 1. Struktur Umum Surfaktan

Surfaktan dapat digolongkan sebagai anionik, kationik, atau netral, bergantung

pada sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus karboksilat adalah

surfaktan anionik, benzalkonium klorida (n-benzil amonium kuartener klorida)

yang bersifat antibakteri adalah surfaktan kationik, surfaktan netral mengandung

suatu gugus non-ion seperti suatu karbohidrat yang dapat berikatan-hidrogen

dengan air. Contoh struktur surfaktan anionik dapat dilihat pada Gambar 2;

sedangkan surfaktan kationik pada Gambar 3.

Gambar 2. Struktur Surfaktan Anionik.

Gambar 3. Surfaktan Kationik (benzalkonium klorida)

Detergen adalah surfaktan anionik-garam dari sulfonat atau sulfat berantai

panjang dari natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+). Surfaktan yang digunakan

11

pada penemuan awal detergen adalah suatu p-alkil benzen sulfonat dengan gugus

alkil yang sangat bercabang. Bagian alkil senyawa ini disintesis dengan

polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi alkilasi

Friedel Crafts. Sulfonasi dengan pengolahan dengan basa, menghasilkan

detergen. Reaksi kimia yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Reaksi Pembuatan Detergen

(Fessenden dan Fessenden, 1986).

Surfaktan yang digunakan pada penelitian ini adalah surfaktan anionik yaitu

sodium dodecyl sulfate (SDS). Sodium dodecyl sulfate atau sodium lauryl sulfate

(C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionik yang digunakan dalam produk industri

seperti produk pembersih lantai, sabun pencuci mobil, dan beberapa kebutuhan

rumah tangga seperti sabun dan lain-lain. Molekul ini mempunyai bagian

hidrofobik yang mengandung 12 atom karbon dan yang mengikat gugus sulfat

yang menjadikannya sebagai senyawa ampifilik. Struktur senyawa ini ditunjukkan

pada Gambar 5.

12

Gambar 5. Struktur sodium dodecyl sulfate

(Salager, 2002).

Sodium lauryl sulfate adalah nama pasaran dari sodium dodecyl sulfate yang

merupakan surfaktan anionik. Seperti semua jenis surfaktan untuk detergen

(termasuk sabun), sodium lauryl sulfate dapat menghilangkan lemak dari kulit,

tetapi dapat menyebabkan iritasi pada mata. Sifat fisik dan kimia dari SDS

ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisik sodium dodecyl sulfate.

Sifat Fisik Keterangan

Rumus Molekul C12H25SO4Na

Wujud Serbuk putih

Berat Molekul 288,38 g mol−1

Massa Jenis 1,01 g cm-³

Titik Leleh 204-207 °C

Kelarutan dalam air 150 g L-1

Kemampuan detergen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel

pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang

menyebabkan infeksi. Tanpa mengurangi makna manfaat detergen dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang

digunakan pada detergen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap

kesehatan maupun lingkungan. Surfaktan dan residu senyawa kimia dari detergen

mempunyai efek merugikan bagi kehidupan aquatic dan bisa menjadi sangat

13

beracun bagi lingkungan. Beberapa diantaranya dapat mengalami biodegradasi di

lingkungan dalam kondisi aerobik. Namun, banyak pula yang tidak dapat

dibiodegradasi pada kondisi anaerobik seperti pada sedimen sungai (Ying, 2006).

D. Metode Methylene Blue Active Subtance (MB-AS)

Methylene blue active subtance (MB-AS) adalah suatu proses pemindahan

methylene blue suatu zat pewarna kationik, dari larutan ke dalam cairan organik

yang tidak saling bercampur. Pemindahan ini dapat terjadi bila terbentuk

pasangan ion antara kation metilen biru dan anion MB-AS. Intensitas

pembentukan warna biru dalam fase organik merupakan ukuran MB-AS.

Surfaktan anionik baik yang alamiah maupun sintetik menunjukkan aktivitas

metilen biru yang paling baik (Koga et al., 1999).

