36
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) BLOK SISTEM RESPIRASI “FARINGITIS AKUT” Disusun oleh : Kelompok 3 Dev Anand Pramakrisna G1A012021 Agustin Nurul Fahmawati G1A012022 Pradnya Paramitha D. P. G1A012023 Fu'ad Anharuddin G1A012024 Muhammad Andika Er G1A012025 Isnaini Nurul Fatmawati G1A012026 Agung Maulana Rahman G1A012027 Leonnora Vern S.N G1A012028

PBL 1 KELOMPOK 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl

Citation preview

Page 1: PBL 1 KELOMPOK 3

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

BLOK SISTEM RESPIRASI

“FARINGITIS AKUT”

Disusun oleh :

Kelompok 3

Dev Anand Pramakrisna G1A012021

Agustin Nurul Fahmawati G1A012022

Pradnya Paramitha D. P. G1A012023

Fu'ad Anharuddin G1A012024

Muhammad Andika Er G1A012025

Isnaini Nurul Fatmawati G1A012026

Agung Maulana Rahman G1A012027

Leonnora Vern S.N G1A012028

Bela Amalia G1A012029

Supardi G1A012030

Page 2: PBL 1 KELOMPOK 3

Nurul Apriliani G 1A010084

Tutor :

dr. Arini Nur Famila (PBL 1.1)

dr. Fibi Niken (PBL 1.2)

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

2014

I. PENDAHULUAN

A. Informasi 1

Seorang anak laki-laki (MR, 13 tahun) datang diantar keluarganya ke tempat praktik dokter dengan keluhan utam

demam sejak 2 hari sebelumnya. Keluhan juga disertai sakit tenggorokan dan sakit untuk menelan.

B. Informasi 2

Awalnya anak MR mengeluh badan ‘meriang’ di sekolah, oleh gurunya diantar pulang ketika diraba badannya

panas sekali. Pasien minum penurun panas yang dibeli di warung, demam turun namun segera naik lagi.

Page 3: PBL 1 KELOMPOK 3

Adanya bersin, pilek, dan batuk disangkal. Anak juga tidak mengeluhkan adanya bercak kemerahan di kulit, sakit

perut, dan diare.

Pasien merupakan pelajar SMP kelas VII di sebuah SMP favorit di Purwokerto. Pasien rutin berolahraga, tidak

mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol. Sekitar satu minggu ini pasien sering pulang sore karena ada

tambahan kelas dalam rangka olimpiade matematika.

Penderita belum pernah menderita penyakit serupa.

Riwayat penyakit keluarga:

- Ayah memiliki riwayat alergi udang (gatal-gatal bila makan udang).

- Ibu memiliki riwayat menderita asma.

- Kakak memiliki penyakit dengan keluhan sama.

Riwayat imunisasi dasar lengkap.

C. Informasi 3

Pemeriksaan Fisik

KU = Tampak sakit sedang, compos mentis

BB = 30 kg

Vital sign = Tekanan darah 120/70 mmHg;

Nadi 96x/menit; Respirasi 20x/menit; Suhu 39.0 ˚C

Pemeriksaan hidung: Concha hiperemis (-), secrert (-)

Pemeriksaan faring: Hiperemis (+), Eksudat (+), Eritema (-), Tonsil T1/T1,

hiperemis -/-

Pemeriksaan Leher: Limfonodi cervical teraba 2 mm, nyeri +/+

Pemeriksaan Thorax:

Page 4: PBL 1 KELOMPOK 3

Paru : Inspeksi : Simetris; retraksi (-)

Palpasi : Sonor

Auskultasi : Ronchi (-)

Jantung : DBN

Abdomen : Supel, Peristaltik (+) N, Nyeri tekan (-), Hepar/Lien tidak teraba

Ekstremitas : Akral dingin (-), Bercak kemerahan (-)

D. Informasi 4

Hasil pemeriksaan darah:

Hb 14 gr%, hematokrit 36%, eritrosit 4,8jt, leukosit 12.000, trombosit 250.000.

Hitung jenis 0/2/9/65/25/5

E. Informasi 5

Diagnosa : Faringitis Akut

Dengan Kriteria Mc Isaac 4, Sehingga kemungkinan besar etiologinya adalah streptococcus group A ß-hemolyticus

Tatalaksana

- Antipiretik Paracetamol 3-4 x 300 mg

- Antibiotik Amoksisilin 3 x 500 mg

- Edukasi : Kumur air hangat, istirahat.

