Upload
reny-cutteh
View
111
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gugu
Citation preview
Pemeriksaan Forensik Kasus Pembunuhan Dengan Penjeratan
Yohana Anggreini Inangele / 102011380
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
Kasus 1 :
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh dengan batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di
bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju
(yang kemudian diketahui baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat
kesebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher
memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih
dijumpai adanya satu luka terbuka didaerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah
ketiak yang terputus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan benda tajam.
Perlu di ketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah suatu
daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.
1
Pendahuluan
Forensik berasal dari kata Forum yaitu suatu tempat, dimana bermula pada zaman Romawi Kuno
untuk dilakukan perbincangan mengenai suatu hal atau masalah yang khusus membahas masalah
penegakan hukum dan keadilan. Jadi definisi Ilmu Kedokteran Forensik atau juga dikenal dengan
nama Legal Medicine, adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari
pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.1,2
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan
terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan tejadi dengan mulai
terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit atau beberapa
jam. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakan
keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat
kematian dan penyebab kematian. 1,2
Saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan gejala setelah
kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa hal diantarannya umur, kondisi fisik
pasien, penyakit fisik sebelumnya maupun penyebab kematian itu sendiri. 1,2
Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan yang
mengakibatkan suplai oksigen berkurang. Hal ini sering dikenal dengan istilah asfiksia, Korban
kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter, hal tersebut menempati urutan
ketiga setelah kecelakaan lalu lintas dan traumatik mekanik.3-5
Pada berbagai kasus asfiksia, ditemukan tanda-tanda kematian yang berbeda. Hal ini sangat
tergantung dari penyebab kematian. Untuk itu kita perlu memahami lebih lanjut tentang penyebab
asfiksia tersebut. 3-5
PembahasanMedikolegal
Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal adalah pelayanan kedokteran untuk
memberikan bantuan professional yang optimal dalam memanfaatkan ilmu kedokteran untuk
kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal
mencakup 5 bidang, yaitu :
Pelayanan Forensik Klinik
Adalah pelayanan pemeriksaan forensik terhadap korban yang dikirim penyidik ke Rumah
Sakit atau puskesmas dan pelayanan pemeriksaan forensik pada pasien dalam rangka
pembuatan visum et repertum, surat keterangan atau sertifikasi lainnya.1
2
Pelayanan Forensik Patologi
Adalah pelayanan pemeriksaan forensik terhadap korban mati yang dikirim oleh penyidik ke
Rumah Sakit atau puskesmas dan pelayanan pemeriksaan forensik terhadap mayat pasien
sesuai permintaan pihak yang berkepentingan.
Pelayanan Laboratorium Kedokteran Forensik
Adalah pelayanan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang kepentingan pelayanan
forensik klinik, forensik patologi, maupun pelayanan medikolegal.
Pelayanan Konsultasi Medikolegal
Adalah pelayanan konsultasi ahli yang dilaksanakan seorang dokter spesialis kedokteran
forensik secara tersendiri atau dibantu oleh ahli lain, dan dokter spesialis lain dalam bidang
terkait untuk : prosedur medikolegal, penyusunan “by-laws”, pembuatan dokumen medik, dan
penyelesaian sengketa medik.
Pelayanan Bank Jaringan
Adalah pelayanan penyediaan, pemrosesan dan distribusi jaringan untuk kepentingan
transplantasi organ / jaringan.
Tujuan
1. Memberikan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal pada korban / klien sesuai
amanat undang-undang
2. Memberi pelayanan menyeluruh bagi korban kekerasan, dengan kekhususan pada perempuan
dan anak, baik di bidang klinik, medikolegal dan psikososial.
3. Memberi layanan konsultasi mediko-etikolegal dalam lingkungan rumah sakit, keprofesian
maupun antar institusi.
Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Indonesia
Untuk dapat memberikan pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal secara merata di
Indonesia sesuai amanat undang-undang, terutama KUHAP, dibuat strategi pelayanan kedokteran
forensik dan medikolegal berjenjang di rumah sakit dan puskesmas. Strategi ini dikembangkan dan
disesuaikan dengan kebijakan, standar, pedoman dan by-laws yang telah ada sebelumnya.1
Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit
Upaya pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di rumah sakit dikembangkan ke arah
peningkatan mutu (pelayanan spesialistik dan subspesialistik), peningkatan jangkauan
pelayanan serta sistem rujukan dengan tujuan tercapainya pelayanan kedokteran forensik dan
medikolegal yang optimal. Peningkatan mutu ini ditunjukkan dengan diikutsertakannya
3
pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal pada kegiatan akreditasi serta pemenuhan
secara bertahan dari sumber daya manusia, fasilitas, sarana dan prasarana sesuai standar.
Pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di puskesmas
Upaya pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal di puskesmas ditujukan memberikan
pelayanan kedokteran forensik dan medikolegal yang bersifat dasar, seperti pelayanan
pemeriksaan mayat, pemeriksaan korban kekerasan fisik dan seksual, tata laksana barang
bukti dan pelayanan laboratorium forensik sederhana. Puskesmas juga diharapkan dapat
memberikan pembinaan kepada masyarakat dan melaksanakan sistem rujukan sesuai
kebutuhan dan ketentuan yang berlaku.
Aspek Hukum1
KEJAHATAN TERHADAP TUBUH DAN JIWA MANUSIA
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pasal 338 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan
maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri
sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan
penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun1.
Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam,
karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.
Pasal 351 KUHP
1. Penganiyaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak 4500 rupiah.
4
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun.
3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama7 tahun.
4. Dengan penganiyaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353 KUHP
1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 354 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan
berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun.
Pasal 355 KUHP
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara
paling lama 12 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
15tahun1.
Aspek Medikolegal
KEWAJIBAN DOKTER MEMBANTU PERADILAN
Pasal 133 KUHAP
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
5
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat 1.
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
2)Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan
keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan1.
Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanr-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya1.
BENTUK BANTUAN DOKTER BAGI PERADILAN DAN MANFAATNYA
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya1.
Pasal 184 KUHAP
1) Alat bukti yang sah adalah:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Pertunjuk
- Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan1.
Pasal 186 KUHAP: Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
6
Pasal 180 KUHAP
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan,
Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru
oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu
dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana
tersebut pada ayat (2)1
SANGSI BAGI PELANGGAR KEWAJIBAN DOKTER
Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan
tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang
terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang
menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah sepertiga1.
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat
untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah1.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:
7
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan1.
Pasal 522 KUHP
Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak datang
secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
RAHASIA JABATAN DAN PEMBUATAN SKA/ V et R
Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafaz sumpah dokter
Saya bersumpah/ berjanji bahwa:
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perkemanusiaan. Saya akan menjalankan
tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya. Saya
akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran. Saya akan
merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya
sebagai dokter…….dst.
Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.
Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran1.
Pasal 2 PP No 10/1966
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3,
kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan lain.
Pasal 3 PP No 10/1966
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau
perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan1.
8
Pasal 4 PP No 10/1966
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak
dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan
administrative berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.
Pasal 5 PP No 10/1966
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3
huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan
kebijaksanaannya.
Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas
pengaduan orang itu1.
Pasal 48 KUHP: Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.
BEDAH MAYAT KLINIS, ANATOMIS DAN TRANSPLANTASI
Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.
Pasal 2 PP No 18/1981
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita
meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti;
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita menderita
penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam
tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia dating ke rumah sakit1.
Pasal 14 PP No 18/1981
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari
korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluarga yang
terdekat.
9
Pasal 17 PP No 18/1981: Dilarang memperjual belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18 PP No 18/1981
Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan
dari luar negeri.
Pasal 19 PP No 18/1981
Larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan pasal 18 tidak berlaku untuk keperluan
penelitian ilmiah dan keperluan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 70 UU Kesehatan
(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat1.