Metode MB-AS berguna sebagai penentuan kandungan surfaktan anion dari air

dan limbah, tetapi kemungkinan adanya bentuk lain dari MB-AS (selain interaksi

antara metilen biru dan surfaktan anionik) harus selalu diperhatikan. Metode ini

relatif sangat sederhana. Inti dari metode MB-AS ini ada 3 secara berurutan yaitu:

ekstraksi metilen biru dengan surfaktan anionik dari media larutan air ke dalam

kloroform (CHCl3), kemudian diikuti terpisahnya antara fase air dan organik, dan

pengukuran warna biru dalam CHCl3 dengan menggunakan alat spektrofotometer

pada panjang gelombang 652 nm (Franson, 1992).

14

E. Metode Anionic Surfactant-Methylene Blue (AS-MB)

Anionic surfactant-methylene blue (AS-MB) adalah suatu metode penyederhanaan

dari metode methylene blue active subtance (MB-AS), analisis metode ini

berdasarkan terjadinya ikatan antara methylene blue dengan surfaktan anionik

pada proses ekstraksi menggunakan kloroform (CHCl3) (Koga et al., 1999).

Metode AS-MB menggunakan volume sampel lebih banyak dibandingkan dengan

metode MB-AS. Proses ekstraksi dilakuan sekali menggunakan kloroform

(CHCl3), didiamkan hingga terbentuk 2 fase yaitu fase air dan fase kloroform,

selanjutnya fase kloroform diukur menggunkan spektrofotometer UV-Vis pada

panjang gelombang 652 nm untuk mengetahui kandungan surfaktan (Jurado et al.,

2006).

F. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu,

monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat

untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun

pembanding (Khopkar, 1990).

Spektroskopi UV-Vis melibatkan absorpsi radiasi elektromagnetik dari kisaran

200-800 nm dan kemudian eksitasi elektron ke tingkat energi lebih tinggi.

15

Absorpsi cahaya ultraviolet/tampak oleh molekul organik terbatas hanya untuk

beberapa gugus fungsi (kromofor) yang mengandung elektron valensi dari energi

eksitasi yang rendah. Spektrum UV-Vis merupakan spektrum yang kompleks dan

nampak seperti pita absorpsi berlanjut, hal ini dikarenakan gangguan yang besar

dari transisi rotasi dan vibrasi pada transisi elektronik memberikan kombinasi

garis yang tumpang tindih (overlapping) (Hunger and Weitkamp, 2001).

Gambar 6. Skema kerja spektrofotometri UV-Vis.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri

ultraviolet (Rohman, 2007) yaitu:

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Panjang gelombang yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah panjang

gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh

panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh dengan membuat

kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu

larutan baku dengan konsentrasi tertentu.

16

2. Pembuatan kurva kalibrasi

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi

kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang

merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi

yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.

3. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai

0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan

karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang

terjadi adalah paling minimal.

Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang

berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu

diperhatikan pelarut yang dipakai (Mulja dan Suharman, 1995), antara lain:

1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi

pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.

2. Tidak berinteraksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

3. Kemurniannya harus tinggi untuk analisis.

G. Bakteri

Bakteri merupakan mikroba uniseluler yang pada umumnya tidak mempunyai

klorofil. Bakteri tersebar luas di alam, tanah, air, pada sumber air panas, dalam

tubuh hewan, manusia, dan tumbuhan. Bakteri umumnya berukuran kecil dengan

17

karakteristik dimensi 1µm. Beberapa kelompok memiliki flagella dan dapat

bergerak aktif. Bakteri memiliki berat jenis 1,05-1,1 g cm-3 dan berat sekitar

1 x 10-12 g. Ukuran aktual tergantung dari laju pertumbuhan, media tumbuh, dan

sebagainya. Ada tiga bentuk dasar bakteri, yaitu bentuk bulat atau kokus, bentuk

batang silindris, bentuk lengkung atau vibril. Bentuk bakteri dipengaruhi oleh

umur dan syarat pertumbuhan tertentu (Hidayat et al., 2006).

Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu :

1. Fase lag (fase adaptasi)

Fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag

adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan

ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal

mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme

diambil dari kultur yang berlainan, maka yang terjadi adalah mikroorganisme

tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur.

2. Fase log (fase eksponensial)

Fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan

maksimum, tergantung pada genetik mikroorganisme, sifat media, dan

kondisi pertumbuhan. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah

bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme

yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan.

18

3. Fase stasioner

Fase dimana pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi

keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang

mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang beracun. Pada

sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase ini. Terdapat

kehilangan sel yang lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan

sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang

dilepaskan oleh sel-sel yang mati karena mengalami lisis.