Page 5: PBL 1 KELOMPOK 3

II. PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah

1. Demam

a. Merupakan peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau peradangan, sebagai respon terhadap infeksi

mikroba (Sherwood, 2011).

b. Demam ialah suatu peningkatan suhu dalam tubuh akibat adanya gangguan dalam mekanisme pengatur panas yang

di sebabkan oleh infeksi kerusakan jaringan program dan latihan yang berlebihan (Nelson, 2006).

Klasifikasi demam (Widoyono, 2005):

a. Hipotermia : < 35,7oC

b. Normotermia : 36,5 oC sampai 37,5 oC

c. Subfebris : > 37.5 oC sampai < 38.0 oC

d. Febris : ≥ 38.0 oC

e. Hiperpireksia : ≥41,2 oC

Page 6: PBL 1 KELOMPOK 3

Demam atau febris adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikan titik ambang regulasi panas

hipotalamus (Behrman et al, 2000). Ada beberapa tipe demam yang biasa dijumpai, yaitu (Nelwan, 2007):

a. Demam Septik

Suhu badan berangsur naik ke atas normal yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat

di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tinggi turun ke

tingkat yang normal dinamakan demam hektik.

b. Demam Remitten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang

mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

c. Demam Intermitten

Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti terjadi

seperti itu terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan

demam disebut kuartana.

d. Demam Kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus

tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam Siklik

Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari

yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

2. Odinofagia

Nyeri tenggorokkan merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya kelainan atau peradangan di

daerah nasofaring, orofaring, atau hipofaring (Rusmarjono, 2010).

Page 7: PBL 1 KELOMPOK 3

3. Disfagia

Kesulitan pada saat menelan (Dorland, 2011).

B. Identifikasi Masalah

Anamnesis :

1. Identitas

Nama : An. MR

Usia : 13 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)

Keluhan Utama : Demam

Onset : Sejak 2 hari yang lalu

Kualitas : -

Kuantitas : -

Kronologi : Meriang, badan panas, minum penurun panas, demam turun sebentar tapi segera naik lagi, satu

minggu pulang sore persiapan olimpiade matematika.

Faktor memperberat : -

Faktor memperingan : -

Keluhan penyerta : Sakit tenggorokkan (odinofagia), sakit untuk menelan (disfagia).

3. Riwayat penyakit dahulu (RPD) : Belum pernah sakit serupa, riwayat imunisasi dasar lengkap

4. Riwayat penyakit keluarga (RPK) :

a. Ayah memiliki riwayat alergi udang (gatal-gatal bila makan udang)

Page 8: PBL 1 KELOMPOK 3

b. Ibu memiliki riwayat menderita asma

c. Kakak memiliki penyakit dengan keluhan sama

5. Riwayat sosial-ekonomi (RSE): Pelajar SMP

6. Gaya hidup : Rutin berolahraga, tidak merokok, tidak meminum alkohol.

C. Analisis Masalah

1. Jelaskan anatomi sistem pernapasan bagian atas (terutama bagian faring)!

2. Jelaskan histologi sistem pernapasan bagian atas (terutama bagian faring)!

3. Jelaskan fisiologi sistem pernapasan bagian atas (terutama bagian faring)!

4. Jelaskan patomekanisme demam dan sakit menelan!

5. Sebutkan diagnosis banding dari informasi-informasi di atas!

6. Informasi yang dibutuhkan selanjutnya.

D. Menyusun Berbagai Penjelasan Mengenai Permasalahan

1. Anatomi Faring

Faring merupakan bagian tubuh yang merupakan suatu traktus aerodigestivus dengan struktur tubular iregular

mulai dari dasar tengkorak sampai setinggi vertebra servikal VI, berlanjut menjadi esophagus dan sebelah anteriornya

laring berlanjut menjadi trakea (Martini et al., 2011).

Batas-batas faring, yaitu (Martini et al., 2011):

a. Superior : Oksipital dan sinus sphenoid.

b. Inferior : Berhubungan dengan esophagus setinggi m. Krikofaringeus.

c. Anterior : Kavum nasi, kavum oris, dan laring.

d. Posterior : Kolumna vertebra servikal melalui jaringan areolar yang

Page 9: PBL 1 KELOMPOK 3

longgar.

