Upload
duongkiet
View
232
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
35
ORANG TUA INSPIRATIF
(Studi Pembinaan nilai karakter Disiplin dan Kreatif anak pada Keluarga
Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo Kecamatan Ngunut)
Muhamad Abdul Roziq Asrori
Dosen Tetap STKIP PGRI Tulungagung
Abstraksi Gambaran yang menarik pada keluarga eks migran workers di desa
Pulotondo yang telah memutuskan untuk tidak kembali bekerja ke luar negeri dan lebih
memilih untuk bekerja di daerah asal yang dilatarbelakangi kecintaan mereka terhadap
keluarga, terutama pada kelangsungan kehidupan anak-anak mereka yang memerlukan
figur keteladanan orang tua. Melihat perubahan yang terjadi di kalangan anak-anak dan
remaja yang sudah begitu menghawatirkan sebab sudah jauh dari kemapanan tatanan
nilai dan norma yang sudah mereka anut selama ini, terutama yang terjadi pada
keluarga migrant worker yang cenderung memiliki perilaku konsumeristik bahkan
beberapa terlihat hedonis. Hal ini membuat mereka semakin memantapkan diri untuk
tidak kembali dan berusaha untuk mendidik anak-anak mereka dengan pendidikan yang
terbaik, khususnya pada lingkungan keluarga. Mereka berusaha menginspirasikan pada
anak-anak mereka untuk hidup disiplin dan kreatif demi pengembangan kepribadiannya,
agar kelak kehidupan mereka menjadi lebih berarti, mapan dan mampu berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat.
Kata kunci: inspiratif, disiplin dan kreatif
A. Latar Belakang.
Anak merupakan generasi
penerus berlangsungnya kehidupan
manusia, dalam hal ini Undang-
Undang Perlindungan Anak No. 23
Tahun 2002 menerangkan “Bahwa
anak adalah amanah dan karunia
Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya”. Untuk
membangun manusia yang seutuhnya
tentunya membutuhkan sebuah
proses yang panjang melalui sebuah
pendidikan. Plato (dalam Latif 2009:
19) menyatakan “ jika anda bertanya
apa manfaat pendidikan, maka
jawabannya sederhana: pendidikan
membuat orang menjadi lebih baik
dan orang baik tentu berperilaku
mulia.”
Demi tugas yang mulia agar
setiap generasi bangsa memiliki
akhlak yang mulia sesuai dengan
nilai karakter dan kepribadian
bangsa, pemerintah melalui UU
Sisdiknas no 20 tahun 2003
berusaha memberikan rambu-rambu
agar setiap pendidikan yang ada
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
35
tidak hanya mengembangkan
kecakapan kognitif saja melainkan
juga harus diarahkan pada
pembentukan watak karakter pribadi
bangsa, terutama dalam hal ini
adalah berakhlak mulia, kreatif dan
disiplin.
Untuk melangsungkan
pendidikan guna membentuk dan
mengembangkan karakter anak
tersebut diperlukan berbagai wahana
yang tepat dan saling bersinergi satu
sama lainnya. Menurut Daradjat
(1997: 71) “ terdapat tiga lingkungan
yang bertanggungjawab dalam
mendidik karakter anak. Ketiga
lingkungan tersebut adalah keluarga
(orang tua), sekolah (para guru), dan
masyarakat. Ketiga lingkungan ini
tidak bisa dipisahan satu dengan
yang lainnya. Tetapi dari ketiganya,
lingkungan keluarga memiliki
tanggung jawab utama dan pertama
terhadap pendidikan karakter anak.
Keluarga adalah lingkungan utama
yang dapat membentuk watak dan
karakter anak. Keluarga adalah
lingkungan pertama di mana anak
melakukan komunikasi dan
sosialisasi dengan manusia lain
selain dirinya. Di dalam keluarga
pula, untuk pertama kalinya anak
dibentuk baik sikap maupun
kepribadiannya.
Pendidikan dalam keluarga
memiliki nilai strategis dalam
pembentukan karakter anak.
Sedangkan pola asuh orang tua
diapresiasi anak sebagai undangan,
bantuan, bimbingan, dan dorongan
untuk pembinaan pengembangan diri
sebagai pribadi yang berkarakter
sebab mereka adalah inspirator yang
paling dekat bagi anak. Sejak kecil
anak sudah mendapat dan mencoba
menginternalisasi pendidikan dari
orang tua melalui keteladanan dan
kebiasaan hidup sehari-hari dalam
keluarga. Baik tidaknya keteladanan
yang diberikan dan bagaimana
kebiasaan hidup orang tua sehari-hari
dalam keluarga akan mempengaruhi
perkembangan jiwa anak.
Keteladanan dan kebiasaan yang
orang tua tampilkan dalam sikap dan
perilaku tidak terlepas dari perhatian
dan pengamatan anak. Meniru
kebiasaan hidup significant others
(orang tua, dll) adalah suatu hal
yang sering anak lakukan, karena
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
33
memang pada masa
perkembangannya, anak selalu ingin
mencoba setiap apa yang mereka
lakukan. Anak selalu ingin meniru,
ini dalam pendidikan dikenal dengan
istilah anak belajar melalui imitasi.
Sejalan dengan hal tersebut
Mead menjelaskan dalam teori
perkembangan diri yang dikenal
dengan teori “role taking”
bahwasannya anak berkembang dan
memiliki kepribadian melalui
beberapa tahapan mulai dari tahap
menirukan peran orang-orang yang
ada disekitarnya sampai dia
memasuki tahap penerimaan norma
kolektif yang ada di dalam
masyarakat, proses tersebut
dilakukan melalui proses interaksi
dan sosialisasi baik secara langsung
maupun tidak langsung. Menguatkan
pendapatnya Mead melalui teori
“looking - glass self” Cooley
mengungkapkan bahwa anak akan
memiliki konsep diri (kepribadian)
setelah ia melakukan interaksi sosial
dengan masyarakat yang
menghasilkan produk sosial (persepsi
diri), dimana produk dari interaksi
tersebut akan sangat tergantung pada
inspirasi individu untuk mempersepsi
dirinya untuk menampilkan
perilakunya dalam masyarakat. Dan
inspirasi itu akan sangat dipengaruhi
oleh hasil pengamatan dirinya pada
orang-orang dekat (significant
others) dan pengalaman dirinya
selama berinteraksi (Ritzer dan
Goodman, 2005: 283).
