29
Ekspansi kelapa sawit di Sumatera Barat; peluang atau tantangan? JARITANGAN Sumatera Yayasan SETARA Jambi Wahana Liar Sumatera Barat Didukung oleh Misereor Laporan tentang penelitian local di Palembayan, Agam Sumatera Barat

Palembayan Riset Indonesia Edited

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Palembayan Riset Indonesia Edited

Ekspansi kelapa sawit di Sumatera Barat; peluang atau tantangan?

JARITANGAN Sumatera Yayasan SETARA Jambi

Wahana Liar Sumatera Barat Didukung oleh Misereor

Laporan tentang penelitian local di Palembayan, Agam Sumatera Barat

Page 2: Palembayan Riset Indonesia Edited

2

Daftar Isi Bagian1 Pendahuluan 4 Tujuan Riset 6 Metode Riset 6 Hasil Yang Diharapkan 7 Bagian 2

Orang Minang Kabau dan kearifan dalam pengelolaan lahan 8

Bagian 3

Kelapa sawit; Wajah pertanian moderen di Kecamatan Palembayan 14

Bagian 4

Komoditas lokal dan kelapa sawit; Sebuah perbandingan ekonomi 21

Bagian 5 Kesimpulan 27

Page 3: Palembayan Riset Indonesia Edited

3

Bagian 1

Pendahuluan Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, terus mengalami peningkatan serius, dari luas yang hanya 4,1 juta Hektar ditahun 2000, kini ditahun 2011 luas perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 8,2 juta Hektar. Dan akan terus meningkat, mengingat rencana pemerintah Indonesia untuk menjadi penghasil CPO nomor 1 dunia. Namun saat ini ekspansi perkebunan kelapa sawit sudah masuk pada tahap yang mengkhawatirkan, karena kini tak hanya mengancam lahan-lahan dataran rendah dan hutan-hutan, tapi telah masuk jauh kekawasan-kawasan kelola rakyat dan bahkan telah merangsek masuk kedalam pemukiman. Ekspansi kelapa sawit tak lagi mengindahkan tentang kesesuaian lahan apakah itu sesuai untuk ditanam kelapa sawit atau tidak, karena fakta lapangan membuktikan bahwa kelapa sawit kini juga sudah merayap jauh ke wilayah-wilayah dataran tinggi. Jika didataran rendah dan hutan-hutan, perkebunan kelapa sawit telah meninggalkan tapak-tapak konflik sosial, jejak kerusakan lingkungan dan kerawanan pangan, maka didataran tinggi ekspansi kelapa sawit akan semakin mempertegas dan bahkan akan semakin mempertajam persoalan yang telah ditimbulkannya. Kabupaten Agam di Sumatera Barat, yang memiliki ketinggian 0-2891 m dari permukaan laut dengan temperatur 20° C-30° C dan kelembaban udara sekitar 88% adalah sebuah contoh dimana perkebunan kelapa sawit kini mulai merangkak naik kedataran tinggi. Kelapa sawit kini telah mulai membaluti punggug-punggung bukit dan gunung diwilayah yang terkenal dengan kabupaten yang memiliki keindahan alam yang ada di Sumatera Barat. Menurut catatan, kabupaten ini hingga tahun 2011 telah memiliki perkebunan kelapa sawit seluas

Page 4: Palembayan Riset Indonesia Edited

4

56.744 Ha dengan produksi 3000 ton/tahun, dan akan terus meningkat seiring dengan makin gencarnya pemerintah mempromosikan wilayah ini sebagai wilayah tujuan investasi kelapa sawit yang menjanjikan dimasa depan. Hingga tahun 2011, telah ada 4 perusahaan besar yang beoperasi di Kabupaten ini, diantaranya PT Agra Masang Plantation milik Wilmar Group dengan luas 8000 Ha di Kecamatan Palembayan, PT Perkebunan Pelalu Raya di nagari Salareh Aia Kecamatan Palembayan dengan luas 550 Ha dan PT Mutiara Agam di kecamatan Lubuk Basung dengan luas 8660 Ha dan PT KAMU dengan luas 3000 Ha, dan akan terus bertambah, seiring dengan pemberian izin baru pada tahun 2012 oleh pemerintah Kabupaten Agam buat 2 perusahaan yaitu PT Tri Mitra Mega (Medco Group) dan PT Sinar Pratama, dengan alokasi lahan yang disediakan oleh pemerintah Mencapai 15.000 Ha. Dan sudah jelas bahwa yang akan mendapat dampak serius dari ekspansi perkebunan kelapa sawit ini adalah masyarakat dan lingkungan. Seperti halnya yang telah terjadi dibanyak wilayah di Indonesia, konflik sosial, bencana lingkungan, dan bahkan kerawanan pangan secara perlahan akan turut timbul pula dikabupaten yang dimana wilayahnya didominasi oleh kawasan hutan dan kawasan lindung dengan kontur wilayah yang berbukit dan bergunung-gunung, kabupaten yang dimana lahannya dikelola oleh mayoritas petani pangan dengan cara secara tradisional. Sejak lama petani-petani di Kabupaten Agam, mengelola lahan-lahan dengan pola tradisional dan penuh kearifan terhadap alam, mereka mengelola lahan basah dan subur dengan sistem pertanian pangan campuran yang bergantung pada musim, seperti padi, jagung, kacang, cabe dan sayuran holtikutura dan lahan keras untuk kebun campuran (tanaman keras) seperti tebu, karet, kayu manis, pala, cengkeh, kopi, pinang, kelapa dan lain-lain. Keterbatasan lahan untuk pertanian, karena didominasi oleh kawasan hutan lindung yang berbukit-bukit dan begunung-gunung telah mengajarkan petani-petani diKabupaten Agam untuk menggunakan lahan dengan cara yang arif dan tidak mengeksploitasinya secara berlebihan. Namun kehadiran tanaman kelapa sawit yang terorganisir dalam model perkebunan modern, monokultur, eskploitatif dan skala besar dalam 10 tahun terakhir ini mulai mengusik model pertanian tradisional yang selama ini menjadi penopang keseimbangan lingkungan, keberlanjutan sumber kehidupan dan perekat budaya di kabupaten Agam. Dan celakanya pula, pemerintah daerah seperti tak berdaya, dan bahkan larut dan turut mempromosikan tanaman kelapa sawit sebagai tanaman harapan dimasa depan, yang mampu menjawab persoalan ekonomi, tanaman yang mampu menjawab persoalan perubahan iklim, dan bahkan diklaim sebagai tanaman yang mampu menjawab persoalan kerawanan pangan. Atas situasi ini, dan fakta-fakta buruk yang terjadi ketika membuka ruang bagi ekspansi perkebunan kelapa sawit diwilayah lain di Indonesia, dan juga munculnya kekhawatiran dari

“Dalam lima tahun ke depan (2011-2015), Pemerintahan Provinsi Sumbar menargetkan peningkatan volume ekspor komoditi minyak kelapa sawit daerah secara bertahap 1.010.645 ton setelah 795.450 ton di tahun 2009. Ini dibuktikan dengan kebijakan Pemda Sumbar dalam Peta Rencana Tata Ruang Tata Wilayah Sumbar lokasi pengembangan yang termasuk dalam kawasan hutan konservasi dapat dibuka untuk dikembangkan menjadi areal perkebunan.” Sukardi (ketua SPI Sumatera Barat)

Page 5: Palembayan Riset Indonesia Edited

5

petani-petani pangan di Sumatera yang tergabung dalam Jaringan Petani Pangan Sumatera/JARITANGAN Sumatera akan makin menghilangnya model pertanian yang selama ini menopang kehidupan mereka, maka Wahana Liar bersama Yayasan SETARA Jambi dan didukung oleh para petani yang tergabung dalam JARITANGAN Sumatera membangun sebuah study yang dilakukan di beberapa Nagari di Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam. Study yang dilakukan selama 5 bulan ini akan mengangkat beberapa topik penting, diantaranya :

Ø Bagaimana model pengelolaan lahan yang selama ini dikembangkan oleh petani-petani pangan di beberapa Nagari di Kecamatan palembayan.

Ø Sejauh mana model pengelolaan secara tradisional terutama pola produksi mampu menjawab persoalan keseimbangan lingkungan, keberlanjutan sumber-sumber kehidupan, katahanan pangan dan juga sebagai perekat sosial budaya di beberapa nagari di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam.

Ø Dan apa saja dampak yang ditimbulkan oleh model pertanian moderen yang memakai sistem perkebunan kelapa sawit skala besar, terhadap model pertanian tradisional di beberapa Nagari di Kecamatan Palembayan.

Tujuan Riset

Riset ini bertujuan untuk:

1. Melihat Bagaimana model pengelolaan lahan yang selama ini dikembangkan oleh petani-petani pangan di nagari-nagari di wilayah study, baik yang berada di dataran rendah maupun diwilayah-wilayah tinggi.

2. Melihat Hubungan antara pertanian tradisional sebagai model pengelolaan lahan atau pola produksi untuk menopang keseimbangan lingkungan, keberlanjutan sumber kehidupan, ketahanan pangan, dengan pengelolaan lahan sebagai perekat sosial dan budaya di wilayah study.

3. Membangun Perbandingan secara ekonomi (pengeluaran dan pendapatan) antara model pertanian tradisional dengan model pertanian moderen yang dikembangkan dengan tanaman kelapa sawit yang skala besar dan monokulture diwilayah study.

4. Membangun dokumentasi bagi JARITANGAN Sumatera, dan menjadi alat advokasi bagi JARINTANGAN Sumatera, dan beberapa NGO yang terlibat dalam JARITANGAN Sumatera.

5. Agar hasil riset ini bisa menjadi acuan bagi perbaikan dan perubahan kebijakan di Sumatera, terutama yang berkaitan dengan kebijakan penggunaan dan pengelolaan lahan.

