Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING
DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN
SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN OLEIC ACID
SEBAGAI MINYAK PEMBAWA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh :
MEYLANA INTAN WARDHANI
NIM. M3513033
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
i
OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING
DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN
SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN OLEIC ACID
SEBAGAI MINYAK PEMBAWA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh :
Oleh :
MEYLANA INTAN WARDHANI
NIM. M3513033
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
ii
iii
iv
OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN OLEIC ACID
SEBAGAI MINYAK PEMBAWA
Meylana Intan Wardhani
Jurusan D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
INTISARI Daun salam dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penyedap makanan dan
mempunyai khasiat sebagai obat. Akan tetapi ekstrak daun salam memiliki kelarutan yang rendah dan berakibat pada bioavailabilitas oral yang kurang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kelarutan ekstrak daun salam dengan dibuat dalam sediaan Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS).
Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimental dilakukan dengan mengekstraksi daun salam dengan metode maserasi menggunakan pelarut kloroform. Kemudian dilakukan optimasi formulasi antara komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak pembawa untuk memperoleh formula sediaan SNEDDS yang homogen. Dari semua sediaan yang homogeny kemudian dilakukan pengamatan terhadap nilai transmitannya untuk memilih sediaan yang terbaik. Setelah itu dilakukan beberapa uji terhadap formula yang optimal untuk mengetahui kualitasnya. Serangkaian uji tersebut meliputi penghitungan emulsification time, pengamatan ukuran dan distribusi ukuran partikel, potensial zeta serta morfologi nanoemulsi.
Hasil sediaan SNEDDS yang optimal memiliki perbandingan Tween 20 (surfaktan) : Propylene glycol (kosurfaktan) = 1 : 1 yang kemudian dicampur dengan Oleic Acid sebagai minyak pembawa dengan perbandingan 20 (surfaktan) : Propilen glikol (kosurfaktan) : Oleic Acid = 2,25 : 2,25 : 0,5. Sediaan tersebut memiliki nilai transmitan sebesar 83,81% dengan emulsification time kurang dari 5 menit. Sediaan SNEDDS tersebut dapat membentuk nanoemulsi dalam air dengan ukuran partikel sebesar 165,5 nm dan distribusi ukurannya cukup baik yaitu 0,198 tetesan dan potensial zeta sebesar -0,4 mV.
Kata kunci : Ekstrak kloroform daun salam, Oleic Acid, SNEDDS
v
OPTIMATION FORMULA OF SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DOSAGE FROM CHLOROFORM
EXTRACT OF BAY LEAF (Syzygium polyanthum) WITH OLEIC ACID AS A CARRIER
Meylana Intan Wardhani
Diploma 3 Pharmacy, Faculty of Mathematic and Science Sebelas Maret University
ABSTRACT Bay leaf used by the community as a flavoring of food and have efficacy as a drug. But the bay leaf extract has a low solubility and that can cause unmaximum oral bioavailability. The aim of this study is to overcome solubility of bay leaf extract which made by the preparation of Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS). This research was an experimental methods which carried out by extracting the leaves with maceration method using chloroform as a solvent. Then do the optimization of the formulation of the composition of surfactant, cosurfactant and oil carrier to be obtain a homogeneous SNEDDS formula preparation. All of the homogeneous then being conducted by the observations of value transmitant to pick the best result. Then after done a several tests on the optimal formula continued by determine the quality. The series of the test includes by counting emulsification time, observations of the size and distribution of particle size, zeta potential and morphology of nanoemulsi. The results of SNEDDS optimal dosage had a ratio of Tween 20 (surfactant): Propylene glycol (cosurfactant) = 1: 1 which were then mixed with Oleic Acid as a carrier oil in the ratio of 20 (surfactant): Propylene glycol (cosurfactant) : Oleic Acid = 2.25 : 2.25 : 0.5. The result had a transmittance value of 83.81% with emulsification time less than 5 minutes. Preparations of the SNEDDS nanoemulsion could form in the water with a particle size within 165.5 nm and with distribution size that are good enough withins 0.198 droplet and zeta potential of -0.4 mV.
Keyword: Bay leaf chloroform extract, Oleic Acid, SNEDDS
vi
MOTTO
“Hidup berarti berjuang,
Hidup nikmat tanpa badai topan adalah laksana laut yang mati.” ( Senecka )
“Sesudah mengalami yang pahit sekali, baru kita dapat mencapai yang manis.”
( Pepatah Cina )
“Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikanya.”
(Anonim)
vii
PERSEMBAHAN
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdullillah, tugas akhir
ini penulis persembahkan untuk :
Kedua orang tua tercinta, Bapak Suwardi dan Ibu Sugiyanti yang selalu memberikan doa restunya dan dukungan baik secara moril maupun materil.
Adik Saya Ardhiyan Wahyu Anggawa
Dosen pembimbing Tugas Akhir saya Fea Prihapsara, S.Farm., M.Sc., Apt.
Dosen pembimbing akademik saya Sholichah Rohmani, S.Farm., M.Sc., Apt
Kedua partner terbaik saya Syahnidar Zuhra Nazila dan Atmim Nurona yang sudah membantu dalam pembuatan tugas akhir ini
Sahabat – sahabatku Augusta, Desi, Niky, Azik, July, Shinta, Sari atas doa dan dukungan serta bantuan yang telah diberikan selama ini.
Teman – teman D3 Farmasi angkatan 2013 atas dukungan dan kebersamaannya selama masa perkuliahan.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
Optimasi Formula Sediaan SNEDDS (Self-Nanoemulsifying Drug Delivery
System) dari Ekstrak Kloroform Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight)
Walp.) dengan Oleic Acid Sebagai Minyak Pembawa dengan baik dan lancar.
Penulisan tuga akhir ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh
gelar Ahli Madya Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratorium menggunakan
ekstrak kloroform daun salam dan bertujuan untuk mengetahui komposisi
surfaktan, kosurfaktan dan Oleic Acid sebagai minyak pembawa dari SNEDDS
ekstrak daun salam yang memenuhi kriteria sebagai sediaan nanoemulsi.
Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan
dari berbagi pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sebab itu
penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.
2. Estu Retnaningtyas Nugraheni S.TP.,M.Si selaku kepala progam studi D3
Farmasi FMIPA Universitas Sebelas Maret.
3. Sholichah Rohmani, S.Farm., M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing
akademik
4. Fea Prihapsara, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing tugas akhir.
5. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa restunya dan dukungan.
6. Teman-teman D3 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret angkatan 2013.
7. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
memberikan segala bantuan dan dukungannya.
ix
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak karena penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan tugas
akhir ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Penulis berharap semoga
laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian pada khhususnya.