Melihat begitu pentingnya
peran orang tua yang bisa
menginspirasikan anak dalam
membantu mengembangkan karakter
pribadi dirinya, maka orang tua
diharapkan bisa menjadi teladan
yang baik pada anak-anaknya. Tidak
hanya itu orang tua juga harus bisa
menciptakan suasana yang bisa
menggugah kreatifitas dan
kedisiplinan anak. Melalui kreatifitas
yang ditunjang dengan kedisiplinan
diharapkan anak akan mampu
tumbuh dan berkembang menjadi
pribadi yang tangguh dan kuat guna
menghadapi perkembangan zaman
yang terus bergerak dan cepat
terutama di era modernisasi dan
globalisasi ini.
Jangan sampai anak-anak
terjebak pada kondisi yang menurut
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
35
Alfin Tofler diistilahkan dengan
“future shock” (kejutan masa depan)
yang seringkali membuat masyarakat
bingung untuk menempatkan diri
pada posisi yang bagaimana dalam
kehidupan bermasyarakat.
Gambaran yang menarik pada
keluarga eks migran workers di desa
Pulotondo yang telah memutuskan
untuk tidak kembali bekerja ke luar
negeri dan lebih memilih untuk
bekerja di daerah asal yang
dilatarbelakangi kecintaan mereka
terhadap keluarga, terutama pada
kelangsungan kehidupan anak-anak
mereka yang memerlukan figur
keteladanan orang tua. Melihat
perubahan yang terjadi di kalangan
anak-anak dan remaja yang sudah
begitu menghawatirkan sebab sudah
jauh dari kemapanan tatanan nilai
dan norma yang sudah mereka anut
selama ini, terutama yang terjadi
pada keluarga migrant workers. Hal
ini membuat mereka semakin
memantapkan diri untuk tidak
kembali dan berusaha untuk
mendidik anak-anak mereka dengan
pendidikan yang terbaik, khususnya
pada lingkungan keluarga. Mereka
berusaha menjadi inspirator bagi
anak-anak mereka untuk hidup
disiplin dan kreatif agar nantinya
kehidupan mereka lebih berarti,
mapan dan bisa berpartisipasi aktif
dalam kehidupan bermasyarakat di
era modern dan global ini.
B. Kajian Pustaka.
1. Peran Penting Keluarga
dalam Inspirasi Kepribadian
Anak.
Bagi seorang anak, keluarga
merupakan tempat pertama dan
utama bagi pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurut resolusi
Majelis Umum PBB (dalam
Megawangi, 2003: 21), fungsi utama
keluarga adalah ”sebagai wahana
untuk mendidik, mengasuh, dan
mensosialisasikan anak,
mengembangkan kemampuan
seluruh anggotanya agar dapat
menjalankan fungsinya di
masyarakat dengan baik, serta
memberikan kepuasan dan
lingkungan yang sehat guna
tercapainya keluarga, sejahtera”.
Untuk membentuk karakter
anak diperlukan syarat-syarat
mendasar bagi terbentuknya
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
35
kepribadian yang baik. Menurut
Megawangi (2003: 27), ada tiga
kebutuhan dasar anak yang harus
dipenuhi, yaitu maternal bonding,
rasa aman, dan stimulasi fisik dan
mental. Maternal bonding (kelekatan
psikologis dengan ibunya)
merupakan dasar penting dalam
pembentukan karakter anak karena
aspek ini berperan dalam
pembentukan dasar kepercayaan
kepada orang lain (trust) pada anak.
Kelekatan ini membuat anak merasa
diperhatikan dan menumbuhkan rasa
aman sehingga menumbuhkan rasa
percaya. Kebutuhan akan rasa aman
yaitu kebutuhan anak akan
lingkungan yang stabil dan aman.
Kebutuhan ini penting bagi
pembentukan karakter anak karena
lingkungan yang berubah-ubah akan
membahayakan perkembangan emosi
anak. Kebutuhan akan stimulasi fisik
dan mental juga merupakan aspek
penting dalam pembentukan karakter
anak. Tentu saja hal ini
membutuhkan perhatian yang besar
dari orang tua dan reaksi timbal balik
antara orang tua dan anaknya.
Beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian sebagaimana
dinyatakan Hadisubroto (dalam
Djamarah 2004: 56), terkait dengan
peran penting keluarga yaitu:
1. Keluarga adalah tempat
tinggal yang membetahkan
2. Keluarga adalah tempat
berbagi rasa dan berbagi
pikiran
3. Keluarga adalah tempat
mencurahkan suka dan
duka
4. Keluarga bukan tempat
bergantung anak-anak
akan tetapi sebagai tempat
berlatih mandiri.
5. Keluarga bukan tempat
menuntut hak
6. Keluarga adalah tempat
menumbuhkan kehidupan
religius
7. Keluarga adalah tempat
yang aman karena aturan
permainan antar anggota
ditegakkan.
Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
1994 tentang penyelenggaraan
pembangunan keluarga sejahtera, ada
8 fungsi keluarga, yaitu:
a) Fungsi Keagamaan
Dalam keluarga dan
anggotanya fungsi ini perlu
didorong dan dikembangkan
agar kehidupan keluarga
sebagai wahana persemaian
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
35
nilai-nilai luhur budaya bangsa
untuk menjadi insan agamis
yang penuh iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Daradjat (1995: 65)
menjelaskan tidak dapat
dibayangkan membangun
manusia tanpa agama.