4. Fase kematian

Fase dimana jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah

ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang beracun

(Pratiwi, 2008). Fase pertumbuhan mikroorganisme ditunjukkan pada

Gambar 7.

A

B

C

D

Log Jumlah

A. Fase

AdaptasiB. Fase

PertumbuhanC. Fase

Stasioner

D. Fase

Kematian

Waktu

Gambar 7. Fase pertumbuhan mikroorganisme.

19

H. Biodegradasi

Biodegradasi merupakan pemecahan senyawa kimia melalui aktifitas metabolik

mikroorganisme (Scott And Jones, 2000). Biodegradasi dibagi menjadi tiga

kategori, yaitu :

1. Primary biodegradation

Penguraian biologis primer merupakan penguraian senyawa kimia yang

melibatkan aktifitas mikroba, senyawa tersebut berubah menjadi senyawa lain

yang tidak lagi memiliki karakteristik atau sifat yang sama dengan senyawa

aslinya. Untuk penguraian biologis primer dari senyawa detergen biasanya

sampai tahap sifat-sifat detergennya hilang.

2. Environmentally acceptable biodegradation

Penguraian biologis sampai tahap dapat diterima lingkungan didefinisikan

sebagai penguraian oleh aktivitas mikroba. Senyawa kimia telah dipecah

secara biologi sampai tahap dapat diterima oleh lingkungan atau sampai tahap

ketika senyawa tidak menunjukkan sifat-sifat yang tidak diinginkan, misalnya

sifat menimbulkan busa dan bersifat racun.

3. Ultimate biodegradation

Penguraian biologi sempurna merupakan penguraian senyawa oleh aktivitas

mikroba dan hasil penguraiannya adalah berupa karbon dioksida, air dan

garam anorganik serta biomassa (Said, 1999).

20

Gambar 8. Reaksi oksidasi dodecyl sulfate menjadi lauroy-CoA.

(Guang, 1999).

Proses biodegradasi SDS oleh bakteri terjadi karena reaksi β-oksidasi yang

dibantu oleh enzim yang dihasilkan oleh metabolit sekunder bakteri. Reaksi ini

terjadi pada lauroy-CoA yang terbentuk dari hasil oksidasi dodecyl sulfate dalam

air, lauroy-CoA mengalami pemutusan-pemutusan ikatan membentuk acyl-CoA-2-

Carbons shortenend (CH2C=O-SCoA) dengan bantuan enzim (Guang, 1999).

21

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dhamayanti (2018) diperoleh 4 isolat

bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi Sodium Dodecyl Sulfate (SDS)

20 ppm, isolat bakteri ini diperoleh dari isolasi yang dilakukan pada produk

bioaktivator lingkungan EM-4 (effective microorganism-4) dan starbio. 4 jenis

isolat dan data kemampuan degradasinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Isolat Bakteri dan Data Kemampuan Degradasi

No Isolat Bakteri Kemampuan Degradasi (%)

1 SB-2-1 89,0

2 SB-3-1 87,2

3 SB-3-2 88,1

4 SB-3-3 89,2

Gambar 9. Grafik Degradasi SDS 20 ppm Isolat SB-2-1

(Dhamayanti, 2018).

80

85

90

95

100

0

0.5

1

1.5

2

0 12 24 36 48 60 72

% D

eg

rad

asi

OD

Se

l (ʎ

600n

m)

Waktu Inkubasi (Jam)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2019 di Laboratorium

Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas,

spektrofotometer UV-Vis (cary win UV 32), kompor gas, pH-meter, OD-

meter, neraca digital, shaker incubator, autoclave (model S-90N), laminar air

flow (CURMA model 9005-FL), magnetic stirrer, vortex, lemari pendingin,

mikropipet, tabung Eppendorf microtube, penangas air, pembakar spritus,

sentrifuga, inkubator, corong pisah, pembakar spritus, kasa, kapas, rak

tabung, dan jarum ose.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah air limbah detergen, pepton, yeast

extract, agar-agar, NaCl, sodium dodecyl Sulfate (SDS), CHCl3, methylene

blue, akuades, NaOH, HCl, Na2B4O7, H2SO4, Na2HPO4.H2O, dan isolat

bakteri (SB-2-1, SB-3-1, SB-3-2, dan SB-3-3).