Surakarta, Juni 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iii INTISARI ......................................................................................................... iv ABSTRACT ....................................................................................................... v HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 6 A. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 6
1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ............................... 6 a. Deskripsi dan klasifikasi salam ................................................ 6 b. Kandungan kimia salam ........................................................... 7 c. Manfaat daun salam secara empiris ......................................... 8
2. Metode penyarian ........................................................................... 8 3. Nanoemulsi .................................................................................... 9 4. Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) .............. 11
a. Minyak ..................................................................................... 12 b. Surfaktan .................................................................................. 12 c. Kosurfaktan .............................................................................. 15
5. Oleic Acid (Asam Oleat) ............................................................... 16 B. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 17 C. Hipotesis ............................................................................................... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 20 A. Metode Penelitian ................................................................................ 20 B. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 20 C. Alat dan Bahan ..................................................................................... 21 D. Prosedur Penelitan ................................................................................ 21
1. Pembuatan ekstrak kloroform daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ............................................................................... 21
2. Pembuatan nanoemulsi ekstrak kloroform daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ........................................................... 22 a. Optimasi formula SNEDDS ..................................................... 22
1) Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan ................. 22
xi
2) Optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan ......................................................................... 23
b. Pemilihan formula SNEDDS ................................................... 23 c. Pengamatan emulsification time ............................................... 24 d. Karakterisasi tetesan nanoemulsi ............................................. 25 e. Uji visualisasi morfologi nanoemulsi...................................... 25
E. Variabel Penelitian ............................................................................... 25 1. Variabel bebas ................................................................................ 25 2. Variabel tergantung ........................................................................ 25 3. Variabel terkendali ......................................................................... 25
F. Analisis Data ........................................................................................ 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 27
A. Determinasi Tanaman .......................................................................... 27 B. Pembuatan Ekstrak Kloroform Daun Salam ........................................ 27 C. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Kloroform Daun Salam .................... 28
1. Optimasi formula SNEDDS ........................................................... 28 a. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan ....................... 28 b. Optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan
kosurfaktan ............................................................................... 29 2. Pemilihan formula SNEDDS ......................................................... 31 3. Pengamatan emulsification time ..................................................... 32 4. Karakterisasi tetesan nanoemulsi ................................................... 33
a. Ukuran dan distribusi tetesan nanoemulsi ............................... 33 b. Potensial zeta tetesan nanoemulsi ............................................ 34
5. Uji visualisasi morfologi nanoemulsi............................................. 36 BAB V PENUTUP .......................................................................................... 37
A. Kesimpulan .......................................................................................... 37 B. Saran ..................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 39 LAMPIRAN ..................................................................................................... 43
xii
DAFTAR TABEL halaman
Tabel I. Rasio surfaktan dan kosurfaktan ................................................... 22 Tabel II. Formula Artificial Gastric Fluid (AGF) dan Artificial Intestinal
Fluid (AIF) .................................................................................... 24 Tabel III. Hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan .................... 28 Tabel IV. Hasil optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan
kosurfaktan .................................................................................... 30 Tabel V. Hasil transmitansi komposisi surfaktan-kosurfaktan dan Oleic
Acid dengan perbandingan 4 : 1 .................................................... 31 Tabel VI. Hasil transmitansi komposisi surfaktan-kosurfaktan dan Oleic
Acid dengan perbandingan 9 : 1 .................................................... 32 Tabel VII. Hasil pengamatan emulsification time pada suhu 37 oC ................ 33 Tabel VIII. Ukuran dan nilai polydispersity index tetesan nanoemulsi ........... 34 Tabel IX. Potensial zeta tetesan nanoemulsi ................................................. 35
xiii
DAFTAR GAMBAR halaman
Gambar 1. Daun Salam .................................................................................... 6 Gambar 2. Struktur Tween 80 .......................................................................... 14 Gambar 3. Struktur Tween 20 .......................................................................... 14 Gambar 4. Struktur Propylene glycol............................................................... 15 Gambar 5. Struktur Polyethylene glycol 400 ................................................... 16 Gambar 6. Struktur Molekul Oleic Acid .......................................................... 16 Gambar 7. Hasil Transmission Electron Microscope (TEM) ......................... 36
xiv
DAFTAR LAMPIRAN halaman
Lampiran 1. Determinasi Tanaman .................................................................. 44 Lampiran 2. Pembuatan Ekstrak Kloroform Daun Salam ............................... 45 Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kloroform Daun Salam ............ 46 Lampiran 4. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Kloroform Daun Salam ........... 47 Lampiran 5. Hasil Transmitansi Komposisi Surfaktan-Kosurfaktan dan
Oleic Acid ................................................................................... 48 Lampiran 6. Hasil Perhitungan Emulsification Time ....................................... 49 Lampiran 7. Hasil Pengukuran Ukuran dan Distribusi Ukuran Partikel ......... 50 Lampiran 8. Hasil Pengukuran Potensial Zeta ................................................. 51
xv
DAFTAR SINGKATAN
AGF Artificial Gastric Fluid AIF Artificial Intestinal Fluid PEG 400 Polyethylene glycol 400 PG Propylene glycol SNEDDS Self - Nanoemulsifying Drug Delivery System T20 Tween 20 T80 Tween 80 PSA Particle Size Analyzer TEM Transmission Electron Microscope
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Daun salam dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penyedap makanan dan
mempunyai khasiat sebagai obat. Daun salam dapat digunakan untuk menurunkan
kadar gula darah dimana senyawa eugenol, tanin dan flavonoid yang terdapat
dalam daun salam diketahui memiliki aktifitas tersebut sehingga dapat digunakan
sebagai antidiabetes (Taufiqurrohman, 2015). Menurut Lajuck (2012) menyatakan
bahwa senyawa flavonoid, saponin, tannin, fenol dan alkaloid yang terdapat pada
daun salam dapat menurunkan Low Density Lipoprotein (LDL) dan meningkatkan
kadar kolestrol High Density Lipoprotein (HDL).
Efektifitas terapi dengan dosis yang cukup besar dari sediaan ekstrak tanaman
diakibatkan oleh kelarutan yang rendah dan bioavailabilitas oral yang kurang
maksimal. Oleh karena itu, sediaan diformulasikan dalam bentuk Self-
Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) dengan tujuan untuk
meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas oral dari ekstrak terutama untuk
ekstrak kloroform daun salam yang tidak larut dalam air. SNEDDS adalah metode
penghantaran obat dengan pembuatan campuran isotropik minyak, surfaktan,
kosurfaktan dan obat yang mampu membentuk nanoemulsi minyak dalam air secara
spontan di dalam saluran cerna dan menghasilkan ukuran tetesan yang berukuran
nanometer (Patel et al., 2011a & Makadia et al., 2013).
Komposisi minyak dalam formula SNEDDS akan menentukan ukuran
nanoemulsi yang terbentuk, pemilihan jenis minyak didasarkan dari
2
kemampuannya untuk melarutkan obat. Minyak merupakan basis obat dalam
SNEDDS, dalam penelitian ini digunakan Asam Oleat (Oleic Acid) sebagai
komponen minyak. Asam oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam
formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifying-nya yang tinggi dan
kapasitas pelarutan obat yang besar (Kurakula & Miryala, 2013). Pada formulasi
S-SNEDDS (Solid-Self Nanoemulsifying Drug Delivery System) ketoprofen
menggunakan asam oleat, tween 20 dan propilen glikol menghasilkan nanoemulsi
dengan ukuran tetesan 25,6 nm, waktu dispersi 36,04 detik serta stabil selama 24
jam dalam media AGF dan AIF (Surya, 2014). Penggunaan asam oleat dalam
SNEDDS diharapkan dapat menghasilkan nanoemulsi sehingga meningkatkan
bioavailabilitas oral ekstrak kloroform daun salam.
Surfaktan berperan dalam menurunkan tegangan muka. Pemilihan surfaktan
dalam SNEDDS pada umumnya didasarkan pada keamanan penggunaan dan nilai
keseimbangan hidrofilik lipofilik (HLB). Tween 20 dan tween 80 dipilih sebagai
bahan awal pada skrining surfaktan karena memiliki nilai HLB yang tinggi yaitu
16,7 untuk tween 20 dan 15 untuk tween 80. Nilai HLB yang tinggi akan
mempermudah turunnya tegangan antarmuka minyak dengan air saat formula
SNEDDS bertemu dengan cairan lambung. Kosurfaktan menentukan waktu
emulsifikasi di dalam media serta ukuran nanoemulsi disebabkan molekul
kosurfaktan akan menempatkan posisinya diantara surfaktan. Kosurfaktan berupa
senyawa amfifilik seperti Propilen glikol, polietilen glikol, dan glikol ester yang
memiliki afinitas terhadap fase air dan minyak (Makadia et al., 2013). Propilen
glikol dan PEG 400 dipilih sebagai bahan awal pada skrining kosurfaktan karena
3
dapat membantu solubilisasi surfaktan hidrofilik maupun obat dalam basis minyak
(Amrutkar et al., 2014).
Pada penelitian ini dilakukan optimasi komponen surfaktan dan kosurfaktan
dengan minyak. Hasil optimasi tersebut kemudian diukur nilai transmitannya
menggunakan spektrofotometer UV/Vis untuk mengetahui sedian tersebut
mempunyai nilai transmitan mendekati nilai transmitansi akuades kemudian
diamati emulsification time dalam media dengan pH yang berbeda. Hasil tersebut
kemudian dianalisis untuk mengetahui ukuran dan distribusi partikel serta nilai
potensial zeta. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas sediaan
SNEDDS yang dihasilkan apakah sudah memenuhi kriteria sebagai sediaan
nanoemulsi atau belum. Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai pengembangan sediaan farmasi menggunakan bahan aktif
berupa ekstrak kloroform daun salam dengan teknik SNEDDS sebagai alternatif
penghantaran oral yang efektif dan efisien.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dari SNEDDS
ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.)
mampu menghasilkan fase homogen?
2. Apakah hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak (Oleic
Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum
(Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase homogen?
3. Apakah hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak (Oleic
Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum
(Wight) Walp.) memenuhi kriteria sebagai sediaan nanoemulsi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah tersebut
yaitu :
1. Mengetahui hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dari
SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight)
Walp.) mampu menghasilkan fase yang homogen.
2. Mengetahui hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak
(Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase homogen.
5
3. Mengetahui hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak
(Oleic Acid) dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.) memenuhi kriteria sebagai sediaan nanoemulsi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantaranya yaitu :
1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknologi
farmasi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam hal
formulasi sediaan SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.)
2. Bagi industri farmasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar
pengembangan produk baru berupa sediaan SNEDDS ekstrak kloroform
Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) menggunakan Oleic Acid
sebagai minyak pembawa.