Keterangan pemeriksaan TKP
Hal yang penting diketahui antara lain adalah: 1) siapa yang menemukan korban 2) apakah ada
warga desa terdekat yang mengenal korban atau apakah terdapat korban hilang yang sesuai dengan
ciri-ciri fisik korban 3) apakah terdapat senjata tajam di sekitar korban (senjata yang digunakan
melukai korban) 4) apakah terdapat ceceran darah di tempat kejadian perkara dan darah tersebut
merupakan darah milik korban. 1
Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan : (1) apa yang terjadi, (2)
siapa yang tersangkut, (3) dimana dan kapan terjadi, (4) bagaimana terjadinya dan (5) dengan apa
melakukannya, serta (6) kenapa terjadi peristiwa tersebut. Bila korban masih hidup maka tindakan
yang paling utama dan pertama bagi dokter adalah menyelamatkan koban dengan tetap menjaga
keutuhan TKP. 1
Sedangkan pada skenario, korban didapatkan dalam keadaan telah mati dan membusuk, tugas
dokter adalah menegakkan diagnosis kematian, memperkirakan saat kematian, memperkirakan sebab
kematian, memperkirakan cara kematian, menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan
medis. Bila perlu dokter dapat melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan gambaran
riwayat medis korban (pada kasus anamnesa dilakukan terhadap orang yang menemukan jenazah ). 1
Perlengkapan yang sebaiknya dibawa pada saat pemeriksaan di TKP adalah kamera, film
berwarna dan hitam putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu ultraviolet, alat
tulis dan tempat menyimpan barang bukti berupa amplop atau kantong plastik, pinset, skapel, jarum,
tang, kaca pembesar, termometer rectal, termometer rangan, sarung tangan, kapas, kertas saring serta
alat tulis (spidol) untuk memberi label pada benda bukti. 1
10
Pemeriksaan di tempat kejadian penting untuk membantu penentuan penyebab kematian dan
menentukan cara kematian. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah posisi korban saat mati, simpul
pada baju korban yang dipakai untuk mencekik korban, benda-benda bukti di sekitar korban, dan
keadaan lingkungan. 1
Dari hasil pemeriksaan TKP di dapatkan bahwa terdapat ceceran darah yang cukup banyak
pada bebatuan pada daerah dekat luka pada ketiak kiri korban, tidak ditemukan adanya benda tajam
yang dicurigai menimbulkan luka, TKP merupakan sungai kering yang jauh dari pemukiman
penduduk. Korban dalam posisi tertelengkup dan leher terjerat lengan bajunya sendiri sedangkan
lengan lainnya terkait pada pohon, posisi korban mendatar.
Pemeriksaan Medis
IDENTIFIKASI FORENSIK
Identifikasi forensik merupakan salah satu upaya membantu penyidik menentukan identitas seseorang
yang identitasnya tidak diketahui baik dalam kasus pidana maupun kasus perdata. Penentuan identitas
seseorang sangat penting bagi peradilan karena dalam proses peadilan hanya dapat dilakukan secara
akurat bila identitas tersangka atau pelaku dapat diketahui secara pasti.
Identifikasi forensik dapat dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut:
1. Metode visual yang dilakukan dengan memperlihatkan korban kepada anggota keluarga atau
teman-teman dekatnya untuk dikenali.
2. Pemeriksaan dokumen seperti kartu tanda penduduk (KTP), surat izin mengemudi (SIM), kartu
golongan darah, paspor, atau tanda pembayaran yang ditemukan dalam saku pakaian, tas korban,
atau di samping korban.
3. Pemeriksaan perhiasan yang dikenakan korban seperti anting-anting, kalung, gelang, atau cincin.
Pada perhiasan tersebut mungkin ditemukan merek atau nama pembuat, atau inisial nama pemilik
atau pemberi perhiasan tersebut.
4. Pemeriksaan pakaian meliputi bahan yang dipakai, model pakaian, tulisan-tulisan merek pakaian,
penjahit, laundry, atau inisial nama.
