Upload
nurtania-myra
View
65
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri dapat merupakan tanda dan gejala serta bukti ketika terjadi suatu
penyakit. Seseorang dapat merasa tertekan ketika rasa nyeri menyebabkan
kesulitan makan serta hal mengganggu struktur orofasial yang dapat
menghasilkan rasa sakit yang hebat dan reaksi terhadap rasa sakit itu juga dapat
meningkatkan ambang dari rasa nyeri tersebut (Lavelle, 1975).
Reaksi terhadap rasa nyeri lebih bersifat subjektif, hal ini dapat
disebabkan karena adanya pengalaman rasa nyeri sebelumnya, dan berhubungan
dengan faktor emosi serta psikologis. Hal ini menyebabkan bahwa reaksi
terhadap rasa nyeri sangat bervariasi, tidak hanya pada individu yang berbeda
namun juga pada individu yang sama pada waktu yang berbeda (Lavelle, 1975).
Kecemasan juga dapat meningkatkan ambang rasa nyeri. Bahkan
kecemasan juga dapat menjadi penyebab terjadinya persepsi rasa nyeri meskipun
tidak ditemukan adanya lesi pada daerah yang dirasa nyeri (Lavelle, 1975).
Nyeri merupakan alasan yang paling umum yang membuat seseorang
mencari bantuan perawatan kesehatan. Saat ini nyeri tidak lagi dianggap sebagai
suatu gejala tetapi merupakan suatu penyakit atau sebagai suatu proses yang
sedang merusak sehingga dibutuhkan suatu penanganan dini. Proses nyeri
merupakan suatu proses fisiologik yang bersifat protektif untuk menyelamatkan
diri menghadapi stimulus noksious.
2
BAB II
TINJAUAN UMUM NYERI
2.1 Definisi Nyeri
Nyeri adalah sensasi lokal berupa ketidaknyamanan, distress atau rasa
sakit yang timbul dari stimulasi ujung saraf tertentu. Nyeri berfungsi sebagai
mekanisme proteksi yang menyebabkan penderitanya berusaha menghilangkan
atau menghindari sumber rasa sakit ( Okeson,2005 ).
Menurut International Assosiation for the Study of Pain, nyeri adalah
rasa tidak nyaman dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial, atau menggambarkan terjadinya kerusakan.
Nyeri memiliki sifat yang multidimensional dan multifaktorial
diantaranya fisiologis, psikologis, patologis, dan lingkungan (ekonomi, sosial,
budaya. Secara fisiologis nyeri merupakan peringatan adanya rangsang yang
bersifat nosiseptif sehingga membangkitkan fungsi perlindungan tubuh. Secara
psikologis merupakan proses persepsi yang ditentukan oleh rangsang,
kepribadian, respon tubuh dan kondisi psikis. Sedangkan secara patologis nyeri
merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan ditimbulkan oleh rangsang
yang merusak jaringan dan jika terus berlangsung akan menimbulkan efek yang
merugikan (Haroen, 2002).
3
2.2 Teori Nyeri
Nyeri pada umumnya diasumsikan sebagai pertanda bahwa telah terjadi
kerusakan pada sel maupun jaringan, dan tidak adanya persepsi nyeri
diasumsikan bahwa sel maupun jaringan dalam batas normal. Namun terkadang
proses patologis dapat berlanjut tanpa menimbulkan rasa nyeri. Berikut ini
terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai sensasi nyeri( Lavelle,
1975).
Teori Spesifitas menekankan bahwa terdapat pemisahan yang nyata
antara jalur nyeri dan raba, baik pada jalur perifer maupun pada jalur sentralnya.
Teori intensif atau sumasi menekankan bahwa terdapat pemusatan
serabut saraf aferen yang berbeda yang merangsang neron pusat, nyeri
ditunjukkan oleh pola aktivitas neron pusat tertentu.