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.)
a. Deskripsi dan klasifikasi salam
Gambar 1. Daun Salam
Tinggi pohon mencapai 25 m, batang bulat, permukaan licin,
bertajuk rimbun dan berakar tunggang. Daun salam berupa warna
kecoklatan, bau aromatik lemah, rasa kelat. Daun tunggal bertangkai
pendek, panjang tangkai daun 5 - 10 mm; helai daun berbentuk jorong
memanjang, panjang 7 - 15 cm; ujung daun dan pangkal daun
meruncing, tepi rata; permukaan atas berwarna coklat kehijauan, licin,
mengkilat; permukaan bawah berwarna coklat tua; tulang daun
menyirip, dan menonjol pada permukaan bawah dan tulang cabang
halus. Bunga majemuk tersusun dalam malai yang keluar dari ujung
6
7
ranting, berwarna putih, baunya harum, biji bulat, diameter sekitar 1 cm
berwarna cokelat. Buahnya berbentuk bulat berdiameter 8 - 9 mm, buah
muda berwarna hijau, setalah masak menjadi merah gelap dan rasa
agak sepat (Dalimartha, 2000).
Klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Superdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum (Wight.) Walp
b. Kandungan kimia salam
Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman salam ini antara
lain adalah tanin, flavonoid, minyak atsiri, sitral, eugenol, seskuiterpen,
triterpenoid, lakton dan saponin. Selain itu, daun salam juga
mengandung beberapa vitamin, di antaranya vitamin C, vitamin A,
thiamin, riboflavin, niasin, vitamin B6, vitamin B12 dan folat. Bahkan
mineral seperti selenium terdapat di dalam kandungan daun salam
(Sudarsono dkk., 2002). Senyawa flavonoid polimetil larut dengan baik
dalam kloroform (Markham, 1988). Menurut Ayyida (2014) senyawa
terpenoid dan beberapa alkaloid dapat terlarut dalam kloroform.
8
c. Manfaat daun salam secara empiris
Daun salam selain digunakan sebagai penyedap bahan makanan
juga digunakan sebagai obat alami. Daun salam dapat digunakan untuk
pengobatan kolesterol tinggi, kencing manis, tekanan darah tinggi
(Hipertensi), gatal, radang lambung/maag (gastritis), diare dan asam
urat (Wijayakusuma, 2002).
2. Metode Penyarian
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan
pelarut diuapkan hingga diperoleh ekstrak kering. Metode penyarian yang
akan digunakan tergantung dari wujud dan kandungan dari bahan yang
akan disari (Harborne, 1987). Beberapa metode penyarian seperti
maserasi, perkolasi, refluks, infudasi dan soxhletasi. Pemilihan terhadap
metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari
yang baik (Anonim, 1986).
Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan
banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia
halus. Prinsip metode maserasi adalah dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur
kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel tanaman
melewati dinding sel. Kemudian isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar diganti oleh
9
pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan
berlangsung sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di
dalam sel dan di luar sel. Keuntungan metode maserasi adalah cara
pengerjaannya mudah dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya adalah proses penyariannya membutuhkan waktu yang lama
dan kurang sempurna, perlu proses pengadukan dan terjadinya kejenuhan
sehingga kandungan kimia yang tersari terbatas (Harborne, 1987).
3. Nanoemulsi
Nanoemulsi adalah sistem emulsi transparan atau bening dengan
ukuran partikel berkisar antara 50 nm – 500 nm (Shakeel et al.,2008). Ada
empat komponen penting penyusun nanoemulsi yaitu fase minyak, fase
air, surfaktan, dan kosurfaktan. Daya tarik utama dari formulasi nanoemulsi
minyak dalam air adalah kemampuan membawa obat yang hidrofobik dalam
minyak sehingga dapat teremulsi di dalam air dan akhirnya meningkatkan
kelarutan obat ketika berada dalam tubuh (Shafiq-un-Nabi dkk., 2007).
Keunggulan partikel berukuran nanometer yakni kemudahan penetrasi
melalui kapiler sehingga ketersediaan obat pada sel target lebih maksimal.
Nanopartikel dapat menghantarkan obat dengan lebih baik ke unit yang
lebih kecil dalam tubuh, mengatasi resistensi akibat barrier fisiologi tubuh,
dapat ditargetkan sehingga mengurangi toksisitas dan meningkatkan
efisiensi distribusi obat, peningkatan ketersediaan hayati obat yang
absorbsinya rendah, mengurangi risiko efek samping akibat penggunaan
obat yang mengiritasi saluran cerna, percepatan waktu disolusi obat dan
10
meningkatkan dispersi obat (Pinto et al., 2006). Nanopartikel dibuat
dengan cara mengembangkan formulasi dalam pembuatan nanopartikel
dengan bantuan alat seperti vortex dan stirrer (Balakumar et al., 2013).
Metode pembuatan tersebut lebih mudah dilakukan untuk membuat
SNEDDS dalam skala laboratorium
Karakterisasi tetesan nanoemulsi umumnya dengan meninjau ukuran,
distribusi ukuran dan potensial zeta tetesan nanoemulsi. Penentuan ukuran,
distribusi ukuran dan potensial zeta biasanya menggunakan
spektrofotometer korelasi foton atau particle size analyzer (PSA).
Nanopartikel dengan nilai potensial zeta melebihi +30 mV atau kurang
dari -30 mV menunjukkan kestabilan, karena muatan listrik dari droplet
cukup kuat untuk menolak antara droplet yang dominan dalam sitem
nanoemulsi (Diba et al., 2014). Pengamatan morfologi nanoemulsi
menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM) (Mohanraj &
Chen, 2006).
Faktor – faktor yang harus dipertimbangkan selama persiapan
nanoemulsi antara lain :
a. Persyaratan utama dalam produksi nanoemulsi adalah tegangan
antarmuka ultra rendah harus dicapai pada antarmuka air – minyak,
sehingga surfaktan harus dipilih dengan hati-hati.
b. Konsentrasi surfaktan harus cukup tinggi untuk menyediakan jumlah
molekul surfaktan yang diperlukan untuk menstabilkan tetesan nano.
11
c. Antarmuka harus fleksibel untuk mempromosikan pembentukan
nanoemulsi (Haritha et al., 2003).
4. Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS)
Self-Nanoemulsifying Drug Delivery Systems (SNEDDS) adalah
prekonsentrat nanoemulsi atau bentuk anhidrat nanoemulsi berupa
campuran isotropik obat, minyak, dan surfaktan yang ketika digabungkan
dengan fase air pada kondisi agitasi perlahan akan membentuk nanoemulsi
fase minyak dalam air (M/A) secara spontan (Date et al., 2010). SNEDDS
memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat,
surfaktan sebagai pengemulsi minyak ke dalam air melalui pembentukan
lapisan film antarmuka dan menjaga stabilitas, dan kosurfaktan untuk
meningkatkan penggabungan obat atau memfasilitasi nanoemulsifikasi
dalam SNEDDS. Secara substansial SNEDDS terbukti meningkatkan
bioavailabilitas obat lipofilik melalui pemberian oral. Perkembangan
teknologi memungkinkan SNEDDS memecahkan masalah terkait
penghantaran obat dengan kelarutan dalam air yang buruk (Makadia et al.,
2013).
SNEDDS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sediaan
nanoemulsi yang siap digunakan, antara lain : memiliki kestabilan fisik
dan/atau kimia yang lebih tinggi pada penyimpanan jangka panjang,
memiliki volume bentuk sediaan lebih kecil yang dapat diberikan dalam
bentuk kapsul lunak maupun keras serta meningkatkan kepatuhan pasien
(Date et al., 2010).
12
Formulasi SNEEDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia
dan konsentrasi minyak, surfaktan, kosurfaktan, rasio masing-masing
komponen, pH dan suhu emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat
(Date et al., 2010).
a. Minyak
Minyak merupakan eksipien penting dalam pembuatan nanoemulsi
karena dapat menentukan spontanitas emulsifikasi, kelarutan obat, dan
ukuran tetesan emulsi. Selain itu mampu meningkatkan fraksi obat
lipofilik yang ditranspor melalui sistem intestinal limpatik sehingga
absorbsi pada saluran gastrointestinal (Gursoy & Benita, 2004).
Komponen minyak yang digunakan dalam formulasi SNEDDS
adalah minyak yang dapat melarutkan obat dengan maksimal serta
harus mampu menghasilkan ukuran tetesan yang kecil sehingga dapat
terbentuk nanoemulsi (Date et al., 2010). Komponen minyak/lemak
umumnya adalah ester asam lemak atau hidrokarbon jenuh dengan
rantai sedang hingga panjang, dalam bentuk cair, semipadat, maupun
padat pada temperatur ruangan (Gershanik & Benita, 2000).
b. Surfaktan
Surfaktan merupakan salah satu komponen penting dalam
pembuatan SNEDDS. Surfaktan adalah zat yang dalam struktur
molekulnya memiliki bagian lipofil dan hidrofil. Molekul surfaktan
memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non
polar yang suka dengan minyak/lemak (lipofilik) (Fudholi, 2013).