Metode Riset

Riset ini hadir karena adanya kekhawatiran dari petani-petani pangan yang tergabung dalam JARITANGAN Sumatera, tentang situasi yang terjadi saat ini, dimana ekspansi kelapa sawit tak lagi memandang kemampuan, daya dukung dan kesesuaian lahan. Untuk itu, metodologi riset ini kemudian lebih banyak difokuskan pada diskusi-diskusi dilapangan melalui FGD, diskusi mendalam dan study literatur. Dan riset ini diakhiri dengan melakukan konsolidasi

Page 6: Palembayan Riset Indonesia Edited

6

atas data-data yang telah dihimpun oleh tim penyusun dalam workshop, dan untuk memperkuat beberapa isi dari hasil riset tersebut, workshop tak hanya dihadiri oleh petani-petani pangan dari Kecamatan Palembayan, tapi juga dihadiri oleh perwakilan petani dari Jambi, Sumatera Selatan dan Riau. Dalam melakukan analisis terhadap perbandingan ekonomi antara model pertanian tradisional campuran dengan pertanian moderen monokulture, peran petani-petani dari Sumatera juga sangat membantu tim penyusun. Dengan pengertian bahwa riset ini dibangun secara bersama dan metodologi juga disepakati secara bersama oleh petani-petani pangan.

Hasil Yang Diharapkan

1. Pemahaman mendalam mengenai model pengelolaan lahan yang dikembangkan oleh petani terutama yang berkaitan model pertanian dan pola produksi untuk menjawab persoalan keberlansungan ekonomi, ketahanan pangan dan keseimbangan lingkungan.

2. Pengelolaan lahan melalui pertanian tradisional yang beragam dan gilir balik menjadi alternatif bagi model pertanian masa kini, dimana ditengah desakan model perkebunan moderen melalui perkebunan kelapa sawit skala besar dan monokultur.

3. Sebagai dokumentasi bagi petani-petani pangan di Sumatera, dan sebagai bahan untuk melakukan advokasi terhadap ekspansi perkebunan kelapa sawit yang destruktif.

4. Sebagai rekomendasi bagi para pengambil kebijakan, agar ekspansi perkebunan kelapa sawit tidak lagi dilakukan dikawasan-kawasan penting seperti kawasan pangan dan kawasan kelola rakyat, serta kawasan yang berekologi genting seperti kawasan perbukitan dan pegunungan.

5. Menjadi dasar pembelajaran bagi petani-petani pangan, yang kini juga sedang bersip-siap untuk meninggalkan model pertanian tradisional, dan siap beralih menjadi petani-petani modern yang monokultur.

Page 7: Palembayan Riset Indonesia Edited

7

Bagian 2

Orang Minangkabau dan kearifan dalam pengelolaan lahan Menghormati alam, menghormati Bundo Kanduang1 Tanah minang Kabau adalah tanah yang memiliki keunikan tersendiri disumatera. Ditengah wilayah-wilayah lainnya di Sumatera yang menganut sistem patriarchi, tanah Minang Kabau atau Sumatera Barat justru menganut sistem matriachal. Terutama dalam pemilikan warisan adat, perempuanlah yang memegang kendali. Penghargaan yang tinggi terhadap perempuan (Bundo Kanduang) ini telah lama dipraktekkan dan hingga hari ini. tapi meskipun perempuan yang menguasai warisan adat, pihak laki-laki tetap terlibat dalam pengaturan warisan adat dengan persetujuan dari pihak perempuan. Dalam diskusi dengan beberapa petani di beberapa Nagari tentang struktur pewarisan pusaka tinggi adalah seperti gambaran dibawah ini:

1 Bundo Kanduang bagi orang Minang adalah berarti Ibu.

Nenek (perempuan)

Laki-laki (paman/mamak)

Perempuan (Ibu)

Perempuan (anak)

Laki-laki (anak) Perempuan (anak)

Perempuan (Cucu)

Ninik (datuk)

Perempuan (cucu)

Page 8: Palembayan Riset Indonesia Edited

8

Panah Hijau adalah struktur pewarisan tanah adat (pusaka tinggi) yang mana jatuh pada perempuan, sementara panah biru adalah struktur pengaturan penggunaan tanah adat yang berada di pihak saudara laki-laki. Sistem demokrasi, dan penghargaan terhadap perempuan telah lama tumbuh dalam kebudayaan Minang Kabau. Dan budaya ini juga masih tetap dipraktekkan di lokasi riset, yaitu di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam. Selain sistem pewarisan ditangan kaum perempuan, di tanah Minang Kabau terutama wilayah Darek2, tidak mengenal istilah jual beli tanah terutama untuk tanah adat warisan kaum yang diwariskan kepada para perempuan, tapi mereka mengenal sistem bagi hasil, dimana jika ada keluarga yang ingin mengolah tanah warisan tersebut maka diperbolehkan selama atas persetujuan Ninik Mamak yang segaris ibu. Tidak dikenalnya budaya jual beli untuk tanah adat pusaka tinggi pulalah yang kemudian masyarakat Minangkabau tak terlalu mengenal dengan tanaman keras diareal tanah pusaka tinggi. Karena asumsinya adalah, bahwa menanam tanaman keras diatas pusaka tinggi sama halnya dengan menghilangkan hak keluarga lainnya dalam satu kaum untuk bisa mengolah tanah pusaka tinggi tersebut. Beragam dan bergiliran, sebuah konsep keberlanjutan dan ketahanan pangan Sebagai salah satu Darek orang Minang Kabau, Kecamatan Pelembayan kabupaten Agam masih terus menjaga tradisi-tradisi orang Minang Kabau hingga saat ini, terutama tradisi pengelolaan lahan dan penguasaan tanah warisan oleh kaum perempuan. Dan dalam pengelolaan lahan, petani-petani diwilayah studi sangat menghargai tentang keterbatasan lahan yang bisa dikelola karena wilayah yang beriklim dingin, kontur berbukit dan bergunung-gunung. Kearifan mereka menggunakan lahan terlihat dari model pertanian yang mereka kembangkan, yaitu model gilir balik, sesuai dengan musim, kesesuaian lahan dan tanaman campuran.

2 Darek adalah daratan asal orang Minang asli, dan darek tersebut adalah yang terdiiri dari tigo Luhak, yaitu Luhak Agam, Tanah Datar dan Limo Puluh Koto.

Pertanian Tradisional di Nagari Koto Silungkang

Page 9: Palembayan Riset Indonesia Edited

9

Kearifan mengelola lahan mereka ungkapkan dalam pepatah orang minang: Nan lereng tanami padi (Yang lereng tanami padi) Nan tunggang tanami batuang (Yang tunggang tanami bambu) Nan gurun jadikan parak (Yang gurun jadikan kebun) Nan bancah jadikan sawah (Yang basah jadikan sawah) Nan padek ka parumahan (Yang padat atau keras untuk perumahan) Nan munggu jadikan pandam (Yang ketinggian jadikan kuburan) Nan gauang ka tabek ikan (Yang berlubuk jadikan tambak ikan) Nan padang tampek gubalo (Yang padat tempat gembala) Nan lacah kubangan kabau (Yang berlumpur kubangan kerbau) Nan rawan ranangan itiak (Yang berawa renangan itik) Model pertanian yang dikembangkan oleh masyarakat di Kecamatan Palembayan, memiliki keunikan tersediri, dimana seperti telah ada penataan yang cukup harmonis, atau kalau kita sebut saat ini, seperti telah ada Tataruang yang tak hanya berdasarkan pada ekonomi, tapi berdasarkan pada ketahanan dan keamanan pangan keluarga, dan bahkan berdasarkan pada kesesuaian dari lingkungan itu sendiri. Misalnya Tanah-tanah yang relatif kering diperuntukkan bagi tanaman buah-buahan atau tanaman keras yang berumur panjang seperti karet, coklat, pinang, tebu dan tanaman-tanaman lain yang bernilai komoditi. “Untuk biaya anak sekolah atau kebutuhan lainnya, kami bertanam cabe, coklat, karet, tebu, pinang atau tanaman keras lainnya. Banyak juga yang berkebun tembakau. Bertanam sayuran bisa disisipin dengan tanaman lain seperti pisang dan dipinggir-pinggir lahan, kami tanami dengan pinang. Tapi untuk lahan yang basah, tetaplah kami Tanami padi”, demikian penuturan seorang petani di Nagari III Koto Silungkang. Petani di Palembayan terbiasa mengelola lahan dengan konsep kebun campuran, dimana lahan yang dikelola ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Karena itu, petani di Palembayan tidak terbiasa dengan sistem pertanian monokultur layaknya perkebunan-perkebunan kelapa sawit yang hanya bisa ditanami dengan satu jenis tanaman saja.

Jagung akan dipanen setelah 3 bulan

Kacang akan dipanen setelah 3 bulan

Cabe akan dipanen setelah 3 bulan dan akan terus menghasilkan/berproduksi cabai selama 3,5 bulan

Pengelolaan lahan dengan model sisipan sebelum musim hujan atau musim tanam padi

Page 10: Palembayan Riset Indonesia Edited

“Kami terbiasa memanfaatkan lahan kering dengan model tanam tumpang sari. Seperti saya, satu petak lahan saya Tanami dengan kacang tanah, jagung dengan tanaman utamanya cabe. Jagung, cabe dan kacang tanah untuk kebutuhan sendiri dan kalau ada sisa baru dijual. Untuk tanaman cabe, karena tanaman utama, maka lebih banyak hasil panen dari cabe yang kami jual. Lahan tersebut saya kerjakan sendiri dan hanya dibantu oleh istri. Kalaupun dibantu oleh pekerja/orang lain, hanya pada saat pensortiran hasil panen dan penaburan benih”, Pak Rianda Sugandi dari Nagari Baringin atau yang akrab dipanggil Pak Datuk menceritakan cara pengelolaan lahan yang beliau usahakan. Dalam model pertanian lokal di Palembayan, terutama diwilayahseperti Nagari Baringin, mereka banyak menggunakan model pertanian campuran, yang dimana pertanian campuran memiliki philosofi akan pembagi rataan pangan pada pekerja dan pemilik lahan. “saya sebagai kondisi Nagari kami yng kebanyakan berbukitsaja, tapi saya juga menanam tanaman yang lain. Seperti cabe, jagung, kacang. Dan dari semua tanaman ini saya sudah membadari tanaman Jagung adalah untuk membiayai persiapan lahan dan pembersihan lahan, tanaman kacang untuk membiayai para pekerja, dan tanaman hasil dari tanaman cabe untuk keuntungan dan untuk disimpan.” Paklokal yang sebetulnya memiliki philosofi yang cukup baik, yaitu keberlanjutan ekonomi, dan sharing pangan kepada pihak-pihak lainnya seperti pekerja.

