Upload
others
View
34
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMASI EKSTRAKSI DAUN LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata
Laurentii) DENGAN METODE MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION (MAE)
SEBAGAI BIOSORBEN LOGAM TIMBAL
(KAJIAN LAMA EKSTRAKSI DAN RASIO PELARUT ETANOL:BAHAN)
SKRIPSI
Oleh:
TIARA RAHMANIA YUNISA
135100107111006
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
1
OPTIMASI EKSTRAKSI DAUN LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata
Laurentii) DENGAN METODE MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION (MAE)
SEBAGAI BIOSORBEN LOGAM TIMBAL
(KAJIAN LAMA EKSTRAKSI DAN RASIO PELARUT ETANOL:BAHAN)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Oleh:
TIARA RAHMANIA YUNISA
135100107111006
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
ii
iii
RIWAYAT HIDUP
Penyusun dilahirkan di Jember pada tanggal 27 Mei
1995. Penyusun merupakan anak tunggal dengan ayah
bernama M. Musa Ali dan ibu bernama Yuni Hermawati.
Penyusun menyelesaikan pendidikan taman kanak-
kanak di TK Baitul Amin Jember dan lulus pada tahun
2001. Kemudian penyusun menyelesaikan pendidikan
sekolah dasar di SDN Jember Lor 3 pada tahun 2007,
kemudian melanjutkan ke sekolah menengah pertama di
SMPN 3 Jember dengan kelulusan pada tahun 2010, lalu melanjutkan ke
sekolah menangah atas di SMAN 1 Jember hingga tahun 2013. Penyusun
melanjutkan pendidikan S1 di Perguruan Tinggi pada tahun 2013 di Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Tekonologi Pertanian Universitas Brawijaya
Malang dengan Program Studi Ilmu Teknologi Pangan dan berhasil
menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2017. Selama menempuh
pendidikan di Universitas Brawijaya, penyusun pernah mengikuti kepanitiaan
yaitu anggota divisi Dana Transkoper OPJH (Orientasi Pengenalan Jurusan dan
Himpunan) tahun 2014, serta menjadi asisten praktimum Evaluasi Gizi Pangan.
Selain itu penulis juga aktif dalam dalam komunitas Earth Hour Malang dari
tahun 2015 hingga tahun 2017.
iv
v
Tiara Rahmania Yunisa. 135100107111006. Optimasi Ekstraksi Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii) Dengan Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) Sebagai Biosorben Logam Timbal (Kajian Lama Ekstraksi Dan Rasio Pelarut Etanol:Bahan). Skripsi. Pembimbing: Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP., MP.
ABSTRAK
Pesatnya pembangunan industri dan penggunaan berbagai kendaraan bermotor dapat berdampak negatif karena besarnya resiko terpapar logam berat, seperti timbal (Pb) yang bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu. Salah satu solusi untuk mereduksi kandungan timbal adalah dengan biosorpsi menggunakan ekstrak daun lidah mertua (Sansevieria) yang mengandung berbagai senyawa bioaktif sebagai adsorben. Salah satu metode ekstraksi untuk mengekstraksi bahan aktif dari lidah mertua, yaitu dengan Microwave Assisted Extraction (MAE) yang memanfaatkan radiasi gelombang mikro. Selama ini
belum ada penelitian mengenai lama ekstraksi dan rasio pelarut:bahan optimum dalam ekstraksi daun lidah mertua menggunakan metode MAE.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh lama ekstraksi dan rasio pelarut:bahan dengan metode MAE terhadap penyerapan logam timbal (Pb) serta mengetahui titik optimal penyerapan logam timbal (Pb) oleh ekstrak daun lidah mertua. Penelitian ini menggunakan Response Surface Methodology
(RSM) dengan rancangan komposit terpusat faktorial 22. Terdapat dua faktor dalam penelitian ini yaitu lama ekstraksi (X1) yaitu 60 detik, 120 detik, dan 180 detik, serta rasio pelarut:bahan (X2) yaitu 8:1, 10:1, dan 12:1. Pengamatan respon penyerapan timbal dengan ekstrak daun lidah mertua dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) serta dilakukan uji fitokimia pada perlakuan optimum. Pengolahan data hasil uji dilakukan dengan menggunakan software Design Expert DX 7.1.5 untuk mendapatkan kondisi
optimum dari kedua faktor tersebut. Hasil penelitan optimasi ekstraksi daun lidah mertua dengan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE) menunjukan interaksi faktor lama ekstraksi
dan rasio pelarut:bahan berpengaruh terhadap respon penyerapan timbal serta senyawa kimia pada daun lidah mertua (total fenol, flavonoid, tanin, dan saponin). Kondisi optimum ekstraksi daun lidah mertua dengan MAE pada penelitian didapatkan model terpilih yaitu model kuadratik dengan lama ekstraksi 60 detik dan rasio pelarut:bahan sebesar 12:1 yang menghasilkan respon penyerapan timbal hasil verifikasi sebesar 78,46%. Secara umum kadar senyawa kimia (total fenol, flavonoid, tanin, dan saponin) pada ekstrak daun lidah mertua hasil ekstraksi MAE lebih besar dibandingkan daun lidah mertua segar dan sebuk daun lidah mertua. Setelah biosorpsi timbal, kadar senyawa kimia pada ekstrak etanol mengalami penurunan dibandingkan ekstrak etanol sebelum biosorpsi timbal yang diduga karena berikatan dengan logam timbal.
Kata kunci: Biosorpsi, Lidah Mertua, Microwave Assisted Extraction, Timbal
vi
Tiara Rahmania Yunisa. 135100107111006. Optimization of Microwave
Assisted Extraction (MAE) of Snake Plant (Sansevieria trifasciata Laurentii)
As Lead Ion Biosorbent (Study of Extraction Time and Ethanol Solvents
Ratio). Thesis. Thesis Advisor: Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP., MP.
ABSTRACT
The rapid industrial development and the use of various transportaton give negative impacts because of the risk of exposure to heavy metals, such as lead (Pb) which are toxic in doses or specific concentration. One of the solution to reduce the lead content is by biosorption using snake plant leaves (Sansevieria) extract which contains a variety of bioactive compounds as adsorbent. One of the extraction methods to extract the active ingredients from the plants by using Microwave Assisted Extraction (MAE) that utilizes microwave radiation. There has been no research on the optimum of extraction time and ethanol solvent ratio in the extraction of the snake plant leaves using MAE method.
The purpose of this research is to determine the effect of extraction time and ethanol solvent ratio with MAE method to absorption of lead metal (Pb), and optimal condition of absorption of lead metal (Pb) by snake plant extract. This study used Response Surface Methodology (RSM) with a central composite factorial design. There were two factors in this research, extraction time (X1) there were 60 seconds, 120 seconds and 180 seconds, and the ethanol solvents ratio (X2) there were 8:1, 10:1, and 12:1. The observations of absorption response was performed using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) and the phytochemical test conducted on the optimum treatment. Data processing of test result was done by using Design Expert DX 7.1.5 software to get the optimum condition from both factors.
The results from optimization of extraction of snake plant with Microwave Assisted Extraction (MAE) showed that interaction between extraction time and the ethanol solvents ratio gave significant effect on the response of lead absorption and chemical compounds in the leaves (total phenols, flavonoids, tannins and saponins). The optimum condition of extraction of leaves of the snake plant with MAE in the study showed the selected model was a quadratic model with 60 seconds of extraction time and ethanol solvent ratio 12:1, which produced the response of lead absorption of 78,46%. In general, the levels of chemical compounds (total phenols, flavonoids, tannins, and saponins) of the leaves extract using MAE extraction was greater than the fresh leaves. After lead biosorption, the levels of chemical compounds in the ethanol extract decreased, compared to leaves extract before lead biosorption. It was suspected due to binding of the chemical compound with lead ion.
Keywords: Biosorption, Lead, Microwave Assisted Extraction, Snake Plant
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan berkat dan
hikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Tugas Akhir yang berjudul “Optimasi Ekstraksi Daun Lidah Mertua
(Sansevieria trifasciata Laurentii) Dengan Metode Microwave Assisted
Extraction (MAE) Sebagai Biosorben Logam Timbal (Kajian Lama Ekstraksi
Dan Rasio Pelarut Etanol:Bahan)”.
Dalam penulisan laporan tugas akhir ini, penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Kedua Orang tua yaitu ayah M. Musa Ali dan mama Yuni Hermawati,
serta segenap keluarga yang banyak memberi dukungan moril maupun
materiil.
2. Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP., MP. selaku dosen pembimbing I dan Ketua
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang yang telah memberikan bimbingan,
arahan, saran, nasehat, ilmu dan pengetahuan kepada penyusun.
3. Ibu Nur Ida Panca, S.TP., MP. selaku dosen pembimbing II yang juga
telah memberikan bimbingan, arahan, saran, nasehat, ilmu dan
pengetahuan kepada penyusun selama penelitian.
4. Teman-teman kost Bu Djarot, Ilma Hanifah, Luh Putu Premayoni, Metin
Dyah, Mita Khasanah, Verniaputri, Alify Yanura, Briliandani Kirara, dan
Wenny Anintya, rumah kedua yang selalu memberi dukungan selama di
Malang.
5. Teman-teman di Earth Hour Malang, Rizky Ashyanita, Nogie Wikarsa,
Amanda Magdalena, Frido Wahyu, Emeraldo Latief, Dimas Putra, Aldike
Wandari, Salsabila, M. Fikri, Fauzan Fakhrurrozi, Fu’ad Hasan, M. Fachri
Aditya, Galih Darmawan, serta teman-teman lain di Earth Hour Malang.
Khususnya divisi Fund Raising untuk bantuan, jokes receh, hiburan,
support, pengalaman dan kebersamaannya selama 2 tahun ini.
6. Teman-teman KCRT, Natalia Sari Susanto, Martha Kusuma, Putri
Widiyastuti, Febrianny Noeryatillah, Hana Susanti, Sekar Vianty, Aldio
Sutawan, Eko Brasil, dan Ananta Prasetio, selalu menjadi tempat
berkeluh kesah dan bersenda gurau selama 4 tahun di kampus.
viii
7. Okta Eka Suryani dan Sherly Octaviana Sari yang walaupun jauh dimata
tapi dekat dihati, partner in crime no matter how far we are.
8. Fitria, Rahma, Wanodya, Bagus, Rizha, dan Ulum yang juga telah banyak
memberi dukungan selama penyusunan skripsi.
9. Teman-teman THP 2013 yang telah menjadi teman selama 4 tahun di
FTP UB Malang.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
11. And last, I wanna thank myself, for those tiring days, sleepless nights, and
lonely moments while missing home. After all the dramas, struggles, ups
and downs. You finally made it to the finish line!
Malang, Juli 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .................................. Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK .......................................................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN ............................................. Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang .......................................... Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah .................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan ....................................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat ..................................................... Error! Bookmark not defined.
1.5 Hipotesis ................................................... Error! Bookmark not defined.
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Daun Lidah Mertua (Sansevieria) .............. Error! Bookmark not defined.
2.1.1 Kandungan Daun Lidah Mertua ........... Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Manfaat Lidah Mertua .......................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Logam Timbal (Pb) ..................................... Error! Bookmark not defined.
2.3 Ekstraksi .................................................... Error! Bookmark not defined.
2.4 Ekstraksi Microwave Assisted Extraction (MAE) Error! Bookmark not
defined.
2.5 Etanol ......................................................... Error! Bookmark not defined.
2.6 Biosorpsi .................................................... Error! Bookmark not defined.
2.7 Response Surface Methodology (RSM) ..... Error! Bookmark not defined.
2.8 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ....... Error! Bookmark not defined.
III. METODOLOGI PENELITIAN .......................... Error! Bookmark not defined.
3.1 Tempat dan Waktu ..................................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Alat dan Bahan ........................................... Error! Bookmark not defined.
3.2.1 Alat ....................................................... Error! Bookmark not defined.
x
3.2.2 Bahan ................................................... Error! Bookmark not defined.
3.3 Metode Penelitian....................................... Error! Bookmark not defined.
3.4 Prosedur Penelitian .................................... Error! Bookmark not defined.
3.4.1 Pembuatan Serbuk Daun Lidah Mertua Error! Bookmark not defined.
3.4.2 Ekstraksi Daun Lidah Mertua dengan Metode MAE Error! Bookmark
not defined.
3.4.3 Pembuatan Larutan Timbal 500 ppm .... Error! Bookmark not defined.
3.4.4 Biosorpsi Timbal dengan Ekstrak Daun Lidah Mertua Error! Bookmark
not defined.
3.4.5 Optimasi Ekstraksi MAE Serbuk Daun Lidah Mertua Error! Bookmark
not defined.
3.5 Pengamatan dan Analisa Data ................... Error! Bookmark not defined.
3.6.1 Pembuatan Serbuk Daun Lidah Mertua Error! Bookmark not defined.
3.6.2 Ekstraksi Daun Lidah Mertua dengan MAE Error! Bookmark not
defined.
3.6.3 Analisa Biosorpsi .................................. Error! Bookmark not defined.
3.6.4 Optimasi Ekstraksi Daun Lidah Mertua . Error! Bookmark not defined.
3.6.5 Verifikasi Hasil Optimasi Ekstraksi daun lidah mertua Error! Bookmark
not defined.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................... Error! Bookmark not defined.
4.1 Karakterisasi Bahan Baku .......................... Error! Bookmark not defined.
4.2 Proses Ekstraksi MAE Daun Lidah Mertua . Error! Bookmark not defined.
4.3 Hasil Optimasi Lama Ekstraksi dan Rasio Pelarut:Bahan Error! Bookmark
not defined.
4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon .............. Error! Bookmark not defined.
4.4.1 Evaluasi Model Respon ........................ Error! Bookmark not defined.
4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Error! Bookmark not
defined.
4.4.3 Kurva Pengaruh Lama Ekstraksi dan Rasio Pelarut:Bahan .......... Error!
Bookmark not defined.
4.5 Penentuan Titik Optimum Penyerapan Timbal Error! Bookmark not
defined.
4.6 Verifikasi Hasil Optimasi F .......................... Error! Bookmark not defined.
4.7 Senyawa Bioaktif Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum Error! Bookmark
not defined.
xi
4.7.1 Kandungan Total Fenol Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum ..... Error!
Bookmark not defined.
4.7.2 Kandungan Flavonoid Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum ....... Error!
Bookmark not defined.
4.7.3 Kandungan Tanin Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum .............. Error!
Bookmark not defined.
4.7.4 Kandungan Saponin Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum.......... Error!
Bookmark not defined.
V. PENUTUP ....................................................... Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan ................................................ Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran ......................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA............................................. Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN .......................................................... Error! Bookmark not defined.
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Metode MAE dengan Metode Ekstraksi Lain ........ Error!
Bookmark not defined.
Tabel 3.3 Matriks Rancangan Komposit Terpusat Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.1 Analisa Kadar Air (%b/b) Daun Lidah Mertua Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.2 Hasil Uji Fitokimia Bahan Baku ............ Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.3 Rancangan Desain Komposit Terpusat Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.4 Data Hasil Analisis Respon Penyerapan Logam Timbal .............. Error!
Bookmark not defined.
Tabel 4.5 Data Hasil Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat Respon .......
Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.6 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian
Ketidaktepatan Respon ................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.7 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik
Respon ............................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.8 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Model Kuadratik Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.9 Solusi Titik Optimum ............................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.10 Hasil Verifikasi Respon ...................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.11 Kadar Total Fenol Sampel Daun Lidah Mertua Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.12 Kadar Flavonoid Sampel Daun Lidah Mertua Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.13 Kadar Tanin Sampel Daun Lidah Mertua Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.14 Kadar Saponin Sampel Daun Lidah Mertua Error! Bookmark not
defined.
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sansevieria cylindrical ..................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.2 Sansevieria hahnii ........................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.3 Sansevieria trifasciata Laurentii ...... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.4 Sansevieria trifasciata Futura .......... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.5 Sansevieria patens.......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.6 Struktur Tanin ................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.7 Struktur Saponin ............................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.8 Struktur Flavonoid ............................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lidah Mertua Error! Bookmark
not defined.
Gambar 3.2 Diagram Alir Ekstraksi Daun Lidah Mertua Dengan MAE ........ Error!
Bookmark not defined.
Gambar 3.3(a) Diagram Alir Pembuatan Larutan Timbal Error! Bookmark not
defined.
Gambar 3.3(b) Diagram Alir Biosorpsi Timbal ..... Error! Bookmark not defined.
Gambar 3.4 Diagram Alir Optimasi Ekstraksi Daun Lidah Mertua ............... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 3.5 Diagram Alir Verifikasi Hasil Optimasi Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.1 Grafik Kontur Plot Respon Penyerapan Timbal Error! Bookmark
not defined.
Gambar 4.2 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Penyerapan Timbal .......... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.3 Kurva Normal Plot of Residuals terhadap Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.4 Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov . Error! Bookmark not defined.
1
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pembangunan industri sangat
esensial untuk meningkatkan perekonomian negara. Namun, pesatnya
pembangunan industri dan penggunaan berbagai kendaraan bermotor dapat
berdampak negatif yang dapat membahayakan lingkungan dan masyarakat
sekitar. Hal ini dapat terjadi karena besarnya resiko terpapar logam berat yang
bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu. Salah satu logam berat
yang dapat mencemari lingkungan akibat dari industrialisasi dan penggunaan
kendaraan bermotor adalah logam timbal (Pb). Bahkan di kota-kota besar di
Indonesia, seperti Jakarta, konsentrasi timbal bisa 100 kali dari ambang batas
yang diijinkan (Ali, 2010).
Di lingkungan dengan kadar logam timbal yang tinggi, kontaminasi yang
terdapat di udara, makanan dan air dapat menyebabkan keracunan yang
berakibat buruk bagi kesehatan manusia (Ganiswarna, 1999). Kira-kira 5-10%
dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan 30%
dari jumlah yang terisap melalui hidung akan diabsorbsi melalui saluran
pernafasan dan akan tertinggal di dalam tubuh (BPLHD, 2009 dalam Gusnita,
2012). Logam timbal di lingkungan dapat mencemari makanan sehingga dapat
terkonsumsi oleh manusia dan membahayakan kesehatan. Dalam penelitian oleh
Tuloly (2012) terhadap kadar logam timbal pada jajanan pinggir jalan di Kota
Gorontalo, ditemukan kandungan timbal pada gorengan pisang goreng dan tahu
isi, dengan kadar antara 0,65 ppm–3,86 ppm. Sedangkan menurut penelitian
Winarna (2015), ditemukan kandungan timbal sebesar 0,718 ppm pada buah
apel yang dijajakan di pinggir jalan Kota Palu.