13
Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan antarmuka dan
berpengaruh besar terhadap proses pembentukan nanoemulsi, serta
ukuran tetesan nanoemulsi. Kemampuan SNEDDS terdispersi secara
cepat dalam kondisi pengadukan ringan ditentukan oleh kemampuan
emulsifikasi surfaktan (Patel et al., 2011b). Surfaktan dalam SNEDDS
dapat berupa sebagai surfaktan tunggal atau kombinasi beberapa
surfaktan (Date et al., 2010). Surfaktan yang berbeda diskrining untuk
melihat kemampuan emulsifikasi fase minyak yang dipilih. Surfaktan
dipilih berdasarkan transparansi dan kemudahan emulsifikasi (Patel et
al., 2011a).
Secara umum, surfaktan untuk SNEDDS harus sangat hidrofilik
dengan HLB berkisar antara 15 – 21 (Rowe et al., 2009). Penggunaan
surfaktan nonionik dengan nilai HLB tinggi akan membantu dalam
pembentukan nanoemulsi o/w dengan cepat dalam media berair.
Surfaktan nonionik lebih sering digunakan mengingat sifatnya yang
kurang terpengaruh oleh pH, aman, dan biokompatibel sehingga
penggunaan surfaktan nonionik lebih sering daripada ionik dan
umumnya surfaktan nonionik diizinkan untuk penggunaan melalui rute
oral (Azeem et al., 2009).
Surfaktan yang sering digunakan dalam pembuatan SNEDDS yakni
tween 80 dan tween 20 yang termasuk dalam jenis surfaktan nonionik.
Tween 80 memiliki nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan monooleat
dan memiliki rumus molekul C64H124O26. Tween 80 memiliki HLB
14
sebesar 15 yang sesuai untuk sediaan SNEDDS. Tween 20 dan Tween
80 dikategorikan sebagai generally regarded as nontoxic and
nonirritant (Rowe et al., 2009).
Gambar 2. Struktur Tween 80
Tween 20 memiliki nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan
monolaurat dengan rumus kimia C58H114O26. Tween 20 memiliki nilai
HLB sebesar sekitar 16,7 (Bouchemal et al., 2004; Singh et al., 2009).
Tween 20 juga terbukti dapat memperbaiki disolusi dan absorpsi
molekul obat lipofilik (Bandivadekar et al., 2013).
Gambar 3. Struktur Tween 20
15
c. Kosurfaktan
Penggunaan kosurfaktan pada SNEDDS bertujuan untuk
meningkatkan drug loading, mempercepat self-emulsification, dan
mengatur ukuran droplet nanoemulsi (Date et al., 2010). Senyawa
amfifilik kosurfaktan memiliki afinitas terhadap air dan minyak. Secara
umum, kosurfaktan yang dipilih berupa alkohol rantai pendek karena
mampu mengurangi tegangan antarmuka, meningkatkan fluiditas
antarmuka, dan mampu meningkatkan pencampuran air dan minyak
karena partisinya diantara dua fase tersebut (Azeem et al., 2009).
Kosurfaktan yang umum digunakan dalam formulasi SNEDDS
adalah PEG 400 dan propilen glikol, keduanya berupa cairan kental,
tidak berwarna dan transparan. Propilen glikol memiliki nama kimia
1,2-propanediol dengan struktur kimia C3H8O2 memiliki nilai HLB
sebesar 3,4. Propilen glikol termasuk dalam kategori generally
regarded as a relatively nontoxic material (Rowe et al., 2009).
Penggunaan propilen glikol bersama-sama dengan asam oleat diketahui
dapat membantu dalam mempertinggi laju penetrasi bermacam-macam
senyawa (Barry, 1987).
Gambar 4. Struktur Propylene glycol
16
PEG 400 memiliki nilai HLB sebesar 11,6 dan dikategorikan sebagai
generally regarded as nontoxic and nonirritant material (Rowe et al.,
2009).
Gambar 5. Struktur Polyethylene glycol 400
5. Oleic Acid (Asam Oleat)
Asam oleat (cis-9-octadecenoic acid, oleinic acid) adalah asam lemak
tak jenuh yang berwarna kekuningan hingga coklat terang, dengan berat
jenis 0,895 g/cm3, titik leleh 13-14oC dan viskositas 26 mPa.s pada 25oC.
Asam oleat merupakan asam lemak rantai panjang yang tersusun dari 18
atom C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10 yang
banyak dipakai sebagai minyak dalam formulasi SNEDDS karena
memiliki kapasitas pelarutan obat yang besar dan kemampuan
pembentukan dispersi yang tinggi (Rowe et al., 2009).
Gambar 6. Struktur Molekul Oleic Acid
Pada penelitian yang dilakukan Kurakula & Miryala (2013)
menyatakan bahwa Asam Oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam
formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifyingnya yang tinggi
17
dan kapasitas drug loading yang besar. Menurut Kibbe (2000) penggunaan
asam oleat dalam sediaan obat peroral dapat membantu meningkatkan
bioavailibilitas obat yang sukar larut dalam air dengan cara bertindak
sebagai agen pengemulsi.
B. Kerangka Pemikiran
Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan alami. Salah satu
tanaman yang dipercaya memiliki banyak manfaat bagi kesehatan adalah
daun salam. Ekstrak kloroform daun salam digunakan sebagai model ekstrak
yang tidak larut dalam air. Ekstraksi daun salam dilakukan dengan metode
maserasi yaitu dengan merendam serbuk simplisia dengan pelarut kloroform.
Tujuan pemilihan metode tersebut karena maserasi merupakan metode
penyarian paling sederhana. Penggunaan ekstrak sebagai zat aktif biasanya
memiliki kelarutan yang rendah, maka untuk memperbaiki masalah tersebut
ekstrak kloroform daun salam diformulasikan dalam bentuk SNEDDS.
SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat,
surfaktan berperan dalam menurunkan tegangan antarmuka, dan kosurfaktan
untuk menentukan waktu emulsifikasi di dalam media serta ukuran
nanoemulsi (Date et al., 2010).
Penelitian ini dipilih tween 20 dan tween 80 sebagai surfaktan. Hal ini
dikarenakan Tween 20 dan tween 80 merupakan senyawa non – ionik yang
memiliki nilai HLB yang tinggi yaitu 16,7 untuk tween 20 dan 15 untuk
tween 80. Nilai HLB yang tinggi akan mempermudah turunnya tegangan
antarmuka minyak dengan air saat formula SNEDDS bertemu dengan cairan
18
lambung. Surfaktan jenis ini lebih aman dan dapat menyebabkan perubahan
reversibel pada permeabilitas lumen usus halus sehingga dapat meningkatkan
permeabilitas dan absorpsi obat (Wakerly et al., 1986). Propilen glikol dan
PEG 400 dipilih sebagai kosurfaktan karena merupakan senyawa amfifilik
yang memiliki afinitas terhadap fase air dan minyak (Makadia et al., 2013).
Minyak merupakan salah satu komponen penting dalam formulasi
SNEDDS, dalam penelitian ini digunakan Asam Oleat (Oleic Acid) sebagai
komponen minyak. Pemilihan asam oleat sebagai fase minyak pada formulasi
SNEDDS berdasarkan pada kemampuan self-emulsifying yang tinggi dan
kapasitas drug loading yang tinggi (Kurakula & Miryala, 2013).
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut maka dapat dibuat beberapa
hipotesis, sebagai berikut :
1. Hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dari SNEDDS ekstrak
kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu
menghasilkan fase yang homogen.
2. Hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak
pembawa Oleic Acid dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) mampu menghasilkan fase yang
homogen.
3. Hasil optimasi komposisi surfaktan, kosurfaktan dan minyak (Oleic Acid)
dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum
(Wight) Walp.) mampu memenuhi kriteria sediaan nanoemulsi meliputi
19
nilai transmitansi mendekati nilai transmitansi akuades, emulsification time
kurang dari 5 menit, karakteristik nanoemulsi dengan ukuran tetesan antara
50 sampai 500 nm, nilai polydispersity index kurang dari 1 dan nilai
potensial zeta melebihi +30 mV atau kurang dari -30 mV.
1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk
memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu ekstraksi
daun salam, optimasi fomulasi SNEDDS meliputi optimasi formulasi komposisi
surfaktan – kosurfaktan dan optimasi formulasi komposisi surfaktan – kosurfaktan
dengan minyak pembawa dan analisis hasil optimasi formulasi SNEDDS meliputi
pengukuran transmitansi, pengamatan emulsification time, pengamatan ukuran,
distribusi tetesan nanoemulsi dan potensial zeta serta pengamatan morfologi
nanoemulsi menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2015. Pembuatan
nanoemulsi dilaksanakan di Laboratorium Farmasi dan Laboratorium Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Sedangkan untuk pengeringan dan penggilingan simplisia dilakukan
Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. Pengujian ukuran partikel dan
potensial zeta dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta dan pengamatan deskripsi morfologi nanoemulsi di
Laboratorium Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
20
21
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pembuatan nanoemulsi diantaranya adalah
oven, blender, kain flanel, rotary evaporator (RVO 400 SD Boeco Germany),
waterbath (Grant), vortex (Maxi Mix II Thermolyne), sonikator (Branson
1510), magnetic stirrer (Cimarec), stirer bar, flakon, Botol kaca, neraca
analitik (Metler Teledo) dan alat gelas (Pyrex), stopwatch, spektrofotometer
UV/Vis (Perkin Elmer Lambda 25), yellow tip (Kan Jian), pipet mikro 50 – 200
µL, Particle Size Analyzer (PSA) (Horiba SZ – 100) dan Transmission
Electron Microscopy (TEM).
