Upload
duonghanh
View
243
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMASI SUHU PENCAMPURAN DAN KECEPATAN PUTAR
PADA PROSES FORMULASI KRIM SUNSCREEN
EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)
DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Irene Christina
NIM: 068114140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
OPTIMASI SUHU PENCAMPURAN DAN KECEPATAN PUTAR
PADA PROSES FORMULASI KRIM SUNSCREEN
EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)
DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Irene Christina
NIM: 068114140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
iii
iv
v
Kaki yang berlutut ‘tuk awali hari dengan doa akan menjadi kaki yang kuat dan tidak tersandung untuk berjalan sepanjang hari…..YOU WORK = YOU WORKYOU PRAY = GOD WORKS
Kamu harus menjadi dirimu sendiri, bersikaplah jujur tentang siapa dan apa dirimu…Jika orang masih menyukaimu itu bagus…Dan jika tidak, itu masalah mereka…AS BE AS YOU BE!
Sampai masa tuamu,Aku tetap Diadan sampai masa putih rambutmu,Aku menggendongmu (Yes 46:4)
Karya ini kupersembahkan untuk…My Jesus Christ, You are so awesome!
Mama dan Papa yang selalu di hatikuSemua orang yang kukasihi dan mengasihiku,
Thank’s for the love!
vi
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
penyertaan-Nya dari awal hingga akhir penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Suhu Pencampuran dan Kecepatan
Putar pada Proses Formulasi Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau (Camellia
sinensis L.) dengan Aplikasi Desain Faktorial” untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Selain itu, keberhasilan penulis dalam penyusunan skripsi ini tentunya
tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapa, Yesus Kristus, Bunda Maria, Roh Kudus, dan Malaikat Penjagaku atas
hidup, bakat, pendampingan dan semangat yang dicurahkan,
2. Mama dan Papa, serta sanak keluarga atas dukungan, perhatian, semangat, dan
doa yang telah diberikan dengan tulus hati,
3. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta,
4. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si, Apt., selaku dosen pembimbing
akademik, atas segala bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan,
5. Ibu Rini Dwiastuti, S.Farm, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan dengan sepenuh hati,
6. Ibu Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas segala saran
dan kritik yang telah diberikan,
viii
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas segala saran dan
kritik yang telah diberikan,
8. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., atas segala saran yang diberikan,
9. Seluruh tim dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas segenap
perhatian dan pengetahuan yang telah diberikan,
10. Pak Musrifin, Mas Bimo, Mas Agung, Pak Iswandi, Mas Otok, Pak Kayat,
Mas Sigit, Mas Wagiran, dan Pak Parlan, selaku laboran Laboratorium
Fakultas Farmasi, atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan,
11. Pak Yuwono, Pak Timbul, staf dan seluruh Petugas Keamanan Kampus III
Paingan Universitas Sanata Dharma, atas segala perhatian dan kerja samanya,
12. Dwitiya “Spongegirl” Kusuma, Eka “Plankton” Hapsari, Ika “Gajah” Rahayu,
Nisia “Gery” Anggita Lisentia, dan Reni “Nthol” Agustina, atas kebersamaan
dan dukungannya,
13. Kakak-kakak mahasiswa/i Fakultas Farmasi yang telah bersedia berbagi
pengalaman dan pengetahuan,
14. Teman-teman kelas C 2006 dan FST 2006, atas kebersamaan, dukungan, dan
semangat yang diberikan,
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Skripsi ini tentunya tidaklah sempurna meskipun penulis telah berupaya
semaksimal mungkin, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan bagi
perkembangan dunia kefarmasian.
Penulis
ix
x
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pencampuran (suhu pencampuran, kecepatan putar, dan interaksinya) yang dominan terhadap sifat fisis dan stabilitas fisis sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.), serta menentukan area suhu pencampuran dan kecepatan putaroptimum sehingga diperoleh sediaan berkualitas secara fisis dan stabilitas.
Rancangan penelitian ini adalah kuasi-eksperimental dengan penerapan desain faktorial dua faktor, yaitu suhu pencampuran dan kecepatan putar pada level rendah dan level tinggi. Parameter yang diukur adalah sifat fisis sediaanmeliputi viskositas dan daya sebar, serta stabilitas fisis sediaan setelah satu bulan penyimpanan meliputi pergeseran viskositas, perubahan distribusi ukuran droplet, dan index creaming. Data pengukuran dianalisis dengan metode desain faktorialdan secara statistik dengan menggunakan Yate’s treatment (taraf kepercayaan 95%) untuk mengetahui signifikansi pengaruh setiap faktor dan interaksinyaterhadap respon. Area kondisi optimum diperoleh dari penggabungan contour plottiap respon (superimposed contour plot).
Hasil penelitian ini menunjukkan suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak berpengaruh dominan terhadap respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas sediaan. Berdasarkan superimposed contour plot, ditemukan area optimum daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang diperkirakan sebagai proses pencampuran optimum pada level yang diteliti.
Kata kunci: optimasi, suhu pencampuran, kecepatan putar, krim sunscreen, ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.), desain faktorial
xi
ABSTRACT
The aims of this research were to determine the dominant factor among mixing temperature, mixing rate, and its interaction on the physical properties and physical stabilities of sunscreen cream of green tea (Camellia sinensis L.) dry extract, and the optimum area of that factors for producing good cream.
This research design was quasi-experimental with two factors of factorial design application, which were mixing temperature and mixing rate on low and high level. The mixing process were optimized on their physical properties (spreadability and viscosity) and their physical stabilities (shift of viscosity, shift of droplet size distribution, and index creaming) after one month storage. The data were analyzed with factorial design method and Yate’s treatment (95% level of confidence) to know the significant influence statistically of each factor and its interaction on respons. The optimum area of factors was showed by superimposed contour plot as the result from merged contour plots.
The result showed that the mixing temperature, mixing rate, or its interaction did not influence spreadability, viscosity, and the shift of viscosity of these sunscreen cream. The superimposed contour plot was showed the optimum area of spreadability, viscosity, and shift of viscosity, which was estimated as optimum mixing process on the level studied.
Keywords: optimization, mixing temperature, mixing rate, sunscreen cream, dry extract of green tea (Camellia sinensis L.), factorial design
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................i
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..........................................................................v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...........................................................vi
PRAKATA .......................................................................................................vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. ix
INTISARI ...........................................................................................................x
ABSTRACT ........................................................................................................xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................xii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xix
BAB I. PENGANTAR ........................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Perumusan Masalah ...............................................................................4
C. Keaslian Penelitian ................................................................................4
D. Manfaat Penelitian .................................................................................5
E. Tujuan ...................................................................................................5
xiii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .................................................................6
A. Teh ........................................................................................................6
B. Krim ....................................................................................................10
C. Sunscreen ............................................................................................13
D. Sun Protection Factor (SPF) ................................................................14
E. Radiasi Ultraviolet (UV) ......................................................................16
F. Formula ...............................................................................................19
G. Pencampuran .......................................................................................20
H. Uji Sifat Fisis .......................................................................................22
1. Daya Sebar ......................................................................................22
2. Viskositas ........................................................................................22
I. Uji Stabilitas ........................................................................................22
J. Metode Desain Faktorial ......................................................................26
K. Landasan Teori ....................................................................................28
L. Hipotesis ..............................................................................................29
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................30
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................................30
1. Variabel Penelitian ..........................................................................30
2. Definisi Operasional ........................................................................30
C. Bahan dan Alat ....................................................................................33
D. Tata Cara Penelitian .............................................................................34
1. Identifikasi ekstrak kering teh hijau .................................................34
xiv
2. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau .................35
3. Penentuan nilai SPF ekstrak kering teh hijau secara in vitro .............37
4. Optimasi proses formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau .. 39
5. Uji sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau .. 41
E. Analisis Data dan Optimasi ..................................................................42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................45
A. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Teh Hijau ................45
B. Penentuan Nilai SPF (Sun Protection Factor) Ekstrak Kering Teh Hijau
secara In Vitro ......................................................................................51
C. Formulasi Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau .............55
D. Pengujian Tipe Emulsi Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau ...... 62
E. Uji Sifat Fisis Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau .......63
1. Pengujian Daya Sebar ....................................................................64
2. Pengujian Viskositas ......................................................................67
F. Uji Stabilitas Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau ........ 70
1. Pergeseran Viskositas .....................................................................71
2. Index Creaming ..............................................................................76
3. Pergeseran Distribusi Ukuran Droplet ............................................76
G. Optimasi Suhu Pencampuran dan Kecepatan Putar pada Proses
Pencampuran Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau .......83
1. Contour Plot Daya Sebar ...............................................................84
2. Contour Plot Viskositas .................................................................85
3. Contour Plot Pergeseran Viskositas ...............................................86
xv
4. Superimposed Contour Plot ...........................................................87
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................89
A. Kesimpulan ........................................................................................89
B. Saran ..................................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................90
LAMPIRAN .....................................................................................................96
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 143
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kategori nilai HLB .........................................................................11
Tabel II. Rata-rata % UV yang dihalangi pada nilai SPF tertentu ..................14
Tabel III. Kategori level SPF .........................................................................14
Tabel IV. Rancangan percobaan desain faktorial dua faktor dan dua level ...... 27
Tabel V. Rancangan percobaan dengan aplikasi desain faktorial pada penelitian
.......................................................................................................40
Tabel VI. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak kering teh hijau .................45
Tabel VII. Data kadar dan absorbansi seri larutan baku kuersetin ....................50
Tabel VIII. Hasil perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau ....51
Tabel IX. Hasil perhitungan nilai SPF ............................................................54
Tabel X. Data hasil uji sifat fisis krim sunscreen ekstrak kering teh hijau .....64
Tabel XI. Data hasil perhitungan efek masing-masing faktor terhadap respon .. 65
Tabel XII. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon daya sebar .................66
Tabel XIII. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon viskositas ...................70
Tabel XIV. Data hasil perhitungan % pergeseran viskositas ............................71
Tabel XV. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas.. 75
Tabel XVI. Data hasil penentuan modus ..........................................................81
Tabel XVII. Data hasil penentuan percentiles 90 ...............................................82
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kimia epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG),
epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG) ...........7
Gambar 2. Struktur kimia flavonol teh .............................................................8
Gambar 3. Emulsifier pada antarmuka air dan minyak ....................................12
Gambar 4. Spektrum cahaya ..........................................................................17
Gambar 5. Penetrasi radiasi sinar dengan panjang gelombang berbeda pada kulit
......................................................................................................17
Gambar 6. Perbandingan struktur kimia kuersetin dengan struktur kimia katekin:
epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG), epigalokatekin (EGC),
dan epigalokatekin-3-galat (EGCG) ..............................................46
Gambar 7. Hasil scanning OT kuersetin .........................................................48
Gambar 8. Hasil scanning panjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin .
......................................................................................................49
Gambar 9. Kurva baku kuersetin ....................................................................50
Gambar 10. Kromofor dan gugus auksokrom pada struktur kuersetin dan
epikatekin ....................................................................................52
Gambar 11. Profil absorbansi ekstrak kering teh hijau terhadap sinar UV pada
panjang gelombang 250-400 nm ...................................................53
Gambar 12. Hasil uji tipe emulsi dengan methylene blue (perbesaran 40x10) ...57
Gambar 13. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar
terhadap respon daya sebar ...........................................................66
xviii
Gambar 14. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar
terhadap respon viskositas ............................................................68
Gambar 15. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar
terhadap respon pergeseran viskositas ...........................................74
Gambar 16. Kurva nilai tengah diameter droplet vs % frekuensi pada tiap desain
percobaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau .......................77
Gambar 17. Hasil pengamatan droplet secara mikroskopis ................................79
Gambar 18. Contour plot daya sebar .................................................................84
Gambar 19. Contour plot viskositas ..................................................................85
Gambar 20. Contour plot pergeseran viskositas .................................................87
Gambar 21. Superimposed contour plot ............................................................88
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) ekstrak kering teh hijau .................96
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Teh Hijau ...97
Lampiran 3. Perhitungan Nilai SPF Ekstrak Kering Teh Hijau secara In Vitro102
Lampiran 4. Perhitungan Ekstrak yang Ditambahkan untuk Formulasi Krim
Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau ......................................... 105
Lampiran 5. Perhitungan nilai HLB dan rHLB campuran............................... 106
Lampiran 6. Perhitungan Hasil Uji Sifat Fisis Krim Sunscreen Ekstrak Kering
Teh Hijau .................................................................................. 107
Lampiran 7. Perhitungan Hasil Uji Stabilitas Krim Sunscreen Ekstrak Kering
Teh Hijau (setelah 1 bulan penyimpanan)................................... 108
Lampiran 8. Perhitungan Desain Faktorial .................................................... 126
Lampiran 9. Perhitungan Yate’s treatment ..................................................... 132
Lampiran 10. Dokumentasi ............................................................................. 141
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Daun teh mengandung 30-40% polifenol yang sebagian besar merupakan
epigalokatekin galat (EGCG), yang merupakan komponen aktif pelindung kulit
terhadap sinar UV (Syah, 2006), di mana kandungan katekin dalam teh hijau lebih
tinggi (30-40%) dibandingkan dalam teh hitam (3-10%) (Yang, Ju, Lu, Xiao, Hao,
Sang, dan Lambert, 2008). Dalam penelitian secara in vivo yang dilakukan oleh
Vayalil, Praveen, Elmets, Craig, dan Katiyar (2003) untuk mengetahui mekanisme
antikarsinogenik dari ekstrak teh hijau (Green Tea Polyphenols/GTP), yang
mengandung campuran turunan epikatekin, atau EGCG, dalam menghalangi
radiasi sinar UV-B (fotokarsinogenik), diketahui bahwa pemberian GTP dalam
aseton secara topikal mampu menghalangi radiasi UV-B. Efek fotoprotektif GTP
atau EGCG diperantarai oleh: (i) stimulasi antioksidan endogen, (ii) pencegahan
rusaknya makromolekul seperti lipid dan protein oleh cahaya, (iii) penghambatan
fosforilasi protein MAPK. Dengan berbagai mekanisme tersebut, bila
dibandingkan dengan senyawa oxide, misalnya zinc oxide dan titanium oxide,
yang saat ini sering digunakan dalam formula produk sunscreen dengan
mekanisme yang hanya memantulkan sinar UV (physical sunscreen), maka GTP
memiliki kelebihan tersendiri dalam mekanismenya untuk menangani radiasi UV.
Selain itu, dari sejumlah penelitian yang dilakukan (cit. Anonim, 2009c),
ditemukan bahwa senyawa oxide tersebut menginduksi pembentukan radikal
2
bebas, dan juga dapat mengiritasi kulit yang sensitif. Dengan demikian, GTP
dapat dipertimbangkan sebagai agen farmakologik dalam produk sunscreen
mencegah efek radiasi UV.
Sunscreen sangat diperlukan konsumen untuk melindungi kulit dari
radiasi UV sinar matahari. Krim ialah bentuk sediaan setengah padat,
mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar sesuai (Anonim, 1995). Menurut Food and Drug Administration
(1999), bahan aktif sunscreen dapat menyerap, memantulkan, atau
menghamburkan radiasi UV. Bila dibandingkan dengan sunblock, sunscreen
memiliki kelebihan antara lain memungkinkan kulit masih dapat memperoleh
UVB untuk mengaktivasi provitamin D3 karena sinar UV tidak dipantulkan serta
merta (UV tidak dapat terpenetrasi ke dalam kulit sama sekali) seperti pada
sunblock. Selain itu, sunblock bersifat messy, opak, dan biasanya hanya dapat
diaplikasikan pada area kecil tertentu karena meninggalkan warna putih pada
kulit, sedangkan untuk menghasilkan sunblock yang transparan diperlukan zinc
oxide atau zat aktif lainnya dalam ukuran mikro (Helmenstine, 2009). Selama ini,
sunscreen lebih banyak diproduksi di Indonesia dalam bentuk lotion. Sedangkan
dilihat dari viskositasnya, krim cenderung memiliki viskositas lebih besar
dibandingkan lotion, sehingga krim dapat melekat lebih lama di kulit. Dalam
penelitian ini, peneliti mencoba memformulasikan sunscreen dalam bentuk krim
sebagai pengembangan jenis bentuk sediaan sunscreen.
Pada formulasi suatu sediaan farmasi, tidak hanya diperlukan optimasi
bahan yang digunakan, tetapi juga diperlukan optimasi proses pembuatannya
3
sehingga diperoleh sediaan yang memiliki efek yang diharapkan (effective),
berkualitas (qualified), aman (safe), dan nyaman (comfortable) bagi pengguna
atau pasien (acceptable). Dalam pembuatannya, bahan-bahan dicampur untuk
mencapai homogenitas partikel, dengan tahapan sesuai prosedur pembuatan krim
(Voigt, 1994). Proses pencampuran dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat fisis
sediaan (Nielloud, dan Mesters, 2000). Suatu sediaan krim yang baik secara fisis
memiliki viskositas optimum, di mana krim tidak memisah selama penyimpanan,
tetapi juga mudah menyebar ketika diaplikasikan pada permukaan kulit.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pencampuran antara lain
suhu, kecepatan geser, tegangan geser, tegangan, dan waktu pencampuran
(Nielloud, dan Mesters, 2000). Namun, faktor yang berpengaruh besar dan relatif
dapat dikendalikan dalam proses formulasi adalah suhu pencampuran, kecepatan
putar, dan lama pencampuran. Kecepatan putar dapat mempengaruhi gaya geser
pada krim yang dapat mengubah sifat fisis krim (Amiji, dan Sandmann, 2003).
Suhu pencampuran dapat mempengaruhi tegangan antarmuka sehingga
mempengaruhi sifat fisis krim (Nielloud, dan Mesters, 2000). Pada penelitian
Dwiastuti (2009), diketahui bahwa suhu pencampuran merupakan faktor yang
paling dominan dalam mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas sediaan krim
sunscreen. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi suhu pencampuran dan
kecepatan putar pada proses formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) dengan aplikasi desain faktorial, di mana formula yang
digunakan merupakan formula hasil modifikasi oleh peneliti terhadap formula
krim standar dalam literatur A Formulary of Cosmetic Preparations (1977).
4
Dengan metode desain faktorial dapat diketahui ada atau tidaknya
interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar, sehingga diketahui faktor
dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan krim. Area komposisi
optimum suhu pencampuran dan kecepatan putar, terbatas pada level yang diteliti,
diperoleh dari penggabungan contour plot tiap respon (superimposed contour
plot). Analisis statistik Yate’s treatment dilakukan untuk mengetahui signifikansi
dari setiap faktor dan interaksinya dalam mempengaruhi respon. Penelitian ini
menginformasikan suhu pencampuran dan kecepatan putar optimum pada
formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau sehingga diperoleh sediaan
berkualitas dari segi sifat fisis dan stabilitas.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimana pengaruh suhu pencampuran, kecepatan putar, dan interaksi antara
suhu pencampuran dan kecepatan putar terhadap sifat fisis dan stabilitas
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau?
2. Apakah ada area optimum proses pencampuran krim sunscreen ekstrak kering
teh hijau dengan perbandingan suhu pencampuran dan kecepatan putar?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh penulis, penelitian
mengenai “Optimasi Suhu Pencampuran dan Kecepatan Putar pada Proses
Formulasi Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
5
dengan Aplikasi Desain Faktorial” sesuai dengan metode penelitian ini belum
pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya ilmu
pengetahuan dalam bidang kefarmasian mengenai aplikasi desain faktorial dalam
optimasi proses pencampuran krim. Secara praktis penelitan ini bermanfaat untuk
mengetahui pengaruh suhu pencampuran dan kecepatan putar mixer dalam proses
pencampuran krim terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan krim tersebut.
E. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh suhu pencampuran, kecepatan putar, dan interaksi
antara suhu pencampuran dan kecepatan putar terhadap sifat fisis dan stabilitas
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
2. Mengetahui ada atau tidaknya area optimum proses pencampuran krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan perbandingan suhu pencampuran
dan kecepatan putar.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Teh
Tanaman teh (Camellia sinensis L.) termasuk dalam familia Theaceae
(Anonim, 1989). Dari 2 g teh hijau yang dimasak dalam 200 ml air panas
mengandung 500-700 mg zat yang dapat terekstraksi dengan air, di mana 30-40%
di antaranya merupakan katekin (flavanol). Polifenol pada teh hijau dan teh hitam
berupa epikatekin atau derivat epikatekin. Teh hitam mengandung 3-10% katekin.
Jenis epikatekin dalam teh hijau, yaitu epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG),
epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG), galokatekin, dan
katekin. EGCG merupakan kandungan terbesar dalam teh hijau, yaitu komponen
aktif sebagai pelindung kulit terhadap sinar UV dan menghambat kerusakan DNA
yang diinduksi radiasi UV. (Svobodova, Psotova, dan Walternova, 2003; Syah,
2006; Yang et al., 2008).
Menurut Lucida (cit., Lucida, H., 2007) katekin bersifat asam lemah,
sukar larut dalam air, dan sangat tidak stabil di udara terbuka, mudah teroksidasi
pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil pada pH lebih rendah (2,8 dan
4,9), serta juga mudah terurai oleh cahaya dengan laju reaksi lebih besar pada pH
3,45 dibandingkan pH 4,9. EGCG merupakan senyawa kristalin yang tidak
higroskopis. Kelarutan EGCG dalam aqueous paling tinggi pada pH 5-7. EGCG
sebagian besar larut dalam 50% etanol. Pada suatu penelitian, kestabilan EGCG
diteliti dengan konsentrasi EGCG 10 mg/ml pada range pH 4-9 dan diketahui
7
bahwa stabilitas tertinggi diperoleh jika EGCG berada pada pH 5 (Kellar, Poshni,
Penzotti, Bedu-Addo, dan Payne, 2005).
OHO
OH
OH
OH
OH
(-)-Epicatechin
OHO
O H
O
O H
OH
C
O
OH
O H
OH
(-)-Epicatechin-3-gallate
(a) (b)
OHO
OH
OH
OH
OH
OH
(-)-Epigallocatechin
OHO
OH
O
O H
O H
C
O
O H
OH
O H
O H
(-)-Epigallocatechin-3-gallate
(c) (d)
Gambar 1. Struktur kimia (a) epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d) epigalokatekin-3-galat (EGCG) (Svobodova et al., 2003)
Daun teh juga mengandung senyawa flavonol seperti kuersetin,
kaempferol, dan myricitin, dan juga senyawa nitrogenous seperti kafein dan
teobromin. Flavonol pada teh terdapat dalam bentuk glikosidanya (berikatan
dengan molekul gula) dan sedikit dalam bentuk aglikonnya. Pada teh hijau
terdapat myricetin 0,83-1,59 g/kg; kuersetin 1,79-4,05 g/kg; dan kaempferol 1,56-
3,31 g/kg (Hartoyo, 2003; Yang et al., 2008). Kuersetin menghambat rantai
oksidasi pada tahap inisiasi dan mencegah propagasi, dengan menangkap radikal
bebas (Lakhanpal dan Rai, 2007).
8
OHO
OH O
R1
OH
R3
R2
Myricetin: R1 = R2 = R3 = OHKuersetin: R1 = R2 = OH, R3 = H
Kaempferol: R1 = OH, R2 = R3 = H
Gambar 2. Struktur kimia flavonol teh (Hartoyo, 2003)
Teh hijau dibuat dengan cara pemanasan dan penguapan untuk
menginaktifkan enzim polifenol oksidase/fenolase sehingga oksidasi enzimatik
terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyo, 2003). Senyawa fenolik umumnya
paling larut dalam cairan penyari yang kurang polar daripada air. Pemilihan
pelarut yang disarankan ialah campuran air dan metanol, etanol atau aseton
(Waterman dan Mole, 1994).
Mekanisme aksi polifenol sebagai antioksidan adalah melalui
kemampuan gugus fenol untuk menangkap radikal bebas dengan memberikan
atom hidrogennya melalui proses transfer elektron, sehingga fenol berubah
menjadi radikal fenoksil (Janeiro dan Brett, 2004). Sifat antioksidan polifenol
meningkat sesuai dengan reaktivitasnya sebagai donor elektron atau hidrogen dan
kemampuannya dalam mengkelat ion logam transisi (Rice-Evans, Miller, dan
Panganga, 1997) serta kemampuan radikal-derivat polifenol untuk menstabilkan
dan mendelokalisasikan elektron tidak berpasangan (fungsi pemutusan rangkaian
reaksi).
Dalam penelitian secara in vivo yang dilakukan oleh Vayalil et al. (2003)
untuk mengetahui mekanisme antikarsinogenik dari ekstrak teh hijau (Green Tea
9
Polyphenols/GTP), yang mengandung campuran turunan epikatekin, atau EGCG
dalam menghalangi radiasi sinar UVB (fotokarsinogenik), diketahui bahwa
pemberian GTP dalam aseton secara topikal mampu menghalangi radiasi UVB
tunggal yang dapat menginduksi penipisan/pengurangan aktivitas enzim
glutathione reductase, infiltrasi dari leukosit pada inflamasi, dan produksi nitrit
oksida serta H2O2 pada kulit tikus dan kulit manusia. Efek fotoprotektif GTP atau
EGCG diketahui dapat menghalangi paparan UV yang dapat menginduksi: (i)
penipisan enzim antioksidan endogen seperti glutathione peroxidase (GPx),
catalase dan glutathione (GSH), (ii) gejala oxidative stress seperti peroksidasi
lipid, dan pembentukan protein karbonil, dan (iii) fosforilasi protein mitogen
activated protein kinases (MAPK) secara in vivo pada tikus. Efek fotoprotektif
GTP atau EGCG diperantarai oleh: (i) stimulasi antioksidan endogen, (ii)
pencegahan rusaknya makromolekul seperti lipid dan protein oleh cahaya, (iii)
penghambatan fosforilasi protein MAPK. Aktivasi sinyal selular akibat radiasi
UV menyebabkan inflamasi, photoaging, dan photocarcinogenesis, sehingga GTP
sebagai antioksidan memberikan efek yang bermanfaat untuk melindungi kulit.