Gambar 1.1 Anatomi Faring (Martini et al., 2011).

Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring (Martini et al., 2011).

a. Nasofaring (lanjutan cavum nasi)

Batas-batas nasofaring :

Page 10: PBL 1 KELOMPOK 3

1) Superior : Basis Cranii

2) Inferior : Bidang datar yang melalui palatum molle

3) Anterior : Berhubungan dengan cavun nasi melalui choana

4) Posterior : Vertebra Servikalis

5) Lateral : Otot-otot konstriktor faring

Ruang nasofaring mempunyai beberapa struktur penting, yaitu :

1) Adenoid/ tonsila faringea/ tonsil nasofaringeal.

2) Torus tubarius/ tuba faringotimpanik à tonjolan seperti koma di dinding lateral nasofaring 1 cm di belakang

tepi posterior konka inferior.

3) Resesus faringeus terletak posterosuperior torus tubarius, dikenal sebagai fossa Rosenmuler, predileksi Ca

Nasofaring.

4) Muara tuba eustachius atau orifisium tube, terletak di dinding lateral nasofaring, dan inferior torus tubarius,

setinggi palatum molle

5) Koana atau nares posterior

b. Orofaring

kelanjutan dari nasofaring pada tepi bebas dari palatum molle, batas-batasnya yaitu :

1) Superior : Palatum molle

2) Inferior : Bidang datar yang melalui tepi atas epiglotis

3) Anterior : Berhubungan dengan kavum oris melalui istmus

4) Posterior : VC 2-3 bersama dengan otot-otot prevertebra

Page 11: PBL 1 KELOMPOK 3

Istmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus kanan dan kiri. Arkus faringeus dibentuk oleh pilar tonsilaris

yang pada bagian anterior terdapat m. Palatoglosus dan bagian posterior terdapat m. Palatofaringeus. Diantara

kedua pilar tersebut terdapat fossa/ruang tonsilaris, berisi jaringan limfoid yang disebut tonsila palatina. Jaringan

limfoid yang berkembang pada faring dengan baik dikenal dengan nama cincin Waldeyer yang terdiri dari :

1) Tonsila palatina (faucial/ amandel)

2) Tonsila faringeal (adenoid)

3) Tonsila lingualis

4) Tonsila submandibula

5) Nodul-nodul soliter di belakang faring

c. Laringofaring

Struktru-struktur yang dapat diamati, yaitu:

1) aditus laryngis

2) plica pharyngoepiglotica

3) plica nervi larryngei

4) recessus piriformis

5) Otot pharynx : m constrictor superoir, medius dan inferior.

Otot otot tersebut di inervasi oleh n X (pharyngeal plexus)

2. Histologi Faring

a. Nasofaring, bagian-bagian yang dapat diamati yaitu (Martini et al., 2011):

1) Epitelnya peralihan columner pseudokompleks bersilia & epitel berlapis gepeng (epitel saluran napas – epitel

saluran cerna).

2) Lamina proprianya mengandung jaringan elastis , kelenjar serous & mukous.

Page 12: PBL 1 KELOMPOK 3

3) Jaringan limfoid

4) Tuba Eeustachii

b. Orofaring

c. Laringofaring

3. Fisiologi Faring (Guyton, 2007).

a. Tuba eustachii (di nasofaring), sebagai kontrol keseimbangan udara dalam tubuh dengan udara atmosfer, yang

tersambung dengan telinga bagian media. Oleh karena itu, pada saat berada di ketinggian, disarankan untuk

melakukan gerakan mengunyah untuk menjaga keseimbangan udara.

b. Orofaring, sebagai lanjutan dari cavum oris berperan dalam proses fisiologi pernapasan dan menelan. Fisiologi

melalui 3 proses yaitu ventilasi (inspirasi dan ekspirasi), dalam hal ini berkaitan dengan gradien tekanan udara di

dalam paru dan di atmosfer, setelah itu terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada alveolus dengan kapiler di sekitarnya.

Selanjutnya proses transportasi sistemik di jaringan dan sel untuk proses metabolisme.

