Upload
brihatsama
View
267
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ini
Citation preview
TUGAS
“Gliserin”
Disusun oleh :
Brihatsama (131710101028)
Shofi Mar’atul H (131710101107)
Diyana Dwi C (131710101034)
Rian Adi Putra (131710101004)
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin banyak populasi manusia, maka akan semakin banyak kebutuhan
yang harus dipenuhi oleh setiap populasi manusia. Indonesia memiliki beberapa
produk komoditi perkebunan yang besar, salah satunya ialah kelapa. Tanaman kelapa
merupakan tanaman yang memiliki beragam manfaat, hampir setiap bagian dari
kelapa dapat dimanfaatkan menjadi produk yang berguna(andi,2005).
Setiap bagian yang ada didalam kelapa dapat dimanfaatkan menjadi produk
yang bermanfaat, salah satu bagian yang dimanfaatkan yaitu buah kelapa. Banyak
sekali produk produk turunan yang berasal dari kelapa, terdapat lebih dari 50 produk
turunan derivat yang dapat dibuat hanya dari buah kelapa. Salah satu produk turunan
yang dapat dibuat yaitu gliserin.
Gliserin merupakan nama komersial dari gliserol yang dijual dipasaran.
Gliserol merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan pada industry farmasi
dan kosmestik. Pembuatan gliserol dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu
transesterifikasi, hidrolisis, dan saponifikasi(rahayu dkk, 2005). Gliserol juga dapat
diperoleh dari pengolahan minyak goreng bekas.
Pengolahan gliserin dari minyak goreng bekas memiliki beberapa aspek
keuntungan yang didapat. Aspek yang pertama dari segi ekonomi, pengolahan
gliserin menambah nilai ekonomi dari produk minyak goreng bekas. Gliserin banyak
dimanfaatkan sebagai bahan baku didunia farmasi dan kosmetik. Aspek yang kedua
ialah ramah lingkungan, pengolahan gliseril dari minyak goreng bekas membuat
minyak goreng yang tidak bias dipakai menjadi gliseril yang masih dapat
dimanfaatkan sehingga minyak goreng bekas tidak dibuang secara percuma.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan bagian yang berharga dari buah kelapa dan banyak
sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat
diekstrasi dari daging buah kelapa yang dikeringkan. Kandungan minyak pada kopra
umumnya 60-65%, sedangkan daging buah kelapa sekitar 43% (suhardiman, 1999).
Minyak kelapa merupakan ester dari gliserol dan asam lemak.
Gambar 1.1 Reaksi pembentukan Trigliserida
Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan kedalam
asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan
asam lemak lainnya. Adapun komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada
table 1.1.
Asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)
Asam lemak jenuh:
Asam kaproat C5H11COOH 0-0,8
Asam kaprilat C7H15COOH 5,5-9,5
Asam kaprat C9H19COOH 4,5-9,5
Asam laurat C11H23COOH 44-52
Asam palmitat C13H27COOH 7,5-10,5
Asam stearate C17H35COOH 1-3
Asam arachidat C19H39COOH 0-0,4
Asam lemak tak jenuh:
Asam palmitoleat C15H29COOH 0-1,3
Asam oleat C17H33COOH 5-8
Asam linoleat C17H31COOH 1,5-2,5
Sumber : Ketaren (1986)
2.2 Gliserol
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi
tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu,
dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida,
digliserida dan trigliserida.
Adapun sifat fisik dari gliserol yaitu:
Merupakan cairan tidak berwarna
Tidak berbau
Cairan kental dengan rasa manis
Densitas 1,261
Titik lebur 18,2
Titik didih 290°C
Gliserol juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk
dan syrup atau untuk pelembab (Hart, 1983).
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi
tiap karbon mempunyai gugus –OH. Gliserol dapat diperoleh dengan jalan penguapan
hati-hati, kemudian dimurnikan dengan distilasi pada tekanan rendah. Pada umumnya
lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak
enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak
bebas.Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak
jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak.
Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan
selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan
rasa yang tidak enak atau tengik. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan
lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa
yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter.
Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai bahan
dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol berguna bagi kita untuk
sintesis lemak di dalam tubuh. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak
atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang
agak manis, larut dalam air dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2006)
Secara tradisional gliserin didapatkan sebagai hasil samping dari minyak
tumbuhan atau hewan yang disaponifikasi pada pabrik sabun. Minyak sebagai bahan
utama pembuatan sabun dihidrolisis dalam basa. Saponifikasi (penyabunan)
merupakan suatu reaksi takreversible. Karena reaksi berlangsung dalam suasana
basa, hasil penyabunan ialah garam karboksilat dan basa OH- disini merupakan
pereaksi,bukan katalis dalam reaksi berikut. (Fessenden, Kimia Organik II).
2.3 Bahan Yang Ditambahkan
A. Methanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alcohol atau wood alcohol dengan rumus
kimia CH3OH. Metanol memiliki sifat-sifat antara lain :
1. Rumus Molekul : CH3OH
2. Berat Molekul : 32.04 gr/mol
3. Massa jenis : 0.7918 g/cm³, liquid
4. Titik Beku : –97 0C
5. Titik Nyala : 11 0C
6. Temperatur Penyalaan : 464 0C
7. Titik Didih : 64.7 0C 8. HHV : 726 KJ/mol atau 22,7 KJ/g LHV: 638
KJ/mol atau 19,9 KJ/g (Subroto,2014)
Jenis alkohol yang selalu dipakai pada proses transesterifikasi adalah metanol
dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam
pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih
mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena
metanol memiliki satu ikatan carbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan
carbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding
dengan etanol.
B. H3PO4
Nama : Asam fosfat
Rumus molekul : H3PO4
Berat molekul : 98 g/mol
Sifat fisis :
- wujud cair
- tidak berwarna, transparan
- larut dalam alkohol dan air
- densitas = 1,8334 g/cm3
- titik didih = 2130C
- titik leleh = 42,350C
Impuritis : 0,02% (maksimal)
Sifat kimia :
a. Merupakan asam tribasa, pelepasan ion hidrogen yang pertama adalah
ionisasi yang paling hemat. Ionisasi kedua adalah sedang dan yang ketiga sudah
lemah. Hal ini bisa dilihat dari ketetapan penguraian ionisasi:
H3PO4 + H2O H2PO4- + H3O + k1 = 7,1.10-3
H2PO4- + H2O HPO42- + H3O + k2 = 6,3.10-8
HPO42- + H2O HPO43- + H3O + k3 = 4,4.10-13
Asam fosfat lebih kuat dari asam asetat, asam oksalat, dan asam boraks, tetapi
lebih lemah dibandingkan asam nitrat, asam sulfat, dan asam klorida. Asam
fosfat dapat dibuat garam dengan mudah melalui satu atau lebih atom hidrogen.
b. Pada saat pemanasan, disodium phosphat akan membentuk sodium
pyrophosphat:
2Na2HPO4 Na4P2O7 + H2O
c. Pada saat pemanasan, sodium dihidrogen phosphat akan membentuk sodium
metaphosphat. NaH2PO4 NaPO3 + H2O
d. Pembentukan sodium phosphat dengan penambahan natrium hidroksida.
Na2HPO4 + NaOH Na3PO4 + H2O
e. Phosphorus pentasulfida dihidrolisa akan menghasilkan asam fosfat.
P2S5 + 8H2O 2H3PO4 + 5H2S
2.4 Reaksi Pemisahan Gliserol
2.4.1 Proses Alkoholis
Alkoholis minyak dan lemak dengan alkohol mono hidroksi alifatik seperti
methanol dapat dikatalisa dengan asam atau alkali akan tetapi reaksi dengan katalis
alkali (misalnya sodium) pada umumnya laju reaksinya lebih cepat, lebih sempurna
dan temperaturnya lebih rendah. Gliserol dapat dihasilkan dengan cara
interesterifikasi trigliserida dengan methanol yang mengikuti persamaan berikut:
Pada proses diatas, reaksi 1 mol trigliserida dengan 3 mol metanol dihasilkan 1 mol
gliserol tanpa air. Minyak diinteresterifikasi menjadi gliserol pada temperatur 800C
dengan menggunakan katalis natrium hidroksida dalam reaktor. Gliserol dan metanol
kemudian dipisahkan dari metal ester. Larutan metanol dapat dipisahkan dalam
kolom separator sedangkan gliserol yang terbentuk dimurnikan secara penyulingan
(destilasi), sehingga dihasilkan gliserol dengan kemurnian 90% (bailey’s,1982).
