Upload
dangkhanh
View
225
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
UNDIKSHA
PANDUAN LOMBA
ESAI
PANITIA PELAKSANA GEMA LOMBA KARYA ESAI
GELORA
UNDIKSHA
PANDUAN LOMBA
AI NASIONAL
PANITIA PELAKSANA GEMA LOMBA KARYA ESAI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GA
GELORA ESAI 2011
NASIONAL
PANITIA PELAKSANA GEMA LOMBA KARYA ESAI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2011
SEKAPUR SIRIH
Kesenjangan antara teori yang diperoleh oleh peserta didik terhadap
kebutuhan masyarakat pada faktanya telah menjadi problematika yang telah
diakui bahkan oleh lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pendidikan di negeri ini. Teori yang diperoleh peserta didik
mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi
bersifat konseptual dan kurang aplikatif kontekstual dalam seluruh aspek
kehidupan bermasyarakat.
Sebuah kiasan yang dikutip dari media cetak harian masyarakat
menyebutkan bahwa sebenarnya, bukan pendidikan yang menyelamatkan hidup
dan kehidupan, melainkan keterampilan. Disadari atau tidak hal ini merupakan
kebenaran yang mutlak. Bahkan ketika dihadapkan pada kenyataan kehidupan
dalam masyarakat, misalnya seorang penulis yang lulus dari pendidikan tingkat
menengah bukan diselamatkan oleh pendidikan tingkat menengahnya, melainkan
keterampilannya merangkai setiap kata, memilih diksi, dan melakukan
pengandaian, yang hanya sebagian kecil diajarkan oleh pendidikan.
Dalam upaya membangun pendidikan yang lebih baik, seharusnya bukan
hanya isu tentang perbaikan sistem yang harus digalakkan, bagian kecil dari
masyarakat yang bertugas menjalankan sistem yang perlu dibangun karakternya.
Pemerintah sebagai penanggung jawab pelaksanaan, lembaga penyelenggara
pendidikan sebagai penanggung jawab dalam membelajarkan, dan tenaga pengajar
yang bertanggung jawab dalam memfasilitasi materi ke peserta didik yang
1
bertanggungjawab mengembangkan diri, selayaknya bersinergi membangun hidup
dan kehidupan yang lebih baik.
Pemerintah telah berupaya melalui pelbagai macam bentuk program guna
membangun karakter bangsa yang siap bersaing dan mampu berketerampilan guna
menujang kehidupan, termasuk masyarakat pendidikan. Program strategis guna
membangun kreativitas peserta didik banyak dicetuskan setelah era reformasi. Hal
ini harus didukung oleh seluruh insan pendidikan sebagai langkah awal menuju
Indonesia cerdas seperti tujuan nasional bangsa ini.
Salah satu upaya untuk pemenuhan tanggung jawab dalam
mengembangkan diri bagi peserta didik terutama dikalangan mahasiswa, adalah
dengan berkreativitas dalam membangun keterampilan sebagai salah satu karakter
baik bangsa ini. Gema Lomba Karya Esai Nasional Tahun 2011 adalah kegiatan
lomba bidang akademik yang bersifat membangun kreativitas, mengembangkan
nilai-nilai kompetitif dan sprotivitas dalam berlomba, serta membangun
keterampilan/budaya menulis. Budaya menulis tidak boleh ditinggalkan oleh
peserta didik, karena banyak hal yang dapat dikritik, dikomentari, diapresiasi,
bahkan dihujat demi kepentingan bangsa, kepentingan pendidikan, dan
kepentingan seluruh aspek bangsa ini.
Singaraja, September 2011
Panitia Pelaksana
Gema Loma Karya Esai Nasional Tahun 2011
PENJELASAN UMUM
Karakter menjadi sesuatu yang banyak dibicarakan dalam upaya
meningkatkan kualitas bangsa yang sering kali dianggap sebagai dasar adanya
masalah-masalah yang marak terjadi di negara ini. Berbagai upayapun dilakukan.
Dalam dunia pendidikan misalnya, sekolah-sekolah mulai diwajibkan
mengajarkan pendidikan karakter. Di perguruan tinggi juga terjadi hal serupa.
Selain upaya yang dilakukan secara formal, upaya lain juga sangat dibutuhkan.
Memberikan ruang bagi berkembangnya kreativitas dan gagasan menjadi salah
satu upaya yang mungkin dilakukan untuk mengembangkan dan meningkatkan
karakter. Dalam rangka mewadahi kreativitas dan gagasan yang dimiliki oleh
siswa, mahasiswa, dan guru, BEM Undiksha menyelenggarakan kegiatan lomba
esai setiap tahunnya yang kemudian dikenal segabai Gelora (Gema Lomba Karya)
Esai BEM Undiksha yang bertemakan “Kreativitas demi Bangsa yang
Berkarakter”
Meskipun telah dilaksanakan sebanyak lima kali, kegiatan lomba esai ini
selalu mengalami perubahan seiring niat kami untuk menjadikannya lebih baik
dan lebih bermanfaat. Pada awal rintisan kegiatan ini dilaksankan tingkat regional
pada tataran peserta dari Mahasiswa se Bali-Jawa Timur-NTB, Guru
SD/MI/SMP/MTs/SMA/SMK/MA se-Bali, dan Siswa SMA/SMK/MA se-Bali.
Peningkatan kualitas dan mutu kegiatan dilakukan panitia pada tahapan seleksi
naskah esai, tahapan penilaian naskah, dan kualifikasi tim penilai/dewan juri.
Gema Lomba Karya Esai Nasional tahun 2011 yang diselenggarakan oleh
BEM Undiksha sudah mengalami peningkatan yakni kategori mahasiswa sudah
2
mencapai tingkat nasional yang melibatkan dan mengundang seluruh mahasiwa
yang tercatat aktif se-Indonesia untuk berpartisipasi. Kegiatan ini berusaha untuk
mewadahi kreativitas-kreativitas unsur kependidikan yang berkualitas dan sangat
berpeluang untuk membangun bangsa ke depannya.
Peningkatan kualitas kegiatan juga terus dilakukan melalui peningkatan
kualitas penilaian naskah esai. Penilaian dalam Gelora Esai BEM Undiksha ini
dilakukan dalam dua tahap, yaitu: tahap penilaian naskah (instatik) dan tahap
penilaian presentasi (dinamis). Penilaian naskah dilakukan oleh tiga orang juri
yang berasal dari kalangan yakni esais nasional, dosen, dan media/pers. Peringkat
delapan besar dari penilaian naskah tersebut dalam setiap kategori akan diundang
untuk melakukan presentasi dihadapkan dewan juri. Pemenang Gelora Esai ini
adalah peringkat I, II, dan III dari presentasi setiap kategori tersebut.
