9
Pola Manajemen Proyek Survei Topografi pada Eksplorasi Tambang Batu Bara Manggala Mahardhika, Dr.Ir. S. Hendriatiningsih, MS, Dr.Ir. Dwi Wisayantono, MT Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha no. 10, Bandung, Indonesia manggala90 @ yahoo .com Abstrak Pada era globalisasi seperti saat ini, batas antarnegara akan semakin terbuka sehingga memungkinkan para konsultan jasa survei topografi dengan mudah mencapai tempat lain dalam melakukan eksplorasi tambang batu bara. Hal ini menimbulkan persaingan yang semakin ketat dan hanya individu ataupun perusahaan yang dapat bekerja dengan prinsip efisiensi dan efektivitaslah yang dapat memenangi persaingan serta merebut pasar dalam eksplorasi tambang batu bara. Sejak beberapa tahun terakhir, isu mengenai dunia pertambangan batu bara semakin marak dibicarakan di kalangan pelaku usaha di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari berbagai transaksi investasi dan akuisisi besar yang melibatkan perusahaan global di sektor pertambangan di Indonesia pada 2011. Namun, di tengah tingginya kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara, beberapa masalah masih menghambat perkembangan industri pertambangan, seperti tumpang-tindih lahan tambang dengan hak penguasaan hutan (HPH) ataupun hutan tanaman industri (HTI) dan hutan konservasi, peralihan sistem kontrak karya (KK) ke izin usaha pertambangan (IUP), serta keinginan pemerintah daerah menerbitkan kuasa pertambangan. Adanya pola manajemen survei topografi eksplorasi tambang batu bara diharapkan menjadi wadah utama yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders dalam industri pertambangan, baik pelaku usaha pertambangan, pemerintah sebagai pengawas dan regulator, maupun masyarakat sekitar. Kata Kunci : manajemen proyek, survei topografi, eksplorasi batu bara. Pendahuluan Pada masa mendatang, produksi batu bara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk memenuhi permintaan dari luar negeri (ekspor). Meningkatnya konsumsi batu bara dunia tidak terlepas dari meningkat pesatnya permintaan energi dunia dimana batu bara merupakan pemasok energi kedua terbesar setelah minyak

Paper

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aqsd

Citation preview

Page 1: Paper

Pola Manajemen Proyek Survei Topografi pada Eksplorasi Tambang Batu Bara

Manggala Mahardhika, Dr.Ir. S. Hendriatiningsih, MS, Dr.Ir. Dwi Wisayantono, MT

Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi BandungJalan Ganesha no. 10, Bandung, Indonesia

manggala90 @ yahoo .com

AbstrakPada era globalisasi seperti saat ini, batas antarnegara akan semakin terbuka

sehingga memungkinkan para konsultan jasa survei topografi dengan mudah mencapai tempat lain dalam melakukan eksplorasi tambang batu bara. Hal ini menimbulkan persaingan yang semakin ketat dan hanya individu ataupun perusahaan yang dapat bekerja dengan prinsip efisiensi dan efektivitaslah yang dapat memenangi persaingan serta merebut pasar dalam eksplorasi tambang batu bara.

Sejak beberapa tahun terakhir, isu mengenai dunia pertambangan batu bara semakin marak dibicarakan di kalangan pelaku usaha di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari berbagai transaksi investasi dan akuisisi besar yang melibatkan perusahaan global di sektor pertambangan di Indonesia pada 2011. Namun, di tengah tingginya kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara, beberapa masalah masih menghambat perkembangan industri pertambangan, seperti tumpang-tindih lahan tambang dengan hak penguasaan hutan (HPH) ataupun hutan tanaman industri (HTI) dan hutan konservasi, peralihan sistem kontrak karya (KK) ke izin usaha pertambangan (IUP), serta keinginan pemerintah daerah menerbitkan kuasa pertambangan. Adanya pola manajemen survei topografi eksplorasi tambang batu bara diharapkan menjadi wadah utama yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders dalam industri pertambangan, baik pelaku usaha pertambangan, pemerintah sebagai pengawas dan regulator, maupun masyarakat sekitar. 

Kata Kunci : manajemen proyek, survei topografi, eksplorasi batu bara.