Kelemahan dari proses ini adalah diperlukan biaya untuk mengadakan reaktor
metanol dan katalis NaOH, dan reaksi yang terjadi relatif lebih lambat dibandingkan
dengan proses hidrolisa serta diperlukan tambahan peralatan, yang kesemuanya itu
mengakibatkan membengkaknya biaya produksi.
2.4.2 Proses Enzimatis
Sejak awal 80-an telah dimulai pengembangan proses pengolahan minyak nabati
secara enzimatis. Proses ini disamping memerlukan energi relatif rendah karena
bekerja pada suhu yang relatif rendah (30-600C) dan tekanan 1 atm. Kerusakan
reaktan maupun produk dapat dihindari serta limbah yang dihasilkan relatif lebih
sedikit. Enzim yang digunakan sebagai biokatalis pada proses pengolahan minyak
nabati adalah enzim lipase yang dapat diisolasi dari tumbuhan, hewan dan yang
paling potensial adalah yang berasal dari mikroorganisme penghasil enzim lipase
adalah kapang, bakteri dan ragi (khamir). Sesuai dengan spesifikasi kerjanya enzim
lipase dibagi 3 yaitu:
• Lipase non spesifik, yaitu lipase yang dapat mengkatalis seluruh ikatan trigliserida;
• Lipase spesifik 1, 3, dan 2 yaitu lipase yang hanya dapat mengkatalis trigliserida
pada ikatan 1, 3, dan 2;
• Lipase spesifik fatty acid, yaitu lipase yang hanya dapat mengkatalis jenis asam
lemak tertentu saja. Proses hidrolisa minyak nabati dengan menggunakan biokatalis
enzim lipase memerlukan waktu selama 5 hari. Laju hidrolisis tidak berubah pada
rentang suhu 24460C dan optimum pada rentang pH 4,8-7,2 sedangkan enzim
menjadi kurang aktif pada suhu diatas 500C. Keunggulan proses enzimatis
dibandingkan secara kimia antara lain:
• Reaksi yang dilakukan pada suhu rendah, sehingga kualitas produksi lebih
meningkat;
• Dengan menggunakan enzim lipase yang spesifik produk yang diinginkan dapat
ditingkatkan, sedangkan produk samping dapat dukurangi.
• Beberapa reaksi umumnya lambat, hal ini berarti kinetika reaksinya sangat mudah
dikontrol, sehingga mendapatkan hasil dalam skala besar yang karakteristiknya dapat
diatur sesuai dengan jenis produk yang diinginkan.
• Menghemat energi dan keamanan dalam lingkungan kerja.
• Investasi peralatan lebih rendah
• Tidak menghasilkan limbah yang berbahaya dan beracun. Kelemahan dari proses ini
adalah waktu yang relatif lebih lama (5hari) dibandingkan dengan proses kimia.
2.4.3 Proses Hidrolisa
Gliserol dan asam lemak adalah senyawa organik yang merupakan penyusun lemak
dan minyak, baik nabati maupun hewani. Untuk mengkonversikan atau mengubah
minyak atau lemak menjadi gliserol dan asam lemak dapat dilakukan dengan proses
hidrolisa dengan tekanan tinggi. Proses hidrolisa biasanya dijaga pada suhu 240 –
2600C dan tekanan 45 – 60 atm. Pada umunya derajat pemisahan bias mencapai 95%
(Bailey’s,1982).
Dalam hal ini proses hidrolisa yang terjadi adalah :
Proses Hidrolisa mempunyai keunggulan lebih cepat dalam proses pemisahan gliserol
dan asam lemak serta hasil yang diperoleh lebih maksimal. Minyak kelapa
merupakan bahan pembuatan gliserol ini dihidrolisa dalam reaktor hidrolisa yang
biasa disebut spilitting, secara kontinu dan berlawanan arah pada temperatur dan
tekanan tinggi sehingga menghasilkan asam lemak dan gliserol yang berupa sweet
water. System berlawanan arah paa temperature 240 – 2600C dan tekanan 45 – 60
atm akan mempercepat reaksi hidrolisa.