23

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan

a. Pembuatan media padat SDS-¼ luria bertani (SDS-¼ LB)

Stok isolat bakteri (SB-2-1, SB-3-1, SB-3-2, dan SB-3-3) ditumbuhkan

pada medium padat agar miring dengan komposisi 0,25 gram pepton,

0,125 gram yeast extract, 0,25 gram NaCl, 0,043 gram SDS, dan 1,5

gram agar, yang dilarutkan dalam 100 mL akuades, dan dihomogenkan.

Medium yang telah homogen dituang ke dalam beberapa tabung reaksi

dengan volume masing-masing tabung 5-7 mL, kemudian disterilisasi

menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121ºC dan tekanan 1

atm. Lalu tabung reaksi yang berisi medium tersebut dimiringkan dan

dibiarkan memadat pada suhu kamar.

b. Pembuatan medium cair SDS-¼ luria bertani (SDS-¼ LB)

Medium cair ini digunakan sebagai media inokulum dan fermentasi yang

digunakan untuk menentukan pertumbuhan dan uji biodegradasi SDS.

Komposisinya yaitu 0,25% pepton, 0,125% yeast extract, 0,25% NaCl,

dan SDS 20 ppm, dimasukan ke dalam Erlenmeyer ditambahkan akuades

sampai tanda batas, dan dihomogenkan. Kemudian disterilisasi

menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121ºC dan tekanan 1

atm. Erlenmeyer yang berisi medium tersebut diletakan ke laminar air

flow pada suhu kamar. Penambahan SDS pada prosedur ini berfungsi

sebagai sumber karbon utama pada bakteri yang akan diisolasi (Dhouib

et al., 2003).

24

c. Pembuatan buffer sodium tetraborate (Na2B4O7) 50 mM pH 10,5

Pembuatan buffer sodium tetraborate dengan cara sebanyak 1,9 gram

Na2B4O7 dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades

sampai tanda tera, dan ditambah NaOH 0,2 M (0,8 gram NaOH dalam

100 ml akuades) hingga pH lautan menjadi 10,5 (Jurado et al., 2006).

d. Pembuatan pereaksi methylene blue (MB) pH 5

Pembuatan pereaksi methylene blue ini dengan cara 0,1 gram methylene

blue dilarutkan dalam 100 ml larutan buffer borax 10 mM, dan ditambah

HCl hingga pH larutan menjadi 5 (Jurado et al., 2006).

e. Pembuatan kurva standar SDS

Larutan standar SDS dibuat dengan rentang konsentrasi 0,5-2,5 ppm.

Larutan standar SDS kemudian digunakan sebagai sampel dalam proses

analisis dengan metode terbaik yang diperoleh dari tahap Optimasi

analisis biodegradasi SDS.

2. Optimasi analisis konsentrasi surfaktan

Optimasi analisis konsentrasi surfaktan pada penelitian ini adalah

membandingkan keefektifan penggunaan metode dalam mengukur

konsentrasi SDS pada proses biodegradasi oleh isolat bakteri. Metode yang

digunakan adalah metode anionic surfactant-methylene blue (AS-MB) dan

metode methylene blue-active substance (MB-AS).

Proses pembandingan metode analisis konsentrasi SDS menggunakan hasil

biodegradasi dari 3 jenis konsorsium isolat bakteri. Bakteri yang digunakan

25

merupakan bakteri yang didapat oleh Dhamayanti (2018) pada penelitian

sebelumnya. Jenis konsorsium yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis konsorsium dan campurannya pada metode optimasi analisis

kandungan SDS.

Konsorsium Isi Konsorsium

1 Isolat bakteri SB-2-1 dan SB-3-1

2 Isolat bakeri SB-2-1 dan SB-3-2

3 Isolat bakteri SB-3-1 dan SB-3-2

Langkah awal yang dilakukan adalah dengan menyiapkan medium inokulum

dan medium kultur. Medium inokulum dan medium kultur terdiri dari

komposisi yang sama yaitu menggunakan media cair ¼ LB-SDS, inokulum

disiapkan dengan cara sebanyak 1 ose masing-masing isolat bakteri

diinokulasikan ke dalam 20 mL medium inokulum dalam Erlenmayer 100

mL, kemudian diinkubasi selama 16-20 jam pada suhu 37oC dengan

kecepatan putaran shaker inkubator 150 rpm.

