Upload
adelaine-ratih-k
View
297
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Patologi Klinik yang umum digunakan pada pemeriksaan urinary system
Citation preview
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Urinary System
TUGAS MANDIRI
PATOLOGI KLINIK
Disusun Oleh
Adelaine Ratih Kususmaangharumi
125070207131004
K3LN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem urin adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia, meliputi ginjal dan
saluran keluarnya yang berfungsi untuk membersihkan tubuh dari zat-zat yang tidak
diperlukan. Sebanyak 1 cc urin dihasilkan oleh kedua ginjal kiri dan kanan setiap menitnya
dan dalam 2 jam dihasilkan sekitar 120 cc urin yang akan mengisi kandung kemih. Saat
kandung kemih sudah terisi urin sebanyak itu mulai terjadi rangsangan pada kandung kemih
sehingga yangbersangkutan dapat merasakannya. Keinginan mengeluarkan mulai
muncul,tetapi biasanya masih bisa ditahan jika volumenya masih berkisar dibawah150 cc
(Daniel S Wibisono, 2005).
Dengan bertambahnya waktu, kelainan-kelainan pada system urinaria semakin
bertambah. Seperti infeksi, gagal ginjal, rupture ureter/uretra, dan lain sebagainya. Dengan
munculnya berbagai penyakit tersebut, diperlukan pemeriksaan untuk menunjang diagnose
medis tersebut. Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini untuk menjelaskan patologi
klinik pemeriksaan diagnostic pada system urinary.
B. Tujuan
1. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat memahami jenis sampai procedure patologi klinik yang dilakukan
pada system urinary.
2. Tujuan Umum
A. Mengetahui konsep umum tentang Urinalysis and Urine Culture,
B. Mengetahui konsep umum tentang Specific Gravity,
C. Mengetahui konsep umum tentang Osmolality,
D. Mengetahui konsep umum tentang Renal Function Tests,
E. Mengetahui konsep umum tentang Diagnostic Imaging,
F. Mengetahui konsep umum tentang Urologic Endoscopic Procedures
G. Mengetahui konsep umum tentang Biopsy
BAB II
KONSEP DAN TUJUAN
A. Urinalysis and Urine Culture
1. Definisi
Urinalisis atau tes urin atau dikenal dengan analisis urin adalah pemeriksaan sampel
urin secara fisik (makroskopis), mikroskopik dan kimia. Urinalisis atau tes urin
merupakan salah satu tes laboratorium yang tidak hanya memberikan informasi tentang
keadaan ginjal dan saluran kemih, tetapi juga mengenai faal hati, saluran empedu,
pancreas, korteks adrenal dan keadaan lainnya.
Urinalisis adalah sebuah tes yang memeriksa sampel urin untuk mengetahui jumlah
protein, darah (sel darah merah dan sel darah putih), dan hal-hal lain. Protein dan sel-sel
darah merah dan putih yang tidak biasanya ditemukan dalam air seni, sehingga memiliki
terlalu banyak dari salah satu bisa berarti penyakit ginjal. Memiliki protein dalam urin
adalah salah satu tanda-tanda awal dari penyakit ginjal terutama pada orang dengan
diabetes.
Urinalisis dapat memberikan informasi klinik yang penting. Meskipun urinalisis
dilakukan secara rutin pada saat pasien masuk rumah sakit dan dalam pemeriksaan
skrining praopratif untuk pasien-pasien yang akan menjalani pembedahan elektif, tetapi
pemeriksaan ini menjadi kontroversial karena umumnya hanya menghasilkan beberapa
hasil positif apabila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Namun demikian,
urinalisis tetap meupakan pemeriksaan rutin pada sebagian besar kondisi klinis
(Smeltzer & Bare, 2001).
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penilaian dasar terhadap penyakit ginjal
terutama untuk menilai barier filtrasi dan fungsi tubulus ginjal. Pada pemeriksaan
urinalisis diperlukan spesimen urin yang segar khususnya yang berasal dari eliminasi urin
sewaktu bangun tidur pagi karena spesimen ini lebih pekat dan lebih besar
kemungkinannya untuk mengungkapkan abnormalitas (Smeltzer & Bare, 2001).
Adapun tujuan pengamatan urinalisis ini adalah :
a. Menunjang diagnosis suatu penyakit
b. Memantau perjalanan penyakit
c. Memantau efektifitas pengobatan serta komplikasi penyakit.
d. Skrining dan pemantauan penyakit asimptomatik congenital dan herediter
Pemeriksaan urine mencangkup evaluasi hal-hal berikut :
Observasi warna dan kejernihan urine
Pengkajian bau urine
Pengukuran keasaman dan berat jenis urine
Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa dan badan keton dalam urine
(masing-masing untuk proteinuria, glukosuriadan ketonuria)
Pemeriksaan mikroskopik sedimen urine sesudah melakukan pemusingan
(centrifuging) untuk mendeteksi sel darah merah (hematuria), sel darah putih,
silinder (silinduria), Kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).
2. Indikasi
Urinalisis biasanya dilakukan secara rutin pada saat pasien masuk rumah sakit dan
dalam pemeriksaan skrining praopratif untuk pasien-pasien yang akan menjalani
pembedahan elektif. Beberapa indikasinya antara lain :
a. Pasien dengan riwayat gejala disuria, hesitancy, nyeri pinggang, sering berkemih
dan pengeluaran secret.
b. Pasien dengan riwayat kelainan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal seperti
penyakit renal, penyakit kolagen vaskuler, diabetes mellitus dan pajanan terhadp
nefrotoksin.
c. Pasien dengan hasil pemeriksaan fisik panas yang penyebabnya tidak diketahui,
edema menyeluruh, ikterus, nyeri tekan pada angulus kostovertebralis dan
abnormalitas kelenjar prostat.
3. Jenis-Jenis Pengambilan Urine
a. Urin Sewaktu
Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak
ditentukan dengan khusus. Urin ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang
menyertai pemeriksaan badan tanpa tanda khusus.
b. Urin Pagi
Urin pagi adalah urin yang pertama kali dikeluarkan pada pagi hari setelah
bangun tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari, jadi baik
untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, dan protein.
c. Urin 24 Jam
Urin 24 jam adalah urin yang dikeluarkan dan dikumpulkan selama 24 jam.
Untuk pengumpulan urin ini diperlukan botol yang besar dan dapat ditutup rapat,
botol ini harus bersih dan biasanya memerlukan pengawet. Banyak pemeriksaan
analisis kuantitatif dilaksanakan pada spesimen urin yang dikumpulkan selama
periode waktu 24 jam (Smeltzer & Bare, 2001)
4. Persiapan Alat
a. APD (sarung tangan, masker, dll)
b. Botol penampung urin yang bersih dan kering, adanya air dan kotoran dapat
mengubah susunannya. Wadah urin yang terbaik adalah yang bermulut lebar
dapat disumbat rapat dan terbuat dari gelas dengan volumenya ±300 ml.