GTP dapat dipertimbangkan sebagai agen farmakologik dalam produk perawatan
kulit seperti krim pelembap, lotion perawatan kulit, dan sunscreen, untuk
mencegah efek radiasi UV. Proteksi yang diberikan oleh teh hijau bekerja pada sel
setelah paparan radiasi UV. Penelitian yang ada memperkirakan bahwa
kandungan dalam teh hijau menyebabkan sel abnormal membunuh dirinya sendiri,
di mana hal ini telah terprogram dalam sel tersebut untuk mencegah pertumbuhan
sel yang abnormal. Teh hijau menghambat UVB dalam menginduksi respon
10
eritema pada kulit. Dalam waktu bersamaan, teh hijau mendukung produksi
melanin, yang merupakan proteksi alami kulit terhadap sunburn. Teh hijau
membantu mengurangi resiko terjadinya sunburn (Anonim, 2009a).
Selain berkhasiat sebagai antioksidan dan antiinflamasi, pemberian
polifenol teh hijau secara topikal dapat memperlambat munculnya tanda-tanda
penuaan pada kulit (Anonim, 2009b).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim dari departemen Oral
Biology Medical College of Georgia di bawah pimpinan Dr Stephen Hsu (cit.,
Anonim, 2004), diketahui bahwa polifenol teh hijau dapat membantu
menghilangkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kanker dengan mengubah
DNA. Selain itu, juga diketahui bahwa polifenol memicu kematian sel kanker
tanpa membahayakan sel yang masih sehat. Peneliti juga melaporkan bahwa
polifenol teh hijau tidak diabsorbsi oleh lapisan di bawah epidermis sehingga
manfaatnya hanya terbatas pada lapisan kulit terluar. Hal ini penting karena sel-sel
kulit selalu memperbaharui diri secara konstan, dengan cepat membelah hingga
mencapai epidermis, di mana sel-sel tersebut mengalami diferensiasi. Namun, saat
sel-sel tersebut mencapai permukaan kulit, aktivitas metabolisme sel-sel tersebut
semakin lambat dan mulai mengalami kematian. Ketika terpapar EGCG, sel-sel
tua di bagian lapisan atas epidermis tersebut mulai tampak membelah kembali.
B. Krim
Krim ialah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu/lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1995). Tipe
11
krim yaitu tipe air dalam minyak (A/M) dan tipe minyak dalam air (M/A) (Allen,
1999).
Krim terdiri atas fase internal (fase terdispersi), fase eksternal (fase
kontinyu), dan emulsifier untuk memungkinkan bergabungnya fase internal dan
eksternal. Emulsifier tergolong dalam surfaktan dan memiliki bagian hidrofilik
(polar) dan lipofilik (nonpolar) pada molekulnya. Emulsifier memiliki nilai
Hydrophile-Lipophile Balance (HLB), di mana semakin kecil nilai HLB suatu
emulsifier, maka semakin pendek gugus hidrofiliknya dan semakin bersifat
lipofilik (larut dalam minyak).
Tabel I. Kategori nilai HLBNilai HLB Fungsi
Rendah 1-3 Antifoaming agents3-6 Emulsifying agents (w/o emulsions)7-9 Wetting agents
8-18 Emulsifying agents (o/w emulsions)13-16 Detergents
Tinggi 16-18 Solubilizing agents
(Allen, 1999)
Emulsifier berperan sebagai barrier pada antarmuka air dan minyak
untuk mengurangi atau mencegah kontak antardroplet yang dapat membentuk
koalesen. Barrier tersebut dapat berupa physical barrier atau electrostatic barrier,
atau gabungan keduanya. Barrier tersebut dapat atau tidak dapat mempengaruhi
tegangan antarmuka dan merupakan lapisan film pada antarmuka dan dapat dibagi
menjadi tiga jenis:
a) Monomolecular films
Beberapa emulsifying agent (bahan organik sintetik, misalnya setil
alkohol) menstabilkan emulsi dengan membentuk lapisan tunggal pada
antarmuka minyak-air yang mengadsorbsi molekul atau ion sehingga
12
mengurangi tegangan antarmuka. Droplet yang dikelilingi oleh lapisan tunggal
ini dapat terhindar dari koalesen antara droplet-droplet yang saling mendekat.
Emulsifying agent ini digunakan pada emulsi tipe minyak dalam air ataupun
air dalam minyak (Prokai, Nguyen, Jasti, dan Ghosh, 2004).
b) Multimolecular films
Emulsifying agent seperti makromolekul terhidrasi, misalnya gelatin,
membentuk lapisan film multimolekular di sekeliling droplet terdispersi. Tipe
ini tidak menurunkan tegangan antarmuka, tetapi dengan membentuk lapisan
film multimolekular yang kuat, yang menyelubungi droplet dan
berkemampuan tinggi untuk mencegah koalesen, bahkan ketika tidak ada
potensial permukaan. Tipe ini biasanya membentuk emulsi tipe minyak dalam
air (Prokai et al., 2004).
c) Solid particle films
Emulsifying agent tipe ini (misalnya bentonit, magnesium
hidroksida) mengandung partikel solid kecil yang terbasahi oleh fase aqueous
dan nonaqueous. Tipe ini tidak mempengaruhi tegangan antarmuka, tetapi
membentuk physical barrier. Tipe ini dapat membentuk salah satu dari tipe
emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak (Prokai et al., 2004).
Gambar 3. Emulsifier pada antarmuka air dan minyak (Prokai et al., 2004)
13
Krim biasanya dibuat dengan metode fusion, di mana semua komponen
tipe minyak dilelehkan terlebih dahulu, dan komponen air yang tahan terhadap
pemanasan dipanaskan secara terpisah pada suhu yang sama. Kemudian fase air
ditambahkan ke dalam fase minyak dengan pencampuran. Komponen yang tidak
tahan terhadap pemanasan ditambahkan pada akhir pencampuran ketika suhunya
sudah rendah (Jasti, Abraham, dan Ghosh, 2004).
C. Sunscreen
Sunscreen ialah bahan kimia yang menyerap atau memantulkan radiasi
ultraviolet (UV) sehingga melemahkan energinya sebelum terpenetrasi ke kulit
(Stanfield, 2003). Menurut Food and Drug Administration (1999b), bahan aktif
sunscreen dapat menyerap, memantulkan, atau menghamburkan radiasi UV.
Sunscreen mengandung bahan yang dapat bekerja dengan cara:
1. Memantulkan radiasi UV sehingga tidak mengenai kulit dan mencegah radiasi
UV menembus kulit. Contohnya, zink oksida dan titanium dioksida. Bahan ini
menyebabkan kulit tampak mengkilap tetapi dapat mengiritasi pada kulit yang
sensitif. Physical sunscreen bekerja sebagai barrier untuk memantulkan atau
menghamburkan radiasi.
2. Menyerap radiasi UV dan memberikan barrier kimia yang mencegah kulit
mengabsorbsi radiasi UV, misalnya turunan benzophenone, turunan para-
amino benzoic acid, turunan asam methoxycinnamic, turunan asam salisilat,
dan lain sebagainya. Chemical sunscreen berikatan dengan protein kulit dan
14
menyerap UVB (Anonim, 2008b; Dureja, Kaushik, Gupta, Kumar, dan Lather,
2009).
D. Sun Protection Factor (SPF)
SPF (Sun Protection Factors) merupakan salah satu parameter tingkat
perlindungan (efektivitas) suatu produk sunscreen terhadap sinar UV. Nilai dari
SPF merupakan perbandingan antara Minimal Erythema Dose (MED = jumlah
minimal energi yang dibutuhkan untuk terjadinya eritema) dari kulit yang
dilindungi sunscreen dengan MED dari kulit yang tidak dilindungi sunscreen.
(Mitsui, 1997).
Tabel II. Rata-rata % UV yang dihalangi pada nilai SPF tertentuNilai SPF Rata-rata % UV yang dihalangi
15 93%30 96,7%60 97%
(Anonim, 2008a)
Food and Drug Administration (FDA) membagi level SPF menjadi tiga
kategori, yaitu:
Tabel III. Kategori level SPF (Anonim, 1999a)Kategori Level SPFMinimum 2 - <12
Cukup 12 - <30Maksimum ≥ 30
Petro (1981) memprediksi nilai SPF secara in vitro menggunakan
spektrofotometer. Sinar UV yang digunakan adalah sinar polikromatik, serupa
dengan sinar matahari yang sesungguhnya. Dengan kata lain, semua panjang
gelombang sinar elektromagnetik yang berpotensi mencapai kulit, terutama sinar
UV, diperhitungkan dalam penentuan SPF. Pengukuran dimulai pada awal
15
panjang gelombang UV B (290 nm) sampai dengan panjang gelombang sinar
elektromagnetik terbesar dengan absorbansi minimal 0,050. Nilai prediksi SPF
merupakan antilog nilai absorbansi rata-rata.
Kulit yang diradiasi oleh sinar UV secara perlahan akan mengalami
sunburn. Jika waktu yang diperlukan untuk menimbulkan kemerahan pada kulit
yang tidak terlindungi dengan menggunakan radiasi dengan intensitas I0 adalah t0,
sedangkan waktu yang diperlukan untuk menimbulkan kemerahan yang serupa
pada kulit yang terlindungi sunscreen dengan intensitas radiasi I adalah t, maka:
……………………………............. (1)
A = absorbansi (Petro, 1981)
Persamaan (1) tidak valid untuk perhitungan SPF karena persamaan di
ruas kiri merupakan persamaan untuk radiasi monokromatik, sedangkan SPF
merupakan radiasi polikromatik. Hukum Beer menyatakan bahwa area di bawah
kurva absorbsi pada seluruh range panjang gelombang spesifik berbanding lurus
dengan konsentrasi. Hukum ini merupakan hukum Beer untuk radiasi
polikromatik, dengan rumus:
……………………………………………. (2)
(Petro, 1981)
Sunburn merupakan fenomena yang disebabkan oleh radiasi
polikromatik, sehingga hubungan SPF dengan spektrofotometri adalah sebagai
berikut:
………………………………………….. ……..(3)
16
maka,
………………………………… (4)
As = absorbansi sebagai sunscreen Aave = absorbansi rata-rata (Petro, 1981)
E. Radiasi Ultraviolet (UV)
UV (ultraviolet) merupakan emisi sinar radioaktif dari matahari. Macam-
macam sinar UV yaitu :
1. UVA (320-400 nm) terletak pada akhir spektrum UV. Resiko menyebabkan
sunburn lebih kecil daripada UVB. Radiasi UVA menembus kulit lebih dalam
dan merupakan penyebab utama skin aging, wrinkle, leathering, dan
photoaging. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa UVA tidak hanya
meningkatkan efek UVB dalam menimbulkan kanker, tetapi juga
menyebabkan kanker kulit, termasuk melanoma. UVA terbagi lagi menjadi:
long UVA, yaitu UVA-1 dengan panjang gelombang 340-400 nm ,
short UVA, yaitu UVA-2 dengan panjang gelombang 320-340 nm.
Beberapa UVA sun blocking agent hanya menutup UVA-1 atau UVA-2
dibandingkan seluruh range sinar UVA.
2. UVB (290-320 nm) terletak pada bagian tengah spektrum UV. UVB
menyebabkan sunburn dan tidak menyebabkan munculnya efek berupa skin
wrinkle karena sebagian besar UVB diabsorbsi pada epidermis (lapisan kulit
terluar) dan tidak mencapai dermis di mana kerutan terbentuk. Selain itu, juga
mendukung terjadinya kanker kulit bersama UVA. Sinar ini diduga
17
menyebabkan pembentukan squamous cell carcinoma, dan diketahui secara
signifikan menyebabkan melanoma.
3. UVC (200-280 nm) terletak pada awal spektrum UV. Radiasi UVC paling
berbahaya. Seluruh UVC diabsorbsi oleh gas pada atmosfer sebelum mencapai
bumi. Selama lapisan ozon tidak rusak maka bahaya dari UVC tidak perlu
dikhawatirkan (Anonim, 1999c; Boras, 1998).
Gambar 4. Spektrum cahaya (Anonim, 2006b)
Semakin besar panjang gelombang, semakin dalam penetrasinya ke
dalam kulit, seperti ditunjukkan pada gambar di bawah :
Gambar 5. Penetrasi radiasi sinar dengan panjang gelombang berbeda pada kulit (Mitsui, 1997)
Kulit memiliki mekanisme pertahanan alami terhadap sinar UV. Sinar
UV dihamburkan dan diabsorbsi oleh struktur kulit dan struktur penyusun kulit itu
sendiri untuk mengurangi jumlah yang mencapai lapisan kulit yang lebih dalam.
18
Melanin yang diproduksi oleh melanosit pada lapisan basal sangat efektif untuk
memproteksi UV (Mitsui, 1997).
Kulit selalu diperbaharui secara konstan melalui proses pembaharuan
yang dikontrol oleh DNA dalam sel kulit, tetapi jika DNA rusak karena paparan
sinar matahari berlebih, maka sel-sel kulit tumbuh tidak terkontrol yang dapat
berkembang menjadi kanker atau tumor (Jones, 2006).
Efek merusak dari radiasi UV berhubungan dengan kemampuannya
untuk menginduksi respon inflamasi dan oxidative stress yang merusak
makromolekul penting, seperti protein, lipid, dan DNA yang dapat menyebabkan
terjadinya beberapa penyakit kulit, termasuk kanker kulit. UV menginduksi
oxidative stress melalui fosforilasi atau mengaktivasi enzim protein kinase melalui
serangkaian proses seperti mitogen activated protein kinases (MAPK). MAPK
merupakan mediator transduksi sinyal dari permukaan sel menuju nukleus dan
berperan utama dalam pembentukan dan koordinasi respon gen. MAPK dibedakan
atas extracellular signal regulated kinase (ERK1/2), c-Jun N-terminal kinase
(JNK) dan p38. ERK diaktivasi oleh sinyal mitogenik, JNK dan p38 diaktivasi
oleh kondisi lingkungan seperti radiasi UV, sitokin sebagai agen inflamasi, suhu
tinggi, dan agen perusak DNA. Aktivasi sementara waktu pada ERK
menyebabkan proliferasi dan diferensiasi, serta dapat memicu terjadinya tumor
terutama pada kondisi teroksidasi. Fosforilasi JNK dan p38 dapat menyebabkan
diferensiasi, respon inflamasi, dan kematian sel. Hal-hal tersebut menunjukkan
bahwa antioksidan dapat mengurangi aktivasi MAPK karena rangkaian sinyal
19
MAPK merupakan target penting dari reactive oxygen species (ROS) (Vayalil et
al., 2003).
F. Formula
Dalam formulasi sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai
emulsifying agent dan solubilizing agent. Dalam krim, sebagian asam stearat
dinetralisasi dengan alkali atau trietanolamin. Biasanya asam stearat digunakan
dalam formulasi krim sebesar 20%. Titik leleh asam stearat ≥540C. Asam stearat
bersifat tidak larut dalam air (Anonim, 1983).
Jika dicampur sebanding dengan asam lemak seperti asam stearat atau
asam oleat, trietanolamin membentuk sabun anionik dengan pH ± 8, yang dapat
digunakan sebagai emulsifying agent membentuk emulsi minyak dalam air yang
stabil. Trietanolamin sering digunakan dalam formulasi sunscreen. Trietanolamin
bersifat larut dalam air, dan dapat menjadi coklat jika terpapar udara dan cahaya.
Jika dicampur dengan asam stearat dalam jumlah banyak maka akan membentuk
garam yang larut dalam air dan bersifat sebagai sabun (Anonim, 1983).
Setil alkohol dapat meningkatkan stabilitas, tekstur dan konsistensi
krim. Dalam emulsi minyak dalam air, setil alkohol meningkatkan stabilitas
dengan bergabung bersama emulsifying agent yang larut dalam air. Kombinasi ini
membentuk barrier monomolecular pada antarmuka minyak-air, di mana barrier
ini mencegah koalesen droplet. Titik leleh setil alkohol antara 45-520C, dan tidak
larut dalam air tetapi dapat bercampur dengan lelehan lemak (Anonim, 1983).
20
Asam sitrat berfungsi sebagai acidifying agent, antioksidan, buffering
agent, atau chelating agent. Asam sitrat bersifat sangat larut dalam air (Anonim,
1983).
Span 80 memiliki nilai HLB = 4,3 dan Tween 80 memiliki nilai HLB =
15 (Allen, 1999).
Selain berfungsi sebagai antioksidan, VCO mengandung asam lemak
rantai sedang, di mana 40-50% merupakan asam laurat yang memiliki aktivitas
antiviral terbesar dan 6-7% merupakan asam kaprik yang juga memiliki aktivitas
antiviral dan antibakteri. Tubuh akan mengubah asam laurat menjadi turunan
asam lemak (monolaurin) dan asam kaprik menjadi monokaprin. Monolaurin
merupakan monogliserida antiviral, antibakteri, dan antiprotozoa yang digunakan
untuk menghancurkan lapisan lipid virus dan bakteri patogen (Anonim, 1996).
Sebagai humektan, gliserin meningkatkan absorpsi air dari dermis
menuju epidermis untuk menghambat hidrasi kulit, atau dengan mengabsorpsi air
dari lingkungan luar kulit. Sebagai emollient, gliserin memberikan efek
melembutkan kulit dan meningkatkan fleksibilitas kulit (Tan, 2009).
Nipagin efektif sebagai antifungi tetapi kurang efektif sebagai
antibakteri, terutama bakteri patogen spesies Pseudomonas sehingga perlu
ditambahkan agen antibakteri (Anger, Rupp, Lo, dan Takruri, 1996).
G. Pencampuran
Pencampuran memungkinkan tercapainya homogenitas campuran dua
atau lebih bahan, dengan prinsip penyusupan partikel bahan yang satu di antara
21
partikel bahan lainnya (Voigt, 1994). Peningkatan suhu dijaga selama
pencampuran agar senyawa dengan titik leleh tinggi tidak memadat atau
mengkristal terlalu cepat (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996). Sifat fisis
emulsi dapat dipengaruhi oleh suhu, kecepatan geser (kecepatan putar), tegangan
geser, tegangan, dan waktu pencampuran (lama pencampuran) (Nielloud, dan
Mesters, 2000).
Ada tiga tipe campuran, yaitu:
1. Campuran positif, di mana campuran terjadi secara spontan, tidak ada energi
yang diperlukan jika waktu pencampuran tidak terbatas, tetapi jika diberi
energi maka akan mempersingkat waktu pencampuran, dan bersifat
irreversible secara difusi dan mendekati campuran sempurna. Contohnya
adalah campuran gas atau cairan.
2. Campuran negatif, di mana campuran ini komponennya cenderung memisah
sehingga energi pencampuran harus berkesinambungan untuk menjaga
komponen agar tetap terdispersi. Contohnya adalah emulsi, krim, dan suspensi
dengan viskositas tinggi.
3. Campuran netral, di mana komponen penyusunnya cenderung tidak mudah
terdispersi atau teragregasi secara spontan selama proses pencampuran
berlangsung. Contohnya adalah pasta, salep, dan serbuk.
Selama pencampuran, tipe ini dapat berubah. Misalnya, jika viskositas
meningkatkan energi pencampuran maka tipe campuran dapat berubah dari
campuran negatif menjadi campuran netral (Aulton, 2002).
22
H. Uji Sifat Fisis
1. Daya Sebar
Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara sediaan dengan
tempat aplikasinya yang mencerminkan kelicinan (lubricity) sediaan tersebut,
yang berhubungan langsung dengan koefisien gesekan. Daya sebar merupakan
karakteristik yang penting dari formulasi sediaan topikal dan bertanggung
jawab untuk ketepatan transfer dosis atau melepaskan bahan atau obatnya, dan
kemudahan penggunaannya (Garg, Aggarwal, Garg, dan Singla, 2002).
2. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, makin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya (Martin,
Swarbick, dan Cammarata, 1993).
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasinya dibagi
menjadi dua yaitu sistem Newton dan sistem non–Newton. Tipe alir plastik,
pseudoplastik, dan dilatan termasuk dalam sistem non–Newton (Martin et al.,
1993). Emulsi tergolong dalam tipe pseudoplastik, di mana viskositasnya
menurun seiring dengan meningkatnya kecepatan geser (shear rates)
(Jambhekar, 2004).
I. Uji Stabilitas
Stabilitas emulsi dilihat dengan tetap terdispersinya droplet fase internal
di dalam fase eksternal. Ketidakstabilan emulsi dapat diketahui dengan adanya
creaming, coalescens, dan breaking (Friberg, Quencer, dan Hilton, 1996). Derajat
23
stabilitas krim dapat ditentukan dengan mengukur perubahan sifat fisis sediaan.
Perubahan dalam karakteristik reologi (sifat alir) merupakan peringatan awal
ketidakstabilan produk. Perubahan tersebut dapat ditentukan dengan pengukuran
viskositas (Korhonen, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas produk:
1. Faktor eksternal:
a) Waktu penyimpanan, semakin mendekati waktu kadaluwarsa maka produk
dapat mengalami perubahan organoleptik, fisika-kimia, mikrobiologi, dan
toksisitas.
b) Suhu
Suhu yang tinggi dapat mempercepat reaksi fisika dan kimia sehingga
menghasilkan perubahan pada aktivitas komponen, viskositas,
penampakan, warna, dan bau produk. Suhu yang rendah dapat
mempercepat reaksi fisika seperti kekeruhan, presipitasi dan kristalisasi.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh suhu tinggi atau sangat rendah dapat
berasal dari proses pembuatan yang tidak sesuai, penyimpanan atau
distribusi produk.
c) Cahaya dan oksigen
Sinar UV bersama dengan oksigen dapat menimbulkan pembentukan
radikal bebas dan menimbulkan reaksi oksidasi-reduksi. Produk yang
sensitif terhadap cahaya sebaiknya dihindarkan dari cahaya dalam wadah
kedap cahaya dan ditambah antioksidan pada formulasinya untuk
memperlambat proses oksidasi.
24
d) Kelembaban mempengaruhi bentuk kosmetik solid, seperti serbuk, sabun
batang dan sebagainya. Beberapa perubahan dapat terjadi pada penampilan
fisik produk sehingga produk menjadi lebih lunak atau lengket, atau
mengubah berat atau volume, dan dapat menimbulkan kontaminasi
mikroorganisme.
e) Bahan pengemas produk dapat memepengaruhi stabilitas produk.
f) Mikroorganisme
Produk yang mengandung air seperti emulsi, gel, suspensi, dan larutan
lebih mudah terkontaminasi mikroorganisme.
g) Getaran yang terjadi selama distribusi produk dapat menyebabkan
pemisahan emulsi, pengendapan suspensi, perubahan viskositas, dan
sebagainya (Anonim, 2005).
2. Faktor internal:
a) Inkompabilitas secara fisik
Perubahan yang terjadi pada penampilan fisik dan dapat diamati seperti
presipitasi, pemisahan, kristalisasi, dan sebagainya (Anonim, 2005).
b) Inkompabilitas secara kimia
- Nilai pH dapat mempengaruhi stabilitas komponen penyusun produk,
efektivitasnya, dan keamanan produk tersebut.
- Reaksi oksidasi-reduksi dapat mengubah aktivitas zat aktif,
organoleptik dan penampilan produk.
- Reaksi hidrolisis, yang terjadi akibat interaksi dengan air. Semakin
banyak kandungan air dalam produk maka semakin besar
25
kemungkinan reaksi hidrolisis terjadi. Ester dan amina rentan terhadap
reaksi hidrolisis.
- Interaksi antarkomponen formula dapat menyebabkan perubahan atau
menghilangkan aktivitas bahan penyusun tersebut.
- Interaksi antara komponen formula dengan bahan pengemas (Anonim,
2005).
Uji stabilitas dapat dilakukan selama pengembangan formulasi dalam skala
laboratorium maupun produksi, saat terjadi perubahan signifikan pada proses
pembuatan, untuk memvalidasi peralatan baru atau proses produksi, saat terjadi
perubahan signifikan pada bahan baku yang digunakan, dan saat terjadi perubahan
signifikan pada bahan pengemas yang kontak langsung dengan produk (Anonim,
2005).
Uji stabilitas bertujuan mengetahui waktu penyimpanan produk pada
kondisi yang telah ditentukan, di mana produk tersebut masih memenuhi standar.
Uji stabilitas fisik krim meliputi penampilan, bau, viskositas, distribusi ukuran
partikel, pH, pemisahan emulsi (Anonim, 2003).