Juni(Penanaman jagung, cabe, kacang dan

tanaman lainnya)

September-Ockober

(pemanenan sayur-sayuran)

November (pembersihan

lahan dan persiapan

penanaman padi)

Kalender tanam tradisional di Baringin dan Nagari terbatas

“Kami terbiasa memanfaatkan lahan kering dengan model tanam tumpang sari. Seperti saya, satu petak lahan saya Tanami dengan kacang tanah, jagung dengan tanaman

abe dan kacang tanah untuk kebutuhan sendiri dan kalau ada sisa baru dijual. Untuk tanaman cabe, karena tanaman utama, maka lebih banyak hasil panen dari cabe yang kami jual. Lahan tersebut saya kerjakan sendiri dan hanya dibantu

bantu oleh pekerja/orang lain, hanya pada saat pensortiran hasil Pak Rianda Sugandi dari Nagari Baringin atau yang akrab

menceritakan cara pengelolaan lahan yang beliau usahakan.

di Palembayan, terutama diwilayah-wilayah yang tinggi, seperti Nagari Baringin, mereka banyak menggunakan model pertanian campuran, yang dimana pertanian campuran memiliki philosofi akan pembagi rataan pangan pada pekerja dan pemilik lahan. “saya sebagai petani yang memiliki lahan terbatas, karena memang kondisi Nagari kami yng kebanyakan berbukit-bukit, tidak hanya menanam satu tanaman saja, tapi saya juga menanam tanaman yang lain. Seperti cabe, jagung, kacang. Dan dari semua tanaman ini saya sudah membagi tanaman ini untuk pereuntukannya, misalnya hasil dari tanaman Jagung adalah untuk membiayai persiapan lahan dan pembersihan lahan, tanaman kacang untuk membiayai para pekerja, dan tanaman hasil dari tanaman cabe untuk keuntungan dan untuk disimpan.” Pak Datuk menjelaskan tentang model pertanian lokal yang sebetulnya memiliki philosofi yang cukup baik, yaitu keberlanjutan ekonomi, dan

pihak lainnya seperti pekerja.

December-maret

(penanaman padi)

Maret-April (pemanenan

padi)

Mei(pembersihan dan persiapan

untuk tanaman sayuran)

Penanaman jagung, cabe, kacang dan

tanaman

November pembersihan

lahan dan persiapan

penanaman

Kalender tanam tradisional di Baringin dan Nagari lainnya di Kecamatan Palembayan yang memiliki pasokan air

10

“Kami terbiasa memanfaatkan lahan kering dengan model tanam tumpang sari. Seperti saya, satu petak lahan saya Tanami dengan kacang tanah, jagung dengan tanaman

abe dan kacang tanah untuk kebutuhan sendiri dan kalau ada sisa baru dijual. Untuk tanaman cabe, karena tanaman utama, maka lebih banyak hasil panen dari cabe yang kami jual. Lahan tersebut saya kerjakan sendiri dan hanya dibantu

bantu oleh pekerja/orang lain, hanya pada saat pensortiran hasil Pak Rianda Sugandi dari Nagari Baringin atau yang akrab

wilayah yang tinggi, seperti Nagari Baringin, mereka banyak menggunakan model pertanian campuran, yang dimana pertanian campuran memiliki philosofi akan pembagi rataan pangan pada pekerja

petani yang memiliki lahan terbatas, karena memang bukit, tidak hanya menanam satu tanaman

saja, tapi saya juga menanam tanaman yang lain. Seperti cabe, jagung, kacang. Dan dari gi tanaman ini untuk pereuntukannya, misalnya hasil

dari tanaman Jagung adalah untuk membiayai persiapan lahan dan pembersihan lahan, tanaman kacang untuk membiayai para pekerja, dan tanaman hasil dari tanaman cabe

Datuk menjelaskan tentang model pertanian lokal yang sebetulnya memiliki philosofi yang cukup baik, yaitu keberlanjutan ekonomi, dan

lainnya di Kecamatan Palembayan yang memiliki pasokan air

Page 11: Palembayan Riset Indonesia Edited

11

Mengolah lahan, merekatkan budaya dan sosial Hal yang unik lainnya di hampir semua Nagari di Kecamatan Palembayan adalah Kearifan mereka dalam mengolah sawah. Untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, petani-petani dan masyarakat di Nagari di Kecamatan Palembayan, mengusahakan tanaman padi di lahan yang didominasi oleh dataran tinggi dan berbukit dengan konsep sawah batingkek (sawah bertingkat), yaitu konsep pembangunan sawah yang dibuat bertingkat dengan membangun undakan-undakan/teras di setiap lereng perbukitan. Seperti halnya sistem pertanian subak di Bali, sawah yang dibuat bertingkat memungkinkan terjadinya distribusi air dari petak sawah bagian atas ke petak sawah di bagian bawah yang memiliki volume air lebih sedikit yang dalam penuturan petani di kecamatan Palembayan dikenal dengan istilah baraia sawah di ateh, lambok sawah di bawah (berair sawah diatas, lembab sawah di bawah). Istilah baraia sawah di ateh, lambok sawah di bawah di maknai sebagai sebuah kearifan untuk memanfaatkan sumber air secara bersama dan tidak boleh dikuasai secara individu tapi harus didistribusikan dan dimanfaatkan bersama. Filosopi ini sekaligus menjadi pegangan hidup petani dan masyarakat lainnya di Kecamatan Palembayan dalam kehidupan bermasyarakat yang harus saling berbagi satu sama lain. Dalam model pengelolaan lahan di Kecamatan Palembayan melalui pertanian tradisional ternyata tak hanya memiliki nilai-nilai kearifan terhadap alam, tapi juga nilai-nilai sosial turut hadir dalam model pertanian tradisional. Keberlanjutan ekonomi melalui ragam tanaman dengan ragam hasil dan waktu produksi, serta keterlibatan perempuan secara penuh dalam model pertanian ini terlihat sangat jelas. Penghormatan terhadap bundo kandung, pusaka atau tanah waris yang jatuh kepihak perempuan juga menjadi catatan nilai yang penting dalam model pertanian ini. Tapi akankah nilai-nilai ini akan terus ada ketika model pertanian moderen yang monokultur dan eksploitatif kini mulai diperkenalkan? Karena rupanya, model pengelolaan lahan dan kearifan petani dalam mengelola lahan diwilayah riset terutama di 6 Nagari yang menjadi lokasi riset kini tengah terusik dengan kehadiran model pertanian modern yang dikembangkan melalui tanaman kelapa sawit oleh indutri skala besar. Di Nagari Salareh Aia, salah satu nagari di kecamatan Palembayan yang terletak diperbatasan Kabupaten Pasaman Barat3, pertanian modern sudah dikembangkan sejak tahun 1980-an. Jika awalnya perusahaan perkebunan hanya membangun perkebunan inti, dalam perjalanan, perusahaan juga kemudian melibatkan masyarakat disekitar lokasi perkebunan dengan pola kemitraan bagi hasil4, hingga akhirnya secara perlahan-lahan kini tak hanya petani yang bemitra saja yang berkebun kelapa sawit, tapi petani-petani pangan yang dahulu mengolah lahannya dengan tanaman pangan dan holtikutura, dan mengolah lahan-lahan kering dengan karet, kayumanis, cengkeh, pala dan pinang, kini telah pula berkebun sawit dilahan-lahan kering, lahan-lahan subur yang dahulu ditanam dengan holtikulura, dan bahkan kini mereka juga berkebun sawit diatas sawah-sawah. Awalnya hanya 1 perusahaan besar yaitu PT Agra Masang Plantation dengan luas 3000 Ha, lalu kemudian perusahaan baru dengan nama PT Palalu Raya pun ikut beroperasi dengan luas 550 Ha. jika dikalkulasikan, maka perkebunan kelapa sawit di Nagari Salareh Aia telah

3 Kabupaten Pasaman Barat adalah kabupaten yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Sumatera Barat, yaitu mencapai 200.000 Ha 4 Dalam diskusi dengan ninik mamak, dan juga pengurus koperasi, terlihat bahwa petani mitra, ninik mamak dan juga pengurus koperasi memiliki persepsi berbeda tentang model dan skema kemitraan.

Page 12: Palembayan Riset Indonesia Edited

12

menguasai lahan sekitar 57% dari total luas nagari Salareh Aia yang hanya mencapai 6.200 Ha (62 km2). Setelah di Nagari Salareh Aia, kini kelapa sawit mulai naik ke arah Nagari Koto Silungkang, meskipun belum ada perusahaan yang berniat investasi diNagari ini, namun petani-petani kecil telah mulai mengusahakan tanaman kelapa sawit dilahan-lahan keras yang dahulu mereka tanami dengan karet, pinang, cengkeh, kayu manis dan pala. Pola pengelolaan lahan yang arif terhadap alam, kini terancam oleh hadirnya model pengelolaan lahan yang sangat bertolak belakang dengan model-model yang selama ini dipahami dan dijalankan oleh petani dan masyarakat di Kecamatan Palembayan. Perkebunan kelapa sawit skala besar, monokultur, industri, massif, destruktif dan tak mengenal karakteristik bentangan serta daya dukung lingkungan kini menjadi pesaing tangguh model pengelolaan dan model pertanian di kecamatan Palembayan, dan kini petani berhadapan secara lansung dengan model perkebunan kelapa sawit yang banyak menawarkan kesejahteraan dan kemapanan ekonomi.