Menelan melalui 3 fase, yaitu fase oral (saat makanan dikunyah dan dilumatkan di cavum oris dengan bantuan gigi,

lidah, dan saliva), fase faringeal (dengan bantuan otot-otot konstriktor faringeal, bolus makanan dihantarkan secara

involunter), dan fase esofagal (gerakan peristaltik).

c. Laringofaring, berperan dalam proses fisiologi yaitu resonansi suara dan vokalisasi (proses bicara), hal ini berkaitan

dengan struktur corda dan plica vocalis. Pada saat ada udara pernapasan masuk, corda vocalis membuka sedangkan

epiglotis menutup, tetapi pada saat berbicara, corda vocalis menutup sehingga menggetarkan plica vocalis, dan

terciptalah bunyi pada saat bicara. Oleh karena itu manusia tidak dapat berbicara sekaligus bernapas, tetapi

bergantian prosesnya.

Page 13: PBL 1 KELOMPOK 3

Infeksi Inflamasi

PMN (Neutrofil)

Pirogen Endogen E2

Prostaglandin

Set point di Hipotalamus

Mengawali “respons dingin”

Produksi panasPengurangan panas

4. Patomekanisme Demam dan sakit menelan

Sitokin (IL-1, IL-6, TNF-α, Interferon

Ada juga sirogen, tp > dominan pirogen

Enzim siklooksigenase

Menggigil

Page 14: PBL 1 KELOMPOK 3

Bagan 1. Patomekanisme demam

Bagan 2. Patomekanisme sakit menelan

5. Diagnosis Banding

1. Tiroiditis Granulomatosa

Subakut

2. Difteri 3. Faringitis

A(x) Demam tidak terlalu tinggi (37,2-38,3 ˚C atau subfebris), nyeri tenggorokan, dan nyeri telan

A(x)Nyeri tenggorokan, nyeri telan, demam subfebris, takikardi, mual, muntah

A(x)Virus: Batuk, conjunctivitis, diare, subfebris, rinore.Bakteri: Odinofagia, disfagia, febris (>38 ˚C), tidan batuk

PF -

PFPseudomembran lidah (pith abu-abu), bullneck

PFVirus:Faring hiperemis, eksudatBakteri:Eksudat, pembesaran limfenodi cervical

P(x) penunjang -

P(x) penunjang Kultur u/ temukan C. Difteriae

P(x) penunjang

Infeksi à Inflamasi à Edem pada mukosa à Sakit menelan

Page 15: PBL 1 KELOMPOK 3

4. Tonsilitis 5. Epiglotitis 6. LaringitisA(x)Nyeri telan, nyeri tenggorokan

A(x)Demam febris/tinggi, odinofagia, disfagia, hipersalivasi, batuk, tampak sakit keras dan gelisah

A(x)o/ bakteri streptococcus grup A, maupun jamur candida dan mikoplasma, dan berlebihan menggunakan suara.Odinofagi, demam, avolia (hilang suara), batuk pada malam hari

PFPembesaran LN submandibula. T0 = tonsilektomi/ rudimenterT1 = NormalT2 = Pembesaran < garis tengahT3 = Pembesaran pas garis tengahT4 = Pembesaran > garis tengah

PFNapas stridor, tripod sign (jalan membungkuk akibat sumbatan yang membuat sulit napas), sianosis

PFNapas stridor

P(x) penunjang-

P(x) penunjang-

P(x) penunjang-

Interpretasi Informasi 21. Pasien mengalami demam, tetapi menyatakan tidak mengalami batuk, pilek, bersin, bercak kemerahan di kulit, sakit

perut, dan diare. Hal ini dapat menjadi pertimbangan pada beberapa diagnosis banding seperti laringitis, epiglotitis, dan faringitis akibat virus yang salah satu gejalanya yaitu batuk, rinore, dan diare.