Viskositas merupakan variabel yang menggambarkan sifat alir suatu
sistem. Evaluasi viskositas membantu untuk mengetahui apakah suatu produk
memiliki konsistensi atau sifat alir yang sesuai dan dapat memperkirakan
stabilitas produk selama penyimpanan. Untuk mengukur viskositas digunakan
viskometer (Anonim, 2005).
Analisis kurva distribusi partikel memungkinkan untuk mengetahui
partikel secara mikroskopis dan perubahannya untuk melihat ketidakstabilan yang
26
terjadi. Perbedaan ukuran partikel komponen formula dan proses pembuatannya
mempengaruhi pembentukan partikel dan dimensi partikel, terutama metode
preparasi, jumlah energi mekanik yang diberikan ke dalam sistem, perbedaan
viskositas antarfase, dan jenis serta jumlah emulgator yang digunakan (Anonim,
2005).
J. Metode Desain Faktorial
Metode desain faktorial merupakan salah satu metode rasional untuk
menyimpulkan dan mengevaluasi secara objektif efek dari besaran yang
berpengaruh terhadap kualitas produk (Amstrong, dan James, 1996).
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
variabel bebas, digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi
efek signifikan dari beberapa faktor dan interaksinya. Dalam desain faktorial
dikenal istilah faktor, level, efek, dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang
mempengaruhi respon. Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Level
yang digunakan pada percobaan dengan metode desain faktorial adalah level
rendah dan level tinggi. Efek merupakan perubahan respon yang disebabkan oleh
variasi tingkat dari faktor. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan
efeknya. Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor yang masing-masing
diuji pada level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain
suatu percobaan untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh secara dominan
27
sehingga dihasilkan respon yang signifikan (Bolton, 1997; Voigt, 1994).
Persamaan umum yang digunakan dalam desain faktorial adalah :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2..............................................................(5)
Dimana : Y = respon hasil atau sifat yang diamatiX1,X2 = level bagian A , level bagian Bb0 = rata-rata dari semua percobaanb1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor dibutuhkan empat percobaan (2n =
4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor).
Tabel IV. Rancangan percobaan desain faktorial dua faktor dan dua level
Keterangan : (-) = level rendah(+) = level tinggiFormula 1 = faktor A level rendah, faktor B rendahFormula a = faktor A level tinggi, faktor B rendahFormula b = faktor A level rendah, faktor B tinggiFormula ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi
Berdasarkan persamaan di atas, besarnya efek masing-masing faktor
maupun efek interaksinya dapat dihitung dengan substitusi secara matematis.
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada
level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungannya adalah
sebagai berikut :
1. ................... (6)
2. ................... (7)
3. ................... (8) (Bolton, 1997).
Formula Faktor A Faktor B Interaksi1 - - +a + - -b - + -
ab + + +
28
Efek yang dominan dalam menentukan respon diperkirakan dari
perhitungan efek (De Muth, 1999).
K. Landasan Teori
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap aktivitas
katekin dalam teh hijau, teh hijau merupakan salah satu bahan alam yang patut
dipertimbangkan sebagai agen sunscreen akibat kandungan polifenol di dalamnya.
SPF (Sun Protection Factors) merupakan salah satu parameter tingkat
perlindungan (efektivitas) suatu produk sunscreen terhadap sinar UV. Efek
merusak dari radiasi UV berhubungan dengan kemampuannya untuk menginduksi
respon inflamasi dan oxidative stress yang merusak makromolekul penting,
seperti protein, lipid, dan DNA yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa
penyakit kulit, termasuk kanker kulit (Vayalil et al.,2003). Dengan demikian,
sunscreen diperlukan untuk melindungi kulit dari radiasi UV.
Proses pencampuran perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan agar
diperoleh sediaan krim dengan sifat fisis dan stabilitas sesuai dengan syarat
sediaan krim yang ditentukan. Sifat fisis emulsi dipengaruhi suhu, kecepatan
putar, tegangan geser, tegangan, dan waktu pencampuran (Nielloud, dan Mesters,
2000). Peningkatan suhu harus dijaga selama pencampuran sehingga mengurangi
kemungkinan pemadatan atau kristalisasi terlalu cepat dari senyawa dengan titik
leleh tinggi, serta mempermudah pencampuran karena tegangan antarmuka
menurun pada suhu tinggi (Lieberman et al., 1996). Emulsi tergolong dalam tipe
29
pseudoplastik, di mana viskositasnya menurun seiring dengan meningkatnya
kecepatan geser (shear rates) (Jambhekar, 2004).
Dipilih faktor yang berpengaruh besar terhadap pencampuran dan relatif
dapat dikendalikan untuk mencapai pencampuran optimal, yaitu suhu
pencampuran dan kecepatan putar. Pengaruh suhu pencampuran dan kecepatan
putar dilihat terhadap sifat fisis (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas setelah
penyimpanan (pergeseran viskositas, pergeseran ukuran droplet, dan index
creaming pada krim) sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau (Camellia
sinensis L.).
L. Hipotesis
Faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, dan interaksi antara suhu
pencampuran dan kecepatan putar berpengaruh dominan terhadap respon sifat
fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.).
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuasi-eksperimental dengan
desain penelitian secara desain faktorial.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a) Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah suhu pencampuran (450C dan
650C) dan kecepatan putar (300 rpm dan 500 rpm).
b) Variabel Tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik (daya sebar
dan viskositas) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas, pergeseran
distribusi ukuran droplet, dan index creaming pada krim).
c) Variable Pengacau Terkendali dalam penelitian ini adalah jenis wadah
penyimpanan dan lama penyimpanan.
d) Variable Pengacau Tidak Terkendali dalam penelitian ini adalah suhu
ruangan, intensitas cahaya ruangan, dan kelembaban dalam wadah.
2. Definisi Operasional
a) Krim sunscreen ekstrak kering teh hijau adalah sediaan setengah padat
sebagai penyerap sinar UV dari ekstrak kering teh hijau, fase air, dan fase
minyak sesuai formula yang ditentukan, dan dibuat sesuai prosedur
pembuatan krim pada penelitian ini.
31
b) Ekstrak kering teh hijau adalah ekstrak kering daun teh hijau (Camellia
sinensis L.) berupa serbuk halus berwarna kuning kecoklatan, berbau khas
teh, berasa pahit diikuti rasa kelat pada lidah, dan mengandung sejumlah
besar polifenol (katekin).
c) Pencampuran adalah proses pendistribusian bahan yang satu ke bahan
yang lain hingga tercapai homogenitas.
d) Formulasi adalah proses pembuatan sediaan, yang meliputi formula,
proses pembuatan, peralatan dan kondisi yang digunakan, hingga
pengemasan sediaan ke dalam wadah yang sesuai.
e) Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, yaitu suhu
pencampuran dan kecepatan putar selama proses pencampuran.
f) Suhu pencampuran adalah suhu dalam wadah pencampuran, yang
digunakan saat mencampur fase minyak dan fase air dalam formulasi krim,
dinyatakan dalam derajat Celcius.
g) Kecepatan putar adalah kecepatan terukur pada keadaan tanpa beban dan
digunakan pada pencampuran fase minyak dan fase air dalam formulasi
krim, dinyatakan dalam rpm.
h) Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada dua
level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level suhu pencampuran
dinyatakan dalam derajat suhu (level rendah = 450C; level tinggi = 650C).
Level rendah kecepatan putar dinyatakan dalam banyaknya putaran per
menit (level rendah = 300 rpm; level tinggi = 500 rpm).
32
i) Respon adalah besaran yang diamati perubahan efeknya secara kuantitatif,
yaitu daya sebar, viskositas, persen pergeseran viskositas, ukuran droplet,
dan index creaming.
j) Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi faktor dan level.
Besarnya efek dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon
pada level tinggi dan rata-rata pada level rendah.
k) Sifat fisis krim adalah parameter untuk mengetahui kualitas krim secara
fisik, meliputi uji viskositas dan daya sebar.
l) Stabilitas fisik krim adalah parameter untuk mengetahui tingkat
kestabilan krim meliputi pergeseran viskositas, pergeseran ukuran droplet,
dan index creaming pada krim setelah penyimpanan selama 1 bulan.
m) Viskositas adalah hambatan krim untuk mengalir setelah adanya
pemberian gaya.
n) Pergeseran viskositas (%) adalah selisih viskositas setelah penyimpanan
selama 1 bulan dengan viskositas setelah 48 jam dibagi dengan viskositas
setelah 48 jam dikali 100%.
o) Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim
diisikan ke dalam wadah dan dikeluarkan, serta saat diaplikasikan di kulit.
Viskositas optimal adalah 22-64 dPa s.
p) Daya sebar adalah diameter penyebaran 1 gram krim setelah 1 menit pada
alat uji daya sebar yang diberi pemberat sehingga berat kaca bulat dan
pemberat 125 gram.
33
q) Daya sebar optimal adalah daya sebar yang mendukung kemudahan krim
untuk dioleskan saat diaplikasikan di kulit. Daya sebar optimal adalah 5-7
cm.
r) Perubahan viskositas yang optimal adalah selisih viskositas yang
dialami krim setelah penyimpanan 1 bulan pada suhu kamar dibandingkan
dengan viskositas setelah 48 jam ≤ 10%.
s) Ukuran droplet adalah diameter yang terjauh pada tiap droplet yang
diamati secara mikroskopis.
t) Index creaming adalah perbandingan volume yang mengalami creaming
atau memisah setelah 1 bulan penyimpanan dengan total volume awal.
u) Desain faktorial adalah metode optimasi untuk mengetahui efek dominan.
v) Contour plot adalah grafik respon sifat fisik dan stabilitas krim untuk
memprediksi area optimum berdasarkan satu parameter kualitas krim.
w) Superimposed contour plot adalah grafik area pertemuan yang memuat
semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimum.
x) Area optimum adalah area kondisi yang menghasilkan krim dengan daya
sebar 5-7 cm, viskositas 22-64 dPa s, persen pergeseran viskositas (setelah
penyimpanan selama 1 bulan) kurang dari 10%.
C. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah ekstrak kering teh hijau (PT Sido Muncul
Semarang), asam stearat (kualitas farmasetis-Brataco Chemika), Virgin Coconut
Oil (VCO) yang diperoleh dari produsen VCO di daerah Bambanglipuro-Bantul,
34
setil alkohol, asam sitrat, trietanolamin, metil paraben (kualitas farmasetis-Brataco
Chemika), aquades (Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma),
perfume (minyak melati), etanol 90%, aseton 75%, Na2CO3 (pro analysis-Merck
Germany), quercetin dihydrate (Sigma-Aldrich Chemie, Germany), reagen Folin-
Ciocalteus (UN 3264-Merck Germany).
Alat yang digunakan adalah timbangan elektrik (Mettler Toledo
GB3002), timbangan analitik (Mettler Toledo AB204), mixer (Philips) hasil
modifikasi Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Solid Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, waterbath (Heizung-Gerhardt dan Memmert),
thermometer, gelas pengaduk, cawan porselin, labu ukur, gelas ukur, gelas
timbang, Beaker glass, tabung berskala, glassfirn, pipet tetes, pipet ukur, pipet
volume, pH-meter (pHep® HI 96107 Hanna Instruments), gelas objek dan
penutup, stopwatch, kaca bulat berskala, anak timbangan, viscometer seri VT-04
(RION-Japan), seperangkat mikroskop mikromeritik (Olympus CH2-Japan),
mikroskop elektrik (Boeco-Germany) dilengkapi kamera 1,3 MP dan USB 2,0
(Moticam 1000), vortex (Stuart Scientific-UK), sentrifuge (Hettich EBA 8S-6000
rpm), seperangkat alat UV/Vis Spectrometer Lambda 20 (Perkin Elmer) dan
UV/Vis Spectrophtotometer Sp-3000 Plus (Optima Inc.-Japan).
D. Tata Cara Penelitian
1. Identifikasi ekstrak kering teh hijau
Ekstrak kering teh hijau diidentifikasi secara organoleptis, meliputi
wujud, warna, bau, dan rasa.
35
2. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau
a. Larutan stok kuersetin 1 mg/mL
Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan aseton 75%
dalam labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan hingga tanda.
b. Penetapan operating time
Sebanyak 4,0 mL larutan stok diambil dan diencerkan dengan aseton
75% dalam labu ukur 10,0 mL hingga tanda. Sebanyak 0,50 mL larutan
tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian
ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan dibiarkan
selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3 1,9M dan
diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik,
kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 726 nm selama 120
menit. Kemudian dibuat kurva hubungan absorbansi dan waktu, dan dicari
operating time yang memberikan absorbansi yang stabil.
c. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum
Sebanyak 4,0 mL larutan stok diambil dan diencerkan dengan aseton
75% dalam labu ukur 10,0 mL hingga tanda. Sebanyak 0,50 mL larutan
tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian
ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan dibiarkan
selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3 1,9M dan
diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik,
kemudian diinkubasi selama operating time. Selanjutnya disentrifuse dengan
kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang
36
gelombang 600-800 nm sehingga diperoleh kurva hubungan panjang
gelombang dan absorbansi. Berdasarkan kurva tersebut, ditentukan panjang
gelombang yang memberikan absorbansi maksimum.
d. Penetapan kurva baku
Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan aseton 75%
sampai diperoleh volume 50,0 mL. Seri larutan baku kuersetin dibuat dalam
konsentrasi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL dalam aseton 75%.
Sebanyak 0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur
50,0 mL. Kemudian ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50
mL dan dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan
Na2CO3 1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex
selama 30 detik, kemudian diinkubasi selama operating time. Selanjutnya
disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan
diukur pada panjang gelombang serapan maksimum. Replikasi dilakukan
sebanyak 3 kali. Kemudian tiap replikasi, dibuat kurva hubungan konsentrasi
larutan baku dan absorbansi, serta nilai koefisien korelasinya.
e. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau
Sebanyak 500,0 mg ekstrak kering teh hijau dimasukkan dalam labu
ukur 25,0 mL, kemudian dilarutkan dengan aseton 75% dan diencerkan hingga
tanda. Sebanyak 1,0 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu
ukur 50,0 mL, kemudian diencerkan dengan akuades hingga tanda. Sebanyak
0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL,
kemudian ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan
37
dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3
1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama
30 detik, kemudian diinkubasi selama operating time. Selanjutnya disentrifuse
dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada
panjang gelombang serapan maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali.
Kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau dihitung dengan menggunakan
persamaan kurva baku sehingga diperoleh konsentrasi polifenol terhitung
ekuivalen terhadap kuersetin.
3. Penentuan nilai SPF ekstrak kering teh hijau secara in vitro
a. Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg%
Serbuk ekstrak kering teh hijau ditimbang setara dengan 15,0 mg
polifenol teh hijau, kemudian dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur
50,0 mL dan diencerkan hingga tanda.
b. Penentuan spektra UV ekstrak kering teh hijau
Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg% diambil sebanyak 2,0 mL
dan dimasukkan dalam labu ukur 10,0 mL, kemudian diencerkan dengan
etanol 90% hingga tanda. Spektra UV larutan diperoleh dengan scanning
absorbansi larutan pada panjang gelombang 250-400 nm.
c. Penentuan nilai SPF
Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg% diambil sebanyak 2,0; 4,0
dan 6,0 mL, kemudian diencerkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 10,0
mL sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 6,0; 12,0 dan 18,0 mg%.
38
Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi. Absorbansi (A)
masing-masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang panajang
gelombang 290 hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm yang
mempunyai nilai serapan 0,050. Kemudian dibuat kurva antara nilai
absorbansi terhadap panjang gelombang. Luas daerah di bawah kurva (AUC)
antara dua panjang gelombang yang berurutan dihitung dengan rumus:
………………………………. (9)
Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan
A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan
λp = panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan
λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan
Seluruh luas daerah di bawah kurva absorbansi dapat dihitung
dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor (SPF)
dapat dihitung dengan rumus:
……………………………………….. (10)
λn = panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai absorbansi 0,050
λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm)(Petro, 1981)
39
4. Optimasi proses formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
a. Formula
Formula yang digunakan sebagai krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
mengacu pada formula standar dengan modifikasi sebagai berikut:
Formula standar:
A: Asam stearat 10,0 gMineral oil 6,0 g Petrolatum 4,0 gLanolin 2,0 gCastor oil 1,0 gSetil alkohol 1,0 gArlacel 60 2,0 gTween 60 1,0 g
B: Gliserin 1,0 g Trietanolamin 0,6 g
Aquades 71,4 gPengawet qs
(Michael, dan Ash, 1977)
Formula hasil modifikasi:
R/ Fase A: Asam stearat 10,0 g Virgin Coconut Oil (VCO) 10,0 g
Setil alkohol 2,0 gSpan 80 2,0 gTween 80 3,0 g
Fase B: Gliserin 2,0 g Trietanolamin 0,6 gAsam sitrat 0,35 gMetil paraben 0,2 gEkstrak teh hijau 71,3882 mg Aquades 45,0 ml
Perfume (minyak melati) 3 tetes
40
Rancangan desain faktorial:
Tabel V. Rancangan percobaan dengan aplikasi desain faktorial pada penelitian
Percobaan Suhu Pencampuran (0C) Kecepatan Putar (rpm)(1) 45 300a 65 300b 45 500ab 65 500
b. Pembuatan Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau
Fase A: Asam stearat dan setil alkohol dilelehkan pada suhu 700C
secara terpisah di atas waterbath, kemudian dicampur dalam keadaan panas.
Selanjutnya ditambahkan VCO, Span 80, dan Tween 80 ke dalam campuran
tersebut, kemudian diaduk hingga merata.
Fase B: Asam sitrat dan ekstrak teh hijau masing-masing dilarutkan
secara terpisah dalam akuades secukupnya. Kemudian, metil paraben
dilarutkan dalam sisa akuades di atas waterbath, lalu ditambahkan
trietanolamin dan gliserin dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya dimixer
selama beberapa saat pada suhu pencampuran sebelum ditambahkan Fase A.
Pencampuran: Fase A ditambahkan ke dalam campuran metil
paraben, trietanolamin, dan gliserin, kemudian diaduk dengan mixer
berkecepatan 300-500 rpm selama 15 menit pada suhu 45-650C. Campuran
tersebut diangkat dari atas waterbath dan dimasukkan ke dalam baskom berisi
air. Larutan asam sitrat ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk.
Selanjutnya ditambahkan larutan ekstrak kering teh hijau sedikit demi sedikit
ke dalam basis krim. Kemudian ditambahkan perfume dan diaduk hingga
homogen dan dingin. Selanjutnya dituang dalam wadah krim. Untuk tiap
percobaan (1), a, b, dan ab, dibuat replikasi sebanyak 3 kali.
41
5. Uji sifat fisis dan stabilitas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
a. Uji Tipe Emulsi
a) Metode Warna
Beberapa tetes suatu larutan bahan pewarna dalam air (methylene blue)
dicampurkan ke dalam contoh krim. Jika seluruh krim berwarna seragam,
maka terdapat tipe krim M/A, oleh karena air adalah fase luar (Voigt,
1994).
b) Metode Pengenceran
Sedikit air diberikan ke dalam sebuah contoh kecil krim dan setelah
pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali krim yang homogen,
maka terdapat tipe M/A, pada jenis A/M hasilnya berkebalikan. Cara lain:
1 tetes krim dimasukkan ke dalam air, jika cepat terdistribusi (terkadang
wadahnya dikocok perlahan), maka terdapat tipe M/A, 1 tetes krim tipe
A/M tertinggal pada permukaan air (Voigt, 1994).
b. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Cara: 1,0 gram
krim diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas krim diletakkan kaca
bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram,
didiamkan 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya (Garg et al,
2002).
c. Uji Viskositas
200 gram krim dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portabel
viscotester. Viskositas krim diketahui melalui gerakan jarum penunjuk
42
viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan pada 48
jam setelah krim dibuat, dan setelah krim disimpan selama 1 bulan (Hariyadi,
Purwanti, dan Soeratri, 2005). Stabilitas sediaan krim ditunjukkan dengan
nilai pergeseran viskositas yang dihitung dengan rumus:
…... (11)
d. Uji Mikromeritik
Oleskan sejumlah krim pada gelas obyek kemudian letakkan di meja
benda pada mikroskop. Amati ukuran droplet yang terdispersi pada krim.
Gunakan perbesaran lemah untuk menentukan obyek yang akan diamati
kemudian ganti dengan perbesaran kuat. Catat diameter terjauh dari tiap
droplet sejumlah 500 droplet (Martin et al., 1993).
e. Uji Index Creaming
Dilakukan dengan menghitung rasio volume emulsi yang mengalami
creaming atau memisah dibandingkan dengan total volume awal emulsi
(Aulton, 2002).
………… (12)
E. Analisis Data dan Optimasi
Data-data yang diperoleh dari pengujian sifat fisis krim sunscreen
ekstrak kering teh hijau dianalisis dengan menggunakan metode desain faktorial
sehingga diketahui besar efek dan faktor dominan dari faktor suhu pencampuran
dan kecepatan putar pada level rendah dan level tinggi, serta interaksinya terhadap
43
sifat fisis yang diukur. Berdasarkan data tersebut dihitung pula persamaan desain
faktorial untuk masing-masing respon. Metode desain faktorial merupakan salah
satu metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara objektif efek
dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk (Amstrong, dan James,
1996).
Persamaan umum yang digunakan dalam desain faktorial adalah :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2..............................................................(5)
Dimana : Y = respon hasil atau sifat yang diamatiX1,X2 = level bagian A , level bagian Bb0 = rata-rata dari semua percobaanb1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata
respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep
perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. ................... (6)
2. ................... (7)
3. ................... (8) (Bolton, 1997).
Berdasarkan persamaan desain faktorial yang diperoleh untuk tiap
respon, dapat dibuat contour plot untuk setiap respon pada level faktor suhu
pencampuran dan kecepatan putar yang diteliti. Area komposisi optimum, terbatas
pada level yang diteliti, didapat dari penggabungan contour plot tiap respon
(superimposed contour plot).
Analisis statistik yang dipakai ialah statistik inferensial (ada
pengaturan/penentuan variabel). Analisis statistik Yate’s treatment digunakan
44
untuk mengetahui signifikansi tiap faktor dan interaksinya dalam mempengaruhi
respon, serta ada/tidaknya hubungan tiap faktor dan interaksinya terhadap respon,
yaitu membandingkan harga F hitung dengan F tabel (Ostle, 1956). Sebelumnya,
ditentukan hipotesis alternatif (Hi) yang menyatakan ada perbedaan bermakna
pengaruh (pengaruh dominan) suhu pencampuran dan kecepatan putar pada level
tertentu terhadap respon, serta ada hubungan antara faktor dan respon. Hipotesis
null (H0) merupakan negasi Hi. Hi diterima dan H0 ditolak jika harga F hitung >
harga F tabel, berarti faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel
diperoleh dari Fα (numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95% (De
Muth, 1999).
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Teh Hijau
Ekstrak kering teh hijau yang digunakan berasal dari PT Sido Muncul-
Indonesia, dengan hasil pemeriksaan organoleptik sebagai berikut:
Tabel VI. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak kering teh hijau
Pemeriksaan Hasil Wujud Serbuk halus dan kering
Bau Khas tehWarna Kuning kecoklatanRasa Pahit diikuti rasa kelat pada lidah
Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau dilakukan
sebagai verifikasi terhadap kadar katekin total yang tertera dalam Certificate of
Analysis (CoA). Dalam CoA tertera kadar katekin total dalam ekstrak teh hijau
tersebut sebesar 18,63% secara High Pressure Liquid Cromatography (HPLC).
Penetapan kadar polifenol ini dilakukan dengan menggunakan metode kolorimetri
dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu secara spektrofotometri visibel
karena metode ini sederhana, cepat dan sensitif terhadap senyawa pereduksi
seperti polifenol. Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah pengukuran jumlah zat
yang mampu mereduksi reagen Folin-Ciocalteu dalam suasana basa sehingga
menghasilkan senyawa molybdenum blue.
Sebelum dilakukan penetapan kadar polifenol dalam ekstrak teh hijau,
terlebih dahulu dilakukan penetapan Operating Time (OT) dan penetapan panjang
gelombang di mana absorbansi yang diberikan maksimum (λmaks) dengan
46
menggunakan senyawa baku kuersetin.
OH O
O H O
O H
O H
O H
2 - ( 3 ,4 - D i h y d r o x y -p h e n y l) -3 ,5 ,7 - t r i h y d r o x y -c h r o m e n - 4 - o n e
( Q u e r c e ti n e )
OHO
O H
OH
OH
OH
OHO
OH
O
OH
OH
C
O
OH
OH
OH
(a) (b)
OHO
OH
OH
OH
OH
OH
OHO
OH
O
OH
OH
C
O
OH
OH
OH
OH
(c) (d)
Gambar 6. Perbandingan struktur kimia kuersetin dengan struktur kimia katekin: (a) epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d)
epigalokatekin-3-galat (EGCG) (Svobodova et al., 2003)
Kuersetin merupakan polifenol golongan flavonoid yang memiliki
struktur kimia mirip dengan katekin (Gambar 6) karena kuersetin dan katekin
sama-sama merupakan turunan taxifolin (polifenol golongan flavonoid). Selain
itu, kuersetin juga terdapat dalam teh hijau dan dilihat dari strukturnya terdapat
kromofor dan gugus auksokrom (Gambar 10) sehingga kuersetin mampu
47
menyerap sinar UV (memiliki aktivitas sebagai sunscreen bersama dengan katekin
dan polifenol lainnya dalam teh hijau). Sehingga kuersetin dipilih sebagai
senyawa pembanding untuk menentukan persamaan kurva baku dalam
perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak teh hijau.