Kenyataan membuktikan
bahwa dalam masyarakat yang
kurang mengindahkan agama
(atau bahkan anti agama),
perkembangan manusianya
pincang. Hal ini berlaku di
negara-negara berkembang
maupun di negara maju. Ilmu
pengetahuan tinggi, tapi
akhlaknya rendah,
Kebahagiaan hidup tidaklah
mudah dicapainya. Agama
menjadi penyeimbang,
penyelaras dalam diri manusia
sehingga dapat mencapai
kemajuan lahiriyah dan
kebahagian rohaniyah.
b) Fungsi Sosial Budaya
Fungsi ini memberikan
kesempatan kepada keluarga
dan seluruh anggotanya untuk
mengembangkan kekayaan
budaya bangsa yang beraneka
ragam dalam satu kesatuan,
sehingga dalam hal ini
diharapkan ayah dan ibu untuk
dapat mengajarkan dan
meneruskan tradisi,
kebudayaan dan sistem nilai
moral kepada anaknya.
c) Fungsi Cinta kasih
Hal ini berguna untuk
memberikan landasan yang
kokoh terhadap hubungan anak
dengan anak, suami dengan
istri, orang tua dengan anaknya
serta hubungan kekerabatan
antar generasi, sehingga
keluarga menjadi wadah utama
bersemainya kehidupan yang
penuh cinta kasih lahir dan
batin. Cinta menjadi pengarah
dari perbuatan-perbuatan dan
sikap-sikap yang bijaksana.
d) Fungsi Melindungi
Fungsi ini dimaksudkan untuk
menambahkan rasa aman dan
kehangatan pada setiap anggota
keluarga. Keluarga merupakan
tempat yang aman bagi para
anggotanya. Fungsi ini
bertujuan agar para anggota
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
35
keluarga dapat terhindar dari
hal yang negatif. Bagi anak,
keluarga adalah tempat
berlindung dari segala bahaya
dan ancaman yang terjadi, jadi
keluarga harus betul-betul
menjadi pelindung baik itu
secara fisik, ekonomi, dan
psikologi bagi para
anggotanya.
e) Fungsi Reproduksi
Fungsi yang merupakan
mekanisme untuk melanjutkan
keturunan yang direncanakan
dapat menunjang terciptanya
kesejahteraan manusia di dunia
yang penuh iman dan takwa.
f) Fungsi Sosialisasi dan
Pendidikan
Fungsi sosialisasi adalah untuk
mendidik anak mulai dari awal
sampai pertumbuhan anak
hingga terbentuk personaliti-
nya. Hal ini menunjukkan pada
peranan keluarga dalam
membentuk kepribadian dan
masa depan anak. Melalui
fungsi ini, keluarga berusaha
mempersiapkan bekal
selengkap-lengkapnya kepada
anak dengan memperkenalkan
pola tingkah laku, sikap,
keyakinan, cita-cita, dan nilai-
nilai yang dianut oleh
masyarakat serta mempelajari
peranan yang diharapkan akan
dijalankan oleh mereka.
Keluarga merupakan guru
pertama dalam mendidik
manusia. Hal ini dapat dilihat
dari pertumbuhan anak mulai
dari bayi, belajar berjalan,
hingga mampu bersosial sesuai
dengan nilai dan norma
masyarakat, semuanya
diajarkan oleh keluarga. Oleh
karena itu keluarga harus
mampu memberikan
pendidikan lebih mendalam
pada anaknya, sehingga apa
yang diberikan dapat
dipertahankan dan
dikembangkan pada hal-hal
yang positif.
g) Fungsi Ekonomi
Sebagai unsur pendukung
kemandirian dan ketahanan
keluarga. Unsur-unsur pokok
untuk mendapatkan suatu
kehidupan dilaksanakan
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
56
keluarga sebagai unit-unit
produksi yang sering kali
dengan mengadakan
pembagian kerja diantara
anggota-anggotanya, jadi
keluarga bertindak sebagai unit
yang berkoordinir dalam
produksi ekonomi. Sebagai
unit dasar dalam masyarakat
maka para anggota keluarga
bekerja sama sebagai tim
dalam menghasilkan sesuatu.
Hasil pendidikan ekonomi
yang diperoleh dari keluarga
inilah seringkali menghasilkan
generasi yang mandiri dan
kreatif serta siap berkembang
ketika mereka harus hidup
berkeluarga secara mandiri
h) Fungsi Pembinaan Lingkungan
Memberikan kepada setiap
keluarga kemampuan
menempatkan diri secara
serasi, selaras, seimbang sesuai
dengan daya dukung alam dan
lingkungan yang berubah
secara dinamis.
Berbagai fungsi keluarga
tersebut merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan antara
yang satu dengan yang lainnya dan
harus tetap berjalan sebagaimana
mestinya. Agar terus terjaga dengan
baik maka kita harus tetap
menjalankan nilai-nilai yang berlaku
di dalam keluarga. Dalam
mengupayakan pembinaan dan
pengembangan karakter pada anak-
anak, keutuhan sebuah keluarga
(terutama ayah-ibu) sangat
diperlukan. Dengan demikian apa
yang diupayakan orang tua untuk
membantu anak membina nilai-nilai
karakter, dirasakan sebagai bantuan
untuk dikenali dan dipahami,
diendapkan, dan dipribadikan dalam
diri anak.
2. Pola Asuh Orang Tua
Menentukan Perkembangan
Kepribadian Anak.
