23
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas. 1 Trakeostomi dilakukan sebagai salah satu manajemen jalan napas dalam keadaan darurat. Selain keadaan darurat, trakeostomi juga merupakan pilihan dalam manajemen jalan dalam keadaan tertentu yang bersifat elektif. 1,6 Selain untuk menjaga patensi jalan napas, trakeostomi juga digunakan untuk bronchial toilet, dan untuk mengambil benda asing dari subglotik. Dalam melakukan trakeostomi, terdapat beberapa metode yang digunakan, antara lain surgical, perkutaneus, dan trakeostomi mini. 1 Metode yang paling banyak digunakan adalah dengan surgical yang dapat digunakan untuk trakeostomi sementara dan permanen. Untuk menghindari terjadinya komplikasi, perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit. Setelah dilakukan trakeostomi, perlu dilakukan pemeriksaan rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi. Perawatan pasca trakeostomi sangat 1

Paper Trakeostomi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

trakeostomi

Citation preview

Page 1: Paper Trakeostomi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding

depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk

ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas.1 Trakeostomi dilakukan

sebagai salah satu manajemen jalan napas dalam keadaan darurat. Selain keadaan

darurat, trakeostomi juga merupakan pilihan dalam manajemen jalan dalam

keadaan tertentu yang bersifat elektif.1,6

Selain untuk menjaga patensi jalan napas, trakeostomi juga digunakan untuk

bronchial toilet, dan untuk mengambil benda asing dari subglotik. Dalam

melakukan trakeostomi, terdapat beberapa metode yang digunakan, antara lain

surgical, perkutaneus, dan trakeostomi mini.1 Metode yang paling banyak

digunakan adalah dengan surgical yang dapat digunakan untuk trakeostomi

sementara dan permanen. Untuk menghindari terjadinya komplikasi, perlu

diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan

mencegah terjadinya emfisema kulit. Setelah dilakukan trakeostomi, perlu

dilakukan pemeriksaan rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat

timbul atau tidaknya komplikasi. Perawatan pasca trakeostomi sangat penting

karena sekret dapat menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu,

sekret di trakea dan kanul harus sering diisap ke luar dan kanul dalam dicuci

sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul

luar. Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi segera setelah

pemasangan, komplikasi menengah dan komplikasi lanjut.6,7

BAB 2

1

Page 2: Paper Trakeostomi

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Trakea

Trakea merupakan tabung berongga yang dimulai dari batas bawah

kartilago cricoid dan tersusun dari kartilago hyaline yang berbentuk “C” dan

inkomplit. Cincin kartilago hyaline ini membuka pada bagian posterior dimana

bagian yang terbuka ini dihubungkan oleh jaringan ikat fibroareolar dan serabut

otot polos. Trakea dan laring disusun oleh epitel kolumnar pseudostratified

bersilia, kecuali glotis yang disusun oleh epitel pipih bertingkat.1

Trakea memiliki panjang kira-kira 10 – 13 cm dan 16 – 20 cincin

kartilago. Trakea bercabang pada setinggi sternum membentuk dua cabang

bronkus, yaitu bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih lebar, lebih sempit,

dan lebih vertikal dibandingkan dengan bronkus kiri. Selanjutnya, bronkus utama

ini bercabang-cabang membentuk pohon bronkus (bronchial tree). Percabangan

bronkus yang paling kecil, yaitu bronkiolus dimana bronkiolus ini tidak memiliki

cincin kartilago. 1,2

Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di bagian depan dan lateral. Isthmus

melintasi trakea disebelah anterior setinggi cincin trakea kedua hingga kelima.

Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus.1

Trakea diperdarahi oleh cabang arteri tiroid superior dan inferior

kemudian membentuk anastomose dengan arteri bronkial yang berasal dari

aortatorakalis. Aliran darah vena mengalir ke pleksus vena tiroid inferior. Trakea

dipersarafi oleh cabang dari nervus Vagus, nervus Laringeal Rekuren, dan trunkus

simpatetik. Stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi muskulus trakea,

sedangkan stimulasi vagal akan menyebabkan konstriksi.

