Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENELITIAN KUALITATIF
SEBAT: SIMBOL INTERAKSI DALAM PERGAULAN OLEH KALANGAN REMAJA
(PEMUDA) DI GIRIKERTO
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
Callista Nabila E. I. (18/424737/SP/28285)
Dian Wikananto (18/424739/SP/28287)
Gabriel Advena Rosa M. (18/424744/SP/28292)
Mutiara Nur Hayati (18/428307/SP/28516)
Prestigi Raihani Utomo (18/428312/SP/28521)
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… 1
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………........ 2
A. Latar Belakang …………………………………………………………............ 2
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………........ 2
C. Metodologi Penelitian………………………………………………………….. 3
1. Metode Penelitian………………………………………………………….. 3
2. Waktu dan Lokasi Penelitian………………………………………………. 3
3. Data dan Sumber Data……………………………………………………... 3
4. Teknik Pengumpulan Data…………………………………………………. 3
BAB II DESKRIPSI WLAYAH……………………………………………………….. 4
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN…………………………………………... 6
A. Latar Belakang dan Penyebab Merokok………………………………………. 6
B. Setting Merokok…………………………………………………………........... 8
C. Istilah Merokok:Sebat………………………………………………………….. 9
D. Mekanisme Merokok…………………………………………………………... 11
E. Merokok Dalam Ruang Sosial…………………………………………………. 12
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………................. 16
A. Kesimpulan………………………………………………………….................. 16
B. Limitasi…………………………………………………………........................ 16
C. Saran…………………………………………………………...………………. 16
REFERENSI…………………………………………………………...…………......... 17
LAMPIRAN…………………………………………………………...………….......... 19
A. Daftar Pewawancara dan Informan…………...…………...…………...……… 19
B. Pembagian Kerja Dalam Tugas Kelompok…………...…………...………….... 20
C. Mind-Mapping Kelompok…………...…………...…………...………….......... 20
D. Mind-Mapping Individu…………...…………...…………...…………...……... 21
E. Poster…………...…………...…………...…………...…………...…………..... 24
BAB I
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di
dunia dan tertinggi di ASEAN (Suryawati, Kartikawulan dan Hariyadi, 2012). Di
Indonesia sendiri, merokok merupakan hal lumrah yang biasa dilakukan dalam
keseharian (Sukendro, 2007 dalam Martini, 2014). Faktor lingkungan berupa
lingkungan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat berperan dalam pembentukan
sikap yang berkaitan dengan aktivitas merokok. Faktor lingkungan yang sangat
mendukung akan menyebabkan seseorang merokok terlalu dini yang kemudian
terbawa sampai pada masa depan mereka.
Menurut Martini (2014), merokok merupakan aktivitas yang biasa dilakukan
oleh semua kalangan dari mereka yang muda hingga mereka yang dewasa, bahkan
lansia. Aktivitas tersebut seringkali dijumpai sebagai sarana untuk mengobrol dan
nongkrong. Maka tak heran bila pemuda ikut ambil bagian dalam aktivitas ini dan
dijadikan sebagai sarana berinteraksi. Biasanya pemuda saat ini sering menyebut
kata sebat ketika melakukan aktivitas merokok. Sebat memiliki arti sebatang dan
bukan merupakan kata baku sehingga kata sebat ini terkadang asing bagi orang-
orang.
Aktivitas merokok pada pemuda memiliki sisi positif, yaitu pemuda dapat
berinteraksi dengan orang lain secara mudah dan menjalin hubungan yang baru
karena adanya kolektivitas dan kesamaan perilaku mereka. Hal tersebut terjadi dalam
ruang sosial dimana keberadaan mereka saling berhubungan satu dengan lainnya.
Ruang sosial tersebut dapat berada dalam tempat-tempat seperti cafe, angkringan,
maupun tempat lain.
Oleh karena itu proses interaksi ketika pemuda sedang merokok menjadi
fenomena tersendiri untuk dijelaskan. Menarik juga untuk dipahami bahwa merokok
secara kolektif dalam ruang sosial terdapat hal-hal lain yang mungkin tidak disadari
secara langsung.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana sebat digunakan sebagai simbol interaksi dalam pergaulan oleh kalangan
pemuda/teman sebaya di Girikerto?
2
C. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian
kualitatif berusaha untuk menemukan dan memahami akan makna baik
individu maupun kelompok dalam kehidupan sosial (Creswell, 2017). Dalam
penelitian kualitatif lebih menitikberatkan pada peran peneliti sebagai
instrumen dalam penelitian karena perannya menuntut harus bisa beradaptasi
di dalam lingkungan sosial, dimana peneliti mampu untuk mengungkap data
dari peristiwa setempat (Mulyadi, 2011).
2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 27 April-1 Mei 2019 di Desa
Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemilihan lokasi berdasarkan hasil kesepakatan bersama dalam kelas Mata
Kuliah Metode Penelitian Kualitatif I yang diagendakan bersamaan dengan
kuliah lapangan Mata Kuliah Metode Penelitian Kuantitatif I.
3. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan sebagai bahan analisis merupakan data primer
yang diperoleh secara langsung dan kajian-kajian terdahulu untuk mendukung
analisis yang dibuat. Sumber data berasal dari proses wawancara dengan
berdasarkan instrumen pertanyaan dan rekaman saat wawancara.
4. Teknik Pengumpulan Data
Data primer penelitian dikumpulkan dengan teknik wawancara dan
observasi lapangan. Sedangkan kajian-kajian terdahulu dikumpulkan melalui
pustaka atau sumber jurnal.
3
BAB II
DESKRIPSI WILAYAH
Desa Girikerto merupakan sebuah desa di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah desa Girikerto berbatasan langsung dengan Gunung
Merapi di sebelah utara, Desa Purwobinangun Kecamatan Pakem di sebelah timur, Desa
Donokerto di sebelah selatan dan Desa Wonokerto di sebelah barat. Desa Girikerto terbagi
menjadi 13 padukuhan, yakni padukuhan Ngandong, Nganggring, Kloposawit, Kemirikebo,
Sukorejo, Pancoh, Nangsri, Bangunmulyo, Babadan, Glagahombo, Somohitan, Surodadi Lor,
dan Karanggawang. Selain itu Desa Girikerto juga terbagi menjadi 26 RW dan 66 RT dengan
total penduduk 7.582 jiwa dan memiliki kepadatan penduduk 580 km2 (BPS Sleman, 2018).
Jarak antar padukuhan ataupun rumah dalam wilayah desa Girikerto berjauhan, sebab
dipisahkan baik oleh hutan maupun perkebunan salak. Mata pencaharian terbanyak di Desa
Girikerto ialah petani dan peternak. Hal tersebut didukung dengan luasnya lahan sawah,
kebun dan banyaknya kandang kambing etawa di kawasan Desa Girikerto. Walaupun berada
di lereng Gunung Merapi akses jalan menuju Desa Girikerto sudah beraspal sehingga lokasi
desa mudah dijangkau menggunakan semua kendaraan bermotor.
Gambar 1. Lokasi Kelompok Tani Mandiri
Peneliti melakukan penelitian dan observasi di dua padukuhan, yakni padukuhan
Nganggring dan Bangunmulyo. Padukuhan Nganggring merupakan desa wisata sehingga
terdapat sebuah kelompok tani bernama Kelompok Tani Mandiri. Kelompok Tani dikelola
sendiri oleh warga dukuh Nganggring. Lokasi tersebut digunakan sebagai lokasi pusat
kegiatan desa wisata dan peternakan kambing. Selain itu, di lokasi tersebut terdapat
4
angkringan dengan koneksi wifi sehingga menjadi titik berkumpul dan bersosialisasi bagi
warga dukuh baik yang berusia tua maupun muda.
Padukuhan Bangunmulyo berada lebih bawah daripada Padukuhan Nganggring dan
terletak di dekat kantor balai desa Girikerto. Jika dilihat Padukuhan Bangunmulyo dapat
dikatakan wilayah yang paling urban daripada padukuhan lain di Girikerto, sebab berada di
pusat desa dengan fasilitas umum yang memadai. Fasilitas umum yang terdapat di Padukuhan
Bangunmulyo misalnya sekolah (SD Negeri Soprayan dan SMP Negeri 3 Turi), toko
kelontong, toko fotocopy, dan berbagai warung makan.
5
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang dan Penyebab Merokok
Aktivitas merokok merupakan hal yang dianggap lumrah oleh kebanyakan orang,
yang dapat dilakukan secara kolektif maupun individual. Tanpa disadari, aktivitas
merokok menjadi bagian dari kehidupan seorang perokok hingga mengesampingkan
dampak negatif dan resiko kesehatan yang terjadi terhadap perokok maupun orang lain
disekitarnya (Harun dkk, 2017). Dibalik aktivitas merokok yang dilakukan, seorang
perokok memiliki alasan untuk menjadikan rokok sebagai sebuah aktivitas sehari-hari.
Dalam penelitian yang penulis lakukan di desa Girikerto, Pemuda disana menyebutkan
bahwa terdapat alasan dan proses mengapa mereka merokok untuk pertama kali dan
kemudian menjadi sebuah kebiasaan yang berulang. Menurut Widiansyah (2014) faktor
lingkungan menjadi faktor dominan yang menjadi penyebab seseorang untuk merokok,
baik itu melalui teman sebaya atau peer group maupun melalui lingkungan keluarga.
Data dari hasil wawancara menunjukkan bahwa pemuda desa Girikerto memiliki
kesamaan untuk merokok pertama kali yaitu ketika mereka masih duduk di bangku
Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA). Kegiatan
merokok seringkali dilakukan oleh individu terutama pada laki-laki sebagai bentuk
kegiatan sosialnya, yang dimulai ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas atau
mungkin sebelumnya (Widiansyah, 2014). Mereka mengawali aktivitas merokok di usia
remaja dengan berbagai alasan, namun alasan yang kerap diungkapkan oleh informan
yaitu melihat dan mengikuti teman-temannya yang sudah merokok.
