Upload
christian-adiputra-wijaya
View
222
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asdasd
Citation preview
Etika Profesi Kedokteran dan Hak Pasien Christian Adiputra Wijaya
102011045
C4
Email : [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
P endahuluan
Kedokteran adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang penyakit dan cara-cara
penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara
mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan
memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem
tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.
Profesi kedokteran adalah struktur sosial dan pekerjaan dari sekelompok orang yang
dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu kedokteran.Dalam suatu
profesi, perlu adanya norma yang mengatur segala aspek dalam profesi tersebut. Kode etik
profesi ini pada dasarnya mengatur hubungan antara profesional (orang yang menguasai suatu
bidang profesi), dengan klien (pihak yang menggunakan jasa profesional).Ada pesan moral dan
tanggung jawab bagi yang menjalankan kode etik profesi ini.
Kode etik profesi tidak bersifat statis.Selalu ada perubahan ke arah yang lebih
baik.Perubahan ini dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan.Pemerintah
atau organisasi yang terkait, bisa melakukan perubahan dengan konvensi dari seluruh profesional
bidang profesi.Tapi ada kalanya etika profesi dilanggar.Hal ini biasanya dilakukan oleh para
1
profesional yang kurang baik dalam memberikan jasa pada klien mereka.Sangsi untuk
pelanggaran ini dapat berupa sangsi moral dari masyarakat, atau bisa menjadi hukuman pidana.1
S kenario
Seorang pasien berusia 62 tahun datang kerumah sakit dengan karsinoma kolon yang
telah terminal.Pasien masih cukup sadar berpendidikan cukup tinggi.Ia memahami benar posisi
kesehatanya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini.Ia juga memiliki pengalaman
pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan peralatan bermacam-macam
tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya hanya memperpanjang
penderitaannya saja.Oleh karena itu ia meminta kepada dokter apabila dia mendekati ajalnya
agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa antibiotika, tanpa peralatan ICU dll), dan ia ingin
mati dengan tenang dan wajar.Namun ia tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan
penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan.
Pembahasan
Etika Kedokteran
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap
dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.Penilaian baik buruk
dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak
jumlahnya.
Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan bahawa untuk mencapai suatu keputusan
etik diperlukan empat kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules
dibawahnya.Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah1 ;
Prinsip otonomi: yaitu prinsip moral menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi
pasien (the rights to self-determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan
doktrin informed consent.
2
Prinsip beneficence: iaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke
kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan sahaja,
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari sisi buruknya
(mudharat).
Prinsip non-maleficence: yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini dikenal juga sebagai “primum non nocere” atau “above all do no
harm”.
Prinsip justice: iaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).1
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity(berbicara dengan benar,jujur,terbuka),
privacy(menghormati hak privasi pasien), confidentiality(menjaga kerahsiaan pasien), dan
fidelity(loyalitas dan keeping promises).
Aspek Hukum
Sanksi Hukum Pidana
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain , diancam dengan pidana
penjarapaling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun
Pasal 360 KUHP
(1) Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan orang lain menderita luka berat,diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun
(2) Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga
menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalankan jabatan atau
perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus
rupiah1,2
SANKSI HUKUM PERDATA
3
Pasal 1338 KUH Perdata
(1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
(2) Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
(3) Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik2
Pasal 1365, 1366 dan 1370 KUHP Perdata dan UU Kesehatan 54 dan 55 mencantumkan
mengenai sanksi terhadap kerugian yang disebabkan oleh kelalaian.
Pasal 1365 KUH Perdata
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.2
Pasal 1366 KUH Perdata
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya ,
tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalainnnya ataukurang hati – hatinya 2
Pasal 1370 KUH Perdata
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain ) dengan sengaja atau kurang hati –
hatinya seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau korban orang tua yang
biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hakuntuk menuntut suatu ganti
rugi, yang harus dinilai menurut kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut
keadaan .2
Pasal 54 UU Kesehatan
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.2
4
(3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja MDTK ditetapkan oleh
Keppres.
Pasal 53 Undang-Undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakantugas sesuai
dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi
dan mengormati hak pasien.
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medisterhadap
seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yangbersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak – hak pasien sebagaimana dimaksud dalam Ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.2
Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.2
Pasal 344 KUHP membicarakan sanksi terkait euthanasia:
Pasal 344 KUHP
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang paling jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.2
ASPEK MEDIKOLEGAL
INFORMED CONSENT
Informasi dalam lingkup medis sangat penting bagi memberi peluang kepada pasien
untuk mengetahui tentang status sebenar kesehatan diri dan tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien. Para professional dalam pelayanan kesehatan perlu meningkatkan perhatian
5
terhadap pentingnya informed consent sebagai sebagian dari prosedur pengobatan atau clinical
trial.
Informed Consent adalah suatu persetujuan mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Persetujuan boleh dalam bentuk lisan maupun tertulis.