PendahuluanPada masa mendatang, produksi

batu bara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk memenuhi permintaan dari luar negeri (ekspor). Meningkatnya konsumsi batu bara dunia tidak terlepas dari meningkat pesatnya permintaan energi dunia dimana batu bara merupakan pemasok energi kedua terbesar setelah minyak dengan kontribusi 26%. Tambang batu bara di Indonesia rata-rata menggunakan metoda tambang terbuka (open pit) karena sebagian besar cadangan batu bara terdapat pada dataran rendah atau pada daerah pegunungan dengan topografi yang landai dengan kemiringan lapisan batu bara di bawah 30°. Kegiatan eksplorasi pertambangan batu bara harus

dikorelasikan dengan pengukuran topografi pada lintasan penyebaran batu bara yang akan dimodelkan oleh ahli geologi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui koreksi topografi dari daerah pengukuran hingga arah penyebaran batu bara pada suatu daerah yang dieksplorasi dapat diinterpretasikan dengan baik.

Walaupun survei topografi area tambang batu bara dapat digolongkan survei geodesi yang cukup sederhana, kegaiatan survei topografi tersebut harus dilakukan dengan kaidah survei dan pemetaan yang benar. Hal ini mencakup semua pengukuran, perhitungan, dan penggambaran yang bertujuan untuk memastikan serta mendokumentasikan informasi pada semua tahap dari prospeksi sampai deposit mineral.

Page 2: Paper

Pada area tambang batu bara, survei topografi dilakukan setiap hari, bahkan setiap jam karena adanya proses eksploitasi. Survei topografi tersebut mempunyai peran yang sangat besar mulai dari awal proses penambangan batu bara sampai akhir, hanya masih ada yang menganggap survei topografi sebagai golongan kelas dua atau tiga dengan alasan bukan sebagai core business atau hanya sebagai tim pendukung. Mengingat tingginya resiko sebuah pekerjaan survei topografi tambang batu bara, diperlukan sebuah pola umum manajemen survei topografi khususnya pada eksplorasi batu bara dengan mengolah sumber daya dalam bentuk tenaga manusia, material dan dana secara efektif, dimana dibatasi oleh waktu rencana kerja dan mempertimbangkan faktor teknis maupun non-teknis.

.

MetodologiSurvei topografi dilaksanakan

untuk mengumpulkan data posisi horizontal serta vertikal kawasan tambang batu bara yang kemudian akan dianalisis ahli geologi untuk pembuatan model cadangan batu bara di bawah permukaan tanah. Selanjutnya data posisi horizontal serta vertikal tersebut akan digunakan dalam proses perhitungan volume galian maupun timbunan pada sebuah tambang batu bara. Pekerjaan ini membutuhkan tingkat akurasi yang baik serta prosedur keselamatan yang cukup ketat.

Proyek survei topografi tambang batu bara melibatkan sumber daya manusia, peralatan, biaya serta waktu yang mengacu pada spesifikasi teknis pekerjaan yang telah ditetapkan oleh pengguna jasa. Untuk dapat mencakup pengelolaan proyek dari awal hingga akhir digunakan suatu pola manajemen proyek sebagai fasilitator untuk mencapai optimalisasi proyek survei topografi tambang batu bara. Optimalisasi disini merupakan fungsi dari parameter manajemen proyek yaitu mutu, biaya dan waktu. Pola manajemen ini memberikan lebih banyak kontrol dan

menyediakan berbagai tools and techniques yang akan dianalisis kegunaannya dalam membantu manajer proyek ketika memimpin tim surveyor. Dengan dikuasainya pola manajemen proyek survei topografi tambang batubara oleh seorang manajer proyek, maka yang bersangkutan akan mampu :

1. Merencanakan pekerjaan survei toporafi khususnya untuk area pertambangan.

2. Mengorganisasikan agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sesuai jadwal.

3. Mengambil keputusan bila terjadi suatu yang berbeda dengan rencana semula.

4. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau pekerjaan yang berbeda.