“Itu dari lingkungan sekitar mas, kalo keluarga kan biasanya jarang ngerokok, kadi tergantung dari lingkungan kita, kita ada dimana mesti kebanyaan pada ngerokok jadi biasanya ikut-ikutan”, Egi, 1 Mei 2019.
Disinilah faktor teman sebaya sangat berpengaruh, ketika di lingkungan
pertemanan informan banyak yang sudah mengenal rokok, dan melakukan aktivitas
merokok, hal itu dapat menggugah rasa keingintahuan individu dengan rokok. Selain itu,
rokok memiliki berbagai kandungan zat yang membuat seseorang menjadi ketagihan.
(“Nah dari rasa ingin tahu muncul ya... coba gitu jadi akhirnya keterusan”) Egi, 1 Mei
2019.
6
Lingkungan keluarga juga menjadi alasan bagi pemuda untuk merokok. Keluarga
sebagai agen sosialisasi yang pertama terhadap seorang individu dapat memberikan
pengaruh bagi kehidupan bermasyarakatnya. Menurut Wahib (2015), kedudukan keluarga
memiliki sifat fundamental yang memiliki peran dalam pembentukan perilaku seorang
anak, karena keluarga merupakan wadah dimana sifat dan karakter anak terbentuk untuk
pertama kalinya. Dalam hal ini, informan kami yang bernama Aji menyebutkan beberapa
pernyataan mengenai peran keluarga yang melandasi informan untuk merokok.
X: “Ehm masnya kenal rokok tu dari kapan?”
Y: “Ya kalo mulai kenal rokok itu dari SD, punya bapak”
X: “Bapak gapapa?”
Y: “Soalnya bapak saya juga ngerokok” Aji, 28 April 2019
Pernyataan itu mengungkapkan bahwa Ayah dari Aji juga merupakan seorang
perokok dan memperlihatkan aktivitas merokoknya di sekitar rumah, selain itu Aji
mengaku belum bisa menahan diri untuk tidak merokok, salah satu alasannya karena ia
sering melihat ayahnya merokok bersama teman temannya di rumah. Seorang anak
menganggap bahwa kedua orang tuanya merupakan figur panutan dalam bertingkah laku,
sehingga hal yang terlihat pada anak yaitu proses meniru, anak sering bertindak tanpa
mengetahui dengan jelas maksud dan tujuannya (Suparlan & Hajaroh, 1994). Tindakan
ayah Aji dalam melakukan aktivitas merokok di rumah dapat secara langsung dilihat oleh
Aji, dan dapat memperkenalkan Aji dengan rokok. Ditambah lagi Aji sudah mendapatkan
izin dari kedua orang tuanya dan diperbolehkan untuk merokok. Mulai dari perizinan
orang tua, dan didukung dengan lingkungan keluarga dan teman sebaya memberikan
dorongan yang semakin kuat seorang individu untuk merokok.
7
Story Box 1Aji mulai mengenal rokok ketika kelas 5 SD karena sering melihat ayahnya yang merokok di teras rumah. Di usia 16 tahun, Aji mulai belajar merokok secara otodidak karena melihat teman - temannya yang sudah merokok. Menurut Aji, rokok memberikan rasa yang khas hingga dirinya menjadi ketagihan. Dengan penghasilan tambahan yang didapatkan dari upah memberi makan hewan ternak, Aji dapat menyisihkan uangnya untuk membeli rokok. Izin dari kedua orangtuanya membuat Aji menjadi perokok aktif.
B. Setting Merokok
Kegiatan merokok sudah menjadi sebuah bagian kehidupan sehari-hari dari
seorang perokok sehingga aktivitas merokok menjadi suatu hal yang terdengar lumrah
atau biasa. Merokok menjadi suatu aktivitas yang dikatakan bisa dilakukan dimana saja
karena memang merokok tidak memerlukan tempat yang luas atau khusus. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, tempat bisa diartikan sebagai ruang (bidang, rumah, dan
sebagainya) yang tersedia untuk melakukan sesuatu: -- belajar; -- duduk. Namun terdapat
beberapa tempat yang memiliki aturan tersendiri untuk dilarang merokok (no smoking
area) sehingga tidak semua tempat diperbolehkan untuk merokok.
Dari hasil wawancara dan observasi lapangan yang telah kami lakukan di Desa
Girikerto, pemuda yang berhasil kami wawancarai menyebutkan bahwa merokok tidak
harus berada di tempat khusus, melainkan di tempat dimana mereka merasa nyaman, baik
di tempat tongkrongan maupun dirumah masing-masing. Informan yang berhasil saya
wawancarai bernama Mu’as menyebutkan bahwa ia juga melakukan aktivitas merokok di
angkringan dekat sekolah bersama teman-temannya. Hal ini diperkuat oleh pemuda
pemuda-pemuda lain di desa Girikerto (“Iya. boleh merokok asalkan tidak di
lingkungansekolahan”), Aji, 28 April 2019.