Bahan pembuatan SNEDDS meliputi Daun Salam, kloroform (Brataco),
akuades, minyak pembawa: Oleic Acid (Brataco); kosurfaktan: PEG 400 dan propilen
glikol (Brataco), surfaktan: tween 80 dan tween 20 (Brataco). Bahan pembuatan
artificial gastric fluid (AGF) dan artificial intestinal fluid (AIF) terdiri dari akuades
(General), NaCl, asam sulfat, MgCl2, CaCl2, NaHCO3, dan KCl (E. Merck).
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan ekstrak kloroform daun salam (Syzygium polyanthum (Wight)
Walp.)
Setelah diperoleh serbuk simplisia, lalu diekstraksi menggunakan metode
maserasi. Maserasi dilakukan dengan merendam 500 gram serbuk simplisia
dengan pelarut kloroform sebanyak 4 L selama 5 hari. Selanjutnya maserat
disaring melalui corong kaca yang sudah dilengkapi dengan kain flanel untuk
memisahkan maserat dengan serbuk simplisia. Kemudian dilakukan penguapan
kloroform menggunakan rotary evaporator dengan suhu 55o C dan kecepatan
rotary 6 hingga volume maserat berkurang sekitar sepertiganya. Setelah itu
22
maserat yang telah dievaporasi dengan rotary evaporator dipanaskan diatas
waterbath suhu 55°C hingga menjadi ekstrak kental.
2. Pembuatan nanoemulsi ekstrak kloroform daun salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.)
Tahapan dalam pembuatan nanoemulsi ekstrak kloroform daun salam
adalah sebagai berikut :
a. Optimasi formula SNEDDS
Tahapan optimasi formula SNEDDS sebagai berikut :
1) Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan
Setiap formula dibuat sebanyak 5 mL dalam flakon. Campuran
dihomogenkan dengan bantuan magnetic stirer selama 30 menit, sonikator
selama 15 menit, dan dikondisikan dalam waterbath pada suhu 45°C selama
10 menit. Hasil pencampuran didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan
(tidak terkontrol) untuk dilihat homogenitasnya. Formula yang tetap
homogen (tidak memisah) merupakan formula yang dipilih untuk formulasi
nanoemulsi selanjutnya.
Tabel I. Rasio surfaktan dan kosurfaktan
Rasio Komposisi Surfaktan Kosurfaktan
1 1 1 2 1 3 2 3 3 2 2 1 3 1
23
2) Optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan
Ekstrak kloroform daun salam sebanyak 0,15 gr ditambahkan ke
dalam 5 mL komponen pembawa (minyak pembawa: Oleic Acid,
surfaktan: tween 20 dan/atau tween 80, serta kosurfaktan: PEG 400
dan/atau propilen glikol) dengan komposisi surfaktan dan kosurfaktan
yang optimal sesuai dengan hasil optimasi yang telah dilakukan.
Kemudian perbandingan surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak
sebesar 4 : 1. Campuran tersebut dihomogenkan dengan magnetic stirrer
selama 30 menit, sonikator selama 15 menit, dan dikondisikan dalam
waterbath pada suhu 45°C selama 10 menit. Hasil pencampuran
didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan untuk dilihat
homogenitasnya. Formula yang tetap homogen (tidak memisah)
merupakan formula yang dipilih untuk dilakukan pemilihan formula
SNEDDS.
b. Pemilihan formula SNEDDS
Sebanyak 100 µL calon formula SNEDDS ditambah akuades hingga
volume akhir 50 mL (Patel et al., 2011a, 2011b). Homogenisasi campuran
dilakukan dengan bantuan vortex selama 30 detik. Hasil pencampuran
berupa emulsi yang homogen dan memberikan tampilan visual jernih
menjadi tanda awal keberhasilan pembuatan nanoemulsi.
SNEDDS yang telah diemulsikan kemudian diukur transmitansinya
menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 650 nm dengan
blanko akuades untuk mengetahui tingkat kejernihannya (Patel et al., 2011a,
24
2011b). Semakin jernih atau transmitansi semakin mendekati transmitansi
akuades maka diperkirakan tetesan emulsi telah mencapai ukuran
nanometer.
c. Pengamatan emulsification time
Perhitungan emulsification time dilakukan terhadap nanoemulsi ekstrak
herbal dalam tiga media yaitu akuades, artificial gastric fluid tanpa pepsin, dan
artificial intestinal fluid tanpa pankreatin (Tabel II). Media sebanyak 500 mL
dikondisikan pada suhu 37°C diatas magnetic stirrer dengan kecepatan 120
rpm. SNEDDS yang berisi ekstrak herbal sejumlah 1 mL diteteskan ke dalam
media secara cepat. Pengamatan dilakukan terhadap waktu yang diperlukan
sejak awal penetesan hingga terbentuk nanoemulsi. Pengamatan visual
dilakukan dengan melihat efisiensi nanoemulsi, transparansi, pemisahan fase
dan tetesan ekstrak. Nanoemulsi yang terbentuk, ditandai dengan terlarutnya
SNEDDS ekstrak herbal secara sempurna dalam media (Patel dkk., 2011a,
2011b).
Tabel II. Formula Artificial Gastric Fluid (AGF) dan
Artificial Intestinal Fluid (AIF)
Formula artificial Gastric Fluid Formula artificial intestinal fluid NaCl 200 mg MgCl2 0,1523 g HCl 37% 0,7 mL CaCl2 0,1470 g Akuades Ad 100 mL KCl 0,0931 g NaCl 1,75850 g NaHCO3 0,4200 g Akuades bebas
CO2 Ad 500 mL
*Kondisi pH 1,2 *Kondisi pH 7
25
d. Karakterisasi tetesan nanoemulsi
Untuk mengetahui ukuran dan distribusi ukuran dan zeta potensial
nanoemulsi dilakukan pengukuran menggunakan Particle Size Analyzer (PSA).
Sebanyak 2 tetes sampel nanoemulsi dicampur kedalam 5 mL akuades, diambil
3 mL dan dimasukkan ke dalam kuvet untuk dianalisis.
e. Uji visualisasi morfologi nanoemulsi
Untuk mengetahui morfologi dari partikel nanoemulsi secara visual.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Transmission Electron
Microscope (TEM).
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini meliputi perbandingan antar komponen
dalam sediaan SNEDDS yang meliputi surfaktan, kosurfaktan dan minyak
pembawa (Oleic Acid).
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini yaitu homogenitas fase, ukuran dan
distribusi tetesan nanoemulsi, nilai potensial zeta tetesan nanoemulsi,
emulsification time, nilai transmitansi sediaan dan morfologi nanoemulsi.
3. Variabel terkendali
Variabel terkendali pada penelitian ini adalah jenis minyak yang digunakan
(Oleic Acid), jenis surfaktan yang digunakan (Tween 80 dan tween 20), jenis
kosurfaktan yang digunakan (Propilen glikol dan PEG 400) serta kondisi
percobaan yang meliputi suhu, kecepatan pencampuran dan waktu
pencampuran.
26
F. Analisis Data
1. Hasil optimasi formula SNEDDS dianalisis secara visual berdasarkan
homogenitasnya.
2. Penentuan emulsification time dilakukan menggunakan stopwatch, nilai
transmitansi diamati dengan spektrofotometer UV/Vis, ukuran dan distribusi
partikel serta potensial zeta nanoemulsi diamati dengan Particle Size Analyzer
(PSA), konfirmasi visualisasi morfologi nanoemulsi dilakukan menggunakan
Transmission Electron Microscope (TEM).
3. Data hasil nilai transmitansi, emulsification time, penentuan ukuran dan
distribusi partikel serta potensial zeta dibandingkan dengan persyaratan dari
beberapa sumber pustaka yang ada untuk menentukan formula yang optimal.
4. Data hasil pengamatan morfologi partikel nanoemulsi dianalisis secara
deskriptif.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi Daun Salam dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hasil determinasi menunujukkan bahwa
daun yang digunakan merupakan Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight)
Walp.) dapat dilihat pada lampiran 1.