Page 16: PBL 1 KELOMPOK 3

Interpretasi Informasi 3

Pemeriksaan Fisik

1. KU = Tampak sakit sedang, compos mentis2. BB = 30 kg3. Vital sign = Tekanan darah 120/70 mmHg à Normal; Nadi 96x/menit à Normal; Respirasi 20x/menit à Normal;

Suhu 39.0 ˚C à Febris/demam4. Pemeriksaan hidung: Concha hiperemis (-), secrert (-) à Normal

5. Pemeriksaan faring: Hiperemis (+), Eksudat (+), Eritema (-), Tonsil T1/T1,

hiperemis -/- à Faring ada tanda-tanda infeksi, tonsil normal

6. Pemeriksaan Leher: Limfonodi cervical teraba 2 mm, nyeri +/+ à Tanda-tanda infeksi

7. Pemeriksaan Thorax: à Normal

Paru : Inspeksi : Simetris; retraksi (-)

Palpasi : Sonor

Auskultasi : Ronchi (-)

Jantung : DBN

8. Abdomen : Supel, Peristaltik (+) N, Nyeri tekan (-), Hepar/Lien tidak teraba à Normal

9. Ekstremitas : Akral dingin (-), Bercak kemerahan (-) à Normal

Dari informasi 3 ini, dapat menjadi pertimbangan pada 5 diagnosis selain faringitis, selanjutnya pada informasi 4

kita menentukan apakah penyebab laringitis akibat virus atau bakteri.

Interpretasi Informasi 4

Hb 14 gr%, hematokrit 36%, eritrosit 4,8jt, leukosit 12.000, trombosit 250.000. Hitung jenis 0/2/9/65/25/5

Tabel 1. Nilai normal pada pemeriksaan darah rutin (Sutedjo, 2009).

Page 17: PBL 1 KELOMPOK 3

No. Jenis

Pemeriksaan

Satuan Laki

Dewasa

Wanita

Dewasa

Normal

Laki-laki/

Wanita

Dewasa

Bayi Anak

1. Hb Gr/dl 14-18 12-16 12-24 10-16

2. Hematokrit % 40-58 37-43 32-28

3. Eritrosit Jt/mm3 4,6-6,2 4,2-5,4

4. Leukosit Ribu/Mm3 4-10 9-30 9-12

5. Trombosit Ribu/mcl 200-400

Tabel 2. Nilai normal pada hitung jenis leukosit dalam % dan mm3 (Sutedjo, 2009).

No. Jenis lekosit Dewasa

(%)

Dewasa

(mm3)

Anak/bayi/BBL

1. Neitrofil (total) 50-70 2500-7000 BBL=61%

Umur 1th: 2%

Segmen 50-65 2500-6500 Sama dewasa

b. Pita 0-5 0-500 Sama dewasa

2. Eosinofil 1-3 100-300 Sama dewasa

3. Basofil 0,4-1,0 40-100 Sama dewasa

4. Monosit 4-6 200-600 4-9%

5. Limfosit 25-35 1700-3500 BBL: 34%

1 th: 60%

Page 18: PBL 1 KELOMPOK 3

6 th: 42%

12 th: 38%

Sehingga interpretasinya yaitu :

Hb 14 gr% à Normal

Hematokrit 36% à Normal

Eritrosit 4,8 jt à Normal

Leukosit 12.000 à Meningkat à Virus >> Neutrofil, Bakteri >> Eosinofil

Trombosit 250 ribu à Normal

Hitung jenis à Bergeser ke kanan.

Diagnosis kami: Faringitis Akut et causa Bakteri

6. Informasi yang kami perlukan sudah dijelaskan di atas, meliputi kelengkapan anamnesis, PF, dan pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan hematologi.

E. Merumuskan Tujuan Belajar

1. Definisi Faringitis

2. Etiologi

Page 19: PBL 1 KELOMPOK 3

3. Epidemiologi

4. Faktor Predisposisi

5. Patomekanisme (Patogenesis dan Patofisiologis)

6. Manifestasi Klinis

7. Penegakan Diagnosis

8. Tata Laksana

9. Peresepan

10. Komplikasi

11. Prognosis

F. Belajar Mandiri

Sudah dilaksanakan

G. Menarik atau Mengambil Informasi yang Dibutuhkan

1. Definisi Faringitis Akut

Peradangan akut membran mukosa faring atau dinding faring dan struktur lain di sekitarnya (Yani, 2006).

2. Etiologi

a. Infeksi

1) Virus: Adenovirus, Rhinovirus, virus Influenza,virus parainfluenza, Coronavirus, HSV tipe 1 dan 2, EBV,

CMV, Coxackie virus, dan HIV.