Siapkan juga label
c. Perlengkapan perineal hygien (selimut, air bersih, sabun, kapas, dll).
d. Perlengpan lain yang dibutuhkan.
5. Prosedur Pelaksanaan
Pasien dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih pada waktu yang ditentukan
(seperti pukul 8 pagi). Catat tanggal dan waktunya.
Urin ini dibuang, semua urin yang dikeluarkan selama 24 jam berikutnya
dikumpulkan dan disimpan 24 jam sesudah pengumpulan dimulai yaitu pukul 8 pagi.
Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu
untuk menghindari kehilangan air seni dan kontaminasi feses pada sampel urin
wanita.
Tindakan membuang satu spesimen saja selama periode dilakukan pemeriksaan
akan membuat pemeriksaan tersebut tidak valid.
Pengumpulan urin yang baik memerlukan pemahaman serta kerja sama di pihak
pasien dan semua pihak yang terlibat dalam perawatan pasien.
a. Urin Postprandial
Urin Postprandial yaitu urin yang pertama kali dikeluarkan 1,5 – 3 jam
setelah makan, sangat baik untuk pemeriksaan terhadap reduksi dan kelainan
sedimen.
b. Urine 2 Gelas dan urin 3 Gelas pada Orang Lelaki
Penampungan ini dipakai pada pemeriksaan urologis dan dimaksudkan
untuk mendapatkan gambaran tentang letaknya lesi atau radang lain yang
mengakibatkan adanya nanah atau darah dalam urin seorang laki- laki. Penderita
harus berkemih langsung ke dalam gelas – gelas itu tanpa menghentikan aliran
urinnya.
Pada gelas pertama ditampung 20 – 40 ml urin yang mula – mula keluar.
Ke dalam gelas kedua dimasukkan urin berikutnya, kecuali beberapa ml terakhir
dikeluarkan.Urin ini berisi unsur – unsur dari kantong kencing.
Beberapa ml urin terakhir ditampung dalam gelas ketiga dan urin ini diharapkan
akan mengandung unsur – unsur khusus dari pars prostatica uretra serta getah
yang terperas keluar dari akhir berkemih.
c. Urine Midstream
Spesimen urin yang dikeluarkan dengan cara yang umum biasanya tidak
dapat digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi akibat kontaminasi organisme dari
linkungan di sekitar meatus uretra. Kontaminasi dapat dihindari dengan melakukan
kateterisasi kandung kemih. Namun, karena adanya resiko infeksi, maka kateterisasi
tidak direkomendasikan untuk mendapatkan spesimen urin kecuali jika ada indikasi
tertentu. Teknik clean-catch midstream, teknik ini mengambil urin di tengah-tengah
pengeluaran urin saat buang air kecil dan bukan pada saat memulai atau
mengakhirinya dan dilakukan dengan cara-cara yang bersih, akan memberikan cara-
cara untuk melakukan pemeriksaan bakteriologi yang dapat diandalkan tanpa
kateterisasi (Smeltzer & Bare, 2001).
Prosedur Pelaksanaan pada Pasien Laki-Laki
Jelaskan maksud, tujuan dan prosedur dilakukannya tindakan.
Jaga privasi klien.
Instruksikan pada pasien laki-laki.
Buka glans penis dan bersihkan daerah disekitar meatus dengan sabun.
Hilangkan semua bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air.
Jangan mengumpulkan urine yang pertamakali keluar, buang bagain ini.
Kumpulkan bagian berikutnya ke dalam botol steril barmulut lebar atau tabung
gelas yang berdiameter besar dengan dilindungi oleh tutup yang steril.
Jangan mengumpulkan beberapa tetes urine terakhir karena sekresi prostat
dapat masuk ke dalam urine pada akhir pancaran urine.
Prosedur Pelaksanaan pada Pasien Wanita
Jelaskan maksud, tujuan dan prosedur dilakukannya tindakan.
Jaga privasi klien.
Instruksikan pada pasien wanita.
Pisahkan kedua labia agar orifisium uretea tidak terhalang.
Bersihkan daerah disekitar meatus urinarius dengan menggunakan spons yang
dibasahi sabun cair.
Hilangkan semua bekas sabun dnegan kapas yang dibasahi air, dengan cara
menghapusnya dari depan ke belakang.
Pertahankan labia agar tetap terpisah dan lakukan urinasi yang kuat, tetapi
bagian pertama urine yang memancar keluar jangan ditampung. Koloni bakteri
terdapat pada bagian distal orifisium uretra, pancaran urine yang pertama akan
membasuh dan membersihkannya dari kontamunasi tersebut.
Kumpulkan bagian pancaran-tengan dari aliran urine dengan memastikan agar
wadah yang digunakan untuk mengumpulkan specimen urine tidak mengenai
alat kelamin.
Warna
Alat dan bahan:
- Urin
- Tabung reaksi
Prosedur:
- Isilah tabung dengan urin sampai 2/3 penuh dan perhatikan warna urin pada
sikap miring
- Warna dinyatakan dengan: tidak berwarna, kuning muda, kuning tua, kuning,
kuning campur merah, hijau, coklat, dan seperti susu.
- Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
Merah :
Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab
(kelembak), senna.
Oranye :
Penyebab patologik : pigmen empedu.
Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium),
obat lain termasuk fenotiazin.
Kuning :
Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.
Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
Hijau :
Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
Biru : tidak ada penyebab patologik
Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran
Coklat :
Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
Hitam atau hitam kecoklatan :
Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans,
urobilinogen, methemoglobin.
Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol
Kejernihan
Alat dan bahan:
- Urin
- Tabung reaksi
Prosedur:
- Isilah tabung reaksi dengan urin sampai 2/3 penuh dan perhatikan kejernihan
urin pada sikap miring ke arah cahaya.
- Kejernihan dinyatakan dengan: jernih, agak keruh, keruh dan sangat keruh.
Bau urin
Bau urin bukan merupakan pemeriksaan penyaring, tapi bila ada bau
abnormal harap dilaporkan.
Harus dibedakan:
- Bau yang dari semula ada
- Bau yang timbul dari urin tanpa pengawet
Bau yang berlainan:
- Amoniak (karena infeksi kandung kemih sehingga terjadi perombakan ureum
oleh bakteri dalam kandung kemih)
- Bau busuk : pada keganasan
Pemeriksaan kimia urin
A. pH urin
- Dipakai urin segar
- Reaksi dan pH urin tidak berarti dalam pemeriksaan penyaring tetapi
penetapan ini dapat member kesan adanya:
a. Gangguan keseimbangan asam basa
b. Petunjuk ke arah etiologi infeksi saluran kemih misalnya E. coli
menyebabkan urin asam dan proteus menyebabkan urin lindi
(merubah ureum menjadi amoniak)
- Prosedur:
Pakai kertas lakmus biru dan merah yang dibasahi dengan urin yang
akan diperiksa lalu tunggu 1 menit, lihat perubahan warna yang terjadi.