B. Pembuatan Ekstrak Kloroform Daun Salam
Pembuatan ekstrak ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kental daun
salam yang kemudian akan digunakan sebagai model ekstrak yang tidak larut
dalam air pada sediaan SNEDDS (lampiran 2). Serbuk simplisia daun salam
diekstrak menggunakan pelarut kloroform sebanyak 8 mL untuk setiap gram
serbuk simplisia daun salam menggunakan metode maserasi. Metode ini perlu
dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk meratakan konsentrasi larutan di
luar butir serbuk simplisia sehingga terjadi keseimbangan antara konsentrasi
di dalam dan di luar sel. Dari proses ekstraksi tersebut akan diperoleh maserat
yang kemudian dipanaskan dengan suhu 55oC sehingga dihasilkan ekstrak
kental. Tujuan dari penggunaan suhu yang tidak melebihi 55oC adalah untuk
menjaga kandungan dari daun salam yang tidak tahan pemanasan tinggi
sehingga kualitasnya tetap terjaga. Metabolit sekunder yang terkandung di
dalam ekstrak kental daun salam tersebut memiliki kepolaran yang sama
dengan kloroform sehingga dapat terekstrak sempurna sesuai dengan konsep
28
like disolve like. Berdasarkan hasil ekstraksi diperoleh ekstrak kental sebesar
28,37 gram sehingga diperoleh rendemen ekstrak sebesar 5,647% (lampiran 3)
C. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Kloroform Daun Salam
1. Optimasi formula SNEDDS
a. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan
Optimasi ini bertujuan untuk menentukan komposisi surfaktan dan
kosurfaktan yang mampu menghasilkan fase homogen setelah
pencampuran.
Tabel III. Hasil optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan
Surfaktan Rasio Komposisi Surfaktan : co -
Surfakatan
Hasil PG PEG
T80
1 : 1 X √ 2 : 1 X X 3 : 1 X X 3 : 2 X √ 2 : 3 X √ 1 : 3 X X 1 : 2 X X
T20
1 : 1 √ X 2 : 1 √ X 3 : 1 √ X 3 : 2 √ X 2 : 3 √ X 1 : 3 X X 1 : 2 √ X
T80 : T20
Rasio Komposisi Kombinasi Surfaktan
T80/T20 : PG (1 : 3 )
T80/T20 : PEG (1 : 3 )
1 : 1 X X 2 : 1 X X 3 : 1 X X 3 : 2 X X 2 : 3 X X 1 : 3 X X 1 : 2 X X
Keterangan : Surfaktan = T80 (tween 80), T20 (tween 20); Kosurfaktan = PG (Propylene glycol), PEG (Polyethylene glycol 400); √ = homogen; X = memisah (dalam 24 jam)
29
Optimasi ini dilakukan dengan cara mencampurkan surfaktan dan
kosurfaktan dalam suhu ruang menggunakan magnetic stirer selama 30
menit, kemudian disonikasi selama 15 menit. Tujuan dilakukan sonikasi
tersebut untuk memperkecil ukuran partikel dari campuran sehingga
homogenitas campuran meningkat. Setelah itu campuran tersebut
dikondisikan dalam waterbath pada suhu 45°C 10 menit, lalu disimpan
selama 24 jam pada suhu ruang sebelum diamati apakah campuran tersebut
memisah atau tetap homogen (lampiran 4).
Berdasarkan hasil optimasi formulasi komposisi surfaktan dan
kosurfaktan (Tabel III) menunjukkan bahwa untuk menghasilkan
campuran yang homogen diperlukan rasio perbandingan 1: 1; 3 : 2 dan 2 :
3 antara tween 80 dan PEG 400 sedangkan antara tween 20 dan propilen
glikol hanya perbandingan 1 : 3 yang tidak dapat menghasilkan campuran
yang homogen. Untuk penggunaan kombinasi surfaktan dengan
propilenglikol maupun PEG 400 tidak mampu menghasilkan campuran
yang homogen dalam berbagai rasio perbandingan. Tween 20 sebagai
surfaktan dapat membentuk fase homogen. Hal ini ditunjukkan terdapat 6
formula terdiri dari tween 20 – propilen glikol membentuk fase homogen
dan 3 formula untuk tween 80 – PEG 400.
b. Optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan
Optimasi ini bertujuan untuk menentukan rasio komposisi surfaktan
dan kosurfaktan dengan minyak (Oleic Acid) yang mampu menghasilkan
fase homogen setelah pencampuran.
30
Pada optimasi sebelumnya diperoleh perbandingan surfaktan –
kosurfaktan yang optimal. Kemudian dari setiap perbandingan tersebut
dilakukan optimasi dengan Oleic Acid sebagai minyak pembawa dengan
perbandingan minyak : surfaktan – kosurfaktan adalah 1 : 4.
Tabel IV. Hasil optimasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan
Surfaktan Kosurfaktan Rasio Komposisi surfaktan :
kosurfakatan
Hasil komposisi minyak : surfaktan – kosurfaktan
(1 : 4)
T80 1 : 1 X
PEG 3 : 2 X 2 : 3 X
T20 PG
1 : 1 √*1 2 : 1 X 3 : 1 X 3 : 2 X 2 : 3 √*2 1 : 2 X
Keterangan : Surfaktan = T80 (tween 80), T20 (tween 20); Kosurfaktan = PG (Propylene glycol), PEG (Polyethylene glycol 400); Minyak = Asam Oleat; √ = homogen; *(angka) = kode formula; X = memisah (dalam 24 jam)
Berdasarkan hasil optimasi komposisi surfaktan – kosurfaktan dan
minyak (Tabel IV) menunjukkan bahwa campuran antara tween 80 baik
dengan propilenglikol dan PEG 400 tidak mampu menghasilkan fase
homogen dalam berbagai perbandingan. Sedangkan campuran antara tween
20 dengan propilenglikol dalam perbandingan 1 : 1 dan 2 : 3 mampu
menghasilkan campuran yang homogen (tidak memisah). Untuk penggunaan
kombinasi surfaktan dengan propilenglikol maupun PEG 400 tidak mampu
menghasilkan campuran yang homogen dalam berbagai perbandingan.
Berdasarkan hasil tersebut asam oleat sebagai minyak pembawa lebih mampu
bercampur dengan tween 20 dibanding dengan tween 80.
31
2. Pemilihan formula SNEDDS
Pemilihan formula SNEDDS bertujuan untuk menentukan formula yang
mampu menghasilkan emulsi yang memiliki tingkat kejernihan paling
mendekati transmitansi akuades yaitu sebesar 100%. Tahap ini dilakukan
pada calon formula SNEDDS yang terpilih dari hasil optimasi formulasi
komposisi surfaktan – kosurfaktan dan minyak yaitu formula 1 dan 2 yang
diambil sebanyak 100 µL kemudian diemulsifikasikan ke dalam 50 mL
akuades dengan bantuan vortex dengan tujuan untuk membantu proses
pengelmusian sehingga terbentuk emulsi yang homogen selama 30 detik.
Nilai transmitansi (T%) diperoleh melalui pengamatan secara turbidimetri
(kekeruhan) menggunakan spektrofotometer UV/Vis pada panjang
gelombang 650 nm dengan replikasi uji sebanyak 3 kali. Pada penelitian ini
formula yang terpilih diambil berdasarkan nilai transmitansi (T%) lebih dari
75% (lampiran 4).
Tabel V. Hasil transmitansi komposisi surfaktan-kosurfaktan dan Oleic Acid
dengan perbandingan 4 : 1
Formula Surfaktan Kosurfaktan
Rasio komposisi surfaktan : kosurfaktan
% transmitan (x ± sd)
1 T20 PG
1 : 1 34,43 ± 0,612* 2 2 : 3 14,88 ± 0,015
Keterangan : Surfaktan = T20 (tween 20); Kosurfaktan = PG (Propylene glycol); *(angka) = kode formula; * = formula yang terpilih
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel V) formula SNEDDS memiliki nilai
transmitansi yang jauh dari nilai transmitansi akuades (lebih dari 75%)
32
menunjukkan bahwa sediaan tidak jernih (lampiran 5). Hal ini dikarenakan
perbandingan surfaktan – kosurfaktan terlalu kecil dibandingkan dengan
minyak. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan rasio
komposisi surfaktan dan kosurfaktan terhadap minyak. Maka perbandingan
antara surfaktan – kosurfaktan dan minyak dinaikkan menjadi surfaktan –
kosurfaktan : minyak = 9 : 1. Formula 1 memiliki nilai transmitansi lebih
besar dibandingkan formula 2 sehingga formula 1 yang dipilih untuk dibuat
dengan perbandingan minyak : surfaktan – kosurfaktan = 1 : 9.
Tabel VI. Hasil transmitansi komposisi surfaktan-kosurfaktan dan Oleic Acid
dengan perbandingan 9 : 1
Formula Surfaktan Kosurfaktan
Rasio komposisi surfaktan : kosurfaktan
% transmitan (x ± sd)
1 T20 PG 1 : 1 83,81 ± 0,30 Keterangan : Surfaktan = T20 (tween 20); Kosurfaktan = PG (Propylene glycol)
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel VI) dengan perbandingan maksimal
komposisi surfaktan – kosurfaktan : minyak yaitu 9 : 1 menghasilkan nilai
rata – rata dari 3 kali pengujian transmitansi sebesar 83,81% (lampiran 5)
dimana nilai tersebut lebih dari 75% yang menandakan ukuran tetesan yang
terbentuk oleh minyak di dalam air semakin kecil sehingga diperkirakan
memiliki ukuran tetesan berkisar 50 – 500 nm.