Page 13: Palembayan Riset Indonesia Edited

13

Bagian 3

Perkebunan Kelapa Sawit : wajah pertanian modern di Kecamatan palembayan Masyarakat dan petani di Kecamatan Palembayan mulai mengenal tanaman ini sejak tahun 1980-an, melalui pola perkebunan skala besar, tanaman ini mulai diusahakan oleh salah satu perusahaan besar di Indonesia yaitu Wilmar Group di Nagari Salareh Aia. Beroperasinya perusahaan ini di wilayah Salareh Aia, mungkin karena Nagari Salareh Aia adalah Nagari yang berbatasan lansung dengan Kabupaten Pasaman Barat5 yang memiliki sejarah panjang dengan perkebunan kelapa sawit skala besar. Hingga tahun 2011, perkebunan kelapa sawit di kabupaten Pasaman Barat telah menguasai lahan seluas 200.000 ha dari total luas adminsitrasi kabupaten yang hanya mencapai 388.777 Ha atau setara dengan 3.887,77 km2. Mungkin karena kabupaten Pasaman telah penuh dengan tanaman kelapa sawit, sehingga kemudian perkebunan merangsek ke arah dan wilayah Nagari Salareh Aia di Kecamatan palembayan kabupaten Agam. Sebagai sebuah perbandingan mengenai kesejahteraan, kabupaten Pasaman Barat yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Sumatera Barat, dan memiliki sejarah perkebunan kelapa sawit paling panjang di Sumatera setelah Sumatera Utara, ternyata menempati urutan ketika kabupaten termiskin di Sumatera Barat dan kabupaten Pesisir Selatan yang juga sebagai sentra perkebunan menempati urutan pertama6. “Kami baru-baru ini kenal dengan kelapa sawit, terutama ketika beberapa perusahaan beroperasi di Nagari kami dan kami menjadi mitra perusahaan sebagai petani plasma,

5 Kabupaten Pasaman Barat telah memulai sejarah perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1930. 6 Data penerima Raskin Sumatera Barat 2011

Page 14: Palembayan Riset Indonesia Edited

14

selama ini kami hanya tau cara bertanam padi, sayur-mayur, kalau pun tanaman keras, kami terbiasa dengan tanaman pinang, karet, kayu manis dan cengkeh.” ujar pak Bahtiar yang juga bergelar Datuk Orang Kayo Sirajo. Kelapa sawit dan merenggangnya sistem kekerabatan Seperti wilayah-wilayah lainnya di Sumatera, yang sudah lama mengusahakan sistem perkebunan kelapa sawit dan mungkin tak hanya di Sumatera, tapi bahkan dipulau-pulau lainnya diIndonesia, terkadang masyarakat desa tidak mengetahui bahwa hutan, kebun dan bahkan sawah mereka yang selama ini mereka kelola sudah menjadi HGU perusahaan perkebunan kelapa sawit. Karena semua kebijakan berupa perizinan berada dibawah kuasa pemerintah daerah. Tak jarang situasi ini kemudian memunculkan konflik sosial yang laten yang tak jarang juga berujung pada gesekan-gesekan antar masyarakat (Konflik Horizintal) karena makin menyempitnya lahan kelola karena dikuasai oleh perusahaan-perusahaan perkebunan skala besar. Di Nagari Salareh Aia, sebagai salah satu contoh wilayah yang membuka akses industri perkebunan kelapa sawit diwilayahnya, juga tak luput melahirkan konflik sosial yang tak terselesaikan akibat dari tak jelasnya skema kemitraan yang dibangun oleh perusahaan. “Awalnya kami banyak berharap dengan kehadiran perusahaan di wilayah kami ini, misalnya lapangan pekerjaan, lahan kemitraan, dan lain-lain. Kepercayaan kami akan perbaikan kehidupan kami, kami tunjukkan dengan memitrakan tanah adat Nagari kami yang semula hutan untuk dijadikan kebun kelapa sawit oleh perusahaan, kami kuasakan kepada Pemda, dan kemudian Pemda memitrakan lahan adat kami itu kepada perusahaan, kami tidak tau isi perjanjian antara Pemda dengan perusahaan. dan setelah beberapa tahun, kami seperti menyesal bermitra dengan perusahaan, karena kemiraannya tak jelas, malah diantara kami saling curiga, kami curiga dengan Ninik Mamak, kami curiga dengan pengurus KUD yang juga anak kemenakan kami. Dan kami kapok bermitra, kalau ada lahan kosong, kami dak mau lagi bermitra dengan perusahaan, lebih baik kami kelola sendiri.” “Sampai sekarang kami hanya tau bahwa kami petani plasma, kemitraan kami memakai sistem 70;30, dan setiap bulan kami menerima bagi hasil dari perusahaan yang diberikan lewat KUD. Kadang-kadang kami dapat 1 juta, kadang-kadang dapat 2 juta, artinya tidak stabil. Karena menurut KUD, pembagian hasil bergantung pada harga CPO didunia. Kalau turun, kami dapat sedikit, kalau tinggi kami dapat banyak. Ya, kami hanya menerima saja, karena kami memang tidak menyimpan dokumen perjanjian kemitraan meskipon foto copynya, kami hanya tau dokumen itu disimpan oleh KUD. Menurut Informasi, lahan kemitraan itu akan dibagi-bagi menjadi 2 Ha dan bersertifikat atas nama ninik mamak dari masing-masing kaum yang tanah tersebut, dan menurut informasi KUD sertifikatnya disimpan oleh KUD. Tanah yang kami mitrakan adalah tanah adat nagari yang dimana penguasaannya berada ditangan Rajo dan ninik Mamak, sekitar 2.600 Ha tanah adat nagari kami serahkan ke Pemda untuk dimitrakan kepada perusahaan PT AMP.” Pak Bahtiar menjelaskan dengan cermat mengenai model kemitraan yang mereka bangun dengan pihak perusahaan. Dalam diskusi lainnya, ditemukan juga bahwa petani plasma hanya menerima hasil setiap bulan dari KUD, kebun di usahakan oleh KUD. Banyak petani plasma yang tidak mengetahui secara pasti berapa hasil produksi kebun mereka, karena memang kebun tersebut dibawah

Page 15: Palembayan Riset Indonesia Edited

15

pengelolaan KUD. Menurut Pak Damrah, Kepala Koperasi Unit Desa (KUD) Plasma Nagari Salareh Aia, pola kemitraan yang dibangun adalah pola Koperasi Kredit Primer Anggota (KKPA) dengan pola bagi hasil 50:50. “Lahan yang dijadikan kebun plasma untuk warga di Nagari Salareh Aia hanya seluas 512 Ha, dengan rincian masing-masing KK mendapatkan 1 kapling (2 Ha). Hasil kebun plasma mulai diterima oleh petani sejak tahun 1997-1998 melalui KUD. Dulu pendapatan yang diterima oleh petani plasma sangat kecil, karena harus melunasi hutang pembangunan kebun. PT AMP tidak pernah transparan dalam membuka pembukuan tentang hutang yang masih tersisa. Karena itu, KUD menolak untuk membayar sisa hutang yang menurut PT AMP sebesar 2,8 Milyar. Karena menurut kami, utang pembangunan kebun telah lunas. Sejak tahun 2006, pengelolaan kebun sepenuhnya ada dikoperasi dan KUD tidak lagi membayar hutang kepada PT AMP. Sejak tahun 2007, KUD membuat MoU tentang pengelolaan kebun dengan PT AMP yang mengatur tentang teknis perawatan dan pemanenan kebun. Mengenai perjanjian kemitraan antara Pemda dan PT AMP, kami selaku pengurus KUD Plasma di Nagari Salareh Aia tidak pernah tahu isinya, bahkan melihatnya pun tidak pernah apalagi menyimpan dokumen perjanjian kemitraannya. Untuk sertifikat tanah, sejak tahun 2007 telah dibagikan kepada petani peserta plasma tapi pengelolaan kebun tetap dilakukan oleh KUD. Untuk pendapatan petani plasma, bulan Agustus harga TBS kami dibeli oleh perusahaan sebesar Rp 1725/kg, sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, bulan Agustus kemarin, setiap anggota petani plasma mendapatkan uang sebesar Rp 3.000.000/orang setelah dipotong dengan biaya operasional”. Dari diskusi dengan beberapa pihak, ditemukan bahwa antara KUD, petani plasma, Pemda dan perusahaan, tidak ada sepemahaman yang sama, model dan skema kemitraan yang disepakati. Sehingga dalam benak petani plasma, dan bahkan menjadi keyakinan semua petani plasma, bahwa pada akhirnya nanti mereka akan mendapatkan bagian sebesar 2 Ha setiap keluarga, dan sama halnya dengan model kemitraan PIR-Trans. Perbedaan pemahaman ini menjadi akar dari masalah yang sangat besar dikemudian hari, dan yang kemudian berpotensi terjadinya gesekan horizontal, selain itu juga gesekan antar masyarakat juga terlihat dari makin tingginya saling curiga antara pengurus KUD yang nota bene adalah anak kemenakan7, dan makin tingginya kecurigaan antar ninik mamak, yang setuju dengan pola kemitraan dan yang tidak bersetuju.