Secara umum ada tiga macam
sistem bagaimana orang tua
mendidik atau menjalankan
perannya sebagai orang tua yaitu :
a. Sistem otoriter
Menurut Gunarsa (1991:87),
pola asuh otoriter adalah suatu
bentuk pola asuh yang menuntut
anak agar patuh dan tunduk terhadap
semua perintah dan aturan yang
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
56
dibuat oleh orang tua tanpa ada
kebebasan untuk bertanya atau
mengemukakan pendapatnya sendiri.
Jadi pola asuh otoriter adalah
cara mengasuh anak yang dilakukan
orang tua dengan menentukan sendiri
aturan-aturan dan batasan-batasan
yang mutlak harus ditaati oleh anak
tanpa kompromi dan
memperhitungkan keadaan anak.
Serta orang tualah yang berkuasa
menentukan segala sesuatu untuk
anak dan anak hanyalah sebagai
objek pelaksana saja. Jadi, dalam hal
ini kebebasan anak sangatlah
dibatasi. Apa saja yang dilakukan
anak harus sesuai dengan keinginan
orang tua.
Penerapan pola asuh otoriter
oleh orang tua terhadap anak, dapat
mempengaruhi proses pendidikan
anak terutama dalam pembentukan
kepribadiannya. Karena disiplin yang
dinilai efektif oleh orang tua
(sepihak), belum tentu serasi dengan
perkembangan anak.
Disini perkembangan anak itu
semata-mata ditentukan oleh orang
tuanya. Sifat pribadi anak yang
otoriter biasanya suka menyendiri,
mengalami kemunduran
kematangannya, ragu-ragu di dalam
semua tindakan, serta lambat
berinisiatif. Anak yang dibesarkan di
rumah yang bernuansa otoriter akan
mengalami perkembangan yang tidak
diharapkan orang tua. Anak akan
menjadi kurang kreatif jika orang tua
selalu melarang segala tindakan anak
yang sedikit menyimpang dari yang
seharusnya dilakukan.
Larangan dan hukuman orang
tua akan menekan daya kreativitas
anak yang sedang berkembang, anak
tidak akan berani mencoba, dan ia
tidak akan mengembangkan
kemampuan untuk melakukan
sesuatu karena tidak dapat
kesempatan untuk mencoba. Anak
juga akan takut untuk
mengemukakan pendapatnya, ia
merasa tidak dapat mengimbangi
teman-temannya dalam segala hal,
sehingga anak menjadi pasif dalam
pergaulan. Lama-lama ia akan
mempunyai perasaan rendah diri dan
kehilangan kepercayaan kepada diri
sendiri. Karena kepercayaan terhadap
diri sendiri tidak ada, maka setelah
dewasapun masih akan terus mencari
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
56
bantuan, perlindungan dan
pengamanan. Ini berarti anak tidak
berani memikul tanggung jawab.
Adapun ciri-ciri dari pola asuh
otoriter adalah sebagai berikut
(Gunarsa, 1991: 76) :
1) Anak harus mematuhi
peraturan-peraturan orang tua
dan tidak boleh membantah.
2) Orang tua cenderung mencari
kesalahan-kesalahan anak dan
kemudian menghukumnya.
3) Orang tua cenderung
memberikan perintah dan
larangan kepada anak. \
4) Jika terdapat perbedaan
pendapat antara orang tua dan
anak, maka anak dianggap
pembangkang.
5) Orang tua cenderung
memaksakan disiplin.
6) Orang tua cenderung
memaksakan segala sesuatu
untuk anak dan anak hanya
sebagai pelaksana.
7) Tidak ada komunikasi antara
orang tua dan anak.
b. Permisif
Dalam istilah pendidikan,
Permisif adalah suatu sistem dimana
si pendidik menganut kebijaksanaan
non intereference (tidak turut
campur). Pola asuhan ini ditandai
dengan adanya kebebasan tanpa
batas pada anak untuk berperilaku
sesuai dengan keinginannya sendiri.
Orang tua tidak pernah memberi
aturan dan pengarahan kepada anak.
Semua keputusan diserahkan kepada
anak tanpa pertimbangan orang tua.
Anak tidak tahu apakah perilakunya
benar atau salah karena orang tua
tidak pernah membenarkan ataupun
menyalahkan anak. Akibatnya anak
akan berperilaku sesuai dengan
keinginanya sendiri, tidak peduli
apakah hal itu sesuai dengan norma
masyarakat atau tidak ( Gunarsa,
1991: 97).
Pada pola asuh ini anak
dipandang sebagai makhluk hidup
yang berpribadi bebas. Anak adalah
subjek yang dapat bertindak dan
berbuat menurut hati nuraninya.
Orang tua membiarkan anaknya
mencari dan menentukan sendiri apa
yang diinginkannya. Kebebasan
sepenuhnya diberikan kepada anak.
Orang tua seperti ini cenderung
kurang perhatian dan acuh tak acuh
terhadap anaknya.
Metode pengelolaan anak ini
cenderung membuahkan anak-anak
nakal yang manja, lemah, tergantung
dan bersifat kekanak-kanakan secara
emosional. Seorang anak yang belum
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
55
pernah diajar untuk mentoleransi
frustasi, karena ia diperlakukan
terlalu baik oleh orang tuanya, akan
menemukan banyak masalah ketika
dewasa. Dalam perkawinan dan
pekerjaan, anak-anak yang manja
tersebut mengharapkan orang lain
untuk membuat penyesuaian
terhadap tingkah laku mereka. Ketika
mereka kecewa mereka menjadi
gusar, penuh kebencian, dan bahkan
marah-marah. Pandangan orang lain
jarang sekali dipertimbangkan.
Hanya pandangan mereka yang
berguna.
c. Sistem Demokratif
Gunarsa (1991:84)
mengemukakan Pola asuh
demokratis adalah suatu bentuk pola
asuh yang memperhatikan dan
menghargai kebebasan anak, namun
kebebasan itu tidak mutlak dan
dengan bimbingan yang penuh
pengertian antara orang tua dan anak.
