Upload
marlin-gabriella-rusli
View
214
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Panti wreda visit
Citation preview
Kelompok:Marlin 2010-070-030Regina2010-070-103Frans 2010-070-114
Norman 2010-070-220
Cultural Values and Caregiving : The Updated Sociocultural Stress and Coping Model
Jurnal ini membahas tentang stress yang dialami orang-orang dalam mengurus manula
(caregiving) serta coping stress yang dilakukan.
1. Cultural Values
Pembahasan literatur pada etnisitas dan caregiving menekankan bahwa dampak
nilai-nilai kebudayaan memiliki dampak yang besar terhadap pengalaman caregiving. Studi
yang dilakukan oleh Markides, Liang dan Jackson ( 1990 ) menunjukkan bahwa etnis
minoritas di Amerika, misalnya Afrika Amerika, mengalami stress dua kali lebih besar dalam
caregiving dibanding orang Amerika kulit putih. Mereka berargumen bahwa hal ini
disebabkan oleh socioeconomic status etnis minoritas tersebut. Sedangkan menurut studi
yang dilakukan oleh Aranda and Knight ( 1997 ), warga kulit hitam di Amerika memiliki
beban yang lebih ringan dalam mengurus manula dibanding warga kulit putih.
2. Familism and Individualism
Dimensi familism dan individualism masih bersangkutan dengan nilai-nilai budaya
dalam mengurus manula. Menurut budaya barat yang menganut paham individualism,
caregiving manula adalah beban berat bagi mereka karena mereka beranggapan bahwa
mengurus manula akan menyita waktu mereka. Aranda dan Knight selanjutnya berasumsi
bahwa dengan pandangan familism akan mengurangi perseps bahwa caregiving adalah
beban.
3. Apa itu Familism ?
Familism adalah nilai budaya yang menekankan pada kekuatan solidaritas dan
kedekatan pada anggota keluarga. Knight dan kolega nya meneliti apakah dengan familism
para caregiver tidak lagi menganggap caregiving sebagai beban. Studi ini melibatkan 6 grup
etnis. Level familism tertinggi didapat dari etnis Korea, Korea Amerika, dan Hispanic
Amerika. Etnis Jepang Amerika memiliki tingkat familism yang rendah. Kita telah membuat
hipotesis bahwa dengan familism seharusnya pekerjaan caregiving tidak lagi menjadi beban.
Namun sayangnya, studi yang dilakukan tidak membuktikan bahwa familism tidak memiliki
efek positif yang signifikan terhadap persepsi caregiving. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sepertinya familism adalah konstruk multidimensional yang sangat kompleks untuk etnis-
etnis yang berbeda ( Spanish, African American dan warga kulit putih ).
4. Jika bukan familism, mungkin nilai kebudayaan yang lain dapat berpengaruh ?
Nilai-nilai kebudayaan dari Asia timur juga sudah diselidiki untuk dilihat apakah
memiliki efek untuk mengurangi persepsi bahwa caregiving adalah beban. Tradisi Asia timur
sangat menekankan pada rasa hormat dan peduli pada yang lebih tua ( B.S.K Kim, Atkinson
and Yang, 1999; Knight et al., 2002 ). Namun sayangnya, studi yang dilakukan menunjukkan
bahwa nilai-nilai Confucian tersebut juga tidak memiliki dampak positif yang signifikan.
5. Social Supports and Coping Styles
Zarit, Orr, dan Zarit ( 1985 ) mengatakah bahwa stress yang disebabkan karena
mengurus manula dapat diatasi dengan dukungan dari sosial atau social support, misalnya
anggota keluarga lain mengunjungi dan bahkan membantu untuk mengurus manula.
Wawancara kelompok:
Kelompok kami melakukan wawancara di Panti Wreda Karitas yang berada di Cimahi.
Panti ini dikelola oleh biarawati dari ordo Dominikan (OP). Dalam panti tersebut, terdapat
28 wanita dan 11 pria. Tempat tinggal mereka terpisah pada dua bangunan. Fasilitas dalam
panti tersebut cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan para manula tersebut. Kami
juga diajak berkeliling di panti wreda tersebut. Kami melihat banyak oma dari yang masih
bisa berjalan sampai yang hanya tergeletak di tempat tidur. Asal mereka berbededa-beda.
Bahkan ada seorang oma yang diambil dari jalanan. Panti tersebut tidak memungut biaya
apapun untuk biaya perawatan mereka. Dana yang mereka dapatkan berasal dari donatur.
Orang pertama yang kami wawancarai adalah oma Amoy. Dia merupakan oma yang
paling lama berada di panti tersebut (sejak 1990). Ketika beliau masuk dalam panti tersebut,
usianya baru 48 tahun. Alasan mengapa ia sudah masuk panti wreda adalah ia mengalami
keterbelakangan mental. Setiap kali ia ditanya mengenai umurnya, dia hanya mengingat
umurnya 4 tahun. Bicaranya suka melantur, kami pun tidak mengerti apa yang
dikatakannya. Beberapa pertanyaan yang kami ajukan dijawab dengan hal-hal yang tidak
berhubungan dengan pertanyaan kami. Oma Amoy mengatakan bahwa dia senang berada
di panti tersebut karena dia memiliki banyak teman. Namun, menurut pengurus panti yang
kami temui, oma Amoy adalah oma yang paling menuruti peratuan yang ada di panti
tesebut.