Berdasarkan hasil scanning OT (Gambar 7) pada time drive 120 menit
dan panjang gelombang 726 nm, diperoleh OT antara 50-120 menit. Penentuan
time drive 120 menit berdasarkan hasil orientasi penelitian Cahyono (2008).
Panjang gelombang yang digunakan adalah 726 nm karena kompleks senyawa
yang akan diukur absorbansinya berwarna hijau kebiruan, di mana warna hijau
kebiruan merupakan warna komplementer/warna yang teramati dari warna merah
yang diserap pada panjang gelombang tersebut. Warna komplementer merupakan
komplemen warna dari warna yang diserap, jadi jika warna merah (610-750 nm)
diabsorbsi dari sinar putih yang melewati sampel maka warna yang teramati
adalah warna hijau kebiruan (Rohman, 2007). Penentuan OT diperlukan untuk
mengetahui waktu di mana kompleks warna hijau kebiruan yang terbentuk
sebagai hasil reaksi antara kuersetin dan reagen Folin-Ciocalteu sudah stabil
sehingga absorbansi yang dihasilkan juga stabil. Pada saat awal terjadinya reaksi,
absorbansi senyawa berwarna meningkat hingga waktu tertentu sampai didapat
absorbansi yang stabil. Semakin lama waktu pengukuran absorbansi yang
dilakukan, maka ada kemungkinan senyawa berwarna tersebut mengalami
kerusakan atau terurai sehingga intensitas warnanya menurun akibatnya
absorbansinya juga turun. Oleh karena itu, pengukuran senyawa berwarna sebagai
hasil reaksi kimia harus dilakukan pada saat OT (Rohman, 2007).
48
Gambar 7. Hasil scanning OT kuersetin
Pengukuran absorbansi suatu senyawa untuk analisis kuantitatif harus
dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena: (i) pada panjang
gelombang maksimum, kepekaan terhadap perubahan konsentrasi senyawa adalah
maksimum karena perubahan absorbansi untuk tiap satuan konsentrasi adalah
yang terbesar; (ii) di sekitar panjang gelombang maksimum, bentuk kurva
absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer terpenuhi; (iii)
jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan karena
pemasangan ulang panjang gelombang akan sangat kecil (Rohman, 2007). Hukum
Lambert-Beer menyatakan bahwa pengukuran intensitas cahaya monokromatis
yang melalui suatu larutan berwarna berbanding lurus dengan panjang larutan
yang dilalui cahaya dan kadar zat dalam larutan.
49
Hukum Lambert juga menyatakan bahwa fraksi cahaya yang diabsorbsi
tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya, dan absorbsi cahaya sebanding
dengan jumlah molekul yang mengabsorbsi cahaya tersebut (Williams, dan
Fleming, 1980). Hasil scanning panjang gelombang maksimum yang dilakukan
terhadap larutan kuersetin (Gambar 8) menunjukkan bahwa panjang gelombang
maksimum kuersetin antara 740-760 nm karena puncak kurva yang dihasilkan
berbentuk datar (tanpa peak) pada panjang gelombang tersebut.
Gambar 8. Hasil scanning panjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin
Pengukuran absorbansi seri larutan baku kuersetin 10,098; 20,196;
30,294; 40,392; 50,490; 60,588 mg% dilakukan pada panjang gelombang
maksimum yang diperoleh, yaitu pada 750 nm.
50
Tabel VII. Data kadar dan absorbansi seri larutan baku kuersetinKurva Baku Kuersetin
Seri Penetapan 1 Penetapan 2 Penetapan 3Kadar (mg%)
Absorbansi Kadar (mg%)
Absorbansi Kadar (mg%)
Absorbansi
1 10,098 0,255 10,176 0,254 10,148 0,2302 20,196 0,288 20,352 0,315 20,296 0,2913 30,294 0,470 30,528 0,461 30,444 0,5014 40,392 0,600 40,704 0,623 40,592 0,5995 50,490 0,731 50,880 0,812 50,740 0,7586 60,588 0,835 61,056 0,851 60,888 0,798
ABr
0,0939 0,0889 0,09560,0123 0,0130 0,01220,9915 0,9872 0,9862
Berdasarkan koefisien korelasi (r) yang diperoleh (Tabel VII), maka
dipilih y = 0,0123x + 0,0939 sebagai persamaan kurva baku untuk menghitung
kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau karena nilai r = 0,9915 merupakan
koefisien korelasi yang paling mendekati nilai r =1 sehingga kurva yang terbentuk
semakin linier (Gambar 9) meskipun semua nilai r yang diperoleh (0,9915;
0,9872; 0,9862) lebih besar dari nilai r tabel dengan taraf kepercayaan 95%, yaitu
0,878.
Gambar 9. Kurva baku kuersetin
51
Hasil perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau (Tabel
VIII), yaitu sebesar 15,6956 ± 1,2337 % b/b terhitung ekuivalen terhadap
kuersetin. Hasil ini memiliki selisih sebesar 2,9344 ± 1,2337 % dari kadar
polifenol dalam ekstrak kering teh hijau yang tertera pada CoA.
Tabel VIII. Hasil perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijauReplikasi Kadar (% b/b)
1 15,03332 16,87443 17,10244 16,28025 14,83936 14,0439
Rata-rata 15,6956Standar Deviasi 1,2337
Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau digunakan
untuk menentukan jumlah ekstrak kering teh hijau yang dibutuhkan dalam
formula krim agar memiliki efek sebagai sunscreen dengan nilai SPF tertentu.
B. Penentuan Nilai SPF Ekstrak Kering Teh Hijau secara In Vitro
SPF (Sun Protection Factors) merupakan salah satu parameter tingkat
perlindungan (efektivitas) suatu produk sunscreen terhadap sinar UV (Mitsui,
1997). Dengan demikian, penentuan nilai SPF dari ekstrak kering teh hijau
dilakukan untuk mengetahui tingkat perlindungan yang dapat diberikan oleh
ekstrak tersebut terhadap radiasi UV. Sunscreen ialah bahan kimia yang menyerap
atau memantulkan radiasi ultraviolet (UV) sehingga melemahkan energinya
sebelum terpenetrasi ke kulit (Stanfield, 2003). Untuk dapat melindungi kulit dari
paparan radiasi UV sebagaimana efek sediaan sunscreen, maka ekstrak kering teh
hijau yang digunakan harus memiliki kemampuan menyerap sinar UV pada
52
panjang gelombang sinar UV-B (290-320 nm) dan/atau UV-A (320-400 nm).
Oleh karena itu, penentuan nilai SPF secara in vitro dilakukan dengan mengukur
absorbansi ekstrak kering teh hijau pada panjang gelombang 290 nm hingga
panjang gelombang yang memberikan absorbansi <0,05 karena semua panjang
gelombang yang dapat mencapai kulit dengan nilai absorbansi >0,05 dianggap
berpotensi menyebabkan eritema (Petro, 1981).
Keterangan: : kromofor : gugus auksokrom
Gambar 10. Kromofor dan gugus auksokrom pada struktur kuersetin dan epikatekin: (a) epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d)
epigalokatekin-3-galat (EGCG)
53
Untuk melihat apakah ekstrak kering teh hijau yang digunakan mampu
menyerap sinar UV, dilakukan scanning absorbansi ekstrak kering teh hijau pada
panjang gelombang 250-400 nm. Berdasarkan spektra absorbansi yang diperoleh,
ekstrak kering teh hijau memiliki peak absorbansi pada panjang gelombang 275
nm. Ekstrak teh hijau mengandung kuersetin, epikatekin (EC), epikatekin-3-galat
(ECG), epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG) yang memiliki
kromofor dan gugus auksokrom, seperti tampak pada gambar 10, sehingga
mampu menyerap sinar UV. Dengan demikian, ekstrak kering teh hijau yang
digunakan mampu menyerap sinar UV dan dapat digunakan sebagai agen
sunscreen.
Gambar 11. Profil absorbansi ekstrak kering teh hijau terhadap sinar UV pada panjang gelombang 250-400 nm
Penetapan nilai SPF dilakukan menurut prosedur penelitian yang
dilakukan oleh Petro (1981) karena penelitian tersebut menggunakan pengukuran
nilai SPF berdasarkan radiasi polikromatis, yang ternyata nilai SPF terukur tidak
jauh berbeda dengan nilai SPF yang diprediksi. Penelitian tersebut menggunakan
sinar polikromatik, serupa dengan sinar matahari yang sebenarnya, sehingga
54
semua panjang gelombang sinar elektromagnetik yang berpotensi mencapai kulit,
khususnya sinar UV, diperhitungkan dalam penentuan nilai SPF yang dilakukan.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai SPF ekstrak kering teh hijau (tabel
VII) diperoleh bahwa kenaikan kadar ekstrak kering teh hijau sebanding dengan
kenaikan nilai SPF yang terukur. Nilai dari SPF merupakan perbandingan antara
Minimal Erythema Dose (MED = jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk
terjadinya eritema) dari kulit yang dilindungi sunscreen dengan MED dari kulit
yang tidak dilindungi sunscreen (Mitsui, 1997).
Tabel IX. Hasil perhitungan nilai SPFKadar polifenol (mg% b/v) Nilai SPF Kategori Perlindungan
6,0941 4,2556 Minimum12, 1882 14,7451 Cukup18,2823 36,388 Maksimum
Berdasarkan hasil tersebut (Tabel IX), dipilih kadar polifenol 12,1882
mg% b/v sebagai kadar polifenol yang akan diformulasikan dalam sediaan krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan berat ekstrak teh hijau yang diperlukan
sebanyak 71,3882 mg. Kadar polifenol 12,1882 mg% b/v dipilih sebagai kadar
polifenol yang akan diformulasikan mengingat keterbatasan spektrofotometer
yang digunakan hanya mampu mendeteksi absorbansi dengan nilai maksimum 3,
absorbansi di atas 3 akan ditunjukkan sebagai absorbansi = 3. Dengan demikian,
semakin banyak absorbansi terukur = 3, maka semakin banyak absorbansi terukur
yang tidak menunjukkan absorbansi sebenarnya, sehingga dikhawatirkan akan
mempengaruhi perhitungan nilai SPF. Berdasarkan hasil perhitungan nilai SPF
ekstrak kering teh hijau tersebut, maka diharapkan sediaan krim sunscreen yang
dibuat memiliki nilai SPF sebesar 14,7451, di mana perlindungan yang diberikan
55
termasuk dalam kategori cukup dengan menghalangi ± 93% sinar UV yang
mengenai kulit (Anonim, 2008a).
C. Formulasi Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau
Krim ialah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu/lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1995).
Ekstrak kering teh hijau bersifat larut dalam air, tetapi katekin (polifenol
flavonoid) yang terkandung di dalamnya sukar larut dalam air (Lucida, 2006 cit.,
Lucida, 2007), sehingga dalam krim sunscreen yang diformulasikan dalam
penelitian ini, katekin sebagai zat penghambat induksi radiasi UV dimungkinkan
akan terdapat dalam fase minyak, di mana droplet-droplet minyak akan terdispersi
dalam fase air. Basis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan basis tercuci
air (water-removable atau water-washable bases) karena dilihat dari bahan yang
digunakan terdapat asam stearat (asam lemak) dan trietanolamin (basa kuat) yang
akan bereaksi membentuk sabun monovalen. Sediaan krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau yang dibuat terdiri atas asam stearat, Virgin Coconut Oil (VCO),
setil alkohol, Span 80, Tween 80, gliserin, trietanolamin, asam sitrat, nipagin, dan
akuades. Fase minyak yang digunakan adalah asam stearat dan VCO. Ekstrak
kering teh hijau ditambahkan dalam bentuk larutan ekstrak kering dalam akuades
untuk mempermudah pencampurannya ke dalam basis. Berdasarkan hasil
perhitungan SPF, maka ekstrak teh hijau yang ditambahkan ke dalam basis
sebesar 71,3882 mg yang mengandung 0,0148958 % b/b polifenol, sehingga
diharapkan sediaan krim sunscreen yang dibuat memberikan nilai SPF 14,7451.
56
Asam stearat dan setil alkohol berwujud padat sehingga perlu dilelehkan
terlebih dahulu untuk mempermudah pencampuran. Pelelehan keduanya
dilakukan di atas waterbath pada suhu 700C, jauh di atas titik leleh setil alkohol
adalah 45-520C dan titik leleh asam stearat adalah ≥540C (Anonim, 1983) untuk
menjaga agar fase minyak tidak cepat memadat selama penuangan fase minyak ke
dalam fase air. Asam stearat akan bereaksi dengan trietanolamin membentuk
trietanolamin stearat yang merupakan garam sabun (surfaktan anionik).
Reaksi saponifikasi yang terjadi adalah sebagai berikut:
C18H36O2 + C6H15NO3 [H35C17 COO]- [NH(H2C CH2 OH)3]+
(asam stearat) (trietanolamin) (trietanolamin stearat) + HO CH2 CH(OH) CH2 OH
(gliserol)
Trietanolamin stearat ini berfungsi sebagai emulgator internal sehingga
fase minyak dan fase air dapat bercampur. Trietanolamin stearat merupakan sabun
monovalen yang membentuk krim tipe minyak dalam air (Anief, 2000). Adanya
trietanolamin stearat memperkuat fungsi emulgator eksternal, yaitu berupa Span
80 (nilai HLB = 4,3) dan Tween 80 (nilai HLB = 15) (Allen, 1999). Span 80 dan
Tween 80 merupakan surfaktan nonionik sehingga lapisan film yang terbentuk
pada permukaan droplet tidak memiliki repulsive force seperti pada surfaktan
ionik. Oleh karena itu, untuk membantu mencegah bergabungnya droplet-droplet
maka digunakan pula asam stearat dan trietanolamin stearat yang bereaksi
membentuk trietanolamin stearat (surfaktan anionik). Interaksi antara surfaktan
anionik (trietanolamin stearat) dengan polimer nonionik (Tween 80)
57
menyebabkan molekul surfaktan anionik teradsorbsi pada polimer nonionik
sehingga konformasi polimer berubah menjadi lebih renggang akibat adanya gaya
tolak-menolak pada gugus kepala surfaktan anionik (Rieger, 1997). Berdasarkan
perhitungan nilai HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) campuran antara Span
80 dan Tween 80, yaitu sebesar 10,72, maka tipe emulsi yang dihasilkan adalah
emulsi minyak dalam air (M/A) (Allen, 1999). Dengan demikian, secara teoritis,
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dihasilkan merupakan tipe minyak
dalam air karena untuk membentuk tipe emulsi minyak dalam air diperlukan nilai
HLB = 8-18 (Allen, 1999). Hal ini didukung dengan hasil pengujian tipe krim
yang dilakukan (Gambar 12), di mana pewarna methylene blue terdapat pada
lapisan luar droplet dan dengan pengadukan krim menyebar dalam air. Krim
sunscreen tipe minyak dalam air akan memberikan nilai acceptability yang lebih
di mata konsumen karena tidak memberikan rasa lengket dan berminyak sehingga
lebih nyaman untuk diaplikasikan di kulit tubuh.
Gambar 12. Hasil uji tipe emulsi dengan methylene blue (perbesaran 40x10)
Asam stearat memiliki nilai required HLB (rHLB) = 15 (Allen, 1999),
setil alkohol memiliki nilai rHLB = 15,5 dan coconut oil (VCO) memiliki nilai
rHLB = 5 (Courtney, 1997) untuk membentuk emulsi tipe minyak dalam air.
Sehingga nilai total rHLB yang diberikan campuran tersebut adalah 10,50. Nilai
Droplet minyak
Fase air
58
rHLB campuran ini, mendekati nilai HLB campuran Span 80 dan Tween 80, yaitu
sebesar 10,72 sehingga kestabilan sistem emulsi M/A cukup terjaga.
Penggunaan asam stearat dalam sediaan topikal dapat memberikan efek
occlusive, di mana asam stearat yang merupakan asam lemak akan membentuk
barrier hidrofobik pada permukaan kulit (Tan, 2009).
VCO berfungsi sebagai antioksidan sehingga dapat ikut mendukung
peran polifenol (katekin) dalam ekstrak teh hijau sebagai antioksidan, yaitu
dengan menghindarkan polifenol dari proses oksidatif dalam sediaan sehingga
saat krim sunscreen diaplikasikan, polifenol (katekin) dalam ekstrak teh hijau
masih dapat berperan sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya sunburn.
Selain itu, VCO berfungsi pula sebagai antimikrobia (antibakteri, antivirus, dan
antifungi) sehingga dapat memberikan antimicrobial protection terhadap kulit
karena konsumen biasanya menggunakan sunscreen saat beraktivitas di luar
ruangan sehingga kemungkinan kontak kulit dengan mikrobia semakin besar.
VCO mengandung asam lemak rantai sedang, di mana 40-50% merupakan asam
laurat yang memiliki aktivitas antiviral terbesar dan 6-7% merupakan asam kaprik
yang juga memiliki aktivitas antiviral dan antibakteri. Tubuh akan mengubah
asam laurat menjadi turunan asam lemak (monolaurin) dan asam kaprik menjadi
monokaprin. Monolaurin merupakan monogliserida antiviral, antibakteri, dan
antiprotozoa yang digunakan untuk menghancurkan lapisan lipid virus dan bakteri
patogen (Anonim, 1996). VCO tidak akan mempengaruhi aktivitas flora baik di
kulit, tetapi berbahaya bagi bakteri patogenik. VCO juga melindungi kulit dari
sunburn, mengurangi kerutan, dan melembutkan kulit (Anonim, 2006a).
59
Setil alkohol dalam formula krim sunscreen ini digunakan sebagai
emulsifying agent dan stiffening agent. Pada formulasi krim, setil alkohol
digunakan karena sifatnya sebagai emollient, pengabsorbsi air, dan emulgator.
Setil alkohol meningkatkan stabilitas sediaan secara fisik dengan meningkatkan
konsistensinya (stiffening agent) (Anonim, 1983). Pada emulsi tipe M/A, setil
alkohol meningkatkan stabilitas dengan mengkombinasikan setil alkohol
(surfaktan nonionik) dengan emulsifying agent yang larut dalam air, dalam
penelitian ini adalah Tween 80 (Anonim, 1983). Interaksi antara surfaktan
nonionik (setil alkohol) dengan nonionik polimer (Tween 80) ini akan membentuk
monomolecular barrier pada antarmuka minyak-air, di mana setil alkohol akan
teradsorbsi pada rantai polimer yang akan mengurangi tegangan antarmuka
sehingga dapat menghalangi terjadinya koalesen droplet (Anonim, 1983) sehingga
emulsi yang dihasilkan lebih stabil. Setil alkohol berfungsi sebagai co-surfactant
emulgator sabun (Rieger, 1997).
Gliserin digunakan sebagai humektan dan emollient. Sebagai humektan,
gliserin mempertahankan kelembaban sediaan sehingga sediaan krim tidak
mengering selama penyimpanan. Selain itu, sebagai humektan, gliserin
meningkatkan absorpsi air dari dermis menuju epidermis untuk menghambat
hidrasi kulit, atau dengan mengabsorpsi air dari lingkungan luar kulit. Sebagai
emollient, gliserin memberikan efek melembutkan kulit dan meningkatkan
fleksibilitas kulit (Tan, 2009). Pada kulit yang terpapar radiasi UV, terutama UV-
A, pelembab diperlukan untuk mencegah efek kering pada kulit akibat paparan
UV-A (Leyden, dan Lavker, 2002).
60
Asam sitrat berfungsi sebagai acidifying agent, co-antioxidant, dan
chelating agent. Sebagai acidifying agent, asam sitrat diperlukan untuk mengatur
pH krim sunscreen menjadi asam (pH < 7) agar ekstrak teh hijau stabil selama
penyimpanan karena katekin merupakan polifenol yang bersifat asam lemah dan
stabil pada pH 4-5. Selain itu, pH krim harus berada pada rentang pH kulit, yaitu
antara 4,5-6,5 (Galzote, Suero, dan Govindarajan, 2007) agar tidak menimbulkan
iritasi. Hasil pengukuran pH krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
menunjukkan pH = 5,4 sehingga dapat diaplikasikan di kulit tanpa menimbulkan
iritasi dilihat dari pH-nya yang sesuai pH kulit manusia dan masih dalam range
pH asam di mana stabilitas katekin terjaga. Sebagai antioksidan, senyawa fenolik
berfungsi sebagai donor hidrogen yang akan menstabilkan senyawa radikal. Pada
pH rendah (asam), dengan adanya asam sitrat, maka densitas ion hidrogen dalam
medium meningkat sehingga kemungkinan pelepasan ion hidrogen dari senyawa
fenolik kecil (Tensiska, Wijaya, dan Andarwulan, 2003). Ketika krim sunscreen
ekstrak kering teh hijau dengan pH 5,4 diaplikasikan ke kulit (pH 4,5-6,5) maka
terjadi peningkatan pH pada krim tersebut sehingga konsentrasi ion hidrogen
dalam krim menurun dan mulai terjadi pelepasan ion hidrogen oleh polifenol teh.
Dengan demikian, selama polifenol teh dalam krim sunscreen tersebut (pH asam)
maka perannya sebagai antioksidan akan ditekan.
Menurut Hui (cit. Susiloningsih, 2009), sebagai co-antioxidant, asam
sitrat dapat berperan sebagai kelat dalam mengurangi pengaruh katalisis reaksi
oksidasi oleh ion-ion logam. Asam sitrat bekerja secara sinergis dengan
antioksidan dengan menaikkan kemampuan zat antioksidan dalam menghambat
61
reaksi oksidasi. Asam sitrat mampu meregenerasi antioksidan yang telah
kehilangan hidrogennya, sehingga antioksidan tersebut dapat berfungsi kembali.
Sebagai chelating agent, asam sitrat akan membantu kerja nipagin
sebagai pengawet. Nipagin efektif sebagai antifungi tetapi kurang efektif sebagai
antibakteri, terutama bakteri patogen spesies Pseudomonas sehingga perlu
ditambahkan agen antibakteri. Chelating agent mengikat kation divalen seperti
Mg2+ atau Ca2+. Pada bakteri gram negatif, membran lipofilik bagian luar terikat
pada dinding sel peptidoglikan oleh jembatan kation divalen. Chelating agent
mampu memindahkan jembatan kation tersebut sehingga kompleks protein-
lipopolisakarida pecah yang mengakibatkan terjadinya influks agen antimikrobia
yang sangat besar, yang mampu membunuh bakteri (Anger et al., 1996).
Penambahan asam sitrat ke dalam sistem emulsi harus perlahan dan sedikit demi
sedikit karena asam sitrat merupakan asam kuat (pH = 1) sehingga dapat
menyebabkan perubahan pH yang ekstrim pada basis krim yang telah terbentuk
(pH = 8) sehingga dapat emulsi pecah.
Pencampuran fase minyak dan fase air dilakukan pada suhu
pencampuran level rendah 450C dan level tinggi 650C berdasarkan hasil orientasi
yang dilakukan, di mana pada suhu <450C dan >650C emulsi tidak terbentuk (fase
memisah). Selain itu juga berdasarkan pertimbangan titik leleh asam stearat
(≥540C) dan titik leleh setil alkohol (45-520C). Sedangkan, pemilihan kecepatan
putar level rendah 300 rpm dan level tinggi 500 rpm berdasarkan hasil orientasi,
di mana pada kecepatan putar <300 rpm dan >500 rpm tidak terbentuk emulsi
(fase memisah).
62
D. Pengujian Tipe Emulsi Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau
Pengujian tipe emulsi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dilakukan
dengan menggunakan metode warna dan metode pengenceran. Metode warna
dilakukan dengan menambahkan methylene blue ke dalam sampel krim sunscreen.
Methylene blue merupakan zat warna yang bersifat larut dalam air. Dengan
demikian, penambahan methylen blue ke dalam krim tipe minyak dalam air (M/A)
akan menyebabkan fase minyak/droplet (fase terdispersi) tidak berwarna dan
tampak fase air (fase pendispersi) yang mengelilinginya berwarna biru.
Sedangkan, pada krim tipe air dalam minyak (A/M) akan menyebabkan fase
air/droplet (fase terdispersi) berwarna biru dan fase minyak (fase pendispersi)
yang mengelilinginya tidak berwarna.
Pada hasil pengamatan secara mikroskopis dengan perbesaran 40x10
seperti tampak pada gambar 12, tampak bahwa droplet-droplet tidak berwarna dan
fase yang mengelilingi droplet-droplet tersebut tampak berwarna biru. Dengan
demikian, krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dibuat memiliki tipe
emulsi minyak dalam air (M/A).
Metode pengenceran dilakukan dengan menambahkan salah satu fase
emulsi ke dalam sediaan krim dan diaduk. Pada penambahan fase air, jika krim
tersebar merata berarti krim tersebut memiliki tipe emulsi M/A, tetapi jika krim
tersebut tidak menyebar dalam air berarti memiliki tipe emulsi A/M. Sedangkan,
pada penambahan fase minyak, krim tipe M/A tidak akan menyebar dan krim tipe
A/M akan menyebar. Pada uji tipe emulsi terhadap krim sunscreen ekstrak kering
63
teh hijau, sampel krim menyebar pada penambahan fase air dan tidak menyebar
pada penambahan fase minyak.