Pola asuh demokrasi ini
ditandai dengan adanya sikap terbuka
antara orang tua dan anak. Mereka
membuat aturan-aturan yang
disetujui bersama. Anak diberi
kebebasan untuk mengemukakan
pendapat, perasaan dan keinginanya.
Jadi dalam pola asuh ini terdapat
komunikasi yang baik antara orang
tua dan anak.
Dengan pola asuhan ini, anak
akan mampu mengembangkan
kontrol terhadap prilakunya sendiri
dengan hal-hal yang dapat diterima
oleh masyarakat. Hal ini mendorong
anak untuk mampu berdiri sendiri,
bertanggung jawab dan yakin
terhadap diri sendiri. Daya
kreativitasnya berkembang baik
karena orang tua selalu merangsang
anaknya untuk mampu berinisiatif.
Ciri-ciri orang tua demokratis
menurut Baumrind (dalam Mulyanti
2013: 7) adalah sebagai berikut:
orang tua memberikan otonomi
kepada anak tetapi disertai dengan
kedisiplinan, orang tua memberikan
kebebasan tapi juga mengontrol dan
saling memberi dan menerima antara
anak dengan orang tua, mengarahkan
anak dan memberikan penjelasan
rasional tentang kebijakan yang
diambil.
Setiap tipe pengasuhan pasti
memiliki resiko masing-masing. Tipe
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
55
otoriter memang memudahkan orang
tua, karena tidak perlu bersusah
payah untuk bertanggung jawab
dengan anak. Anak yang dibesarkan
dengan pola asuh seperti ini mungkin
memang tidak memiliki masalah dan
juga bebas dari masalah kenakalan
remaja. Akan tetapi cenderung
tumbuh menjadi pribadi yang kurang
memiliki kepercayaan diri, kurang
kreatif, kurang dapat bergaul dengan
lingkungan sosialnya,
ketergantungan kepada orang lain,
serta memiliki depresi yang lebih
tinggi. Sementara pola asuh permisif,
membuat anak merasa boleh berbuat
sekehendak hatinya. Anak memang
akan memiliki rasa percaya yang
lebih besar, kemampuan sosial baik,
dan tingkat depresi lebih rendah.
Tapi juga akan lebih mungkin
terlibat dalam kenakalan remaja dan
memiliki prestasi yang rendah dalam
pendidikannya. Anak kurang
mengetahui norma-norma sosial
yang harus dipatuhinya (Shochib,
1998:42).
Pola asuh yang dianggap lebih
cocok untuk membantu anak
mengembangkan kreativitasnya
adalah otoratif atau biasa lebih
dikenal dengan demokratis. Dalam
pola asuh ini, orang tua memberi
kontrol terhadap anaknya dalam
batas-batas tertentu, aturan untuk
hal-hal yang esensial saja, dengan
tetap menunjukkan dukungan, cinta
dan kehangatan kepada anaknya.
Melalui pola asuh ini anak juga dapat
merasa bebas mengungkapkan
kesulitannya, kegelisahannya kepada
orang tua karena ia tahu, orang tua
akan membantunya mencari jalan
keluar tanpa berusaha mendiktenya
(Shochib, 1998:42).
Dari berbagai macam pola asuh
yang banyak dikenal, pola asuh
demokratis mempunyai dampak
positif yang lebih besar dibandingkan
dengan pola asuh otoriter maupun
permisif. Dengan pola asuh
demokratis anak akan menjadi orang
yang mau menerima kritik dari orang
lain, mampu menghargai orang lain,
mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi dan mampu bertanggung
jawab terhadap kehidupan sosialnya.
Tidak ada orang tua yang
menerapkan salah satu macam pola
asuh dengan murni, dalam mendidik
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
53
anak-anaknya. Orang tua
menerapkan berbagai macam pola
asuh dengan memiliki
kecenderungan kepada salah satu
macam pola.
C. Metode Penelitian.
Metode penelitian bisa
diartikan sebagai cara seorang
peneliti melakukan penelitian sesuai
dengan aturan-aturan yang telah
ditentukan untuk memperoleh hasil
yang dapat diuji ketepatan dan
kebenarannya. Dengan begitu
dipaparkan secara jelas mengenai
metode penelitian yang digunakan.
Penelitiaan ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian studi kasus karena data
yang dikumpulkan adalah tentang
inspirasi mantan tenaga kerja
Indonesia (TKI) dalam upaya
menginternalisasi nilai karakter
disiplin dan kreatif sebagai upaya
pengembangan kepribadian pada
masyarakat eks migrant worker desa
Pulotondo, Kecamatan Ngunut.
Alasan pemilihan lokasi
tersebut karena pertimbangan bahwa
di Desa Pulotondo tersebut hampir
separuh dari kepala keluarga (KK)
yang ada, terdapat salah satu
anggotanya yang mencari nafkah
dengan merantau sebagai tenaga
kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Yang menarik sebagian dari mereka
kemudian memutuskan untuk tidak
kembali dan lebih memilih mengadu
nasib di daerah berbekal kedisiplinan
kerja dan kreatifitas yang dimiliki.
Beberapa informan kunci
dipakai untuk mendapatkan data
dengan teknik observasi
nonpartisipan, wawancara tipe open-
ended, dan dokumentasi terkait
dengan subjek penelitian.
Data yang terkumpul dianalisis
dengan menggunakan analisa
kualitatif. Data dikumpulkan dan
dianalisa setiap meninggalkan
lapangan. Secara umum sebenarnya
proses analisis telah dimulai sejak
peneliti menetapkan fokus,
permasalahan dan lokasi penelitian,
kemudian menjadi intensif ketika
turun ke lapangan. Berdasarkan
sejumlah tehnik pengumpulan data
dan dari berbagai unit analisis data
yang telah ditetapkan kriterianya,
data dalam bentuk catatan lapangan
dianalisis dengan cara melakukan
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
55
penghalusan bahan empirik yang
masih kasar ke dalam laporan
lapangan. Dengan begitu peneliti
melakukan penyederhanaan data
menjadi beberapa unit informasi
yang rinci tetapi sudah terfokus,
dalam ungkapan asli responden
(indigenous concept) sebagai
penangkapan perspektif emiknya.