2) Bakteri: Streptococcus grup A ß-haemoliticus, Streptococcus pyogens, C. Pneumoniae, dll.

b. Non-infeksi

1) Sleep apneu

2) GERD

3) Merokok

Page 20: PBL 1 KELOMPOK 3

4) Alergi

5) Polutan

6) Trauma

7) Toksik

3. Epidemiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%),

alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Infeksi grup A streptokokus β hemolotikus merupakan penyebab faringitis akut

pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Bakteri grup A streptokokus β hemolotikus banyak menyerang anak

usia sekolah, orang dewasa, dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun (Rusmarjono, 2010)

4. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi antara lain usia, merokok, kontak langsung dengan penderita faringitis, atau adaya

riwayat penyakit lainnya.

Tabel 3. Faktor predisposisi faringitis (Mulder, 1999)Faktor Predisposisi Umum Eksogen musim, cuaca, temperatur, polusi, debu, pemakaian

AC Endogen anemia, kurang zat besi, avitaminosis

A,agranulositosis, alergi, hipotiroid, imunodefisiensi, sarkoidosis, diabetes

Faktor Predisposisi Lokal Bahan iritan, pernafasan melalui mulut, refluks esofagus, paparan rokok, voice abuse Penyebab Virus Adenovirus, Para-influenza, Influenza, Ebstein-

Barr, Eksantema Bakteri Streptokokus grup A,B,C,G, Streptokokus

pneumonia, C.difteri,

Page 21: PBL 1 KELOMPOK 3

H.influenzae, M.tuberkulosis, T.pallidum, Actinomyses sp. Peptococcus, mikoplasma, klamidia, rickettsia

Non infeksi Bahan kimia, luka bakar, benda asing

5. Patomekanisme (Patogenesis dan Patofisiologis)

Infeksi à Sel-sel leukosit (makrofag) à limfenodi regional (leher) à replikasi (pengenalan antigen - antibodi)

Infeksi bakteri à invasi mukosa tenggorokan àtoksin ekstraseluler dan enzim protease à induksi 5 tanda kardinal

inflamasi à hiperemis, edeme, hipersekresi mukus à sakit tenggorokan dan sakit menelan, demam.

6. Manifestasi Klinis

Pada stadium awal, terdapat hiperemia (seperti pada gambar 1), kemudian edema dan sekresi yang meningkat.

Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian cenderung menjadi kering dan

dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk

sumbatan yang berwarna putih, kuning, abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid (George L. Adams, 1997).

a. Faringitis viral

Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokkan, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan

tonsil hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus dapat menimbulkan lesi vesikuler di

orofaring dan lesi kulit berupa macopopular rash.

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada

anak. Epstein Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.

Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.

Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam.

Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah

(Rusmarjono, 2010).

Page 22: PBL 1 KELOMPOK 3

b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai

batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di

permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak ptechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher

anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan (Rusmarjono, 2010).

7. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Faringitis streptokokus grup A : nyeri tenggorok, disfagia, eksudat tonsil/faring, demam (diatas 38 oC ), pembesaran

kelenjar leher anterior, tidak ada batuk.

Faringitis karena virus : rhinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis. Pada beberapa kasus disertai diare, ulkus di

palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil yang sulit dibedakan dengasn eksudat karena

faringitis streptokokus.

b. Pemeriksaan Penunjang

Baku emas: pemeriksaan kultur apusan tenggorok Pemeriksaan kultur ulang setelah terapi tidak rutin

direkomendasikan Rapid antigen detection test untuk mendeteksi antigen Streptokokus grup A mempunyai

spesifisitas tinggi, sensitifitas rendah.

Tes antibodi terhadap streptococcus (ASTO) : Tidak mempunyai nilai dalam penegakan diagnosis maupun

penanganan faringitis streptokokus.