Lakmus biru menjadi merah : urin asam
Lakmus merah menjadi biru: urin lindi
pH urin normal: 4,6 – 8,5
pH urin 24 jam : 6,2
B. reduksi urin (glukosa)
a. Reduksi: Pereaksi benedict, fehling, nylander
Prinsip: gula dalam urin akan mereduksi ion cupri menjadi cupro oksida
(kuning-merah). Hasil: +/positif untuk glukosa dan gula lain (galaktosa,
pentose, fruktosa dan lain-lain)
Alat dan bahan:
- Wadah/penampung urin yang bersih dan kering
- Tabung reaksi, penjepit tabung, rak tabung
- Reagen benedict, api bunsen, dan pipet tetes
Prosedur:
1. 5 ml reagen benedict dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Tambah 5-8 tetes urin (jangan lebih)
3. Panaskan tabung dan isinya sampai mendidih sambil digoyang-
goyangkan
4. Angkat, goyangkan dan baca hasilnya
b. Enzimatik
Carik celup atau reagen pita / carik celup yang mengandung enzim glukosa
oksidase. Hasil: spesifik terhadap glukosa
Alat dan bahan:
- Wadah atau penampung urin yang bersih dan kering
- Tabung reaksi
- Carik celup
Prosedur tes carik celup:
- Urin dimasukkan dalam tabung reaksi sampai kira-kira 2/3 penuh
- Dimasukkan carik celup sampai terendam dalam urin
- Angkat carik celup
- Bandingkan warna pada pita carik celup dengan warna standar pada
botol
C. Pemeriksaan berat jenis urin
Penetapan BJ dapat dilakukan dengan:
- Urinometer
- Piknometer
- Carik celup
BJ urin berhubungan erat dengan dieresis dapat member kesan tentang
pekatnya urin
BJ urin tinggi berarti dieresis menurun dan sebaliknya
BJ urin 24 jam pada orang normal : 1,016 – 1,022
BJ urin sewaktu pada orang normal : 1,003 – 1,030
Bila BJ urin sewaktu 1,025 atau lebih sedangkan reduksi urin dan protein
negatif, hal ini menujukkan faal pemekatan ginjal baik.
Bila BJ urin lebih dari 1,030 kemungkinan glukosuria.
Bila jumlah urin sedikit, maka urin dapat diencerkan dengan aquadest (1 :
1), selanjutnya angka terakhir pembacaan dikalikan 2
Bila urin sangat sedikit maka BJ urin dapat ditentukan dengan alat
refraktometer.
Prosedur pemeriksaan BJ urin:
- Tuang urin ke dalam gelas ukur 50 ml
- Masukkan urinometer yang sesuai, putar urinometer supaya tidak
menempel pada dinding gelas.
- Baca BJ urin dengan memperhatikan skala yang tertera pada urinometer.
D. Pemeriksaan protein urin
Prosedur:
- 2 tabung reaksi masing-masing diisi 2 ml urin
- Tabung pertama diberi 8 tetes larutan sulfo salisilat 20 % lalu kocok dan
bandingkan kedua tabung tersebut
Pembacaan hasil:
- Kedua tabung jernih, tes terhadap protein negative
- Tabung pertama lebih keruh dari tabung kedua maka tabung pertama
dinyalakan di atas api sampai mendidih kemudian didinginkan.
Bila hasilnya tetap keruh : tes protein positif
Bila kekeruhan hilang pada pemanasan dan keruh setelah dingin : protein
bence jones positif (biasanya pada penderita myeloma multiple)
Untuk menguji kekeruhan:
Dipakai cahaya berpantul dengan latar belakang hitam. Tes dengan
sulfo salisilat sangat peka, tetapi tidak bersifat spesifik. Apabila hasil tes
tersebut negative, tidak perlu lagi memikirkan adanya protein atau zat-zat
lain yang ikut mengendap pada tes itu.
6. Hasil Pemeriksaan
Warna: Normal warna urin adalah kuning jernih. Di luar warna ini menunjukkan
adanya kelainan sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
Berat jenis: Hanya dilakukan bila fungsi ginjal normal terutama untuk mengetahui
konsentrasi urin sering dilakukan pemeriksaan dengan dipstick, batasan antara
1,001-1,030 yang merupakan osmolaritas urin. Peningkatan berat jenis menunjukkan
adanya bahan-bahan/zat hiperosmolar seperti radiokontras atau terjadinya deplesi
volume.
pH: Pemeriksaan ini untuk mengetahui keasaman urin. Biasanya dilakukan dengan
dipstick dan hasilnya sangat bergantung kepada keseimbangan asam basa sistemik.
Nilai pH urin berkisar < 7,0 dan bila > 7,0 menunjukkan terjadinya pembentukan
akteri oleh urease atau diurase bikarbonat.
Gula/glukosa: Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai reabsorbsi glukosa dan
bahan-bahan lain. Adanya glukosuria pada pemeriksaan dipstick sedangkan kadar
gula darah normal menunjukkan adanya kelaina ginjal berupa gangguan reabsorbsi
gula. Keadaan ini dapat dipastikan dengan pemeriksaan uji toleransi gula.
Protein: Pemeriksaan protein ini bertujuan untuk menilai barier filtrasi glomerulus.
Dengan dipstick dapat diketahui konsentrasi protein berkisar di bawah 10-15 mg/dL.
Hemoglobin: Dalam keadaan normal tidak dijumpai dalam urin. Akan tetapi bila
dijumpai perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan sel darah merah pada sedimen urin.
Leukosit esterase: Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat reaksi positif dengan
disptick yang disebabkan oleh adanya paling sedikit 4 leukosit per- lapangan
pandang besar.
Nitrit: Meski kurang sensitif, pemeriksaan dengan dipstick ini menunjukkan adanya
bakteri yang dapat mengubah nitrat mejadi nitrit.
Pemeriksaan sedimen urin:
Eritrosit: Pemeriksaan seimen eritrosit merupakan salah satu pemeriksaan untuk
mengetahui dan menilai gangguan filtrasi glomerulus ginjal. Dalam keadaan
normal < 12.000 sel darah merah/mL urin. Pada kelainan glomerulus jumlahnya
menjadi lebih banyak dengan bentuk dan ukuran yang tidak teratur. Keadaan ini
menunjukkan terjadinya gangguan filtrasi glomerulus.
Leukosit: Pada keadaan normal sel darah putih dapat ditemukan berkisar 2-3 per
lapangan pandang besar. Bila jumlahnya lebih banyak, hal ini menunjkkan
kemungkinan adanya infeksi saluran kemih atau inflamasi.
Sel epitel tubulus ginjal: Meskipun tidak diperiksa pada urinalisis rutin, sel-sel
besar ini dengan inti yang sangat jelas sering terlihat pada nekrosis tubular akut,
glomerulonefritis atau pielonefritis. Dan pada proteinuria dengan batasan
nefrotik, degenerasi sel epitel dapat dijumpai sebagai oval fat bodies.