2

Page 3: Paper Trakeostomi

Gambar 2.1. Anatomi trakea

2.2. Definisi Trakeostomi

Trakeostomi merupakan suatu tindakan menginsisi dinding anterior trakea

untuk mempertahankan jalan napas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan

memintas jalan napas bagian atas.3

2.3. Indikasi Trakeostomi

Trakeostomi merupakan salah satu tindakan untuk mengatasi obstruksi

saluran napas. Obstruksi saluran napas ditandai dengan adanya suara serak, sesak

napas, gelisah, stridor, retraksi intercostal, suprasternal, dan supraclavicular,

sianosis. Adanya trauma pada jalan napas yang ditandai dengan sputum

bercampur darah, emfisema subkutan, dan fraktur laringorakeal yang dapat diraba

juga memerlukan trakeostomi untuk mempertahan patensi jalan napas.1

Indikasi lainnya dilakukan trakeostomi, yaitu :4

- Stenosis laring yang dapat disebabkan oleh tumor, pembengkakan (misalnya,

post radiasi), paralisis vocal cord bilateral, stenosis subglotis.

3

Page 4: Paper Trakeostomi

- Stenosis trakea yang letaknya diatas insisi trakeostomi

- Ventilasi mekanik yang berkepanjangan

- Penyakit paru (untuk memfasilitasi bronchial toilet dan mengurangi dead

space)

- Mengatasi sleep apnea

- Mempertahankan patensi jalan napas setelah operasi saluran napas atas

2.4. Klasifikasi

2.4.1. Berdasarkan waktu dilakukannya

2.4.1.1. Trakeostomi Elektif

Trakeostomi elektif dilakukan dengan persiapan dimana kondisi pasien

dan yang berhubungan dengan operasi dikontrol terlebih dahulu.3 Trakeostomi

merupakan prosedur yang membutuhkan kerja sama antara operator dan ahli

anestesi sehingga sebaiknya dilakukan dalam kondisi terkontrol.5

Gambar 2.2. Indikasi absolut dan relatif trakeostomi elektif

2.4.1.2. Trakeostomi Darurat

Pada keadaan darurat atau distres pernapasan akut, orotrakeal atau

nasotrakeal intubasi merupakan intervensi yang biasanya dilakukan. Apabila

4

Page 5: Paper Trakeostomi

intubasi gagal dilakukan, walaupun telah dilakukan dengan bantuan endoskopi,

perlu dilakukan trakeostomi untuk membuka jalan napas. Dalam keadaan yang

sangat darurat, insisi trakea dapat terganggu atau terhalangi oleh lapisan jaringan

subkutan dan perdarahan dari isthmus tiroid.3 Selain trakeostomi, dalam keadaan

darurat dapat dilakukan krikotiroidotomi.8

2.4.2. Berdasarkan letak insisi

Berdasarkan letak insisinya, trakeostomi dibagi menjadi lelak tinggi dan

letak rendah, dimana batas antara kedua letak tersebut adalah cincin trakea

ketiga.6

2.5. Trakeostomi

2.5.1. Alat-Alat Trakeostomi

A. Jenis Pipa Trakeostomi2

1. Cuffed Tubes

Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko

timbulnya aspirasi.

2. Uncuffed Tubes

Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai

risiko aspirasi.

3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)

Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga

kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.

4. Silver Negus Tubes

Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang.

Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.

5. Fenestrated Tubes

Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya,

sehingga penderita masih tetap merasa bernapas melewati hidungnya. Selain

itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.

5

Page 6: Paper Trakeostomi

Gambar 2.3. Bagian pipa trakeostomi dengan balon dan kanul dalam

Gambar 2.4. Pipa trakeostomi tanpa balon

B. Alat-Alat Trakeostomi

Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit yang berisi

obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang pengait

tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran

sesuai.

2.6 Jenis Tindakan Trakeostomi

2.6.1 Surgical tracheostomy

Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi.

Insisi dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.

6

Page 7: Paper Trakeostomi

2.6.2. Percutaneous Tracheostomy

Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat.

Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan

tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan

lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi

juga jauh lebih kecil.

2.6.3. Mini tracheostomy

Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini

dimasukan menggunakan kawat dan dilator.

2.6.4. Prosedur

2.6.4.1. Surgical Tracheostomy6,7

Pasien tidur telentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan

kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto-oksipital. Dengan posisi

seperti ini, leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat

permukaan leher. Kulit daerah leher dibersihkan secara asepsis dan antisepsis, lalu

ditutup dengan kain steril.

Obat anastetikum (novokain) disuntikkan ddi pertengahan krikoid dengan fossa

suprasternal secara infiltrasi. Sayatan Kulit dapat vertical di garis tengah leher ,

mulai di bawah krikoid sampai fossa suprasternal atau jika membuat sayatan

horizontal, dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa

suprasternal atau kira – kira 2 jari di bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan

terlalu sempit, dibuat kira – kira 5 cm.