7 Anak kemenakan adalah anak dari saudara perempuan.

SAD di Jambi, mereka korban dari perkebunan Wilmar

Page 16: Palembayan Riset Indonesia Edited

16

Berkebun sawit; tanaman seragam, bencana beragam “Ada yang kami takutkan dengan sistem kelapa sawit ini, terutama jika diusahakan didaerah kami ini, yaitu sifatnya yang merusak, apalagi kalau sudah luas. Hama pasti banyak, air pasti makin susah untuk pengairan sawah. Apa jadinya kalau ada perkebunan besar kelapa sawit disekitar kami, pasti sawah-sawah akan segera mengering, dan mau tak mau petani-petani pasti akan sangat terpaksa juga ikut menanam sawit. padahal kalau melihat luas lahan yang dikelola oleh petani-petani diwilayah ini sangat sempit, karena kontur tanah yang berbukit-bukit dan hampir sebagian besar adalah kawasan hutan yang tidak boleh dikelola. Kalau pun petani-petani itu bertanam sawit pasti mereka tidak bisa makan, dan pasti mereka akan jatuh miskin, karena akan sangat berbeda hitung-hitungan ekonomi dalam ½ Ha Ha kebun sawit dengan ½ Ha kebun palawija atau sawah, dan pasti hitungan eknomi dari ½ ha sawah atau palawija yang paling besar. Kalau kami bisa meminta, jangan ada kebun besar kelapa sawit di wilayah kami, cukuplah Nagari yang dibawah itu, karena kalau naik kesini, maka kita semua akan hancur.” PPL nagari Sipinang. Mungkin kita bisa mulai dari Sumatera, kehadiran perkebunan kelapa sawit skala besar, telah memberikan dampak serius terhadap keberadaan hutan, ribuan hektar hutan habis digunduli dan ditanami dengan kelapa sawit, gunung-gunung diratakan, bukit-bukit di bongkar, sungai-sungai ditimbun, hanya untuk membangun perkebunan kelapa sawit. ketika terjadi ketidak seimbangan lingkungan, dan daya dukung lingkungan makin rapuh, maka yang terjadi adalah bencana alam seperti banjir dan bahkan bencana banjir bandang akan terjadi. Misalnya bencana banjir bandang yang terjadi pada bulan september 2012 lalu di Padang, adalah dampak dari makin gundulnya hutan dihulu sungai, sehingga tidak adalah lagi pohon-pohon pengikat tanah dan air. 8 dan mungkin bencana ini akan terus mengintai Kota Padang, sebagai ibu kota Sumatera Barat, karena wilayah-wilayah hulu kini sudah mulai rusak akibat pembalakan liar, dan juga mulai dikembangkan dengan perkebunan kelapa sawit oleh industri besar dan kegiatan pertambangan. Selain dampak kerusakan seperti banjir yang diakibatkan oleh hilangnya hutan akibat perkebunan kelapa sawit, dampak kerusakan lingkungan seperti menurunnya kualitas tanah akibat penggunaan bahan kimia berlebihan dari pupuk dan pestisida. “Banyak petani-petani sawit, yang tidak tau aturan dan takaran pemberian pupuk dan pestisida pada tanaman kelapa sawitnya, kadang-kadang seenaknya saja, dan inilah yang bahaya, karena ketidak tahuan itu tentu bisa-bisa pemberian pupuk dan pestisida yang tidak tepat akan meracuni tanah dan tanaman yang ada disekitarnya, dan tidak hanya itu, air tanah yang mengalir kesungai pun turut akan mencemari sungai-sungai yang menjadi sumber air minum masyarakat.” pak Datuak, Nagari Marambuang Baringin.

8 http://news.okezone.com/read/2012/07/25/340/668223/penyebab-banjir-bandang-di-padang-versi-walhi

Berdasarkan data dari Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit selama 20 tahun terakhir di Riau telah berdampak negatif terhadap keseimbangan persediaan air tanah. Karena kelapa sawit tidak bisa menyimpan air namun menyerap air yang banyak, yaitu sebatang pohon kelapa sawit membutuhkan air 8-12 liter/hari. Artinya keberadaan perkebunan kelapa sawit dalam skala besar, akan berdampak pada bencana banjir dimusim hujan, dan bencana kekeringan pada musim kemarau.

Page 17: Palembayan Riset Indonesia Edited

17

“Di Nagari kami, dampak kehadiran perkebunan besar kian terasa, kalau siang hari hawa panas dan terik, padahal dahulu nagari kami termasuk nagari yang dingin karena ketinggian dan juga karena keberadaan gunung-gunung disekitar. Air sungai pun mulai berkurang, sawah-sawah banyak yang kering. Sawah kering karena kurangnya air tidak hanya terjadi di Nagari kami, tapi juga di Nagari yang lebih rendah posisinya dari Nagari kami. Kalau begini terus, bisa-bisa 5 tahun kedepan tidak ada lagi yang sanggup menanam padi disawah, dan mungkin petani-petani akan banyak beralih jadi petani sawit.” pak Asmardi, Nagari Salareh Aia. Kelapa sawit dan potensi kerawanan pangan Kelapa sawit, selain dikembangkan dengan model perkebunan skala besar, kini petani-petani terutama di Nagari Salareh Aia mulai mencoba berkebun kelapa sawit secara mandiri, dan tak hanya itu, beberapa petani di Nagari Silungkang, juga turut berkebun kelapa sawit, meskipun di Nagari Silungkang tidak ada pabrik kelapa sawit, mereka menjual buah sawit kepada tengkulak yang lansung datang ke Nagari mereka. Dalam diskusi-diskusi kecil dengan petani di Nagari Salareh Aia, bahwa motivasi petani-petani dan masyakat di Nagari Salareh Aia untuk mengembangkan tanaman kelapa sawit, dan hampir semua petani yang kami temui di Nagari Salareh Aia menyampaikan hal yang demikian, bahwa motivasi mereka berkebun kelapa sawit adalah karena faktor ekonomi dan ketersediaan pasar atau pabrik kelapa sawit. Sehingga ketersediaan akses pasar yang mudah yang mendorong petani-petani kecil diwilayah ini mulai melirik dan mengusahakan kebun kelapa sawit. meskipun mereka tidak mengetahui dan memahami cara budidaya kelapa sawit yang baik dan benar dan bahkan banyak dari mereka tidak mengetahui bibit kelapa sawit yang baik. Mungkin saja akan berbeda situasinya jika, komoditas lainnya terutama komoditas pangan lokal memiliki peluang dan situasi yang sama dengan komoditas kelapa sawit, yaitu ketersediaan pabrik/pasar. Mungkin mereka tak akan pernah memilih kelapa sawit sebagai tanaman yang akan ditanam dilahan mereka. Beberapa petani lainnya juga mengatakan bahwa mereka terpaksa menanam kelapa sawit diatas sawah, karena sawah mereka banyak yang kering dan kekurangan air. Menurut mereka, mungkin kekeringan sawah karena keberadaan perkebunan kelapa sawit disekitar mereka yang cukup luas9. Jika saja satu batang kelapa sawit membutuhkan air sebanyak 8 liter/hari/batang, maka jika setiap 1 hektar lahan berisi 140 batang pohon sawit, maka jumlah batang sawit di Nagari Salareh Aia adalah sekitar 497.000 batang didalam 3.550 Ha. artinya air yang dibutuhkan oleh 3.550 Ha kebun sawit adalah sekitar 3.976.000 liter/hari. Bayangkan berapa liter air yang diserap oleh kelapa sawit di nagari Salareh Aia dalam setahun, dan berapa ratus hektar sawah dan berapa ribu hektar lahan pertanian pangan menjadi kering karena kekurangan air. Berkebun kelapa sawit; keuntungan sesaat, kehilangan seabad “Kalau dihitung-hitung, memang kelapa sawit sangat menguntungkan, bayangkan kita tidak perlu lagi susah-susah ngurus kebun, tinggal upah buruh dari perawatan sampai panen, dan kita hanya ongkang-ongkang kaki dirumah, tinggal menunggu hasil. Tapi kalau hanya punya kebun 1 atau 2 Ha, mendingan dak usah berkebun kelapa sawit, karena pasti tidak balik 9 Menurut beberapa sumber, bahwa satu batang kelapa sawit membutuhkan air 8-12 liter. Dan setiap 1 hektar kebun sawit terdapat sekitar 140-150 batang sawit.