Informed consent ini juga merupakan sebagian dari prosese komunikasi antara dokter-pasien
tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan. Formulir informed consent merupakan
tanda bukti yang disimpan dalam arsip rekam medis pasien.1
Dalam Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, telah diatur tentang Informed Consent ini pada Pasal 45 tentang “Persetujuan
Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi” yang isinya antara lain: 1
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
diagnosis dan tata cara tindakan medis.
tujuan tindakan medis yang dilakukan.
alternative tindakan lain dan resikonya.
risikonya dan komplikasi yang mungkin terjadi.
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun
lisan.
5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
Dalam penjelasan atas UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut disebutkan bahwa pada
prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien
yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan,
6
persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain
suami/istri/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung. 1.2
Jika sesuatu tindakan medis dilakukan tanpa izin pasien, ia digolongkan sebagai tindakan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault).Menurut Pasal 5
Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, sebelum dimulai tindakan (1), persetujuan
tindakan kedokteran dapat dibatalkan oleh yang memberi persetujuan dan pembatalan tersebut
harus secara bertulis oleh yang memberi persetujuaan (2).2
Elemen-elemen yang terdapat dalam informed consent adalah penjelasan mengenai:
penyakit dan atau tindakan yang akan dilakukan.
Harapan dari tindakan dan prognosisnya.
Alternative tindakan dan tingkat harapan serta keberhasilannya.
Resiko, komplikasi dan biaya.
Dokter hanya boleh bertindak melebihi yang telah disepakati apabila gawat-darurat dan
butuh waktu yang singkat.
Seperti yang terjadi dalam kasus ini pula, telah terjadinya informed consent antara dokter
kepada pasien mengenai keadaan dirinya. Namun, sekiranya terjadi kurang komunikasi antara
keluarga pasien mengenai keadaan dirinya yang sebenar, dokter dapat dicurigai telah melakukan
kelalaian dan pembiaran dalam merawat pasien tersebut sehingga dapat dituntut di peradilan.
Dokter harus bertanggungjawab terhadap perbuatannya jika terdapat kasus yang berunsur
kelalaian dari pihak dokter. Dari pihak pasien pula, perlu adanya bukti yang kukuh terhadap
kelalaian tersebut jika mahu menuntut. Jika hal tersebut adalah resiko dari tindakan yang telah
dinyatakan dalam informed consent, maka penuntutan tidak boleh dilakukan.
Hak pasien
WMA telah mengeluarkan Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient (1991) yang
menyatakan hak pasien adalah sebagai berikut:1
1. Hak memilih dokter secara bebas.
7
2. Hak dirawat oleh dokter yang bebas dalam membuat keputusan klinis dan etis.
3. Hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang
adekuat.
4. Hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya.
5. Hak untuk mati secara bermartabat.
6. Hak untuk menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.
UU Kesehatan pula menyebutkan beberapa hak pasien yaitu:1
1. Hak atas informasi.
2. Hak atas second opinion.
3. Hak untuk memberi persetujuan atau menolak suatu tindakan medis.
4. Hak untuk kerahasiaan.
5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
6. Hak untuk memperoleh ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.
Selain itu, UU Praktik Kedokteran menyatakan hak pasien sebagai berikut:3
1. Hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis (Pasal 45 ayat
(3)). Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi diagnosis, tatacara tindakan, tujuan tindakan
medis yang bakal dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.
2. Hak untuk meminta pendapat dokter lain.
3. Hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis.
4. Hak untuk menolak tindakan medis.
5. Hak untuk mendapatkan isi rekam medis.
KODE ETIK KEDOKTERAN
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.1
(1) Pasal 7a
8
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.1
(2) Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien1
(3) Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.1
Keterangannya:
Segala perbuatan dokter terhadap pasien bertujuan untuk memelihara kesehatan dan
kebahagiannya. Dengan sendirinya ia harus mempertahankan dan memelihara kehidupan
manusia.
Hal ini berarti, menurut Kode Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan:
1. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
2. Mengakhiri kehidupan seseorang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh
lagi (euthanasia).
Pada suatu saat seorang dokter mungkin mengalami penderitaan yang tidak tertahankan,
seperti pada kasus ini, kanker dalam stadium terminal. Orang yang berpendirian pro euthanasia
dalam butir c, akan mengajukan supaya pasien diberikan morfin dalam dosis letal supaya ia
bebas dari penderitaan yang berat itu.Sebaliknya, mereka yang kontra euthanasia seperti
masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam dan percaya ada kekuasaan mutlak
dari Tuhan Yang Maha Esa berpendirian bahwa tindakan sedemikian rupa sama dengan
pembunuhan.Maka dengan itu, dokter harus mengerahkan segala ilmu dan kemampuannya untuk
meringankan dan memelihara hidup, akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.4
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
9
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.4
Penjelasan:
a. Sikap
Bersikap tulus ikhlas sangat diperlukan dalam menolong pasien karena sikap ini
memberika ketenangan dan kejernihan dalam berfikir dan teliti dalam bertindak. Ia juga dapat
menenangkan pasien.