5. Identifikasi medis meliputi pemeriksaan dan pancarian data bentuk tubuh, tinggi dan berat badan,
ras, jenis kelamin, warna rambut, warna tirai mata, cacat tubuh/kelainan khusus, jaringan parut
bekas operasi/luka, tato (rajah), dsb.
6. Pemeriksaan serologi dilakukan untuk menentukan golongan darah korban dari bahan
darah/bercak darah, rambut, kuku, atau tulang.
7. Pemeriksaan sidik jari dengan membuat sidik jari langsung dari jari korban atau pada keadaan
dimana jari telah keriput, sidik jari dibuat dengan mencopot kulit ujung jari yang mengelupas dan
mengenakan pada jari pemeriksa yang sesuai lalu dilakukan pengambilan sidik jari.
11
8. Pemeriksaan gigi meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang secara manual,
radiologis, dan pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data jumlah, bentuk, susunan,
tambalan, protesa gigi, dsb.
9. Metode eksklusi dilakukan jika terdapat korban yang banyak dengan daftar tersangka korban
pasti seperti pada kecelakaan masal penumpang pesawat udara, kapal laut (melalui daftar
penumpang). Bila semua korban kecuali satu yang terakhir telah dapat dapat ditentukan
identitasnya dengan metoda identifikasi lain, maka korban yang terakhir tersebut langsung
diindentifikasikan dari daftar korban tersebut.
Identitas seseorang dipastikan bila minimal dua metode yang digunakan memberi hasil positif
(sesuai), di mana salah satunya adalah metode identifikasi medis. Peran dokter dalam identifikasi
personal terutama dalam identifikasi secara medis, serologis, dan pemeriksaan gigi. Dapat pula
dilakukan metode identifikasi DNA.1
Identifikasi jenazah:
Identifikasi umum:
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Bangsa : Indonesia
• Ras : Jawa
• Umur : 26 tahun
• Warna Kulit : sawo matang
• Keadaan gizi : cukup
• Tinggi badan : 170 cm
• Berat badan : 65 kg
Identifikasi khusus:
Tattoo : -
Jaringan parut : -
Anomali : -
Pemeriksaan rambut: hitam dan keriting tipis
Pemeriksaan mata: tertutup, tidak ada gambaran perbendungan mata dan tidak adabintik-
bintik perdarahan pada komjungtiva bulbi dan palpebra
Pemeriksaan daun telinga dan hidung: tidak terdapat busa/cairan dan darah
Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut: terdapat luka lecet jenis tekan atau geser
dan luka memar pada bagian/ permukaan bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan
gigi, gusi dan lidah. Tidak ditemukan busa halus.
12
Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan: tidak ada kelainan
Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan :
- Letak luka: ditemukan adanya satu luka terbuka didaerah ketiak kiri danbeberapa luka
terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri.3
- Jenis luka: luka terbuka yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yangputus dan luka
terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yangmemiliki ciri-ciri yang sesuai dengan
akibat kekerasan tajam3
- Arah luka: melintang
- Tepi luka: rata dan teratur
- Sudut luka: kedua sudut luka lancip
- Dasar luka: dalam luka tidak melebihi panjang luka
- Ukuran luka: ± 10 cm16.
Pemeriksaan terhadap patah tulang: tidak ada tanda patah tulang3
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
Tempat kejadian perkara ( TKP ) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat terjadinya
peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Meskipun kelak terbukti
bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana, tempat tersebut tetap disebut
sebagai TKP yang berhubungan dengan manusia sebagai korban, seperti kasus penganiayaan,
pembunuhan dan kasus kematian mendadak (dengan kecurigaan). Dasar pemeriksaan adalah
hexameter, yaitu menjawab enam pertanyaan: apa yang terjadi, siapa yang terasangkut, dimana dan
kapan terjadi, bagaimana terjadinya dan dengan apa melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa
tersebut. Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum
pada penyidikan di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah TKP. Semua benda bukti yang
ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah sebelumnya diamankan sesuai dengan prosedur.