Salah satu solusi untuk mereduksi kandungan timbal adalah dengan
biosorpsi menggunakan tanaman. Biosorpsi merupakan suatu teknologi untuk
menghilangkan ion logam dan polutan dengan menggunakan biomassa sebagai
adsorben (Arief et al. 2008). Keuntungan penggunaan proses biosorpsi adalah
biayanya yang relatif murah, ramah lingkungan, dapat diaplikasikan pada
konsentrasi limbah yang rendah serta kemudahan proses regenerasinya (Ashraf
et al., 2010). Salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi sebagai biosorben
timbal adalah tanaman lidah mertua (Sansevieria).
2
Tanaman lidah mertua (Sansevieria) merupakan salah satu jenis tanaman
hias yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
sangat mudah ditemuinya tanaman lidah mertua di rumah-rumah, perkantoran,
maupun sebagai tanaman hias di pinggir jalan. Sansevieria mampu mengikat
polutan serta logam berbahaya seperti timbal (Pb), cadmium (Cd), kromium (Cr),
kholoform, benzene, Hal ini disebabkan karena tanaman ini mengandung bahan
aktif, seperti pregnane glikosid, ruscogenin, sansevierigenin, saponin, dan tanin.
Biosorpsi logam timbal oleh ekstrak lidah mertua terjadi melalui mekanisme
passive uptake dimana terjadi interaksi antara logam timbal dengan gugus
fungsional pada senyawa aktif dalam lidah mertua. Menurut penelitian Yuningsih
(2014), kondisi optimal biosorpsi timbal oleh serbuk Sansevieria trifasciata yaitu
pada pH 7, waktu kontak selama 240 min, dengan menggunakan 1.5 gram
biosorben.
Terdapat berbagai metode untuk mengekstraksi senyawa-senyawa kimia dari
lidah mertua, diantaranya yaitu dengan Microwave Assisted Extraction (MAE).
Ekstraksi MAE merupakan metode ekstraksi dengan memanfaatkan radiasi
gelombang mikro untuk memanaskan pelarut secara cepat. Kelebihan ekstraksi
MAE dibanding metode ekstraksi yang lain yaitu waktu ekstraksi pendek, proses
sederhana, serta kebutuhan pelarut rendah (Jain et al., 2009). Ekstraksi MAE
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis pelarut, volume pelarut, lama
ekstraksi, daya microwave, karakteristik matriks bahan, dan suhu ekstraksi.
Volume pelarut pada ekstraksi MAE berkaitan dengan rasio pelarut:bahan,
dimana diperlukan rasio yang sesuai untuk mendapatkan respon yang paling
optimum. Selama ini belum ada penelitian mengenai lama ekstraksi dan volume
pelarut optimum dalam ekstraksi daun lidah mertua menggunakan metode MAE.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai lama ekstraksi dan rasio
pelarut:bahan optimum pada ekstraksi daun lidah mertua.
Selama ini pemanfaatan lidah mertua dalam produk pangan masih belum
maksimal. Ekstrak lidah mertua diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif
pengkelat logam (sequestran) pada produk pangan untuk menggantikan
pengkelat logam sintetis. Selan itu ekstrak lidah mertua juga dapat ditambahkan
pada pengemas bahan pangan sebagai pengikat logam agar tidak mencemari
produk pangan. Selain bersifat sebagai pengikat logam, lidah mertua juga
memiliki sifat antibakteri
3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh faktor lama ekstraksi dan rasio pelarut
etanol:bahan dengan metode MAE terhadap penyerapan logam timbal
(Pb) oleh ekstrak daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii)?
Bagaimana kondisi optimal penyerapan logam timbal (Pb) oleh ekstrak
daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii) antara lama ekstraksi
dan rasio pelarut:bahan menggunakan metode MAE?
Bagaimana kandungan kimia dalam ekstrak daun lidah mertua
(Sansevieria trifasciata Laurentii) optimum?
1.3 Tujuan
Mengetahui pengaruh faktor lama ekstraksi dan rasio pelarut
etanol:bahan dengan metode MAE terhadap penyerapan logam timbal
(Pb) oleh ekstrak daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii).
Mengetahui kondisi optimal penyerapan logam timbal (Pb) oleh ekstrak
daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii) antara lama ekstraksi
dan rasio pelarut:bahan menngunakan metode MAE.
Menganalisa kandungan kimia dalam ekstrak daun lidah mertua
(Sansevieria trifasciata Laurentii) optimum.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii) sebagai penyerap atau
biosorben logam timbal (Pb). Senyawa kimia aktif seperti saponin, tanin, dan
flavonoid dalam daun lidah mertua juga belum banyak diketahui dan
dimanfaatkan. Oleh karena itu kedepannya melalui penelitian ini tanaman lidah
mertua maupun senyawa di dalamnya dapat lebih dioptimalkan pemanfaatannya,
baik di industri pangan maupun lingkungan, khususnya berkaitan dengan
penyerapan logam timbal (Pb).
1.5 Hipotesis
Lama ekstraksi dan rasio pelarut:bahan dengan metode MAE berpengaruh
terhadap penyerapan logam timbal (Pb) oleh ekstrak daun lidah mertua
(Sansevieria trifasciata Laurentii).
1
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Lidah Mertua (Sansevieria)
Sansevieria mempunyai banyak nama, yaitu lidah mertua (mother in law
tongue), atau tanaman pedang-pedangan karena bentuk daunnya yang runcing
menyerupai pedang. Beberapa yang lain menyebutnya tanaman ular (snake
plant) karena pada beberapa jenis coraknya menyerupai sisik ular. Lidah mertua
merupakan tanaman yang sudah cukup dikenal di Indonesia. Tanaman ini
merupakan salah satu jenis tanaman hias karena warnanya yang menarik,
bentuknya yang unik, serta perawatannya relative mudah. Lidah mertua termasuk
keluarga Ruscaceae yaitu keluarga tanaman berbunga dengan bentuk daun
keras, tegak, dan ujung meruncing (Pramono, 2008).
Secara umum lidah mertua memiliki akar serabut serta batang pendek dan
beruas. Daun lidah mertua berbentuk pipih, ujung meruncing, lebar 4-9 cm, serta
panjang 15-150 cm, dengan warna hijau bernoda kuning atau putih, serta
bertekstur rata dan halus (Mahardika, 2014). Tanaman ini juga mudah dikenal
dari daunnya yang tebal dan banyak mengandung air (fleshy dan succulent)
sehingga tahan terhadap kekeringan (Pramono, 2008). Lidah mertua termasuk
golongan tanaman daerah kering (zerophytic) yang dapat tumbuh di daerah tropis
dengan kondisi lingkungan yang kering, kurang subur, kurang air, dan curah
hujan rendah (Purwanto, 2006).
Lidah mertua mempunyai banyak jenis, diantaranya yaitu (Purwanto, 2006):
1. Sansevieria cylindrical
Jenis ini memiliki daun berbentuk silinder, ujung meruncing, berwarna hijau
tua belang kelabu, permukaan daun tidak rata, dan tidak mengkilap.
Gambar 2.1 Sansevieria cylindrical (Flora Store, 2016)
5
2. Sansevieria hahnii
Sansevieria hahnii berbentuk padat dan pendek. Daunnya sangat tebal,
membentuk lekukan setengah lingkaran dan berujung tumpul, sehingga
banyak diminati sebagai tanaman hias dalam pot kecil.
Gambar 2.2 Sansevieria hahnii (Glasshouse Works, 2017)
3. Sansevieria trifasciata
Jenis ini merupakan jenis yang paling umum ditemui di Indonesia. Varietas-
varietas dari Sansevieria trifasciata diantaranya:
a) Sansevieria trifasciata Golden hahnii
Penampilan fisiknya hampir sama dengan Sansevieria hahnii, tetapi
bedanya terletak pada warna daun yaitu hijau muda dengan kombinasi
warna kuning emas dan berbentuk pita pada bagian tepi daun.
b) Sansevieria trifasciata Laurentii
Jenis ini memiliki daun rata dan tumbuh tegak dengan tinggi 40-100 cm.
Bagian pinggir daun berwarna kuning, sedang di bagian tengahnya
berwarna kuning yang menyebar tidak beraturan. Pertumbuhannya paling
cepat dibandingkan dengan varietas lainnya.
Gambar 2.3 Sansevieria trifasciata Laurentii (MNN, 2016)
6
c) Sansevieria trifasciata Bantel’s sensation
Daunnya tumbuh merapat dan tegak lurus. Antar helai daun
saling bertumpuk simetris dengan warna dasar putih, bercorak hijau.
Pertumbuhannya paling lambat dibandingkan dengan varietas lain.
d) Sansevieria trifasciata Futura
Ciri-cirinya mirip dengan laurentii, tetapi memiliki daun yang lebih lebar
dan lebih pendek. Corak dan warna daunnya lebih jelas dengan bentuk
menyerupai kelopak bunga mawar.
Gambar 2.4 Sansevieria trifasciata Futura (Pinterest, 2015)
e) Sansevieria trifasciata Prain
Spesies ini mempunyai daun panjang yang tajam, tebal dan keras,
dengan warna kelabu berbelang-belang hijau tua.
f) Sansevieria trifasciata Javanica
Tanaman ini merupakan salah satu Sansevieria yang berasal dari
Indonesia. Sansevieria Javanica memiliki karakter daun dengan warna
hijau mengkilat yang dihiasi dengan motif variasi warna silver yang
membujur dan melintang.
4. Sansevieria liberica
Jenis ini memiliki daun yang paling besar dan panjang, tumbuh kokoh ke atas
serta agak tebal. Jika diperhatikan warna daunnya, tampak kombinasi hijau
dan dominan putih.
5. Sansevieria patens
Jenis ini berasal dari Afrika Timur yang mempunyai rimpang tebal berserat,
liat dan lebih pendek dibanding dengan Sansevieria cylindrical. Daun tebal
berbentuk silinder berdiameter 1-2 cm berwarna hijau gelap dan panjang 15-
30 cm.
7
Gambar 2.5 Sansevieria patens (Trio Nursery, 2016)
6. Sansevieria parva atau Kenya Hyacinth
Jenis ini memiliki rimpang tumbuh pendek didalam tanah dan anakan tumbuh
berimpit dengan tanaman induk. Daunnya tumbuh tegak memanjang dengan
panjang 20-40 cm, lebar 1-2 cm, berwarna hijau muda dengan corak hijau tua
melingkar menyerupai cincin di sepanjang daun.
7. Sansevieria downsii Chahinian
Jenis ini memiliki daun muda berbentuk bulat dan berwarna hijau keperakan
dan akan menjadi hijau tua setelah dewasa; panjang daun sekitar 30
cm, berbentuk meruncing dari ujung ke pangkal dan memiliki duri.
8. Sansevieria scabrifolia
Memiliki daun yang lebarnya 1,5 - 2,5 cm dan panjang 30 - 40 cm, berwarna
hijau muda dengan jumlah daun 10 - 15 helai. Daun relatif tipis dibanding
dengan jenis sansevieria lainnya dan bergelombang.
9. Sansevieria kirkii
Sansevieria kirkii memiliki beragam bentuk daun, tetapi mudah dikenali
karena daunnya tebal, sedikit mengandung air dan bentuknya sedikit
bergelombang. Panjang daun sekitar 30 cm dengan pinggir berwarna merah
marun dan akan mengering seiring dengan pertambahan umurnya.
10. Sansevieria canaliculata
Daun Sansevieria canaliculata berbentuk silinder halus berwarna hijau muda
dengan diameter 1,5 cm.
8
2.1.1 Kandungan Daun Lidah Mertua
Berdasarkan penelitian Hariana (2007), Sansevieria mengandung banyak
senyawa metabolit sekunder. Bagian tanaman Sansevieria yang banyak
dimanfaatkan yaitu bagian daun dan rimpang atau batangnya. Menurut penelitian
yang dilakukan Philip et al. (2011), Sansevieria mengandung beberapa
antioksidan seperti tanin, saponin, flavonoid, dan alkaloid. Dalam uji fitokimia
yang dilakukan oleh Mimaki et al. (1997), tanaman ini juga mengandung
karbohidrat, glikosida, dan steroid. Komposisi kimia yang terkandung dalam
tanaman Sansevieria secara umum diantaranya adalah ruscogenin, 4-0 methyl
glucoronic acid, beta siti sterol, d-xylose, serat, hemiselulosa, neoruscogenin,
sanseverigenin, pregnane glikosid, saponin, dan tanin (Muhammadah et al.,
2011). Berikut penjelasan singkat mengenai senyawa kimia pada Sansevieria :
a) Tanin
Secara struktural tanin termasuk senyawa fenol yang memiliki berat
molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang lain,
seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat efektif dengan protein dan
beberapa makromolekul (Horvart, 1981 dalam Palupi, 2013). Tanin dalam
jaringan tumbuhan terletak pada bagian tunas, daun (diatas epidermis
sebagai pelindung dari serangan predator), akar (dalam hypodermis), batang
(pada floem sekunder dan xilem) serta di lapisan antara epidermis dan
korteks (Kristianto, 2013).
Secara kimia, tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus phenol dan
bersifat koloid, serta dapat larut dalam air, metanol, etanol, aseton dan pelarut
organik lainnya. Jika direaksikan dengan garam besi (FeCl3), memberikan
reaksi warna hijau dan biru kehitaman. Sedangan secara fisik, tanin memiliki
berat molekul tinggi, berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang,
berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang, berbau khas dan
mempunyai rasa sepat (astrigent). Warna tanin akan menjadi gelap apabila
terkena cahaya langsung atau dibiarkan di udara terbuka. Tanin juga
mempunyai sifat atau daya bakterostatik, fungistatik dan merupakan racun
(Risnasari, 2002).
9
Gambar 2.6 Struktur Tanin (Morreno-Arribas dan Polo, 2009)
b) Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroida yang merupakan senyawa aktif dan bersifat seperti sabun.
Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan
koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil.
Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang dihasilkan dengan
pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin
steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin
triterpenoida (Harborne, 1996 dalam Gitasari, 2011). Saponin adalah
senyawa polar yang keberadaanya dalam tumbuhan dapat diekstraksi dengan
pelarut semi polar dan polar (Oesman et al., 2010). Saponin merupakan
senyawa dengan rasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan
bersifat racun bagi hewan berdarah dingin (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Menurut penelitian Mien et al., (2015), kadar saponin pada ekstrak methanol
lidah mertua (Sansevieria trifasciata var. Laurentii) yaitu sebesar 3,1258%.
Gambar 2.7 Struktur Saponin (Chapagain 2005)
10
c) Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.
Flavonoid merupakan salah satu kelas dari polifenol yang terdiri dari
beberapa sub kelas seperti flavone, flavonol, flavanonol, flavanon, flavan dan
antosianin Golongan flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum
dan terdapat pada seluruh tumbuhan mulai dari fungus sampai
angiospermae. Flavonoid mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat
tajam, dapat larut dalam air dan pelarut organik, serta mudah terurai pada
temperatur tinggi. Flavonoid mempunyai banyak fungsi, baik bagi tumbuhan
dan manusia. Flavonoid pada tumbuhan berfungsi sebagai pengatur
tumbuhan, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus. Selain itu,
flavonoid juga dapat menjadi daya tarik serangga untuk melakukan
penyerbukan, karena flavonoid memiliki bau yang tajam serta memberi warna
menarik bagi tumbuhan. Sedangkan bagi manusia, flavonoid dapat berfungsi
sebagai antibiotik terhadap penyakit kanker dan ginjal, menghambat
perdarahan (Rahmat, 2009).
Gambar 2.8 Struktur Flavonoid (Silalahi, 2006)
2.1.2 Manfaat Lidah Mertua
Sansevieria diketahui memiliki keunggulan dibandingkan tanaman lain yaitu
resisten terhadap polutan. Tanaman ini dilaporkan mampu menyerap 107 jenis
polutan di daerah yang padat lalu lintas dan di dalam ruangan yang penuh asap
rokok (Tahir dan Sitanggang, 2008). Hal itu dikarenakan Sansevieria
mengandung berbagai bahan aktif yang mampu mereduksi polutan sehingga
polutan tersebut menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi manusia Mimaki et
al. (1997). Satu tanaman Sansevieria efektif menyerap polutan dalam ruangan
dengan luas 10 m2 (Lingga, 2005).
11
Menurut penelitian Muhammadah, et al. (2011), semakin bertambah umur
tanaman maka tinggi dan lebar daun Sansevieria akan semakin bertambah, akan
semakin efektif daun tersebut dalam menyerap polutan di udara. Reduksi kadar
CO tertinggi terdapat pada lidah mertua umur 12 bulan dengan kerapatan 8 helai
daun yang mampu mereduksi CO sebesar 81,63 ppm dan reduksi terendah
terdapat pada tanaman lidah mertua umur 6 bulan dengan kerapatan 4 helai daun
yaitu sebesar 52,63 ppm. Berdasarkan penelitian lain yaitu oleh Arnold (2004),
reduksi tertinggi terdapat pada tanaman Sansevieria dengan tinggi 100 cm dan
dapat mereduksi CO sebesar 84,18%. Penelitian menunujukkan bahwa lima helai
daun Sansevieria mampu menetralisir ruangan tercemar yang diakibatkan oleh
nikotin, CO2 dan CO.