Teori interaksi sensorik menunjukan perhatiannya pada kemampuan
beberapa masukan serabut aferen yang menghambat aktivitas dalam neuron
pusat dan menyampaikan informasi nosiseptif.
Teori Gate Control menekankan interaksi pusat terhadap masukan dari
beberapa tipe aferen. Terutama interaksi antara masukan serabut besar (A-beta)
dengan serabut kecil ( A- delta dan C ) ke dalam pusat transmisi T. Disamping
memperhatikan kecakapan modulasi mekanisme gerbang oleh pengawasan
desenden pusat (DDC).
4
Gambar 2.1 Teori Gate Control
Teori Hambatan Keseimbangan pusat menyatakan bahwa masukan nyeri
diatur oleh kegiatan serabut tipe A-delta dan C, serta A-beta yang seimbang
melalui hambatan pascasinaps di sistem saraf pusat. Secara fisiologis serabut
saraf penghantar impuls nyeri tipe A-delta merupakan serabut saraf bermielin
terkecil, konduksinya lambat dan menimbulkan nyeri berupa sensasi ngilu (cold
pain), sedangkan serabut A-beta menghantarkan impuls raba (Lavelle, 1975).
2.3 Mekanisme Sensasi Nyeri
Mekanisme timbulnya persepsi nyeri diawali oleh rangsang yang
diterima oleh reseptor, dengan proses biolistrik rangsang diubah menjadi impuls
nyeri yang selanjutnya dihantarkan oleh jalur syaraf ke pusat nyeri di korteks
serebri (Haroen, 2002).
Sensasi nyeri timbul apabila rangsang yang diterima mengenai reseptor
nyeri (nosiseptor) pada nilai ambangnya. Nyeri yang timbul merupakan nyeri
fisiologis yang bersifat superfisialis, reversibel, akut, dengan kualitas menusuk.
Nyeri ini berfungsi protektif terhadap bahaya kerusakan jaringan dan
menimbulkan refleks otonom (Haroen, 2002).
5
Sensasi nyeri timbul apabila rangsang yang diterima mengenai reseptor
lain diatas nilai ambangnya. Nyeri yang timbul bersifat patologis, bersifat nyeri
yang dalam, irreversibel, lama, dengan kualitas yang berat. Hal ini disebabkan
karena adanya kerusakan sel, baik sel non saraf maupun sel saraf (Haroen,
2002).
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan proses fisioanatomi. Sifat fisiologis persepsi
nyeri merupakan faktor yang menentukan perbedaan rasa nyeri dari rasa
lainnya.Sifat persepsi nyeri memiliki ambang yang seragam, intensitas nyeri
maksimal yang berbeda, rentang yang sempit antara ambang persepsi dengan
intensitas nyeri maksimal, tidak ada sumasi spasial, tidak ada adaptasi,
ambangnya dapat dimodifikasi oleh obat-obatan (Haroen, 2002).
Reaksi nyeri merupakan proses psikofisiologis yang menunjukan
pengalaman individu yang tidak menyenangkan. Reaksi nyeri tidak sama pada
individu yang sama pada waktu yang berbeda, Reaksi nyeri dapat dipengaruhi
oleh faktor emosi, kondisi fisik, usia, jenis, kelamin, ras dan lingkungan
(Haroen, 2002).
2.5 Sifat Fisiologis Nyeri
Rasa nyeri memiliki sifat dan ciri fisiologis tertentu yaitu sebagai organ
yang bertanggung jawab pada mekanisme penerima rangsang nosiseptif yang
merupakan unit anatomi fisiologis yang dikenal dengan nosiseptor, yaitu ujung
6
serabut saraf bebas yang memiliki sifat reaksi yang tidak tergantung pada bentuk
rangsang, ujung saraf ini berakhir dalam sitoplasma, memiliki ambang rangsang
yang tinggi, relatif tidak beradaptasi, dan tersebar luas di seluruh jaringan tubuh
(Haroen, 2002).