3. Pengamatan emulsification time
Penghitungan emulsification time bertujuan untuk memperoleh gambaran
waktu yang dibutuhkan SNEDDS untuk membentuk nanoemulsi ketika
33
bertemu dengan cairan saluran cerna. Proses pengamatan emulsification time
dapat dilihat pada lampiran 4.
Tabel VII. Hasil pengamatan emulsification time pada suhu 37oC
Formula Media Emulsification time (detik)
(x ± sd)
1
Akuades 34,17 ± 0,8802
AGF 103,25 ± 0,9725
AIF 100,17 ± 0,0814
Keterangan : AGF = artificial gastric fluid; AIF = artificial intestinal fluid
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel VII) SNEDDS formula 1 mampu
membentuk nanoemulsi dalam media aquadest dengan rata – rata selama
34,17 detik sementara dalam media AGF memerlukan rata – rata waktu
selama 103,25 detik (sekitar 1 menit 43 detik) dan 100,17 detik (sekitar 1
menit 40 detik) dalam media AIF (lampiran 6). Menurut penelitian yang
dilakukan Meirista (2014) syarat emulsification time untuk sediaan SNEDDS
yaitu kurang dari 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa formula 1 mampu
memberikan hasil emulsification time kurang dari 5 menit dalam ketiga media
tersebut sehingga formula 1 merupakan formula SNEDDS yang optimal
dengan perbandingan komposisi Tween 20 : Propilen glikol : Oleic Acid =
2,25 : 2,25 : 0,5 yang memiliki nilai transmitansi sebesar 83,81%.
4. Karakterisasi tetesan nanoemulsi
a. Ukuran dan distribusi tetesan nanoemulsi
Karakterisasi ukuran tetesan dilakukan untuk mengetahui apakah
ukuran tetesan nanoemulsi yang terbentuk telah berukuran antara 50 nm
34
– 500 nm. Distribusi ukuran atau polydipersity index merupakan nilai
standar deviasi dari rata – rata ukuran partikel yang digunakan sebagai
parameter keseragaman dan reliabilitas metode pembuatan nanoemulsi.
Nilai polydispersity index semakin di bawah 1 mengartikan
keseragaman ukuran nanoemulsi yang terbentuk (Meirista, 2014)
Tabel VIII. Ukuran dan nilai polydispersity index tetesan nanoemulsi
Formula Ukuran tetesan (nm) Polydispersity index (PI) tetesan
1 165,5 0,198
Berdasarkan hasil yang tersaji pada tabel VIII menunjukkan bahwa
ukuran tetesan nanoemulsi berada dalam rentang 50 - 500 nm dengan
nilai polydispersity index (PI) tetesan nanoemulsi kurang dari 1
(lampiran 7). Perolehan ukuran tetesan nanoemulsi telah mencapai hasil
yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan hasil transmitansi sebelumnya
yang memberikan gambaran awal perolehan ukuran tetesan nanoemulsi.
Tetesan nanoemulsi terdistribusi pada rentang 35,03 nm – 454,69 nm
(lampiran 7). Nilai polydispersity index (PI) kurang dari satu (0,198)
berfungsi sebagai indikator distribusi ukuran yang homogen. Hal ini
menunjukkan bahwa metode pembuatan SNEDDS yang digunakan
untuk preparasi nanoemulsi memiliki reliabilitas yang baik.
b. Potensial zeta tetesan nanoemulsi
Zeta Potensial adalah parameter muatan listrik antara partikel
koloid. Karakterisasi potensial zeta tetesan nanoemulsi dilakukan untuk
35
mengetahui kestabilan sediaan SNEDDS. Tetesan nanoemulsi yang
dihasilkan dari penelitian ini memiliki nilai potensial zeta seperti yang
terdapat pada tabel IX.
Tabel IX. Potensial zeta tetesan nanoemulsi
Formula Potensial zeta tetesan nanoemulsi (mV)
1 -0,4
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel IX) menunjukkan bahwa
SNEDDS formula 1 memiliki nilai potensial zeta yang tidak melebihi
+30 mV dan tidak kurang dari -30 mV (lampiran 8). Potensial zeta yang
rendah mengakibatkan daya tarik menarik muatan antar partikel dispersi
melebihi daya tolak menolaknya sehingga kemungkinan terjadinya
flokulasi lebih besar. Namun karena sediaan dibuat dalam bentuk
SNEDDS maka sediaan tersebut dirasa sudah tepat karena sediaan lebih
stabil dibandingkan dalam bentuk nanoemulsi dimana sediaan dalam
bentuk SNEDDS hanya akan teremulsi ketika sudah dikonsumsi dan
kontak dengan cairan gastrointestinal.
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa untuk mendapatkan
formula SNEDDS ekstrak kloroform daun salam dengan oleic acid
sebagai minyak pembawa yang memenuhi kriteria sediaan nanoemulsi
diperlukan perbandingan komposisi minyak (Oleic Acid) yang jauh
lebih kecil dibanding surfaktan dan kosurfaktan.
36
5. Uji visualisasi morfologi nanoemulsi
Morfologi partikel nanoemulsi perlu diketahui karena jika bentuk partikel
nanoemulsi yang kurang sferis akan mempermudah kontak antar partikel
menjadi berujung pada agregasi (Couvreur et al., 2002).
Gambar 7. Hasil Transmission Electron Microscope (TEM)
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa bentuk partikel
nanoemulsi yang dihasilkan berbentuk sferis meskipun masih ada partikel
yang berbentuk kurang sferis sehingga kontak antar partikel tidak membentuk
agregat.
37
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dari SNEDDS ekstrak
kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dapat
menghasilkan fase yang homogen.
b. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak (Oleic Acid)
dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum
(Wight) Walp.) dapat menghasilkan fase yang homogen.
c. Optimasi komposisi surfaktan dan kosurfaktan dengan minyak (Oleic Acid)
dari SNEDDS ekstrak kloroform Daun Salam (Syzygium polyanthum
(Wight) Walp.) menghasilkan formula yang optimal dengan perbandingan
komposisi Tween 20 : Propilen glikol : Oleic Acid = 2,25 : 2,25 : 0,5 yang
memenuhi beberapa kriteria sediaan nanoemulsi meliputi emulsification
time kurang dari 5 menit dan memiliki ukuran partikel 50 – 500 nm (165,5
nm) dengan nilai polydispersity index kurang dari 1 (PI = 0,198) meskipun
sediaan tersebut kurang stabil yang ditunjukkan dengan nilai potensial zeta
tidak melebihi +30 mV dan tidak kurang dari -30 mV serta memiliki bentuk
partikel yang sferis
38
B. Saran
a. Untuk memperoleh formula SNEDDS yang lebih stabil maka dapat
dilakukan solidifikasi SNEDDS dalam bentuk solid SNEDDS sehingga
dapat diperoleh formula yang lebih stabil.
b. Penggunaan asam lemak rantai panjang kurang tepat digunakan dalam
formulasi SNEDDS ekstrak kloroform daun salam dikarenakan
perbandingan komposisi minyak jauh lebih kecil dibanding surfaktan dan
kosurfaktan sehingga jumlah obat yang dapat larut dalam minyak sedikit
yang berakibat pada ketidakoptimalan efek terapi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Amrutkar, C., Salunkhe, K., Chaudhari, S., 2014, Study on Self Nano Emulsifying Drug Delivery System of Poorly Water Soluble Drug Rosuvastatin Calcium, World Journal of Pharmaceutical Research, 3 (4): 2137-2151.
Anonim, 1986, Sediaan Galenik 5, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. Ayyida, K., 2014, Studi Komparasi Aktivitas Antioksidan pada Daun Salam
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dengan Daun Jambu Air (Syzygium samarangense (BL.) Merr et Perry) Varietas Delima, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurua, Institusi Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang.
Azeem, A., Rizwan, M., Ahmad, F.J., Iqbal, Z., Khar, R.K., Aqil, M., et al., 2009,
Nanoemulsion Components Screening and Selection: a Technical Note. AAPS PharmSciTech, 10: 69–76.
Balakumar, K., Raghavan, C.V., selvan, N.T., prasad, R.H., dan Abdu, S., 2013,
Self Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) of Rosuvastatin Calcium: Design, Formulation, Bioavailability and Pharmacokinetic Evaluation, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 112: 337–343.
Bandivadekar, M., Pancholi, S., Kaul-Ghanekar, R., Choudhari, A., Koppikar, S.,
2013, Single Non-ionic Surfactant Based Self-Nanoemulsifying Drug Delivery Systems: Formulation, Characterization, Cytotoxicity and Permeability Enhancement Study, Drug Development and Industrial Pharmacy, 39 (5): 696-703.