Dengan demikian laporan lapangan
yang detail (induksi) dapat berupa
data yang lebih mudah dipahami,
dicarikan makna sehingga ditemukan
pikiran apa yang tersembunyi di
balik cerita mereka (interpretasi) dan
akhirnya dapat diciptakan suatu
konsep (konseptualisasi).
konseptualisasi maksudnya adalah
ketika responden bersama peneliti
memberikan pernyataan singkat
(mengabstraksi) tentang apa
sebenarnya yang dialami oleh
responden serta keinginan apa yang
tersembunyi dibalik cerita detail
mereka.
Pengumpulan data dan
analisisnya berproses dari upaya
memperoleh informasi tentang
banyak hal yakni, data lokasi yang
terkait permasalahan penelitian, life
history (riwayat hidup) kondisi sosial
serta pekerjaan dari para responden
yang berhubungan dengan fokus
penelitian (inspirasi mantan tenaga
kerja Indonesia (TKI) dalam upaya
menginternalisasi nilai karakter
disiplin dan kreatif sebagai upaya
pengembangan kepribadian).
Terakhir adalah data yang langsung
berhubungan untuk menjawab
permasalahan penelitian. Dengan
kata lain peneliti menerapkan kriteria
eksklusi-inklusi data. Proses ini
menurut Hamidi (2005 : 79) bisa
disebut sampling, yakni membuang
yang tidak atau kurang relevan dan
memasukkan data yang relevan
untuk menjawab permasalahan
penelitian, yang kemudian
dipergunakan untuk memperoleh
data yang secara meyakinkan
menopang terciptanya suatu konsep
atau terbangunnya suatu pernyataan
teoritik.
Agar data yang diperoleh
mendapatkan derajat kepercayaan
serta kepastian, maka dalam
pengecekan keabsahan data tersebut
digunakan teknik triangulasi. Denzin
(1978) membedakan empat macam
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
55
triangulasi sebagai tehnik
pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode,
penyidik, dan teori (Moleong, 2010 :
178).
Penelitian ini menggunakan
triangulasi sumber yakni dengan
membandingkan serta mengecek
balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif, hal tersebut dapat
dicapai dengan jalan :
a. Membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil
wawancara
b. Membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan
umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi
c. Membandingkan apa yang
dikatakan orang-orang tentang
situasi penelitian dengan apa
yang dikatakannya sepanjang
waktu
d. Membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.
D. Sajian Dan Analisa Data.
1. Menginspirasikan nilai
karakter disiplin dan kreatif
pada anak-anak.
Semua orang tua pasti berharap
anaknya akan tumbuh menjadi anak
yang berkepribadian dan berkarakter
baik, tidak terkecuali para eks
migrant worker asal desa Pulotondo
yang menginginkan anak-anak
mereka tumbuh menjadi anak yang
berkepribadian dan berkarakter
disiplin dan kreatif. Disiplin dan
kreatif tidak bisa muncul begitu saja
pada anak-anak, akan tetapi
diperlukan cara dan pola mendidik
yang baik kepada mereka.
Mengingat anak seperti kertas putih
tinggal bagaimana orang tua
memberikan motif dan gambar pada
kertas tersebut. Dengan demikian
perkembangan anak tersebut sangat
tergantung dengan kondisi
lingkungan di sekitarnya terutama
lingkungan keluarga.
Untuk mewujudkan keinginan
menjadikan anak-anak mereka
memiliki kepribadian yang disiplin
dan kreatif tersebut para eks migrant
worker menginspirasikan
kedisiplinan dan kreativitas pada
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
55
anak-anak mereka melalui beberapa
teknik, yaitu sebagai berikut:
a. Menjadi cermin yang baik
untuk anak.
Ketika masih kecil anak
cenderung menggunakan
perasaan ketimbang logika.
Baru ketika beranjak dewasa
mereka mulai menggunakan
logikanya dalam berpikir.
Kalau sejak kecil orang tua
sudah memberi contoh perilaku
kasar pada anaknya, maka
jangan salahkan kalau anak
akan menjadi pribadi yang
kasar juga. Tapi lain halnya
kalau menerapkan kelembutan,
maka anak pun akan menjadi
pribadi yang baik pula.
Dengan memposisikan diri
sebagai cermin dan anak
sebagai orang yang sedang
bercermin, sangat
memungkinkan sang buah hati
mengikuti apa yang dilihat oleh
mata mereka dan apa yang
mereka rasa ketika harus
mengalaminya. Banyak hal
yang telah dilakukan para eks
migrant worker dengan
cerminan diri untuk melatih
kedisiplinan dan kreativitas
anak seperti ketika
memberikan keteladanan dan
bimbingan dalam menjalankan
ibadah yang memiliki nilai
kedisiplinan seperti sholat yang
harus genap dan tepat lima
waktu dalam setiap harinya,
disiplin dalam menjaga
kebersihan lingkungan seperti
dengan memberikan
percontohan dan menerapkan
sejak dini membuang sampah
pada tempat yang sudah
disediakan. Dan dengan
cerminan diri ini pula mereka
memberikan contoh yang baik
bagaimana mereka harus
kreatif dalam bekerja untuk
tampil sebagai orang tua yang
bertanggungjawab demi
menghidupi keluarga dengan
penghasilan yang halal dan
barokah melalui beragam
pekerjaan dan karya yang
mereka tekuni.
Membiasakan diri menjadi
cerminan baik untuk anak-anak
secara tidak langsung telah
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
55
memberikan inspirasi yang
baik untuk anak-anak.