Panduan Gelora Esai ini dibuat untuk memudahkan peserta dalam
membuat esai sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Dalam panduan ini
dipaparkan berbagai teknis perlombaan dan juga pada bagian lampiran
dicantumkan beberapa contoh esai yang dapat dijadikan contoh dalam pembuatan
esai. Sehingga, para peserta dalam hal ini yang akan menulis esai mendapat
deskripsi kegiatan yang benar dan dapat aktif membangun minat menulis.
Panduan ini juga merupakan salah satu perbaikan dari segi kualitas yang
senantiasa dilakukan oleh Panitia. Mengingat, panduan ini dipublikasikan pertama
pada tahun ini, seyogyanya banyak kekurangan yang belum terfasilitasi.
Berdasarkan hal tersebut, panitia mohonkan kritik dan saran yang membangun
guna memperbaiki panduan selanjutnya. Dengan adanya panduan ini, panitia
berharap minat menulis makin berkembang dikalangan insan pendidikan.
PERSYARATAN DAN ATURAN PENYUSUNAN ESAI
I. Tema
Gema Lomba Karya Esai Nasional tahun 2011 BEM Undiksha terdiri atas
sebuah tema untuk setiap kategori, kecuali pada kategori mahasiswa yang
terdiri atas dua tema yang dapat dipilih untuk dikembangkan, sebagai berikut:
a. Kategori mahasiswa
1. Karakter Pendidikan, Pendidikan Berkarakter.
2. Mahasiswa, Idealisme atau Pragmatisme ?
b. Kategori guru
Guru Yang Berkarakter Bangsa Menuju Profesionalisme
c. Kategori siswa
Pendidikan, Masa Depanku
II. Persyaratan Administrasi :
a. Peserta adalah mahasiswa yang tercatat aktif se-Indonesia pada katagori
mahasiswa nasional;
b. Peserta adalah Guru SD/MI/SMP/MTs/SMA/SMK/MA se-Bali pada
katagori guru regional;
c. Peserta adalah siswa yang tercatat aktif tingkat SMA/SMK/MA se-Bali
pada katagori siswa regional;
d. Peserta adalah bersifat perorangan;
e. Setiap peserta diperkenankan mengirimkan maksimal dua karya;
f. Peserta memenuhi persyaratan administratif dan mengisi formulir
pendaftaran.
3
g. Peserta membayar biaya pendaftaran melalui Bank yang yang ditunjuk
panitia dan mengirimkan bukti pembayaran via post atau via e-mail.
h. Biaya pendaftaran sebesar:
1. Kategori mahasiswa
• Rp 75.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via pos
• Rp 90.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via e-mail
2. Kategori guru
• Rp 65.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via pos
• Rp 80.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via e-mail
3. Kategori siswa
• Rp 55.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via pos
• Rp 70.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via e-mail
i. Bank yang ditunjuk panitia adalah Bank Mandiri Cabang Singaraja dengan
nomor rekening : 145-00-0760849-6 atas nama Ari Anggara.
j. Biaya tambahan sebesar bagi peserta yang mengirimkan naskah via e-mail
adalah biaya untuk mencetak naskah esai, memperbanyak naskah sesuai
dengan ketentuan, dan biaya pengarsipan naskah pada CD.
k. Menyertakan Identitas diri peserta yang dapat berupa Kartu Tanda
Penduduk, Kartu Pelajar, atau Kartu Mahasiswa.
l. Mengisi dan melengkapi lembar originalitas naskah esai guna
mempertanggungjawabkan keaslian naskah yang dibuat.
m. Formulir pendaftaran dan lembar originalitas naskah esai terlampir pada
panduan lomba penulisan esai ini.
III. Ketentuan Esai
a. Original
Esai yang dibuat harus asli, tidak meniru esai orang lain, bukan
terjemahan, atau saduran. Naskah belum pernah diterbitkan di media
apapun dan tidak sedang diikutkan dalam kegiatan serupa.
b. Inovatif
Esai yang dibuat berisi gagasan yang inovatif dalam arti mengandung
gagasan – gagasan baru yang bisa diterima oleh banyak orang atau bisa
diakui sebagai sesuatu yang bermanfat dan belum pernah ada sebelumnya
namun memiliki teori yang jelas dan realistis.
c. Sistematis
Esai disampaikan dalam bentuk yang jelas, runut, dan didukung oleh data
atau informasi yang terpercaya.
IV. Ketentuan Lomba
a. Keputusan dewan juri/tim penilai tidak dapat diganggu gugat;
b. Naskah yang dikumpulkan menjadi arsip panitia dan tidak dikembalikan;
c. Panitia memiliki hak untuk mempublikasikan naskah esai dalam media
apapun dengan tetap mencantumkan nama penulisnya;
d. Ketentuan penulisan:
1. judul diketik dengan huruf kapital;
2. di bawah judul disertakan nama penulis;
3. di bawah nama penulis disertakan instansi penulis;
4. melampirkan daftar riwayat hidup pada bagian akhir;
5. panjang naskah esai 3-5 halaman;
6. naskah esai diketik maksimal sebanyak 1500 kata;
7. esai diketik spasi ganda pada kertas A4 dengan huruf Times New
Roman 12 pt;
8. batas pengetikan (margin) : kiri 4 cm, kanan 3 cm, atas 3 cm, dan
bawah 3 cm;
e. Sistematika Penulisan
1. Urutan
a. cover
b. isi/naskah esai
c. lampiran;
2. cover dan lampiran tidak diberi nomor halaman;
3. nomor halaman dimulai dari isi naskah dengan menggunakan
angka arab (1,2,3,4,5) pada pojok kiri bawah;
4. bagi yang mengirim via pos, naskah dijilid plastik transparan putih;
5. naskah dikirim rangkap 4 dalam bentuk hard copy/print out dan
dalam bentuk soft copy ( pdf dan MS Word for Windows) dalam
CD bagi yang mengirim via post;
6. Piagam peserta akan dikirim melalui post atau secara langsung
setelah pelaksanaan kegiatan.