Selain sebagai penyerap gas beracun, Sansevieria mampu menyerap
polutan-polutan berbahaya di udara seperti timbal, kholoform, benzene, xylene,
dan trichloroethylene (Fatmawati, 2010). Lidah mertua mampu menyerap logam
berat seperti timbal dan kromium dikarenakan lidah mertua memiliki gugus
hidroksil dan karbonil yang dapat mengikat logam berat melalui ikatan ion-ion
atau ion polar dan ikatan kovalen dengan gugus karbonil (Dewi dan Fachraniah,
2011). Berdasarkan penelitian Yuningsih (2014), hasil analisis elemen dengan
SEM, serbuk lidah mertua mengandung karbon, oksigen, kalsium dan aluminium
yang merupakan komponen utama dalam selulosa, hemiselulosa dan lignin. Hasil
analisis serbuk lidah mertua dengan FTIR juga memperlihatkan bahwa lidah
mertua mengandung hemiselulosa, gugus karboksil (O-H) dan gugus amida (N-
H). Gugus-gugus fungsi tersebut yang berperan dalam adsorpsi logam. Selain itu
menurut penelitian yang sama oleh Yuningsih (2014), kondisi optimal biosorpsi
timbal oleh serbuk Sansevieria trifasciata yaitu pada pH 7, waktu kontak selama
240 min, dengan menggunakan 1.5 gram biosorben. Sedangkan menurut
penelitian Mahdang (2014), diketahui bahwa semakin tua umur lidah mertua,
maka penyerapan timbal akan semakin baik. Dimana dari data yang didapatkan,
penyerapan timbal pada tanaman lidah mertua umur 6 bulan adalah sebesar
154,3 ppm, umur 1 tahun sebesar 274,3 ppm, umur 3 tahun sebesar 453,7 ppm,
umur 5 tahun sebesar 652,9 ppm, dan umur 7 tahun sebesar 965 ppm. Penelitian
lain oleh Yusuf (2015), menunjukkan bahwa tanaman lidah mertua dapat
mengurangi kandungan timbal (Pb) yang terkandung dalam tanah, yaitu mampu
menyerap 56.63% timbal pada konsentrasi 400 ppm.
12
Manfaat lain dari tanaman Sansevieria, yaitu sebagai tanaman obat untuk
menyembuhkan penyakit diare, tekanan darah tinggi, influensa, batuk dan lain-
lain, serta sebagai elemen taman dan dekorasi, serta bahan alternatif serat tekstil
(Hariana, 2007). Selain itu menurut penelitian Lambogia (2016), ekstrak daun
lidah mertua (Sansevieria trifasciata) mempunyai daya hambat terhadap
pertumbuhan bakteri E. coli dan Streptococcus sp.
2.2 Logam Timbal (Pb)
Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang sering juga disebut
dengan istilah timah hitam. Timbal termasuk dalam logam transisi dengan
golongan IVA, mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik leleh
timbal adalah 1740oC dan memiliki massa jenis 11,34 g/cm3 (Widowati, 2008).
Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang
aktif sehingga biasa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul
perkaratan. Timbal bersifat lunak dengan warna abu-abu kebiruan mengkilat
(Sunarya, 2006). Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal sangat rapuh dan
mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas, dan air asam.
Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat, dan asam sulfat pekat (Palar,
2008).
Timbal (Pb) secara alami terdapat di dalam kerak bumi. Logam Pb di alam
tidak dapat didegradasi atau dihancurkan, yang disebut juga sebagai non
essential trace element yang paling tinggi kadarnya. Namun, timbal juga bisa
berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih
banyak dibandingkan Pb alami. Logam Pb banyak digunakan dalam industri
baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat
penyusun patri atau solder, serta sebagai formulasi penyambung pipa. Asap
rokok juga merupakan sumber pemaparan timbal, dimana orang yang merokok
dan menghirup asapnya akan terpapar timbal pada level yang lebih tinggi
daripada orang yang tak terpapar asap rokok. Rokok mengandung 2,4 µg timbal
dan 5% nya terdapat pada asap rokok (Gajawat et al., 2006). Logam Pb juga
terdapat di perairan, baik secara alamiah maupun sebagai dampak dari aktivitas
manusia (Palar, 2008).
Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi
makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai
13
dalam jangka waktu lama dan toksisitasnya tidak berubah (Brass dan Strauss,
1981). Akumulasi logam timbal dalam tubuh dapat menyebabkan berbagai
gangguan kesehatan, seperti osteoporosis, kerusakan organ reproduksi,
kerusakan otak, serta keracunan akut di system syaraf dan peredaran darah.
Timbal masuk ke dalam tubuh manusia melalui penyerapan makanan (65%), air
(20%), dan udara (15%) (Yuningsih, 2014). Selain itu proses masuknya timbal ke
dalam tubuh dapat melalui penetrasi pada kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat
disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak. WHO
menetapkan kadar timbal pada darah anak 10 µg/l, dan dewasa 50 µg/l. Timbal
yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman, masuk ke saluran
pencernaan dan akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh (Naria, 2005).
Sedangkan timbal melalui udara masuk ke saluran pernafasan akan terserap dan
berikatan dengan darah paru-paru kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan
organ tubuh (Palar, 2008). Timbal yang diabsorbsi oleh tubuh akan mengikat
gugus aktif enzim ALAD (Amino Levulinic Acid Dehidratase), dimana enzim ini
berfungsi pada sintesa sel darah merah, sehingga keberadaan logam Pb akan
mengganggu kerja enzim mensintesis sel darah merah. Pada jaringan dan organ
tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada tulang karena logam ini berbentuk ion
(Pb2+) mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada
jaringan tulang (Fardiaz, 1992 dalam Diana, 2013).
Dampak paparan timbal pada orang dewasa berpengaruh pada tekanan
darah tinggi, keguguran, pria yang kurang subur, gagal ginjal, kehilangan
keseimbangan, gangguan pendengaran, ketulian, dan rusaknya saraf seperti
lambat dalam beraksi. Pada wanita hamil timbal dapat melewati plasenta
kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin yang
menyebabkan janin dalam kandungannya ikut terpapar, sehingga dapat
menyebabkan kelahiran prematur, dan timbal akan dikeluarkan bersama dengan
air susu ibu. Wanita hamil yang terpapar timbal berat badan bayinya rendah,
mengalami toksisitas dan bahkan kematian. Adanya timbal yang berlebihan
dalam tubuh anak akan mengakibatkan kejadian anemia yang terus menerus,
dan akan berdampak pada penurunan intelegensia. Anak dapat menyerap tiga
kali dosis lebih besar dibandingkan orang dewasa karena memiliki perbandingan
permukaan penyerapan dan volume yang lebih besar (Nasution, 2007).
Cemaran logam timbal pada makanan sudah banyak ditemui, baik yang
masih dalam batas aman maupun yang sudah melebihi batas aman yang
14
ditetapkan BPOM, sehingga dapat membahayakan kesehatan. Batas maksimum
cemaran logam dalam makanan yang telah ditetapkan oleh Dirjen POM dalam
keputusan Dirjen POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 yaitu 0,25 ppm.
Menurut penelitian oleh Tuloly (2012) terhadap kadar logam timbal pada jajanan
pinggir jalan di Kota Gorontalo, ditemukan kandungan timbal pada gorengan
pisang goreng dan tahu isi, dengan kadar antara 0,65 ppm – 3,86 ppm. Menurut
penelitian Samin et al. (2007), cemaran logam timbal ditemukan pada beberapa
ikan air tawar, yaitu ikan nila, ikan lele, dan ikan mas, meskipun masih dalam
batas aman. Sedangkan menurut penelitian Supriatno dan Lelifajri (2009),
cemaran logam timbal juga ditemukan dalam batas aman pada sampel ikan dan
kerang di Banda Aceh. Menurut penelitian Winarna (2015), ditemukan kandungan
timbal sebesar 0,718 ppm pada buah apel yang dijajakan di pinggir jalan Kota
Palu.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campuran dengan menggunakan sejumlah
pelarut (solvent) sebagai tenaga pemisah. Solute merupakan istilah untuk bahan
terlarut yang ingin dipisahkan. Sedangkan hasil dari proses ekstraksi disebut
ekstrak dan biasanya merupakan bahan alam (Dewi, 2005). Ekstrak adalah
sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari tanaman
dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Voight, 1995 dalam Windianingrum,
2015).
Pada dasarnya prinsip ekstraksi adalah melarutkan dan menarik senyawa
dengan menggunakan pelarut yang tepat. Proses pengekstraksian komponen
kimia dalam tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif kemudian akan
ikut terlarut ke dalam pelarut organik dan berdifusi keluar sel. Proses ini akan
berulang terus hingga terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di
dalam dan di luar sel (Mandal et al., 2007).
Prinsip lain yang utama dalam proses ekstraksi berkaitan dengan kelarutan,
yaitu senyawa polar mudah larut dalam pelarut polar, dan senyawa non polar
mudah larut dalam pelarut non polar (Maulida dan Zulkarnaen, 2010). Selain
memperhatikan kelarutannya, pelarut juga harus memenuhi beberapa syarat yaitu
15
daya larut terhadap solute cukup besar, tidak melarutkan diluen, memiliki titik
didih yang berbeda dengan solute, tidak beracun, tidak bereaksi dengan solute
maupun diluen, dan murah serta mudah didapat (Emilan et al., 2011). Pemilihan
pelarut mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya selektivitas, kelarutan,
viskositas, kesesuaian dengan solute, dan titik didih (Fauzi, 2012).
Menurut Emilan et al., (2011), terdapat beberapa metode untuk melakukan
ekstraksi, diantaranya yaitu :
a) Berdasarkan energi yang digunakan, terbagi menjadi ektraksi cara panas dan
cara dingin.
b) Berdasarkan bentuk fase, ekstraksi dilbagi menjadi ekstraksi cair-cair dan
ekstraksi cair padat.
2.4 Ekstraksi Microwave Assisted Extraction (MAE)
Ekstraksi MAE merupakan metode ekstraksi yang memanfaatkan radiasi
gelombang mikro untuk memanaskan pelarut secara cepat sehingga proses
ekstraksi dapat dilakukan secara cepat, efisien, dan selektif. Gelombang mikro
dalam proses ekstraksi berperan sebagai vektor energi yang mampu menyerap
energi elektromagnetik dan mengubahnya menjadi panas (Jain et al., 2009).
Mekanisme dasar dari pemanasan gelombang mikro disebabkan adanya agitasi
molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak (oscillate) yang berorientasi
karena adanya gerakan magnetik atau elektrik. Pergerakan partikel-partikel
tersebut dibatasi oleh gaya pembatas, yaitu interaksi antar partikel dan ketahanan
dielektrik yang akan menyebabkan gerakan partikel tertahan dan menjadi
gerakan acak sehingga menghasilkan panas (Taylor, 2005). Panas radiasi
gelombang mikro memanaskan dan menguapkan air sel bahan. Tekanan pada
dinding sel meningkat, akibatnya sel membengkak (swelling), kemudian
mendorong dinding sel dari dalam, meregangkan, dan memecah sel (Calinescu et
al., 2001 dalam Nisa, 2014). Rusaknya matriks bahan mempermudah senyawa
target keluar dan terekstraksi (Jain et al., 2009).
Pemanasan gelombang mikro melibatkan tiga konversi energi, yaitu konversi
energi listrik menjadi energi elektromagnetik, lalu konversi energi elektromagnetik
menjadi energi kinetik, dan kemudian konversi energi kinetik menjadi energi
panas. Pemanasan oleh gelombang mikro berbeda dengan pemanasan
konvensional. Pemanasan gelombang mikro terjadi melalui interaksi langsung
16
antara material dengan gelombang mikro yang mengakibatkan transfer energi
berlangsung lebih cepat dan berpotensi meningkatkan kualitas produk (Zhang et
al., 2011).
Kelebihan ekstraksi MAE adalah waktu ekstraksi pendek, proses sederhana,
serta kebutuhan pelarut rendah (Jain et al., 2009). Beberapa jenis bahan dapat
diekstrak secara simultan dengan waktu lebih singkat dibanding metode ekstraksi
soxhlet dan menghasilkan rendemen yang menyerupai hasil ekstraksi fluida
superkritis. Ekstraksi MAE cocok digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tidak
tahan terhadap cahaya. Gelombang mikro yang digunakan dalam ekstraksi MAE
juga mengurangi aktivitas enzimatis yang dapat merusak senyawa yang
diekstrak. Hal ini disebabkan karena pemanasan menggunakan gelombang mikro
berdasarkan tumbukan langsung dengan material polar yaitu pelarut dan diatur
oleh dua fenomena yaitu konduksi ionik dan rotasi dipol yang berlangsung
simultan (Salas et al., 2010 dalam Nisa, 2014).
Perbandingan metode MAE dengan metode ekstraksi lainnya dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan Metode MAE dengan Metode Ekstraksi Lain
Parameter Soxhlet
Ultrasonic Assisted
Extraction (UAE)
Microwave Assisted
Extraction (MAE)
Supercritical Fluid
Extraction (SFE)
Berat sampel (gram) 5-10 5-30 0,5-1 1-10 Pelarut Tergantung
sampel Tergantung
sampel Heksana /
Etanol CO2
Volume pelarut (ml) >300 300 10-20 5-25 Suhu (oC) Titik didih Suhu ruang 40-70 50-200 Waktu 16 jam 30 menit 30-45 detik 30-60 menit Tekanan (atm) Normal Normal 1,0-5,0 150-650 Konsumsi energi relatif 1,00 0,05 0,05 0,025 Sumber: Jain et al. (2009)
Menurut penelitian Purwanto (2010), minyak jahe hasil ekstraksi
menggunakan proses MAE memiliki kadar zingiberene yang lebih besar dari
kadar zingiberene yang dihasilkan dari proses ekstraksi dengan pemanasan
konvesional. Metode ekstraksi dengan MAE merupakan metode yang efektif
dibandingkan dengan maserasi karena menghasilkan rendemen senyawa yang
lebih tinggi, suhu yang lebih rendah, dan waktu yang singkat pada ekstraksi
senyawa fenol (Rafiee et al., 2011). Menurut penelitian Mahardika (2014),
rendemen pada ekstraksi Sansevieria trifasciata menggunakan metode MAE
memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu sebesar 6,2% dibandingkan rendemen
ekstraksi Sansevieria trifasciata menggunakan metode PEF yaitu sebesar 5,9%.
17
Hal ini disebabkan karena pada proses peradiasian menggunakan gelombang
mikro, komponen polar dapat terpisah dan terlarut dalam etanol dengan mudah
dan waktu radiasi dengan gelombang mikro lebih lama dibanding metode PEF.
Menurut penelitian lain oleh Haddadi-Guemghar (2014), ekstraksi MAE pada
buah plum selama 2 menit menghasilkan total fenol dan aktivitas antioksidan
lebih besar dibandingkan metode maserasi selama 24 jam serta metode
soxhletasi selama 24 jam. Sedangkan menurut penelitian oleh Pan et al. (2003),
perbandingan ekstraksi polifenol dari teh dengan maserasi selama 20 jam,
ultrasonik 90 menit, refluks 45 menit dan MAE 4 menit, diperoleh polifenol yang
pada MAE lebih tinggi dibanding metode lainnya.
Proses ektraksi dengan MAE juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a) Jenis Pelarut
Pelarut dipilih berdasarkan kelarutan senyawa target, interaksi antara pelarut
dengan matriks bahan, serta kemampuan pelarut dalam menyerap energi
gelombang mikro (Mandal et al., 2007).
b) Volume Pelarut
Volume pelarut harus cukup untuk memastikan bahwa bahan telah tercelup
seluruhnya ke dalam pelarut selama proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi
konvensional, semakin banyak volume pelarut dapat meningkatkan perolehan
ekstrak. Namun pada ekstraksi dengan gelombang mikro, volume pelarut
yang lebih banyak dapat menghasilkan rendemen yang lebih rendah (Mandal
et al., 2007).
c) Lama Ekstraksi
Secara umum, semakin lama ekstraksi, maka jumlah analit terekstrak akan
semakin tinggi. Namun pada ekstraksi dengan gelombang mikro,
membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan metode ekstraksi
lain. Lama ekstraksi juga dipengaruhi oleh nilai dielektrik pelarut. Pelarut
seperti air, methanol, dan etanol yang dipanaskan dengan waktu pemaparan
yang lama akan beresiko merusak senyawa yang tidak tahan panas (Mandal
et al., 2007).
d) Daya Microwave
Daya microwave dan lama ekstraksi merupakan dua faktor yang saling
mempengaruhi. Kombinasi daya yang rendah atau sedang dengan waktu
yang lebih lama akan memberi hasil yang lebih baik karena kombinasi
tersebut dapat menghindari degradasi termal (Gao dan Liu, 2005).
18
e) Karakteristik Matriks Bahan
Ukuran partikel bahan pada umumnya dalam kisaran 100 mm hingga 2 mm.
Serbuk halus (fine powder) dapat meningkatkan proses ekstraksi karena luas
permukaan yang lebih besar, sehingga mempermudah kontak matriks bahan
dan pelarut. Partikel halus akan memudahkan penetrasi gelombang mikro ke
dalam matriks bahan (Mandal et al., 2007).
f) Suhu Ekstraksi
Semakin tinggi suhu, akan meningkatkan pengeluaran senyawa dari matriks
bahan karena rusaknya sel (Mandal et al., 2007). Saat suhu semakin tinggi,
pengeluaran senyawa dari bagian aktif akibat kerusakan sel juga semakin
meningkat (Jain et al., 2009). Namun suhu tinggi yang berlebihan juga dapat
menyebabkan degradasi termal pada senyawa target.
2.5 Etanol
Etanol atau etil alkohol adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari karena tidak beracun dan emisi CO2 rendah sehingga
ramah lingkungan (Joen, 2007). Dalam kondisi kamar etanol berwujud cairan
yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air,
dan tembus cahaya. Sifat fisik dan kimia etanol bergantung pada gugus hidroksil
(Rizani, 2000). Etanol memiliki titik didih yang rendah dan cenderung aman.
Kelemahan penggunaan pelarut etanol adalah larut dalam air, dan juga
melarutkan komponen lain seperti karbohoidrat, resin, dan gum (Phaza dan
Ramadhan, 2010).
Kelebihan etanol yaitu merupakan pelarut yang paling baik digunakan untuk
mengekstrak bahan-bahan alami yang komponen terbesarnya berupa senyawa-
senyawa polar. Hal ini disebabkan karena etanol memiliki polaritas yang cukup
tinggi, sehingga dapat melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak,
dan senyawa organik lainnya (Phaza dan Ramadhan, 2010). Etanol cocok
digunakan dalam ekstraksi daun lidah mertua sebab lidah mertua mengandung
beberapa senyawa bersifat polar seperti saponin, tanin, flavonoid, dan glikosida.
Selain itu etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif kapang,
netral, tidak beracun, absorbsinya baik, serta dapat bercampur dengan air
(Dadang, 2008).