Minyak dipompakan dari bagian menara kira-kira 90 cm. Dari dasar menara,
sedangkan air dialirkan melalui puncak menara. Perbandingan antara minyak dan air
yang reaksi adalah 40 – 50% berarti minyak. Minyak disemburkan menembus
campuran gliserin yang terakumulasi dibagian bawah menara, selanjutnya menembus
campuran air dan minyak hingga mencapai hidrolisa yang sempurna. Sistem yang
kontinu dan berlawanan arah dengan temperatur dan tekanan tinggi akan
menghasilkan derajat hidrolisa yang tinggi.
2.4.4 Proses saponifikasi
Pada umumnya proses pembuatan sabun dilakukan dengan reaksi saponifikasi lemak
merupakan reaksi esterifikasi dimana asam karbosilat direaksikan dengan basa kuat
menghasilkan ester dan garam karbosilat, tetapi suatu perbandingan yang harus
dipertimbangkan adalah pertama kali menghidrolisa lemak menjadi asam lemak yang
mengandung lemak dan gliserol. Selanjutnya saponifikasi asam lemak, proses mudah
yang sering dilakukan adalah proses “proses dingin” dimana lemak dicampur dengan
kaustik yang telah ditentukan perbandingannya sebelumnya proses, dan selanjutnya
emulsi dialirkan ke suatu tempat dimana dilakukannya proses saponifikasi dengan
pemberian sedikit panas untuk mempercepat reaksi.
Proses pembuatan sabun dengan proses dingin masih dilakukan dalam skala kecil.
Metode lain yang jarang digunakan adalah proses “semi pemanasan” dimana lemak
dicampurkan dengan kaustik dengan perbandingan tertentu dan dilakukan dengan
proses selanjutnya. Pada proses ini tidak ada gliserol yang dikembalikan (recovery)
ke reaktor. Untuk produksi dalam jumlah besar dapat dilakukan dengan menggunakan
proses pemanasan. Sebab produk (sabun dan gliserol) yang dihasilkan memilki
kualitas tinggi, zat pewarna dan pengotor lainnya dan dibersihkan pada saat
pemanasan serta sebagian lemak yang terkandung dalam gliserol dapat direkoveri
(Miner & Dalton 1953). Reaksi saponifikasi dapat ditulis sebagai berikut :
Proses saponifikasi ini berada dengan proses yang lain, dimana dalam proses ini
dilakukan dengan beberapa tahap yang dirancang untuk saponifikasi lemak,
pemisahan gliserol dilakukan dalam komposisi 63% asam lemak. Kelemahan dari
proses ini adalah diperlukan biaya untuk pengadaan reaktan NaOH dan diperlukan
tambahan peralatan sehingga mengakibatkan pembengkakan biaya produksi.
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Beaker glass
Gelas ukur
Water batch
Rotary evaporator
Oven
Corong pisah
Pipet tetes
Pengaduk
Erlenmeyer
Thermometer
Buret
pH meter
3.1.2 Bahan
Minyak goreng bekas
Metanol
KOH
H3PO4
Air
Karbon aktif
3.2 Skema
3.2.1 Pembuatan Gliserol
BAB 4. KARAKTERISTIK PRODUK
Minyak goring bekas
+ metanol dan KOH
Penyaringan
Pemanasan 1100C
Pengadukan selama 1 jam
Crude glyserol
Pendiaman selam 8 jam
biodesel
Pengadukan
Pemisahan Gliserol
Pengadukan
Pendiaman 24 jam
evaporasi
filtrasi
gliserin
+ H3PO4, 5%
+ Air 2:3
+ Karbon aktif
4.1 Gliserin
Gliserin adalah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi,
setiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat
satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida,
digliserida dan trigliserida. Adapun rumus molekul gliserin dapat ditunjukkan pada
Gambar 1 :
CH2OH
|
CHOH
|
CH2OH
Gambar 1. Rumus Molekul Gliserin
Nama lain dari gliserin adalah Croderol; E422; glycerine; Glycon G-100;
Kemstrene; Optim; Pricerine; 1,2,3 propanetriol; trihydroxypropane; glycerol.
Sifat fisik dari gliserol :
Merupakan cairan tidak berwarna (jernih)
Tidak berbau
Cairan kental dengan rasa yang manis
Higroskopis (perlu diperhatikan dalam penyimpanannya)
Larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter.