V. Hadiah
Delapan karya terbaik akan diundang untuk mempresentasikan naskah
esai dihadapan dewan juri pada tanggal 18 november 2011 di kampus
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Bali. Tiga karya esai terbaik
sebagai pemenang I, II, dan III dan berhak mendapatkan trophy, piagam
penghargaan, dan uang pembinaan dengan total puluhan juta rupiah.
VI. Kalender Kegiatan Gelora Esai Nasional Tahun 2011
No Tanggal Kegiatan Keterangan
1 21 s/d 25 oktober 2011 Pengumpulan naskah Via Post/e-mail
2 5 s/d 6 November 2011 Pengumuman finalis 8 besar Web/Telepon
3 18 november 2011 Presentasi Penetapan Juara
VII. Penyerahan Karya
a. Pengiriman karya esai dilakukan pada rentan waktu kalender kegiatan
dari pukul 08.00 wita sampai pukul17.00 wita disekretariat Panitia
Pelaksana.
b. Pengiriman naskah via e-mail diterima panitia pada tanggal 26 oktober
selambat-lambatnya pukul 00.00 wita.
c. Pengiriman Naskah:
• Via Pos
1. naskah dikirim rangkap 4 (empat) dengan melampirkan curriculum
vitae (daftar riwayat hidup); lembar originalitas karya, satu buah
fotokopi kartu mahasiswa/Kartu Tanda Penduduk (KTP)/kartu
pelajar;
2. Melampirkan bukti pembayaran;
3. Softcopy karya dan curriculum vitae dikirim dengan mengggunakan
compact disc (CD) dengan format file Microsoft word dan PDF;
4. semua file disimpan dalam sebuah folder/direktori dengan nama
folder mengikuti aturan sebagai berikut:
Esai-2011-NamaInstansi-NamaPenulis-Judul_3_kata_pertama
5. naskah dapat dikirim berkelompok atau perorangan;
6. naskah dikirim dalam amplop melalui pos ke sekretariat Panitia
Pelaksana Gema lomba Karya (Gelora) Esai Undiksha 2011. Alamat
: Jln Udayana (Kampus Tengah), Singaraja, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali. Kode Pos: 81116.
7. amplop ditutup rapat dan disegel dengan tandatangan salah satu
peserta (bagi yang berkelompok) dan cap instansi.
8. sudut kanan atas amplop dituliskan “Gelora Esai Nasional Tahun
2011”
• Via E-mail
1. naskah dikirim dalam bentuk softcopy ke e-mail masing-masing
kategori dengan melampirkan curriculum vitae (daftar riwayat
hidup); lembar originalitas karya, satu buah fotokopi kartu
mahasiswa/Kartu Tanda Penduduk (KTP)/kartu pelajar (dalam
bentuk scanner);
2. Melampirkan bukti pembayaran (dalam bentuk scanner)
3. softcopy karya dan curriculum vitae dibuat dengan format file
Microsoft word dan PDF.
4. semua file disimpan dalam sebuah folder/direktori dengan nama
folder mengikuti aturan sebagai berikut:
Esai-2011-NamaInstansi-NamaPenulis-Judul_3_kata_pertama
d. Peserta dimohon melakukan konfirmasi via telepon ke nomor contact
persons yang dicantumkan di bawah ini untuk memberitahukan bahwa
peserta telah mengirimkan naskah, selambat-lambatnya 24 jam setelah
pengiriman.
VIII. Layanan Informasi
Informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Sekretariat Gelora Esai Nasional Tahun 2011 BEM Undiksha di Kampus
Tengah Undiksha, Singaraja, Bali, kode pos: 81116.
Website : www.undiksha.ac.id, atau
www.bemundiksha.co.nr
Contact Persons:
Kategori mahasiswa
• Subagia : 085737611011
• e-mail : [email protected]
Kategori guru
• Arya : 081999790160
• e-mail : [email protected]
Kategori siswa
• Putri : 081915715008
• e-mail : [email protected]
Informasi
Ari Anggara : 081916311769
EVALUASI NASKAH
ESAI
I. Tim Penilai/Dewan Juri
a. Unsur Esais
Melibatkan para esai nasional sebagai tim penilai/dewan juri
dari kalangan penulis dan propesional yang telah berpengalaman
secara nasional dalam bidang penulisan esai.
b. Unsur Dosen Ahli
Melibatkan dosen ahli dari disiplin ilmu Bahasa dan Sastra
Indonesia dengan kualifikasi tertentu dan latar belakang pendidikan
berdasarkan pertimbangan panitia pelaksana.
c. Unsur Pers/Media
Melibatkan staf dari media baik media cetak maupun media
visual dari unsur penulis dan atau wartawan yang berkompeten di
bidangnya. Klualifikasi dewan juri dari unsur ini dipertimbangkan
berdasarkan pengalaman dan tulisan-tulisan yang telah dipublikasikan.
II. Evaluasi Instatik
Tahapan evaluasi ini, adalah tahapan penilaian naskah secara
otentik tertulis oleh tim penilai. Setiap katagori akan dinilai oleh tim juri
yang berjumlah tiga orang dari unsur esais, unsur dosen, dan unsur
media/pers.
Hasil dari penilaian masing-masing dewan juri akan didiskusikan
pada forum terbatas penentuan finalis. Finalis yang lolos ke babak delapan
4
besar akan di undang untuk mempresentasikan naskahnya pada babak
final.
Setiap tim penilai/dewan juri dipimpin oleh satu orang koordinator
dewan juri. Koordinator tim penilai/dewan juri memiliki kewenangan
lebih tinggi, namun dibawah kesepakatan forum dewan penilai.
III. Evaluasi Dinamik
Evaluasi dinamik merupakan tahap lanjutan terhadap peserta yang
lolos ke babak final/delapan besar. Naskah yang telah diajukan setelah
dinilai oleh tim penilai akan dipresentasikan oleh peserta lomba untuk diuji
originalitasnya.
Presentasi dilaksanakan secara tertutup dihadapan tim
penilai/dewan juri dimasing-masing kategori. Presentasi dilaksanakan
sesuai jadwal dan pada tempat yang telah ditentukan oleh panitia
pelaksana di Kampus Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja-Bali.
Penetapan peringkat tiga besar atau tiga karya terbaik dari peserta
dilakukan oleh tim penilai/dewan juri melalui forum terbatas penentuan
juara, yang akan dilaksanakan pada hari pelaksanaan presentasi. Forum
terbatas dilaksanakan setelah seluruh finalis pada masing-masing katagori
presentasi dan dinilai oleh ketiga tim penilai/dewan juri.