Orang kedua yang kami wawancarai adalah seorang oma berusia 87 tahun. Namanya
adalah Maria Mulyati. Beliau lahir di Kediri namun dibesarkan di Malang. Dulu, dia bekerja di
kantor pemerintahan pada bagian administrasi di kota Malang juga. Ketika menikah, dia ikut
pindah bersama dengan suaminya ke Jakarta. Suaminya adalah seorang polisi. Ketika
ditanya soal anaknya, beliau menjawab dengan bangga bahwa ia memiliki 3 anak dan dari
ketiganya sudah memiliki cucu yang sudah dewasa pula. Bahkan beliau mengatakan bahwa
kami jauh lebih muda dari pada cucunya. Dalam wawancara kami tersebut, kami melihat
bahwa oma Maria dapat mengingat hal-hal yang sudah lama, maksudnya lebih mengingat
ingatan jangka panjang. Kenapa demikian? Karena ketika wawancara, ada suatu percakapan
yang diulang secara tidak sengaja oleh oma Maria. Ketika Frans mengatakan bahwa dia
pernah bersekolah di Malang, oma Maria terkejut senang dan menanyakan tempatnya.
Setelah membicarakan hal lain dan tiba-tiba kembali pada topik kota Malang, peristiwa oma
Maria terkejut senang ketika mengetahui Frans dari Malang terulang secara persis. Kami
juga menanyakan tentang kegiatannya di panti tersebut, dan oma Maria hanya mengatakan
bahwa selain makan, mandi, dan tidur, beliau hanya berjalan sekeliling panti.
Orang ketiga adalah seorang opa yang menurut kami masih sangat sehat dan aktif.
Namanya opa Yusuf. Ia mengaku akan beusia 70 tahun bulan Agustus tahun ini. Beliau
berasal dari Bekasi. Selama beliau berada di luar panti, ia bekerja di tempat yang selalu
berhubungan dengan kegiatan sosial. Dia bekerja di panti asuhan di berbagai tempat. Dia
juga pernah menjadi biarawan namun akhirnya keluar. Dia juga sempat menikah namun
tidak menceitakan lebih lanjut mengenai kehidupan pernikahannya. Opa Yusuf sering
membantu opa lainnya yang berada di panti. Dia membantu untuk mencuci dan
menyetrikakan baju opa-opa lain.
Dari hasil wawancara dan observasi kami, terlihat bahwa pada usia late adulthood,
sudah banyak kegiatan yang dulu mereka sering lakukan namun sekarang tidak dapat
mereka lakukan. Kegiatan mereka hanya berjalan keliling panti, makan, tidur, dan mandi.
Walaupun masih ada 2 oma yang bisa merajut, namun sebagian besar dari mereka sudah
tidak bisa karena adanya penurunan daya penglihatan (Dillon, dkk, 2010; Lindenberger dan
Ghislitta, 2009). Selain itu, ada juga yang mengidap katarak pada mata mereka.
Ciri yang paling menonjol pada manusia dalam usia late adulthood adalah kulit yang
keriput pada tangan, kaki, dan muka. Selain itu, sebagian besar dari mereka sudah
menggunakan tongkat untuk berjalan. Terlihat bahwa mereka juga sudah bongkok. Hal itu
seperti yang dikatakan pada Santrock bahwa akan muncul keriput dan bintik-bintik pada
kulit mereka. Mereka juga lebih lambat dalam melakukan berbagai kegiatan seperti
berjalan.
Dari yang kami wawancarai, terlihat adanya penurunan kemampuan otak. Untuk
ingatan jangka pendek, seperti oma Maria yang mengulang pertanyaan dan pernyataannya
secara persis ketika diwawancarai. Oma Maria juga mengalami penurunan daya
pendengaran (Dillon, dkk, 2010). Ketika kami bertanya, beberapa kali oma Maria tidak bisa
mendengar apa yang kami tanyakan. Untuk kesehatan secara umum, kami melihat ada
beberapa oma dan opa yang sudah susah berjalan. Ada satu kecelakaan yang menimpa
seorang oma, yaitu jatuh di kamar mandi. Setelah ia mengalami kejadian tersebut, ia tidak
bisa berjalan lagi. Di samping itu, ada juga yang masih sangat sehat seperti opa Yusuf
contohnya. Ia mengajak kami bekeliling rumah khusus yang menampung opa-opa. Ia masih
kuat naik tangga dan seperti yang kami sudah jelaskan diatas, membantu opa-opa lainnya.
Pekerjaan yang dilakukan para oma dan opa tidaklah banyak. Bahkan karena
keterbatasan kesehatan mereka ada yang tidak melakukan apa-apa. Hanya yang masih
memiliki penglihatan baik bisa merajut dan membuat kerajinan tangan.
Menurut teori Erickson, pada usia dewasa akhir, meraka mengalami yang namanya
integrity vs despair. Mayoritas dari mereka sudah menerima keadaan mereka yang seperti
itu dan tidak berusaha untuk merubahnya. Dalam kehidupan mereka di panti, mayoritas
mengatakan bahwa mereka senang berada di sana karena banyak teman. Selain itu, banyak
orang yang mengunjungi mereka hanya sekedar untuk menghibur dan menemani mereka.
Maka ketika kami datang, mereka berharap ada banyak orang yang ikut serta karena
mereka bertanya “Cuma bertiga?” Terlihat bahwa mereka sangat membutuhkan
pendampingan.