Kultur disiapkan dengan cara : Sebanyak 0.6-1 mL medium inokulum per

isolat ditransfer dalam 200 mL medium kultur dalam Erlenmayer 1000 mL,

kemudian diinkubasi dan disampling 24 jam sekali selama 72 jam pada suhu

37oC dengan kecepatan putaran shaker inkubator 150 rpm sebanyak 6 mL.

hasil sampling ini yang akan digunakan untuk uji analisis biodegradasi.

26

a. Uji biodegradasi metode MB-AS

Uji biodegradasi ini dilakukan dengan cara sebanyak 100µL supernatan

kultur dimasukkan ke dalam corong pisah 100 mL yang mengandung 9,9

mL akuades, 2,5 mL larutan methylene blue dan 1 mL kloroform.

Corong pisah dikocok selama 15 detik dan dibiarkan hingga terbentuk

dua fase, fase bagian atas adalah air dan fase bagian bawah adalah

kloroform. Fase kloroform dipisahkan ke corong pisah kedua, fase air

diekstraksi kembali sebanyak tiga kali menggunakan 1 mL kloroform

pada masing-masing proses. Semua ekstraksi kloroform digabungkan ke

corong pisah kedua, kemudian ditambahkan 5 mL larutan pencuci.

Corong pisah kedua kemudian dikocok selama 15 detik, lalu dibiarkan

hingga terbentuk dua fase.

Fase kloroform dipindahkan ke dalam labu ukur 10 mL. Fase air hasil

pengerjaan diekstraksi kembali sebanyak dua kali dengan menggunakan

1 mL kloroform. Semua ekstrak kloroform digabungkan ke dalam labu

ukur sebelumnya dan tambahkan kloroform hingga tanda batas.

Kemudian diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

pada λ 652 nm (Shukor et al., 2008). Pengukuran dilakukan sebanyak

dua kali (duplo) untuk mendapatkan data yang valid.

b. Uji biodegradasi metode AS-MB

Uji biodegradasi SDS dilakukan dengan cara memasukkan 5 ml

supernatant kultur sampel konsorsium dalam corong pisah 250 mL yang

berisi 200 µL buffer sodium tetraborate dan 100 µL larutan methylene

27

blue pH 5 dan ditambahkan 4 mL kloroform. Corong pisah kemudian

dikocok selama 1 menit dan didiamkan selama 5 menit hingga terbentuk

2 fase yaitu fase air dan fase kloroform, fase kloroform dimasukkan

dalam gelas kimia 10 mL. Fase kloroform diambil 1 mL dan dimasukkan

ke dalam labu takar 10 ml dan ditambah kloroform sampai tanda batas

dan diukur absorbansinya pada λ 650 nm (Jurado et al. 2006).

Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali (duplo) untuk mendapatkan

data yang valid.

3. Inokulasi isolat bakteri ke dalam media cair

a. Peremajaan Stok Isolat Bakteri

Dalam penelitian ini sebelum stok isolat bakteri dari agar miring

diinokulasikan ke dalam media cair, terlebih dahulu dilakukan

peremajaan isolat bakteri. Peremajaan dilakukan dengan cara satu ose

isolat bakteri dari stok agar miring lama, digores ke dalam media padat

agar miring yang baru, proses ini dilakukan secara aseptik di dalam

laminar air flow dan diletakkan dalam inkubator 37oC.

b. Inokulasi isolat bakteri

Inokulasi isolat bakteri dilakukan dengan mengambil 1 ose isolat bakteri

dari agar miring dimasukkan ke dalam Erlenmayer 100 mL yang berisi

20 mL medium cair SDS-¼ LB steril, dan diletakkan dalam shaker

inkubator 37oC.

28

4. Penentuan kemampuan dan biodegradasi konsorsium bakteri terhadap

SDS

Penelitian ini menggunakan isolat bakteri yang diperoleh dari isolasi produk

bioaktivator lingkungan EM-4 (effective microorganism-4) dan Starbio yang

dilakukan oleh Dhamayanti (2018). Dalam penelitian ini menggunakan

variasi isolat bakteri membentuk 4 jenis konsorsium dari 4 isolat bakteri yang

diperoleh, jenis konsorsium yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis konsorsium dan komposisinya.