Tim penilai/dewan juri dalam satu kategori tidak memiliki
kewenangan atas kategori lainya, demikian berlaku sebaliknya. Tim
penilai/dewan juri bertanggungjawab penuh atas hasil akhir dari penilai
naskah dan penetapan karya terbaik/juara.
LEMBAR PENILAIAN
NASKAH ESAI
Judul :
Penulis :
Kategori :
KRITERIA PENILAIAN
No. Kriteria Bobot Skor Nilai
(Bobot x Skor)
1 Ketajaman opini/pendapat/pandangan
pribadi 25
2 Kekuatan narasi dan argumentasi 25
3 Pilihan bahasa penyajian (diksi) 20
4 Aktualisasi persoalan / isi dan
gagasan karangan 15
5 Originalitas persoalan / isi dan
gagasan karangan 15
TOTAL 100
Skor yang diberikan : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
Singaraja, …. November 2011
Penilai
…………………………………….
NIP
LEMBAR PENILAIAN
PRESENTASI
Judul :
Penulis :
Kategori :
KRITERIA PENILAIAN
No. Kriteria Bobot Skor Nilai
(Bobot x Skor)
1 Penampilan 20
2 Kekuatan Argumentasi 20
3 Pilihan Bahasa Penyampaian 15
4 Penggunaan Media 15
5 Efektivitas Penyajian 15
6 Ketepatan Waktu 15
TOTAL 100
Skor yang diberikan : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
Singaraja, 18 november 2011
Penilai,
……………………………………..
NIP
BAGIAN PENUTUP
Panduan lomba penulisan esai ini dirancang untuk memfasilitasi peserta
lomba esai dalam upaya mempermudah dan membangun pemahaman tentang
esai. Panduan ini disusun oleh tim dari Badan Eksekutif Mahasiswa bekerja sama
dengan dosen pengampu sebagai pembimbing, Pembantu Rektor Bidang
Kemahasiswaan sebagai Pengarah, dan Rektor Universitas Pendidikan Ganesha
sebagai Penanggung jawab.
Dalam menyusun panduan lomba ini Badan Eksekutif Mahasiswa juga
bekerja sama dengan Esais Nasional dan staf dosen ahli bidang Bahasa dan Sastra
Indonesia melalui diskusi dan forum dan bimbingan bertahap dalam kurun waktu
beberapa bulan sebelum pelaksanaan lomba.
Terima kasih atas segala bantuan dalam bentuk apapun kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat diakses secara tidak
terbatas oleh semua khalayak. Semoga, apa yang dibangun atas dasar kebaikan
demi kemajuan peradaban bangsa mendapat apresiasi dari semua pihak.
5
Lampiran 1
FORM PENDAFTARAN
GELORA ESAI UNDIKSA
Judul Esai :
Identitas Peserta
Nama :
Kategori : Mahasiswa / Siswa / Guru
TTL :
NIM/NIP/NIS :
Alamat :
Telepon/HP :
e-mail :
Instansi :
Alamat Instansi :
Telepon instansi :
e-mail :
………………… ….. Oktober 2011
Peserta,
…………………………………….
NIM/NIP/NIS
NB:
- Guru yang belum PNS keterangan NIP dikosongkan.
- Telepon/HP yang dicantumkan mohon dipastikan bisa dihubungi untuk
mempermudah konfirmasi.
Lampiran 1I
LEMBAR PERNYATAAN
ORIGINALITAS KARYA
Judul Esai :
Nama Penulis :
saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa memang benar karya
dengan judul yang tersebut di atas merupakan karya original (hasil karya sendiri)
dan belum pernah dipublikasikan dan atau dilombakan di luar kegiatan ”Gema
Lomba Karya Esai Nasional Tahun 2011“ yang diselenggarakan oleh Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha. Demikian pernyataan ini
saya buat dengan sebenarnya dan apabila terbukti terdapat pelanggaran di
dalamnya, maka saya bersedia untuk didiskualifikasi dari perlombaan ini sebagai
bentuk tanggung jawab saya.
NB:
Peserta yang mengirim naskah via e-mail diwajibkan mengirim serta formulir pendaftaran dan lembar legalitas dalam bentuk softcopy keterangan tanda tangan dituliskan nama terang dan tanda tangan dalam bentuk scanner serta melampirkan identitas diri dan bukti pembayaran dalam bentuk scanner.
……………., … Oktober 2011
Yang membuat pernyataan,
………………………………
NIP/NIM/NIS
Lampiran Contoh Esai 1.
Sekitar Peranan Mulut
Lidah lebih tajam dari pedang. Karena itu jangan omong sembarangan,
bikin luka dan sengsara. Mendingan diam, karena diam itu emas. Sebab, hanya
tong kosong yang nyaring bunyinya. Lagi pula diam itu bukam berarti dungu.
Tengoklah perawan yang lagi dipinang, diam saja tertunduk-tunduk, memilin-
milin ujung rambutnya, itu artinya dia betul-betul mau.
Ada masa, tidak semua mulut itu dianggap jelek. Lihat-lihat mulutnya
dulu, tidak bisa pukul rata. Mulut siapa yang jelek? “Perempuan? Bah. Kalau
sebelah kakiku sudah dilubang kubur, barangkali baru bisa kupercaya omongan
mereka itu, yang gak punya bakat seni atau politik”, kata Nietzsche. Untungnya,
di negeri kita ini ada bait nyanyian : “Terang bulan terang di kali, buaya timbul
disangka mati. Jangan percaya mulut lelaki, berani sumpah takut mati”. Dengan
begitu jadi tidak jelas lagi, siapa sebenernya yang lebih lancung.
Tapi, ada masa semua orang tak kecuali, lelaki atau perempuan, boleh
bicara sepuas hati sampai mulut berbusa. Yang satu lebih keras dari yang lain,
seperti lelang ikan. Namanya masa liberal. Hanya orang-orang bisu dan tuli yang
mampu terbebas dari keriuhan ini. Kalau sekadar mulut berbusa saja, masa
bodohlah. Tapi kalau sebentar-sebentar kabinet terpelanting dari kursinya, tak
ubahnya seperti pering-mangkuk, nanti dulu. Orang toh tidak bisa jadi menteri
cuma sebentar.