8
Story Box 2Mu’as merupakan informan yang berhasil diwawancarai mengenai rokok. Ia yang baru saja lulus dari SMK Insan Cendekia, pada saat saya wawancarai ia sempat mengatakan bahwa pernah merokok di angkringan dekat sekolah saat jam istirahat dan diketahui oleh gurunya. Mu’as dan teman-temannya mendapat hukuman untuk membersihkan kamar mandi sekolah. Namun, di kemudian harinya setelah mendapat hukuman membersihkan kamar mandi ia dan teman-temannya tetap melakukan hal yang sama lagi.
Berbeda dengan aturan sekolah, informan yang berhasil saya wawancarai
mengakui bahwa terdapat kebebasan bagi dirinya untuk merokok di dalam lingkungan
rumah dan orang tua mengetahui bahwa dirinya adalah perokok. Selain itu, informan juga
menyebutkan bahwa ia dan teman-temannya sering merokok bersama di tempat seperti
gazebo dan terdapat warung di dalamnya pada area lingkungan peternakan kambing
etawa, seperti apa yang dikatakannya saat wawancara (“ya kalau ga ya disini (sambil
menunjuk tempat dimana informan duduk sekarang)”), Muas, 28 April 2019.
Gambar 2. Tempat Mu’as dan teman-temannya sering berkumpul
C. Istilah Merokok: Sebat
Beranjak dari pembahasan mengenai setting, dalam aktivitas merokok yang
menjadi fokus penelitian kami juga mengadopsi istilah sebat sebagai persamaan makna
dari merokok. Alasan kami mengangkat istilah sebat karena kami sering mendengar
istilah tersebut kerap kali digunakan oleh para pemuda yang merokok, sehingga kami
beranggapan bahwa istilah ini sesuai dengan topik penelitian kami. Menurut Wargadireja
(2017), kata sebat sendiri memang hanya sebatas bahasa slang atau bahasa gaul yang
biasa digunakan oleh orang-orang tertentu. Oleh karena itu, ada juga beberapa dari
mereka (perokok) yang kurang memahami atau bahkan tidak mengerti sama sekali
tentang istilah sebat. Lebih dari itu, sebat juga dimaknai dengan istilah yang digunakan
untuk menunda waktu atas sebuah kesibukan tertentu atau ketika sedang buntu dalam
berpikir (Wargadiredja, 2017). Bisa dipahami dari maksud yang disampaikan oleh
Wargadiredja bahwa sebat juga diasumsikan sebagai alat penunda waktu yang terkadang
9
diselingi dengan melepas penat atas suatu kewajiban yang dimiliki oleh perokok. Namun,
yang perlu dipahami selebihnya ialah bahwa dalam melaksanakan aktivitas “sebat”
tersebut, para perokok tidak dibatasi dengan durasi tertentu saat melakukan aktivitas
merokok.
Dalam studi kasus sebat yang mengenai interaksi sosial di kalangan perokok
pemuda yang telah kami lakukan penelitian di daerah Desa Girikerto, menghasilkan data
dari beberapa informan yang telah kami wawancarai. Dari data yang diperoleh
mengungkapkan bahwa terdapat informan yang mengerti istilah sebat sebagai sinonim
kata merokok dan juga sebagai suatu hal untuk menunda kegiatan. Selain itu terdapat pula
informan yang mengerti tentang sebat hanya sebatas sinonim dari merokok. Data dari
informan juga kita ketahui ada yang tidak mengerti sama sekali mengenai istilah sebat
tersebut.
Terlepas dari pengetahuan informan mengenai istilah sebat, terdapat informan
yang mengakui bahwa di daerah setempat para pemuda yang merokok tidak
menggunakan istilah tersebut dalam aktivitas merokok mereka. Hal ini memang menjadi
akurat ketika kami sebagai peneliti menelaah latar dimana terdapat perkumpulan pemuda
yang sedang merokok tersebut memang tidak ada dari mereka yang menyebutkan istilah
sebat. Inti dari data yang kami peroleh mengatakan bahwa istilah sebat tersebut tidak
berlaku di tempat yang kami teliti.
10
Story Box 3Egi merupakan salah satu informan berasal dari Jawa Bara yang bermukin di Desa Girikerto yang berhasil diwawancarai. Menurut Egi, sebat merupakan istilah yang sama seperti merokok. Namun, untuk pemaknaan yang lebih jauh lagi ia juga memahami bahwa dalam istilah sebat tersebut mengandung makna yang bermaksud sebagai penunda suatu kegiatan.