19
Etanol merupakan pelarut yang baik karena memiliki konstanta dielektrik
sebesar 24,3, lebih tinggi dibandingkan pelarut lain seperti aseton dan heksan,
sehingga merupakan pengabsorb salah satu terbaik pada gelombang mikro. Sifat
dielektrik dari pelarut mempengaruhi keberhasilan dan selektifitas dari ekstraksi
dengan gelombang mikro. Selain itu pelarut lain seperti heksan yang bersifat
kurang polar hanya akan melewatkan gelombang mikro sehingga tidak akan
menghasilkan panas pada ekstraksi MAE (Mandal et al., 2007).
Menurut penelitian Handayani (2014), rendemen ekstraksi MAE ampas teh
hijau menggunakan etanol lebih tinggi dibandingkan ekstraksi dengan pelarut
aquades. Begitupula dengan kadar polifenol pada ekstrak ampas teh hijau,
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi etanol
dibandingkan dengan pelarut aquades. Hal ini disebabkan karena polifenol
bersifat polar sehingga lebih larut dalam pelarut yang polar.Dari penelitian lain
oleh Pratama (2010), rendemen ekstrak Sansevieria cylindrica paling besar
didapatkan dari ekstraksi menggunakan etanol 80%, yaitu sebesar 13.93%, diikuti
oleh metanol 12.74%, akuades 11.62%, dan terakhir aseton 10.94%. Menurut
penelitian oleh Sunilson et al. (2009), ekstraksi menggunakan etanol dari daun
Sansevieria trifasciata dapat memberikan efek analgesik dan antipiretik yang
signifikan pada tikus. Sedangkan dari penelitian Pradipta (2011), pelarut optimum
dalam mengekstrak daun lidah mertua terhadap Staphylococcus aureus IFO
13276 dan Pseudomonas aeruginosa IFO 12689 adalah etanol yang ditunjukkan
dengan luas zona penghambatan sebesar 0,215 cm2. Menurut penelitian lain oleh
Taha et al. (2011), etanol lebih direkomendasikan untuk digunakan dalam proses
MAE dibandingkan pelarut methanol dan aseton.
2.6 Biosorpsi
Penggunaan bahan-bahan biologis sebagai adsorben disebut sebagai
biosorpsi. Menurut Arief et al. (2008), biosorpsi merupakan suatu teknologi untuk
menghilangkan ion logam dan polutan dari limbah dengan menggunakan
biomassa sebagai adsorben. Biosorpsi menunjukkan kemampuan biomassa
untuk mengikat logam berat dalam larutan melalui langkah-langkah metabolisme
atau kimia-fisika, termasuk penghilangan racun dari bahan-bahan yang
berbahaya (Siburian, 2014). Biosorpsi memanfaatkan kemampuan pertukaran
20
ion, pembentukan kompleks dan penyerapan mikroorganisme untuk menyerap
logam berat (Krisnawati dan Panji, 2007).
Keuntungan penggunaan proses biosorpsi adalah biaya yang relatif murah,
ramah lingkungan, dapat diaplikasikan pada konsentrasi limbah yang rendah
serta kemudahan proses regenerasinya (Ashraf, 2010). Keuntungan pemakaian
biosorben dalam industri adalah bahan baku yang melimpah, murah, proses
pengolahan yang efisien, minimalisasi lumpur yang terbentuk, serta tidak adanya
nutrisi tambahan dan proses regenerasi (Siburian, 2014).
Adsorben yang digunakan dalam proses biosorpsi disebut dengan biosorben.
Berbagai alternatif bahan-bahan biologis dapat digunakan sebagai bahan baku
biosorben, diantaranya adalah alga, fungi dan bakteri. Namun penggunaan
mikroorganisme memiliki beberapa kendala diantaranya yaitu sangat dipengaruhi
oleh kontaminan lain serta adanya kebutuhan perawatan seperti pemberian
nutrisi tambahan (Torresday et al., 2004). Alternatif bahan biologis lain yang
dapat digunakan sebagai bahan baku biosorben adalah produk-produk pertanian.
Komponen yang berperan dalam proses adsorpsi logam berat dengan
adsorben bahan-bahan biologis adalah keberadaan gugus aktif yang ada di
bahan tersebut. Gugus-gugus ini diantaranya adalah gugus acetamido pada kitin,
gugus amino dan phosphat pada asam nukleat, gugus amido, amino, sulphydryl
dan karboksil pada protein serta gugus hidroksil pada polisakarida (Ahalya et al.,
2003). Biosorben yang digunakan dalam biosorpsi umumnya mengandung β-D-
glukosa berulang sebagai komponen utama dinding sel (Miranti, 2012). Gugus-
gugus inilah yang akan menarik dan mengikat logam pada biomassa. Modifikasi
gugus fungsional dapat mengubah sifat-sifat permukaan yang pada akhirnya
akan mempengaruh kemampuan adsorpsi bahan. Untuk meningkatkan
kemampuan adsorpsi, biosorben dapat diaktivasi dengan metode aktivasi kimia
(menggunakan asam atau basa) atau aktivasi termal (dengan pemanasan)
(Tangio, 2013).
Proses biosorpsi logam berat dengan adsorben hayati merupakan proses
yang kompleks dan mekanismenya bisa bervariasi tergantung bahan baku
adsorbennya (Ahalya et al., 2003). Bila didasarkan pada metabolisme sel, maka
mekanisme biosorpsi dapat dibagi menjadi adsorpsi yang tergantung pada
metabolisme sel dan yang tidak tergantung pada metabolisme sel. Bila bahan
baku biosorpsi adalah dari bahan pertanian, maka mekanisme yang mungkin
adalah yang tidak tergantung pada metabolisme sel. Mekanisme biosorpsi pada
21
bahan-bahan ini umumnya didasarkan pada interaksi kimia fisika antara ion
logam dengan gugus fungsional (Ahalya et al., 2003). Mekanisme ini melibatkan
proses passive uptake, dimana pada saat ion logam berat tersebar pada
permukaan sel, ion akan mengikat pada bagian permukaan sel berdasarkan
kemampuan daya afinitas kimia yang dimilikinya.
Passive uptake dikenal dengan istilah proses biosorpsi. Proses ini terjadi
ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda,
pertama pertukaran ion di mana ion monovalen dan divalen seperti Na, Mg, dan
Ca pada dinding sel digantikan oleh ion logam berat, dan kedua adalah formasi
kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional pada komposisi
kimianya seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil
yang berada pada dinding sel. Proses biosorpsi ini bersifat bolak balik dan cepat.
Proses bolak balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat terjadi pada
sel mati dan sel hidup dari suatu biomassa (Suhendrayatna, 2001). Penyerapan
logam timbal oleh ekstrak lidah mertua yaitu melalui mekanisme passive uptake
dimana terjadi interaksi antara logam timbal dengan gugus fungsional pada
senyawa aktif yang terkandung dalam lidah mertua (Yuningsih, 2014).
2.7 Response Surface Methodology (RSM)
RSM merupakan kumpulan teknik statistik untuk mendesain percobaan,
membangun model, mengevaluasi efek dari masing-masing faktor dan mencari
kondisi optimum dari faktor-faktor yang ada untuk respon yang diinginkan.
Metode ini menganalisis beberapa variable bebas yang mempengaruhi variable
tak bebas atau respon serta bertujuan untuk mengoptimalkan respon tersebut
(Guilherme et al., 2007). Metode ini digunakan untuk menentukan nilai dari
peubah bebas yang memaksimalkan respon, mencari fungsi penduga yang tepat
untuk meramalkan respon yang didapat, serta menentukan level dari variable
input yang akan menghasilkan respon maksimal (Drapper dan Lin, 1996 dalam
Windiarsih, 2015).
Salah satu bentuk rancangan permukaan respon ordo kedua yang sering
digunakan dalam proses optimasi adalah rancangan komposit terpusat (Central
Composite Design). Rancangan komposit pusat merupakan suatu rancangan
faktorial 2k atau faktorial sebagian, yang biasanya diberi kode +1 dan -1 ditambah
dengan titik sumbu (0). Pada dasarnya rancangan komposit terpusat adalah
22
rancangan ordo pertama (2k) yang diperluas melalui titik-titik penambahan
pengamatan pada pusat agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter
permukaan respon ordo kedua. Fungsi persamaan matematika dari ordo kedua
dapat dijadikan sebagai kelebihan dalam penggunaan RSM karena
mempermudah dalam meramalkan respon yang akan datang. Penggunaan
rancangan komposit pusat dapat menghemat bahan percobaan karena data yang
diperlukan untuk membangun ordo kedua lebih sedikit (Gasperz, 1992 dalam
Windiarsih, 2015).
2.8 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) atau Spektrofotometri serapan atom
(SSA) merupakan salah satu spektrofotometri yang paling banyak digunakan
untuk analisis logam. Secara garis besar prinsip spektrofotometri serapan atom
sama dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet, tetapi perbedaannya
terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya
(Gandjar, 2007).
Metode analisis SSA ini menggunakan prinsip berdasarkan hukum Beer-
Lambert dimana energi yang diserap (absorbansi) sebanding dengan konsentrasi
logam (C) (Khopkar, 1990 dalam Winarna, 2015). Cara kerja spektrofotometri
serapan atom yaitu penguapan larutan sampel, yang kemudian logam yang
terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut
mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda
(Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan.
Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang
tertentu menurut jenis logamnya (Darmono, 1995 dalam Winarna, 2015).
Mekanisme yang terjadi yaitu elektron-elektron dari ion logam diatomisasi ke
orbital yang lebih tinggi dengan cara mengabsorbsi sejumlah energy, misalnya
energi cahaya pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang ini khusus
dan spesifik untuk transisi elektron bagi unsur logam tertentu, sehingga setiap
panjang gelombang hanya berkaitan dengan satu unsur logam (Lestari, 2007).
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-
unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). SSA
memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung
pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk
23
analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi, analisisnya relatif
sederhana dan cepat, serta interferensinya sedikit (Gandjar, 2007). Metode ini
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektrofotometri
konvensional. Metode serapan atom sangat spesifik, sebab logam-logam yang
membentuk campuran kompleks dapat langsung dianalisa, serta tidak
membutuhkan sumber energi yang besar (Khopkar, 1990 dalam Saputro, 2016).
24
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Rekayasa
Proses Pangan dan Hasil Pertanian, serta Laboratorium Kimia dan Biokimia
Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang. Pengujian biosorpsi timbal oleh ekstrak daun lidah mertua dilakukan di
Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang. Penelitian
dimulai pada bulan September 2016 hingga bulan Mei 2017.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan ekstrak daun lidah mertua antara
lain ayakan 40 mesh (W.S. Tyler), timbangan analitik (Denver M-310), pisau,
talenan, toples plastik, oven listrik (Memmert), rotary vacuum evaporator (Buchi
B-490), spektrofotometer (Labomed Inc), corong, baskom, spatula, dan berbagai
macam glassware (gelas beaker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur).
Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa antara lain
Spektrofotometer Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) Selain itu juga
dibutuhkan alat-alat dalam uji fitokimia antara lain oven listrik (“Memmert”),
timbangan analitik, spektrofotometer UV-Vis, refluks, desikator, vortex, corong,
cawan alumunium, dan berbagai glassware (tabung reaksi, gelas beaker,
erlenmeyer, gelas ukur, pipet volume, dan lain-lain).
3.2.2 Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tanaman
lidah mertua (Sansevieria trifasciata) dengan tinggi 60-90 cm yang diperoleh dari
Pasar Bunga Splendid, Kota Malang. Daun lidah mertua tersebut kemudian
diserbukkan di Materia Medica Kota Batu, dengan pengeringan menggunakan
sinar matahari selama 6 hari. Bahan yang digunakan untuk memperoleh ekstrak
daun lidah mertua antara lain etanol dengan kemurnian teknis 96% yang
didapatkan dari toko bahan kimia “Makmur Sejati” Malang, aquades, tissue,
kertas saring, dan alumunium foil. Sedangkan bahan yang digunakan dalam
proses analisa antara lain larutan timbal standart yang didapatkan dari
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan dan Hasil Pertanian, aquades, reagen
25
Folin Denis, reagen Folin Ciocelteu, Na2CO3, asam galat, quercetin, asam tanat,
etil asetat, reagen vanillin, asam perklorat, larutan fenol murni, dan kertas saring.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Response Surface Methodology dengan
rancangan komposit terpusat (central composite design, CCD) faktorial 22.
Terdapat dua faktor dalam penelitian ini yaitu lama ekstraksi (X1) yaitu 60 detik,
120 detik, dan 180 detik, serta rasio pelarut (X2) yaitu 8:1, 10:1, dan 12:1,
keduanya membentuk kode (-1.414, -1, 0, +1, +1.414) dimana nilai -1 sebagai
nilai minimal, nilai 0 sebagai nilai tengah dan nilai +1 sebagai nilai maksimal dari
faktor. Nilai -1.414 dan +1.414 dihasilkan dari perbandingan nilai kedua faktor.
Dalam penelitian ini terdapat 13 perlakuan yang setiap perlakuan mengikuti
rancangan percobaan CCD yang ditunjukkan oleh Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Matriks Rancangan Komposit Terpusat Dalam Rancangan Percobaan
Kode Aktual Respon
Std Run X1 X2 Lama ekstraksi
(detik)
Rasio pelarut (ml)
Penyerapan timbal, %)
11 1 -1.00 -1.00 60.00 8.00
10 2 1.00 -1.00 180.00 8.00
3 3 -1.00 1.00 60.00 12.00
4 4 1.00 1.00 180.00 12.00
7 5 -1,41 0.00 35.16 10.00
2 6 1,41 0.00 204.84 10.00
9 7 0.00 -1,41 120.00 7.17
6 8 0.00 1,41 120.00 12.83
1 9 0.00 0.00 120.00 10.00
12 10 0.00 0.00 120.00 10.00
13 11 0.00 0.00 120.00 10.00
8 12 0.00 0.00 120.00 10.00
5 13 0.00 0.00 120.00 10.00
26
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap, yaitu tahap pembuatan serbuk
lidah mertua, tahap ekstraksi daun lidah mertua, tahap pembuatan larutan timbal,
dan tahap biosorpsi timbal dengan ekstrak daun lidah mertua hasil optimasi
ekstraksi MAE.
3.4.1 Pembuatan Serbuk Daun Lidah Mertua
1. Daun lidah mertua segar disortasi untuk mendapat daun dengan ukuran
yang seragam, serta dipisahkan dari bagian yang kering dan kecoklatan,
kemudian dipotong dan diiris dengan ukuran seragam (±2x2 cm) .
2. Pengeringan dalam rumah kaca dengan sinar matahari selama 6 hari di
Materia Medica Kota Batu agar hasil seragam.
3. Serbuk lidah mertua diayak dengan ayakan 40 mesh untuk mendapatkan
serbuk lidah mertua halus.
4. Serbuk lidah mertua yang telah diayak, disimpan dalam dengan silica gel
dalam toples plastik yang dibungkus dengan alumunium foil.
3.4.2 Ekstraksi Daun Lidah Mertua dengan Metode MAE (Modifikasi Zou
et.al., 2012)
1. Serbuk lidah mertua ditimbang sebanyak 25 gram, lalu dimasukkan dalam
erlenmeyer dan ditambahkan pelarut etanol dengan volume sesuai
rancangan percobaan (v/b).
2. Erlenmeyer diletakkan di atas magnetic stirrer selama 15 menit untuk
memberi waktu penetrasi pelarut ke dalam bahan.
3. Erlenmeyer dimasukkan dalam microwave oven dengan suhu diatur 30oC
dan lama ekstraksi sesuai rancangan percobaan (detik).
4. Setelah proses ekstraksi dengan MAE selesai, sampel didinginkan pada
suhu ruang.
5. Supernatan lalu dipisahkan dari filtrate dengan dilewatkan pada kertas
saring sehingga diperoleh filtrat lidah mertua bebas ampas.
6. Filtrat lidah mertua yang didapatkan kemudian dipekatkan dengan rotary
vacuum evaporator dengan suhu 50OC, kecepatan 65 rpm, sehingga
didapatkan konsentrat pekat ekstrak daun lidah mertua.
7. Konsentrat ekstrak daun lidah mertua disimpan dalam botol dan
diletakkan dalam lemari pendingin hingga siap dianalisa.
27
3.4.3 Pembuatan Larutan Timbal 500 ppm
Larutan induk timbal 1000 ml dipipet sebanyak 50 ml lalu dimasukkan ke
dalam gelas ukur 100 ml. Setelah itu ditambahkan aquades hingga tanda
batas sehingga dihasilkan larutan timbal dengan konsentrasi 500 ppm.
3.4.4 Biosorpsi Timbal dengan Ekstrak Daun Lidah Mertua
1. Larutan timbal konsentrasi 500 ppm dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan 1 gram konsentrat ekstrak daun lidah mertua.
2. Erlenmeyer diletakkan di atas magnetic stirrer selama 10 menit dengan
kecepatan skala 9 (maksimum).
3. Larutan didiamkan selam 240 menit untuk memberi waktu ekstrak daun
lidah mertua kontak dengan timbal.
4. Perhitungan penyerapan timbal yaitu sebagai berikut :
% penyerapan timbal =𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 (𝑝𝑝𝑚)
500 𝑝𝑝𝑚 × 100%
3.4.5 Optimasi Ekstraksi MAE Serbuk Daun Lidah Mertua
1. Analisa ekstrak daun lidah mertua dengan MAE kemudian dianalisis lebih
lanjut dengan software Design Expert 7.0 untuk melihat respon persen
penyerapan timbal optimum hasil analisa AAS serta mendapatkan lama
ekstraksi dan rasio pelarut:bahan yang optimum terhadap respon
penyerapan timbal.
2. Hasil analisa dengan software Design Expert 7.0 kemudian diverifikasi
dengan melakukan ekstraksi MAE serbuk daun lidah mertua
menggunakan lama ekstraksi dan rasio pelarut:bahan optimum yang
didapatkan, serta membandingkan respon yang didapat dengan hasil
analisis sotware Design Expert 7.0.
3.5 Pengamatan dan Analisa Data
Pengamatan penyerapan timbal dengan ekstrak daun lidah mertua,
dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
(Modifikasi SNI 06-6989.8-2004) untuk analisa biosorpsi ekstrak daun lidah
mertua terhadap logam timbal. Selain itu juga dilakukan uji total fenol (De Aguiar
et al., 2015), uji flavonoid (Atanassova et al., 2011) uji saponin (Ben et al., 2014)),
serta uji tanin (Andriyani et al., 2010).