Sebagaimana yang dikatakan
oleh Mead bahwasannya anak
adalah aktor yang terbaik
dalam berimitasi dan
kepribadian anak tumbuh lewat
proses imitasi dalam interaksi
sosialnya bersama significant
others maupun generalized
others (Ritzer & Goodman,
2005: 283).
b. Menjadi sosok teman yang
mengembirakan buat anak.
Mengaburkan batas senioritas
dan unioritas sejak dini bisa
menumbuhkan rasa nyaman
bagi anak. Para orang tua eks
migrant worker yang
memposisikan diri sebagai
teman yang menggembirakan
bagi anak memunculkan
suasana komunikatif dalam
keluarga, sehingga di saat anak
mendapatkan kesulitan dan
butuh tempat mengadu, maka
orang tua merupakan orang
pertama yang dicari anak untuk
dimintai nasehat dan
bimbingan dalam
menyelesaikan permasalahan.
Seperti masalah yang didapat
di sekolah maupun ketika
bermain dengan teman sebaya.
Dengan menjadi teman tersebut
sekaligus orang tua bisa
mengontrol perkembangan
anak, sebab anak terbiasa
menceritakan apa saja yang
telah dilakukan baik dalam
pengawasan maupun di luar
pengawasan orang tua sehingga
ketika mendapati anak sudah
mulai keluar dari tatanan nilai
maka orang tua langsung bisa
memberikan pengarahan dan
bimbingan yang baik buat
anak, ataupun sebaliknya
ketika anak mendapatkan
sebuah prestasi bisa
memberikan dorongan untuk
semakin meningkatkan
potensinya.
Sosok teman yang
mengembirakan memberikan
nuansa positif bagi
perkembangan anak terutama
dalam internalisasi nilai
karakter bagi anak, sebab
pembiasaan yang berlangsung
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
56
setiap hari merupakan
pendidikan yang diterima oleh
anak dan memberikan
inspirasi-inspirasi untuk
pengembangan karakter dan
potensi kedepan anak,
sekaligus menjadi pondasi
yang kokoh untuk masa depan
anak dalam kehidupan
bermasyarakat kelak. Menjadi
teman yang menggembirakan
bagi anak berarti fungsi
keluarga sebagai tempat
perlindungan dan sosialisasi
serta pendidikan telah berjalan
dengan baik, dan nuansa
demokratis yang ditunjukkan
memberikan kehangatan cinta
kasih dalam keluarga yang bisa
mempercepat pengembangan
kepercayaan diri dan
kematangan karakter dan
kepribadian terutama disiplin
dan kreatifitas anak.
Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Gunarsa
(1991: 84) bahwa pola
demokratis yang
dikembangakan dalam
keluarga mendorong anak
untuk mampu berdiri sendiri,
bertanggung jawab dan yakin
terhadap diri sendiri serta daya
kreativitasnya berkembang
baik karena orang tua selalu
merangsang anaknya untuk
mampu berinisiatif.
c. Menjadi motivator yang
inspiratif bagi anak.
Fungsi keluarga di antaranya
adalah memberikan sosialisasi
dan pendidikan yang terbaik
pada anggota keluarganya,
dengan harapan nantinya tiap
generasi mampu
mengembangkan dan
memaksimalkan potensi yang
ada pada diri sesuai dengan
nilai dan norma masyarakat
serta perkembangan zaman.
Berbekal kematangan usia dan
pengalaman hidup menjadi
migrant worker, mampu
membuka wawasan mereka
menjadi lebih luas dan lebih
terbuka terhadap perubahan
yang inovatif. Meskipun
terkadang terkesan
memaksakan diri sebab tidak
ditopang dengan pendidikan
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
56
dan ketrampilan yang
memadai. Tetapi paling tidak
dengan pengalaman yang
dimiliki ada beberapa hal yang
bisa digunakan untuk
memotivasi anak-anak mereka
agar karakter disiplin dan
kreativitas mampu berkembang
dengan baik.
Dengan menyeritakan kisah
dan pengalaman yang baik
secara tidak langsung dapat
menginternalisasikan
ketokohan orang tuanya yang
memiliki kedisiplinan dan
kreativitas dalam kehidupan
mereka. Tokoh yang sudah
melekat kuat di dalam diri anak
tersebut mampu menjadi
inspirasi anak dalam
menjalankan aktivitas sehari-
hari, semakin kuat tertanam
semakin kuat inspirasi yang
dihasilkan.
Prinsip inspirasi yang coba
ditanamkan oleh para orang tua eks
pekerja migrant asal desa Pulotondo
ini sejalan dengan pemikiran tokoh
pendidikan Ki Hajar Dewantoro yang
dijadikan filosofi pendidikan di
Indonesia yaitu ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangon karso,
tutwuri handayani. Dimana para
orang tua tersebut ketika
menginginkan anak-anak mereka
tumbuh dengan karakter pribadi yang
baik maka mereka memberikan
keteladanan yang baik, dan siap
menjadi orang pertama yang akan
dicari sang anak untuk berkeluh
kesah ketika mendapatkan masalah,
serta mampu membimbing dan
memberikan semangat pada anak-
anak mereka untuk mencapai cita-
cita yang mereka inginkan.
2. Hambatan yang muncul
dalam menginspirasi nilai
karakter disiplin dan kreatif
sebagai upaya
pengembangan kepribadian
anak.
Setiap usaha tentu tidak lepas
dari berbagai hambatan, begitu juga
ketika para eks migrant worker
berupaya untuk menginspirasikan
nilai karakter pada anak-anak muncul
beberapa hambatan, yakni:
a. Rendahnya tingkat
pendidikan dan lemahnya
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
56
penguasaan teknologi
modern.