Story Box 4Sholeh merupakan perokok pemuda yang berasal dari Desa Girikerto. Ia tidak mengerti tentang istilah sebat tetapi dari pengakuannya ia pernah mendengar kata sebat saat ada rombongan mahasiswa peserta KKN dari sebuah Sekolah Tinggi menyinggung tentang “sebatang”. Oleh karena itu, ia jadi memahami “sebatang” sebagai hal yang sama seperti merokok.
D. Mekanisme Merokok
Berinteraksi dengan orang yang memiliki latar belakang atau ketertarikan pada
kegiatan yang serupa akan lebih mudah dilakukan, seperti halnya oleh para perokok. Para
perokok akan lebih nyaman berkenalan ataupun berinteraksi dengan orang asing dengan
latar belakang kegiatan yang sama, yakni merokok (“nah kalo misalkan kita ngumpul
sama orang-orang yang perokok kan nanti agak kebawa santai kenalannya”) Egi, 1 Mei
2019. Dengan melakukan kegiatan yang sama seseorang akan dengan mudah mengetahui
orang lain, sehingga dapat membangun social relationship (Mathur, 2006).
Seorang perokok tidak akan bisa lepas dari korek dan rokok. Selain digunakan
dalam kegiatan merokok, kedua benda tersebut memiliki makna tersembunyi bagi para
perokok. Pada wawancara yang kami lakukan beberapa responden menyatakan bahwa
mereka sering membawa rokok tanpa membawa korek (“kan biasanya bawa rokok tapi
lupa bawa korek”) Egi, 1 Mei 2019 (bawa rokok, tapi ga bawa korek”) Sholeh, 28 April
2019. Hal tersebut menjadi alasan mereka untuk berkenalan kepada orang asing, dengan
permulaan meminjam korek hingga merambah pada berkenalan dan mengobrol
(“sebenernya awal mulanya, ya cuman dari pinjem korek mas”) Egi, 1 Mei 2019.
Sama halnya dengan korek, rokok pun juga bisa menjadi alat interaksi. Akan
tetapi tata cara berinteraksi dengan alat interaksi rokok berbeda dengan korek. Dengan
korek para perokok meminjam korek terlebih dulu lalu berkenalan, sedangkan rokok para
perokok berkenalan dan mengobrol dulu lalu meminta rokok (“berbincang-bincang dulu
11
Story Box 5Egi adalah pemuda pendatang di Padukuhan Bangunmulyo, Turi, Sleman yang berstatus sebagai perokok aktif. Dalam melakukan kegiatan merokok Egi mengalami berbagai kejadian. Salah satu pengalaman pribadinya, yakni berkenalan dengan orang asing menggunakan korek sebagai alat interaksi. Tak jarang pula guna menambah teman Egi berpura-pura tidak membawa korek. Setelah itu ia berkenalan dan bergabung baik dalam obrolan maupun diskusi yang dilakukan.
lalu kenalan itu nanti kalau ada yang ngerokok ‘eh njaluk rokokmu’ gitu”) Aji, 28 April
2019. Berbagi rokok telah menjadi kebiasaan para perokok (“kalo itu sudah terbiasa
(rokok diambil)”) Sholeh, 28 April 2019. Para perokok lebih mementingkan rasa
solidaritas dalam pertemanan yang dapat dilihat dari berbagi rokok (“yang penting
(teman) senang, ya ada opo ada rokok ya ngerokok”) Sholeh, 28 April 2019. Akibatnya
tidak jarang mereka menghabiskan satu bungkus dalam satu waktu karena berbagi rokok
(“pas kumpul itu banyak yang minta ya satu bungkus habis”) Sholeh, 28 April 2019.
E. Merokok Dalam Ruang Sosial
Merokok memang dinilai sebagai suatu aktivitas yang merugikan manusia jika
dilihat dari perspektif kesehatan. Sisi merugikan terletak pada dampak yang ditimbulkan.
Dampak tersebut akan jelas terasa apabila dilakukan secara terus menerus atau disebut
sebagai perokok aktif. Penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya perokok aktif saja
yang dapat terkena dampak negatif merokok, namun perokok pasif juga dapat
12
Story Box 6Dalam melakukan kegiatan merokok Aji mengatakan selain korek, rokok juga dapat menjadi alat interaksi. Akan tetapi adat kebiasaannya berbeda. Dengan korek seorang perokok akan meminjam korek terlebih dahulu lalu berkenalan dan mengobrol. Sedangkan dengan rokok, seorang perokok akan berkenalan dan mengobrol lalu meminta rokok ketika lawan bicaranya mengeluarkan rokok.
Story Box 7Sholeh sehari hari bekerja membantu membangun desa wisata Nganggring, Girikerto, Turi, Sleman bersama pemuda lain di padukuhan tersebut. Ketika merokok Sholeh biasanya berkumpul bersama teman-temannya, tak jarang teman-temannya meminta rokok kepada Sholeh. Sholeh memberikan rokok dengan senang hati sebab menuruynya dengan melakukan hal tersebut dapat membahagiakan teman-temannya. Sehingga tak jarang Sholeh menghabiskan satu bungkus rokok hanya dalam satu kali berkumpul dengan temannya.