Setelah didapatkan data, kemudian dilakukan pengolahan data hasil uji
optimasi dengan menggunakan software Design Expert DX 7.0.0 untuk
28
mendapatkan kondisi optimum dari kedua respon tersebut dan metode deskriptif
dengan menggunakan Microsoft Excel serta ditampilkan dalam bentuk tabel.
Diperlukan verifikasi sebagai pengecekan apakah nilai respon optimum
dari kombinasi perlakuan dua variable bebas (lama ekstraksi dan rasio
pelarut:bahan) hasil perhitungan dengan Design Expert DX 7.0.0 telah sesuai
dengan nilai yang dihasilkan dalam analisa penelitian serta dapat memberikan
respon yang optimal. Proses verifikasi dilakukan sebaiknya dilakukan minimal tiga
kali ulangan dengan tingkat kesalahan kurang dari 5% untuk memastikan
keakuratan data.
3.6 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Pembuatan Serbuk Daun Lidah Mertua
Penyerbukan oleh Materia Medica Kota Batu
Pengayakan dengan ayakan 40 mesh
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lidah Mertua
3.6.2 Ekstraksi Daun Lidah Mertua dengan MAE
Timbang sebanyak 25 gram
Masukkan dalam Erlenmeyer
Ekstraksi dengan microwave oven suhu 30oC
selama 35,16, 60, 120, 180, 204.84 detik
Penyaringan dengan kertas saring
Daun Lidah Mertua segar
Bubuk Daun Lidah Mertua
Pelarut etanol, rasio pelarut:bahan (8:1, 10:1, 12:1, 7,17:1, 12,83:1)
(v/b)
Bubuk daun Lidah Mertua
Supernatan
Ampas
Analisa: Kadar Air Flavonoid Total Fenol Saponin Tanin
29
Evaporasi dengan rotary evaporator suhu 50OC, 65 rpm, 200mBar
Gambar 3.2 Diagram Alir Ekstraksi Daun Lidah Mertua Dengan MAE
(Modifikasi Zou et.al.,2012)
3.6.3 Analisa Biosorpsi
a) Persiapan Larutan Timbal 500 ppm
Dipipet sebanyak 25 ml
Dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml
Ditambah aquades hingga tanda batas
Gambar 3.3(a) Diagram Alir Pembuatan Larutan Timbal
Konsentrat ekstrak daun lidah mertua
Larutan timbal standar
Larutan timbal 500 ppm
Supernatan
Analisa:
Flavonoid
Total Fenol
Saponin
Tanin
30
b) Biosorpsi Timbal dengan Ekstrak Daun Lidah Mertua
Ambil 25 ml
Masukkan dalam erlenmeyer
Pengadukan dengan magnetic stirrer
kecepatan skala 9 selama 10 menit
Biosorpsi selama 240 menit
Penyaringan dengan kertas saring
Gambar 3.3(b) Diagram Alir Biosorpsi Timbal dengan Ekstrak Daun Lidah Mertua
(Modifikasi Yuningsih, 2014)
3.6.4 Optimasi Ekstraksi Daun Lidah Mertua
Analisa dengan software Design Expert 7.0
Gambar 3.4 Diagram Alir Optimasi Ekstraksi Daun Lidah Mertua
Konsentrasi Pb hasil biosorpsi dengan ekstrak daun lidah mertua X1 = 60 detik; X2 = 8:1 X1 = 180 detik; X2 = 8:1 X1 = 60 detik; X2 = 12:1 X1 = 180 detik; X2 = 12:1 X1 = 35,16 detik; X2 = 10:1 X1 = 204,8 detik; X2 = 10:1
X1 = 120 detik; X2 = 7,17:1 X1 = 120 detik; X2 = 12,83:1 X1 = 120 detik; X2 = 10:1
Ekstrak daun lidah mertua dengan % penyerapan Pb optimal
Larutan timbal 500 ppm Ekstrak daun lidah
mertua
X1 = 60 detik; X2 = 8:1
X1 = 180 detik;
X2 = 8:1
X1 = 60 detik; X2 = 12:1
X1 = 180 detik;
X2 = 12:1
X1 = 35,16 detik;
X2 = 10:1
X1 = 204,8 detik; X2 = 10:1
X1 = 120 detik;
X2 = 7,17:1
X1 = 120 detik; X2 = 12,83:1
X1 = 120 detik;
X2 = 10:1
Ekstrak daun lidah mertua setelah biosorpsi timbal
Analisa SSA
λ = 283,3 nm
untuk mengetahui
% penyerapan Pb
31
3.6.5 Verifikasi Hasil Optimasi Ekstraksi daun lidah mertua
Timbang sebanyak 25 gram
Masukkan dalam Erlenmeyer
Pengadukan dengan magnetic stirrer selama 15 menit
Ekstraksi dengan microwave oven suhu 30oC
dengan lama ekstraksi optimal
Pendinginan pada suhu ruang
Penyaringan dengan kertas saring
Evaporasi dengan rotary evaporator suhu 50OC, 65 rpm, 200mBar
Timbang sebesar 0,25 gram
Tambahkan ke dalam 25 ml larutan timbal
Pengadukan dengan magnetic stirrer kecepatan skala 9 selama 10 menit
Biosorpsi selama 240 menit
Penyaringan dengan kertas saring
Gambar 0.5 Diagram Alir Verifikasi Hasil Optimasi
Ekstraksi Daun Lidah Mertua dengan MAE
Bubuk Daun Lidah Mertua
Pelarut etanol,
rasio pelarut:bahan
optimal
Supernatan
Ekstrak daun lidah mertua optimal
Ampas
Analisa:
Konsentrasi Pb
Flavonoid
Total Fenol
Saponin
Tanin
Ekstrak daun lidah mertua hasil verifikasi optimasi dengan
biosorpsi Pb optimal
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lidah
mertua segar dengan panjang daun antara 60-90 cm. Daun lidah mertua
didapatkan dari Pasar Bunga Splendid, Kota Malang, Jawa Timur. Daun lidah
mertua yang didapat, disortir lalu dikeringkan dengan sinar matahari selama 6
hari. Daun lidah mertua segar yang telah dikeringkan kemudian dilakukan
pengahalusan sehingga didapatkan daun lidah mertua dalam bentuk serbuk.
Serbuk daun lidah mertua hasil pengeringan, diayak dengan ayakan 40 mesh
untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran seragam, serta memiliki karakteristik
serbuk berwarna hijau pucat dan berbau khas daun kering.
Selanjutnya dilakukan karakterisasi bahan baku daun lidah mertua yang
dengan melakukan analisa kadar air bahan. Pengukuran kadar air bahan baku ini
meliputi analisa kadar air awal daun lidah mertua segar dan serbuk daun lidah
mertua setelah pengeringan. Hasil pengukuran kadar air daun lidah mertua segar
dan serbuk daun lidah mertua seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Analisa Kadar Air (%b/b) Daun Lidah Mertua
a. Gitasari, 2011
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kadar air daun lidah mertua
segar sebesar 92,68%. Sedangkan menurut penelitian oleh Gitasari (2011), kadar
air daun lidah mertua segar (Sansevieria trifasciata var. Prain) sebesar 90,60%.
Hasil penelitian tidak jauh berbeda dengan literatur tersebut, dimana perbedaan
yang terjadi dapat disebabkan karena perbedaan varietas daun lidah mertua yang
digunakan. Kemudain kadar air daun lidah mertua dalam bentuk serbuk yaitu
sebesar 10,83%. Menurut Winarno (2004), kadar air yang baik adalah kurang dari
10%, karena pada tingkat kadar air tersebut waktu simpan sampel relatif lebih
lama. Namun, kadar air serbuk daun lidah mertua yang didapat memiliki kadar air
Sampel Hasil Analisa Kadar Air (%) Literatur Kadar Air (%)
Daun Lidah Mertua 92,68 ± 0,52 90,60a
Serbuk Daun Lidah Mertua 10,83 ± 0,63 -
Keterangan : 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ± standar deviasi a = Gitasari (2011)
33
lebih dari 10%, sehingga serbuk daun lidah mertua memiliki daya simpan yang
tidak lama. Kadar air dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan
kekeringan) dan perubahan kimia (kerusakan mikrobiologis dan perubahan
enzimatis).
Selain itu dilakukan juga uji fitokimia meliputi perhitungan kadar total fenol,
kadar flavonoid, kadar tanin, dan kadar saponin pada daun lidah mertua segar
serta serbuk daun lidah mertua. Hasil uji fitokimia daun lidah mertua segar daun
serbuk daun lidah mertua disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Fitokimia Daun Lidah Mertua dan Serbuk Daun Lidah Mertua
Sampel Total Fenol
(mg/g sampel)
Flavonoid
(mg/g sampel)
Tanin
(mg/g sampel)
Saponin
(mg/g sampel)
Daun Lidah Mertua 3,85 ± 0,21 0,07 ± 0,02 0,17 ± 0,01 38,85 ± 3,1
Serbuk Daun Lidah
Mertua
5,12 ± 0,11 1,40 ± 0,07 5,49 ± 0,03 29,74 ± 5,6
Dari hasil pengujian fitokimia, secara umum didapatkan bahwa kadar total
fenol, total flavonoid, dan kadar tanin pada sampel daun lidah mertua lebih kecil
dibandingkan serbuk daun lidah mertua. Kadar total fenol, total flavonoid, dan
kadar tanin daun lidah mertua secara berurutan yaitu 3,85 mg/g sampel, 0,07
mg/g sampel, dan 0,17 mg/g sampel. Sedangkan pada serbuk daun lidah mertua
secara berurutan yaitu 5,12 mg/g sampel, 1,40 mg/g sampel, dan 5,49 mg/g
sampel. Kadar saponin pada daun lidah mertua segar sebesar 3,85 mg/g sampel
dan pada serbuk daun lidah mertua sebesar 29,74 mg/g sampel. Daun lidah
mertua yang telah dikeringkan menjadi serbuk mempermudah pelarut untuk
kontak dengan senyawa pada bahan. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa pengeringan jaringan tanaman bertujuan untuk
mempertahankan kandungan metabolit dalam tanaman sehingga proses
metabolisme terhenti, menurukan aktivitas enzim yang dapat menguraikan
senyawa aktif, serta untuk merusak sel-sel tanaman sehingga mempermudah
kerja pelarut (Mursito, 2002). Selain itu peningkatan kadar senyawa aktif setelah
pengeringan dapat disebabkan karena menurunnya kadar air pada bahan
sehingga kadar senyawa dan padatan lain pada bahan meningkat.
Keterangan : 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ± standar deviasi
34
4.2 Proses Ekstraksi MAE Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var.
Laurentii)
Bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi ini adalah daun lidah
mertua segar yang telah dikeringkan dan diayak sehingga didapatkan sampel
daun ldah mertua dalam bentuk serbuk. Serbuk daun lidah mertua tersebut
diekstrak dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE).
Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan dengan tujuan untuk
menarik komponen yang diinginkan dari suatu bahan. Sampel daun lidah mertua
yang diekstraksi dalam bentuk serbuk karena ukuran partikel yang lebih kecil
akan meningkatkan kelarutan bahan dalam pelarut sehingga diharapkan kadar
senyawa bioaktif yang terekstrak juga akan semakin meningkat. Menurut Treybal
(1981), tanaman memiliki dinding sel yang akan menghambat laju difusi ekstraksi,
sehingga perlu dilakukan pengecilan ukuran sebelum dilakukan proses ekstraksi
untuk merusak dinding sel tersebut agar pelarut lebih mudah berdifusi ke dalam
bahan.
Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi dengan bantuan gelombang
mikro yaitu dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE). Radiasi
gelombang mikro dapat memanaskan pelarut secara cepat dan efisien sehingga
ekstraksi dapat dilakukan dengan cepat untuk mengekstrak senyawa secara
selektif dari bahan (Jain, 2009). Alat microwave yang digunakan dalam penelitian
ini telah dimodifikasi dengan penambahan komponen pendingin atau kondensor
serta pompa vakum. Modifikasi alat MAE ini diharapkan dapat mencegah agar
bejana tidak cepat mengering serta mencegah kerusakan komponen yang rentan
terhadap suhu tinggi. Selain itu, dengan adanya pompa vakum dapat mengurangi
kehadiran oksigen saat proses ekstraksi berlangsung sehingga dapat mencegah
degradasi senyawa bioaktif yang rentan terhadap oksigen (Xiao et al., 2012).
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol teknis 96%.
Etanol adalah salah satu turunan dari senyawa hidroksil dengan rumus kimia
C2H5OH (Hambali, 2008). Pemilihan pelarut yang digunakan pada ekstraksi MAE
berdasarkan kelarutan senyawa target yang ingin diekstrak, interaksi antara
pelarut dan matriks bahan, serta penyerapan energi gelombang mikro pelarut
(Xiao et al., 2012). Menurut penelitian terdahulu oleh Taha et al. (2011), etanol
lebih direkomendasikan untuk digunakan dalam proses MAE dibandingkan
pelarut methanol dan aseton. Menurut penelitian oleh Rahim (2016) mengenai
karakterisasi ekstrak kering daun lidah mertua, kadar senyawa yang larut dalam
35
etanol lebih besar yaitu 39,2397%. Dibandingkan kadar senyawa yang larut
dalam air sebesar 11,547%.
Serbuk daun lidah mertua diekstrak dengan menggunakan MAE-
modififikasi dengan lama ekstraksi dan rasio pelarut:bahan sesuai rancangan
percobaan. Hasil ekstraksi yang didapatkan lalu disaring dengan kertas saring
halus untuk memisahkan filtrat dari residu. Filtrat yang didapat dari proses
penyaringan kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator
vakum kecepatan 65 rpm suhu 50oC. Penentuan titik akhir proses pemekatan
ekstrak adalah pada saat sudah tidak ada pelarut yang menetes. Ekstrak pekat
yang didapatkan kemudian disimpan dalam wadah dan diletakkan dalam lemari
pendingin bersuhu 4oC sebelum dianalisa lebih lanjut untuk menjaga agar
senyawa bioaktif dalam sampel tidak cepat mengalami kerusakan.
4.3 Hasil Optimasi Lama Ekstraksi dan Rasio Pelarut:Bahan terhadap
Penyerapan Logam Timbal
Optimasi lama ekstraksi dan rasio pelarut:bahan dilakukan menggunakan
Response Surface Methodology (RSM) dengan desain komposit terpusat (central
composite design) pada software Design Expert 7.1.5. Batas atas faktor lama
ekstraksi pada penelitian ini yaitu 180 detik, dengan titik tengah 120 detik, dan
batas bawah 60 detik. Sedangkan batas atas faktor rasio pelarut:bahan yaitu
12:1, dengan titik tengah 10:1, dan batas bawah 8:1. Rancangan penelitian
dengan desain komposit terpusat dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rancangan Desain Komposit Terpusat
Faktor Satuan -1 +1 -alpha +alpha
Lama ekstraksi detik 60 180 35,15 204,85
Rasio pelarut ml 8 12 7.17 12.83
Hasli analisis penyerapan logam timbal oleh ekstrak daun lidah mertua
ditunjukkan oleh persen penyerapan timbal dalam % dan berkisar antara 6.25%-
80.35% Data hasil analisis respon penyerapan logam timbal dapat dilihat pada
Tabel 4.4 untuk menemukan titik optimal penyerapan logam timbal oleh ekstrak
daun lidah mertua.
36
Tabel 4.4 Data Hasil Analisis Respon Penyerapan Logam Timbal
Std Run Variabel
Kode (X1)
Variabel
Kode (X2)
Lama
ekstraksi
(detik)
Rasio
Pelarut (ml)
Respon
Penyerapan
Timbal (%)
11 1 0.00 0.00 120.00 10.00 31.11
10 2 0.00 0.00 120.00 10.00 23.78
3 3 -1.00 1.00 60.00 12.00 80.35
4 4 1.00 1.00 180.00 12.00 16.00
7 5 0.00 -1.41 120.00 7.17 42.43
2 6 1.00 -1.00 180.00 8.00 70.68
9 7 0.00 0.00 120.00 10.00 20.50
6 8 1.41 0.00 204.85 10.00 20.35
1 9 -1.00 -1.00 60.00 8.00 6.25
12 10 0.00 0.00 120.00 10.00 29.82
13 11 0.00 0.00 120.00 10.00 23.06
8 12 0.00 1.41 120.00 12.83 51.06
5 13 -1.41 0.00 35.15 10.00 37.86
Pada Tabel 4.4 menunjukan faktor lama ekstraksi dan rasio pelarut:bahan
ekstraksi MAE daun lidah mertua berpengaruh terhadap penyerapan logam
timbal. Penyerapan logam timbal tertinggi pada variabel lama ekstraksi 60 detik
dan rasio pelarut 12:1, sedangkan penyerapan logam timbal terendah pada
variabel lama ekstraksi 60 detik dan rasio pelarut 8:1. Data hasil analisis yang
telah dimasukan ke dalam Design Expert 7.1.5, selanjutnya akan didapatkan hasil
analisa ragam, prediksi model persamaan yang diperoleh, dan penentuan titik
optimum pada respon.
4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon
4.4.1 Evaluasi Model Respon
Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu berdasarkan jumlah
kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), berdasarkan
pengujian ketidaktepatan model (lack of fit), dan berdasarkan ringkasan model
statistik (Summary of Statistic). Pemilihan model berdasarkan jumlah kuadrat dari
urutan model (Sequential Model Sum of Squares) didasarkan pada nilai P kurang
dari 5% atau p-value < 0,05. Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat respon
penyerapan timbal dapat dilihat pada Tabel 4.5.
37
Tabel 4.5 Data Hasil Pemilihan Jumlah Kuadrat Respon Penyerapan Logam Timbal
Sumber
Keragaman
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Mean 15802.74 1 15802.74
Linear 201.17 2 100.59 0.19 0.8321
2FI 4146.07 1 4146.07 30.43 0.0004
Quadratic 1000.57 2 500.29 15.51 0,0027 Suggested
Cubic 83.65 2 41.83 1.47 0,3142 Aliased
Residual 142.14 5 28.43
Total 21376.34 13 1644.33
Penentuan model didasarkan pada nilai P kurang dari 5%. Tabel 4.5
menunjukan hasil penelitian model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan
model. Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik
dikarenakan nilai P pada model kuadratik kurang dari 5% yaitu sebesar 0,27% (p-
value 0,0027%). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan model lain, sehingga
disarankan untuk menggunakan model kuadratik.