Dengan demikian, tipe emulsi krim sunscreen yang dibuat adalah M/A.
Krim dengan tipe M/A akan memberikan nilai acceptability yang lebih di mata
konsumen karena tidak memberikan rasa lengket dan berminyak sehingga terasa
lebih nyaman untuk diaplikasikan di kulit tubuh.
E. Uji Sifat Fisis Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau
Uji sifat fisis sediaan krim diperlukan untuk mengetahui karakteristik
secara fisis krim yang dibuat. Karakteristik fisis ini dapat mempengaruhi
acceptability konsumen dan kualitas krim tersebut secara fisis, misalnya terkait
dengan kemampuan krim tersebut untuk dapat menyebar dengan baik pada
permukaan kulit ketika diaplikasikan oleh konsumen. Pengujian sifat fisis sediaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau meliputi uji daya sebar dan uji viskositas,
yang dilakukan setelah 48 jam dari waktu pembuatan, di mana setelah 48 jam
dianggap sudah tidak ada gaya atau energi pencampuran yang mempengaruhi
sistem emulsi (sistem sudah mengalami relaksasi). Hasil uji tersebut dianalisis
dengan menggunakan metode desain faktorial untuk mengetahui efek masing-
masing faktor dan interaksinya terhadap respon, melihat arah respon, dan
menentukan persamaan desain faktorial. Signifikansi efek yang dihasilkan
masing-masing respon dan interaksinya terhadap respon dilihat dengan analisis
secara statistik dengan analisis Yate’s treatment.
64
1. Pengujian Daya Sebar
Daya sebar krim menggambarkan kemampuan krim untuk menyebar
secara merata saat diaplikasikan pada permukaan kulit. Pada sediaan krim
sunscreen, respon ini sangat penting karena suatu sediaan sunscreen yang baik
harus mampu melindungi kulit dari paparan sinar UV secara merata pada seluruh
bagian permukaan kulit yang diolesi. Pada sediaan semisolid, daya sebar
berbanding terbalik dengan viskositas, di mana semakin besar daya sebar suatu
sediaan semisolid maka viskositas sediaan tersebut akan semakin kecil, dan
sebaliknya (Garg et al., 2002). Hasil pengujian daya sebar pada Tabel X
menunjukkan bahwa daya sebar meningkat jika viskositas krim menurun.
Tabel X. Data hasil uji sifat fisis krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
Sifat fisis Percobaan
1 a b abDaya sebar (cm) 7,13 ± 0,23 6,97 ± 0,19 7,13 ± 0,28 7,07 ± 0,12Viskositas (dPa s) 29,00 ± 1,73 29,33 ± 5,77 29,00 ± 0,50 29,17 ± 1,76
Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh faktor suhu pencampuran,
kecepatan putar, dan interaksinya terhadap respon daya sebar pada sediaan krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau, seperti tampak pada tabel XI, tampak bahwa
faktor kecepatan putar dan interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
memberikan nilai efek positif, yang berarti meningkatkan nilai respon daya sebar.
Faktor suhu pencampuran memberikan nilai efek negatif, yang berarti
menurunkan nilai respon daya sebar. Berdasarkan nilai mutlak efek faktor suhu
pencampuran, kecepatan putar, dan interaksinya terhadap respon daya sebar
(Tabel XI), diketahui bahwa faktor suhu pencampuran diprediksi berpengaruh
secara dominan terhadap respon daya sebar.
65
Tabel XI. Data hasil perhitungan efek masing-masing faktor terhadap respon
ResponFaktor
Daya Sebar Viskositas Pergeseran viskositas
Suhu pencampuran |-0,12| 0,5 |- 2,36|Kecepatan putar 0,05 |- 0,16| |-1,88|Interaksi 0,05 |- 0,16| |-3,03|
: diprediksi berpengaruh secara dominan
Persamaan desain faktorial yang diperoleh untuk respon daya sebar
adalah:
Y = 7,84565 - 0,01583X1 - 1,125.10-3X2 + 2,5.10-5X1X2
Persamaan ini dapat digunakan untuk memperkirakan suhu pencampuran dan
kecepatan putar yang diperlukan dalam pembuatan krim sunscreen ekstrak kering
teh hijau sesuai formulasi dalam penelitian ini agar diperoleh respon daya sebar
yang diharapkan.
Berdasarkan profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan
kecepatan putar terhadap respon daya sebar (gambar 13), tampak bahwa semakin
tinggi suhu pencampuran akan menurunkan respon daya sebar, baik pada level
rendah maupun level tinggi kecepatan putar (gambar 13a). Semakin tinggi
kecepatan putar akan meningkatkan respon daya sebar pada level tinggi suhu
pencampuran, tetapi tidak berpengaruh pada level rendah suhu pencampuran
(gambar 13b). Selain itu, tampak adanya interaksi antara faktor suhu pencampuran
dan kecepatan putar yang ditunjukkan dengan adanya titik potong pada grafik
profil pengaruh faktor terhadap respon daya sebar (gambar 13).
66
(a) (b)
Gambar 13. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran (a) dan kecepatan putar (b) terhadap respon daya sebar
Hasil analisis secara statistik dengan menggunakan analisis Yate’s
treatment dengan taraf kepercayaan 95% (Tabel XII) menunjukkan bahwa semua
nilai Fhitung < Ftabel. Oleh karena itu, H0 diterima, di mana H0 menyatakan bahwa
faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
berpengaruh secara dominan terhadap respon daya sebar. Dengan demikian, tidak
ada faktor yang berpengaruh secara dominan terhadap respon daya sebar krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Tabel XII. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon daya sebarSource of variation
Degrees of freedom
Sum of squares Mean Squares Fhitung Ftable (1,8)95%
Replicate 2 0,07875 0,039375
5,32
Treatment 3 0,05583 0,01861a 1 0,04083 0,04083 1,17530b 1 0,00750 0,00750 0,21589
ab 1 0,00750 0,00750 0,21589Experimental error
8 0,27792 0,03474
Total 11 0,41250Keterangan: a = suhu pencampuran
b = kecepatan putarab = interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
67
2. Pengujian Viskositas
Viskositas merupakan salah satu sifat fisis, selain daya sebar, yang patut
dipertimbangkan dalam formulasi sediaan semisolid, karena terkait dengan
kemudahan sediaan untuk dimasukkan ke dalam wadah pengemasnya maupun
kemudahan untuk dikeluarkan dari wadahnya saat akan dipakai oleh konsumen.
Pada umumnya, sediaan krim memiliki tipe aliran non-Newtonian, yaitu
pseudoplastis.
Berdasarkan hasil pengujian viskositas sediaan krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau (Tabel X), tampak bahwa peningkatan viskositas krim akan
menurunkan daya sebar krim tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
viskositas krim maka semakin besar tahanan krim tersebut untuk menyebar.
Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh faktor suhu pencampuran,
kecepatan putar, dan interaksinya terhadap respon viskositas sediaan krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau, seperti tampak pada tabel XI, tampak bahwa
faktor kecepatan putar dan interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
memberikan nilai efek negatif, yang berarti menurunkan nilai respon viskositas.
Faktor suhu pencampuran memberikan nilai efek positif, berarti meningkatkan
nilai respon viskositas. Berdasarkan nilai mutlak efek faktor suhu pencampuran,
kecepatan putar, dan interaksinya terhadap respon viskositas (Tabel XI), diketahui
bahwa faktor suhu pencampuran diprediksi berpengaruh secara dominan terhadap
respon viskositas sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Persamaan desain faktorial yang didapatkan untuk respon viskositas
ialah:
68
Y = 27,7175 + 0,0285X1 + 1,80.10-3X2 - 4.10-5X1X2
Persamaan ini dapat digunakan untuk memperkirakan suhu pencampuran dan
kecepatan putar yang diperlukan dalam pembuatan krim sunscreen ekstrak kering
teh hijau sesuai formulasi dalam penelitian ini agar diperoleh respon viskositas
yang diharapkan.
Berdasarkan profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan
kecepatan putar terhadap respon viskositas (gambar 14), tampak bahwa semakin
tinggi suhu pencampuran akan meningkatkan respon viskositas, baik pada level
rendah maupun level tinggi kecepatan putar (gambar 14a). Sebaliknya, semakin
tinggi kecepatan putar akan menurunkan respon viskositas pada level tinggi suhu
pencampuran, tetapi tidak berpengaruh pada level rendah suhu pencampuran
(gambar 14b). Selain itu, tampak adanya interaksi antara level rendah suhu
pencampuran dan kecepatan putar, yang ditunjukkan dengan adanya titik potong
pada grafik profil pengaruh faktor terhadap respon viskositas (gambar 14).
(a) (b)
Gambar 14. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran (a) dan kecepatan putar (b) terhadap respon viskositas
69
Pada sediaan yang memiliki tipe aliran pseudoplastis, peningkatan rate
of shear, dalam penelitian ini adalah suhu pencampuran dan kecepatan putar, akan
menyebabkan viskositas berkurang. Gaya yang diberikan per satuan luas
(shearing stress/F) yang diberikan, baik berupa energi akibat peningkatan suhu
maupun gaya akibat kecepatan putar, akan menyebabkan partikel-partikel yang
secara normal bergerak tidak beraturan akan mulai saling menyusun diri dan
mengikuti arah aliran, sehingga tahanan dari dalam bahan akan turun. Namun,
ketika shearing stress menurun saat waktu pencampuran berakhir dan selama 48
jam hingga pengukuran viskositas krim, droplet-droplet tersebut akan menyusun
diri kembali sehingga viskositas krim meningkat.
Suhu pencampuran memberikan energi bagi droplet-droplet untuk
bergerak dan terdispersi dalam ukuran yang kecil sehingga viskositas krim
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu pencampuran. Kecepatan putar
selain memberikan gaya putar (energi) terhadap droplet-droplet juga memberikan
interaksi mekanis antara droplet dengan pengaduk pada mixer, sehingga selain
memberikan energi juga mengarahkan gerakan droplet-droplet untuk bergerak
mengikuti arah aliran atau putaran mixer maka kecepatan putar memberikan efek
negatif terhadap viskositas. Dengan demikian, saat pengukuran viskositas setelah
48 jam, diperoleh viskositas yang cenderung menurun seiring kenaikan kecepatan
putar pada suhu pencampuran level tinggi.
70
Tabel XIII. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon viskositasSource of variation
Degrees of freedom
Sum of squares Mean Squares Fhitung Ftable (1,8)95%
Replicate 2 13,62500 6,8125
5,32
Treatment 3 0,22917 0,07639a 1 0,18750 0,18750 0,02283b 1 0,02083 0,02083 2,53606.10-3
ab 1 0,02084 0,02084 2,53606.10-3
Experimental error
8 65,70833 8,21354
Total 11 79,56250Keterangan: a = suhu pencampuran
b = kecepatan putarab = interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
Berdasarkan hasil analisis secara statistik dengan menggunakan analisis
Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% (Tabel XIII), tampak bahwa
semua nilai Fhitung < Ftabel. Oleh karena itu, H0 diterima, di mana H0 menyatakan
bahwa faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
berpengaruh secara dominan terhadap respon viskositas sunscreen ekstrak kering
teh hijau. Dengan demikian, tidak ada faktor yang berpengaruh secara dominan
terhadap respon viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
F. Uji Stabilitas Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau
Uji stabilitas sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dilakukan
dengan menghitung pergeseran viskositas (%), index creaming, dan pergeseran
distribusi ukuran droplet setelah penyimpanan selama 1 bulan. Hasil dari uji
stabilitas ini dapat menggambarkan perubahan secara fisis yang terjadi pada
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau setelah masa penyimpanan selama
1 bulan. Berdasarkan hasil uji stabilitas tersebut, dapat diperkirakan apakah
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau masih memenuhi syarat sediaan
71
krim yang baik, terutama dari segi acceptability, untuk digunakan hingga jangka
waktu 1 bulan setelah pembuatan.
1. Pergeseran Viskositas
Pergeseran viskositas menggambarkan perubahan viskositas sediaan
semisolid setelah masa penyimpanan. Semakin besar nilai % pergeseran viskositas
yang terjadi berarti semakin besar perubahan viskositas yang terjadi pada sediaaan
semisolid setelah masa penyimpanan. Dalam penelitian ini, besarnya pergeseran
viskositas (%) menggambarkan perubahan viskositas yang terjadi pada sediaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau setelah disimpan selama 1 bulan.
Tabel XIV. Data hasil perhitungan % pergeseran viskositas
Viskositas(d Pa s)
Percobaan
1 a b ab
48 jam 29,00 ± 1,73 29,33 ± 5,77 29,00 ± 0,50 29,17 ± 1,76
1 bulan 31,50 ± 0,50 31,83 ± 5,48 31,83 ± 1,61 29,67 ± 1,53
% pergeseran viskositas 8,62 ± 1,72 9,29 ± 8,92 9,77 ± 5,54 4,38 ± 1,74
Hasil perhitungan pergeseran viskositas, seperti tampak dalam tabel
XIV, menunjukkan bahwa pergeseran viskositas sediaan krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau setelah disimpan selama 1 bulan tidak lebih dari 10%, sehingga
dapat dikatakan bahwa sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau masih
stabil setelah penyimpanan selama 1 bulan.
Dengan membandingkan respon viskositas sediaan krim sunscreen
ekstrak kering teh hijau pada pengukuran 48 jam setelah pembuatan dan setelah 1
bulan penyimpanan, tampak bahwa viskositas sediaan krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau selama penyimpanan (1 bulan) meningkat. Peningkatan viskositas
ini juga tampak pada penampilan fisik sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh
hijau, di mana krim tampak lebih kental. Semakin tinggi suhu pencampuran maka
72
tegangan antarmuka fase minyak dan air akan menurun sehingga fase minyak
lebih mudah bercampur dengan fase air (pencampuran lebih efisien). Semakin
tinggi kecepatan putar yang digunakan maka energi yang diberikan pada
pencampuran semakin besar sehingga dapat terbentuk droplet-droplet minyak
yang berukuran kecil. Selama masa penyimpanan, shear rate (suhu dan kecepatan
pencampuran) yang awalnya ada pada krim tersebut setelah pembuatan akan
perlahan-lahan berkurang dan akhirnya tidak ada sama sekali, sehingga droplet-
droplet minyak dalam air yang berukuran kecil dalam sistem emulsi tersebut akan
menata diri. Penataan diri droplet-droplet berukuran kecil ini akan lebih
memenuhi ruang fase air yang ada (konsentrasi lebih tinggi) dibandingkan dengan
droplet-droplet yang berukuran lebih besar, sehingga viskositas krim meningkat.
Pada formula krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang digunakan
pada penelitian ini, terdapat polimer nonionik berupa Tween 80. Krim memiliki
sifat alir pseudoplastis. Pada kondisi tanpa adanya shearing stress maka rantai
polimer akan terdispersi dalam bentuk tidak beraturan. Jika diberikan shearing
stress, dalam penelitian ini berupa suhu pencampuran dan kecepatan putar, rantai
polimer akan diluruskan mengikuti arah aliran sehingga frictional resistance
berkurang dan viskositas menurun. Bila shearing stress menurun, yakni saat
waktu pencampuran berakhir dan selama penyimpanan, rantai polimer akan
tersusun menjadi lebih tidak beraturan daripada kondisi awal sehingga frictional
resistance meningkat dan viskositas juga meningkat (Jambhekar, S.S., 2004).
Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan viskositas awal (48 jam setelah
73
pembuatan), viskositas krim cenderung meningkat pada pengukuran viskositas
setelah 1 bulan penyimpanan.
Hasil perhitungan pengaruh faktor suhu pencampuran, kecepatan putar,
dan interaksinya terhadap respon pergeseran viskositas sediaan krim sunscreen
ekstrak kering teh hijau, seperti tampak pada tabel XI, menunjukkan bahwa faktor
kecepatan putar, suhu pencampuran dan interaksinya masing-masing memberikan
nilai efek negatif, yang berarti menurunkan nilai respon pergeseran viskositas.
Berdasarkan nilai mutlak efek faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, dan
interaksinya terhadap respon viskositas (Tabel XI), diketahui bahwa faktor
interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar diprediksi berpengaruh
secara dominan terhadap respon pergeseran viskositas sediaan krim sunscreen
ekstrak kering teh hijau.
Persamaan desain faktorial yang didapatkan untuk respon pergeseran
viskositas ialah:
Y = - 15,0444 + 0,48756X1 + 0,07390X2 - 1,51445.10-3X1X2
Persamaan di atas dapat digunakan untuk memperkirakan suhu pencampuran dan
kecepatan putar yang diperlukan dalam pembuatan krim sunscreen ekstrak kering
teh hijau sesuai formulasi dalam penelitian ini agar diperoleh respon pergeseran
viskositas yang diharapkan (< 10%).
Berdasarkan profil pengaruh level faktor suhu pencampuran dan
kecepatan putar terhadap respon viskositas (gambar 15), tampak bahwa semakin
tinggi suhu pencampuran akan meningkatkan respon pergeseran viskositas pada
level rendah kecepatan putar, tetapi menurunkan respon pergeseran viskositas
74
pada level tinggi kecepatan putar (gambar 15a). Semakin tinggi kecepatan putar
akan meningkatkan respon pergeseran viskositas pada level rendah suhu
pencampuran, tetapi menurunkan respon pergeseran viskositas pada level tinggi
suhu pencampuran (gambar 15a). Selain itu, tampak adanya interaksi antara level
rendah suhu pencampuran dan kecepatan putar, baik dengan level rendah maupun
level tinggi kecepatan putar, yang ditunjukkan dengan adanya titik potong pada
grafik (gambar 15a), serta ada interaksi antara level rendah kecepatan putar dan
suhu pencampuran, baik dengan level rendah maupun level tinggi suhu
pencampuran, yang ditunjukkan dengan adanya titik potong pada grafik (gambar
15b)
(a) (b)
Gambar 15. Profil pengaruh level faktor suhu pencampuran (a) dan kecepatan putar (b) terhadap respon pergeseran viskositas
Semakin tinggi suhu pencampuran yang diberikan selama pencampuran
akan memberikan energi yang semakin besar sehingga fase minyak semakin
mudah bercampur dengan fase air. Dengan tersedianya energi yang semakin
besar, fase minyak berada dalam ukuran droplet yang semakin kecil sehingga
semakin menyebar pada fase air. Semakin kecil ukuran droplet memang semakin
75
mudah terjadi koalesen, tetapi jika dibandingkan dengan ukuran droplet yang
lebih besar, yang kemudian juga membentuk koalesen, maka droplet yang
berukuran kecil akan memberikan sistem emulsi yang lebih stabil. Hal ini
disebabkan karena droplet-droplet yang berukuran kecil akan memenuhi ruang
fase air sehingga viskositas emulsi lebih tinggi daripada sistem emulsi yang
tersusun oleh droplet-droplet berukuran lebih besar yang menempati ruang fase air
dalam volume yang sama. Demikian pula, semakin tinggi kecepatan putar yang
diberikan pada pencampuran fase minyak dan fase air akan memberikan energi
yang semakin besar sehingga fase minyak semakin mudah bercampur dengan air
karena fase minyak berada dalam ukuran droplet yang semakin kecil. Oleh karena
itu, semakin tinggi suhu pencampuran dan kecepatan putar yang diberikan pada
pencampuran fase minyak dan fase air akan menghasilkan sistem emulsi yang
lebih stabil (pergeseran viskositas semakin kecil).
Tabel XV. Hasil analisis Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositasSource of variation
Degrees of freedom
Sum of squares Mean Squares Fhitung Ftable (1,8)95%
Replicate 2 110,56938 55,28469
5,32
Treatment 3 54,89418 18,29806a 1 16,77281 16,77281 1,09888b 1 10,59775 10,59775 0,69432
ab 1 27,52362 27,52362 1,80323Experimental error
8 122,10800 15,26350
Total 11 287,57156Keterangan: a = suhu pencampuran
b = kecepatan putarab = interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
Berdasarkan hasil analisis secara statistik dengan menggunakan analisis
Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% (Tabel XV) menunjukkan bahwa
semua nilai Fhitung < Ftabel. Oleh karena itu, H0 diterima, di mana H0 menyatakan
bahwa faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
76
berpengaruh secara dominan terhadap respon pergeseran viskositas sunscreen
ekstrak kering teh hijau. Dengan demikian, tidak ada faktor yang berpengaruh
secara dominan terhadap respon pergeseran viskositas krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau.
2. Index Creaming
Index creaming digunakan untuk mengetahui derajat creaming atau
koalesen yang terjadi selama waktu tertentu. Besarnya index creaming diketahui
dengan mengukur volume krim yang mengalami creaming atau memisah dengan
menggunakan skala pada tabung reaksi, kemudian dibandingkan dengan total
volume krim awal (Aulton, 2002). Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau, tampak bahwa tidak terjadi
pemisahan fase minyak dan fase air selama penyimpanan 1 bulan pada seluruh
rancangan percobaan yang dilakukan (index creaming = 0), sehingga dapat
dikatakan bahwa emulsi yang dihasilkan pada sediaan krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau stabil selama penyimpanan 1 bulan.
3. Pergeseran Distribusi Ukuran Droplet
Stabilitas suatu sediaan semisolid, seperti krim, dapat diprediksi
berdasarkan perubahan distribusi ukuran droplet selama masa penyimpanan. Suatu
sediaan krim yang stabil tidak menunjukkan perubahan distrbusi ukuran droplet
atau hanya sedikit menunjukkan perubahan distribusi ukuran droplet.
77
Berdasarkan kurva distribusi ukuran droplet, di mana nilai tengah
diameter droplet diplotkan terhadap %frekuensi pada tiap percobaan (Gambar 16)
dapat dibandingkan % frekuensi ukuran droplet tertentu pada pengukuran 48 jam
dengan setelah penyimpanan 1 bulan sehingga dapat dilihat stabilitas emulsi
secara kualitatif melalui pergeseran kurva distribusi.
Gambar 16. Kurva nilai tengah diameter droplet vs % frekuensi pada tiap desain percobaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
Kurva pada gambar 16 secara kualitatif menunjukkan adanya pergeseran
kurva distribusi ukuran droplet pada pengamatan 48 jam dan setelah penyimpanan
1 bulan, yang mengindikasikan adanya perubahan distribusi ukuran droplet pada
78
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau hasil percobaan 1, a, b, maupun ab selama
penyimpanan. Berdasarkan kurva distribusi tersebut (Gambar 16), tampak bahwa
distribusi ukuran droplet cenderung skew ke kiri, maka ukuran droplet cenderung
berada pada range diameter yang kecil sehingga krim yang dibuat bersifat viscous.
Suhu pencampuran yang meningkat akan memberikan energi yang semakin besar
sehingga fase minyak dapat bercampur dengan fase air secara lebih efektif dengan
terbentuknya droplet-droplet minyak berukuran kecil yang terdispersi dalam fase
air. Sedangkan, kecepatan putar selain memberikan energi untuk mempermudah
pencampuran fase minyak dan fase air dengan terbentuknya droplet-droplet
berukuran kecil, juga mengarahkan gerak droplet-droplet tersebut mengikuti arah
putaran pengaduk pada mixer.
Pada pengamatan secara mikroskopis, ditemukan adanya beberapa
droplet dengan diameter lebih besar pada pengukuran setelah 1 bulan
penyimpanan yang tidak teramati pada pengukuran 48 jam, terutama pada krim
sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dibuat pada level rendah suhu
pencampuran dan kecepatan putar (percobaan 1), dan pada level tinggi suhu
pencampuran dan level rendah kecepatan putar (percobaan a), di mana terdapat
droplet dengan diameter 50,00 µm.
Perubahan ukuran droplet kearah ukuran yang lebih besar dapat terjadi
akibat adanya peristiwa koalesen/aglomerasi, di mana droplet-droplet kecil
dengan ukuran yang relatif sama akan saling bergabung sehingga pada
pengamatan mikroskopis yang dilakukan dalam penelitian ini, droplet tersebut
tampak memiliki diameter yang lebih besar.
79
Pada pengamatan secara mikroskopis, droplet-droplet berukuran kecil
dan relatif sama, seperti tampak pada gambar 17 (lingkaran berwarna merah),
cenderung bergabung membentuk droplet yang berukuran lebih besar karena
droplet kecil cenderung tidak stabil secara termodinamik.
48 jam 1 bulan
Percobaan 1 Percobaan 1
Percobaan a Percobaan a
Percobaan b Percobaan b
Percobaan ab Percobaan abKeterangan: : koalesenGambar 17. Hasil pengamatan droplet secara mikroskopis (perbesaran 40x10)
80
Koalesen merupakan salah satu indikasi ketidakstabilan krim, tetapi
secara visual (makroskopik) krim sunscreen ekstrak kering teh hijau tidak
mengalami pemisahan (tetap stabil) setelah penyimpanan 1 bulan. Droplet-droplet
dapat bergabung akibat adanya attraction force antardroplet tersebut, yang
merupakan induced dipole-induced dipole (dispersion forces/London forces) yang
terbentuk akibat vibrasi molekul nonpolar untuk menimbulkan tarikan akibat
adanya fluktuasi dipol yang serempak pada atom molekul tetangga. Gaya tarik ini
muncul akibat distribusi elektron yang tidak merata di sekeliling nukleus, dan
kekuatannya bersifat sementara (Amiji dan Sandmann, 2003).