Memiliki sifat perlindungan tubuh dimana fungsi perlindungan tubuh
oleh sistem saraf mudah diwujudkan bila tubuh dalam kondisi terancam bahaya
yang merusak. Perubahan lingkungan merangsang organ indera untuk
membentuk dorongan aferen dalam mencapai sistem saraf otonom yang akan
menimbulkan reaksi tertentu untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi baru.
Konsep ini didukung oleh anatomi ujung saraf dan pola penyebarannya yang
optimal ke perifer (Haroen, 2002).
2.6 Aspek Patologis Nyeri
Aspek patologis nyeri pada dasarnya dapat dibedakan berdasarkan
lokasinya. Nyeri pada permukaan atau biasa disebut superficial pain biasanya
lokasinya terjadi pada kulit atau selaput lendir. Ciri yang menonjol dari nyeri ini
adalah memiliki kualitas yang jelas yaitu menusuk, tajam dan kuat. Lokasi nya
tepat dan lamanya nyeri dapat dirasakan cukup sehingga individu dapat
menginterpretasikannya. Sebenarnya nyeri superfisial masih bersifat fisiologis
bila kerusakan jaringan tidak berlanjut serta sensasi nyeri dapat berlangsung
akut, misalnya nyeri yang timbul secara eksperimental yang diinduksi oleh
rangsang listrik (Haroen, 2002).
7
Nyeri dalam atau disebut juga dengan deep pain terjadi akibat adanya
rangsang mekanis atau kimiawi pada struktur organ dalam seperti otot, tendon,
ligamen, tulang, sendi, dan pembuluh darah. Nyeri dalam ditandai oleh kualitas
yang kurang jelas, sangat menyebar, kurang dapat dilokalisir, hal ini tergantung
pada intensitas dan lama rangsang serta kedalaman jaringan yang rusak (Haroen,
2002).
Nyeri alih atau disebut juga reffered-pain biasanya sumber nyeri cukup
jauh dari lokasi yang dirasakan nyeri. Nyeri dapat dialihkan dari satu permukaan
tubuh ke permukaan tubuh lain. Misalnya nyeri dari organ viscera yang
dialihkan ke permukaan tubuh. Nyeri alih terjadi akibat reaksi sekunder dari
refleks spasme otot. Contoh yang paling sering terjadi adalah sakit kepala yang
disebabkan karena spasme otot di daerah lain (Haroen, 2002).
Nyeri visceral atau visceral pain merupakan nyeri yang terjadi pada
organ viscera, karena hanya terdapat nosiseptor, sehingga rangsang apapun yang
diterima organ viscera akan menimbulkan nyeri. Ciri khas pada nyeri viscera ini
adalah jarang menimbulkan nyeri hebat dan sulit dilokalisasi. Contoh dari
visceral pain adalah spasme pada otot polos (Haroen, 2002).
2.7 Aspek Psikologis Nyeri
Secara fisiologis nyeri merupakan tanda adanya bahaya yang
mengancam. Pengalaman subjektif dengan kualitas yang tidak menyenangkan
menentukan reaksi nya secara psikologis. Faktor yang mempengaruhi psikologis
8
nyeri adalah rangsang, individu, respon fisik dan psikis yang berbeda antar
individu (Haroen, 2002).
Aspek psikologis nyeri diklasifikasikan dengan mengutamakan efek
nyeri terhadap mental individu serta tergantung pada intensitas rangsang dan
reaksi emosional berdasarkan pengalaman (Haroen, 2002).
Secara umum aspek psikologis nyeri dapat dibedakan sebagai berikut
yaitu : nyeri yang tidak dapat ditolerir dimana terdapat gerakan ekstrim individu
yang terus menerus yang bersifat menahan, menangis, berteriak yang
berpengaruh pada kondis fisiknya. Nyeri berat biasanya sulit dilokalisir, individu
merasa menderita, cenderung berdiam diri untuk mencari ketenangan,
penampilan fisik terlihat tegang bahkan mengerang kesakitan. Pada Nyeri
sedang penderita dapat tampak tenang, berusaha melawan saat nyeri dan lokasi
nyeri masih dapat ditentukan. Dan yang terakhir, pada nyeri ringan lokasi dapat
ditentukan dengan tepat, kesadaran individu terkontrol, tenang dan tidak
terpengaruh untuk menimbulkan gerakan perlawanan (Haroen, 2002).