Pengalaman adalah guru yang
terbaik. Sebuah pepatah yang
sering diungkapkan untuk
menjelaskan begitu pentingnya
pendidikan yang harus dimiliki
oleh setiap individu terlepas
apakah itu pendidikan formal
maupun non formal. Hal
tersebut dirasakan oleh para
eks migrant worker, hampir
rata-rata mereka memiliki
jenjang pendidikan yang masih
rendah dan akibatnya mereka
kesulitan untuk mengikuti
perkembangan zaman terutama
pada percepatan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Akibatnya ketika mereka harus
dihadapkan dengan berbagai
persoalan yang menyangkut
penguasaan teknologi
menjadikan mereka lemah
dalam penanganan dan
pengawasan.
Seperti halnya ketika anak-
anak mereka melakukan
penyimpangan dengan
menggunakan fasilitas HP dan
Internet, orang tua tidak bisa
berbuat banyak karena tidak
memahami fitur-fitur yang ada
dan program yang tersedia.
Dan ini seringkali diperparah
dengan pemberian fasilitas
yang berlebihan terhadap anak
yang sesungguhnya belum
waktunya fasilitas tersebut
diberikan akibat dari kurang
pemahaman orang tua terhadap
tahap-tahap perkembangan
anak. Akhirnya hal ini
mengganggu dalam upaya
menginspirasikan nilai karakter
disiplin dan kreatif pada anak.
b. Pergaulan dengan teman
sebaya
lingkungan teman sebaya
memberikan andil yang sangat
besar terhadap perkembangan
kepribadian anak, sebab
kelompok teman sebaya
seringkali menjadi acuan dalam
berperilaku anak sebagai
eksistensi diri. Seringkali nilai
dan norma yang berkembang di
lingkungan teman sebaya tidak
sesuai dengan apa yang mereka
jalani di lingkungan keluarga,
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
55
sehingga hal tersebut
mengganggu proses
internalisasi nilai karakter yang
dalam hal ini adalah karakter
disiplin dan kreatif.
Misalnya saja rasa manja anak
meningkat, melihat teman-
teman sebayanya selalu diantar
jemput oleh orang tuanya
meskipun jarak rumah dengan
sekolah dekat. Berlebihnya
kasih sayang yang diberikan
menjadikan anak cenderung
memiliki sikap yang kurang
berani dan menjadi lebih lemah
dalam menghadapi persoalan.
Selain itu beberapa teman
sebaya yang orang tuanya
bekerja ke luar negeri atau
keluar kota seringkali kurang
mendapatkan perhatian dari
orang tua, hal tersebut
memberikan pengaruh buruk
terhadap perkembangan pribadi
disiplin dan kreatif anak.
Karena memang selain di
lingkungan keluarga,
dilingkungan bermain anak
merupakan akses
perkembangan kepribadian
anak yang sangat menentukan.
Semakin baik lingkungan yang
ada semakin mempercepat
proses perkembangan
kepribadian ke arah yang
positif.
E. Kesimpulan
1. Untuk mewujudkan keinginan
menjadikan anak-anak mereka
memiliki kepribadian yang
disiplin dan kreatif para eks
migrant worker
menginspirasikan kedisiplinan
dan kreativitas pada anak-anak
mereka melalui beberapa
teknik, yaitu sebagai berikut:
a. Menjadi cermin yang baik
untuk anak.
b. Menjadi sosok teman yang
mengembirakan buat anak.
c. Menjadi motivator yang
inspiratif bagi anak.
2. Usaha orang tua eks migrant
worker untuk menginspirasikan
nilai karakter disiplin dan
kreatif pada anak-anak untuk
pengembangan kepribadian
mereka memiliki beberapa
hambatan, yakni:
Muhamad Abdul Roziq Asrori: Orang Tua Inspiratif (Studi Pembinaan Nilai Karakter
Disiplin Dan Kreatif Anak Pada Keluarga Eks Pekerja Migran Desa Pulotondo
Kecamatan Ngunut)
55
a. Rendahnya tingkat
pendidikan dan lemahnya
penguasaan teknologi
modern. Hal tersebut
berdampak pada lemahnya
pengawasan orang tua
terhadap anak dan
kepercayaan anak terhadap
ketokohan orang tua di
dalam menghadapi arus
teknologi informatika
khususnya
b. Pergaulan dengan teman
sebaya yang kurang
memiliki perhatian dari
kedua orang tua mereka
seringkali memberikan
pengaruh yang kurang baik
terhadap perkembangan
karakter anak terutama
kedisiplinan dan
kreatifitas.
Daftar Pustaka
Daradjat, Zakiah.1997. Problem
Remaja Di Indonesia. Jakarta:
Bulan Bintang.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola
Komunikasi Orang Tua Dan
Anak Dalam Keluarga. Jakarta
: Rineka Cipta.
Gunarsa, Singgih D. 1991. Psikologi
Praktis Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: Gunung
Mulia.
Gunarsa, Singgih. 1989. Psikologi
remaja. Jakarta: Gunung
Mulia.
Hamidi. 2005. Metode Penelitian
Kualitatif (Aplikasi Praktis
Pembuatan Proposal dan
Laporan Penelitian). Malang:
UMM Press.
Latif, Abdul. 2009. Pendidikan
Berbasis Nilai
Kemasyarakatan. Bandung:
Refika Aditama.
Megawangi, Ratna. (2003).
Pendidikan Karakter untuk
Membangun Masyarakat
Madani. IPPK Indonesia
Heritage Foundation.
Moleong, J Lexy. 2010. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosda karya.
Mulyanti, Sri. 2013. Spiritual
Parenting. Yogyakarta:
Ramadhan Press.
Ritzer, George & Goodman, Douglas
J. 2005. Teori Sosiologi
Modern. Jakarta: Kencana
Shochib, Moh. 2010. Pola Asuh
Orang Tua Dalam Membantu
Anak Mengembangkan Disiplin
Diri. Jakarta: Rineka Cipta.