Cast = Silinder. Silinder terbentuk di dalam tubulus distl atau bagian awal tubulus
kontortus, karena aglutinasi masa selular dan elemen nonselular di dalam matrik
protein Tamm-Horsfall. Adanya silinder menunjukkan kelainan yang berasal dari
ginjal.
B. Specific Gravity
1. Definisi
Spesific gravity atau pemeriksaan berat jenis urin berhubungan dengan keadaan faal
pemekatan yang dilakukan oleh ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
urometer, refraktometer, gravimetri dan falling drop. Berat jenis urin sewaktu pada
orang normal antara 1,003-1,030. Pengukuran berat jenis urin bertujuan untuk
mengetahui fungsi pemekatan atau pengenceran oleh ginjal dan komposisi serta dilusi
urin itu sendiri. Pengukuran berat jenis urin juga berfungsi untuk membedakan oliguria
karena acute renal failure yang memiliki BJ isosthenuria (berat jenis sekitar 1,010) dan
oliguria akibat dehidrasi.
Berat jenis urin seseorang adalah komposisi urin, fungsi pemekatan ginjal, dan
produksi urin itu sendiri. Keadaaan yang menimbulkan BJ urin rendah adalah kondisi
tubuh pada udara dingin, diabetes insipidus, dan terlalu banyak mengkonsumsi air.
Keadaan yang menimbulkan BJ urin tinggi adalah dehidrasi, protein uria, diabetes
melitus. Isosthenuria adalah keadaan dimana BJ urine berkisar 1,010 dan hyposthenuria
adalah BJ urine di bawah 1,008.
2. Persiapan Alat
a. APD (sarung tangan, masker, dll)
b. Sampel urine
c. Urinometer
d. Termimeter
e. Gelas ukur
3. Prosedur Pelaksanaan
a. Kalibrasi urinometer dengan aquades. Periksa ketepatan urinometer terhadap air
suling, apakah nilai terbacq 1,000 pada suhu teranya. Kebanyakan urinometer
ditera pada suhu 160 C (60,80 F). Hal ini perlu dilakukan karena densitas air berubah
sesuai suhu.
b. Isi beaker glass dengan urin sampai 3/4 penuh dengan urine yang telah tercamour
dengan baik. Hilangkan buih yang timbul dengan menggunakan kertas saring atau
dengan cara menambahkan 1 tetes eter. Diperlukan larutan uniformis karena
konsentrasi zat terlarut yang diukur.
c. Putar urinometer perlahan-lajhan sambil dimasukkan ke dalam urine agar jangan
sampai terjadi kesalahan pada tegangan permukaan yang terbentuk pada batang
urinometer tersebut, dan jangan sampai menempel pada sisi silinder.
d. Baca meniskus pada urinometer. Baca dari atas ke bawah. Urinometer ditera dalam
unit 0,001 mulai dari 1,000 di sebelah atas dan terus ke bawah sampai 1,060. Cata
membaca yang baik adalah pada permukaan dasar meniscus yang harus dibaca
pada ketinggian mata.
e. Perbaiki hasil bacaan berat jenis tersebut jika suhu specimen yang diperiksa
dengan suhu tera uninometer berbeda. Gunakan thermometer untuk menentukan
suhu urine yang sebenarnya. (Prince, 2005)
4. Faktor Koreksi
Pemeriksaan Berat jenis dengan menggunakan urinometer memerlukan faktor
koreksi. Faktor koreksi tersebut antara lain:
1. Faktor kalibrasi dengan aquades
misal berat jenis aquades = 1,003 --> berat jenis urine jadi dikurangi 0,003
misal berat jenis aquades = 1,005 --> berat jenis urine jadi dikurangi 0,005
2. Faktor suhu
baca dahulu suhu tera urinometer
kemudian tentukan suhu ruangan pengukuran
Tambahkan 0,001 pada hasil yang dibaca untuk setiap 30C (5,40 F) di atas suhu
tera dan kurangi 0,001 untuk setiap 30C (5,40 F) di bawah suhu tera.
Contoh: jika unimeter yang ditera pada 160C ditempatkan pada suatu
specimen urine segar dengan suhu 310C dan memperlihatkan hasil bacaan
sebesar 1,015, maka hasil bacaan itu perlu ditambah 0,005.
310C – 160C = 150C x 001
30C = 0,005
Berat jenis sesungguhnya setelah koreksi suhu adalah 1,020.
3. Faktor pengenceran
banyak pengenceran terhadap urine x 2 angka paling belakang pada BJ urine
contoh: pengenceran 2x, berat jenis urine 1,013 ---> 2 x 13 ---> berat jenis
urine = 1,026
4. Faktor protein dan glukosa
tiap 1 g protein atau glukosa yang terkandung dalam urine --> berat jenis
urine - 0,003
C. Osmolality
1. Definisi
Osmolalitas adalah jumlah keseluruhan partikel yang larut didalam larutan.
Osmolalitas serum merupakan suatu indikator konsentrasi serum. Ketidakseimbangan
osmolalitas melibatkan kadar terlarut dalam cairan-cairan tubuh, terutama natrium,
karena nartium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotik dalam cairan
ekstraseluler. Peningkatan osmolalitas serum menunjukan adanya hemokonsentrasi
dan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Dan penurunan nilai pada serum menunjukan
hemodilusi (peningkatan volume plasma). Osmolalitas didapat dengan mengukur
jumlah partikel yang larut dalam serum yaitu elektrolit, glukosa dan urea.
Untuk perhitungan secara kasar dapat menggunakan pemeriksaan Natrium saja.
Karena Natrium merupakan 85%-95% dari osmolalitas serum. Yaitu kadar Natrium yang
diperoleh dikali 2. Untuk lebih akurat dapat menggunakan Natrium, glukosa, urea
dengan rumus sebagai berikut:
Osmolalitas serum = 2 x Na + (BUN/3) + (glukosa/18)
Untuk mengukur kepekatan urin, osmolalitas urin sebenernya lebih akurat dibanding
dengan mengukur berat jenis. Karena pada berat jenis urin dapat dipengaruhi oleh
partikel yang tidak terlarut. Pada keadaan normal, nilai osmolalitas serum pada orang
dewasa adalah 280-300 mosm/Kg H2O. Dan pada anak-anak adalah 270-290 msom/Kg
H2O. Sedangkan pada urin berkisar 50-1200 mosm/Kg H2O (ini berlaku juga pada anak-
anak).
Penurunan kadar osmolalitas serum dapat terjadi akibat kelebihan masukan cairan,
hiponatremia (kadar Natrium rendah). Penyakit ginjal akut. Dan peningkatan kadar
osmolalitas dapat terjadi pada saat dehidrasi (kekurangan cairan tubuh), Hiperglisemia
(kadar glukosa yang tinggi), hipernatremia (peningkatan jumlah Natrium)
2. Indikasi
Tes ini membantu mengevaluasi keseimbangan cairan tubuh dan konsentrasi urine.