Gambar 1. Diagram alir metodologiHasil dan Analisis

Kalibrasi KameraNilai parameter orientasi dalam yang

didapatkan dari kamera Nikon D5000:

Page 3: Paper

Tabel 1. Hasil kalibrasi kamera Nikon D5000

Hasil rekonstruksi dijital candi cangkuang menggunakan metode fotogrametri rentang dekat :

Gambar 8. Dense point cloud hasil pengolahan perangkat lunak bundler

Gambar 9. Dense point cloud hasil pengolahan photomodeler (kiri-kanan-bawah ; data pertama-data kedua-data

ketiga)

Gambar 10. Dense point cloud hasil pengolahan my3Dscanner

Beberapa data jarak diambil saat melakukan akuisisi data di lapangan. Dengan asumsi pengukuran di lapangan menggunakan pita ukur berbahan baja adalah ukuran yang dianggap benar, maka ketelitian absolute bisa didapatkan dengan menghitung selisih antar pengukuran yang dianggap benar dengan jarak antar titik yang diukur menggunakan software rapidform adalah

jarak

Mistar dan pita ukur baja (cm)

Rapidform (cm) selisih (cm)

1 140 139.578 0.4222 467 465.593 1.4073 469.5 471.383 1.8834 482 481.368 0.632

rata-rata1.086

Tabel 3. Ketelitian absolute (bundler)

Berikut adalah table ketelitian absolute presisi dan akurasi dari pengolahan data menggunakan photomodeler data pertama kedua dan ketiga.

jarak

Mistar dan pita ukur baja (cm)

Photomodeler (cm)

selisih (cm)

1 140 140.918 0.9182 482 483.149 1.1493 467 467.556 0.5564 469.5 470.235 0.735

rata-rata0.8395

Tabel 4. Ketelitian absolute (photomodeler data pertama)

RMS Presisi (mm) Ketelitian Relatif

X

0.001094592 1 banding 619275292.5

Y

0.000631368 1 banding 1073627873

Z 0.00093828 1 banding 722439575.8

Page 4: Paper

5

Tabel 5. Presisi akurasi (photomodeler data pertama)

jarak

Mistar dan pita ukur baja (cm)

Photomodeler (cm)

selisih (cm)

1 140 140.218 0.2182 169 169.354 0.3543 170.5 171.024 0.5244 175 175.346 0.346

rata-rata3.605

Tabel 6. Ketelitian absolute (photomodeler data kedua)

RMS Presisi (mm) Ketelitian Relatif

X

0.001094592 1 banding 74517615.69

Y

0.000631368 1 banding 32560063

Z

0.000938285 1 banding 14455713

Tabel 7. Presisi akurasi (photomodeler data kedua)

jarak

Mistar dan pita ukur baja (cm)

Photomodeler (cm)

selisih (cm)

1 140 140.314 0.3142 482 482.186 0.1863 467 467.436 0.4364 469.5 470.103 0.603

rata-rata0.38475

Tabel 8. Ketelitian absolute (photomodeler data ketiga)

RMS Presisi (mm) Ketelitian Relatif

X

0.114541073 1 banding 59179.99386

Y0.210812 1 banding 32154.48

Z 0.207435 1 banding 32677.96

Tabel 9. Presisi akurasi (photomodeler data ketiga)

Berikut adalah hasil rekonstruksi candi cangkuang menggunakan metode laser scanning dan hasil Integrasi antar hasil-hasil metode fotogrametri rentang dekat.

Gambar 11. permukaan candi cangkuang yang diambil menggunakan

metode laser scanning

.

Gambar 12. Penggabungan hasil hasil metode fotogrametri rentang dekat

Dengan keterangan deviasi sebagai berikut.

min dist (mm) 0

max dist (mm) 0.22457

average distance (mm) 0.04491

Page 5: Paper

Tabel 10. Ketelitian absolute (photomodeler data ketiga)

Hasil Integrasi antar Laser Scanning dengan hasil-hasil metode fotogrametri rentang dekat.

Gambar 13. Laser Scanning dan hasil-hasil metode fotogrametri rentang dekat

min dist (mm) 0

max dist (mm) 0.24944

average distance (mm) 0.09977

Tabel 11. Ketelitian absolute (photomodeler data ketiga)

Analisis

1. Semua hasil dari metode FRD, pada bagian atas candi terdapat gap. Hal ini diakibatkan kurangnya data foto yang mencakup area tersebut.