No. Jenis Konsorsium Isi Konsorsium

1. A Isolat SB-2-1, SB-3-1, dan SB-3-2

2. B Isolat SB-2-1, SB-3-1, dan SB-3-3

3. C Isolat SB-2-1, SB-3-2, dan SB-3-3

4. D Isolat SB-2-1, SB-3-1, SB-3-2, dan SB-3-3

Pembuatan variasi konsorsium ini untuk mengetahui kemampuan degradasi

SDS 20 ppm oleh isolat bakteri dalam bentuk konsorsium dan penentuan jenis

campuran ditinjau dari kemampuan degradasi SDS 20 ppm dalam bentuk

isolat tunggal. Data kemampuan degradaasi isolat tunggal dapat dilihat pada

Tabel 2.

Langkah awal yang dilakukan adalah dengan menyiapkan medium inokulum

dan medium kultur. Medium inokulum dan medium kultur terdiri dari

komposisi yang sama yaitu menggunakan media cair ¼ LB-SDS, inokulum

disiapkan dengan cara sebanyak 1 ose masing-masing isolat bakteri

diinokulasikan ke dalam 20 mL medium inokulum dalam Erlenmayer 100

29

mL, kemudian diinkubasi selama 16-20 jam pada suhu 37oC dengan

kecepatan putaran shaker inkubator 150 rpm.

Kultur disiapkan dengan cara : Sebanyak 0.6-1 mL medium inokulum per

isolat ditransfer dalam 200 mL medium kultur dalam Erlenmayer 1000 mL,

kemudian diinkubasi dan disampling 12 jam sekali selama 72 jam pada suhu

37oC dengan kecepatan putaran shaker inkubator 150. Sampel digunakan

untuk penentuan kurva pertumbuhan bakteri dan uji biodegradasi SDS.

Penentuan pertumbuhan sel dilakukan dengan mengambil 0,3 mL sampel

kultur kemudian diencerkan dengan menambahkan 2,7 mL akuades dan

diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada 600

nm.

Uji penentuan kadar SDS dilakukan dengan menggunakan metode analisis

terbaik yang didapatkan dari metode sebelumnya. Pengukuran dilakukan

sebanyak dua kali (duplo) untuk mendapatkan data yang valid.

Dari hasil analisis data biodegradasi, akan diperoleh jenis konsorsium yang

memiliki potensi terbaik mendegradasi SDS dan konsorsium ini akan

digunakan untuk uji bioremediasi limbah detergen dengan parameter

pengukuran kondisi pH, DO, dan konsentrasi surfaktan.

5. Bioremediasi limbah detergen

Setelah mendapatkan konsorsium bakteri terbaik yang memiliki kemampuan

mendegradasi SDS, dilakukan uji bioremediasi limbah detergen. Pada uji ini

akan dilakukan pembandingan antara air limbah dengan perlakuan

30

menggunakan konsorsium bakteri dan air limbah tanpa penambahan bakteri,

dan akan diukur kondisi pH, DO, dan kandungan surfaktan.

a. Pengambilan sampel air limbah. Sampel air limbah diambil dari saluran

pembuangan air limbah rumah tangga yang tercemar detergen di Kota

Bandar Lampung, sebanyak 1000 mL air limbah diambil dari lingkungan.

b. Pengukuran pH dan dissolved oxygen (DO) air limbah. Kondisi awal

air limbah akan diukur konsentrasi pH dan DO setelah diambil dari

tempat buangannya. Pengukuran pH menggunakan pH-meter dan DO

menggunakan DO-meter.

c. Pengukuran kandungan surfaktan air limbah. Sampel air limbah yang

telah diperoleh kemudian diukur kandungan total surfaktannya dengan

metode analisis terbaik yang diperoleh dari metode sebelumnya.