Kondisi kondisi dimana tes ini dilakukan:
a. Pyelonefritis ( komplikasi ISK )
b. Kadar natrium tinggi
c. Kadar natrium rendah
d. BAK berlebihan
3. Persiapan alat
APD (masker, sarung tangan, dll)
Wadah penampung urine
Alat tulis
4. Prosedur Pelaksanaan
Jaga privasi pasien.
Jelaskan maksud, tujuan dan prosedur pelaksanaan.
Melakukan pngambilan sampel urine. Bantu pasien jika pasien tidak dapat
melakukan secara mandiri.
Sampel urine yang digunakan adalah urine yang keluar pertama kali pada pagi
hari atau sampel urine pada saat itu juga saat pemeriksaan dilakukan dengan
tenaga medis.
Urine yang diperlukan adalah sekitar 60ccs.
Sampel dikumpulkan setelah klien puasa selama 8-12 jam.
Beri label pada sampel yang didapat, nama pasien, waktu pengambilan, jenis
sampel.
Bawa sampel yang didapat ke ruang labolatorium untuk dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
5. Cara Pembacaan Secara Global
Nilai normal adalah sebagai berikut
a. spesimen acak : 50-1200 miliosmol per kilogram (mOsm / kg)
b. 12 sampai 14 jam restriksi cairan: Lebih besar dari 850 mOsm / kg.
Contoh di atas adalah pengukuran umum untuk hasil tes ini. Rentang nilai normal
dapat sedikit berbeda antara laboratorium yang berbeda. Beberapa laboratorium
menggunakan pengukuran yang berbeda atau menguji sampel yang berbeda.
Hasil abnormal ditunjukkan sebagai berikut:
Pengukuran lebih besar dari normal dapat menunjukkan:
- Penyakit Addison (jarang)
- Gagal jantung kongestif
- Dehidrasi
- Glikosuria
- Stenosis arteri ginjal
- Syok
- Sindrom patut ADH sekresi
Pengukuran lebih rendah dari normal dapat menunjukkan:
- Aldosteronisme (sangat jarang)
- Diabetes insipidus (jarang)
- Kelebihan asupan cairan
- Gagal ginjal
- Renal tubular nekrosis
- Pielonefritis Parah
D. Renal Function Tests
1. Definisi
Tes fungsi ginjal dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan
mengikuti perjalanan klinik pasien. Pemeriksaan ini juganuntuk memberikan informasi
tentang efektifitas ginjal dalam melakukan funsi ekskresinya. Hasil-hasil pemeriksaan
fungsi ginjal dapat berada dalam batas-batas normal sampai terjadi penurunan fungsi
ginjal hingga dibawah 50% dari nilai normal. Fungsi ginjal dapat dikaji secara lebih
akurat jiks dilakukan beberapa pemeriksaan dan kemudian hasilnya dianalisis bersama.
Pemeriksaan fungsi ginjal yang umumnya dilakukan adalah kemampuan pemekatan
ginjal, klirens kreatinin, kadar kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN) (Smeltzer
& Bare, 2001)
2. Indikasi
Pasien dengan penurunan fungsi ginjal dan penyakit ginjal seperti sindrom nefrotik,
glomerulonefritis, infeksi saluran kemih atau karsinoma ginjal, gagal ginjal .
3. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
A. Klirens Kreatinin
Tes ini menilai kemampuan ginjal untuk menghilangkan senyawa yang
disebut kreatinin dari darah. Kreatinin adalah bahan ampas dari metabolisme
tenaga otot, yang seharusnya disaring oleh ginjal dan dimasukkan pada air seni. Tes
ini mengukur jumlah kreatinin yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam.
Untuk menghitung keluaran, tingkat kreatinin dalam darah juga harus diukur. Nilai
normal klirens kreatinin pada pria adalah 72 – 141 ml/menit dan pada wanita
adalah 74 – 130 ml/menit.
Tujuan
- Memberikan nilai rata-rata kecepatan filtrasi glomerulus.
- Mengukur volume darah dengan keratin yang telah dibersihkan dalam
wantu 1 menit.
- Sebagai indikator secara dini untuk penyakit ginjal.
Prosedur Pelaksanaan
1. Kumpulkan semua urine pasien dala mperiode 24 jqm. Tentukan volume
urine penderita selama 24jam, kemudian hitung volume produksi urine
per menit, dan ini disebut V (cc/menit).
2. Tentukan kadar kreatinin didalam urine : U (mg%).
3. Tentukan kadar kreatinin didalam urine : P (m%).
4. Tentukan Tnggi badan, Berat badan, dan hitung luas permukaan tubuh
(LPT).
5. Klirens kreatinin dihitung berdasarkan rumus → K kreatinin = Ux v/p x
1,78/LPT (ml/menit).
B. Kreatinin Serum
Pemeriksaan konsentrasi kreatinin serum sangat mudah dan secara klinis
sangat berguna untuk menilai LFG (fungsi ginjal). Kreatinin serum dapar digunakan
untuk pemeriksaan fungi ginjal yang mencerminkan keseimbangan antara produksi
dan filtrasi oleh glomerlus.Penentuan kreatinin serum sebagai pegangan untuk LFG
karena kreatinin merupakan zat yang difiltrasi dengan jumlah yang sedikit, akan
tetapi berfariasi terhadap bahan-bahan yang disekresi. Peningkatan kreatinin
serum dari 1,0 menjadi 2,0 mg/dl menunjukkan penurunan fungsi ginjal, dengan
perhitungan secara kasar ± 50 %
C. Laju Filltrasi Glomerulus (Gfr)
GFR diperkirakan dari hasil tes (atau darah) kreatinin serum. GFR
mengatakan seberapa baik ginjal bekerja untuk menghilangkan limbah dari
darahGFR dihitung dengan menggunakan kreatinin serum dan faktor-faktor lain
seperti usia dan jenis kelamin. Pada tahap awal penyakit ginjal GFR mungkin
normal. Sebuah nilai 60 atau lebih tinggi adalah normal (GFR menurun sesuai
dengan usia). Sejumlah GFR kurang dari 60 rendah dan mungkin berarti bahwa
Anda memiliki penyakit ginjal.
D. Ureum Plasma
Nilai normal konsentrasi ureum plasma adalah 80 mg/dL. Ureum merupakan
produk nitrogen terbesar yang dikeluarkan melalui ginjal yang berasal dari diet dan
protein endogen yang telah difiltrasi oleh glomeruli dan sebagian direabsorbsi oleh
tubulus. Ureum akan lebih banyak lagi direabsorbsi pada keadaan dimana urin
lambat/terganggu (dehidrasi).