Di bidang kedokteran gigi, nyeri yang mempengaruhi mental seseorang
individu lebih banyak muncul dalam bentuk takut atau cemas dan dikenal
dengan sebutan dental anxiety (Haroen, 1997).
Pada individu dengan dental anxiety menunjukkan cemas atau takut akan
perawatan gigi karena antara lain oleh rasa takut yang berkembang sehubungan
dengan nyeri atau sebab yang tidak diketahui atau pengalaman akan perawatan
gigi yang telah lalu yang menimbulkan rasa nyeri. Faktor perawatan gigi yang
9
sering menimbulkan rasa takut atau cemas adalah injeksi, ekstraksi dan atau
pengeboran gigi (Haroen, 1997).
Di samping itu terdapat penyakit yang ditimbulkan oleh faktor
psikosomatik yang banyak berhubungan dengan penyakit mulut, misalnya :
sariawan (stomatitis aftosa) atau lesi-lesi pada jaringan mulut yang ternyata
bukan disebabkan oleh kekurangan vitamin C atau karena pemakaian protesa
yang salah, tetapi disebabkan oleh faktor psikis yang berupa stres, seprti
penyakit ANUG (acute necrotizing ulcerative gingivitis) ( Haroen, 1997 ).
10
BAB III
NYERI PADA SISTEM OROFASIAL
Dasar persepsi nyeri oro-fasial sama dengan nyeri umumnya, yaitu
diawali dari masuknya rangsang baik berupa mekanik, termal, kimia, maupun
listrik, sampai terjadi eksitasi (keadaan rangsangnya).
Rangsangan suatu jaringan didefinisikan sebagai suatu perubahan
lingkungan jaringan yang bila dirangsang oleh suatu rangsang dengan intensitas
cukup kuat mengakibatkan jaringan tersebut bereaksi.
Rangsangan mengakibatkan perubahan polaritas aksolema dan bila
lamanya perubahan serta intensitasnya adekuat , maka perubahan ini disebarkan
ke sepanjang serabut saraf dalam bentuk gelombang yang disebut impils saraf.
Penjaran impuls saraf dari suatu titik ke titik sepanjang serabut saraf disebut
konduksi ( Haroen, 1997 ).
3.1 Aspek Fisiologis Reseptor pada Sistem Orofasial
Dalam suatu jaringan terdapat suatu reseptor yang peka terhadap suatu
rangsang tertentu dan untuk mengawali terjadinya suatu impuls saraf, rangsang
tersebut harus memiliki kekuatan yang dapat menimbulkan perubahan polaritas
pada aksolemanya ( Haroen, 1997 ).
11
3.2 Reseptor Sensorik pada Gigi dan Jaringan Pendukung
Satu-satunya sensasi yang timbul pada rangsangan gigi adalah nyeri. Hal
ini terjadi karena satu-satunya reseptor yang terdapat pada gigi adalah
nosiseptor, sedangkan pada jaringan pendukung gigi dan jaringan mulut lainnya
terdapat semua jenis reseptor. Reseptor sensorik pada gigi adalah nosiseptor
yang terminalnya terletak di dentin, predentin, atau pulpodentinal junction
(Haroen, 1997) .
Persarafan gigi terdiri dari serabut saraf sensorik yang masuk ke ruang
pulpa gigi melalui foramen apikal bersama-sama dengan pembuluh darah dan
memungkinkan terjadi hubungan antara pulpa dengan jaringan pendukung gigi
dan jaringan sekitar gigi. Serabut saraf ini bermielin dan bercabang-cabang yang
akhirnya melepaskan sarung myelin nya dan dan berhenti sebagai reseptor di
dalam kanalikuli dentin bagian dalam, pre dentin atau di antara sel dentinoblas,
dan di daerah pulpo-dentinal junction, bahkan ada yang berakhir di dento-
enamel junction. Karena itu di daerah-daerah tersebut sangat sensitive terhadap
rangsangan, diduga merupakan hasil rangsangan langsung pada nosiseptor nya.