Apabila disertai dengan keramah tamahan dalam menyambut pasien, ia akan secara
sukarela dan spontan menyerahkan dirinya untuk diperiksa dan bersikap terbuka untuk
menjawab hal-hal yang perlu diketahui dokter dalam menunjang penegakan diagnosa dan terapi
yang tepat.
b. Rujukan pasien
Seorang dokter umum atau spesialis harus mengetahui akan batas pengetahuan dan
kemampuannya. Pada suatu ketika ia akan berada di perbatasan itu, maka pada saat itulah dokter
yang ahli dalam penyakit yang sedang dihadapinya.
Sebaliknya di kota-kota besar dimana terdapat aneka ragam spesialis berpraktek, seorang
dokter umum harus berusaha jangan menjadi perantara saja antara pasien dengan dokter
spesialis. Dengan itu, tibalah kita pada seal konsultasi dan hubungan antara dokter umu dan
dokter spesialis.
c. Konsultasi
10
Konsultasi ialah hal yang sangat penting dalam hubungan antara kolega/sejawat. Tidak
jarang pada waktu itu terjadi kesalah-pahaman dan timbul perasaan tersinggung. Untuk
memperkecil kemungkinan tersebut baiklah diperhatikan hal-hal berikut:
(1) Usul untuk mengadakan konsultasi sebaiknya datang dari dokter yang pertama-tama
menangani penyakitnya, terdorong oleh keinsyafan atas batas kemampuannya atau merasa
pasien atau keluarganya menginginkan konsultasi. Sekiranya pasien mengutarakan
keinginannya untuk konsultasi, adalah menjadi hak pasien untuk memilih konsulen yang ia
kehendaki.
(2) Pemeriksaan oleh konsulen di rumah pasien sebaiknya dihadiri oleh dokter pertama yang
terlebih dahulu memberikan keterangan dan pendapat pasien, agar setelah itu, mereka dapat
melakukan pertukaran pendapat dan diskusi.
(3) Pengiriman pasien ke tempat praktek spesialis harus disertai dengan surat keterangan yang
diisi dalam sampul tertutup.
(4) Dokter spesialis konsulen mengirimkan kembali pasien disertai pendapatnya secara bertulis
dalam sampul tertutup pula, kecuali jika telah disepakati bahwa konsulen akan meneruskan
pengobatannya sampai sembuh.
(5) Konsulen tidak dibenarkan untuk memberitahu pasien secara langsung atau tidak langsung
kekeliruan yang dibuat oleh dokter pertama.
(6) Konsulen menetapkan dan menagih sendiri imbalan jasanya, kalau perlu setelah diskusi
dengan dokter pertama.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.3
Keterangan:
Kehidupan manusia selain menyangkut aspek jasmani, juga menyangkut aspek mental,
spiritual dan sosial. Nilai, kepercayaan dan norma yang dianuti menentukan tanggapan seseorang
11
terhadap suatu kejadian. Dokter dalam menghadapi pasien perlu mengetahui latar belakang
kehidupan pasien itu.3
Nilai agama serta ikatan keluarga sangat kuat di masyarakat Indonesia. Oleh itu, hal ini
perlu dihormati oleh dokter.3
Dalam keadaan-keadaan tertentu, keluarga pasien tidak dapat selalu mendampingi pasien.
Namun demikian, bila ada alasan yang kuat dari pasien agar keluarganya harus
mendampinginyam maka permintaan tersebut hendaklah dapa diluluskan.3
Adakalanya pula pasien mengkehendaki orang lain, misalnya seseorang penasehat dalam
beribadah yang mungkin secara psikis dapat menolongnya. Dalam soal ini janganlah dihalang-
halangi bahkan dibantu. 3
KESIMPULAN
Dalam menjalankan tugas profesi kedokteran, seorang dokter itu harus mengamalkan
etika kedokteran dan prinsip-prinsip etika kedokteran tersebut. Sebelum melakukan tindakan ke
atas pasien, dokter harus memberikan informed consent kepada pasien, sama ada secara
expressed atau implied consent, lisan atau tertulis supaya pasien dapat mendapatkan penjelasan-
penjelasan tentang tindakan-tindakan yang akan dilakukan ke atasnya dan juga demi kebaikan
dokter supaya dokter tidak dituntut dengan syarat dokter melakukan tugasnya dengan benar.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007.
2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI; 2005. 7-16, 53-5, 77-85
3. Sagiran. Panduan Etika Medis. Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran Islam FK Universitas
Muhammadiyah; 2006.
4. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
FKUI; 1994. 17-8
5. World Medical Association. Medical Ethics Manual. 2nd Ed. 2009.
13