Selain diakibatkan oleh koalesen, perubahan ukuran droplet menjadi
lebih besar dapat pula terjadi akibat peristiwa Ostwald ripening, di mana droplet-
droplet berukuran kecil yang memiliki sedikit kelarutan dalam air akan
terdegradasi menjadi droplet-droplet yang lebih kecil kemudian terdifusi dalam
fase air. Droplet-droplet yang terdifusi dalam fase air ini akan diabsorbsi oleh
droplet-droplet minyak yang berukuran besar sehingga droplet-droplet berukuran
kecil tampak menghilang.
Berdasarkan modus yang diperoleh dengan analisis statistik deskriptif
frekuensi dengan software SPSS ver.12.0 (Tabel XVI), secara angka tampak
adanya perubahan nilai modus diameter droplet setelah penyimpanan selama 1
bulan, kecuali pada percobaan a. Namun, perubahan ini tidak dapat digunakan
untuk menentukan kestabilan sistem emulsi krim sunscreen ekstrak kering teh
hijau karena diperlukan pengujian secara statistik dengan uji Wilcoxon (uji
hipotesis komparatif variabel numerik distribusi tidak normal pada dua kelompok
81
berpasangan) untuk menegaskan apakah nilai modus pada pengamatan 48 jam
berbeda signifikan dengan nilai modus pada pengamatan 1 bulan. Uji Wilcoxon
dipilih karena (1) dilihat dari perbandingan histogram diameter droplet vs
frekuensi dengan kurva normal yang seharusnya tampak bahwa distribusi
diameter droplet tidak normal, yaitu cenderung mengalami skewness ke kiri; (2)
variabel yang diuji merupakan numerik, yaitu berupa nilai modus diameter
droplet; dan (3) dilakukan perbandingan antara nilai modus pada pengamatan 48
jam dengan nilai modus diameter droplet setelah penyimpanan 1 bulan (Dahlan,
2009). Pada penelitian ini, tidak dapat dilakukan pengujian statistik karena
keterbatasan penelitian ini, di mana ketiga replikasi pembuatan pada satu
percobaan dicampur kemudian diamati diameter 500 droplet sehingga tidak
diketahui diameter droplet dari setiap replikasi percobaan, sedangkan untuk dapat
diuji secara statistik perlu dibandingkan data hasil pengukuran antar replikasi.
Tabel XVI. Data hasil penentuan modusHasil
pengukuranPercobaan
1 a b ab48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan
Modus (µm) 12,5 6,25 12,5 12,5 12,5 6,25 12,5 8,75
Tidak adanya perubahan nilai modus secara angka pada percobaan a
setelah masa penyimpanan dimungkinkan karena suhu pencampuran memberikan
efek positif terhadap viskositas berdasarkan perhitungan nilai efek, sedangkan
kecepatan putar dan interaksi keduanya memberikan efek negatif terhadap
viskositas memberikan berdasarkan perhitungan nilai efek (Tabel XI). Pada
percobaan a digunakan suhu pencampuran level tinggi sehingga meningkatkan
viskositas sehingga dengan viskositas yang meningkat berarti sistem semakin
rigid dan mempersulit droplet untuk saling bergabung.
82
Modus adalah nilai diameter droplet yang paling sering muncul pada
pengamatan secara mikroskopik, dan digunakan sebagai tolok ukur data
mikromeritik yang menggambarkan pengaruh faktor terhadap ukuran droplet,
bukan digunakan diameter rata-rata karena diameter rata-rata diperoleh dari rata-
rata berbagai ukuran droplet yang beragam sehingga tidak dapat menggambarkan
kondisi yang sebenarnya. Namun, penggunaan modus untuk membandingkan
perubahan droplet yang terjadi antarpercobaan memiliki kelemahan, yaitu bersifat
relatif, misalnya nilai modus yang sama diperoleh pada dua percobaan, misalnya
pada percobaan 1 dan a, tetapi belum tentu frekuensi diameter droplet yang
menjadi modus tersebut sama pada kedua percobaan tersebut. Untuk dapat
membandingkan perubahan droplet yang terjadi antarpercobaan digunakan
percentiles 90 sehingga diketahui diameter droplet di mana 90% droplet yang
diukur memiliki nilai diameter kurang dari atau sama dengan diameter tersebut.
Tabel XVII. Data hasil penentuan percentiles 90Hasil Percobaan
1 a b ab48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan
Percentiles90 (µm) 21,25 22,50 21,25 25,00 23,75 16,25 21,25 17,50
Berdasarkan data percentiles 90 yang diperoleh (Tabel XVII), secara
angka terdapat perubahan nilai percentiles 90 pada keempat percobaan setelah
penyimpanan selama 1 bulan. Namun, perubahan ini tidak dapat digunakan untuk
menentukan kestabilan sistem emulsi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
tanpa pengujian secara statistik dengan uji Wilcoxon. Pada penelitian ini, tidak
dapat dilakukan pengujian statistik karena tidak diperoleh data replikasi.
83
G. Optimasi Suhu Pencampuran dan Kecepatan Putar pada Proses
Pencampuran Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau
Optimasi proses pencampuran pada pembuatan sediaan semisolid
diperlukan untuk mengetahui besar faktor-faktor pencampuran yang diperlukan
untuk memperoleh sediaan semisolid dengan sifat fisis dan stabilitas yang
diharapkan. Dalam penelitian ini, dilakukan optimasi suhu pencampuran dan
kecepatan putar pada pencampuran fase minyak dan air pada proses formulasi
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau. Kecepatan putar akan
mempengaruhi gaya geser pada krim yang dapat mengubah sifat fisis krim (Amiji,
dan Sandmann, 2003), sedangkan suhu pencampuran mempengaruhi tegangan
antarmuka sehingga mempengaruhi sifat fisis krim (Nielloud, dan Mesters, 2000).
Suhu pencampuran dan kecepatan putar akan memberikan energi bagi proses
pencampuran, sehingga semakin tinggi faktor tersebut maka pencampuran
semakin efisien. Namun, jika energi yang diberikan terlalu besar maka ada
kemungkinan akan terjadi pemutusan ikatan antardroplet, misalnya gaya London
(van der Waals), dan ikatan hidrogen antara polyoxyethylene sorbitan fatty acid
ester (polisorbate/tween) atau sorbitan monooleat (span 80) dengan molekul air.
Dengan demikian, perlu diketahui suhu pencampuran dan kecepatan putar yang
optimum untuk memperoleh sediaan krim yang memenuhi kriteria yang
diinginkan. Parameter sifat fisis yang diamati adalah daya sebar dan viskositas,
sedangkan parameter stabilitas yang diukur adalah pergeseran viskositas.
84
Berdasarkan persamaan desain faktorial yang diperoleh untuk tiap
respon, dapat dibuat contour plot untuk masing-masing respon. Dari masing-
masing contour plot tersebut dapat dicari area optimum sesuai dengan range
optimum respon yang dipersyaratkan. Superimposed contour plot merupakan
gabungan dari contour plot masing-masing respon tersebut sehingga dapat
diperoleh suatu area optimum, di mana pada area tersebut dapat ditentukan
perbandingan suhu pencampuran dan kecepatan putar yang diperlukan sehingga
diperoleh sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang memenuhi kriteria
daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang optimal.
1. Contour Plot Daya Sebar
Persamaan desain faktorial yang diperoleh untuk respon daya sebar
adalah:
Y = 7,84565 - 0,01583X1 - 1,125.10-3X2 + 2,5.10-5X1X2
Berdasarkan persamaan tersebut, diperoleh contour plot untuk respon daya sebar
sebagai berikut:
Gambar 18. Contour plot daya sebar
85
Daya sebar optimum sediaan semisolid dengan tipe semifluid adalah
5,00-7,00 cm (Garg et al., 2002). Berdasarkan contour plot daya sebar (Gambar
18), dapat ditentukan area optimum (area berwarna kuning) yang merupakan area
komposisi optimum suhu pencampuran dan kecepatan putar untuk menghasilkan
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan daya sebar 6,97-7,00 cm,
terbatas pada level yang diteliti. Dengan daya sebar tersebut diharapkan sediaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dihasilkan mudah diaplikasikan pada
permukaan kulit.
2. Contour Plot Viskositas
Persamaan desain faktorial yang didapatkan untuk respon viskositas ialah:
Y = 27,7175 + 0,0285X1 + 1,80.10-3X2 - 4.10-5X1X2
Dari persamaan tersebut, diperoleh contour plot untuk respon viskositas sebagai
berikut:
Gambar 19. Contour plot viskositas
86
Berdasarkan studi literatur mengenai viskositas krim sunscreen produksi
The HallStar Company yang telah beredar di pasaran, diperoleh range viskositas
22-64 dPa s. Dari contour plot viskositas yang diperoleh (Gambar 19), dapat
ditentukan area optimum (berwarna biru), di mana perbandingan suhu
pencampuran dan kecepatan putar pada area tersebut dapat menghasilkan sediaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan viskositas 29,0-29,3 d Pa s,
terbatas pada level yang diteliti. Dengan viskositas tersebut, diharapkan sediaan
krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dihasilkan mudah dituang dari
kemasan dan dapat menyebar dengan baik pada permukaan kulit sehingga dapat
memberikan perlindungan menyeluruh terhadap radiasi UV.
3. Contour Plot Pergeseran Viskositas
Persamaan desain faktorial yang didapatkan untuk respon pergeseran
viskositas ialah:
Y = - 15,0444 + 0,48756X1 + 0,07390X2 - 1,51445.10-3X1X2
Dengan menggunakan persamaan tersebut, diperoleh contour plot untuk respon
pergeseran viskositas sebagai berikut:
87
Gambar 20. Contour plot pergeseran viskositas (%)
Dari contour plot % pergeseran viskositas (Gambar 20), tampak bahwa
semua area contour plot merupakan area optimum (berwarna biru). Pergeseran
viskositas yang ditetapkan untuk krim setelah penyimpanan selama 1 bulan adalah
kurang dari 10%. Berdasarkan contour plot % pergeseran viskositas (Gambar 20),
maka area optimum yang dihasilkan dapat digunakan untuk menentukan
perbandingan suhu pencampuran dan kecepatan putar yang dapat menghasilkan
sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan pergeseran viskositas 4,5-
9,7% setelah 1 bulan penyimpanan, terbatas pada level yang diteliti dan pada
kondisi penyimpanan pada suhu ruang (28-320C) dan terlindung dari paparan
cahaya secara langsung.
4. Superimposed Contour Plot
Proses pencampuran optimum, meliputi suhu pencampuran dan
kecepatan putar, pada pembuatan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
sehingga menghasilkan sediaan yang memenuhi kriteria daya sebar, viskositas,
88
dan pergeseran viskositas yang telah ditentukan dapat diprediksi dengan
menggabungkan area suhu pencampuran dan kecepatan putar optimum tiap respon
tersebut, yang dikenal sebagai superimposed contour plot.
Superimposed contour plot yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 21. Superimposed contour plot
Berdasarkan superimposed contour plot yang diperoleh (Gambar 21),
tampak area optimum suhu pencampuran dan kecepatan putar (berwarna pink)
sehingga menghasilkan sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan
daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang optimum pula. Area
optimum tersebut berlaku secara terbatas pada level yang diteliti, di mana dengan
melakukan pencampuran pada area tersebut akan diperoleh respon optimum yang
tidak berbeda antara satu titik dengan titik yang lain pada area tersebut.
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksi antara suhu
pencampuran dan kecepatan putar tidak berpengaruh secara dominan terhadap
respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas krim sunscreen
ekstrak kering teh hijau.
2. Berdasarkan superimposed contour plot yang diperoleh, ada area optimum
daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas (setelah 1 bulan
penyimpanan pada kondisi penyimpanan pada suhu ruang (28-320C) dan
terlindung dari paparan cahaya secara langsung) pada krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau, yang diperkirakan sebagai area suhu pencampuran dan
kecepatan putar optimum pada level yang diteliti.
B. Saran
1. Perlu dilakukan uji efikasi sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
secara in vivo untuk menegaskan kemampuan sediaan sebagai sunscreen.
2. Perlu dilakukan uji iritasi sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau
secara in vivo untuk menganalisis keamanan penggunaan sediaan.
3. Perlu dilakukan subjective assessment untuk menilai penerimaan pengguna
terhadap sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang diformulasikan.
90
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.V., 1999, Compounding Creams and Lotions, International Journal of Pharmaceutical Compounding, 3 (2), 111-115
Amiji, M.M., dan Sandmann, B.J., 2003, Applied Physical Pharmacy, 28-33, McGraw-Hill Companies Inc., United States of America
Anger, C., B., Rupp, D., Lo, P., dan Takruri, H., 1996, Preservation of Dispersed System, in Lieberman, H.A., Lachman, L., and Schwatz, J.B., Pharmaceutical Dosage Forms: Dysperse System, Vol.1, 2nd Ed, 377-430, Marcell Dekker, Inc., New York
Anief, M., 2000, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik, 71 -73, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Amstrong, N.A., dan James, K.C., 1996, Pharmaceutical Experiment Design and Interpretation, 131-165, Taylor & Francis, USA
Anonim, 1983, Handbook of Pharmaceutical Excipient, 5th edition, 155-156, 185-187, 301-303, 466-469, 580-584, 713-717, 737-739, 794-795, Pharmaceutical Press & American Pharmacists Association, London
Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, 486-489, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 6, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1996, Extra Virgin Coconut Oil the ‘Good’ Saturated Fat, The Doctors’ Prescription for Healthy Living, 7 (2), 35-37
Anonim, 1999a, Stratospheric Update: An Update on Ozone Protection Progress, United States Environmental Protection Agency, http://www.lefo.ro/carmensylva/Carmensylva/radiatiUV/www.epa.gov/ozone/geninfo/fall99.pdf, diakses tanggal 14 Oktober 2009
Anonim, 1999b, Sunscreen Drug Products for Over-The Counter Human Use, An Update, Food and Drug Administration, HHS,http://www.fda.gov/cder/otcmonograph/Sunscreen/sunscreen(352).pdf, diakses tanggal 8 Mei 2009
Anonim, 1999c, Ultraviolet radiation: the sun's death ray, http://www.smartskincare.com/skinprotection/uv-radiation.html, diakses tanggal 8 Mei 2009
91
Anonim, 2003, Australian Regulatory Guidelines for OTC Medicines,Therapeutic Goods Administration, http://www.tga.gov.au/ docs/pdf/argom_4.pdf, diakses tanggal 13 Mei 2009
Anonim, 2004, Compounds in green tea may one day be able to treat common skin diseases and wounds, reports a researcher at the University of Georgia Medical School, http://www.uvnatural.com/ resourcesgreentea.htm, diakses tanggal 22 Agustus 2009
Anonim, 2005, Cosmetic Products Stability Guide, 13-16, 34, 35, National Health Surveillance Agency Press, Brasilia
Anonim, 2006a, Is Virgin Coconut Oil really the healthiest oil on earth?, http://www.kokonutpacific.com.au/pdf/Niulife%20Brochure%20-%20FAQ.pdf, diakses tanggal 20 Oktober 2009
Anonim, 2006b, Sunscreen Ingredients : Finding protection for UVA, UVB and visible light, http://sun1.awardspace.com/Sunscreens/ sunscreen_ingredients.htm, diakses tanggal 20 Agustus 2009
Anonim, 2008a, Sun Safety Information for Everyone,http://www.magellans.com/store/article/343?Args=, diakses tanggal 14 Oktober 2009
Anonim, 2008b, Sunscreen, http://www.cancerinstitute.org.au/cancer_inst/ publications/pdfs/2008-01-18_sunscreen.pdf, diakses tanggal 20 Agustus 2009
Anonim, 2009a, Facts About Tanning, Sunscreen, and Green Tea: Health Concerns and Facts About Sun Exposure,http://www.mexitanproducts.com/dangers.html, diakses tanggal 22 Agustus 2009
Anonim, 2009b, What green tea can and cannot do for your skin,http://www.smartskincare.com/treatments/topical/greentea.html, diakses tanggal 22 Agustus 2009
Anonim, 2009c, A review of the scientific literature on the safety of nanoparticulate titanium dioxide or zinc oxide in sunscreens, http://www.tga.gov.au/npmeds/sunscreen-zotd.pdf, diakses tanggal 8 Januari 2010
Aulton, M. E., 2002, Pharmaceutics : The Science of Dosage FormDesign, 2nd
Ed., 11, 283-299, 550, Lea & Febiger, Philadelphia
92
Bolton, S., 1997, Pharmaceutichal Statistic Practical and Clinical Application, 3rd Ed, 84-85, 308-337, 533-545, Marcel Dekker Inc., New York
Boras, Charles H., 1998, SPF, UVB and UVA Protection Explained,http://jaxmed.com/articles/wellness/spf.htm, diakses tanggal 20 Agustus 2009
Cahyono, B.B., 2008, Optimasi Formula Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dengan Asam Stearat dan Minyak Wijen sebagai Fase Minyak: Aplikasi Desain Faktorial, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Courtney, D.L., 1997, Emulsifier Selection/HLB, in Rieger, M.M., dan Linda, D.R., Surfactants in Cosmetics, 2nd Ed., 133, Marcel Dekker, Inc., New York
Dahlan, M.S., 2009, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 4, 1-15, 41-54, 76-80, Salemba Medika, Jakarta
De Muth, J.E., 1999, Basic Statistics and Pharmaceutical Statistical Applications, 265-294, Marcel Dekker Inc., New York
Dureja, H., Kaushik, D., Gupta, M., Kumar, V., dan Lather, V., 2009, Cosmeceuticals: An emerging concept, Indian Journal Pharmacology, Juni 2005, 37(3), 155-159
Dwiastuti, R., 2009, Optimasi Proses Pembuatan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camelia sinensis L.) dengan Metode Desain Faktorial, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Friberg, S.E., Quencer, L.G., dan Hilton, M.L., 1996, Theory of emulsions, in Lieberman, H.A., Lachman, L., dan Schwatz, J.B., Pharmaceutical Dosage Forms: Dysperse System, Vol.1, 2nd Ed, 53-89, Marcell Dekker, Inc., New York
Galzote, C., Suero, M., dan Govindarajan, R., 2007, Noninvasive Evaluation of Skin in the Cosmetic Industry, in Walters, K.A., dan Roberts, M.S., Dermatologic, Cosmeceutic, and Cosmetic Development: Therapeutic and Novel Approaches, 467-485, Informa Healthcare USA, Inc., New York
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., dan Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid Formulation: An Update, Pharmaceutical Technology, September 2002, 84-102, http://www.pharmtech.com, diakses tanggal 12 Februari 2009
93
Hariyadi, D.M., Purwanti, T., dan Soeratri, W., 2005, Korelasi Kadar Propilenglikol dalam Basis dan Pelepasan Dietilammonium Diklofenak dari Basis Gel Carbopol 940, Majalah Farmasi Airlangga, 5 (1), 1-6
Hartoyo, A., 2003, Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan Sebuah Tinjauan Ilmiah, 11-19, Kanisius, Yogyakarta.
Helmenstine, A.M., 2009, How Does Sunscreen Work?, http://chemistry.about.com/od/howthingsworkfaqs/f/sunscreen.htm, diakses tanggal 8 Januari 2010
Jambhekar, S.S., 2004, Micromeritics and Rheology, in Ghosh, T.K., and Jasti, B.R., Theory and Practice of Contemporary Pharmaceutics, 152-153, CRC Press, Boca Raton
Janeiro, P. dan Brett, A.M.O., 2004, Cathecin Electrochemical Oxidation Mechanism, Analytica Chimica Acta, 518, 109–115
Jasti, B.R., Abraham, W., dan Ghosh, T.K., 2004, Transdermal and Topical Drug Delivery Systems, in Ghosh, T.K., dan Jasti, B.R., Theory and Practice of Contemporary Pharmaceutics, 445-446, CRC Press, Boca Raton
Jones, M., 2006, Dermatological Effects from Years in the Sun: Compounding Opportunities, International Journal of Pharmaceutical Compounding, September/Oktober 2006, 10 (5), 336-342
Kellar, S., Poshni, F., Penzotti, S., Bedu-Addo, F., dan Payne, K., 2005, Preformulation Development Studies to Evaluate The Properties of Epigallocatechin Gallate (EGCG), Cardinal Health Pharmaceutical Development, NJ08873
Korhonen, M., 2003, Rheological properties of pharmaceutical creams containing sorbitan fatty acid ester surfactans, Dissertation 14-15, University of Helsinki, Finlandia
Lakhanpal, P., dan Rai, D.K., 2007, Quercetin: A Versatile Flavonoid, Internet Journal of Medical Update, Jul-Dec, 2 (2), 22-37
Leyden, J.J., dan Lavker, R., 2002, Photodamage and Dry Skin, in Leyden, J.J, and Rawlings, A.V., Skin Moisturization, 155-164, Marcel Dekker, Inc., New York
Lieberman, H.A., Rieger, M.M., dan Banker, G.S., 1996, Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Vol.2, 2nd Ed., 76 – 80, 206, Marcel Dekker inc., New York
94
Lucida, H., 2007, Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut dari Katekin Gambir, Jurnal Sains Teknologi Farmasi, 12 (1), 1-7
Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, A., 1993, Physical Pharmacy, 3rd
edition, 522-537, 1077-1119, Lea & Febiger, Philadelphia
Michael, dan Ash, I., 1977, A Formulary of Cosmetic Preparations, 270, Chemical Publishing Co., New York
Mitsui, T., 1997, New Cosmetic Sciences, Elsevier Science, Amsterdam
Nielloud, F., dan Mesters, G.M., 2000, Pharmaceuticals Emulsions and Suspensions, 2-11, 561, 590, Marcell Dekker Inc., New York
Ostle, B., 1956, Statistics in Research: Basic concept and techniques for research workers, The Iowa State College & Press, Iowa
Petro, A.J., 1981, Correlation of Spectrophotometric Data with Sunscreen Protection Factor, International Journal of Cosmetic Science, 3, 185-196
Prokai, L., Nguyen, V., Jasti, B.R., dan Ghosh, T.K., 2004, Principles and Applications of Surface Phenomena, in Ghosh, T.K., dan Jasti, B.R., Theory and Practice of Contemporary Pharmaceutics, 186-187, CRC Press, Boca Raton
Rice-Evans, C.A., Miller, N.J., dan Panganga, G., 1997, Antioxidant Properties of Phenolic Compounds, Trends in Plant Science, 2, 152-159
Rieger, M.M., 1997, Surfactant Chemistry and Classification, in Rieger, M.M., dan Linda, D.R., Surfactants in Cosmetics, 2nd Ed., 133, Marcel Dekker, Inc., New York
Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 220-264, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Stanfield, J.W., 2003, Sun Protectans: Enhancing Product Functionality with Sunscreen, in Schueller, R., dan Romanowski, P., (Eds.), Multifunctional Cosmetics, 145-148, Marcell Dekker Inc., New York
Susiloningsih, E.K.B., 2009, Efek Penambahan Asam Sitrat dan Lama Pemanasan Terhadap Mutu Minyak Kacang Tanah Selama Penyimpanan, Jurnal Teknologi Technoscientia, Februari 2009, 1(2), 191-197
Svobodova, A., Psotova, J., dan Walternova, D., 2003, Natural Phenolics in Prevention of UV-Induced Skin Damage (A review), Biomed. Papers, 147 (2), 137-145
95
Syah, Andi N.A., 2006, Taklukkan Penyakit dengan Teh Hijau, 1,5, PT AgroMedia Pustaka, Jakarta
Tan, J.K.L., 2009, Topical Acne Therapy: Current and Advanced Options for Optimizing Adherence, Skin Therapy Letter, 4 (2), 1-7
Tensiska, Wijaya, C.H., dan Andarwulan, N., 2003, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XIV (1), 29-39
Vayalil, Praveen K., Elmets, Craig A., dan Katiyar, Santosh K., 2003, Treatment of green tea polyphenols in hydrophilic cream prevents UVB-inducedoxidation of lipids and proteins, depletion of antioxidant enzymes andphosphorylation of MAPK proteins in SKH-1 hairless mouse skin, Carcinogenesis, 24 (5) , 927-936
Voigt, Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 11-15, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta
Waterman, P. G. dan Mole, S., 1994, Analysis of Phenolic Plant Metabolites, 42-45, Blackwell Scientific, Oxford
Williams, D.H., dan Fleming, I., 1980, Spectroscopic Methods in Organic Chemistry, 3rd Ed., McGraw-Hill Book Company (UK) Limited, London
Yang, C.S., Ju, J., Lu, G., Xiao, H., Hao, X., Sang, S., dan Lambert, J., 2008, Cancer Prevention by Tea and Tea Polyphenols, Asia Pasific Journal Clinic Nutrition, 17 (Suppl 1), 245-248
96
LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) ekstrak kering teh hijau
97
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Teh Hijau
1. Penimbangan kuersetin untuk larutan stok kuersetin 50 mg/50 mL (1 mg/mL =
100 mg%)
Data penimbangan kuersetin untuk larutan stok kuersetinPenetapan 1 Penetapan 2 Penetapan 3
Berat wadah (g) 35,71896 28,51350 35,27861Berat wadah + zat (g) 35,76945 28,56438 35,32935Berat zat (g) 0,05049 0,05088 0,05074Berat zat (mg) 50,49 50,88 50,74Konsentrasi larutan stok kuersetin (mg%)
100,98 101,76 101,48
98
Perhitungan konsentrasi larutan stok kuersetin (C1):
Replikasi 1:
Replikasi 2:
Replikasi 3:
2. Scanning operating time
Operating time yang diperoleh antara 50-120 menit.