Maka ada Kabinet kerja di bawah PM Djuanda itu, teriring semboyan :
“Sedikit kerja, banyak bicara”. Semua orang bermodal mulut semata-mata
menyempit lapangannya. Busa mulut turun, dan keringat naik derajat. Kegaduhan
sedikit demi sedikit berkurang, orang makin lama bicara makin pelan, sehingga
mau tidak mau coraknya berganti jadi kasak-kusuk. Padahal, ditilik dari sudut
kebajikan, omong besar dan kasak-kusuk sama-sama bukan tabiat yang layak
dipuji, seperti halnya orang kegemukan atau kerusuhan.
Melihat gelagat ini, semboyan ditinjau kembali. Bukannya “Sedikit bicara
banyak kerja”, melainkan “Banyak bicara banyak kerja”. Akur, kata K.H. Idham
Chalid waktu itu. Mengapa ? Sebab, bicara saja tanpa kerja itu namanya beo.
Bekerja saja tanpa bicara itu namanya maling. Perumpamaan ini membuat para
pendengar tertawa terpingkal-pingkal, baik yang merasa dirinya memang beo,
atau yang merasa dirinya memang maling.
Di zaman pembangunan seperti sekarang ini, sudah barang tentu yang
pertama-tama harus dilakukan orang adalah kerja. Kalau semata-mata kerja saja,
tanpa bicara sepatah pun, apa ini artinya seperti maling? Oh tidak, tidak maling.
Walau sekarang bicara bukan pekerjaan terhormat, bukan berarti orang tidak
diperkenankan bicara. Cuma namanya yang ganti, bukan bicara, melainkan
berdialog, berkomuniksi, berseminar, bersimposium, berlokakarya, berdiskusi,
dan sarasehan. Kesemua ini memang via mulut juga, tapi lain sedikitlah. Bahkan
Parlemen, yang menurut riwayat justru tempat bicara, mereka Montesquieu yang
meraung-raung di mimbar bagaikan keledai, melainkan memilih kecermatan di
atas segala-galanya.
Kalau toh perlu bicara, harap dengan data, seperti nona Spanyol dengan
kipas atau sinyo Perancis dengan bunga. Orang zaman sekarang suka angka-
angka, makin banyak makin bagus. Pimpinan yang baik adalah pimpinan yang
hafal angka-angka di luar kepala, angka apa saja dan kapan saja. Misalnya, orang
harus bicara seperti ini : Di tahun 2000, pendapatan per kapita per tahun orang
Indonesia yang sekarang Rp 37.350,00 bisa naik jadi Rp 172.750,00. Di tahun
2010, penduduk dunia yang sekarang 3000 juta jadi 6000 juta. Di tahun 2070
naik jadi 15.000 juta. Cucu dari orang yang hidup di tahun itu bisa menyaksikan
orang di dunia 60.000 juta. Dan di tahun 2625, tiap manusia Cuma kebagian
tempat berdiri sekaki persegi, tak ubahnya seperti kita naik bus kota sekarang. Itu
kata Robert S. McNamara. Itu kalau migrasi tidak digalakkan, atau KB macet,
atau angka kematian tidak dipertinggi, misalnya lewat perang agar mereka saling
tikam sesamanya, atau beri fasilitas orang yang bermaksud bunuh diri, bagaikan
fasilitas Dinas pariwisata buat kaum turis.
M. Mahbub Djunaidi
Diambil dari Kolom Demi Kolom. Inti Idayu
Press. Jakarta, 2011, hal. 55-56
Lampiran Contoh Esai 2.
Seni Menunjang Belajar
BEBERAPA waktu yang lampau di Amerika Serikat dalam usaha untuk
menghemat anggaran belanja pendidikan, berbagai kegiatan di sekolah dikurangi
atau dihapus sama sekali, antara lain yang menjadi korban pertama tentulah
kegiatan seni. Akan tetapi kini, setelah melalui berbagai penelitian yang
mendalam, di Amerika para ahli pendidikan menemukan bahwa membuang acara
seni dari kurikulum sekolah malahan merugikan sekali. Pendidikan seni ternyata
tidak hanya memperkaya diri anak didik, akan tetapi tak kalah pentingnya ikut
pula mendorong kemajuan belajar secara berarti dalam mata pelajaran
matematika, pembacaan, ilmu dan mata pelajaran yang lain.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa tanpa
pendidikan seni, malahan akan dapat menghambat perkembangan otak anak didik
untuk belajar. Hal ini dialami di Mead School di Connecticut (dilaporkan
Saturday Review Magazine, 1997) Amerika Serikat.
Para ahli menunjukan adanya belahan kiri dan kanan benak manusia.
Belahan benak sebelah kiri dianggap aktif dalam belajar matematik dan analitik,
sedangkan belahan otak kanan aktif dalam daya visual dan ruang. Juga dianggap
terdapat kerja atau pengaruh timbal-balik antara kedua belahan benak ini. Jika
hanya yang sebelah kiri saja yang diaktifkan sedangkan yang sebelah kanan
diabaikan, maka yang kanan tidak akan menunjang kegiatan yang kiri. Sedangkan
jika yang kanan diaktifkan lewat pendidikan seni, maka belahan kanan akan
berkembang, dan menunjang pula perkembangan belahan benak sebelah kiri.
Demikian kurang lebih perumusan yang dilakukan setelah penelitian dan
percobaan yang memakan waktu bertahun-tahun.
Sebenarnya kesimpulan di atas cukup masuk akal. Pendidikan seni
merangsang daya kreatif, dan membuka pikiran anak didik pada perspektif, daya
cipta, daya pikir, inovasi, ketangkasan, kepekaan, dan sebagainya, yang semuanya
amat berguna dalam proses belajar ilmu matematik, analitik, dan lain-lain.
Manusia Indonesia terkenal dengan bakat-bakat seninya. Malahan bakat
seni sangat menonjol dalam dirinya sejak masa lampau yang jauh. Berbagai
pengalaman yang menimpa dirinya, membuat bakat seni ini pada amat banyak
manusia Indonesia menjadi terpendam, tidak dikembangkan, atau tertekan oleh
berbagai keadaan lingkungan.
Alangkah baiknya dalam memikirkan perbaikan sistem pendidikan kita,
perihal ini mendapat perhatian yang cukup besar oleh para ahli dunia pendidikan
kita. Manusia Indonesia jelas memiliki potensi bakat seni yang besar. Tidakkah
seharusnya potensi ini dikembangkan sejak kecil pada setiap anak didik Indonesia,
dan dengan demikian menunjang perkembangan daya belajar belahan kiri
benaknya agar dapat menguasai berbagai ilmu?