Page 18: Palembayan Riset Indonesia Edited

18

modal. Lagi pula, kelapa sawit hanya sampai umur 35 tahun saja menghasilkan uang untuk petani, setelah itu petani bangkrut, karena tanah rusak, dak ada modal untuk membongkar tunggul kelapa sawit yang sudah tua, ujung-ujungnya tanah terjual kepada tengkulak atau perusahaan, akhirnya kita pun jadi buruh diperusahaan” Testimoni pak Sukirman, Petani dari Sumatera Selatan, pada tanggal 17 Oktober 2012. Jika dalam diskusi-diskusi dengan petani-petani di Nagari Salareh Aia, kelapa sawit menjadi salah satu tanaman yang terus akan dibudidayakan karena keberadaan perusahaan yang membuka akses pasar mereka makin mudah, tidak seperti tanaman keras yang lain seperti karet yang tidak ada akses pasar yang terdekat dan bisa dicapai oleh petani, lagi pula tanah-tanah yang semula basah, banyak yang mengering karena keberadaan perkebunan kelapa sawit, sehingga pilihan untuk bertanam kelapa sawit makin besar. Di Nagari Silungkang, diskusi dengan petani-petani yang telah memulai mencoba menanam kelapa sawit justru bertolak belakang. Beberapa petani yang kini bertanam sawit, merasa sangat menyesal karena kelapa sawit yang katanya akan memberikan keuntungan banyak dan memberikan kesejahteraan ternyata hanyalah sebuah mitos. “saya menyesal berkebun sawit, karena susah ngurusnya, pupuknya harus tepat, sementara saya tidak punya pengetahuan dalam budidaya kelapa sawit. Rencana saya tanah saya yang direncanakan untuk tanam sawit, saya akan taman karet saja.” Pak Tarmizi dari Nagari Silungkang. Tanaman kelapa sawit hanya memberi jaminan selama 35 tahun akan memberikan manfaat ekonomi kepada petaninya, meskipun secara ekonomi, harga buah kelapa sawit sangat tergantung dengan harga dan kebutuhan dipasar internasional10. Setelah 35 tahun, petani akan dihadapkan pada pilihan sulit, dimana untuk melakukan peremajaan kembali pada kebun bekas kelapa sawit, membutuhkan dana yang tidak sedikit, sementara dalam banyak fakta, petani kelapa sawit terutama petani mandiri tak memiliki tabungan dan simpanan untuk menghadapi persoalan replating kebun. Pada akhirnya petani harus merelakan kebunnya sempit beralih ketuan-tuan tanah dan bahkan beralih keperusahaan-perusahaan, karena untuk mengolah kebun ke tanaman yang lainpun sangat mustahil. Sistem perkebunan kelapa sawit yang melupakan Bundo Kanduang11 Jika dalam pengelolaan lahan di kecamatan Palembayan sangat menghargai keseimbangan lingkungan karena memang alam adalah seperti Bundo Kanduang atau Ibu, dan ibu atau perempuan menjadi pihak penting dalam struktur pengelolaan lahan di Kecamatan Palembayan dan menjadi kebudayaan orang Minang Kabau. Maka tak demikian dengan Kelapa sawit, kelapa sawit dengan model perkebunan skala besar adalah model pertanian yang eksploitatif dan merusak dan sangat bertolak belakang dengan model pengelolaan lahan melalui pertanian tradisional di Kecamatan Palembayan yang memperlakukan lahan seperti Ibu. Hal yang lain adalah tanaman kelapa sawit memiliki siklus 35 tahun, dalam kurun waktu tersebut adalah kurun waktu tanaman ini berproduksi. Artinya ketika lahan ditanami dengan tanaman kelapa sawit, maka selama 35 tahun tanaman ini akan menguasai tanah tersebut. dalam waktu yang relatif panjang itu, tanaman ini tak layak ditanam dilahan-lahan warisan 10 Sejak bulan September-desember 2012, harga TBS kelapa sawit mengalami penurunan drastis, dari harga Rp 800/kg, menjadi Rp 300/kg ditingkat petani kecil. 11 Bundo Kanduang adalah ibu, dan ibu adalah perempuan

Page 19: Palembayan Riset Indonesia Edited

19

atau pusaka yang dimana perempuan jadi pemiliknya, karena jika kelapa sawit ditanam dilahan-lahan pusaka, maka peluang untuk membagi pengelolaan dengan keluarga lainnya akan semakin kecil. Terutama jika kemudian lahan-lahan tersebut diserahkan atau dimitrakan kepada perusahaan untuk ditanami kelapa sawit, maka perempuan secara perlahan akan menghilang dari perannya sebagai pelindung tanah pusaka dan warisan. Salah satu contoh di Nagari Salareh Aia, penyerahan tanah adat kepada perusahaan melalui pemerintah untuk dimitrakan, meskipun status tanah tersebut adalah rimbo, dan masih dalam penguasaan rajo dan ninik mamak dan belum menjadi pusaka yang akan diwariskan, tetap saja telah membuat hak perempuan berkurang. Dalam logika sederhananya adalah bahwa tanah nagari dalam bentuk rimbo adalah juga menjadi bagian dari pusaka tinggi dan menjadi tabungan bagi para kaum yang berada di Nagari tersebut, yang selanjutnya ketika di kelola oleh satu kaum, maka pewarisannya adalah kepada perempuan. Dan selanjutnya warisan tersebut secara pasti akan dikelola dengan model pertanian tradisional dengan tanaman pertanian pangan. yang tentu saja boleh dikelola oleh seluruh keluarga dalam satu kaum dengan sistem giliran dan bagi hasil. Sturktur penguasaan lahan di Kecamatan Palembayan

Jika melihat struktur diatas, maka dengan menyerahkan lahan wilayah, meskipun itu masih hutan dan rimba, maka sama halnya dengan menyerahkan tabungan dan pusaka perempuan kepada perusahaan besar. Dan meskipun dalam pola kemitraan, tanah akan dikembalikan lagi kepada kaum, maka tentu kepemilikan lahannya akan berubah menjadi pemilik bagi kaum laki-laki. Karena sistem pewarisan rimba tidak lagi melalui skema seperti struktur diatas, tapi melalui skema dan model serta pengaturan yang diatur dan ditentukan oleh perusahaan atau industri, dan pada skema ini perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Pertanian modern dengan model perkebunan kelapa sawit, akan banyak merubah model, pola pengelolaan lahan di Kecamatan Palembayan, dan meskipun saat ini hanya 2 nagari dari 6 nagari yang ada, yang mulai mengembangkan kelapa sawit, namun jika tidak dihentikan segera, maka tak mustahil jika nanti nagari-nagari lainnya yang saat ini masih mengembangkan pola pertanian moderen dengan pola pengelolaan yang arif akan tergerus dengan kehadiran pertanian moderen ala perkebunan kelapa sawit. karena bagi kelapa

Dan ketika rimba diberikan kepada kaum-kaum untuk mengelola dibawah pengaturan ninik mamak, maka ketika diwariskan, akan jatuh kepada pihak perempuan sebagai penjaga warisan kaum.

Rimba/ hutan (didalam nagari

Diatur dan dalam penguasaan raja/penguasa nagari

Rimba akan diberikan kepada kaum-kaum yang ada di Nagari untuk dikelola oleh kaum.

Page 20: Palembayan Riset Indonesia Edited

20

sawit, tak ada yang mustahil bagi dirinya untuk berkembang. Jika dulu kita berkata, bahwa mustahil kelapa sawit bisa ditanam di kawasan gambut, tapi faktanya kini kelapa sawit juga hidup dan tumbuh subur di kawasan bergambut, dulu kita berfikir mustahil kelapa sawit tumbuh di atas sawah, kini diberbagai wilayah di Sumatera, banyak sawah yang menjadi kebun sawit, dulu kita tak pernah membayangkan kelapa sawit ditanam di perbukitan dan beriklim dingin, kini fakta di Nagari Salareh Aia membuktikan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh dimana saja.

Page 21: Palembayan Riset Indonesia Edited

21

Bagian 4

Komoditas lokal dan kelapa sawit; Sebuah perbandingan ekonomi

Dari hasil diskusi dengan petani-petani di beberapa Nagari di Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam, bahwa selain faktor menurunnya kualitas lingkungan akibat keberadaan perkebunan kelapa skala besar di Nagari Salareh Aia, faktor yang paling mendominasi makin banyaknya petani-petani mengusahakan kelapa sawit dalam lahannya adalah karena faktor ekonomi, seperti yang selama ini dijanjikan oleh tanaman ini. Meskipun sebetulnya mereka sendiri pun belum menemukan petani-petani kecil sejahtera karena kelapa sawit, namun kampanye tentang kesejahteraan, kemapanan, dan akses terus-menerus diperdengarkan oleh perusahaan dengan didukung oleh pemerintah. Agar informasi-informasi yang diterima oleh petai-petani berimbang, setelah pada bagian bab sebelumnya disajikan perbandingan sosial, budaya dan peran perempuan dalam model pengelolaan lahan melalui pertanian tradisional di Kecamatan Palembayan dan model pertanian moderen dengan perkebunan kelapa sawit, dan pada bagian bab ini akan disajikan perbandingan secara ekonomi atas kedua model tersebut.

Page 22: Palembayan Riset Indonesia Edited

22

Namun, pada akhirnya, apapun keputusan yang dipilih oleh petani-petani dan masyarakat, tentu sudah dipilih dengan penuh kesadaran, penuh kemerdekaan dan penuh kemandirian. Dan dibawah ini adalah perbandingan yang dibuat berdasarkan pada diskusi-diskusi dengan beberapa petani dan berdasarkan pada pengalaman mereka. Komponen biaya beberapa jenis komoditas untuk satu kali tanam dengan luas lahan 1 hektar

Komponen Biaya Jenis Komoditi Keterangan Padi Cabe Tembakau Tebu

Pembenihan Milik Sendiri dan bantuan pemerintah

+ 60 pack@Rp 20.000 =Rp 1.200.000

Rp 300.000 (15.000 batang)

5000 batang atau @Rp 600 = Rp 3.000.000

1. Asumsi harga pupuk yang digunakan adalah harga pupuk subsidi per Agustus 2012 di Kecamatan Palembayan (berdasarkan hasil kuisoner dan wawancara)

2. pembersihan/pengolahan lahan dan penanaman diasumsikan dilakukan oleh pekerja dengan upah harian Rp 30.000- Rp 50.000

3. Untuk tanaman tembakau, mayoritas petani Palembayan menjual hasil tembakau dalam bentuk batang tembakau yang masih berada di dalam kebun dengan harga Rp 2000/batang. Karena itu, ongkos panen dibebankan pada pembeli

4. Kebutuhan pestisida hanya dihitung ketika pembukaan lahan (racun rumput/roundup). Kebutuhan pestisida mungkin lebih besar

Pembersihan/pengolahan lahan (ongkos pekerja)

Rp. 1.200.000 Rp 2.000.000 Rp 1.450.000 Rp 2.000.000

Penanaman/perawatan (ongkos pekerja)

Rp 400.000 Rp 2.950.000 Rp 850.000 Rp 1.500.000

Kebutuhan Pupuk Urea : 4 karung @ Rp 120.000 = Rp 480.000 SP 36: 3 karung @ Rp 170.000 = Rp 340.000 NPK : 4 karung@ Rp 115.000 = Rp 460.000 Total biaya kebutuhan Pupuk = Rp 1.280.000

Urea: 5 karung@Rp 120.000 = Rp 600.000 SP 36: 8 karung@ Rp 170.000 = Rp 1.360.000 KCl: 6 karung@Rp 100.000 = Rp 600.000 NPK: 10 karung@Rp 115.000 = Rp 1.150.000 Borax/borate: 16 kg@Rp 40.000 =Rp 640.000 Total Biaya Kebutuhan pupuk = Rp 4.690.000