Pemeriksaan ureum plasma dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh diet
restriksi protein pada pasien dengan gagal ginjal. Pada pasien gagal ginjal, kadar
ureum lebih memberikan gambaran gejala-gejala yang terjadi dibandingkan
kreatinin. Hal ini di duga ada beberapa zat toksik yang dihasilkan berasal dari
sumber yang sama dengan ureum. Dengan demikian pada kadar ureum 20-25
mmol/L akan memperlihatkan gejala-gejala muntah, dan pada kadar 50-60 mmol/L
akan meningkat menjadi lebih berat.
Oleh karena itu kadar ureum merupakan tanda yang paling baik untuk
timbulnya uremik toksik. Diperhitungkan gejala toksik ureum juga dapat
dihilangkan dengan menurunkan kadar ureum dengan jalan pengaturan diet
rendah protein untuk pasien gagal ginjal berat. Normal perbandingan ureum-
kreatinin berkisar 60-80.
E. Klirens Urea
Prosedur Pelaksanaan
Kumpulan urine jam I dan II secara berurutan, kemudian hitung produksi Urine
per menit : V (ml/menit).
Tentukan kadar Urea didalam Darah : P (ml/menit).
Tentukan kadar Urea didalam urine : U (ml/menit).
Ukur Tinggi Badan, Berat badan, dan tentukan luas permukaan tubuh (LPT).
Klirens Urea dihitung berdasarkan rumus :
- Produksi Urine > 2 ml/menit : Karena = Ux (V/P) x 1,78/LPT x 100/75.
- Produksi Urine < 2 ml/menit : Karena = Ux x 1,78/lpt x 100/54
F. Test Ekskresi Psp (Phenol Sulfon Phtalin).
Prosedur Pelaksanaan :
Instruksikan pasien untuk minum 2 gelas air.
Kemudian injeksi dengan 6 mg PSP alam larutan 1 ml, intra vena.
Tampung urine setelah 15, 30, 60 menit kemudian
Tentukan kadar PSP pada setiap penampungan dan bandingkan dengan PSP
yang disuntikan. PSP setelah masuk kedalam tubuh, maka 94% akan
diekskresikan oleh tubuli ginjal.
* NORMAL : Setelah 15 menit : > 25%, Setelah 30 menit : 10 – 15%
Setelah 60 menit : 5 – 10%.
G. Nitrogen Urea Darah (Bun)
Darah mengangkut protein ke sel di seluruh tubuh. Setelah protein dipakai
oleh sel-sel, sisa produk buangan dikembalikan ke darah sebagai urea, yang
mengandung nitrogen. Ginjal yang sehat menyaring urea dari darah dan
mengeluarkannya ke air seni. Bila ginjal tidak berfungsi dengan baik, urea ini yang
disebut sebagai BUN, akan tetap ditahan dalam darah. Oleh karena itu, tingkat BUN
yang tinggi dalam darah dapat menandai masalah ginjal. Namun masalah ini juga
terpengaruh oleh fungsi hati, sehingga tes BUN harus dilakukan bersamaan dengan
pengukuran kreatinin, yang lebih khusus menandai masalah ginjal. Pemeriksaan
kadar ureum serum berfungsi sebagai indeks kapasitas ekskresi urine. Kadar ureum
serum tergantung pada produksi ureum tubuh dan aliran urin (YayasanSpiritia,
2011)
E. Imaging Diagnostik
1. Ultrosonography
Ultrasound adalah pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara yang
dipancarkan kedalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam sistem
perkemihan akan menghasilkan gambar gambar ultrasound yang khas. Abnormalitas
seperti akumulasi cairan, massa, malforasi, perubahan ukuran organ maupun obstruksi
dapat diidentifikasi. Penilaian ultrasonic tidak tergantung pada penilaian fungsi ginjal
sehingga ultrasonografi dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal berat dengan ginjal
yang tidak terlihat pada IVp.
a. Indikasi
- Pasien dengan diagnose penurunan fungsi ginjal seperti gagal ginjal.
- Pasien dengan diagnose kelainan ginjal.
- Pasien yang akan melakukan pemeriksaan penunjang diagnostic pada sistem
urin, seperti biopsy ginjal.
b. Persiapan Alat
- Sarung tangan
- Ultrasound system
c. Prosedur
- Jelaskan maksud, tujuan, dan prosedur pemeriksaan pada pasien.
- Jaga privasi pasien.
- Bersihkan daerah yang akan di periksa dengan cairan pelumas untuk USG.
- Tempelkan alat perekam pada tempat yang diperiksa.
- Hasil gambar dapat dilihat pada monitor USG.
- Bersihkan daerah yang telah diperiksa.
- Beritahu pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu teknik pengambilan gambar yang noninvasif yang akan
memberikan gambar penampang ginjal serta saluran kemih yang sangat jelas. Dengan
keuntungan bahwa metode ini tidak memerlukan suatu pemaparan terhadap radiasi ion
atau tidak memerlukan pemberian media kontras.
Hilangnya batas kortikomedular pada pemeriksaan MRI merupakan gambaran
penyakit ginjal yang tidak spesifik. Kista ginjal juga mudah dapat dilihat, akan tetapi
seperti halnya pemeriksaan CT, pusat kalsifikasi tidak dapat dipastikan. Pada tingkatan
lesi ginjal yang solid, MRI dapat melihat trombus pada pembuluh darah dan dapat
membedakan pembuluh darah kolateral hilar dari nodus. Dengan MRI dapat dibedakan
lesi massa adrenal dengan feokromositoma yang mempunyai gambaran sangat
karakteristik. MRI juga sangat bermanfaat untuk mendiagnosis tombosis vena ginjal.
a. Kontraindikasi
- Penderita dengan plate and crew
- Penderita dengan pacu jantung
- Penderita dengan hearing aid/gigi palsu harus dilepas
3. Tomografi Komputer (CT)
Pemeriksaan CT berguna untuk memeriksa lebih lanjut kelainan-kelainan yang
terdapat pada USG atau IVU. CT dilakukan dengan memakai kontras kecuali jika yang
ingin dilihat hanya terbatas untuk kelainan perdarahan atau kalsifikasi. Media kontras
ini akan difiltrasi oleh glomeruli dan dikonsentrasikan di tubulus sehingga dapat
memperlihatkan kelainan pada pmeriksaan ginjal dan neoplasma atau kista. Pembuluh
darah ginjal dan ureter juga dapat dilihat. CT juga berguna untuk mengevaluasi lesi
massa atau penumpukan cairan pada ginjal atau rongga retroperitoneal (seperti
penyebaran tumor) yang kemungkinan akan sulit dideteksi dengan angiografi, terutama
sekali bila dengan pemeriksaan USG terhalang oleh adanya gas atau pasiennya gemuk
a. Persiapan pemeriksaan
Tidak ada persiapan khusus pada pasien, hanya saja intruksi-intruksi yang
menyangkut posisi pasien dan prosedur pemeriksaan harus diberitahukan dengan
jelas. Untuk kenyamanan pasien, mengingat pemeriksaan dilakukan diruangan ber-
AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut. Baju yang dikenakan pasien diganti
dengan baju khusus pasien agar tidak menyebabkan timbulnya artefak. Anamnesa
riwayat alergi obat-obatan atau makanan
4. Kidney, Ureter, And Bladder Bladder (KUB)
Pemeriksaan radologi abdomen yang dikenal dengan istilah KUB dapat dilaksanakan
untuk melihat ukuran, bentuk serta posisi ginjal dan mengidentifikasi semua kelainan
seperti batu dalam ginjal atau traktus urinarius, hidronefrosis (dstensi pelvis ginjal),
kista, tumor, atau pergeseran ginjal akibat abnormalitas pada jaringan sekitarnya.