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit)
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% atau p-value > 0,05 yang
menandakan ketidaktepatan model berpengaruh tidak signifikan. Hasil pemilihan
model berdasarkan ketidaktepatan model dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan
(Lack of Fit) Respon Penyerapan Logam Timbal
Sumber
linear
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Linear 5288.51 6 881.42 42.01 0.0014
2FI 1142.44 5 228.49 10.89 0.0191
Quadratic 141.87 3 47.29 2.25 0.2243 Suggested
Cubic 58.21 1 58.21 2.77 0.1711 Aliased
Pure Error 83.93 4 20.98
Penentuan model didasarkan pada nilai P lebih dari 5%. Tabel 4.6
menunjukan hasil penelitian model berdasarkan ketidaktepatan model. Model
yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan
38
nilai P pada model kuadratik sebesar 22.43% (p-value 0,2243%). Nilai tersebut
lebih besar dibandingkan model lain.
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of
statistic) didasari oleh niai R2 tertinggi, serta nilai PRESS dan standar deviasi
terendah. Nilai standar deviasi menunjukan tingkat keragaman data, semakin
rendah nilai standar deviasi rendah maka data makin seragam. Sedangkan
semakin kecil nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares) menunjukkan
kemungkinan kesalahan data semakin kecil (Santoso, 2008). Nilai R2 berkisar
antara 0-1, dimana semakin mendekati nilai 1 maka pengaruh variabel penduga
terhadap variabel tergantung semakin kuat (Nawari, 2010). Variabel penduga
pada penelitian ini yaitu lama ekstraksi dan rasio bahan:pelarut. Sedangkan
variabel tergantung adalah respon penyerapan timbal. Hasil pemilihan model
berdasarkan ringkasan model statistik dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon
Penyerapan Logam Timbal
Sumber
linear
Standar
deviasi
R-
squared
Adjusted R-
squared
Predicted
r-squared PRESS
Keteranga
n
Linear 23.18 0.0361 -0.1567 -1.0334 11333.52
2FI 11.67 0.7800 0.7065 0.4098 3289.30
Quadratic 5.68 0,9595 0,9306 0,7955 1139.96 Suggested
Cubic 5.33 0,9745 0,9388 0,3080 3856.71 Aliased
Desain terbaik difokuskan pada nilai maksimal adjusted R2 dan predicted
R2 (Montgomery, 2016). Tabel 4.7 menunjukan hasil penelitian model
berdasarkan ringkasan statistik dari urutan model. Model yang disarankan oleh
Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan nilai R2, adjusted R2 dan
predicted R2 maksimal yaitu masing-masing sebesar 0.9306 dan 0.7955. Selain
itu, pemilihan model juga didasarkan nilai PRESS yang paling kecil yaitu sebesar
1139.96 dan standar deviasi sebesar 5.68. Model kuadratik dipilih karena pada
penelitian kali ini menggunakan 2 faktor, sedangkan model kubik tidak dihiraukan
karena tidak dapat digunakan jika faktor kurang dari 3.
39
4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon penyerapan logam timbal oleh
ekstrak etanol daun lidah mertua dapat ditinjau dari nilai p-value dan
ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 (P < 0,05), dan nilai lack of
fit yang tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon penyerapan timbal dapat
dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Penyerapan Logam Timbal Model
Kuadratik
Source Sum of
Squares df
Mean
Square F Value
p-value
Prob > F Statement
Model 5347.82 5 1069.56 33.16 < 0,0001 Signifikan
A-lama
ekstraksi 76.16 1 76.16 2.36 0.1683 Tidak Signifikan
B-rasio
pelarut:bahan
125.01 1 125.01 3.88 0.0897 Tidak Signifikan
AB 4146.07 1 4146.07 128.54 <0.0001 Signifikan
A2 65.75 1 65.75 2.04 0.1964 Tidak Signifikan
B2 984.16 1 984.16 30.51 0.0009 Signifikan
Residual 225.79 7 32.26
Lack of fit 141.87 3 47.29 2,25 0,2243 Tidak Signifikan
Pure error 83.93 4 20.98
Cor Total 5573.61 12
Tabel 4.8 menunjukan hasil analisa ragam (ANOVA) respon model
kuadratik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan logam
timbal. Hal tersebut ditujukan dengan nilai P kurang dari 5% (p-value < 0,05) yaitu
<0,0001 (0,01%), dengan demikian model kuadatik sesuai dalam menunjukan
pola nilai respon penyerapan logam timbal. Lama ekstraksi (A) dan rasio pelarut
etanol:bahan (B) tidak berpengaruh signifikan terhadap respon penyerapan timbal
karena p-value A sebesar 0,1683 dan p-value B sebesar 0,0897, dimana nilai
kedua p-value tersebut lebih dari 0,05 (p>0,05). Tabel ANOVA tersebut
menunjukkan bahwa interaksi antar faktor yaitu antara lama ekstraksi dan volume
pelarut etanol (AB) memberi pengaruh signifikan terhadap respon penyerapan
timbal yaitu dengan p-value <0,0001 (p<0,05).
40
Berdasarkan hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada respon rendemen
model kuadratik akan memberikan persamaan model yang diberikan oleh
program Design Expert 7.1.5. Berikut merupakan persamaan aktual dari model
yang terpilih terhadap respon penyerapan timbal yang dihasilkan:
Y = -0,23744 + 2,42654 X1 – 1,01199 X2 – 0,010732 X1X2 + 8,53958E-004 X12 +
4,75770E-003 X22
Keterangan: Y = Respon penyerapan timbal X1 = Lama ekstraksi X2 = Rasio pelarut etanol
Persamaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai respon
penyerapan timbal yang akan didapatkan jika lama ekstraksi dan rasio pelarut
etanol yang diperlukan berbeda atau sebaliknya.
Gambar 4.1 Grafik Kontur Plot Respon Penyerapan Timbal
41
Gambar 4.2 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Penyerapan Timbal
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 merupakan grafik respon penyerapan timbal
oleh ekstrak daun lidah mertua. Titik optimum optimasi ditunjukkan dengan titik
(node) berwarna merah. Zona warna merah menunjukkan semakin optimum nilai
respon, sedangkan semakin mendekati zona biru menunjukkan nilai respon
semakin rendah. Grafik tersebut menunjukkan bahwa titik optimum respon
penyerapan timbal pada lama ekstraksi 60 detik dan rasio pelarut:bahan sebesar
12:1, yang ditunjukkan dengan zona berwarna merah terang.
Berdasarkan Gambar 4.2, menunjukkan bahwa faktor lama ekstraksi (A2)
membentuk kurva melengkung dan menunjukkan bahwa lama ekstraksi MAE
tidak berpengaruh signifikan terhadap respon penyerapan timbal. Hal ini dapat
disebabkan karena interval faktor lama ekstraksi yang digunakan terlalu kecil
sehingga peningkatan respon tidak signifikan. Selain itu Gambar 4.2 juga
menunjukkan bahwa faktor rasio pelarut:bahan (B2) membentuk kurva kuadratik
cembung yang menunjukkan bahwa B2 berpengaruh signifikan terhadap respon
penyerapan timbal. Jaynudin (2014) menyatakan semakin banyak pelarut akan
memperbesar luas area kontak antara pelarut dengan padatan yang terjadi
sehingga akan mempercepat difusi pelarut ke dalam bahan maupun sebaliknya.
Interaksi kedua faktor yaitu lama ekstraksi (A) dan rasio pelarut:bahan (B)
juga berpengaruh signifikan terhadap respon. Interaksi yang terjadi antara kedua
faktor berbanding terbalik, yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pada lama
ekstraksi yang tetap (60 detik), seiring dengan meningkatnya rasio pelarut:bahan,
respon penyerapan timbal semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dari perubahan
zona warna dari biru tua, hingga mencapai titik optimum pada zona berwarna
42
merah. Sedangkan sebaliknya, pada lama ekstraksi 180 detik, seiring dengan
meningkatnya rasio pelarut:bahan, terjadi penurunan respon penyerapan timbal.
Semakin tinggi rasio pelarut:bahan dengan waktu ekstraksi yang semakin lama
akan menyebabkan larutan menjadi lebih cepat jenuh sehingga respon akan
menurun. Begitupun sebaliknya, saat rasio pelarut:bahan terlalu rendah dengan
lama ekstraksi yang singkat, tidak dapat memaksimalkan respon. Hal ini dapat
disebabkan oleh kelarutan senyawa terhadap pelarut telah mencapai kondisi
puncaknya sehingga penambahan rasio bahan:pelarut dengan lama ekstraksi
yang meningkat pula tidak meningkatan ekstrak yang dihasilkan (Yosephine,
2011).
Berdasarkan Tabel 4.8 kolom model ketidaktepatan (lack of fit)
menunjukan model kuadratik memiliki nilai sebesar 0,2243 atau (22,43%) yang
menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan). Hal ini menunjukan
bahwa model sesuai dengan seluruh rancangan. Menurut Shabbiri et. al. (2012)
lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikan karena apabila dalam kondisi
signifikan maka model yang digunakan tidak cocok. Semakin besar nilai lack of fit,
semakin kecil kemungkinan error yang terjadi. Suatu model dianggap tepat jika
diuji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata (insignificant) secara statistik dan
dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu permasalahan dari suatu analisis
yang dikaji jika ketidaktepatan dari model bersifat nyata (significant) secara
statistic (Gasperz, 1995).
4.4.3 Kurva Pengaruh Lama Ekstraksi dan Rasio Pelarut:Bahan terhadap
Penyerapan Logam Timbal
Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk
mengetahui model kuadratik dari respon penyerapan timbal tersebut signifikan.
Jika rata-rata titik residual berada di sepanjang garis tengah, maka dapat
diasumsikan bahwa kenormalan model terpilih sudah tepat. Kurva normal plot of
residuals dapat dilihat pada Gambar 4.3.
43
.
Gambar 4.3 Kurva Normal Plot of Residuals
Pada Gambar 4.3 menunjukan bahwa rata-rata titik residual yang
terbentuk telah presisi dan tersebar di sepanjang garis, yang berarti respon
penyerapan logam timbal oleh ekstrak daun lidah mertua mempunyai model yang
baik dan terdistribusi secara normal. Hal ini sesuai dengan kriteria kurva Normal
Plot of Residuals sehingga kenormalan model terpenuhi. Menurut Kumari et al.,
(2008), titik-titik data yang semakin mendekati garis kenormalan menunjukan data
menyebar normal, yang berarti hasil aktual akan mendekati hasil yang diprediksi
oleh program.
Gambar 4.4 Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov dengan Minitab 18
44
Untuk memastikan normalitas data, dilakukan uji normalitas menggunakan
software Minitab 18 dengan metode Kolmogorov Smirnov. Pada Gambar 4.4
menunjukkan bahwa mean atau nilai tengah data yaitu 34,87 dengan standar
deviasi sebesar 21,55 dan P-value yang didapatkan sebesar >0,150. Nilai P-
value yang didapatkan lebih dari 5% (0,05) sehingga dapat diasumsikan bahwa
data telah terdistribusi normal atau telah mengikuti distribusi normal.
4.5 Penentuan Titik Optimum Penyerapan Timbal
Penentuan titik optimum pada faktor lama ekstraksi dan rasio
pelarut:bahan terhadap respon penyerapan timbal ditentukan berdasarkan nilai
tertinggi pada konsentrasi timbal yang terserap oleh ekstrak daun lidah mertua.
Hasil solusi titik optimum yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Solusi Titik Optimum Pada Faktor Lama Ekstraksi dan Rasio Pelarut:Bahan
terhadap Respon Penyerapan Timbal
Lama ekstraksi
(detik)
Rasio pelarut:bahan
(v/b)
Respon % Penyerapan Timbal (%)
Desirability Keterangan
60.00 12:1 79.86 0,993 Selected
Berdasarkan Tabel 4.9 hasil data analisis menurut Design Expert 7.1.5
didapatkan solusi dengan respon penyerapan timbal optimum. Solusi dipilih
berdasarkan derajat ketepatan atau nilai desirability serta nilai respon paling
tinggi. Respon penyerapan timbal tertinggi didapatkan pada lama ekstraksi 60
detik dan rasio pelarut:bahan sebesar 12:1 dengan nilai desirability cukup tinggi
yaitu 0.993 atau tngkat ketepatan sebesar 99,3%. Hal ini sesuai dengan literature
yang menyebutkan apabila nilai desirability semakin mendekati nilai 1
mengindikasikan bahwa respon the perfect case, tetapi apabila nilai desirability
mendekati 0 mengindikasikan bahwa respon harus dibuang (Laluce et al., 2009).
Hasil optimasi menunjukkan bahwa kombinasi lama ekstraksi minimum
dengan volume pelarut maksimum dapat memberikan respon penyerapan timbal
optimum. Hasil penelitian ini telah sesuai dengan pernyataan Elwin (2014) dalam
Kamaluddin (2014) bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka akan semakin
banyak energi elektromagnetik dirubah menjadi panas yang dihasilkan pada
pemanasan gelombang mikro. Semakin banyak panas yang dihasilkan dapat
menyebabkan kelarutan senyawa dalam pelarut semakin besar karena difusi
45
pelarut ke dalam bahan yang terjadi juga semakin besar. Namun adanya panas
yang terlalu berlebih juga dapat menyebabkan kerusakan pada senyawa yang
terekstrak (Ibrahim, 2015).
4.6 Verifikasi Hasil Optimasi Faktor Lama Ekstraksi dan Rasio
Pelarut:Bahan terhadap Penyerapan Timbal
Setelah mendapatkan titik optimum, kemudian dilakukan verifikasi hasil
optimasi. Verifikasi model diperlukan untuk menguji keakuratan model serta untuk
membuktikan apakah prediksi titik optimum yang disarankan oleh program Design
Expert 7.1.5 telah sesuai dengan hasil penelitian. Hasil analisis verifikasi dapat
dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Hasil Verifikasi Respon Penyerapan Timbal Oleh Ekstrak Lidah Mertua
Faktor Respon
Lama ekstraksi (detik)
Rasio pelarut etanol:bahan (ml/g)
Penyerapan Timbal (%)
Prediksi* 60 12:1 79.86
Verifikasi** 60 12:1 78.45 ± 0,2
Selisih 1.41
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa hasil rerata verifikasi
penyerapan timbal sebesar 78,45% dengan titik target yang disarankan, yaitu
79.86%. Respon penyerapan timbal oleh ekstrak daun lidah mertua telah sesuai
dengan target yang disarankan pada aplikasi Design Expert 7.1.5, dimana selisih
antara prediksi dan hasil verifikasi kurang dari 5%. Hal tersebut didukung literatur
menurut Budiandari (2014), apabila selisih hasil verifikasi kurang dari 5% maka
nilai prediksi, dan hasil analisis tidak berbeda jauh sehingga menunjukan
ketepatan model telah sesuai persyaratan.
4.7 Senyawa Bioaktif Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum
4.7.1 Kandungan Total Fenol Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum
Fenol merupakan suatu senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
hidroksil (OH) yang terikat secara langsung dengan sebuah cincin aromatik
Keterangan : * Hasil dari software Design Expert 7.0.0 ** Data hasil penelitian aktual 1) Data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ± standar deviasi
46
(Vermerris dan Ralph, 2006). Menurut Michalak (2006), senyawa fenol
merupakan metabolit sekunder yang dapat berfungsi sebagai antioksidan karena
kemampuan mereka untuk menyumbangkan hidrogen serta dapat bertindak
menjadi pengkelat logam. Kandungan total fenol pada penelitian ini ditentukan
dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteau. Selama reaksi belangsung,
gugus hidroksil bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu, membentuk kompleks
fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru yang dapat dideteksi dengan
spektrofotometer. Semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin
banyak ion fenolik yang akan mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru
yang dihasilkan semakin pekat (Singleton dan Rossi, 1965). Standar yang
digunakan pada analisis total fenol adalah asam galat, Berdasarkan hasil
penentuan absorbansi larutan standar asam galat (Lampiran 4) didapatkan
persamaan regresii y=0,0097x+0,0147 dengan R2 = 0,9992. Dari persamaan
tersebut kemudian didapatkan kadar total fenol sampel yang disajikan pada pada
Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Kadar Total Fenol Sampel Daun Lidah Mertua
Berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa kadar total fenol pada sampel
daun lidah mertua segar sebesar 3,85 mg/g sampel dan kadar total fenol serbuk
daun lidah mertua sebesar 5,12 mg/g sampel. Hasil penelitian tersebut juga
diketahui bahwa kadar total fenol pada ekstrak daun lidah mertua lebih besar
dibandingkan kadar total fenol daun lidah mertua segar dan serbuk daun lidah
mertua. Menurut Chan et al., (2014) dalam Atika (2015) terjadinya pergerakan
molekuler dari energi gelombang mikro selama ekstraksi MAE akan menimbulkan
panas dan merusak dinding sel atau jaringan bahan, rusaknya dinding sel atau
jaringan ini akan mengakibatkan keluarnya senyawa bioaktif. Selain itu menurut
penelitian oleh Haddadi-Guemghar (2014), ekstraksi dengan MAE selama 2 menit
Sampel Kadar Total Fenol (mg/g sampel)
Daun lidah mertua 3,85 ± 0,21
Serbuk daun lidah mertua 5,12 ± 0,11
Ekstrak etanol* 24,05 ± 0,03
Ekstrak etanol setelah biosorpsi** 18,24 ± 1,29
Keterangan : 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ± standar deviasi * Ekstrak daun lidah mertua optimum sebelum biosorpsi timbal **Ekstrak daun lidah mertua optimum setelah biosorpsi timbal
47
menghasilkan total fenol dan aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan
metode maserasi selama 24 jam serta metode soxhletasi selama 24 jam.
Pada ekstrak daun lidah mertua optimum sebelum dilakukan biosorpsi
timbal didapatkan kadar total fenol sebesar 24,05 mg/g sampel. Sedangkan kadar
total fenol pada ekstrak daun lidah mertua optimum setelah dilakukan biosorpsi
timbal yaitu sebesar 18,24 mg/g sampel. Kadar total fenol pada ekstrak daun
lidah mertua setelah dilakukan biosorpsi timbal mengalami penurunan sebesar
5,81 mg/g sampel dibandingkan kadar total fenol pada ekstrak daun lidah mertua
sebelum dilakukan biosorpsi timbal. Hal ini menunjukkan bahwa proses biosorpsi
timbal berpengaruh terhadap kadar total fenol pada ekstrak daun lidah mertua.