Konsentrasi surfaktan ini digunakan sebagai konsentrasi awal pada

perlakuan.

d. Uji kemampuan isolat bakteri terhadap air limbah. Pada uji ini akan

dilakukan pembandingan dua treatment terhadap air limbah, treatment

satu yaitu air limbah 200 mL dalam Erlenmayer 1000 mL tanpa

penambahan isolat bakteri, dan treatment dua yaitu ditambahkan 0,5-1 ml

medium starter konsorsium bakteri terpilih ke dalam 200 mL air limbah

dalam Erlenmayer 1000 mL. Air limbah kemudian diinkubasi selama 9

hari pada suhu 37oC dengan kecepatan putaran shaker inkubator 150

rpm. Air limbah kemudian akan diukur kondisi pH, DO dan disampling

31

sebanyak 6 ml dengan interval waktu 3 hari sekali. Dua perlakuan ini

dibandingkan kemampuan degradasi surfaktan antara treatment satu dan

dua, sehingga akan diketahui seberapa efektif penggunaan konsorsium

bakteri dalam mendegradasi surfaktan pada air limbah detergen.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini maka dapat diambil

kesimpulan seba gai berikut :

1. Metode optimasi analisis SDS terbaik yang digunakan untuk mengukur

proses biodegradasi adalah metode anionic surfactant-methylene blue (AS-

MB).

2. Dari empat konsorsium yang memiliki kemampuan mendegradasi SDS

terbaik adalah konsorsium B dan konsorsium C dengan kemampuan

degradasi sebesar 96,4 % dan 98,3 %.

3. Konsorsium terbaik (B dan C) secara berturut-turut mampu membioremediasi

limbah detergen sebesar 33,2 % dan 37,3 % dalam waktu inkubasi 6 hari.

55

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka untuk penelitian selanjutnya

disarankan sebagai berikut :

1. Perlu dilakukannya analisis metabolit hasil degradasi SDS, untuk mengetahui

jalur metabolisme SDS oleh isolat bakteri.

2. Dilakukan waktu inkubasi yang lebih lama terhadap sampel limbah atau

menggunakan konsentrasi SDS yang lebih tinggi agar mendapatkan

kemampuan degradasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abboud, M. M., Khleifat, K. M., Batarseh, M., Tarawneh, K. A., Al-Mustafa, A.,

and Al-Madadhah, M. 2007. Different Optimization Conditions Required for

Enhancing the Biodegradation of Linear Alkylbenzosulfonate and Sodium

Dodecyl Sulfate Surfactants by Novel Consortium of Acinetobacter

Calcoaceticus and Pantoea Agglomerans. Enzyme and Microbial

Technology 41: 432–439.

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Andi. Yogyakarta.

Ambily, P., and Jisha M. 2012. Biodegradation of Anionic Surfactant, Sodium

Dodecyl Sulphate by Pseudomonas Aeruginosa MTCC 10311. Journal of

Environmental Biology 33(4): 717–20.

Budiawan., Fatisa, Y., dan Khairani, N. 2013. Optimasi Biodegradasi Dan Uji

Toksisitas Hasil Degradasi Surfaktan Linier Alkilbenzen Sulfonat (LAS)

Sebagai Bahan Pembersih Detergen. Makara Sains 13 (2): 125–33.

Chaturvedi, V. and Kumar. 2010. Isolation Of Sodium Dodecyl Sulfate Degrading

Strains From Detergent Polluted Pond Situated In Varanasi City, India.

Journal Cell Mol. Biol 8: 103–11.

Day, R. A dan L, Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Dhamayanti, M. 2018. Isolasi Dan Skrining Mikroba Pendegradasi Sodium

Dodecyl Sulfate (SDS) Untuk Bioremediasi Limbah Cair Rumah Tangga, 1–

13.

Dhouib, A., N, Hamad., I, Hasairi., and S, Sayadi. 2003. Degradation Of Anionic

Surfactants By Citrobacter Braakii. Process Biochem 38: 1245–50.

Eddy. 2008. Karakteristik Limbah Cair. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan 2 (2):

20.

Fedeilaa, M., Sadouka, Z. H., Bautistab, F. L., Simarroc, R,. and Nateched, F.

2018. Biodegradation of Anionic Surfactants by Alcaligenes Faecalis,

Enterobacter Cloacae and Serratia Marcescens Strains Isolated from

Industrial Wastewater. Ecotoxicology and Environmental Safety, 629–35.

57

Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik. 3rd ed. Erlangga. Jakarta.

Guang, Y. 1999. Dodecyl Sulfate Pathway Map. Biodegradation.