Dan, dengan melalui proses belajar serupa ini kita juga membekali anak-
anak kita dengan apresiasi seni yang dapat membantunya menjadi manusia yang
utuh.
Ada yang mengatakan, bahwa seni adalah penciptaan berbagai kenyataan
hidup dalam berbagai ragam pengungkapan, kreatif, sedangkan ilmu berupaya
untuk menerangkan apa dan bagaimana kenyataan-kenyataan itu terjadi. Jadi seni
dan ilmu adalah dua sisi mata uang yang sama.
Mempergunakan seni untuk menunjang proses mempelajari ilmu adalah
satu tempat yang terhormat bagi seni, dan memberikan sebuah dimensi baru bagi
kedudukan seni dalam perkembangan manusia. Tiadalah lagi sembarang orang
dapat menuduh seniman keranjingan seni demi untuk seni, karena di samping
semua nilai yang secara tradisional dilekatkan pada seni yang titik beratnya
diletakkan pada unsur keindahan, kini seni jelas memiliki fungsi kemasyarakatan
yang luar bisaa pentingnya.
Kita harus menempatkan seni dan ilmu berdampingan. Demikianlah
seharusnya tempat mereka.
Mochtar Lubis
diambil dari Budaya, Masyarakat dan
Manusia Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta, 1993, hal. 85-87
Lampiran Contoh Esai 3.
Seribu Slogan dan Sebuah Puisi
Slogan telah bersaing dengan puisi. Persaingan ini barangkali merupakan
salah satu ciri kesusastraan abad ke-20, sebuah “abad politik”.
Mengapakah justru demikian? Politik adalah penyusunan kekuasaan dan
penggunaan kekuasaan, dan karenanya fungsi slogan menjadi amat pentingnya
dalam bidang kehidupan ini. Ia penting untuk mengarahkan massa yang secara
fisik merupakan faktor utama dalam melaksanakan tujuan-tujuan politik. Dengan
demikian slogan adalah penghubung dan pembentuk solidaritas antara massa
rakyat dan pemimpin-pemimpin politik, solidaritas yang lazimnya diperlukan
sekali apabila sebuah sebuah rencana sedang atau akan dijalankan oleh pimpinan
politik, baik rencana itu untuk atau tidak untuk rakyat di bawahnya. Terbentuknya
solidaritas itu oleh pemimpin mana pun merupakan syarat mutlak bagi tujuan-
tujuannya. Sebab kabarnya ada sebuah kata pepatah : “Berdiam dirinya rakyat
adalah sebuah pelajaran buat sang raja.” Sesungguhnya tujuan penggunaan slogan,
atau arah yang hendak dicapainya, ialah suatu solidaritas yang murni, meskipun
dapat juga yang timbul hanyalah suatu solidaritas yang palsu.
Kita bisa saja mengejek, dengan kepongahan, setiap macam slogan. Tapi
kita toh tidak bisa menampik kenyataan bahwa beberapa kebutuhan bersama
memerlukan suatu kohesi di antara sesama anggota suatu masyarakat, dan bahwa
kohesi itu kadang-kadang hanya bersifat fisik, sekadar suatu penghipunan, untuk
tindakan-tindakan praktis. Slogan merupakan teknik, salah satu cara yang ringkas
dan singkat untuk mencapai itu. Memang, merupakan satu hal yang lebih mulia
bila yang terjadi bukan cuma itu, melainkan suatu pertemuan antara pribadi yang
satu dan pribadi yang lain, suatu solidaritas murni. Akan tetapi slogan tidak boleh
mengharapkan terlampau banyak. Ia berbeda dengan puisi.
Persyaratan puisi yang paling paling esensial ialah kenyataan. Tak ada
puisi tanpa realitas. Tak ada kesusastraan, dan bentuk seni apapun, apabila ia tidak
bertolak dari sana, karena kita tidak bisa berseru, seperti Tuhan, “Kunfayakun!”
Namun sudah tentu realitas dalam seni bukanlah replica kasar dari sejumlah bahan
bakar. Seni pun merupakan suatu proses dan hasil dialektik, di mana harus ada
seseorang yang merdeka, suatu kepribadian. Dan jika dengan realitas puisi
membentuk suatu hubungan yang kreatif, dengan orang lain ia menyediakan suatu
dialog.
Slogan juga sebenarnya menyediakan kemungkinan semacam itu. Tentu
saja kita bisa saja mengenal slogan-slogan yang lahir dari sikap semena-mena,
slogan-slogan yang memaksakan diri untuk dipercaya, slogan-slogan bohong.
Tapi yang seperti itu pada akhirnya akan berakhir pada suatu nonsense, pada suatu
kematian fungsi. Dia pada gilirannya tidak akan bisa membentuk suatu solidaritas.
Maka yang kita perlukan ialah slogan yang berdasarkan kenyataan atau
realitas yang hidup, agar ia bisa – dalam kata-kata Feng Chih – “ menjadi sajak
perkasa”. Dalam keadaan itulah slogan makin mendekati kemampuan untuk
menciptakan sebuah kebersamaan seperti yang dibuahkan oleh puisi. Pada
akhirnya kita tidak cukup hanya mengharapkan suatu kelompok manusia yang
dihimpun sebagai semata-mata kekuatan fisik dengan sifat sementara. Kita juga
membutuhkan puisi, yang menghendaki pertemuan dari hati ke hati.
Seribu slogan dan satu puisi : manakah yang lebih perlu? Kedua-duanya.
Tapi apabila kita sadari bahwa yang jadi tujuan bukanlah sekadar kebersamaan
yang hanya dipergunakan untuk kekuasaan, puisi akan lebih berarti. Karena puisi
memungkinkan percakapan yang bebas, ia memustahilkan kekompakan yang
munafik. Seorang tiran atau seorang Hitler setiap hari bisa saja membuat seribu
slogan, tapi ia tidak akan sanggup membuat sajak yang sejati.
Goenawam Mohamad
diambil dari Marxisme, Seni dan
Pembebasan. Tempo dan PT Grafiti. Jakarta,
2011. Hal.51-53
Lampiran Contoh Esai 4.