Diduga selama proses biosorpsi, senyawa fenol pada ekstrak daun lidah
mertua berikatan dengan logam timbal sehingga setelah proses biosorpsi
kadarnya akan menurun. Menurut penelitian oleh Yuningsih (2014), penyerapan
logam timbal oleh ekstrak lidah mertua melalui mekanisme passive uptake
dimana terjadi interaksi antara logam timbal dengan gugus fungsional pada
senyawa aktif dalam lidah mertua (Yuningsih, 2014). Komponen organik seperti
fenolik dan polifenol dapat berfungsi sebagai pengkelat logam, karena memiliki
gugus karboksil serta gugus hidroksil yang berdekatan sehingga dapat bereaksi
dengan ion logam membentuk kompleks stabil (Harborne, 1987). Gugus hidroksil
yang bermuatan negatif (OH-) akan berikatan dengan ion logam timbal yang
bermuatan positif (Pb2+). Gugus hidroksil yang berikatan dengan logam timbal,
maka tidak dapat bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu, membentuk
kompleks berwarna biru sehingga tidak terbaca pada spektrofotometer.
4.7.2 Kandungan Flavonoid Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder
yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Rajalakshmi dan
Narasimhan, 1985). Flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan dengan
mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam
(Cuppett et al.,1954). Kandungan flavonoid pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan AlCl3. Prinsip penetapan kadar flavonoid dengan AlCl3 adalah
terjadinya pembentukan kompleks antara aluminium klorida dengan gugus keto
pada atom C-4 dan gugus hidroksi pada atom C-3 dan C-5 yang berdekatan
(Azizah et al., 2014). Berdasarkan hasil penentuan absorbansi larutan standar
48
quercetin (Lampiran 5) didapatkan persamaan regresi y=0,0005x+0,011 dengan
R2 = 0,99709. Dari persamaan tersebut didapatkan kadar flavonoid pada sampel
seperti yang disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Kadar Flavonoid Sampel Daun Lidah Mertua
Dari Tabel 4.12 didapatkan bahwa daun lidah mertua segar memiliki
kadar flavonoid sebesar 0,07 mg/g sampel dan kadar total flavonoid serbuk daun
lidah mertua sebesar 1,40 mg/g sampel. Kadar flavonoid simplisia kering daun
lidah mertua sedikit berbeda dengan hasil penelitian oleh Rahim (2016), bahwa
kadar flavonoid pada simplisia kering daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata
var. Prain) yaitu sebesar 0,054 mg/g sampel. Perbedaan ini dapat disebabkan
karena perbedaan varietas lidah mertua yang digunakan. Berdasarkan tabel
tersebut juga diketahui bahwa kadar flavonoid pada ekstrak daun lidah mertua
lebih besar dibandingkan kadar flavonoid daun lidah mertua segar dan serbuk
daun lidah mertua. Hal ini menunjukkan bahwa proses ekstraksi dengan
Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan pelarut etanol dapat mengekstrak
senyawa flavonoid dari daun lidah mertua. Pemanasan dengan MAE
memanfaatkan gelombang mikro dimana pemanasan terjadi melalui interaksi
langsung antara bahan dengan gelombang mikro sehingga mengakibatkan
transfer energi berlangsung lebih cepat, dan berpotensi meningkatkan kualitas
produk, sehingga senyawa bioaktif dapat terekstrak dengan baik (Kurniasari,
2008).
Kemudian didapatkan pula kadar flavonoid ekstrak daun lidah mertua
optimum sebelum dilakukan biosorpsi timbal sebesar 10,66 mg/g sampel.
Sedangkan kadar flavonoid pada ekstrak daun lidah mertua optimum setelah
dilakukan biosorpsi timbal yaitu sebesar 7,13 mg/g sampel. Kadar flavonoid pada
ekstrak daun lidah mertua setelah dilakukan biosorpsi timbal mengalamii
penurunan sebesar 3,53 mg/g sampel dibandingkan kadar flavonoid sebelum
Sampel Kadar Flavonoid (mg/g sampel)
Daun Lidah Mertua 0,07 ± 0,02
Serbuk Daun Lidah Mertua 1,40 ± 0,07
Ekstrak etanol* 10,66 ± 0,34
Ekstrak etanol setelah biosorpsi** 7,13 ± 0,14
Keterangan : 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ± standar deviasi * Ekstrak daun lidah mertua optimum sebelum biosorpsi timbal **Ekstrak daun lidah mertua optimum setelah biosorpsi timbal
49
dilakukan biosorpsi timbal. Hal ini menunjukkan bahwa proses biosorpsi timbal
berpengaruh terhadap kadar flavonoid pada ekstrak daun lidah mertua.
Diduga selama proses biosorpsi, flavonoid pada ekstrak lidah mertua
berikatan dengan timbal melalui interaksi kimia fisika antara ion logam dengan
gugus fungsional pada flavonoid. Pembentukan formasi kompleks dapat terjadi
iantara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional pada komposisi kimia
tanaman seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil
(Suhendrayatna, 2001). Flavonoid merupakan senyawa kimia yang termasuk
dalam golongan senyawa fenolik. Komponen organik seperti fenolik dan polifenol
dapat berfungsi sebagai pengkelat logam, karena memiliki gugus fungsional
seperti gugus karboksil dan gugus hidroksil sehingga dapat bereaksi dengan ion
logam membentuk kompleks stabil (Harborne, 1987). Flavonoid memiliki dua
gugus hidroksil yang saling berdekatan pada atom C-3 dan C-5, dimana gugus
hidroksil yang bermuatan negatif (OH-) yang akan bereaksi dengan ion logam
timbal yang berumatan positif (Pb2+). Gugus hidroksil yang telah berikatan dengan
ion logam timbal, tidak dapat bereaksi dengan alumunium klorida sehingga tidak
dapat membentuk kompleks warna yang akan terbaca oleh spektrofotometer.
4.7.3 Kandungan Tanin Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum
Kandungan total fenol ditentukan dengan menggunakan metode Folin-
Ciocalteau. Standar yang digunakan pada analisis total fenol pada penelitian kali
ini adalah asam tanat, Berdasarkan hasil penentuan absorbansi larutan standar
asam tanat (Lampiran 6) didapatkan persamaan regresi y=0,0086x+0,0151
dengan R2 = 0,9982. Dari persamaan tersebut didapatkan kadar tanin pada
sampel seperti yang disajikan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Kadar Tanin Sampel Daun Lidah Mertua
Sampel Kadar Tanin (mg/g sampel)
Daun Lidah Mertua 0,17 ± 0,01
Serbuk Daun Lidah Mertua 5,49 ± 0,03
Ekstrak etanol* 13,85 ± 0,07
Ekstrak etanol setelah biosorpsi** 10,75 ± 0,58
Keterangan : 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ± standar deviasi * Ekstrak daun lidah mertua optimum sebelum biosorpsi timbal **Ekstrak daun lidah mertua optimum setelah biosorpsi timbal
50
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa kadar tanin pada daun lidah mertua
segar sebesar 0,17 mg/g sampel dan kadar tanin serbuk daun lidah mertua
sebesar 5,49 mg/g sampel. Hasil penelitian sedikit berbeda dengan hasil
penelitian oleh Apriyani (2015), dimana daun lidah mertua (Sansevieria trfasciata
var. Laurentii) mengandung senyawa tanin sebesar 0.086 mg/g sampel. Selain itu
juga diketahui bahwa kadar tanin pada ekstrak daun lidah mertua lebih besar
dibandingkan kadar tanin daun lidah mertua segar dan serbuk daun lidah mertua.
Hal ini menunjukkan bahwa proses ekstraksi dengan Microwave Assisted
Extraction dapat mengekstrak senyawa tanin dari daun lidah mertua. Menurut
Chan et al., (2014) dalam Atika (2015) terjadinya pergerakan molekuler dari
energi gelombang mikro selama ekstraksi MAE akan menimbulkan panas dan
merusak dinding sel atau jaringan bahan, rusaknya dinding sel atau jaringan ini
akan mengakibatkan keluarnya senyawa bioaktif.
Pada ekstrak daun lidah mertua optimum sebelum dilakukan biosorpsi
timbal didapatkan kadar tanin sebesar 13,85 mg/g sampel. Sedangkan kadar
tanin pada ekstrak daun lidah mertua optimum setelah dilakukan biosorpsi timbal
yaitu sebesar 10,75 mg/g sampel. Kadar tanin pada ekstrak daun lidah mertua
setelah dilakukan biosorpsi timbal menurun sebesar 3,1 mg/g sampel
dibandingkan kadar tanin pada ekstrak daun lidah mertua sebelum dilakukan
biosorpsi timbal. Hal ini menunjukkan bahwa proses biosorpsi timbal berpengaruh
terhadap kadar tanin pada ekstrak daun lidah mertua.
Diduga selama proses biosorpsi, senyawa tanin pada ekstrak lidah mertua
berikatan dengan logam timbal. Menurut penelitian oleh Yuningsih (2014) dimana
penyerapan logam timbal oleh ekstrak lidah mertua yaitu melalui mekanisme
passive uptake yaitu interaksi antara logam timbal dengan gugus fungsional pada
senyawa aktif dalam lidah mertua (Yuningsih, 2014). Tanin termasuk dalam
golongan polifenol yang memiliki gugus lebih dari satu gugus hidroksil sehingga
memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan logam. Komponen
organik seperti fenolik dan polifenol memiliki gugus fungsional seperti gugus
karboksil dan gugus hidroksil sehingga dapat bereaksi dengan ion logam
membentuk kompleks stabil (Harborne, 1987). Tanin memiliki struktur yang
kompleks dengan bobot molekul yang tinggi dan memiliki banyak gugus hidroksil
dan beberapa gugus fungsional lain (Wisnubroto, 2002). Gugus hidroksil yang
bermuatan negatif (OH-) akan berikatan dengan logam timbal yang bermuatan
positif (Pb2+) membentuk struktur yang lebih stabil. Gugus hidroksil yang telah
51
Keterangan : 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ± standar deviasi * Ekstrak daun lidah mertua optimum sebelum biosorpsi timbal **Ekstrak daun lidah mertua optimum setelah biosorpsi timbal
bereaksi dengan ion logam timbal, tidak dapat bereaksi dengan senyawa Folin
Ciocalteu membentuk kompleks warna sehingga tidak terbaca pada
spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm.
4.7.4 Kandungan Saponin Ekstrak Daun Lidah Mertua Optimum
Saponin adalah salah satu metabolit sekunder pada tanaman yang
merupakan senyawa golongan glikosida yang terdiri dari gugus aglikon dan
gugus gula. Penentuan kadar total saponin dilakukan menggunakan metode
kolorimetri (Xiang et al, 2001) dengan menggunakan standart oleanolic acid.
Berdasarkan hasil penentuan absorbansi larutan standar (Lampiran 7)
didapatkan persamaan regresi y=0,1171x+0,0632 dengan R2 = 0,9818. Dari
persamaan tersebut didapatkan kadar saponin pada sampel seperti yang
disajikan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Kadar Saponin Sampel Daun Lidah Mertua
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa daun lidah mertua segar memiliki kadar
saponin sebesar 3,885% dan kadar saponin serbuk daun lidah mertua sebesar
2.974 mg/g sampel. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian
oleh Mien et al., (2015), bahwa kadar saponin pada ekstrak methanol daun lidah
mertua (Sansevieria trifasciata var. Laurentii) yaitu sebesar 31.258 mg/g sampel.
Penurunan kadar saponin pada sampel daun lidah mertua berbentuk serbuk
dapat disebabkan karena proses pengeringan dengan panas, sehingga kadar
saponin pada bahan menurun. Berdasarkan Tabel 4.14 juga diketahui bahwa
kadar saponin pada ekstrak daun lidah mertua lebih besar dibandingkan kadar
saponin daun lidah mertua segar dan serbuk daun lidah mertua. Hal ini
menunjukkan bahwa proses ekstraksi dengan Microwave Assisted Extraction
(MAE) dengan pelarut etanol dapat mengekstrak senyawa saponin dari daun
Sampel Kadar Saponin (mg/g sampel)
Daun Lidah Mertua 38,85 ± 3,1
Serbuk Daun Lidah Mertua 29,74 ± 5,6
Ekstrak etanol* 74.86 ± 6.2
Ekstrak etanol setelah biosorpsi** 70.34 ± 2.0
52
lidah mertua. Pemanasan dengan MAE memanfaatkan gelombang mikro dimana
pemanasan terjadi melalui interaksi langsung antara material dengan gelombang
mikro sehingga mengakibatkan transfer energi berlangsung lebih cepat, dan
berpotensi meningkatkan kualitas produk, sehingga senyawa bioaktif dapat
terekstrak dengan baik (Kurniasari, 2008).
Kadar saponin pada ekstrak daun lidah mertua setelah dilakukan biosorpsi
Ekstrak daun lidah mertua optimum sebelum dilakukan biosorpsi timbal
mengandung kadar saponin sebesar 74,86 mg/g sampel. Sedangkan kadar
saponin pada ekstrak daun lidah mertua optimum setelah dilakukan biosorpsi
timbal yaitu sebesar 70,34 mg/g sampel. Kadar saponin pada ekstrak daun lidah
mertua setelah dilakukan biosorpsi timbal menurun sebesar 4,52 mg/g sampel
dibandingkan sebelum dilakukan biosorpsi timbal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proses biosorpsi timbal berpengaruh terhadap kadar saponin pada ekstrak
daun lidah mertua.
Diduga selama proses biosorpsi, saponin pada ekstrak lidah mertua
berikatan dengan timbal melalui interaksi kimia fisika antara ion logam dengan
gugus fungsional pada saponin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh
Yuningsih (2014) dimana penyerapan logam timbal oleh ekstrak lidah mertua
yaitu melalui mekanisme passive uptake yaitu interaksi antara logam timbal
dengan gugus fungsional pada senyawa aktif dalam lidah mertua (Yuningsih,
2014). Pembentukan formasi kompleks dapat terjadi iantara ion-ion logam berat
dengan gugus fungsional pada komposisi kimia tanaman seperti karbonil, amino,
thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil (Suhendrayatna, 2001). Saponin
memiliki bobot molekul yang tinggi dengan struktur yang kompleks dimana
banyak mengandung gugus hidroksil dan gugus karboksil. Gugus hidroksil (OH-)
dan gugus karboksil (COOH-) bermuatan positif akan bereaksi dengan ion logam
timbal yang bermuatan positif (Pb2+) membentuk kompleks yang lebih stabil.
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitan optimasi ekstraksi daun lidah mertua
dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) menunjukan interaksi
antara faktor lama ekstraksi dan rasio pelarut etanol:bahan berpengaruh terhadap
respon penyerapan timbal. Kondisi optimum ekstraksi daun lidah mertua dengan
MAE pada penelitian didapatkan pada lama ekstraksi 60 detik dengan rasio
pelarut:bahan sebesar 12:1. Respon penyerapan timbal yang diharapkan sebesar
79,86%. Sedangkan hasil verifikasi optimasi menunjukkan respon penyerapan
timbal sebesar 78,45%.
Secara umum kadar senyawa kimia (total fenol, flavonoid, tanin, dan
saponin) pada ekstrak daun lidah mertua hasil ekstraksi MAE lebih besar
dibandingkan daun lidah mertua. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi daun lidah
mertua dengan metode MAE menggunakan pelarut etanol dapat mengestraksi
senyawa kimia dari sampel. Setelah biosorpsi timbal, kadar senyawa kimia pada
ekstrak etanol mengalami penurunan dibandingkan sebelum biosorpsi timbal.
Penurunan paling besar setelah proses biosorpsi timbal yaitu pada senyawa fenol
sebesar 5,81 mg/g sampel dan senyawa saponin sebesar 4,52 mg/g sampel.
Diduga selama proses biosorpsi senyawa-senyawa kimia pada ekstrak etanol
daun lidah mertua optimum berikatan dengan logam timbal.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan ekstraksi daun lidah mertua metode Microwave Assisted
Extraction (MAE) dengan faktor yang berbeda, seperti jenis pelarut,
konsentrasi pelarut, daya microwave dan juga suhu ekstraksi.
2. Perlu penelitian dengan suhu biosorpsi yang berbeda untuk mengetahui
respon penyerapan timbal.
3. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut, seperti dengan HPLC dan FTIR untuk
mengetahui komponen pada daun lidah mertua yang lebih lengkap.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi daun lidah mertua
pada produk pangan, dan pengikatannya dengan ion logam lain.
54
DAFTAR PUSTAKA
Ahalya, N., Ramachandra, T. V., Kanamadi, R. D. 2003. Biosorption of Heavy Metal. Research Journal Of Chemical And Environment, 7(4): 71-79.
Andriyani, D., P. I. Utami, B. A. Dhiani. 2010. Penetapan Kadar Tanin Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) secara Spektrofotometri Ultraviolet Visibel. Journal Pharmacy, 7(2): 1-10.
Ali, M., dan Rina. 2010. Kemampuan Tanaman Mangrove Untuk Menyerap Logam Berat Merkuri (Hg) dan Timbal (Pb). Jurnal Ilmu Teknik Lingkungan,
2 (2): 28-36.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist. Washington D.C.
Apriyani, F. 2015. Potensi Ekstrak Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var. Hahnii medio picta) Untuk Mengendalikan Pertumbuhan Jamur (Collectotrichum capsici) Penyebab Antraknosa Pada Cabai Merah.
Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Arief, V. O. Kiki, T. Jaka, S. Nani, I. Suryadi. 2008. Recent Progress on Biosorption of Heavy Metals from Liquids Using Low Cost Biosorbents Characterization. Biosorption Parameters and Mechanism Studies, 36(12).
Arnold, M. A. 2004. Landscape Plants for Environment 3rd Edition. Texas:
Odenwald Inc.
Ashraf, M. A., M. J. Maah, I. Yusoff. 2010. Study of Banana peel (Musa sapientum) as a Cationic Biosorben. Journal Agriculture and Environment
Science, 8(1): 7-10.