Halmi, M.I.E., Husin, W.S.W., Aqlima, A., Syed, M.A., Ruberto, L.,

MacCormack, W.P and Shukor, M.Y. 2013. Characterization Of A Sodium

Dodecyl Sulphate-Degrading Pseudomonas Sp. Strain DRY15 From

Antarctic Soil. Department of Biochemistry, Faculty of Biotechnology an

Biomolecular Sciences. University Putra Malaysia. Malaysia.

Hidayat, N., Padaga, M. C., dan Suhartini, S. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi.

Yogyakarta.

Hunger, M and Weitkamp, J. 2001. In Situ IR, NMR, EPR, and UV/Vis

Spectroscopy. Tool for New Insight into the Mechanisms of Heterogeneous

Catalysis: Angew-Chem Int Ed Engl 49: 2954–71.

Jurado, E., M. Fernández-Serrano, J. Núñez-Olea, G. Luzón, and M. Lechuga.

2006. Simplified Spectrophotometric Method Using Methylene Blue for

Determining Anionic Surfactants: Applications to the Study of Primary

Biodegradation in Aerobic Screening Tests. Chemosphere.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. In , edited by A Saptoraharjo,

26–217. Universitas Indonesia. Jakarta.

Koga, M. Yamamichi, Y. Irie, M. Tanimura, T. and Yosinaga, T. 1999. Rapid

Determination Of Anionic Surfactants By Improved Spectrophotometric

Method Using Methylene Blue. Anal Sci 15: 563–568.

Kordi, M.G. and Andi. 2009. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya

Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.

Mardana. 2007. Pengolahan Yang Tepat Bagi Limbah Cair. Pengolahan Air, 8.

http://akademik.che.itb.ac.id/labtek/wp-

content/upload/2007/08/modulpengolahan-air.pdf.

Metcalf, R and Eddy, I. 1993. Wastewater Engineering Treatment Disposal

Reuse. McGraw-Hill Comp. New York.

Mulja, M dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. 1st ed. Airlangga

University Press. Surabaya.

Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Pengolahan Kualitas Air Dan Pengolahan

Pencemaran Air.

Petra, W and Heinz, F. 2007. Hak Konsumen Dan Ekolabel. Kanisius.

Yogyakarta.

Platika, W. 2011. Pencemaran Limbah Detergen. 2011. http://platika-

vet.blogspot.co.id/2011/06/pencemaran-limbah-detergent.html.

58

Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.

Rahman dan satrio, G. 2013. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi

Detergen Alami Melalui Kombinasi Reaksi Esterifikasi Dan Sulfonasi.

Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri 2 (2).

Respati. 1980. Pengantar Kimia Organik Jilid Dua. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Roig, M.G., Pedraz, M.A., Sanchez, M.A., Huska, J and Tóth, D. 1998.

SorptionIsotherms and Kinetics In The Primary Biodegradation Of

AnionicSurfactants By Immobilized Bacteria. Comamonas Terrigena N3H.J.

Mol. Catal -B Enzymatic 4, 271–81.

Said, N. I. 1999. Study On Biological Degradation Of Anionic Detergent For

Drinking Water Treatment Process (Master Degree). Department of

Enviromental And Sanitary Engineering Of Kyoto University. Japan.

Salager, J. L. 2002. Surfactants Types and Uses. De Los Andes University.

Venezuela.

Santosa, N. B. 2009. Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Semarang, 7.

Sawyer, C. N., McCarthy, P. L., and Parkin, G. F. 1967. Chemistry for the

Environmental Engineering and Science. McGraw-Hill Company.

Singapore.

Schulz, S., Dong, W., Groth, U and Cook, A. M. 2000. Enantiomeric Degradation

Of2-(4-Sulfophenyl) Butyrate Via 4-Sulfocatechol In Delftia Acidovorans

SPB1. Appl Environ Microbiol 66: 1905–10.

Scott, M. J., And Jones, M.N. 2000. Review Biodegradation Of Surfactant In The

Environment. Biochemica Et Biophysica Acta, 235–51.

Setiyono, L., Kartika, I dan Nurdianti. 2010. Surfaktan Metil Ester Sufonat (MES).

Departemen Teknologi Industri. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

Kedokteran. EGC. Jakarta.

Swingle, H. S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond

Muds. F.A.O Fish 4: 379.

Ying, G.G. 2006. Fate, Behavior And Effect Of Surfactants And Their

Degradation Product In Environment. Enviroment International 32: 417–31.