Bansal, A., Munjal, B., dan Patel, S., 2010, Self-Nano-Emulsifying Curcuminoids
Composition with Enhanced Bioavailability, WO/2010/010431 cit Meirista, I., 2014, Formulasi dan Uji Aktivitas Nano-herbal Anti-hiperkolesterol dari Kombinasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dan Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) menggunakan Myritol 318 sebagai Fase Minyak, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Barry, B. W., 1987, Mode of action of penetration enhancers in human skin cit
Anderson, James M, & Sung Wan Kim., 1987, Advances in drug delivery, European Journal of Pharmaceutical Sciences, 101 – 114.
40
Bouchemal, K., Briançon, S., Perrier, E., dan Fessi, H., 2004, Nano-emulsion Formulation using Spontaneous Emulsification: Solvent, Oil and Surfactant Optimization, Int J Pharm, 280: 241–251.
Couvreur, P., Barrat, G., Fattal, E., Legrand, P., dan Vauthier, C., 2002,
Nanocapsule Technology: a Review, Crit. Rev. Ther. Drug Carrier Sys, 19: 99-134
Dalimartha, S., 2000, Atlas tumbuhan obat Indonesia Jilid 2, Niaga Swadaya,
Jakarta.
Date, A.A., Desai, N., Dixit, R., dan Nagarsenker, M., 2010, Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System: Formulation Insights, Applications and Advances, Nanomedicine, 5: 1595–1616.
Diba, Rovie Farah., Sedarnawati Yasni., Sri Yuliani., 2014, Nanoemulsifikasi
Spontan Ekstrak Jinten Hitam dan Karakteristik Produk Enkapsulasinya, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 25 (2): 134 – 139.
Fudholi, A., 2013, Disolusi dan Pelepasan Obat In-vitro, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. Gershanik, T. & Benita, S., 2000, Self-dispersing Lipid Formulations for
Improving Oral Absorption of Lipophilic Drugs, European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 50 (1): 179-188.
Gursoy, R.N. & Benita, S., 2004, Self-Emulsifying Drug Delivery System
(SEDDS) for Improved Oral Delivery of Lipophilic Drugs, Biomed and Pharmacother, 58: 173-182.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih, P., Penerbit ITB Press, Bandung. Haritha, Basha, S.P., Rao P, K., dan Vedantham, C., 2003, A Brief Introduction to
Methods of Preparation, Applications and Characterization of Nanoemulsion on Drug Delivery Systems, Ind J Res Pham Biotech, 1: 25–28.
Kibbe, A.H., 2000, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 3rd ed, The
Pharmaceutical Press, London Kurakula, M. & Venkatesh Miryala., 2013, Self-Nanoemulsifying Drug Delivery
System (SNEDDS) for Oral Delivery of Atorvastatin-Formulation and Bioavailability Studies, Journal of Drug Delivery & Therapeutics, 3 (3): 131 – 142.
41
Lajuck, P., 2012, Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha) Lebih Efektif Menurunkan kadar Kolesterol Total dan Low Density Lipoprotein (LDL) Dibandingkan Statin pada Penderita Dislipidemia, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.
Makadia H. A., Bhatt A. Y., Parmar R. B., Paun J. S., dan Tank H. M., 2013, Self-
Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS): Future Aspects, Asian J Pharm Res, 3(1): 21-24.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 15, Penerbit ITB Press, Bandung.
Meirista, I., 2014, Formulasi dan Uji Aktivitas Nano-herbal Anti-hiperkolesterol dari Kombinasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dan Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) menggunakan Myritol 318 sebagai Fase Minyak, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mohanraj, V.J. dan Chen, Y., 2006, Nanoparticles, Trop J Pharm Res, 5: 561–
573. Patel, J., Kevin, G., Patel, A., Raval, M., dan Sheth, N., 2011a, Design and
Development of a Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System for Telmisartan for Oral Drug Delivery, Int J Pharm Investig, 1: 112–118.
Patel, J., Patel, A., Raval, M., dan Sheth, N., 2011b, Formulation and
Development of a Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System of Irbesartan, J Adv Pharm Technol Res, 2: 9–16.
Pinto Reis, C., Neufeld, R.J., Ribeiro, A.N.J., dan Veiga, F., 2006,
Nanoencapsulation I, Methods for preparation of drug-loaded polymeric nanoparticles, Nanomedicine: Nanotechnology, Biology and Medicine, 2: 8-21.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, sixth. Ed, Pharmaceutical Press, London.
Shafiq-un-Nabi, S., Shakeel, F., Talegaonkar, S., Ali, J., Baboota, S., Ahuja, A.,
2007, Formulation Development and Optimization using Nanoemulsion Technique: A technical note, AAPS Pharm SciTech, 8: E12 – E17.
Shakeel F., Baboota S., Ahuja A., Ali J., Faisal M.S., dan Shafiq S., 2008,
Stability Evaluation of Celecoxib Nanoemulsion Containing Tween 80, Thai Journal Pharm Sci, 32: 4-9.
42
Singh, B., Bandopadhyay, S., Kapil, R., Singh, R., dan Katare, O., 2009, Self-emulsifying Drug Delivery System (SEDDS): Formulation Development, Characterization and Applications, Crit Rev Ther Drug Carrier Syst, 26: 427–521.
Sudarsono, Gunawan D., Wahyono S., Donatus, I.A., Purnomo., 2002, Tumbuhan
Obat II, Sifat-sifat, dan Penggunaan, Pusat Studi Obat Tradisional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Surya, E.R., 2014, Pembuatan S-SNEDDS Ketoprofen dengan Asam Oleat
Sebagai Fase Minyak, Tween 20 Sebagai Surfaktan, dan Propilen Glikol Sebagai Kosurfaktan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Taufiqurrohman., 2015, Indonesian Bay Leaves as Antidiabetic for Type 2
Diabetes Mellitus, J. Majority, 4: 101-108 Van Steenis, C.G.G.J., 2003, Flora, PT Pradya Paramita, Jakarta.
Wakerly, M.G., Pouton, C.W., Meakin, B.J., Morton, F.S., 1986, Selfemulsification of Vegetable Oil-non-ionic Surfactant Mixtures, ACS Symp Series, 3 (11): 242-255.
Wijayakusuma, H., 2002, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia, Erlangga, Jakarta.
43
L A M P I R A N
44
Lampiran 1. Determinasi Tanaman
45
Lampiran 2. Pembuatan Ekstrak Kloroform Daun Salam
Pengumpulan Bahan Baku Daun Salam Penyortiran Segar
Pengeringan Daun Salam Serbuk Simplisia Daun Salam
Proes Maserasi Daun Salam
Penyaringan maserat Penguapan maserat
46
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kloroform Daun Salam Bobot ekstrak kental = 28,37 gram Bobot simplisia daun salam = 500 gram Rendemen ekstrak = Bobot ekstrak kental Bobot simplisia = 28,37 gram 500 gram = 5,674 % Jadi rendemen ekstrak kloroform daun salam sebesar 5,647 %
x 100%
x 100%
47
Lampiran 4. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Kloroform Daun Salam
Pencampuran dengan menggunakan bantuan
magnetic stirer Proses sonikasi Dikondisikan pada suhu 45o C
Proses pengukuran nilai transmitansi menggunakan Spektrofotometer UV/Vis
Proses pengamatan emulsification time
48
Lampiran 5. Hasil Transmitansi Komposisi Surfaktan-Kosurfaktan dan Oleic Acid Perbandingan komposisi surfaktan – kosurfaktan : oleic acid = 4 : 1
A B C D T% 1 T% 2 T% 3 T% Rata –
rata
T20 PG 1 : 1 1 : 4
33,96 35,12 34,20 34,43 2 : 3 14,88 14,87 14,90 14,88
Perbandingan komposisi surfaktan – kosurfaktan : oleic acid = 9 : 1 A B C D T% 1 T% 2 T% 3 T%
Rata – rata
T20 PG 1 : 1 1 : 9 84,30 83,75 83,37 83,81 Keterangan : A = Surfaktan B = Kosurfaktan C = Rasio surfaktan : kosurfaktan D = Minyak pembawa (oleic acid) : surfaktan – kosurfaktan T20 = Tween 20 PG = propylene glycol T% 1 = Transmitansi replikasi 1 T% 2 = Transmitansi replikasi 2 T% 3 = Transmitansi replikasi 3 T% rata – rata = rata – rata nilai transmitansi dari ketiga replikasi uji
49
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Emusification Time
A B C Replikasi Akuades (detik)
AGF (detik)
AIF (detik)
T20 1:1 PG 1 2 3
34,19 35,04 33,28
102,32 104,26 103,17
100,13 100,26 100,11
Keterangan : A = Surfaktan B = Rasio komposisi surfaktan : kosurfaktan C = Kosurfaktan T20 = Tween 20 PG = propylene glycol AGF = Artificial Gastric Fluid AIF = Artificial Intestinal Fluid
50
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Ukuran dan Distribusi Ukuran Partikel
51
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Potensial Zeta