3. Scanning panjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin
Panjang gelombang maksimum kuersetin diperoleh antara 740-760 nm,
sehingga pada penelitian ini digunakan λ maks = 750 nm.
4. Kurva baku kuersetin
Perhitungan konsentrasi seri larutan baku kuersetin (C2):
C1 x V1 = C2 x V2
C1 = konsentrasi larutan stok kuersetin (mg%)C2 = konsentrasi larutan baku kuersetin (mg%)V1 = volume larutan stok kuersetin yang diambil (mL)V2 = volume akhir larutan baku kuersetin (mL) = 10 mL
Contoh perhitungan untuk Replikasi 1:
Seri 1→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 1 mL = C2 x 10 mL
C2 = 10,098 mg%
Seri 2→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 2 mL = C2 x 10 mL
C2 = 20,196 mg%
Seri 3→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 3 mL = C2 x 10 mL
C2 = 30,294 mg%
99
Seri 4→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 4 mL = C2 x 10 mL
C2 = 40,392 mg%
Seri 5→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 5 mL = C2 x 10 mL
C2 = 50,490 mg%
Seri 6→ C1 x V1 = C2 x V2
100,98 mg% x 6 mL = C2 x 10 mL
C2 = 60,588 mg%
Data kadar dan absorbansi seri larutan baku kuersetinKurva Baku Kuersetin
Seri Penetapan 1 Penetapan 2 Penetapan 3Kadar (mg%)
Absorbansi Kadar (mg%)
Absorbansi Kadar (mg%)
Absorbansi
1 10,098 0,255 10,176 0,254 10,148 0,2302 20,196 0,288 20,352 0,315 20,296 0,2913 30,294 0,470 30,528 0,461 30,444 0,5014 40,392 0,600 40,704 0,623 40,592 0,5995 50,490 0,731 50,880 0,812 50,740 0,7586 60,588 0,835 61,056 0,851 60,888 0,798
ABr
0,0939 0,0889 0,09560,0123 0,0130 0,01220,9915 0,9872 0,9862
Persamaan kurva baku kuersetin:
y = 0,0123x + 0,0939
y : absorbansi
x : kadar polifenol (mg%)
5. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis
L.)
Data penimbangan ekstrak kering teh hijauReplikasi 1 2 3 4 5 6Berat wadah (g) 30,38676 33,88009 30,89356 37,86545 26,84134 27,52520Berat wadah+zat (g)
30,88768 34,38056 31,39330 38,36546 27,34196 28,02523
Berat zat (g) 0,50092 0,50047 0,49974 0,50001 0,50062 0,50003Berat zat (mg) 500,92 500,47 499,74 500,01 500,62 500,03
100
Data absorbansi sampel ekstrak kering teh hijau pada λ = 750 nmReplikasi Absorbansi Kadar polifenol dalam ekstrak (% b/b)
1 0,168 15,03332 0,177 16,87443 0,178 17,10244 0,174 16,28025 0,167 14,83936 0,163 14,0439
Rata-rata 15,6956SD 1,2337
Perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau:
Persamaan kurva baku: y = 0,0123x + 0,0939
Faktor pengenceran = 50
Replikasi 1→ y = 0,0123x + 0,0939
0,168 = 0,0123x + 0,0939
x = 6,0244 mg% x 50
= 301,2195 mg/100 mL
= 75,3049 mg/25 mL
Kadar polifenol = (75,3049 mg : 500,92 mg) x 100%
= 15,0333 % b/b
Replikasi 2→ y = 0,0123x + 0,0939
0,177 = 0,0123x + 0,0939
x = 6,7561 mg% x 50
= 337,8049 mg/100 mL
= 84,4512 mg/25 mL
Kadar polifenol = (84,4512 mg : 500,47 mg) x 100%
= 16,8744 % b/b
Replikasi 3→ y = 0,0123x + 0,0939
0,178 = 0,0123x + 0,0939
x = 6,8374 mg% x 50
= 341,8699 mg/100 mL
= 85,4675 mg/25 mL
Kadar polifenol = (85,4675 mg : 499,74 mg) x 100%
= 17,1024 % b/b
101
Replikasi 4→ y = 0,0123x + 0,0939
0,174 = 0,0123x + 0,0939
x = 6,5122 mg% x 50
= 325,6098 mg/100 mL
= 81,4024 mg/25 mL
Kadar polifenol = (81,4024 mg : 500,01 mg) x 100%
= 16,2802 % b/b
Replikasi 5→ y = 0,0123x + 0,0939
0,167 = 0,0123x + 0,0939
x = 5,9431 mg% x 50
= 297,1545 mg/100 mL
= 74,2886 mg/25 mL
Kadar polifenol = (74,2886 mg : 500,62 mg) x 100%
= 14,8393 % b/b
Replikasi 6→ y = 0,0123x + 0,0939
0,163 = 0,0123x + 0,0939
x = 5,6179 mg% x 50
= 280,8943 mg/100 mL
= 70,2236 mg/25 mL
Kadar polifenol = (75,3049 mg : 500,92 mg) x 100%
= 14,0439 % b/b
Kadar polifenol rata-rata = (15,0333 + 16,8744 + 17,1024 + 16,2802 +
14,8393 + 14,0439) % b/b : 6
= 15,6956 % b/b
102
Lampiran 3. Perhitungan Nilai SPF Ekstrak Kering Teh Hijau secara In
Vitro
1. Pembuatan larutan stok polifenol dari ekstrak kering teh hijau
Perhitungan berat ekstrak kering teh hijau yang ditimbang (setara dengan 30
mg polifenol):
Data penimbangan ekstrak dan konsentrasi stok polifenolReplikasi I Replikasi II Replikasi III
Berat wadah (g) 33,9132 36,0292 35,7202 Berat wadah + ekstrak (g)
33,9620 36,0776 35,7686
Berat ekstrak (g) 0,0488 0,0484 0,0484 Berat polifenol 48,8 mg x 15,6956%
= 7,6595 mg48,4 mg x 15,6956%= 7,5967 mg
48,4 mg x 15,6956%= 7,5967 mg
Konsentrasi stok polifenol
7,6595 mg / 25 ml= 30,638 mg% b/v
7,5967 mg / 25 ml= 30,3868 mg% b/v
7,5967 mg / 25 ml= 30,3868 mg% b/v
Perhitungan kadar seri larutan sampel:
Replikasi I
Seri 1→ C1 x V1 = C2 x V2
30,638 mg% x 2 ml = C2 x 10 ml
C2 = 6,1276 mg%b/v
Seri 2→ C1 x V1 = C2 x V2
30,638 mg% x 4 ml = C2 x 10 ml
C2 = 12,2552 mg%b/v
Seri 3→ C1 x V1 = C2 x V2
30,638 mg% x 6 ml = C2 x10 ml
C2 = 18,3828 mg%b/v
Replikasi II
Seri 1→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 2 ml = C2 x 10 ml
C2 = 6,0774 mg%b/v
103
Seri 2→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% . 4 ml = C2 . 10 ml
C2 = 12,1547 mg%b/v
Seri 3→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 6 ml = C2 x 10 ml
C2 = 18,2321 mg%b/v
Replikasi III
Seri 1→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 2 ml = C2 x 10 ml
C2 = 6,0774 mg%b/v
Seri 2→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 4 ml = C2 x 10 ml
C2 = 12,1547 mg%b/v
Seri 3→ C1 x V1 = C2 x V2
30,3868 mg% x 6 ml = C2 x 10 ml
C2 = 18,2321 mg%b/v
2. Perhitungan nilai SPF
Contoh perhitungan nilai SPF pada konsentrasi polifenol 12, 1882 mg% b/v
replikasi 1:
log SPF = 1,3124
SPF = 20,5293
104
Data absorbansi, AUC, dan nilai SPF
λ(nm)
6,0941 mg% b/v 12, 1882 mg% b/v 18,2823 mg% b/vr1 AUC r2 AUC r3 AUC r1 AUC r2 AUC r3 AUC r1 AUC r2 AUC r3 AUC
290 2,765 12,355 2,193 9,69 2,179 9,62 3 15 3 15 3 15 3 15 3 15 3 15295 2,177 9,8275 1,683 7,55 1,669 7,4825 3 15 3 13,9575 3 13,85 3 15 3 15 3 15300 1,754 7,9725 1,337 6,0725 1,324 6,0075 3 14,3575 2,583 11,805 2,54 11,5675 3 15 3 15 3 14,895305 1,435 6,4275 1,092 4,8825 1,079 4,8175 2,743 12,265 2,139 9,5975 2,087 9,345 3 15 3 13,835 2,958 13,2725310 1,136 5,1675 0,861 3,92 0,848 3,85 2,163 9,85 1,7 7,755 1,651 7,52 3 14,07 2,534 11,5575 2,351 10,7475315 0,931 4,38 0,707 3,3275 0,692 3,245 1,777 8,3675 1,402 6,605 1,357 6,375 2,628 12,3875 2,089 9,845 1,948 9,145320 0,821 3,935 0,624 2,9925 0,606 2,9025 1,57 7,5325 1,24 5,9525 1,193 5,715 2,327 11,12 1,849 8,885 1,71 8,2025325 0,753 3,675 0,573 2,795 0,555 2,7025 1,443 7,0225 1,141 5,57 1,093 5,34 2,121 10,3775 1,705 8,33 1,571 7,6675330 0,717 3,52 0,545 2,6725 0,526 2,58 1,366 6,7075 1,087 5,3325 1,043 5,1125 2,03 9,9525 1,627 7,98 1,496 7,33335 0,691 3,3925 0,524 2,575 0,506 2,485 1,317 6,465 1,046 5,1425 1,002 4,9225 1,951 9,5875 1,565 7,685 1,436 7,0575340 0,666 3,2775 0,506 2,49 0,488 2,4 1,269 6,25 1,011 4,9725 0,967 4,76 1,884 9,2625 1,509 7,4375 1,387 6,82345 0,645 3,1725 0,49 2,41 0,472 2,3225 1,231 6,055 0,978 4,8175 0,937 4,615 1,821 8,915 1,466 7,19 1,341 6,595350 0,624 3,0775 0,474 2,34 0,457 2,2525 1,191 5,875 0,949 4,6825 0,909 4,4825 1,745 8,6075 1,41 6,96 1,297 6,395355 0,607 2,9725 0,462 2,26 0,444 2,175 1,159 5,69 0,924 4,53 0,884 4,3325 1,698 8,3375 1,374 6,745 1,261 6,1825360 0,582 2,8275 0,442 2,145 0,426 2,0675 1,117 5,42 0,888 4,315 0,849 4,1225 1,637 7,9425 1,324 6,42 1,212 5,8825365 0,549 2,6225 0,416 1,995 0,401 1,915 1,051 5,0275 0,838 4,0275 0,8 3,8425 1,54 7,3475 1,244 5,95 1,141 5,455370 0,5 2,3375 0,382 1,7875 0,365 1,7025 0,96 4,5025 0,773 3,6275 0,737 3,4525 1,399 6,56 1,136 5,3325 1,041 4,87375 0,435 1,9775 0,333 1,515 0,316 1,435 0,841 3,84 0,678 3,1075 0,644 2,9375 1,225 5,5875 0,997 4,5525 0,907 4,125380 0,356 1,6125 0,273 1,235 0,258 1,1625 0,695 3,1575 0,565 2,5725 0,531 2,41 1,01 4,585 0,824 3,75 0,743 3,3625385 0,289 1,3075 0,221 1,0025 0,207 0,9325 0,568 2,5875 0,464 2,1225 0,433 1,97 0,824 3,745 0,676 3,0825 0,602 2,73390 0,234 1,05 0,18 0,8075 0,166 0,7375 0,467 2,105 0,385 1,745 0,355 1,5975 0,674 3,02 0,557 2,5075 0,49 2,1875395 0,186 0,8175 0,143 0,63 0,129 0,5625 0,375 1,675 0,313 1,4075 0,284 1,2675 0,534 2,3825 0,446 2,0025 0,385 1,71400 0,141 0,62 0,109 0,4775 0,096 0,4125 0,295 1,305 0,25 1,1175 0,223 0,9825 0,419 1,84 0,355 1,5775 0,299 1,305405 0,107 0,46 0,082 0,3525 0,069 0,2925 0,227 0,9975 0,197 0,88 0,17 0,75 0,317 1,3875 0,276 1,2225 0,223 0,9725410 0,077 0,3375 0,059 0,26 0,048 0,205 0,172 0,77 0,155 0,705 0,13 0,5825 0,238 1,0625 0,213 0,96 0,166 0,7325415 0,058 0,045 0,034 0,136 0,127 0,103 0,187 0,171 0,127
AUC Total 88,9775 68,0725 66,1825 157,485 131,03 126,595 207,61 178,38 167,325
log SPF 0,7415 0,5673 0,5515 1,3124 1,0919 1,055 1,7301 1,4865 1,3944SPF 5,5142 3,6921 3,5606 20,5293 12,3571 11,349 53,7135 30,6549 24,7956SPF rata2 4,2556 14,7451 36,388
105
3. Konversi konsentrasi polifenol 12 mg% (b/v) menjadi %b/b
Data penimbangan larutan dan pelarutReplikasi Berat labu kosong
(gram)Berat labu + larutan (gram)
Berat larutan (gram)
Berat pelarut (gram)
1 13,4745 21,6470 8,1725 8,16472 13,4253 21,6390 8,2137 8,20593 13,1434 21,3042 8,1608 8,1530Rata-rata 8,1823 8,1745
= 12, 1882 mg% b/v
Konsentrasi polifenol = 12,1882 mg% = 1,21882 mg/10 ml
Bobot polifenol dalam 10 ml larutan = 1,21882 mg
Lampiran 4. Perhitungan Ekstrak yang Ditambahkan untuk Formulasi
Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau
= 7,7653 mg
Untuk 7,7653 mg ekstrak mengandung 1,21882 mg polifenol diperlukan 8,1745
gram basis.
Basis krim yang dibuat 75,15 gram.
Jumlah polifenol dalam krim:
= 11,2048 mg
106
Lampiran 5. Perhitungan nilai HLB dan rHLB campuran
1. Perhitungan nilai HLB emulgator eksternal:
HLB Span 80 = 4,3
HLB Tween 80 = 15 (Allen, 1999)
Total emulgator eksternal = bobot Span 80 + bobot Tween 80
= 2g + 3g = 5g
HLB campuran = (40% x 4,3) + (60% x 15)
= 1,72 + 9
= 10,72
2. Perhitungan rHLB campuran:
Fase minyak: Asam stearat 10,0 g
Virgin Coconut Oil (VCO) 10,0 g
Setil alkohol 2,0 g +
Total = 22,0 g
Perhitungan rHLB campuranBahan rHLB % dalam fase minyak Kontribusi HLB
Asam stearat 15 45,45455 6,81818VCO 5 45,45455 2,27273Setil alkohol 15,5 9,09091 1,40909Total 10,5000
107
Lampiran 6. Perhitungan Hasil Uji Sifat Fisis Krim Sunscreen Ekstrak
Kering Teh Hijau
Pengukuran pH Sediaan (hari ke-0)Replikasi Percobaan
1 a b ab1 5,4 5,4 5,4 5,42 5,4 5,4 5,4 5,43 5,4 5,4 5,4 5,4
Rata-rata 5,4 5,4 5,4 5,4SD 0 0 0 0
Hasil pengujian sifat fisis (48 jam setelah formulasi):Uji Daya Sebar (cm)
Replikasi Percobaan1 a b ab
1 7,4 6,75 7,0 7,02 7,0 7,1 7,45 7,23 7,0 7,05 6,95 7,0
Rata-rata 7,1333 6.9667 7,1333 7,0667SD 0,2309 0,1893 0,2754 0,1155
Uji Viskositas (dPa s)Replikasi Percobaan
1 a b ab1 28 36 29,5 292 31 26 28,5 27,53 28 26 29 31
Rata-rata 29,00 29,33 29,00 29,17SD 1,73205 5,7735 0,5000 1,7559
108
Lampiran 7. Perhitungan Hasil Uji Stabilitas Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau (setelah 1 bulan penyimpanan)
1. Pergeseran Viskositas (%)
Replikasi Percobaan Viskositas 48 jam
(d P.aS)Viskositas 1 bulan
(d P.aS)Pergeseran viskositas (%)
1 a b ab 1 a b ab 1 a b ab1 28 36 29,5 29 32 35 33 30 10,3448 19,3317 13,7931 2,84542 31 26 28,5 27,5 31 30 30 28 6,8966 2,2844 3,4483 4,01103 28 26 29 31 31,5 27,5 32,5 31 8,6207 6,2393 12,0690 6,2736
Rata-rata 29,00 29,33 29,00 29,17 31,50 31,83 31,83 29,67 8,6207 9,2851 9,7701 4,3767SD 1,73205 5,7735 0,5000 1,7559 0,5000 5,4848 1,6073 1,5275 1,7241 8,9225 5,5423 1,7431
Perhitungan pergeseran viskositas (%):
Percobaan 1:
Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
109
2. Index creamingData index creaming (48 jam-7 hari)
Replikasi Percobaan Volume awal (ml) Volume yang memisah (ml) Index creaming
1 a b ab 1 a b ab 1 a b ab1 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 02 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 03 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0SD 0 0 0 0
Data index creaming (1 bulan)Replikasi Percobaan
Volume awal (ml) Volume yang memisah (ml) Index creaming1 a b ab 1 a b ab 1 a b ab
1 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 02 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 03 10 10 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0SD 0 0 0 0
3. Pergeseran distribusi ukuran droplet
a. Hasil pengamatan mikromeritik
= 1,25 x 10-3 mm
= 1,25 µm
Percobaan 1:Diameter teramati
(skala)*Diameter
sebenarnya (µm)Frekuensi
48 jam 1 bulan
3 3,75 3 6
4 5,00 1 40
5 6,25 19 61
6 7,50 39 47
7 8,75 50 49
8 10,00 42 33
9 11,25 35 42
10 12,50 78 56
11 13,75 42 31
12 15,00 30 24
13 16,25 19 12
14 17,50 28 12
110
15 18.75 36 20
16 20,00 21 8
17 21,25 10 5
18 22,50 10 5
19 23,75 9 5
20 25,00 18 1421 26,25 3 722 27,50 0 323 28,75 3 224 30,00 0 325 31,25 4 326 32,50 0 728 35,00 0 130 37,50 0 2
33 41,25 0 140 50,00 0 1
Jumlah 500 500Modus (µm) 12,50 6,25
*Perbesaran 40 x 10
Percobaan a:Diameter teramati
(skala)*Diameter
sebenarnya (µm)Frekuensi = n
48 jam 1 bulan
3 3,75 4 3
4 5,00 14 18
5 6,25 42 45
6 7,50 52 31
7 8,75 56 48
8 10,00 39 42
9 11,25 37 22
10 12,50 62 56
11 13,75 33 26
12 15,00 28 41
13 16,25 14 20
14 17,50 24 23
15 18,75 30 36
16 20,00 14 12
17 21,25 15 5
18 22,50 10 11
19 23,75 5 5
20 25,00 12 30
21 26,25 6 522 27,50 1 223 28,75 0 624 30,00 2 5
111
25 31,25 0 428 35,00 0 230 37,50 0 140 50,00 0 1
Jumlah 500 500Modus (µm) 12,50 12,50*Perbesaran 40 x 10
Percobaan b:Diameter teramati (skala)*
Diameter sebenarnya (µm)
Frekuensi = n48 jam 1 bulan
3 3,75 4 8
4 5,00 4 47
5 6,25 21 80
6 7,50 21 69
7 8,75 33 59
8 10,00 32 49
9 11,25 37 36
10 12,50 69 46
11 13,75 43 17
12 15,00 44 26
13 16,25 31 14
14 17,50 23 16
15 18,75 32 10
16 20,00 13 3
17 21,25 21 7
18 22,50 12 2
19 23,75 13 3
20 25,00 22 4
21 26,25 5 2
22 27,50 4 0
23 28,75 5 0
24 30,00 4 0
25 31,25 5 2
27 33,75 2 0
Jumlah 500 500Modus (µm) 12,50 6,25
*Perbesaran 40 x 10
112
Percobaan ab:
Diameter teramati (skala)*
Diameter sebenarnya (µm)
Frekuensi = n
48 jam 1 bulan
3 3,75 5 7
4 5,00 12 29
5 6,25 38 67
6 7,50 39 42
7 8,75 47 69
8 10,00 41 59
9 11,25 28 33
10 12,50 77 62
11 13,75 39 30
12 15,00 28 26
13 16,25 13 17
14 17,50 22 16
15 18,75 38 13
16 20,00 16 11
17 21,25 15 11
18 22,50 8 2
19 23,75 5 5
20 25,00 20 0
21 26,25 7 0
22 27,50 1 0
23 28,75 1 025 31,25 0 1
Jumlah 500 500Modus (µm) 8,75 6,25
*Perbesaran 40 x 10
113
Data nilai tengah diameter droplet dan % frekuensi
Interval diameter
(µm)
Nilai tengah
= d (µm)
Percobaan1 a b ab
48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan 48 jam 1 bulan
n%
Frekuensi n%
Frekuensi n%
Frekuensi n%
Frekuensi n%
Frekuensi n%
Frekuensi n%
Frekuensi n%
Frekuensi
3,75 - 7,32 5,535 23 4,6 107 21,4 60 12 66 13,2 29 5,8 135 27 55 11 103 20,6
7,33 - 10,90 9,115 131 26,2 129 25,8 147 29,4 121 24,2 86 17,2 177 35,4 127 25,4 170 34
10,91 - 14,48 12,695 155 31 129 25,8 132 26,4 104 20,8 149 29,8 99 19,8 144 28,8 125 25
14,49 - 18,06 16,275 77 15,4 48 9,6 66 13,2 84 16,8 98 19,6 56 11,2 63 12,6 59 11,8
18,07 - 21,64 19,855 67 13,4 33 6,6 59 11,8 53 10,6 66 13,2 20 4 69 13,8 35 7
21,65 - 25,22 23,435 37 7,4 24 4,8 27 5,4 46 9,2 47 9,4 9 1,8 33 6,6 7 1,4
25,23 - 28,80 27,015 6 1,2 12 2,4 7 1,4 13 2,6 14 2,8 2 0,4 9 1,8 0 0
28,81 - 32,38 30,595 4 0,8 6 1,2 2 0,4 9 1,8 9 1,8 2 0,4 0 0 1 0,2
32,39 - 35,96 34,175 0 0 8 1,6 0 0 2 0,4 2 0,4 0 0 0 0 0 0
35,97 - 39,54 37,755 0 0 2 0,4 0 0 1 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0
39,55 - 43,12 41,335 0 0 1 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43,13 - 46,70 44,915 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46,71 - 50,28 48,495 0 0 1 0,2 0 0 1 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0
114
b. Hasil analisis statistik deskriptif frekuensi
Percobaan 1
Frequencies Statistics
Percobaan 1 (48jam)
Percobaan 1 (1bulan)
N Valid 500 500Missing 3 3
Mean 13.9325 12.4750Std. Error of Mean .23930 .31091Median 12.5000 11.2500Mode 12.50 6.25Std. Deviation 5.35101 6.95223Variance 28.633 48.334Skewness .738 1.548Std. Error of Skewness .109 .109Kurtosis .155 2.973Std. Error of Kurtosis .218 .218Range 27.50 46.25Minimum 3.75 3.75Maximum 31.25 50.00Sum 6966.25 6237.50Percentiles 10 7.5000 6.2500
20 8.7500 6.250030 10.0000 7.500040 12.5000 8.750050 12.5000 11.250060 13.7500 12.500070 16.2500 13.750080 18.7500 16.250090 21.2500 22.5000
Frequency TablePercobaan 1 (48jam)
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid 3.75 3 .6 .6 .6
5.00 1 .2 .2 .86.25 19 3.8 3.8 4.67.50 39 7.8 7.8 12.48.75 50 9.9 10.0 22.410.00 42 8.3 8.4 30.811.25 35 7.0 7.0 37.812.50 78 15.5 15.6 53.413.75 42 8.3 8.4 61.815.00 30 6.0 6.0 67.8
115
16.25 19 3.8 3.8 71.617.50 28 5.6 5.6 77.218.75 36 7.2 7.2 84.420.00 21 4.2 4.2 88.621.25 10 2.0 2.0 90.622.50 10 2.0 2.0 92.623.75 9 1.8 1.8 94.425.00 18 3.6 3.6 98.026.25 3 .6 .6 98.628.75 3 .6 .6 99.231.25 4 .8 .8 100.0Total 500 99.4 100.0
Missing System 3 .6Total 503 100.0
Percobaan 1 (1bulan)
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid 3.75 6 1.2 1.2 1.2
5.00 40 8.0 8.0 9.26.25 61 12.1 12.2 21.47.50 47 9.3 9.4 30.88.75 49 9.7 9.8 40.610.00 33 6.6 6.6 47.211.25 42 8.3 8.4 55.612.50 56 11.1 11.2 66.813.75 31 6.2 6.2 73.015.00 24 4.8 4.8 77.816.25 12 2.4 2.4 80.217.50 12 2.4 2.4 82.618.75 20 4.0 4.0 86.620.00 8 1.6 1.6 88.221.25 5 1.0 1.0 89.222.50 5 1.0 1.0 90.223.75 5 1.0 1.0 91.225.00 14 2.8 2.8 94.026.25 7 1.4 1.4 95.427.50 3 .6 .6 96.028.75 2 .4 .4 96.430.00 3 .6 .6 97.031.25 3 .6 .6 97.632.50 7 1.4 1.4 99.035.00 1 .2 .2 99.237.50 2 .4 .4 99.641.25 1 .2 .2 99.850.00 1 .2 .2 100.0Total 500 99.4 100.0
116
Missing System 3 .6Total 503 100.0
Histogram
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
0
20
40
60
80
Fre
qu
en
cy
Mean = 13.9325Std. Dev. = 5.35101N = 500
Percobaan1 (48jam)
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Diameter droplet (mikrometer)
0
20
40
60
80
100
120
Fre
qu
en
cy
Mean = 12.475Std. Dev. = 6.95223N = 500
Percobaan1 (1bulan)
117
Percobaan a
FrequenciesStatistics
Percobaan a (48jam)
Percobaan a (1bulan)
N Valid 500 500Missing 2 2
Mean 12.7600 14.0625Std. Error of Mean .24273 .30046Median 12.5000 12.5000Mode 12.50 12.50Std. Deviation 5.42771 6.71859Variance 29.460 45.139Skewness .721 1.016Std. Error of Skewness .109 .109Kurtosis -.134 1.452Std. Error of Kurtosis .218 .218Range 26.25 46.25Minimum 3.75 3.75Maximum 30.00 50.00Sum 6380.00 7031.25Percentiles 10 6.2500 6.2500
20 7.5000 8.750030 8.7500 10.000040 10.0000 11.250050 12.5000 12.500060 12.5000 15.000070 15.0000 16.250080 17.5000 18.750090 21.2500 25.0000
Frequency TablePercobaan a (48jam)
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid 3.75 4 .8 .8 .8
5.00 14 2.8 2.8 3.66.25 42 8.4 8.4 12.07.50 52 10.4 10.4 22.48.75 56 11.2 11.2 33.610.00 39 7.8 7.8 41.411.25 37 7.4 7.4 48.812.50 62 12.4 12.4 61.213.75 33 6.6 6.6 67.815.00 28 5.6 5.6 73.416.25 14 2.8 2.8 76.217.50 24 4.8 4.8 81.0
118
18.75 30 6.0 6.0 87.020.00 14 2.8 2.8 89.821.25 15 3.0 3.0 92.822.50 10 2.0 2.0 94.823.75 5 1.0 1.0 95.825.00 12 2.4 2.4 98.226.25 6 1.2 1.2 99.427.50 1 .2 .2 99.630.00 2 .4 .4 100.0Total 500 99.6 100.0