KCL: 2 karung@Rp 100.000 = Rp 200.000 SP 36: 2 karung@Rp 170.000 = Rp 340.000 ZA: 7 karung@Rp 150.000 = Rp 1.050.000 NPK : 2 karung@Rp 115.000 = Rp 230.000 Total Biaya Kebutuhan Pupuk = Rp 1.590.000

Urea : 11 karung@Rp 120.000 = Rp 1.320.000 ZA : 14 karung@Rp 150.000 = Rp 2.100.000 KCl : 3 karung@Rp 100.000 = Rp 300.000 SP 36 : 3 karung@Rp 170.000 = Rp 510.000 Total biaya Kebutuhan Pupuk= Rp 4.320.000

Pemanenan (ongkos pekerja)

Rp 500.000 Rp 4.000.000 Dilakukan langsung oleh pembeli*

Rp 2.000.000

Total Biaya Produksi

Rp 3.320.000 Rp 14.690.000 Rp 4.420.000 Rp 13.120.000

Sumber : Diolah dari hasil kuisioner dan wawancara dengan petani di Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam

Page 23: Palembayan Riset Indonesia Edited

23

Total Pendapatan selama 1 tahun untuk luas lahan 1 hektar Penghasilan dalam 1 Tahun

Jenis Komoditi Padi Cabai Tembakau Tebu

Hasil Panen 6000 kg GKG@Rp 3300 = Rp 19.800.000 19.800.000 x 2 kali Panen /Tahun = Rp 39.600.000

3000 kg@Rp 16.000 = Rp 48.000.000 Rp 48.000.000 x 2 kali Panen/Tahun = Rp 96.000.000

13500 batang@Rp 2000 = Rp27.000.000 Rp 27.000.000 x 2 kali panen/tahun = Rp 54.000.000 Asumsi : kerusakan 10 % dari tembakau yang ditanam

Menghasilkan dan diolah menjadi Gula Merah sebanyak 5,5 ton 5500 kg@Rp 8.000 = Rp 44.000.000

Biaya Produksi Rp 3.320.000 x 2 kali masa tanam = Rp 6.640.000

Rp 14.690.000 x 2 kali masa tanam = Rp 29.380.000

Rp 4.420.000 x 2 kali masa tanam = Rp 8.840.000

Rp 13.120.000

Pendapatan Bersih Hasil panen-Biaya Produksi Rp 39.600.000 RP 6.640.000 _ Rp 32.960.000/Tahun

Hasil panen-Biaya Produksi Rp 96.000.000 Rp 29.380.000 _ RP 66.620.000/Tahun

Hasil panen-Biaya Produksi Rp 54.000.000 Rp 8.840.000 R p 45.160.000/Tahun

Hasil Panen-Biaya Produksi Rp 44.000.000 Rp 12.820.000 _ Rp 31.180.000/Tahun

Sumber : Diolah dari hasil kuisioner dan wawancara dengan petani di Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam

Keterangan: 1. Harga panen berdasarkan harga di tingkat petani di Kecamatan Palembayan per Agustus

2012 2. Komponen pengolahan tebu menjadi gula merah belum dihitung sebagai biaya produksi

Komponen Biaya Selama Ivestasi/Sebelum Panen Untuk Tanaman Karet Seluas 1 Hektar Jenis Biaya Karet

Investasi Tahun 1 2 3 4 5 Pembenihan 500 batang@Rp 7.500

= Rp 3.750.000 - - - -

Pembersihan Lahan /pengolahan lahan (ongkos pekerja)

Rp 1.500.000 - - - -

Penanaman/perawatan (ongkos pekerja)

Rp 1.000.000 Rp 410.000 Rp 410.000 Rp 410.000 Rp 410.000

Kebutuhan Pupuk Urea: 3 karung@Rp 120.000 = Rp 360.000 SP 36: 3 karung@Rp 170.000 = Rp 510.000 KCl: 1 karung@Rp 100.000 = Rp 100.000 Total Biaya Kebutuhan Pupuk = Rp 970.000

Urea: 1 karung@Rp 120.000 = Rp 120.000 SP 36: 1 Karung@Rp 170.000 =Rp 170.000

SP 36: 1 karung@Rp 170.000 = Rp 170.000 KCl : 1 karung@Rp 100.000 = Rp 100.000

SP 36: 1 karung@Rp 170.000 = Rp 170.000 KCl: 1 karung@Rp 100.000 = Rp 100.000

Urea: 4 karung@RP 120.000 = Rp 480.000 SP 36: 4 karung@Rp 170.000 =Rp 680.000 KCl: 3 karung@Rp 100.000 = Rp 300.000

Pemanenan (ongkos pekerja)

- - - -

Total Rp 7.220.000 Rp 700.000 Rp 680.000 Rp 680.000 Rp 1.870.000 Sumber : Diolah dari hasil kuisioner dan wawancara dengan petani di Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam

Keterangan: 1. Harga pupuk adalah harga pupuk subsidi dan diasumsikan tidak ada peningkatan harga yang

berarti. 2. pembersihan/pengolahan lahan dan penanaman diasumsikan dilakukan oleh pekerja dengan

upah harian Rp 30.000- Rp 50.000 3. Biaya untuk mangkuk dan alat sadap belum dimasukkan dalam komponen biaya.

Page 24: Palembayan Riset Indonesia Edited

24

Perhitungan pendapatan Kebun Karet Komponen Biaya Biaya Produksi selama masa investasi (5 Tahun) Rp 11.150.000 Biaya produksi selama 3 tahun sadap diasumsikan 1.870.000/tahun Rp 5.610.000 Total Biaya produksi : 16.760.000 Komponen hasil Produksi Produksi getah tahun sadap 1 = 1500 kg/tahun @Rp 15.000 Rp 22.500.000 Produksi getah tahun sadap 2 = 2000 kg/tahun@Rp 15.000 Rp 30.000.000 Produksi getah tahun sadap 3 = 3000 kg/tahun@Rp 15.000 Rp 45.000.000 Total Produksi getah karet : Rp 97.500.000 (Asumsi dengan harga rerata getah karet per tahun konstan ) Pendapatan selama 3 tahun panen Hasil getah selama 3 tahun sadap - Biaya Produksi = Rp 97.500.000 - Rp 16.760.000 = Rp 80.740.000 Keterangan:

1. Getah mulai disadap pada umur 6 tahun. Dengan perawatan yang sama, produksi getah karet akan meningkat sampai usia karet berumur 15-18 Tahun dan akan mengalami penurunan produksi memasuki usia karet diatas 20 tahun

2. Dengan asumsi kerja produksi selama 1 tahun, 180 hari sadap. 3. Harga getah karet di Palembayan periode September 2012 berkisar antara Rp 7000-

Rp 8000 per Kilogram 4. Untuk penyadapan tidak menggunakan pekerja/disadap sendiri 5. Biasanya petani karet di Palembayan melakukan penyisipan tanaman lain di sela-sela

kebun karet yang diusahakan, seperti pohon jengkol, coklat dll.

Page 25: Palembayan Riset Indonesia Edited

25

Komponen Biaya Selama Ivestasi/Sebelum Panen Untuk Tanaman Kelapa Sawit Seluas 1 Hektar Jenis Biaya Kelapa Sawit Keterangan 1. Biaya

perawatan pada tahun ke 2 dan ke 3 diasumsikan sama, dengan menghitung biaya pestisida dan upah penyemprotan/tenaga kerja dalam satu tahun dan upah pekerja untuk membuat piringan/merapikan piringan

2. Harga pupuk diasumsikan adalah harga pupuk subsidi

Investasi Tahun 1 2 3 4 Pembenihan 135 batang@Rp

30.000 = Rp 4.050.000

- - -

Pembersihan Lahan /pengolahan lahan (ongkos pekerja)

Rp 2.000.000 - - -

Penanaman/perawatan (ongkos pekerja)

Rp 1.550.000 Rp 800.000 Rp 800.000 Rp 800.000

Kebutuhan Pupuk

ZA : 3 karung@Rp 150.000 = Rp 450.000 SP 36: 3 karung@Rp 170.000 =Rp 510.000 KCl: 3 karung@Rp 100.000 =Rp 300.000 NPK: 3 karung@Rp 115.000 = Rp 345.000 Total Biaya Kebutuhan pupuk = Rp 1.146.000

ZA: 4 karung@Rp 150.000 = Rp 600.000 SP 36: 2 karung@Rp 170.000 = Rp 340.000 KCL : 3 karung@Rp 100.000 = Rp 300.000 Total Biaya Kebutuhan pupuk = Rp 1.240.000

ZA: 5 karung@Rp 150.000 = Rp 750.000 SP 36 : 3 karung@Rp 170.000 = Rp 510.000 KCl : 5 karung@Rp 100.000 = Rp 500.000 Total Biaya kebutuhan pupuk = Rp 1.760.000

ZA: 5 karung@Rp 150.000 = Rp 750.000 SP 36 : 3 karung@Rp 170.000 = Rp 510.000 KCl : 2 karung@Rp 100.000 = Rp 200.000 Total Biaya Kebutuhan Pupuk = Rp 1.460.000

Pemanenan (ongkos pekerja)

- - - Rp 600.000

Total Rp 9.025.000 Rp 1.940.000 Rp 2.460.000 Rp 2.860.000 Sumber : Diolah dari hasil kuisioner dan wawancara dengan petani di Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam

Perhitungan pendapatan Kebun Kelapa Sawit Komponen Biaya Biaya Produksi selama masa investasi (3 Tahun) Rp 13.425.000 Biaya produksi selama 3 tahun panen diasumsikan Rp 2.860.000/tahun Rp 8.580.000 Total Biaya produksi : Rp 22.005.000 Komponen hasil Produksi Produksi TBS tahun panen 1= 7200 kg/tahun @Rp 1.375 Rp 9.900.000 Produksi TBS tahun panen 2 = 12.000 kg/tahun @Rp 1.459 Rp 17.508.000 Produksi TBS tahun panen 3 = 18.000kg/tahun @Rp 1.515 Rp 27.270.000 Total Produksi TBS : Rp 54.678.000 (Asumsi dengan harga rerata TBS per tahun konstan ) Pendapatan selama 3 tahun panen Hasil TBS selama 3 tahun panen - Biaya Produksi = Rp 54.678.000 - Rp 22.005.000 = Rp 32.673.000 Keterangan

1. Sawit mulai dipanen pada umur 4 tahun. Dengan perawatan yang baik, produksi TBS akan terus meningkat hingga umur kelapa sawit mencapai usia 15 Tahun. Penurunan produksi akan terjadi ketika sawit memasuki usia 16 tahun.