Densitas 1,261
Titik lebur 18,2°C
Titik didih 290 °C
Membentuk kristal pada suhu sangat rendah
Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan zat pengoksidasi yang kuat seperti
chromium trioxide, potassium chlorate atau potassium permanganate (Rowe,
2006).
Gliserol alami pada dasarnya diperoleh sebagai produk samping dari produksi
asam lemak, ester lemak atau sabun dari minyak atau lemak. Di Malaysia, gliserol
dihasilkan melalui pemecahan minyak sawit atau minyak inti sawit dengan
menggunakan metode berikut :
- Penyabunan (Saponifikasi) minyak / lemak dengan NaOH untuk membentuk
sabun dan larutan alkali sabun. Larutan alkali sabun yang terbentuk mengandung
4 – 20 % gliserol dan juga diketahui sebagai sweetwater atau gliserin. Lemak dan
minyak bisa disaponifikasi melalui proses perebusan. Terjadi sabun dari hasil
saponifikasi dan sisanya terdiri 8-12% gliserin. Proses saponifikasi bisa secara
singkat seperti di atas.
Gambar 2. Reaksi Pembentukan Gliserol dari Proses Saponifikasi
- Splitting atau hidrolisis minyak inti sawit dibawah tekanan dan temperature yang
tinggi untuk menghasilkan asam lemak dan sweetwater. Sweetwater ini
mengandung 10–20 % gliserol. Reaksinya ditunjukkan pada Gambar 3 :
Gambar 3. Reaksi Pembentukan Gliserol dari Proses Hidrolisis
- Proses transesterifikasi terjadi dengan mereaksikan antara minyak kelapa dengan
metanol dan katalis. Katalis yang digunakan adalah katalis basa dan asam.
Katalis basa yang umum digunakan adalah potasium hidroksida (KOH), sodium
hidroksida (NaOH), dan sodium metilat (NaOCH3), sedangkan katalis asam
adalah H2SO4. Katalis yang lebih umum digunakan adalah katalis basa, karena
katalis basa tidak bersifat korosif dan reaksi transesterifikasi berlangsung lebih
cepat Jika alkohol yang digunakan adalah metanol, maka akan menghasilkan
metil ester yang biasa disebut biodiesel yang ramah lingkungan. Hasil samping
dari proses transesterifikasi ini adalah gliserin dalam jumlah sekitar 40% dari
total produk. Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang
penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserin. (Darmoko
dan Munir, 2000). Reaksinya ditunjukkan pada Gambar 4 :
Gambar 3. Reaksi Pembentukan Gliserol dari Proses Transesterifikasi
Kegunaan Gliserin:
Tabel 1. Perkiraan Penggunaan Gliserin
No Kegunaan Persentase
(%)
1 Alkid 25 %
2 Tembakau 13 %
3 Peledak 5 %
4 Kertas 17 %
5 Obat-obatan dan kebutuhan kamar mandi termasuk pasta
gigi
16 %
6 Monogliserida dan makanan 7 %
7 Urethan foams 3 %
8 Lain-lain 14 %
Gliserin mudah dicerna dan tidak beracun dan dirmetabolisme bersama
karbohidrat. Untuk produk makanan dan pembungkus makanan yang langsung
dikonsumsi oleh konsumen, tidak beracun adalah syarat utama. Gliserin, sejak 1959
diakui sebagai satu diantara bahan yang aman oleh Food and Drug Administration.
Kegunaan sebagai :
1. Pelarut untuk pemberian rasa (seperti vanilla) dan pewarnaan makanan
2. Agen pengental dalam sirup
3. Pemanis
4. Pencegah kristalisasi gula pada permen dan es
5. Medium transfer panas yang kontak langsung dengan makanan saat pendinginan
cepat
6. Pelumas pada mesin yang digunakan untuk pengolahan dan pengemasan
makanan.
7. Penggunaannya dalam makanan, khususnya mentega dan lemak.
Dosis gliserin yang digunakan adalah 1,0 g sampai 1,5 g/kg berat badan untuk
menghasilkan tekanan intraocular. Dosis yang besar dapat menyebabkan sakit kepala,
rasa haus, nausea, dan hyperglycemia.
Selama ini gliserin jarang dimurnikan, namun langsung dijual dengan harga
yang murah. Jika gliserin diolah terlebih dahulu hmngga memperoleh kemurnian
minimal 97%, maka akan meningkatkan nilai jualnya. Gliserin merupakan senyawa
yang memegang peranan penting dalam perkembangan industri obat-obatan,
makanan, kosmetik, pelumas, tembakau, dll. Industri ini memerlukan gliserin yang
murni untuk proses produksinya.