Malu Aku
Malu Aku Jadi Orang Indonesia adalah judul buku kumpulan puisi penyair
senior kita Taufiq Ismail. Diceritakan, kemana pun sang tokoh yang asli Indonesia
ini pergi, selalu mencoba menyembunyikannya wajahnya di balik topi dan
kacamata hitamnya lantaran malu. Dia punya segudang alasan untuk malu
dikenali sebagai orang Indonesia.
Rasa malu, selain kemampuan berbicara, merupakan faktor pembeda yang
mendasar antara manusia dan binatang. Cuma manusia yang punya rasa malu.
Walau manusia membuat ungkapan “malu-malu kucing” sebetulnya kucing
adalah binatang yang paling tidak punya malu. Tanpa malu-malu dia akan
mencuri makanan dari meja makan kita walau kucing itu binatang piaraan kita
sendiri. Entah kalau ada pelatih binatang yang bisa melatihnya agar dia malu
untuk mencuri.
Orang bilang man is the only animal that blushes. Betul juga. Cuma
manusia yang mampu merah muka lantaran malu. Anjing yang merebut makanan
dengan wajah yang tak berubah akan berlalu, demikian pula seekor kucing.
Pernah pergi ke kebun binatang dan sampai di wilayah kera dipelihara? Pernah
lihat adegan seks terbuka di antara mereka? Kalau belum pernah ke kebun
binatang, apa pernah memergoki dua ekor anjing dengan tanpa malu-malu
melakukannya di depan orang yang lalu lalang? Atau seekor ayam jantan dengan
sombongnya melompat ke punggung ayam betina dan kemudian
“memperkosanya”, lalu setelah melakukan hajatan itu, dia berkokok bangga,
seolah memberi tahu dunia : akulah jantan sejati!
Tapi, pernahkah kita mendengar gossip tentang seorang selebriti yang
jagoan menikah bahwa dia melakukan adegan ranjang secara terbuka, dengan
serta merta di tengah pesta yang gemerlap lantas menyabet perempuan yang
dipilihnya lalu melakukan senggama di depan hadirin? Pernahkah kita dengar
seorang jagoan kawin yang jumlah istrinya sampai puluhan orang lantas
melakukan adegan intim itu di alam terbuka? Jawabannya tidak. Lantas mengapa?
Kita bisa menderetkan sejumlah alasan, yang ujung-ujungnya akan berakhir
dengan satu kata : malu. Lho kok?
Tapi rasa malu pada manusia bisa dilatih agar tidak muncul ke permukaan.
Contohnya gampang. Ketika saya pertama kali datang ke kota Singaraja dari kota
Malang pada tahun 1969 untuk bertugas sebagai dosen, saya merasa kikuk kalau
harus makan di gerobak ketupat tahu atau sate kambing, malu kalau duduk di
gerobak penjual es. Pilihan saya selalu makan di warung atau di restoran, dan
tentunya memerlukan biaya yang lebih besar. Saya perhatikan, para mahasiswi
dengan leluasa makan dan minum di gerobak penjual makan dan minum itu di tepi
jalan. Situasi ini berbeda dengan situasi “makan malam” di antara mahasiswi di
Malang. Di situ tak seorang pun mahasiswi yang berani makan atau minum kopi
di warung kecil pinggir jalan karena malu jangan-jangan orang mengira mereka
perempuan murahan. Itu dulu, entah sekarang.
Seorang pemuda dari keluarga baik-baik pasti malu kalau pergi ketempat
perjudian, namun lantaran hal itu dilakukannya berkali-kali maka rasa malunya
hilang, dan kegiatan yang di haramkan oleh keluarganya itu menjadi sah-sah saja.
Demikian kalau dia melintas di daerah permukiman WTS. Hanya melintas saja
pasti malu, karena sebentar-sebentar dia akan mendapat sapaan : “Mampir, Mas”.
Tetapi, bagaimana kalau hal itu dia lakukan berkali-kali (kecuali kalau tempat
tinggalnya memang harus melintasi wilayah itu sebagaimana teman saya yang
sekarang sudah menjadi doctor bidang sejarah yang memang tinggal bersebelahan
dengan wilayah itu. Alhamdullillah beliau tetap santun dan menjaga susilanya).
Dapat dipastikan, pemuda ini akan tergoda, dan lama-kelamaan akan benar-benar
singgah, dan begitulah!
Soal korupsi? Wah, orang Jawa bilang witing tresno jalaran saka kulina.
Cinta datangnya lewat kebisaaan . Lha, cinta pada yang buruk-buruk demikian
juga prosesnya. Kebisaaan. Jadi, kalau sudah membisaakan diri korupsi, maka
sekali lagi ditanggung (tanpa harus bertaruh, sebab bertaruh termasuk perjudian)
dia akan terbisaa melakukannya. Istilah korupsi lenyap begitu saja, sebab
perbuatan itu menjadi sah di matanya. Lha wong semua orang juga korupsi kok.
Kalau enggak korupsi kan tidak kebagian. Orang tua mengingatkan soal jaman
edan , dan menggaris bawahi bahwa yang selamat adalah mereka yang eling lan
waspado. Yang ingat dan waspada. Apa peringatan ini masih punya kekuatan?
Sebab lebih nikmat tidak ingat dan tidak waspada?
Kalau rakyat Indonesia terpuruk seperti ini, kenapa harus Taufiq Ismail
yang malu? Siapa yang seharusnya malu? Tentunya para pejabat Indonesia.
Gampangnya, bagaimana mereka merancang sistem penggajian pegawainya?
Setiap mendekati hari raya, seorang menteri akan memberi instruksi agar
perusahaan swasta memberikan hadiah hari raya pada karyawannya. Apakah dia
pernah memberikan instruksi pada dirinya sendiri agar pegawai negeri diberi
tunjangan hari raya? Tidak pernah. Kecuali para pejabat struktural yang punya
tunjangan struktural yang punya tunjangan struktural yang lumayan, pegawai
negeri sipil, TNI dan anggota Polri lumayan payahnya menjalani hidup sehari-
hari. Seorang professor dengan golongan gaji IV/E, yakni golongan tertinggi,
dengan tunjangan fungsional guru besarnya sebesar Rp.900.000,- akan menerima
sekitar Rp.2.700.000,- sebulan! Untuk mencapai penghasilan “sebesar” ini, dia
harus bekerja diatas 30 tahun! Jadi, kalau orang bisaa sampai menderita busung
lapar ya tidak aneh lagi.