2. Harga TBS diatas merupakan harga penetapan pemerintah di bulan Agustus 2012. Di tingkat petani swadaya/mandiri di Nagari Salareh Aia, harga TBS untuk umur 5-6 tahun hanya Rp 1.035/kg di tingkat pabrik (PT AMP) dan ditingkat toke hanya mencapai Rp 800/kg. sedangkan untuk petani plasma, sesuai dengan ketetapan harga pemerintah

Page 26: Palembayan Riset Indonesia Edited

26

3. Perhitungan harga pupuk yang digunakan diatas diasumsikan adalah harga pupuk subsidi. Untuk tanaman perkebunan sawit di Nagari Salareh Aia dan III Koto Silungkang, tidak ada alokasi pupuk subsidi untuk kebun kelapa sawit.

Tabel Rangkuman analisis ekonomi masing-masing komoditas 1 tahun/1 Hektar Padi Cabe Tembakau Tebu Biaya Produksi

Rp 3.320.000 x 2 kali panen = 6.640.000

Rp 14.690.000 x 2 kali panen = 29.380.000

Rp 4.420.000 x 2 kali panen = 8.840.000

Rp 13.120.000

Pendapatan Panen

Rp 19.800.000 x 2 kali panen = 39.600.000

Rp 48.000.000 x 2 kali panen = 96.000.000

Rp 27.000.000 x 2 kali panen = 54.000.000

Rp 44.000.000

Hasil Pendapatan bersih

Rp 32.960.000 Rp 66.620.000 Rp 45.160.000 Rp 31.180.000

Karet Sawit Biaya investasi selama 5 tahun belum produksi

Rp 11.150.000 Biaya investasi selama 3 tahun sebelum produksi

Rp 13.425.000

Biaya produksi panen selama 3 tahun

Rp 5.160.000 Biaya produksi panen selama 3 tahun

Rp 8.580.000

Hasil produksi karet selama 3 tahun panen

Rp 97.500.000 Hasil produksi TBS selama 3 tahun panen

Rp 54.678.000

Hasil bersih Rp 80.740.000 Hasil bersih Rp 32.673.000

Tabel diatas adalah hasil analisis pendapatan dan penghasilan petani-petani dengan berbagai komoditas yang berbeda, dan jika melihat perbandingannya, bahwa sangat jelas, komoditas pangan lokal yang selama ini diusahakan oleh petani adalah tetap menjadi komoditas yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa sawit. Apalagi jika kemudian komoditas pangan ditanam dengan berdampingan dengan komoditas pangan yang lain. Seperti cabe dengan jagung dan kacang, seperti yang dipraktekkan oleh para petani di Nagari Mamabuang Kecamatan Palembayan. Artinya dalam ½ Hektar msialnya, petani tidak hanya menanam cabe saja, tapi juga bsia menanam kacang, jagung dan sayuran lainnya. Artinya ada 3 sampai 4 komoditas yang bisa dipanen dalam ½ atau 1 hektar lahan. Namun dalam beberapa diskusi dengan petani-petani di Kecamatan Palembayan, bahwa terkadang, petani-petani yang mulai beralih ketanaman kelapa sawit hanya melihat manfaat ekonomi secara cepat, pekerjaan yang lebih ringan, dan lansung bisa dijual kepada pabrik, sementara jika tanaman yang lain, atau tanaman lokal, lebih lambat mendapat uang karena harus cari pasar, lebih banyak tenaga yang dikeluarkan dan tidak ada pabrik terdekat. Selain faktor tersebut, prestise sebagai petani kelapa sawit lebih tinggi dibanding dengan petani pangan. Akses ke pihak perbankan juga lebih mudah jika sebagai petani sawit ketimbang petani yang lain.

Page 27: Palembayan Riset Indonesia Edited

27

Bagian 5

Kesimpulan

1. Kehadiran perkebunan kelapa skala besar, secara cepat telah berpengaruh dengan model pengelolaan lahan yang selama ini dikembangkan oleh petani-petani di Kecamatan Palembayan, terutama Nagari Salareh Aia. Potensi konflik horizontal, kerusakan lingkungan, kerawanan pangan dan penghilangan peran perempuan atas lahan kini sedang mengancam.

2. Kelapa sawit meskipun adalah komoditas yang baru bagi petani-petani, dan meskipun awalnya adalah dikembangkan oleh indutri, kini perlahan-lahan petani-petani pangan sedang mencoba menanam tanaman ini, dan saat ini kelapa sawit menjadi salah satu komoditas yang paling diminati petani pangan, ditengah situasi dimana dukungan dan perhatian pemerintah makin rendah terhadap model-model pengelolaan dan pertanian tradisional.

3. Pemilihan komoditas kelapa sawit oleh petani-petani pangan, tak hanya faktor dukungan pemerintah, tapi juga makin rusaknya lingkungan yang berdampak pada kualitas ketersediaan air tanah makin menurun akibat perkebunan skala besar dan indutri dikawasan-kawasan tangkapan air dan hulu sungai.

Rekomendasi 1. Seperti rekomendasi yang dihasilkan oleh petani-petani pangan di Sumatera yang

tergabung dalam JARITANGAN Sumatera, kami merekomendasikan agar pemerintah segera menghentikan ekspansi perkebunan kelapa sawit skala besar dan segera menghentikan penerbitan izin-izin bagi industri perkebunan di Indonesia, karena makin banyaknya tunggakan masalah yang ditimbulkan oleh industri perkebunan kelapa sawit, baik tunggakan masalah lingkungan, tunggakan konflik sosial hingga tunggakan masalah kerawanan pangan.

Page 28: Palembayan Riset Indonesia Edited

28

2. Pemeritah segera melakukan proteksi terhadap lahan-lahan pertanian pangan, dan segera mengatur dalam pengaturan ruang propinsi dan ruang kabupaten dan juga hingga ruang tingkat desa.

3. Pemerintah segera memperkuat kelembagaan ekonomi petani, dan menjadikan komoditas pangan lokal sebagai komoditas yang bisa menjadi sumber pendapatan ekonomi petani pangan.

4. Pemerintah kabupaten Agam juga turut mempromosikan model pengelolaan lahan di kecamatan Palembayan sebagai solusi bagi ketahanan pangan di Sumatera Barat.

5. Petani-petani pangan di Nagari Kecamatan Palembayan untuk tetap mempromosikan model pengelolaan lahan yang arif kepada pihak-pihak yang lain, karena dalam temua tim riset, bahwa model pengelolaan lahan yang arif, tak hanya mendorong keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya, tapi juga mampu mendorong keberlanjutan ekonomi dan ketahanan pangan dalam keluarga.

6. Petani-petani pangan di Sumatera yang tergabung dalam JARITANGAN Sumatera untuk membangun studi-studi mengenai model pengelolaan lahan yang arif di wilayah masing-masing, seperti studi Sonor (model pengelolaan lahan) di Sumatera Selatan, dan studi Umo (model pengelolaan lahan) di propinsi Jambi, sehingga petani-petani pangan di Sumatera dan diberbagai wilayah lainnya bisa mendapat informasi yang cukup mengenai model-model pengelolaan lahan di berbagai tempat di Indonesia.

Page 29: Palembayan Riset Indonesia Edited

29

Tim Riset Tim riset dari masyarakat:

1. Mr. Rianda/Pak Datuak ( Petani dari Nagari Marambuang Baringin dan juga sebagai anggota Kelompok Tani Lawan Baru)

2. Mr. Tarmizi ( Petani dari Nagari Koto Silungkang dan juga sebagai anggota Kelompok Tani Kharisma)

3. Mrs. Refnida (Petani dari Nagari Koto Silungkang dan juga sebagai anggota Kelompok Tani Kharisma)

4. Mr. Safriul (Petani dari Nagari Salareh Aia dan anggota Kelompok Tani Mutiara Terpendam)

5. Mr. Riza (Petani dari Nagari Sungai Puar) 6. Mr. Dami (Petani dari Nagari Koto Silungkang) 7. Mrs. Ida (Petani dari Nagari Marambung Baringin) 8. Mrs. Eri (Petani dari Nagari Koto Silungkang)

Tim riset dari NGO lokal :

1. Mr. Agus Teguh P (Wahana Liar Sumatera Barat) 2. Mrs. Rukaiyah Rafiq (Yayasan SETARA Jambi) 3. Mr. Rian Hidayat (Yayasan SETARA Jambi) 4. Mr. Wewen Effendi (Wahana Liar Sumatera Barat) 5. Mr. Ilham (Wahana Liar Sumatera

Barat). Tahun 2013, adalah tahun yng tak terlupakan, teman kami Ilham sebagai salah satu anggota tim riset meninggal dunia pada tanggal 6 Januari 2013 lalu di Bukti Tinggi Sumatera Barat. kami dari semua tim riset, JARITANGAN Sumatera, Elang Riau, Walhi Sumatera Selatan, Yayasan SETARA dan Wahana Liar mengucapkan duka yang mendalam, semoga arwah diterima disisi Allah SWT. Amiiin..

Foto sampul oleh Oeyanz