Dengan gunting panjang yang tupul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan

lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul, sampai tampak

trakea dyang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna

putih. Bila lapisan kulit dan jaringan dibawahnya di buka tepat di tengah, maka

trakea ini akan mudah ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang

tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid yang ditemukan, ditarik ke atas supaya

cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismus tiroid di klem pada dua

7

Page 8: Paper Trakeostomi

tempat dan dipotong di tengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan, ismus tiroid

diikat kedua tepinya, dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika

perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membrane

antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan

memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian dipasang

kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher

pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.

Untuk menghindari terjadinya komplikasi, perlu diperhatikan insisi kulit jangan

terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema

kulit.

2.6.4.2. Trakeostomi Perkutaneus

Trakeostomi dilatasi perkutaneus adalah suatu teknik trakeostomi minimal invasif

sebagai alternatif terhadap teknik konvensional.

Trakeostomi dilatasi perkutaneus (TDP) dilakukan dengan cara menempatkan

kanul trakeostomi dengan bantuan serangkaian dilator dibawah panduan

endoskopi. Prosedur ini diperkenalkan oleh Pasquale Ciagalia pada tahun 1985.

Griggs pada tahun 1990 melakukan modifikasi dengan menggunaan kawat

pemandu dan forsep dilatasi (Griggs Guidewire Dilating forceps/ GWDF) pada

prosedur ini.

Teknik ini dimulai dengan insisi kulit sepanjang 1.5-2 cm, 2 cm dibawah kartialgo

krikoid. Sepasang forsep mosquito digunakan untuk diseksi secara tumpul sampai

fasia pretrakea. Dengan menggunakan jari kelingking identifikasi tulang rawan

krikoid dan trakea. Jarum dengan kateternya ditusukkan, idealnya antara cincin

trakea kedua dan ketiga dan tindakan ini dapat dipantau dengan menggunakan

bronkoskopi yang telah dihubungkan ke kamera. Jarum kemudian ditarik, kawat

pemandu (J-Wire), kemudian dimasukkan kemudian kateter ditarik sepenuhnya

dan mempertahankan kawat pemandu dalam lumen trakea. Dilator Ciaglia

kemudian dimasukkan melalui kawat pemandu sampai dengan ukuran 38F. Kanul

trakeostomi kemudian dipasang dengan ukuran yang sama dengan dilator melaui

kawat pemandu, dan kawat pemandu kemudian dilepas. Kanul trakeostomi

8

Page 9: Paper Trakeostomi

difiksasi dan cuff dikembangkan. Roentgen dada post operatif dilakukan untuk

melihat adanya komplikasi penumotorak dan pneumomediastinum.

Prosedur TDP ini merupakan prosedur elektif yang sering dilakukan di unit

perawatan intensif atau ICU. Pada dekade terakhir, TDP menjadi tindakan rutin

yang praktis dilakukan di beberapa RS dan beberapa artikel telah membandingkan

TDP dengan trakeostomi, dimana adanya komplikasi yang lebih rendah pada TDP

dan lamanya waktu yang digunakan lebih pendek.

Pada awalnya kebanyakan penulis menyadari bahwa prosedur ini kontraindikasi

relatif pada pasien obesitas dan leher pendek, dan kontraindikasi absolut pada

cedera servikal, anak-anak dan keadaan darurat. Sekarang ini beberapa laporan

menyebutkan keamanan dan kemungkinan dilakukannya teknik ini pada pasien-

pasien yang memiliki kontraindikasi tersebut.

Komplikasi dari prosedur ini lebih rendah dibanding prosedur trakeostomi

standar. Keuntungan teknik ini TDP adalah, dibawah panduan bronkoskopi

sehingga masuknya kawat pemandu dan kanul trakeostomi di garis tengah dapat

dipastikan dan dapat menghindari komplikasi rusaknya dinding trakea posterior

serta videonya dapat digunakan sebagai bahan untuk pelatihan

berikutnya.Sedangkan, kerugian dari teknik ini adalah pemilihan pasien sangat

selektif untuk keberhasilan tindakan ini, pasien dengan landmark tidak jelas,

obesitas, koagulopati atau adanya massa di leher merupakan calon yang tidak

dianjurkan; perlunya mentor terlatih dalam pelaksanannya untuk mencegah

kemungkinan komplikasi yang serius; membutuhkan lebih banyak tim terlatih dan

peralatan tambahan sehingga biayanya lebih besar.

2.6.4.3. Trakeostomi mini

Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini

dimasukan menggunakan kawat dan dilator.