Story Box 8Egi adalah pemuda yang tinggal di Dusun Bangunmulyo. Kebiasaan merokok yang dilakukan seringkali juga turut dirasakannya. Egi mengaku bahwa sesak nafas dan kecanduan merokok tidak bisa dihindarkan olehnya. Jika tidak merokok ia akan merasa pusing dan tidak enak badan.
mendapatkan dampak negatif juga dari proses menghirup asap rokok yang berasal dari
sekitar mereka.
Di samping bahaya dan dampak negatif dari merokok terdapat hal-hal lain yang
mungkin tidak disadari secara langsung. Secara konsekuensi kesehatan memang memiliki
dampak negatif. Namun merokok jika disituasikan dalam ruang sosial membentuk suatu
fenomena dari proses yang sudah berlangsung. Konteks sosial pemuda di Girikerto yang
memiliki kebiasaan merokok secara kolektif membentuk suatu makna khas.
Merokok bagi kalangan pemuda di Girikerto mempunyai fungsi dan makna
tersendiri bagi mereka. Setiap pemuda mendefinisikan sesuai dengan pengalaman dan
kebiasaan mereka ketika merokok secara kolektif dalam ruang sosial. Seperti yang
dilakukan seorang pemuda di Dusun Nganggring, ia dan teman lainnya melakukan
aktivitas merokok sambil berkumpul setelah melakukan kegiatan kerja bakti. (“Bisa... ya
bisa nggak sih, Mbak kalau menurut saya. Soalnya kayak gimana ya, kalo kumpul-
kumpul kayak gini (menunjukan situasi lapangan) kan lihat juga situasi kan, Mbak “)
Agus, 28 April 2019. Kesamaan identitas dan kebiasaan akan membuat pemuda merasa
nyaman berada dalam situasi kolektif mereka. Oleh karena itu merokok merupakan
medium untuk:
1. Berinteraksi dengan orang lain
Interaksi yang terjadi antara pemuda di Girikerto saling membentuk
makna dalam setiap prosesnya. Makna yang muncul tersebut melalui sebuah
interaksi dan proses yang disebut sebagai interaksi simbolik. Ritzer dan
Goodman (2009) mengemukakan bahwa salah satu prinsip dari interaksi
simbolik adalah bagaimana subjek menggunakan simbol atau isyarat,
kemudian terjadi penafsiran yang sama akan itu sehingga adanya tindakan
untuk berinteraksi.
Penjelasan diatas mengartikan bahwa merokok dalam situasi kolektif
menimbulkan kesamaan perilaku antar pemuda di Girikerto. Adanya kesamaan
perilaku merokok secara kolektif menempatkan mereka pada situasi ruang dan
tempat yang juga sama dimana proses interaksi berjalan di dalamnya.
13
Story Box 9Egi adalah pemuda yang tinggal di Dusun Bangunmulyo. Ketika ia merokok secara kolektif di café atau angkringan ia merasa berada dalam situasi tersebut. Ia akan melakukan interaksi dengan sesama perokok lainnya yang mungkin hanya sekedar basa-basi, agar menciptakan suasana cair dan menjadi santai.
Simbol merokok sebagai “katalisator” yang menghubungkan atau
menjembatani orang untuk berinteraksi. Selama melakukan interaksi mereka
nyaman dalam kondisi tersebut. Interaksi yang terjadi bersamaan dengan
merokok membawa mereka pada situasi yang mengalir dan tenang. Menurut
Delamater & Myers (2011) keberhasilan interaksi bergantung pada
intersubjektivitas antar komunikan. Antar pemuda Girikerto saat merokok
bertukar informasi atau sekedar basa-basi. Namun, secara tidak langsung
membawa pada intersubjektivitas yang dalam.
Menurut Mead dalam Ritzer dan Goodman (2007), Gerak atau isyarat
merupakan mekanisme dasar dalam tindakan dan proses sosial. Isyarat
tersebut saling ditangkap satu sama lain yang menimbulkan tanggapan.
Pemuda di Girikerto menerima isyarat yang dengan bentuk meminjam korek
oleh perokok lain. Proses tersebut menimbulkan interaksi yang terus berlanjut
sebagai suatu tanggapan untuk meminjamkan korek. Akibat dari itu interaksi
secara terus menerus terjadi sehingga terjadi percakapan yang intensif antar
sesama perokok tersebut.
2. Menjalin relasi dengan orang lain
Relasi yang terjadi tidak lepas dari subjek ruang, dan waktu yang
terjadi. Pemuda di Girikerto melakukan aktivitas merokok terkait dengan
konteks sosial mereka berada. Ketika pemuda melakukan aktivitas merokok
mereka akan mendapatkan banyak informasi. Relasi yang terjalin juga berasal
dari proses interaksi sebelumnya. Interaksi yang intensif ketika merokok
menyebabkan mereka bertukar informasi. Pertukaran informasi pada dasarnya
adalah bagian dari mekanisme saat merokok.