( Haroen, 1997 ).
Serabut saraf dalam kanalikuli dentin berjalan bersama-sama serat Tomes
sampai 1/3- ½ bagian dalam dentin. Satu sel dentinoblas bersama-sama satu atau
lebih ujung saraf bebas yang menyertainya membentuk suatu kompleks
mekanoreseptif yang juga menimbulkan sensitivitas dentin ( Haroen, 1997 ).
12
3.3 Reseptor pada Gusi
Pada gusi terdapat reseptor: nosiseptor, korpuskulus Meissner,
korpuskulus Pacini, korpuskulus Ruffini, dan korpuskulus Krause. Dengan
demikian rangsangan pada gusi dapat menimbulkan sensasi nyeri, suhu, dan
taktil ( Haroen, 1997 ).
3.4 Reseptor pada membran periodontal
Region proksimal membrane periodontal mengandung mekanoreseptor
sederhana yang berasal dari serabut syaraf bermielin yang dikelilingi
endonerium dan kapsul dari dua sel kapsular yang dikelilingi jaringan ikat.
Disamping itu terdapat juga mekanoreseptor gabungan end ring.
Regio sentral membran periodontal mengandung mekanoreseptor
sederhana yang berasal dari serabut saraf bermielin yang dikelilingi oleh
sitoplasma sel Schwan dan lamina basalis, dipisahkan oleh septum sel kapsular
dari reseptor yang berasal serabut saraf tanpa myelin yang mempunyai
mitokondria, nerofilamen, dan nerofibril.
Regio distal mengandung reseptor yang berasal dari serabut saraf
bermielin yang melepaskan sarung myelin nya kemudian bercabang-cabang dan
masuk ke dalam kompleks neural dan mekanoreseptor gabungan yang berasal
dari serabut saraf myelin dan tanpa myelin yang dikelilingi sitoplasma sel
Schwann.
Mekanoreseptor kompleks yang merupakan mekanoreseptor sederhana
dan gabungan tersebut di atas yang tersebar di dalam membran periodontal.
13
Mekanisme penghantaran impuls saraf pada jaringan pendukung gigi dan
sensasi pada gigi ( Haroen, 1997 ).
3.5 Nyeri Pada Regio Oro-Fasial
3.5.1 Nyeri gigi
Nyeri oro-fasial yang paling biasa terjadi adalah nyeri gigi. Berbagai
aspek klinik dan banyak keadaan yang menunjukkan nyeri gigi dipelajari dalam
patologi oral dan endodontik.
Efek dari rangsang pulpa direfleksikan sebagai perubahan di dalam
aktivitas neuron yang tersebar di daerah luas pada otak, yaitu pada nuklei
sensorik trigeminal batang otak, nuklei motorik saraf otak, serebellum, formasio
retikuler, talamus ventrobasal, hipotalamus, somato sensorik korteks serebri, dan
korteks serebri orbital. Melalui aktivitas saraf tersebut, rangsang pulpa sampai di
tingkat persepsi sadar yang menghasilkan emosi, motivasi, dan perubahan
perilaku lain, dan juga berhubungan dengan respon refleks.
Terdapat dua tanda yang penting pada sensasi pulpa. Yaitu mengenai
lokalisasinya dan kualitasnya. Dalam menegakkan diagnosis nyeri gigi, maka
yang penting dan berguna adalah menentukan lokalisasinya, walaupun pada
kenyataannya nyeri gigi merupakan hal sulit di lokalisasi. Observasi
eksperimental dengan menggunakan rangsang listrik untuk menginduksi nyeri
gigi dapat menentukan sensasi gigi yang timbul ( Haroen, 1997 ).