2.7. Perawatan Pasca Trakeostomi6

1. Rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya

komplikasi

9

Page 10: Paper Trakeostomi

2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi

3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret dapat menyumbat dan

menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering

diisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu

segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam

jangka waktu lama, maka kanul harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah

di bawah kanul harus diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan

kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi.

Praktis setelah pemasangan pipa trakeostomi, beberapa hal perlu diperhatikan.

Cuff dari tuba harus di kempiskan kurang lebih 24 jam setelah pemasangan,

kecuali jika pasien dalam keadaan memakai mesin ventilasi. Kanul dalam di

lepaskan dan dibersihkan setiap 1-2 jam pada 2-3 jam pertama untuk mencegah

obstruksi oleh mukus yang kering. Penghisapan dengan menggunakan suction

harus dilakukan dengan sering terutama pada beberapa hari pertama. Tuba

trakeostomi tidak boleh di lepaskan atau diganti selama 3-5 hari kecuali tersumbat

atau bergeser.

Suatu proses penyesuaian pasien untuk bernafas normal tanpa tuba trakeostomi

dikenal sebagai tindakan dekanulasi. Proses ini dilakukan dengan konsep

weaning, dimana ukuran tuba trakeostomi di perkecil sampai ukuran yang

memungkinkan udara dapat memintas tuba menuju saluran nafas atas. Proses ini

menggunakan tuba berfenestra tanpa cuff. Tuba kemudian ditutup, dan keadaan ini

dipertahankan sampai 24-48 jam. Beberapa kriteria dekanulasi :

• AGDA yang stabil

• Tidak ada distress pernafasan

• Hemodinamik stabil

• Tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi

• Pemeriksaan endoskopik yang normal atau terdapat tanda sumbatan jalan

nafas tetapi < 30%

• Kemampuan menelan adekuat

• Mampu untuk membuang dahak

10

Page 11: Paper Trakeostomi

2.8. Komplikasi7

1. Segera

a. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernapasan

b. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya pembuluh darah utama di leher

terutama di bawah cincin trakea ke-4. Untuk mencegah dapat dilakukan palpasi

pada regio substernal terlebih dahulu untuk mengetahui daerah yang terdapat

pulsasi sebelum melakukan tindakan pembedahan.

c. Pneumothoraks dan pneumomediastinum

d. Emboli udara

e. Trauma kartilago krikoid

a) Trakea tertekuk ke depan

b) Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar

c) Emfisema subkutis karena dislokasikanul

d) Tukak karina karena kateter isap

e) Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul ( herniasi

akibat ditiup berlebihan )

f) Manset kanul terlepas di trakea

g) Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat

h) Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)

2. Menengah

11

Page 12: Paper Trakeostomi

a. Trakeitis dan trakeobronkitis

b. Erosi trakea dan perdarahan

c. Pneumonia

d. Hiperkapnea

e. Atelektasis

f. Pergeseran pipa trakeostomi

Pasien trakeostomi membutuhkan pengawasan ketat untuk mencegah

terjadinya komplikasi, terutama dalam beberapa hari post-operasi. Salah satu

komplikasi yang paling berbahaya dari trakeostomi adalah dekanulasi tidak

sengaja yang berlangsung sebelum saluran udara antara kulit dan trakea

matang, kira-kira 5 sampai 6 hari setelah prosedur. Jika stoma belum cukup

matang, maka jaringan akan saling tumpang tindih saat tabung trakeostomi

dilepaskan. Dekanulasi tidak sengaja sebelum keadaan saluran stabil terbentuk

dapat menyebabkan hilangnya saluran udara. Beberapa yang dapat

mempengaruhi pasien untuk pelepasan tabung secara paksa, termasuk:

(a) melonggarkan tali/ jahitan pengaman tabung trakeostomi.

(b) penggunaan tabung trakeostomi yang panjangnya bisa diatur.

(c) batuk yang berlebihan.

(d) seorang pasien yang lebih berat badan dengan saluran memanjang dari

kulit trakea menyebabkan posisi tabung tidak pada semestinya.

g. Obstruksi pipa trakeostomi

h. Emfisema subkutan

i. Aspirasi dan abses paru

3. Lanjut

a. Fistel trakeokutan menetap

b. Stenosis laring atau trakea

c. Granulasi trakea

d. Trakeomalasia

e. Kesukaran dekanulasi

f. Fistel trakeoesofagus

12

Page 13: Paper Trakeostomi

g. Masalah jaringan parut trakeostomi

h.Mucus plug

i. Pneumonia

j.Stenosis stoma

k. Infeksi stoma

Trakeostomi dipertimbangkan sebagai luka bersih yang terkontaminasi.