2. Dalam pengambilan data FRD, ada hal-hal yang harus diperhatikan. Yaitu pastikan sudut pengambilan foto berkisar antara 80 – 90 derajat untuk proses orientasi relatif yang baik pada perangkat lunak photomodeler. Namun untuk proses pembentukan DSM semua perangkat lunak fotogrametri yang mampu melakukannya, sudut pengambilan foto harus kecil, agar proses image matching berjalan dengan baik.

3. Kedua metode yang digunakan dalam merekonstruksi candi, tidak dapat membentuk bagian bawah kiri candi. Hal ini diakibatkan terhalangnya objek oleh pagar kuburan.

4. Hasil laser scanning sebelah kanan bawah sisi depan candi, terdapat gap di area tersebut. Ini dikarenakan pada saat pengambilan data karena bagian tersebut tidak terpindai.

5. Dalam menggabungkan permukaan harus melalui tahapan registrasi antar permukaan, hal ini mengharuskan menginterpretasikan titik yang dianggap sama hanya lewat tekstur dari permukaan. Ini bisa menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan sangat besar.

6. Hasil integrasi hasil-hasil pengolahan FRD tergolong bagus, ini dibuktikan dengan rata-rata deviasi yang terjadi sebesar 0.04491mm.

7. Hasil integrasi FRD dengan laser scanning tergolong bagus, ini dibuktikan dengan rata-rata deviasi yang terjadi sebesar 0.09977mm.

KesimpulanDalam berbagai aspek, metode fotogrametri rentang dekat (FRD) lebih baik daripada metode laser scanning dalam merekonstruksi suatu objek. Aspek yang pertama, FRD membutuhkan biaya jauh lebih murah dibandingkan laser scanning. Yang kedua dalam aspek pengambilan data, FRD lebih cepat mengambil suatu data objek. Selain itu dalam transportasi membawa alat dari kedua metode, FRD lebih mudah membawanya. Aspek yang ketiga, dalam masalah kecepatan pengolahan data, FRD sebanding dengan laser scanning, dalam hal ini yang digunakan adalah perangkat lunak bundler.

Namun untuk merekonstruksi sebuah objek arkeolog mengintegrasikan kedua metode tersebut sangatlah penting, ini

Page 6: Paper

dikarenakan FRD dan laser scanning saling mengisi seperti kerapatan dense point dan tekstur agar semakin menyerupai bentuk candi asli.

Referensi

D’Amelio, S., & Lo Brutto, M. (n.d.). CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY FOR MEASUREMENT OF PAINTINGS SURFACE DEFORMATIONS.

Murtiyoso, A. (2011). Pemanfaatan Fotogrametri Rentang Dekat untuk Membantu Rekonstruksi Objek Arkeologi (Studi Kasus: Candi Perwara Nomor 72 Komplek Candi Sewu). Tugas Akhir Sarjana Teknik Geodesi dan Geomatika ITB,Bandung

Guarnieri, A., Vettore, A., & Remondino, F. (2004) Photogrammetry and Ground-based Laser Scanning: Assessment of MetricAccuracy of the 3D Model of Pozzoveggiani Church

Agarwal, S., Snavely, N., Simon, I., M. Seitz, S. (2010) Building Rome in a Day

Snavely, N., M. Seitz, S., Szeliski, R., (2010) Photo Tourism : Exploring Photo Collection in 3D

Gruen, A., Remondino, A., Zhang, L. (2003) AUTOMATED MODELING OF THE GREAT BUDDHA STATUE IN BAMIYAN, AFGHANISTAN.

Gonzo, L. Voltolini, F., Girardi, S., Rizzi, A., Remondino, F., El-Hakim, S.F. (2007) Multiple Techniques Approach to the 3D Viertual Reconstruction of Cultural Heritage

Górski, F., Kuczko, W., Wichniarek, R., & Zawadzki, P. (2010). APPLICATION OF CLOSE-RANGE PHOTOGRAMMETRY IN REVERSE ENGINEERING.

Koch, M., & Kaehler, M. (2009). Combining 3D Laser-Scanning and Close-Range .

Setan, & Majid. (2007). PRECISE MEASUREMENT AND 3D COMPUTER MODELING USING CLOSE RANGE LASER SCANNING AND PHOTOGRAMMETRIC TECHNIQUES

Page 7: Paper