14
Story Box 10Sholeh merokok karena suatu kebiasaan yang dimulainya sejak SMP. Ketika merokok dalam situasi sosial dan kolektif ia seringkalo meminjam korek karena alasan tidak membawa atau sengaja meminjam. Perokok lain yang berada disitu menurutnya tidak sungkan-sungkan untuk meminjamkan korek. Lama-kelamaan menjadi suatu pembicaraan atau interaksi antara dia dan perokok lain.
Informan bernama Sholeh dan Aji menyatakan bahwa merokok dapat
menjalin interaksi dan relasi dengan orang lain yang sebelumnya tidak
dikenali.
Berdasarkan cerita diatas merokok dapat menambah dan menjalin relasi bagi
Pemuda di Girikerto dengan kasus yang sama. Interaksi yang berjalan
mengakibatkan terjalinnya relasi baru antar sesama perokok. Tidak hanya
soliditas dan kesatuan kolektif antar Pemuda di Girikerto itu juga menambah
dinamika mereka sebagai suatu hubungan sosial yang dinamis.
3. Mendapatkan pertemanan dengan orang lain
Merokok yang dapat membuat orang berinteraksi satu dengan yang
lainnya, kemudian terjalin suatu relasi sosial dan akhirnya akan menambah
pertemanan atau friendship. “bisa dapet apa namanya?, temen lagi juga
bisa,” Egi, 1 Mei 2019. Tidak hanya itu informan lain juga menyatakan
bahwa:
X : “menurutnya mas ya kalau misalnya ngerokok itu bisa gak sih
menjalin pertemanan baru?”
Y : “Bisa”, Aji, 28 April 2019
Proses interaksi dan relasi yang terjadi membawa informan untuk berkenalan
lebih jauh. Perkenalan yang terjadi membawa mereka pada tingkat kedalaman
interaksi yang dibangun. Proses tersebut menyebabkan suasana antar perokok
menjadi cair dan terbawa pada suasana santai. Saat itulah mereka saling
berinteraksi secara intensif sehingga terjadi pertukaran informasi.
15
Story Box 11Egi selaku informan menceritakan bahwa meokok dengan cara meminjam korek dapat menambah relasi yang belum dikenal. Seperti lokasi di smoking area mungkin saja terdapat orang-orang yang ia belum kenal. Selain itu, melalui aktivitas merokok tersebut ia dapat memasukui sebuah perkumpulan baru yang asing bagi Egi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah sebat tidak populer dan jarang digunakan oleh pemuda perokok di Desa
Girikerto. Namun, adapun begitu aktivitas merokok bisa menjadi simbol interaksi
melalui medium yang terkait di dalam aktivitas merokok seperti korek dan rokok.
Aktivitas merokok memuat interaksi diantara mereka yang saling pinjam-meminjam,
juga minta-meminta atas medium dalam aktivitas merokok. Terjadinya interaksi
tersebut dapat mempererat dan membangun relasi dan pertemanan.
B. Limitasi
Merokok merupakan suatu aktivitas umum terjadi masyarakat. Aktivitas
merokok sendiri tidak hanya biasa dilakukan oleh orang dewasa, bahkan merokok pun
banyak dilakukan oleh pemuda, sekalipun lansia. Banyak sekali hal yang bisa dibahas
melalui aktivitas merokok ini. Dalam sudut pandang sosiologi, merokok dapat
dimaknai sebagai suatu hal melalui interaksi yang terjadi pada masyarakat. Dalam
interaksi tersebut, juga bisa dipahami menjadi suatu cara untuk menambah relasi dan
pertemanan.
Hal itu tentunya berbeda dalam membedah aktivitas merokok oleh fokus-
fokus sudut pandang oleh ilmu-ilmu lain. Semisal dalam ilmu kesehatan, bisa saja
merokok ditelaah dalam implikasinya terhadap bidang kesehatan yang berdampak
pada tubuh manusia. Namun, tentu saja hal tersebut berbeda dari fokus yang berada
dalam penelitian kami yang berdasarkan sudut pandang sosiologi yang memandang
rokok dalam konteks interaksi.
C. Saran
1. Bagi Pembaca
Setelah membaca laporan peneitian ini tidak lantas melakukan aktivitas
merokok yang berlebihan agar dapat menjalin relasi dan interaksi dengan orang
lain. Perlu memperhatikan juga resiko kesehatan yang berasal dari merokok.
Penelitian ini hanya mencoba untuk menjelaskan dan mendiskripsikan fenomena
mengenai merokok .
2. Bagi Penulis
Penelitian yang dibuat agar dikaji lebih mendalam lagi agar fenomena
yang diteliti semakin luas dan menarik.
16
REFERENSI
Aris Martiana, A. W., & Pratiwi, P. H. (2017). Merokok Sebagai Simbol Interaksi Bagi
Perokok Perempuan Urban. Informasi Kajian Ilmu Komunikasi, 47(1), 109-120.