Missing System 2 .4Total 502 100.0
Percobaan a (1bulan)
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid 3.75 3 .6 .6 .6
5.00 18 3.6 3.6 4.26.25 45 9.0 9.0 13.27.50 31 6.2 6.2 19.48.75 48 9.6 9.6 29.010.00 42 8.4 8.4 37.411.25 22 4.4 4.4 41.812.50 56 11.2 11.2 53.013.75 26 5.2 5.2 58.215.00 41 8.2 8.2 66.416.25 20 4.0 4.0 70.417.50 23 4.6 4.6 75.018.75 36 7.2 7.2 82.220.00 12 2.4 2.4 84.621.25 5 1.0 1.0 85.622.50 11 2.2 2.2 87.823.75 5 1.0 1.0 88.825.00 30 6.0 6.0 94.826.25 5 1.0 1.0 95.827.50 2 .4 .4 96.228.75 6 1.2 1.2 97.430.00 5 1.0 1.0 98.431.25 4 .8 .8 99.235.00 2 .4 .4 99.637.50 1 .2 .2 99.850.00 1 .2 .2 100.0Total 500 99.6 100.0
Missing System 2 .4Total 502 100.0
119
Histogram
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
0
10
20
30
40
50
60
70
Fre
qu
en
cy
Mean = 12.76Std. Dev. = 5.42771N = 500
Percobaan a (48jam)
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Diameter droplet (mikrometer)
0
20
40
60
80
100
Fre
qu
ency
Mean = 14.0625Std. Dev. = 6.71859N = 500
Percobaan a (1bulan)
120
Percobaan b
Frequencies
Statistics
Percobaan b (48jam)
Percobaan b (1bulan)
N Valid 500 500Missing 0 0
Mean 15.0650 10.2550Std. Error of Mean .26549 .20945Median 13.7500 8.7500Mode 12.50 6.25Std. Deviation 5.93643 4.68349Variance 35.241 21.935Skewness .668 1.295Std. Error of Skewness .109 .109Kurtosis .072 1.992Std. Error of Kurtosis .218 .218Range 30.00 27.50Minimum 3.75 3.75Maximum 33.75 31.25Sum 7532.50 5127.50Percentiles 10 7.6250 5.0000
20 10.0000 6.250030 11.2500 7.500040 12.5000 7.500050 13.7500 8.750060 15.0000 10.000070 17.5000 12.500080 20.0000 13.750090 23.7500 16.2500
Frequency TablePercobaan b (48jam)
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid 3.75 4 .8 .8 .8
5.00 4 .8 .8 1.66.25 21 4.2 4.2 5.87.50 21 4.2 4.2 10.08.75 33 6.6 6.6 16.610.00 32 6.4 6.4 23.011.25 37 7.4 7.4 30.412.50 69 13.8 13.8 44.213.75 43 8.6 8.6 52.815.00 44 8.8 8.8 61.6
121
16.25 31 6.2 6.2 67.817.50 23 4.6 4.6 72.418.75 32 6.4 6.4 78.820.00 13 2.6 2.6 81.421.25 21 4.2 4.2 85.622.50 12 2.4 2.4 88.023.75 13 2.6 2.6 90.625.00 22 4.4 4.4 95.026.25 5 1.0 1.0 96.027.50 4 .8 .8 96.828.75 5 1.0 1.0 97.830.00 4 .8 .8 98.631.25 5 1.0 1.0 99.633.75 2 .4 .4 100.0Total 500 100.0 100.0
Percobaan b (1bulan)
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid 3.75 8 1.6 1.6 1.6
5.00 47 9.4 9.4 11.06.25 80 16.0 16.0 27.07.50 69 13.8 13.8 40.88.75 59 11.8 11.8 52.610.00 49 9.8 9.8 62.411.25 36 7.2 7.2 69.612.50 46 9.2 9.2 78.813.75 17 3.4 3.4 82.215.00 26 5.2 5.2 87.416.25 14 2.8 2.8 90.217.50 16 3.2 3.2 93.418.75 10 2.0 2.0 95.420.00 3 .6 .6 96.021.25 7 1.4 1.4 97.422.50 2 .4 .4 97.823.75 3 .6 .6 98.425.00 4 .8 .8 99.226.25 2 .4 .4 99.631.25 2 .4 .4 100.0Total 500 100.0 100.0
122
Histogram
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
0
10
20
30
40
50
60
70
Fre
qu
en
cy
Mean = 15.065Std. Dev. = 5.93643N = 500
Percobaan b (48jam)
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
0
20
40
60
80
Fre
qu
ency
Mean = 10.255Std. Dev. = 4.68349N = 500
Percobaan b (1bulan)
123
Percobaan ab
Frequencies
Statistics
Percobaan ab (48jam)
Percobaan ab (1bulan)
N Valid 500 500Missing 0 0
Mean 13.3000 11.0050Std. Error of Mean .24544 .20276Median 12.5000 10.0000Mode 12.50 8.75Std. Deviation 5.48819 4.53388Variance 30.120 20.556Skewness .584 .894Std. Error of Skewness .109 .109Kurtosis -.375 .746Std. Error of Kurtosis .218 .218Range 25.00 27.50Minimum 3.75 3.75Maximum 28.75 31.25Sum 6650.00 5502.50Percentiles 10 6.2500 6.2500
20 8.7500 6.250030 10.0000 8.750040 11.2500 8.750050 12.5000 10.000060 13.7500 11.250070 15.0000 12.500080 18.7500 15.000090 21.2500 17.5000
Frequency TablePercobaan ab (48jam)
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid 3.75 5 1.0 1.0 1.0
5.00 12 2.4 2.4 3.46.25 38 7.6 7.6 11.07.50 39 7.8 7.8 18.88.75 47 9.4 9.4 28.210.00 41 8.2 8.2 36.411.25 28 5.6 5.6 42.012.50 77 15.4 15.4 57.413.75 39 7.8 7.8 65.215.00 28 5.6 5.6 70.8
124
16.25 13 2.6 2.6 73.417.50 22 4.4 4.4 77.818.75 38 7.6 7.6 85.420.00 16 3.2 3.2 88.621.25 15 3.0 3.0 91.622.50 8 1.6 1.6 93.223.75 5 1.0 1.0 94.225.00 20 4.0 4.0 98.226.25 7 1.4 1.4 99.627.50 1 .2 .2 99.828.75 1 .2 .2 100.0Total 500 100.0 100.0
Percobaan ab (1bulan)
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid 3.75 7 1.4 1.4 1.4
5.00 29 5.8 5.8 7.26.25 67 13.4 13.4 20.67.50 42 8.4 8.4 29.08.75 69 13.8 13.8 42.810.00 59 11.8 11.8 54.611.25 33 6.6 6.6 61.212.50 62 12.4 12.4 73.613.75 30 6.0 6.0 79.615.00 26 5.2 5.2 84.816.25 17 3.4 3.4 88.217.50 16 3.2 3.2 91.418.75 13 2.6 2.6 94.020.00 11 2.2 2.2 96.221.25 11 2.2 2.2 98.422.50 2 .4 .4 98.825.00 5 1.0 1.0 99.831.25 1 .2 .2 100.0Total 500 100.0 100.0
125
Histogram
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
0
20
40
60
80F
req
uen
cy
Mean = 13.30Std. Dev. = 5.48819N = 500
Percobaan ab (48jam)
0.00 10.00 20.00 30.00
Diameter droplet (mikrometer)
0
10
20
30
40
50
60
70
Fre
qu
ency
Mean = 11.005Std. Dev. = 4.53388N = 500
Percobaan ab (1bulan)
126
Lampiran 8. Perhitungan Desain Faktorial
Perhitungan efek masing-masing faktor terhadap respon
Keterangan:A : faktor suhu pencampuranB : faktor kecepatan putar1, a, b, ab : percobaan
Persamaan umum:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Keterangan:Y = respon hasil atau sifat yang diamatiX1,X2 = level faktor A , level faktor Bb0 = rata-rata dari semua percobaanb1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
1. Daya Sebar
Percobaan Suhu pencampuran Kecepatan putar Interaksi Respon1 - - + 7,1333a + - - 6.9667b - + - 7,1333
ab + + + 7,0667Keterangan:
+ : level tinggi
- : level rendahInteraksi: interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
Respon: rata-rata respon yang diukur dari ketiga replikasi
Perhitungan efek masing-masing faktor terhadap respon daya sebar:
127
Perhitungan persamaan desain faktorial untuk respon daya sebar:
Formula 1 → 7,1333 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12 ................................(1)
Formula a → 6,9667 = b0 + 65b1 + 300b2 + 19500b12 ................................(2)
Formula b → 7,1333 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12 ................................(3)
Formula ab → 7,0667 = b0 + 65b1 + 500b2 + 32500b12 ................................(4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2):
7,1333 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
6.9667 = b0 + 65b1 + 300b2 + 19500b12
- 0,1666 = -20b1 – 6000b12 ......................................(5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4):
7,1333 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12
7,0667 = b0 + 65b1 + 500b2 + 32500b12
- 0,0666 = -20b1 – 10000b12 ...................................(6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6):
0,1666 = -20b1 – 6000b12
0,0666 = -20b1 – 10000b12
-0,1000 = 4000b12
b12 = 2,5.10-5
Eliminasi persamaan (1) dan (3):
7,1333 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
7,1333 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12
-0 = -200b2 – 9000b12 ……………………….(7)
Substitusi nilai b12 ke persamaan (5):
0,1666 = -20b1 – 6000b12
0,1666 = -20b1 – 6000 (2,5.10-5)
0,1666 = -20b1 – 0,15
-20b1 = 0,3166
b1 = - 0,01583
128
Substitusi nilai b12 ke persamaan (7):
0 = -200b2 – 9000b12
0 = -200b2 – 9000 (2,5.10-5)
0 = -200b2 – 0,225
b2 = - 1,125.10-3
Substitusi nilai b1, b2, dan b12 ke persamaan (1):
7,1333 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
7,1333 = b0 + 45 (- 0,01583) + 300 (- 1,125.10-3) + 13500 (2,5.10-5)
7,1333 = b0 – 0,71235 – 0,3375 + 0,3375
b0 = 7,84565
Jadi, persamaan desain faktorial untuk respon daya sebar:
Y = 7,84565 - 0,01583X1 - 1,125.10-3X2 + 2,5.10-5X1X2
2. Viskositas
Percobaan Suhu pencampuran Kecepatan putar Interaksi Respon1 - - + 29,00a + - - 29,33b - + - 29,00
ab + + + 29,17Keterangan:
+ : level tinggi
- : level rendahInteraksi: interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
Respon: rata-rata respon yang diukur dari ketiga replikasi
Perhitungan efek masing-masing faktor terhadap respon viskositas:
129
Perhitungan persamaan desain faktorial untuk respon viskositas:
Formula 1 → 29,00 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12 ................................(1)
Formula a → 29,33 = b0 + 65b1 + 300b2 + 19500b12 ................................(2)
Formula b → 29,00 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12 ................................(3)
Formula ab → 29,17 = b0 + 65b1 + 500b2 + 32500b12 ................................(4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2):
29,00 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
29,33 = b0 + 65b1 + 300b2 + 19500b12
-- 0,33 = - 20b1- 6000b12......................................(5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4):
29,00 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12
29,17 = b0 + 65b1 + 500b2 + 32500b12
-- 0,17 = -20b1 – 10000b12 ...................................(6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6):
- 0,33 = -20b1 – 6000b12
- 0,17 = -20b1 – 10000b12
-- 0,16 = 4000b12
b12 = - 4.10-5
Eliminasi persamaan (1) dan (3):
29,00 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
29,00 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12
- 0 = -200b2 – 9000b12 ……………………….(7)
Substitusi nilai b12 ke persamaan (5):
- 0,33 = - 20b1- 6000b12
- 0,33 = -20b1 – 6000 (- 4.10-5)
- 0,33 = -20b1 + 0,24
130
b1 = 0,0285
Substitusi nilai b12 ke persamaan (7):
0 = -200b2 – 9000b12
0 = -200b2 – 9000 (- 4.10-5)
0 = -200b2 + 0,36
b2 = 1,80.10-3
Substitusi nilai b1, b2, dan b12 ke persamaan (1):
29,00 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
29,00 = b0 + 45 (0,0285) + 300 (1,80.10-3) + 13500 (- 4.10-5)
29,00 = b0 + 1,2825 + 0,5400 – 0,5400
b0 = 27,7175
Jadi, persamaan desain faktorial untuk respon viskositas:
Y = 27,7175 + 0,0285X1 + 1,80.10-3X2 - 4.10-5X1X2
3. Pergeseran Viskositas
Percobaan Suhu pencampuran Kecepatan putar Interaksi Respon1 - - + 8,6207a + - - 9,2851b - + - 9,7701
ab + + + 4,3767Keterangan:
+ : level tinggi
- : level rendahInteraksi: interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar
Respon: rata-rata respon yang diukur dari ketiga replikasi
Perhitungan efek masing-masing faktor terhadap respon pergeseran viskositas:
131
Perhitungan persamaan desain faktorial untuk respon pergeseran viskositas:
Formula 1 → 8,6207 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12 ................................(1)
Formula a → 9,2851 = b0 + 65b1 + 300b2 + 19500b12 ................................(2)
Formula b → 9,7701 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12 ................................(3)
Formula ab → 4,3767 = b0 + 65b1 + 500b2 + 32500b12 ................................(4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2):
8,6207 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
9,2851 = b0 + 65b1 + 300b2 + 19500b12
- - 0,6644 = - 20b1- 6000b12......................................(5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4):
9,7701 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12
4,3767 = b0 + 65b1 + 500b2 + 32500b12
-5,3934 = -20b1 – 10000b12 ...................................(6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6):
- 0,6644 = -20b1 – 6000b12
5,3934 = -20b1 – 10000b12
-- 6,0578 = 4000b12
b12 = - 1,51445.10-3
Eliminasi persamaan (1) dan (3):
8,6207 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
9,7701 = b0 + 45b1 + 500b2 + 22500b12
- -1,1494 = -200b2 – 9000b12 ……………………….(7)
Substitusi nilai b12 ke persamaan (5):
- 0,6644 = - 20b1- 6000b12
- 0,6644 = -20b1 – 6000 (- 1,51445.10-3)
- 0,6644 = -20b1 + 9,0867
b1 = 0,48756
132
Substitusi nilai b12 ke persamaan (7):
-1,1494 = -200b2 – 9000b12
-1,1494 = -200b2 – 9000 (- 1,51445.10-3)
-1,1494 = -200b2 + 13,63005
b2 = 0,07390
Substitusi nilai b1, b2, dan b12 ke persamaan (1):
8,6207 = b0 + 45b1 + 300b2 + 13500b12
8,6207 = b0 + 45 (0,48756) + 300 (0,07390) + 13500 (- 1,51445.10-3)
8,6207 = b0 + 21,9402 + 22,17 – 20,4451
b0 = - 15,0444
Jadi, persamaan desain faktorial untuk respon pergeseran viskositas:
Y = - 15,0444 + 0,48756X1 + 0,07390X2 - 1,51445.10-3X1X2
Lampiran 9. Perhitungan Yate’s treatment
Faktor A1: level rendah suhu pencampuran
Faktor A2: level tinggi suhu pencampuran
Faktor B1: level rendah kecepatan putar
Faktor B2: level tinggi kecepatan putar
1. Daya Sebar
Replikasi A1 A2
B1 B2 B1 B2
1 7,4 7,0 6,75 7,02 7,0 7,45 7,1 7,23 7,0 6,95 7,05 7,0
Σ y2 = total sum of squares
133
Ryy = replicate sum of squares
Tyy = treatment sum of squares
Eyy = experiment all error sum of squares= Σ y2 – Ryy – Tyy= = 0,27792
Ayy = sum squares associated with the different level of A
134
Byy = sum of squares associated with the different level of B
= 0,0075
AByy = Tyy – Ayy – Byy= 0,05583 – 0,04083 – 0,0075= 0,0075
Source of variation
Degrees of freedom
Sum of squares
Mean Squares
Fhitung Ftable (1,8)95%
Replicate 2 0,07875 0,039375
5,32
Treatment 3 0,05583 0,01861a 1 0,04083 0,04083 1,17530b 1 0,00750 0,00750 0,21589
ab 1 0,00750 0,00750 0,21589Experimental error
8 0,27792 0,03474
Total 11 0,41250
Hipotesis:
Hia: Faktor suhu pencampuran berpengaruh secara dominan terhadap respon daya
sebar krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
135
Hib: Faktor kecepatan putar berpengaruh secara dominan terhadap respon daya
sebar krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hiab: Interaksi antara faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar berpengaruh
secara dominan terhadap respon daya sebar krim sunscreen ekstrak kering teh
hijau.
H0: Faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
berpengaruh secara dominan terhadap respon daya sebar sunscreen ekstrak
kering teh hijau.
2. Viskositas
Replikasi A1 A2
B1 B2 B1 B2
1 28 29,5 36 292 31 28,5 26 27,53 28 29 26 31
Σ y2 = total sum of squares
Ryy = replicate sum of squares
136
Tyy = treatment sum of squares
Eyy = experiment all error sum of squares= Σ y2 – Ryy – Tyy= = 65,70833
Ayy = sum squares associated with the different level of A
Byy = sum of squares associated with the different level of B
= 0,02083
AByy = Tyy – Ayy – Byy– – 0,02083
= 0,02084
137
Source of variation
Degrees of freedom
Sum of squares
Mean Squares
Fhitung Ftable (1,8)95%
Replicate 2 13,62500 6,8125
5,32
Treatment 3 0,22917 0,07639a 1 0,18750 0,18750 0,02283b 1 0,02083 0,02083 2,53606.10-3
ab 1 0,02084 0,02084 2,53606.10-3
Experimental error
8 65,70833 8,21354
Total 11 79,56250
Hipotesis:
Hia: Faktor suhu pencampuran berpengaruh secara dominan terhadap respon
viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hib: Faktor kecepatan putar berpengaruh secara dominan terhadap respon
viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hiab: Interaksi antara faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar berpengaruh
secara dominan terhadap respon viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh
hijau.
H0: Faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
berpengaruh secara dominan terhadap respon viskositas sunscreen ekstrak
kering teh hijau.
138
3. Pergeseran Viskositas
Replikasi A1 A2
B1 B2 B1 B2
1 10,3448 13,7931 19,3317 2,84542 6,8966 3,4483 2,2844 4,01103 8,6207 12,0690 6,2393 6,2736
Σ y2 = total sum of squares
Ryy = replicate sum of squares
Tyy = treatment sum of squares
139
Eyy = experiment all error sum of squares= Σ y2 – Ryy – Tyy= = 122,10800
Ayy = sum squares associated with the different level of A
Byy = sum of squares associated with the different level of B
= 10,59775
AByy = Tyy – Ayy – Byy– – 10,59775
= 27,52362
140
Source of variation
Degrees of freedom
Sum of squares
Mean Squares
Fhitung Ftable (1,8)95%
Replicate 2 110,56938 55,28469
5,32
Treatment 3 54,89418 18,29806a 1 16,77281 16,77281 1,09888b 1 10,59775 10,59775 0,69432
ab 1 27,52362 27,52362 1,80323Experimental error
8 122,10800 15,26350
Total 11 287,57156
Hipotesis:
Hia: Faktor suhu pencampuran berpengaruh secara dominan terhadap respon
pergeseran viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hib: Faktor kecepatan putar berpengaruh secara dominan terhadap respon
pergeseran viskositas krim sunscreen ekstrak kering teh hijau.
Hiab: Interaksi antara faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar berpengaruh
secara dominan terhadap respon pergeseran viskositas krim sunscreen ekstrak
kering teh hijau.
H0: Faktor suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak
berpengaruh secara dominan terhadap respon pergeseran viskositas sunscreen
ekstrak kering teh hijau.
141
Lampiran 10. Dokumentasi
UV/Vis Spectrophotometer SP-3000 Plus UV/Vis Spectrometer Lambda 20 (Optima Inc-Japan) (Perkin Elmer)
Rancangan alat pencampuran krim Mikroskop mikromeritik
(Olympus CH2-Japan)
Rancangan alat uji daya sebar Viscometer seri VT-04 (RION-Japan)
142
Ekstrak kering teh hijau
Hasil formulasi sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau:
143
BIOGRAFI PENULIS
IRENE CHRISTINA, lahir di Sleman pada tanggal
22 Januari 1988, merupakan putri dari pasangan
Wongso Budiman dan Meica Shanti Tiharda
Pranawa. Penulis telah menempuh pendidikan di TK
Pius Cilacap (tahun 1991-1994), SD Pius Cilacap
(tahun 1994-2000), SLTP Pius Cilacap (tahun 2000-
2003), SMA Stella Duce I Yogyakarta (tahun 2003-
2006), dan kemudian melanjutkan pendidikan sarjana
strata satu di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta (tahun 2006-2009). Semasa kuliah, penulis pernah menjadi
asisten dosen Praktikum Mikrobiologi (Semester Genap Th 2007/2008 dan Th
2008/2009), Praktikum Spektroskopi (Semester Ganjil Th 2008/2009), Praktikum
Farmasetika Dasar (Semester Ganjil Th 2009/2010), dan Praktikum Formulasi dan
Teknologi Sediaan Semisolid-Liquid (Semester Ganjil Th 2009/2010). Dalam
bidang ilmiah, penulis pernah meraih penghargaan Rektor Universitas Sanata
Dharma dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
atas karya ilmiah berjudul “Optimasi Sifat Fisis Salep Minyak Atsiri Jahe Merah
(Zingiber Officinale Roxb) Basis PEG 1000-Vaselin Album dengan Aplikasi
Factorial Design” (2008), dan penghargaan Juara II Bidang IPA Kompetisi Karya
Tulis Mahasiswa 2009 se-KOPERTIS Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta
atas karya tulis berjudul “Mikroba Endofit Sebagai Alternatif Sumber Senyawa
Bioaktif untuk Bahan Baku Obat” (2009). Selain itu, penulis aktif dalam berbagai
kepanitian mahasiswa, yaitu sebagai Sie.Advokasi Badan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (periode tahun 2008/2009), Sie.P3K
Pharmacy Performance and Event Cup Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma (2008), dan Sie.Perlengkapan Komisi Pemilihan Umum Gubernur BEMF
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (2008).