Kejadian infeksi yang dilaporkan sangat bergantung pada kriteria infeksi dalam

penelitian individu yang dipertimbangkan. pada dasarnya, sewaktu tingkat

infeksi stomal dilaporkan berkisar 36% oleh Stauffer, Olson, dan Petty (1981),

kejadian selulitis dan purulense secara umum telah dilaporkan sekitar 3% - 8%

( Delayet dkk, 2006). Infeksi stoma biasaynya muncul sebagai infeksi yang

lambat, sellulitis ringan, atau penggumpalan jaringan. infeksi yang serius

seperti mediastinitis, fasciitis, abscess, dan osteomyelitis klavikularis jarang

terjadi, akan tetapi, ketika itu terjadi, dapat mengakibatkan hilangnya jaringan

trakea, kebororan udara yang besar, dan pendarahan (Snow, Richardson, and

Flint, 1981).

Pelepasan trakeostomi tergantung dari apakah tabung trakeostomi bersifat

sementara atau permanen. Jika bersifat sementara maka trakeostomi dapat

dilepas.. Jika tabung trakeostomi bersifat permanen, lubang akan tetap terbuka.

Namun, lubang cenderung menyempit seiring dengan waktu berlanjut.

Sehingga operasi lebih lanjut dibutuhkan untuk memperlebar lubang.

BAB 3

13

Page 14: Paper Trakeostomi

KESIMPULAN

Trakeostomi merupakan suatu tindakan menginsisi dinding anterior trakea

untuk mempertahankan jalan napas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan

memintas jalan napas bagian atas. Trakeostomi merupakan salah satu tindakan

untuk mengatasi obstruksi saluran napas. Obstruksi saluran napas ditandai dengan

adanya suara serak, sesak napas, gelisah, stridor, retraksi intercostal, suprasternal,

dan supraclavicular, sianosis. Adanya trauma pada jalan napas yang ditandai

dengan sputum bercampur darah, emfisema subkutan, dan fraktur laringorakeal

yang dapat diraba juga memerlukan trakeostomi untuk mempertahan patensi jalan

napas.

Trakeostomi diklasifikasikan menjadi trakeostomi elektif dan darurat

berdasarkan waktu dilakukannya, dan berdasarkan letak insisinya dibagi menjadi

letak tinggi dan letak rendah. Untuk trakeostomi yang sementara dan permanen,

dapat dilakukan trakeostomi dengan teknik surgical. Untuk menghindari

terjadinya komplikasi, perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar

tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit. Setelah

dilakukan trakeostomi, perlu dilakukan pemeriksaan rontgen dada untuk menilai

posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi. Perawatan pasca

trakeostomi sangat penting karena sekret dapat menyumbat dan menimbulkan

asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering diisap ke luar dan

kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan

lagi ke dalam kanul luar. Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi segera

setelah pemasangan, komplikasi menengah dan komplikasi lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: Paper Trakeostomi

1. Ballenger, John Jacob. 2002. Otitis Media Kataral Akut & Otitis Media

Kataral Kronik. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,

Kepala dan Leher. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara.

2. Scanlon, Valerie C., Sanders, Tina. 2007. Essentials of Anatomy and

Physiology. 5th Edition. USA: Davis Company.

3. Probst, Rudolf. 2006. The Middle Ear. In: Probst, Rudolf., Grevers,

Gerhard., Iro, Heinrich. Basic Otorhinolaryngology: A Step

by Step Learning Guide. New York: Thieme.

4. Lalwani, Anil K. 2007. Otitis Media. In: Current Diagnosis & Treatment.

2nd Edition. New York: McGraw Hill Companies.

5. Montgomery, Paul Q., Evans, Peter H Rys., Gullane, Patrick J. 2009.

Principles of Head and Neck Surgery and Oncology. 2nd Edition.

UK: Informa.

6. Soepardi, E.A., dkk. 2010. Otitis Media Non Supuratif. Dalam: Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi

6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

7. Morris, Linda., Afifi, Sherif. 2009. Tracheostomies, The Complete Guide.

USA: Hamilton Printing Company. p.18-38;236,278.

8. Adams, G.L., Boeis, L.R., Higler, P.A. 1997. Otitis Media Serosa. Dalam:

Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 97-9.

9. Tintinalli, Judith E., Kelen, Gabor D., Stapczynski, J Stephan. 2004.

Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 6th Edition.

USA: McGraw-Hill Companies.

15