Badan Pusat Statistik. (2018). Kecamatan Turi dalam Angka. Sleman: BPS Kabupaten
Sleman.
Cresswell, John W.(2017). Research Design:Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan
Campuran.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Delamater, J. D. & Myers, D. J., (2011). Social Psychology. 7th penyunt. California:
Wadsworth Cengage Learning.
Harun, C., Isro'in, L., & Sriwahyuni, N. (2017). "Saya Tidak Takut Mati" Mispersepsi
Terhadap Iklan Bahaya Merokok di Ponorogo. Indonesian Journal for Health
Sciences, 01 (02), 14-20.
Luke, D., Allen, P., Arian, G., Crawford, M., Headen, S., Spigner, C., Tassler, P., Ureda, J.
(2002). Teens Images of Smoking and Smokers. Public Health Reports, Volume 116,
194-202.
Mathur, Ravisha. 2012. Relation of Friends Activities to Friendship Quality. Journal of Early
Adolescence 26(3):265-388.
Martini, S. (2017). Makna Merokok pada Remaja Putri Perokok. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan, 3(2), 119-127.
Mulyadi, M. (2011). Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Serta Pemikiran Dasar
Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi dan Media , 15(1). 127-138.
Ritzer, G. & Goodman, D. J., 2007. Teori Sosiologi Modern. 6th penyunt. Jakarta: Kencana.
Suparlan, & Hajaroh, M. (1994). Mengefektifkan Peran Keluarga dalam Mendidik Anak.
Cakrawala Pendidikan, 13 (2), 59-72.
Suryawati, C., Kartikawulan, Lucia R., & Hariyadi, Ki. (2012). Konsumsi Rokok Rumah
Tangga Miskin di Indonesia dan Penyusunan Agenda Kebijakannya. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 2 Juni 2012.
Tombor, I., Shahab, L., Herbec, A., Neale, J., Michie, S., & West, R. (2015). Smoker identity
and its potential role in young adults' smoking behavior: A meta-ethnography. Health
psychology : official journal of the Division of Health Psychology, American
Psychological Association, 34(10), 992-1003.
Wahib, A. (2015). Konsep Orang Tua dalam Membangun Kepribadian Anak. Jurnal
Paradigma, 2 (1).
17
Wargadiredja, A. T. (2017, September 21). Penyebab Temanmu Sering Banget Nunda
Kerjaan Pakai Istilah 'Sebat Dulu'. Retrieved from Vice:
https://www.vice.com/id_id/article/qvjk9v/penyebab-temanmu-sering-banget-nunda-
kerjaan-pakai-istilah-sebat-dulu
Widiansyah, M. (2014). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Remaja Perokok di Desa Sidorejo
Kabupaten Penajam Paser Utara. eJournal Sosiologi, 2 (4), 1-12.
Wulan, Dwi Kencana. (2012). Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada
Remaja. Humaniora, Volume 3, No 2, 504-511.
18
LAMPIRAN
A. Wawancara
Pewawancara Callista Nabilla Erma Izhaar
Nama InformanTanggal WawancaraTempat Wawancara
Agus28 April 2019Angkringan Kelompok Tani Mandiri, Dusun Nganggring, Girikerto
Pewawancara Dian Wikananto
Nama InformanTanggal WawancaraTempat Wawancara
Egi1 Mei 2019Pos ronda Dusun Bangunmulyo, Girikerto
Pewawancara Gabriel Advena Rosa Mistika
Nama InformanTanggal WawancaraTempat Wawancara
Aji28 April 2019Angkringan Kelompok Tani Mandiri, Dusun Nganggring, Girikerto
Pewawancara Mutiara Nur Hayati
Nama InformanTanggal WawancaraTempat Wawancara
Sholeh 28 April 2019Angkringan Kelompok Tani Mandiri, Dusun Nganggring, Girikerto
Pewawancara Prestigi Raihani Utomo
Nama InformanTanggal WawancaraTempat Wawancara
Mu’as28 April 2019Angkringan Kelompok Tani Mandiri, Dusun Nganggring, Girikerto
19
B. Pembagian Tugas dalam Kelompok
Pendahuluan, Deskripsi Wilayah, Penutup, Lampiran
: Semua Anggota Kelompok
Analisa dan Pembahasan:
1. Latar Belakang dan Penyebab Merokok : Gabriel Advena Rosa Mistika
2. Setting Merokok : Prestigi Raihani Utomo
3. Istilah Merokok: Sebat : Callista Nabila Erma Izhaar
4. Mekanisme Merokok : Mutiara Nur Hayati
5. Merokok dalam Ruang Sosial : Dian Wikananto
C. Mind-mapping Kelompok
20
D. Mind-mapping Individu
1. Callista Nabila E. I. (18/424737/SP/28285)
2. Dian Wikananto (18/424739/SP/28287)
21