Pengalaman sensorik yang ditimbulkan secara alami (karies, trauma) atau
secara artifisial (rangsang listrik) terhadap pulpa gigi adalah timbulnya nyeri
14
gigi. Pengalaman nyeri ini ditandai oleh nyeri pertama dengan sensasi nyeri
tajam yang pada peristiwa selanjutnya ditandai oleh nyeri sekunder dengan
sensasi nyeri tumpul. Di lain pihak jenis kualitas nyeri berguna dalam
menegakkan difrensial diagnosis keadaan pulpa juga kualitas sensasinya
( Haroen, 1997 ).
3.5.2 Nyeri Kepala
Seperti halnya sindrom disfungsi nyeri, maka nyeri kepala juga
merupakan kondisi dengan berbagai simptom, teori etiologinya. Nyeri kepala
berkisar dari nyeri kepala frontal atau temporal yang ringan yang banyak dialami
individu sampai kondisi nyeri yang berat pada migren. Nyeri kepala juga
merupakan manifestasi klinik dari sejumlah penyakit yang berbeda.
Mekanisme utama nyeri kepala masih merupakan materi yang diraba-
raba, pandangan lama mengatakan bahwa nyeri kepala merupakan faktor
psikologik yang dipasu oleh stres dan kecemasan.
Perkembangan penelitian menemukan bahwa etiologi stres
mengakibatkan kontraksi otot kulit kepala dan perubahan aliran darah serebral
dan perubahan pada pembuluh darah kulit kepala.
3.5.3 Neuralgia
Dikarakteristikan oleh nyeri paroxysmal yang tiba-tiba, yang teras hingga
ke peripheral pada nervus yang terlibat. Nyeri ini episodik, biasanya dalam
periode remisi total dari nyeri. Trigeminal neuralgia merupakan kondisi nyeri
15
yang mengenai wajah unilateral dalam pendistribusian 1 atau lebih cabang
nervus trigeminenal. Karakateristiknya brief-shock like, dengan stimulus non-
nyeri seperti menyentuh atau mencuci wajah, mencukur, merokok, bicara dan
menggosok gigi.
16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Nyeri adalah sensasi lokal berupa ketidaknyamanan, distress atau rasa sakit
yang timbul dari stimulasi ujung saraf tertentu yang berfungsi sebagai
mekanisme proteksi yang menyebabkan penderitanya berusaha
menghilangkan atau menghindari sumber rasa sakit.
2. Nyeri memiliki sifat yang multidimensional dan multifaktorial diantaranya
fisiologis, psikologis, patologis, dan lingkungan (ekonomi, sosial, budaya).
3. Di bidang kedokteran gigi, nyeri yang mempengaruhi mental seseorang
individu lebih banyak muncul dalam bentuk takut atau cemas dan dikenal
dengan sebutan dental anxiety
4. Nyeri gigi, nyeri kepala dan neuralgia merupakan nyeri pada regio orofasial
yang paling banyak terjadi.
5. Dokter gigi memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai nyeri untuk
dapat menegakkan diagnosa yang tepat terhadap suatu keluhan nyeri, dan
memastikan bahwa nyeri yang dikeluhkan bukan merupakan suatu nyeri
alih.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bradley, RM. 1995. Essentials of Oral Physiology. Mosby. St. Louis.
Haroen, Edeh Roletta. 1997. Faal Sistem Stomatognatik : Respon Sistem
Orofasial terhadap Rangsang. Bandung
Haroen, Edeh Roletta. 2002. Biologi oral II. Buku Pegangan Kuliah Mahasiswa.
FKG Unpad Bandung
Lavelle, C.L.B. 1975. Applied Physiology Of The Mouth. John Wright and Sons
Limited. Bristol.
Okeson, JP. 2005. Bell’s Orofacial Pains: The Clinical Management of
Orofacial Pain. 6th edition. Quintessence Publishing Co,Inc. Chicago.