5. radiologi Intra Venous Pylography (IVP)
Pemeriksaan urografi intavena yang juga dikenal dengan nama intravenous
pyelogram (IVP) memungknkan visualisasi ginjal, ureter, dan kandung kemih. Media
kontras radiopaque disuntikan secar intravena dan kemudian dibersihkan dari dalam
darah serta dipekatkan oleh ginjal. Nefrotomogram dapat dilaksanakan sebagai bagian
dari pemeriksaan untuk melihat berbagi lapisan ginjal serta struktur difus dalam setiap
lapisan dan untuk membedakan massa atau lesi yang padat dari kista didalam ginjal
atau traktus urinarius.
Pemeriksaab IVP dilaksanakan sebagai bagian dari pengkajian pendahulu terhadap
setiap masalah urologi yang dicurigai, khususnya dalam menegakkan diagnosa lesi pada
ginjal dan ureter. Pemeriksaan ini juga memberikan pemeriksaan kasar tehadap fungsi
ginjal. Sesudah media kontras (sodium diatrizoat atau meglumin diatrizoat) disuntikan
secara intravena, pembuatan foto rontgen yang multiple dan serial dilakukan untuk
melihat struktur drainase
6. Infusion Drif Pyelography
Infusion Drif pyelography merupakan pemberian lewat infus larutan encer media
kontras dengan volume yang besar untuk menghasilkan opasitas parenkim ginjal dan
mengisi seluruh traktus urinarius. Metode pemeriksaan ini berguna apabila teknik
urografi yang biasa dikerjakan tidak memperlihatkan struktur drainase yang
memuaskan (misalnya pada pasien dengan kadar nitrogen uretra yang tinggi dalam
darah) atau bila diperlukan opasitas struktur drainase untuk waktu yang lama sehingga
dapat dibuat tomogram (radiografi potongan tubuh). Gambar pielografi diperoleh
dengan interval yang dikehendaki setelah pemberian media kontras per infus dimulai
untuk memeriksa sistem pengumpul yang terisi dan mengalami distensi. Persiapan
pasien sama seperti persiapan untuk urografi ekskretorik, kecuali pemberian cairan
tidak dibatasi.
7. Sistogram
Sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung kemih, dan kemudian media kontras
disemprotkan untuk melihat garis besar dinding kandung kemih serta membantu dalam
mengevaluasi refluks vesikouretral (aliran balik urin dari kandung kemih kedalam salah
satu atau kedua ureter). Sistogram juga dilakukan bersama dengan perekaman tekanan
yang dikerjakan bersamaan dengan didalam kandung kemih.
8. Sistouretrogram
Sistouretrogram menghasilkan visualisasi uretra dan kandung kemih yang bisa
dilakukan melalui penyuntikan retrograd media kontras ke dalam uretra serta kandung
serata kandug kemih atau pemeriksaan dengan sinar X sementara pasien
mengekskresikan media kontras.
9. Angiografi Renal
Prosedur ini memungkinkan visualisasi arteri renalis. Pemeriksaan ini juga sangat
berguna untuk menilai aterosklerosis atau lesi stenosis fibrodisplastik ateri renal,
aneurisma, fistula arteriovenosus, vaskulitis pembuluh darah besar dan lesi massa
ginjal. Juga dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan kadar renin vena untuk menilai
hipertensi renovaskular yaitu dengan perkutaneus transluminal ballon angiografi atau
dengan ablasi ginjal.
F. Urologic Endoscopic Procedures
Prosedur Endoskopi Urologi merupakan prosedur tindakan pemeriksaan saluran
kandung kemih yang menggunakan suatu alat yang dimasukkan melalui saluran kemih
kedalam ureter kemudian batu dipecahkan dengan gelombang pneumatik. Pecahan batu
akan keluar bersama air seni.
a. Pemeriksaan Sistokopi
Merupakan metode untuk melihat langsung uretra dan kandung kemih. Alat
sistoskop yang di masukan melalui uretra kedalam kandung kemih,memiliki sistim lensa
optis yang sudah ada pada alat itu sendiri sehingga akan memberikan gambar kandung
kemih yang diperbesar dan terang.
Persiapan Alat
o Alat sitoskop dilengkapi dengan lensa optis yang berfungsi untuk memberikan
gambaran kandung kemih yang diperbesar dan terang.
o Kateter uretra halus untuk mengkaji ureter dan pelvisginjal.
o Alat forceps (cup forceps) untuk biopsy.
Prosedur pelaksanaan
o Sebelum pelaksanaan prosedur, dilakukan tindakan pemeriksaan preparat
sedative dan melakukan anestesi local dengan cara disemprotkan ke dalam
uretra. Jika diperlukan dapat dilakukan pemberian diazepam (valium)
intravena bersamaan dengan preparat anastesi topikal uretra.
o Alat endoskop dimasukkan dengan melihatnya secara langsung. Tindakan ini
dilakukan oleh ahli urologi.
o Uretra dan kandung kemih diinspeksi.
o Larutaan origasi steril disemprotkan untuk menimbun distensi kandung kemih
dan membilas keluar semua bekuan darah sehingga visualisasi menjadi ebih
baik.
b. Brush Biopsi Ginjal Dan Uretra
Teknik ini menghasilkan informasi yang spesifik apabila hasil pemeriksaan radiologi
ureter atau pelvis ginjal yang abnormal tidak dapat menunjang apakah kelainan
tersebut merupakan tumor,batu,bekuan darah atau hanya artefak (Smeltzer &
Bare, 2001)
Prosedur Pelaksanaan
o Pertama dilakukan pemeriksaan sitoskopik.
o Kemudian dilakukan pemasangan kateter uretra yang diikuti oleh
tindakan memasukkan alat sikat khusus (biopsy brush) melalui kateter
tersebut.
o Kelainan yang dicurigai disikat maju mundur secara teratur unutk
mendapatkan sel-sel dan fragmen jaringan permukaan untuk
pemeriksaan analisis histology.
c. Endoscopy Renal (Nefroscopy)
Endoscopy renal merupakan pemeriksaan dengan cara memasukan
fiberskop kedalam pelvis ginjal yang melalui luka insisi (piolotomi) atau secara
perkutan untuk melihat bagian di dalam pelvis ginjal, mengeluarkan batu,
melakukan biopsi lesi yang kecil dan membantu menegakkan diagnosa hematuria
serta tumor renal tertentu (Smeltzer & Bare, 2001).