DIAGNOSIS

Page 23: PBL 1 KELOMPOK 3

Modifikasi Skor Centor dan Pedoman Pemeriksaan kultur

( Mc Isaac WJ, 2004 ) ( I A) Kriteria

Point

Temperatur > 38°C 1 Tidak ada batuk 1 Pembesaran kelenjar leher anterior 1 Pembengkakan/eksudat tonsil 1 Usia: 3-14 tahun 15 – 44 th ≥ 45 tahun

1 1 -1

Skor Resiko infeksi streptokokus

Tatalaksana

≤ 0 1 - 2,5 % Kultur tidak dilakukan, Antibiotik (-)

1 5 – 10% Kultur tidak dilakukan, Antibiotik (-)

2 11 - 17 % Kultur dilakukan, Antibiotik jika kultur (+)

3 28 – 35% Kultur dilakukan, Antibiotik jika kultur (+)

≥ 4 51- 53 % Kultur dilakukan, Antibiotik empiris/ sesuai kultu

8. Tata Laksana

a. Medika Mentosa

1) Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen.

2) Terapi antibiotik

Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis

streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection test

dan/atau kultur positif dari usap tenggorok.

Tujuan : untuk menangani fase akut dan mencegah gejala sisa.

Antibiotik empiris dapat diberikan pada anak dengan klinis mengarah ke

faringitis streptokokus, tampak toksik dan tidak ada fasilitas pemeriksaan

laboratorium.

Golongan penisilin (pilihan utk faringitis streptokokus). penisilin V oral

15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari atau Amoksisilin

50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari. Bila alergi penisilin dapat

diberikan Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau Eritromisin

Page 24: PBL 1 KELOMPOK 3

estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali perhari

selama 10 hari. Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10

mg/kgBB/hari selama 3 hari. Tidak dianjurkan pemberian antibiotik

golongan sefalosporin generasi I dan II karena resiko resistensi lebih besar

(Yani, 2006).

b. Non- Medika Mentosa (Yani, 2006)

1) Istirahat cukup

2) Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup

3) Minum air hangat

4) Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk

mengurangi nyeri tenggorok.

9. Peresepan

R/ Amoxycylin tab mg 500 No. IX

ʃ 3. d. d. tab I p.c.

R/ Paracetamol syr 250 gr/5 ml No. I

ʃ 3. d. d. 1½ cth p.c. prn. Demam

R/ Ibu Profen tab mg 200 No. IX

ʃ 3. d. d. tab I p.c.

10. Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul yaitu (Kazzi, 2006):

a. Demam reumatik akut (3-5 minggu setelah infeksi)

b. Komplikasi umum faringitis karena bakteri yaitu sinusitis, otitis media,

mastoiditis, epiglotitis, dan pneumonia.

c. Komplikasi infeksi mononukleus yaitu ruptur lien, hepatitis, GBS,

enchepalitis, anemia haemolitik.

11. Prognosis

Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam waktu 10 hari, tetapi perlu

mewaspadai terjadinya komplikasi (Kazzi, 2006).

Page 25: PBL 1 KELOMPOK 3

III. KESIMPULAN

Faringitis merupakan peradangan pada mukosa faring dan kadang juga mengenai

organ disekitarnya. Penyakit ini banyak terjadi pada anak-anak dan sering diperberat oleh

musim. Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Pada kasus ini diagnosisnya

Faringitis Akut et causa Streptococcus grup A ß-haemolitikus.

Tata laksana secara umum adalah istirahat, banyak minum, berkumur dengan air

hangat, dan untuk tata laksana medika mentosa dengan menggunakan antibiotik pada infeksi

antibiotik.

Page 26: PBL 1 KELOMPOK 3

IV. DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. “Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring” dalam Boies: Buku

Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Bellig L.L. 2005. Fever. http://www.eMedicine.com.Inc/fever/topic359.htm (Diakes 9 Maret

2014).

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Krucik, George. 2012. Pharyngitis. Available at http://www.healthline.com/health/pharyngitis

(Diakses tanggal 9 Maret 2014).

Nelwan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Rusmarjono, dan A. S. Efiaty. 2010. “Faringitits, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid” dalam

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta:

FKUI.

Rusmarjono, dan Hermani B. 2010. “Odinofagia dalam Telinga” dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: FKUI.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW, et al. Clinical practice guideline for the diagnosis and

management of group A streptococcal pharyngitis: 2012 update by the Infectious

Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 2012;55(10):e86-e102.

Sutedjo. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Laboratorium. Yogyakarta:

Penerbit Asmara Books.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Semarang: Erlangga Medical Series.

Yani, Finny Fitry. 2006. Faringitis Akut. Medan: Universitas Andalas.

Page 27: PBL 1 KELOMPOK 3