Atanassova, M. 2011. Total Phenolic and Total Flavonoid Contents, Antioxidant Capacity and Biological Contaminant in Medical Herbs.
Journal of the University of Chemical Technology and Metallurgy 46 : 81-88
Azizah, N. D., E. Kumolowati, F. Faramayuda. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode Alcl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol 2(2): 45-49.
Ben, Y., Chaoyin, C., and Ying, R. 2014. Content determination of total saponins from Opuntia. Biotechnology an Indian Journal. 10: 18.
Brass, G.M., dan W. Strauss. 1981. Air Pollution Control. New York: John
Willey & Sons.
Budiandari, R. U. 2014. Optimasi Proses Pembuatan Lempeng Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) Sebagai Alternatif Pangan Masyarakat Pesisir.
Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2 (2): 10-18.
55
Chan C, Yusoff R, Ngoh G dan Kung FW. 2011. Microwave Asssited Extraction of Active Ingredients from Plants. Journal of Chromatography A.1218 :
6213-6225
Chapagain, B.P. dan Wiesman, Z.2005. Larvicidal Activity of the Fruit Mesocarp Extract of Balanites aegyptiaca and its Saponin Fractions against Aedes aegypti, Dengue Bulletin , 29.
Dadang, D. P. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman IPB.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI
Press.
Desmiaty, Y., J. Ratnawati, dan P. Andini. 2009. Penentuan Jumlah Flavonoid Total Ekstrak Etanol Daun Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) Secara Kolorimetri Komplementer. Karya Tulis. Jurusan Farmasi.
Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.
Dewi, F. R. 2005. Pengaruh Jenis Asam Pendestruksi Terhadap Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) dalam Ikan. Skripsi. FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta.
Dewi, Ratni dan Fachraniah. 2014. Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion krom dan Tembaga dalam Air. Karya Ilmiah. Politeknik Negeri
Lhokseumawe. Nanggroe Aceh Darussalam.
Diana, N. 2013. Potensi Bakteri (Enterrobacteragglomerans) Sebagai Bioroben Logam Berat Timbal (Pb). Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi.
UIN Malik Ibrahim. Malang.
Elwin. 2014. Analisa Pengaruh Waktu Pretreatment dan Konsentrasi NaOH Terhadap Kandungan Selulosa, Lignin, dan Hemiselulosa Eceng Gondok pada Proses Preatretment Pembuatan Bioetanol. Universitas Brawijaya.
Malang.
Emilan. T., A. Kurnia, B. Utami, L. D. Nurlinda, dan Maulana. 2011. Konsep Herbal Indonesia: Pemastian Mutu Produk Herbal. Depok: FMIPA
Universitas Indonesia.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air & Udara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Fatmawati S. N. 2010. Penggunaan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria) Pada Media Campuran Kompos dan Pasir. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Fauzi, H. 2012. Ekstraksi Bitumen dari Bantuan Aspal Buton Menggunakan Gelombang Mikro dengan Pelarut N-Heksana, Toluena, dan Etanol.
Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Brawijaya. Malang.
Flora Store. 2016. Sansevieria Cylindrica Skyline. Diakses pada 22 Agustus
2017. <https://www.planten-kopen.com>.
56
Gajawat, S., G. Sancheti, P.K. Goyal. 2006. Protection Againts Lead-Induced Hepatic Lesions in Swiss Albino Mice by Ascorbic Acid. Journal
Pharmacology Online, (1): 140-149.
Gandjar, I. G.. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ganiswarna, S. G. 1999. Farmakologi dan Terapi Ed. 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Gao, M., Liu, C. Z. 2005. Comparison of Techniques for The Extraction of Flavonoids from Cultured Cells of Saussurea medusa Maxim. Journal of
Microbiology and Biotechnology, 21(8-9).
Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan 2. Bandung:
Tarsito
Gitasari, Y. D. 2011. Aktivitas Antibakteri Fraksi Aktif Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain). Skripsi. FMIPA. Institut Pertanian Bogor.
Glasshouse Works. 2017. Sansevieria trifasciata Hahnii. Diakses pada 22
Agustus 2017. <http://www.glasshouseworks.com/>.
Gupta, D. K., H. Tohoyama, M. Joho, M. Inouhe. 2004. Changes in The Levels of Phytochelatins and Related Metal-Binding Peptidesin Chickpea Seedlings Exposed to Arsenic and Different Heavy Metal Ions. Journal of
Plant Research.
Guilherme, A. S. Pinto, S. Rodrigues. 2007. Optimation of Trace Metal Concentration on Citric Acid Production by Aspergillus niger NRRL 2001.
Journal Food Bioprocess Technology, 1: p. 246-253.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Gusnita, D. 2012. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Udara dan Upaya Penghapusan Bensin Bertimbal. Berita Dirgantara, 13(3): 95-101.
Haddadi-Guemghar, H. 2014. Optimisation of Microwave-Assisted Extraction of Prune (Prunus Domestica) Antioxidants by Response Surface Methodology. Journal of Food Science and Technology, 49: 2158-2166.
Hambali, E. S. 2008. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Penerbit Agromedia.
Handayani, D. 2014. Optimasi Ekstraksi Ampas Teh Hijau (Camellia sinensis) Menggunakan Metode Microwave Assisted Extraction Untuk Menghasilkan Ekstrak The Hijau. Traditional Medicine Journal, 19(1): 29-35.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, edisi II. ITB. Bandung
Hariana, Arief. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar
Swadaya.
57
Ibrahim, A. M. 2015. Pengaruh Suhu Dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia Dan Fisik Pada Pembuatan Minuman Sari Jahe Merah (Zingiber officinale Var. Rubrum) Dengan Kombinasi Penambahan Madu Sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (2): 530-541.
Jain, T., V. Jain, R. Pandey, A. Vyas, S. S. Shukla. 2009. Microwave Assisted Extraction for Phytoconstituents – An Overview. Asian Journal Research
Chemistry, 1(2): p. 19-25.
Jayanudin. 2014. Pengaruh Suhu Dan Rasio Pelarut Ekstraksi Terhadap Rendemen Dan Viskositas Natrium Alginat Dari Rumput Laut Cokelat (Sargassum sp). Jurnal Integrasi Proses 5: (1) 51 – 55.
Jeon, B. Y. 2007. Development of a Serial Bioreactor System for Direct Ethanol Production from Starch Using Aspergillus niger and
Saccharomyces cerevisiae. Biotechnology and Bioprocess Engineering, 12: p. 566-573.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
Krisnawati, I., dan T. Panji. 2007. Biosorpsi Logam Zn Oleh Biomassa
Saccharomyces cerevisiae. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan.
Kristianto, A. 2013. Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Avverhoa blimbi L.) Pada Pengolahan Air. Skripsi. FMIPA.
Universitas Jember. Jember.
Kurniasari, L. 2008. Pemanfaatan Mikroorganisme dan Limbah Pertanian sebagai Bahan Baku Biosorben Logam Berat. Majalah Ilmiah. Fakultas
Teknik Universitas Wahid Hasyim. Semarang.
Lambogia, B. 2016. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Lidah Mertua (Sansevieriae Trifasciata Folium) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli dan Streptococcus Sp. Jurnal Biomedik, 4(1).
Lestari, F. 2007. Bahaya Kimia: Sampling dan Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Lingga, L. 2005. Panduan Praktis Budidaya Sanseviera. Depok: AgroMedia
Pustaka.
Mahardika, R. A. D. 2014. Ekstraksi Antioksidan dari Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain) Menggunakan Metode Microwave Assisted Extraction dan Pulsed Electric Field. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang.
Mahdang, P. A. 2014. Pengaruh Umur Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria sp.) dalam Menyerap Timbal (Pb) di Udara. Skripsi. Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Mandal, V., Y. Mohan, S. Hemalatha. 2007. Microwave Assisted Extraction – An Inovative and Promising Extraction Tool for Medicinal Plant Research.
Pharmacognosy Review, 1(1): p. 10-18.
58
Maulida, D., dan N. Zulkarnaen. 2010. Ekstraksi Antioksidan (Likopen) Dari Buah Tomat Dengan Menggunakan Solven Campuran n-Heksana, Aseton dan Etanol. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Dipenogoro. Semarang.
Michalak, A. 2006. Phenolic Compounds and Their Antioxidant Activity in Plants Growing Under Heavy Metal Stress. Journal of Environmental Study
15 : 523-530.
Mien D. J., W. A. Carolin, P. A. Firhani. 2015. Penetapan Kadar Saponin Pada Ekstrak Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain varietas S. Laurentii) Secara Gravimetri. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 2(2).
Mimaki, Y., T. Inoue, M. Kuroda, Y. Sashida. 1997. Pregnan Glycosides from Sansevieria Trifasciata. Phytochemistry 44(1):p.107-111.
Miranti. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode Aktivasi Terkontrol Menggunakan Activating Agent KOH dan H3PO4. Skripsi.
Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Depok.
MNN. 2016. 15 Houseplants For Improving Indoor Air Quality. Diakses pada
22 Agustus 2017. <https://www.mnn.com/>.
Montgomery, C. D. 2016. Response Surface Methodology: Process and Product Optimization Using Designed Experiments, 4th Edition. New
Jersey. John Wiley & Sons.
Moreno-Arribas, Victoria dan C. Polo. 2009. Wine Chemistry and Biochemistry.
Spain: Springer.
Muhammadah, S. A., U. Nurullita, Mifbakhuddin. 2011. Pengaruh Umur dan Kerapatan Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria) Terhadap Kadar Karbonmonoksida (CO) di Udara. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Muhammadiyah. Semarang.
Mursito, B. 2002. Ramuan Tradisional UNtuk Pengobatan Jantung. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Naria, E.. 2005. Mewaspadai Dampak Pencemar Timbal (Pb) Di Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal Komunikasi Penelitian, 17(4): p. 69-70.
Nasution, F. A. 2007. Bahaya Timbal (Timah Hitam). Bandung: Departemen
Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Bandung.
Nisa, G. K. 2014. Ekstraksi Daun Sirih Merah (Piper crocatum) dengan Metode Microwave Assisted Extraction (MAE). Skripsi. Jurusan Keteknikan
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Oesman, F., Murniana, M. Khairunnas, Saidi N. 2010. Antifungal Activity of Alkaloid from Bark of Cerbera odollam. Journal Natural.
Oktaviana, P. R. 2010. Kajian Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada
59
Berbagai Teknik Pengeringan dan Proporsi Pelarutan. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
Palupi, R. D. 2013. Ekstraksi Senyawa Tanin dari Daun Ketapang (Terminalia catappa L.) dan Uji Aktivitasnya sebagai Inhibitor Korosi. Skripsi. FMIPA.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pan, Xuejun, G. Niu, dan H.Liu. 2003. Microwave-Assisted Extraction of Tea Polyphenols and Tea Caffeine from Green Tea Leaves. Chem. Engineering
& Processing (42): 129-133.
Phaza, H. A., dan Ramadhan A. E. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu, dan Jumlah Stage Pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale Rosc) Secara Batch. Tugas Akhir. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Philip, D., P. K. Kaleena, K. Valivittan, C. P. G. Kumar. 2011. Phytochemical Screening and Antimicrobial Activity of Sansevieria roxburghiana Schult. and Schult. F. Journal of Scientific Research, 10(4): 512-518.
Pinterest. 2015. Sansevieria trifasciata 'Futura Superba'. Diakses pada 22 Agustus 2017. <https://id.pinterest.com/>.
Pradipta A. 2011. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sansevieria trifasciata Prain Terhadap Staphylococcus aureus IFO 13276 dan Pseudomonas aeruginosa IFO 12689. Skripsi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
Pramono, S. 2008. Pesona Sansevieria. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Pratama, R. 2010. Potensi Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak Daun Sansevieria cylindrica. Skripsi. FMIPA. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purwanto, A. 2006. Sansevieria: Flora Cantik Penyerap Racun. Yogyakarta:
Kanisius.
Purwanto, H. 2010. Pengembangan Microwave Assisted Extractor (MAE) Pada Produksi Minyak Jahe dengan Kadar Zingerberene Tinggi.
Momentum, 6(2): 9-16.
Rafiee, Z., S. M. Jafari, M. Alami, M. Khomeiri. 2011. Microwave Assisted Extraction of Phenolic Compounds from Olive Leaves: Comparison with Maceration. Journal of Animal & Plant Sciences, 21(4): p. 740-745.
Rahim, F. 2016. Karakterisasi dan Praformulasi Ekstrak Kering Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain). Jurnal Farmasi, 6(2): p. 115-121.
Rahmat, H. 2009. Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
60
Risnasari, I. 2002. Tanin. Karya Tulis. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Rizani, K. Z. 2000. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi dan Inokulum (Saccharomyces cereviseae) pada Proses Fermentasi Sari Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) untuk Produksi Etanol. Skripsi. Jurusan Biologi.
FMIPA. Universitas Brawijaya. Malang.
Samin, Supriyanto, dan Z. Kamal. 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd Pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Yogyakarta: Seminar Nasional III.
Santoso, H. B. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Saputro, A. D. 2016. Analisis Penurunan Kadar Logam Pb2+ dengan Bioadsorben Kulit Pisang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang.
Senter, S. D., Robertson, J. A., dan Meredith, F. I. 1989. Phenolic Compound of The Mesocarp of Cresthauen Peaches During Storage and Ripening.
Journal of Food Science, 54: 1259-1268.
Siburian, A.M. 2014. Pemanfaatan Adsorben dari Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) untuk Menurunkan Kandungan Asam Lemak Bebas dan Bilangan Peroksida pada CPO (Crude Palm Oil). Skripsi. Fakultas
Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Kanisius. Yogyakarta.
Singleton, V. L. dan J. A. Rossi. 1965. Colorimetry of Total Phenolic with Phosphomolybdic-Phosphotungstic Acid Reagent. J. Enol. Vitic (16): 147.
SNI 06-6989.8-2004. 2004. Air dan Limbah – Bagian 8: Cara Uji Timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: LibertySuhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Tokyo Institute of Technology.
Sunarya, I. Asri. 2006. Biosorpsi Cd(II) dan Pb(II) Menggunaka Kulit Jeruk Siam (Citrus Reticulata). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Sunilson, J. A. J., R. Suraj, G. Rejitha, K. Anandarajagopal, Kumari, P. Promwichit. 2009. In Vitro Antimicrobial Evaluation of Zingiber Officinale, Curcuma Longa and Alpinia Galanga Extracts as Natural Food Preservatives. American Journal of Food Technology, 4(5): 192-200.
Supriyatno dan Lelifajri. 2009. Analisis Logam Berat Pb dan Cd dalam Sampel Ikan dan Kerang Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Rekayasa
Kimia dan Lingkungan, 7(1): 5-8.
61
Taha, F. S., G. F. Mohamed, S. H. Mohamed, S. S. Mohamed, M. M. Kamil. 2011. Optimization of The Extraction of Total Phenolic Compounds from Sunflower Meal and Evaluation of The Bioactivities of Chosen Extracts.
American Journal of Food Technology, 6(12): 1002-1020.
Tahir, M.I. dan M. Sitanggang. 2010. Sanseviera Ekslusif. Yogyakarta :
Agromedia Pustaka.
Tangio, S. J. 2013. Adsorpsi Logam Timbal (Pb) dengan Menggunakan Biomassa Enceng Gondol (Eichhorniacrassipes). Jurnal Entropi VIII(1).
Taylor, M. 2005. Developments in Microwave Chemistry. Evalueserve. All
Right Reserved.
Torresday, J. L. G., Rosa G., Videa J. R. P. 2004. Use of Phytofiltration Technologies in The Removal of Heavy Metals: A review. Pure Appl.
Chem. 76(4): 801-813.
Treybal, RE. 1981. Mass-Transfer Operations. Mc Graw-Hill Inc. Singapore.
Trio Nursery. 2016. Sansevieria Patens. Diakses pada 22 Agustus 2017.
<http://www.trionursery.com/>.
Tuloly, Z. 2012. Analisis Kandungan Timbal (Pb) Pada Jajanan Pinggiran Jalan Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo. Skripsi. Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo.
Vermerris W dan Ralph N. 2006. Phenolic Compound Biochemistry. Springer.
Amerika Serikat.
Voight, R. 1995. Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendari Noerono,
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Widowati, W. 2008. Efek Toksikologi Logam. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Winarna. 2015. Analisis Kandungan Timbal Pada Buah Apel (Pyrus Malus L.) yang Dipajangkan Di Pinggir Jalan Kota Palu Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Journal of Natural Science, 4(1): 32-44.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Windianingrum, A. 2015. Pengaruh Lama Ekstraksi dan Konsentrasi Pelarut Etanol Terhadap Ekstraksi Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D. C.) dengan Metode Microwave Assisted Extraction (MAE). Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Windiarsih, C. 2015. Optimasi Pektin dari Kulit Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan Microwave Assisted Extraction (MAE) (Kajian Waktu Ekstraksi dan Konsentrasi Pelarut). Jurnal Bioproses Komoditas
Proses, 3(1): 39-49.
62
Wisnubroto, D. S. 2002. Pengolahan Logam Berat dari Limbah Cair Dengan Tanin. Banten: Pusat Pengembangan Pengolahan Limbah Radioaktif.
Xiao X, Wei S, Jiayue W, dan Gongke L. 2012. Microwave-Assisted Extraction Performed in Low Temperature and in Vacuo for the Extraction of Labile Compounds in Food Samples. Analityca Chimica Acta 712 : 83-93.
Yosephine, F. 2011. Pengaruh Rasio Biji Teh / Pelarut Air Dan Temperatur Pada Ekstraksi Saponin Biji Teh Secara Batch. Universitas Katolik
Parahyangan: Bandung.
Yuningsih, L. M. 2014. Sansevieria trifasciata Properties as Lead(II) Ion Absorbent. Journal Science, 18(2): 59-64.
Yusuf, M. 2015. Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Pb dan Cd dengan Menggunakan Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata).
Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Zhang, H., X. Yang, Y. Wang. 2011. Microwave Assisted Extraction of Secondary Metabolites from Plants: Current Status and Future Directions. Trend in Food Science and Technology, 22: 672-680.
Zou, T., D. Wang, H. Guo, Y. Zhu, X. Luo, F. Liu, W. Ling. 2012. Optimization of Microwave Assisted Extraction of Anthocyanins from Mulberry and Identification of Anthocyanins in Extract Using HPLC-ESI-MS. Journal of
Food Science (71): 46-50.