G. Biopsy
Biopsi ginjal adalah mengambil sedikit jaringah ginjal dengan menggunakan jarum.
Tujuan tindakan ini adalah untuk mengetahui patologi-anatomi (PA) dari jaringan ginjal.
Biopsi ginjal dilakukan dengan menusukkan jarum biopsy melalui kulit ke dalam jaringan
renal atau dengan melakukan biopsy tebuka melalui luka insisi yang kecil ddi daerah
pinggang. Pemeriksaan ini bergun auntuk mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal dan
mendapatkan specimen bagi pemeriksaan mikroskopik electron serta imunofluoresen,
khususnya bagi penderita glomerulus. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pemeriksaan
koagulasi perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mengidentifikasi setiap resiko terjadinya
perdarahan pascabiopsi (Smeltzer & Bare, 2001).
a. Indikasi
- Pasien dengan penurunan fungsi ginjal dan proteinuria asimtomatik > 2 g/24 jam.
- Pasien dengan ditemukannya darah terus-menerus dalam urin, atau protein dalam
urin (Linda J, 2011).
- Pasien dengan penyakit ginjal seperti sindrom nefrotik pada orang dewasa
(proteinuria > 3 g/24 jam, albumin < 3,5 g/L dan edema), glomerulonefritis, infeksi
saluran kemih atau karsinoma ginjal, gagal ginjal .
- Pasien dengan hematuria lebih dari 6 bulan, episode gross hematuria, dan adanya
riwayat hematuria pada keluarga.
- Pasien dengan penyakit sistemik. Beberapa penyakit sistemik sering melibatkan
ginjal seperti DM, SLE, Schonlein Henoch Purpura, poliarteritis nodosa, sindrom
Good Pasture, Wagener’s granulomatosis dan disproteinuria.
- Pasien dengan Allograf transplant, sangat berguna untuk membedakan bentuk-
bentuk rejeksi yang terjadi dengannekrosis tubular akut, obat-obatan pencetus
nefritis interstisial atau nefrotoksisitas infark hemoragik dan denovo
glomerulonefritis berulang.
b. Kontraindikasi
- Ukuran ginjal sudah mengecil (contracted kidneys)
- Ginjal polikistik
- Hipertensi yang tidak terkendali
- Infeksi perinefrik
- Gangguan pembekuan darah atau kelainan perdarahan yang tak dapat diatasi
- Gagal napas
- Obesitas.
- Ginjal soliter atau ginjal ektopik (kecuali alograf transplan)
- Ginjal horse shoe
- Neoplasma ginjal
- Infeksi ginjal akut
- Ginjal obstruksi
- Nefropati refluks.
c. Prosedur Pelaksanan
- Pasien diposisikan dalam keadaan berbaring telungkup dengan bantal pasir
diletakkan di bawah perut untuk mengfiksasi ginjal dan mengurangi tesiko
perdarahan. Pada beberapa sumber dikatakan bantal pasir dapat diganti dengan
menggunakan handuk tebal.
- Pasien menjalani pemeriksaan USG terlebih dahulu untuk menentukan titik biopsi.
- Pasien dibius dengan anestesi lokal yang disuntikkan di bawah kulit dekat daerah
ginjal.
- Jarum biopsy disuntikkan tepat disebelah dalam kapsula ginjal pada kuadran ginjal
sebelah luar. Tempat yang diasa dilakukan biopsy adalah diatas sudut sinjal kanan,
tepat dibawah tulang rusuk duabelas. Pada saat ini pasien diminta untuk
mengambil dan tahan napas dalam-dalam untuk mengurangi rasa nyeri akibat
jarum yang disuntikkan. Pada biopsy terbuka, dilakukan insisi kecil di daerah ginjal
sehingga ginjal dapat dilihat secara langsung.
- Prosedur penyuntikan ini dapat dilakukan beberapa kali jika jaringan yang
diperoleh belum sesuai dengan order.
- Lokasi jarum dapat dipastikan melalui fluoroskopi atau ultrasound dengan
menggunakan teknik khusus
- Kemudian jaringan hasil biopsy yang telah didapatkan dibawa ke labolatorium
patologis untuk diperiksa lebih lanjut.
- Setelah prosedur dilakukan, bagian yang dibiopsi ditekan selama 10 menit dengan
busa berukuran 4x4 inci dan bagian yang dibiopsi diberi pembalit tekan. Pembalut
tekan dipasang dari atas dan kantong pasir dari bawah untuk mencegah
perdarahan.
- pasien harus tetap di tempat tidur dengan posisi pemeriksaan selama 6 - 8 jam.
Tujuan nya untuk menekan bekas luka agar tidak terjadi perdarahan.
- Pasien harus di rumah sakit untuk tirah baring selama 12-24 jam untuk mengurangi
risiko perdarahan dan memonitoring tanda-tanda vitalnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seiring dengan perkembangan waktu, teknologi dan replikasi penyakit, tenaga
kesehatan dituntut untuk semakin jeli menegakkan diagnose guna ketepatan tindakan dalam
menangani masalah pasien. Berbagai macam jenis pemeriksaan dikembangkan untuk
membatu tugas tenaga kesehatan mendirikan diagnose dan sekaligus sebagai tindakan
tatalaksana medis.
Dalam sistem perkemihan berbagai pemeriksaan mutlak perlu dilakukan. Salah
satunya pemeriksaan patologi klinik yang meliputi : Urinalysis and Urine Culture, Specific
Gravity, Osmolality, Renal Function Tests,Diagnostic Imaging, Urologic Endoscopic
Procedures, dan Biopsy. Ketujuh pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang umum dilakulan
pada klien dengan gangguan system perkemihan.
B. Saran
Tenaga Kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan perlu memahami tentang
pemeriksaan diagnostic patologi klinik pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan
sehingga nantinya dapat memberikan atau melaksanakan pemeriksaan dengan benar terkait
dengan penyakit sistem perkemihan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup klien.
DAFTAR PUSTAKA
Bare, B.G & Smeltzer, S.C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jarkarta: EGC.
Globalsearch1. 2013. Pengertian Biopsi Ginjal. http://globalsearch1.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 5 Juni 2013.
J. Linda. 2011. Renal biopsy. http://www.nlm.nih.gov. Diakses pada tanggal 5 Juni 2013.
Mediastra, 2008. Klinik Urologi. http://www.medistra.com. Diakses pada tanggal 5 Juni 2013.
Price, Sylvia. A. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Sumbersehat. 2012. Tes Funsi Ginjal. http://sumbarsehat.blogspot.com/2012/01/tes-fungsi-
ginjal.html. Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.
Yayasan Spirita. 2011. Tes Fungsi Ginjal. http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=136. Diaksen pada
tanggal 3 Juni 2013.