Pemurnian gliserin dapat dillakukan dengan penambahan asam. Penambahan
asam pada gliserol kotor tidak terlalu mempengaruhi warna gliserol yang dihasilkan.
Hal ini disebabkan masih banyaknya zat pengotor lain yang tidak mampu dipisahkan
oleh penambahan asam, sehingga warnanya tetap coklat kemerahan. Diketahui bahwa
gliserol murni tidak berwarna (bening). Untuk menarik zat pengotor lain yang masih
terdapat dalam gliserol maka digunakan karbon aktif sebagai adsorben. Pemilihan
karbon sebagai adsorben disebabkan karena karbon aktif mempunyai daya adsorbsi
yang cukup tinggi. Selain itu dari segi ekonomi harganya juga lebih murah
dibandingkan dengan adsorben lain dan mudah di dapat. Penambahan karbon aktif
secara langsung kedalam gliserol kotor menyebabkan sebagian besar gliserol
menempel pada karbon aktif karena viskositas gliserol cukup tinggi. Untuk itu
sebelum karbon aktif ditambahkan, gliserol kotor diencerkan dulu dengan
penambahan air sehingga memudahkan proses adsorbsi. Penambahan air ini
membawa dampak terhadap kadar gliserol yang dihasilkan yaitu kadarnya menjadi
turun. Untuk menghilangkan air dari gliserol maka dilakukan proses penguapan
menggunakan rotary evaporator. Sholehah (2008), melakukan pemurnian minyak
nabati yaitu yang digunakan adalah minyak kelapa dan didapatkan pH optimum
adalah 7. Perbedaan sumber bahan baku ternyata dapat menyebabkan perbedaan
kondisi proses pemurnian (pH) dalam proses pemurnian crude glyserol (gliserol
mentah).
DAFTAR PUSTAKA
Andi, N.A. (2005). Virgin Coconut oil Minyak penakluk Aneka Penyakit. Tangerang:
PT Agro Media Pustaka. hal. 5
Bailey. 1982. Methods of Social Research. Edisi ke-2. Newyork: The Free Press
Darmoko, D. dan Munir, C. 2000. Kinetics of Palm Oil Transesterification in a Batch
Reactor. Urbana: Department of Food Science and Human Nutrition,
Agricultural Bioprocess Laboratory,University of Illinois.
Endang Susiantini, Indra Suryawan. 2011. Kajian Perkembangan Alat pemisah
Zirkonium-Hafnium, dengan Kontinyu Annular Kromatografi. Batan:
Yogyakarta.
Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden, “Kimia Organik Jilid II’ 3rd edition,
Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986.
Harold Hart. 1983. Organic Chemistry, a Short Course, Sixth Edition, Michigan State
University. Houghton Mifflin Co.
Ketaren, s. 1986.”pengantar teknologi minyak dan lemak pangan”.jakarta :ui press
Poedjiadi, A. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI - Press.
MSDS, 2011. Properties of Phosphoric Acid. 25 April 2011.
MSDS, 2011. Properties of Sodium Carbonate. 25 April 2011.
MSDS, 2011. Propeties of Sodium Hidrokside. 25 April 2011.
MEG Global Group, 2008, Rthylene Glycol Product Guide. Kanada: MEG Global
Group Co
Miner & Dalton, 1953. Chemical Properties and derivtes of glycerols. Reinhold
Publishing corp. New York
Rahayu, S.S., Bendiyasa I.M., Muhandis & Purwandaru, U., 2005, Hidrolisis Minyak
Sawit : Katalitik dan Non Katalitik, Forum Teknik, 29: 182-189
Sholehah, Miftah. 2008. Pemisahan Gliserin dari Hasil Samping Pembuatan
Biodiesel. Jakarta : Prodi Kimia, FST, UIN Syarif Hidayatullah.
Suhardiman, D. 1999. “Bertanam Kelapa Hibrida”. Jakarta: penebar swadaya
Rowe, R.C., P.J. Sheskey, dan S.O. Owen. 2006. Handbook Of Pharmaceutical
Excipients 5th ed. London: Pharmaceutical Press.