Siapa harus malu? Guru besar? Tentu bukan, tetapi menteri atau siapa
yang menetapkan gajinya yang sangat tidak riil. Soal anggota DPR yang minta
tambahan kenaikan tunjangan, ya dimohonlah malu kepada para pegawai
golongan IV/E yang harus bergelar doktor lagi, yang Cuma bisa gigit jari
membaca besarnya penghasilan anda yang terhormat. Mudah-mudahan anda tidak
mengatakan : siapa suruh jadi professor. Malu , malu, malu dong. Malu aku jadi
pejabat Indonesia. Gitu loh…
Sunaryono Basuki Ks
diambil dari Sastra Kita Numpang
‘Nampang’. Pinus. Yogyakarta, 2005, hal
153-155
Lampiran Contoh Esai 5.
Kurikulum Berbasis Alam
Diskusi ke sana kemari ini menceritakan tentang bawang merah yang
ditanam orang tua mereka yang rusak karena serangan hama ulat. Seorang anak
berusaha menganalisis kejadian “aneh” karena ribuan ulat penyerang tidak lagi
dapat dibasmi dengan segala macam pestisida.
Dalam diskusi, anak-anak SD itu pun menceritakan bagaimana upaya
orang tua mereka yang sudah mencoba segala macam cara : racun potas yang
bisaa untuk menangkap ikan, racun semprot nyamuk yang sering diiklankan di
televise, dan kapur barus pengusir serangga di pakaian. Hasilnya nihil.
Akhirnya, orangtua mereka yang kehabisan akal terpaksa harus menyewa
enam orang perhari untuk membasmi hama secara manual : memencet ulat sampai
mati. Maka, pada situasi saat ini, yang paling manjur adalah obat “cap jempol”
karena ulat dipencet dengan jempol dan jari telunjuk.
Seandainya diskusi anak-anak itu masuk dalam forum ilmiah sekolah
dasar dalam kajian ilmu pengetahuan alam, itu tentu akan sangat menarik. Mereka
akan memunculkan ide-ide lucu, segar, dan terutama mampu memupuk kelihaian
analisis. Kita pun tidak perlu lagi gembar-gembor menuntut pemerintah
memasukkan mata pelajaran lingkungan hidup ke kurikulum nasional.
Kenyataan saat ini, pemerintah masih abai dengan penyelamatan
lingkungan. Sementara para peserta didik sudah kepayahan dan kehabisan waktu
untuk menemukan jati diri pribadinya. Oleh karena itu, jangan sampai ada
tambahan muatan belajar lagi.
Sekolah tidak lagi berarti “waktu luang” (Yunani : schole), tetapi justru
menjadi penjara dengan seabrek muatan kurikulum. Sebenarnya, “waktu luang”
lebih jauh dimaknai sebagai waktu leluasa untuk melihat diri dan
mengembangkan secara penuh nurani yang membebaskan dengan penuh
kegembiraan. Namun, kurikulum pendidikan yang masih spasial seperti saat ini
justru menghapus itu semua.
Sekolah alam
Kita bisa belajar dari teman kecil yang berdiskusi tentang hama ulat tadi.
Mengapa para pendidik tidak memanfaatkan lingkungan sekitar untuk membentuk
karakter cinta lingkungan? Mengapa para pendidik masih sekadar mentransfer
ilmu dan hafalan slogan cinta lingkungan tanpa membebaskan siswa berekspresi
di lumpur sawah? Mengapa kita tidak seperti kisah inspiratif Panji Koming
(kompas,11/9/2011), “Sekolah pada Alam Saja”?
Alam menyediakan kurikulum yang luas dan luar bisaa. Untuk
pembentukan intelektual, kepedulian, dan rekonstruksi kebenaran hati nurani,
semua tersedia. Para pendidik bisa lebih jeli dan inovatif memfasilitasi peserta
didik. Diagram pendidikan yang mengagungkan kesuksesan adalah kekayaan
finansial harus diubah menjadi kesuksesan sebagai kemampuan menghargai
lingkungan. Dengan menghargai lingkungan, seorang pribadi bisa menghargai
semua mahluk.
Sejak taman kanak-kanak, pembelajaran tentang lingkungan harus
ditanamkan. Pelajaran menyanyi dapat mengambil tema kebun, hutan, gunung
ataupun lautan. Pelajaran seni rupa dapat mengenalkan gambar lingkungaku, baik
lingkungan sekolah maupun rumah. Pelajaran matematika bisa diarahkan
kelingkungan, misalnya pelajaran menghitung dilakukan dengan menghitung
jumlah pohon atau serangga serangga di kebun sekolah.
Pelajaran agama dapat diinternalisasikan dengan menyelamatkan
lingkungan melalui sisi Tuhan yang mencipta dan memelihara alam. Maka,
manusia sebagai gambaran Tuhan harus memelihara lingkungan. Pelajaran fisika
dapat dilakukan dengan mengamati debit air di sungai disekitar sekolah atau
mengamati perbedaan intensitas cahaya di kebun yang tertutup tajuk pohon
dengan di lapangan yang terbuaka. Bisnis pakaian dan elektronik bisa diganti
tanaman dalam pelajaran ekonomi.
“Ini Budi” atau “This is a pen” dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris bisa diganti dengan “Ini kebun” atau “This is a river”.
Olahraga bisa diberi muatan tentang tanaman yang menyehatkan. Arah
pembelajaran adalah kesehatan diri juga diperoleh dari lingkungan yang sehat.
Lari pemanasan jangan lagi mengelilingi lapangan tetapi kejalan-jalan kampung
agar terjadi interaksi dengan lingkungan alam dengan sosial.
Pelajaran IPS bisa dimulai dengan mengamati dengan mengamati
kehidupan sosial semut di kebun sebagai gambaran cita-cita kehidupan
masyarakat. Pelajaran sejarah pun bisa disimulasikan di kebun sekolah dengan
mengandaikan seorang siswa menjadi raja dan menugasinya membangun kerajaan
dengan topografi alam yang sehat serta nyaman.
Pelajaran biologi itu sangat relevan dengan lingkungan. Peserta didik bisa
dibisaakan memilah sampah, merawat tanaman, berkebun, dan mengamati
ekosistem. Kebun disekitar sekolah menyediakan materi kurikulum yang lengkap.
Dengan memanfaatkannya.
R Arifin Nugroho
diambil dari Kompas terbitan Jumat, 16
September 2011. Hal.6