Persiapan dokter sebelum ke TKP adalah:
1. Mendapat permintaan pemeriksaan TKP dan jelas akan hal-hal siapa yang memintanya datang ke
TKP, bagaimana permintaan tersebut sampai ke tangan dokter, waktu permintaan tersebut dibuat,
dan lokasi TKP.
2. Informasi tentang kasus yang terjadi.
3. Perlengkapan yang sebaiknya dibawa: kamera, lampu kilat, film berwarna dan hitam putih (untuk
ruangan gelap), lampu senter, lampu ultraviolet, termometer rektal, termometer ruangan, amplop,
kantong plastik, pinset, skalpel, jarum, tang, kapas, kertas saring, kaca pembesar, label, dan alat
tulis.
13
Tindakan yang dikerjakan dokter di TKP adalah menentukan korban masih hidup atau telah mati. Bila
korban masih hidup maka tindakan yang paling utama dan pertama bagi dokter adalah
menyelamatkan koban dengan tetap menjaga keutuhan TKP. Pada kasus yang terjadi, korban
didapatkan dalam keadaan telah mati, maka tugas dokter adalah menegakkan diagnosis kematian,
memperkirakan saat kematian, memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian,
menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis. Bila perlu dokter dapat melakukan
anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan gambaran riwayat medis korban.
Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan mengenai letak dan
posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan. Mayat yang ditemukan dibungkus dengan plastik
atau kantung plastik khusus untuk mayat setelah sebelumnya kedua tangannya dibungkus plastik
sebatas pergelangan tangan. Pemeriksaan sidik jari oleh penyidik dapat dilakukan sebelumnya. Bercak
darah yang ditemukan di lantai atau di dinding diperiksa dan dinilai apakah berasal dari nadi atau dari
vena, jatuh dengan kecepatan (dari tubuh yang bergerak) atau jatuh bebas, kapan saat perlukaannya,
dan dihubungkan dengan perkiraan bagaimana terjadinya peristiwa.1
Mencari dan mengumpulkan benda-benda bukti biologis. Benda bukti yang ditemukan dapat berupa
pakaian, bercak mani, bercak darah, rambut, obat, anak peluru, selongsong peluru, benda yang diduga
senjata diamankan dengan memperlakukannya sesuai prosedur, yaitu dipegang dengan hati-hati serta
dimasukan ke dalam kantong plastik, tanpa meninggalkan jejak sidik baru. Benda bukti yang bersifat
cair dimasukan ke dalam tabung reaksi kering. Benda bukti berupa bercak kering di atas dasar keras
harus dikerok dan dimasukan ke dalam amplop atau kantong plastik, bercak pada kain diambil
seluruhya atau bila bendanya besar digunting dan dimasukan ke dalam amplop atau kantong plastik.
Benda – benda keras diambil seluruhnya dan dimasukan ke dalam kantung plastik. Semua benda bukti
di atas harus diberi label dengan keterangan tentang jenis benda, lokasi temuan, saat temuan dan
keterangan lain yang diperlukan.1
Selanjutnya mayat dan benda bukti biologis dikirim ke instalasi kedokteran forensik atau ke rumah
sakit umum setempat. Benda bukti bukan biologis dapat langsung dikirim ke laboratorium
kriminil/forensik kepolisian daerah setempat.
Hindari tindakan yang dapat mempersulit pemeriksaan/penyidikan seperti:
1. Memegang benda di TKP tanpa sarung tangan
2. Mengganggu bercak darah
3. Membuat jejak baru
4. Memeriksa sambil merokok1
14
PEMERIKSAAN MEDIS PADA BIDANG TANATOLOGI
Ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah tanatologi.Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang
berhubungan dengan kematian) dan logos ilmu. Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran
Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati
somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak)2.
Tanda Pasti Kematian
Dahulu kematian ditandai dengan tidak berfungsinya lagi jantung. Konsep baru sekarang ini
mengenai kematian mencakup berhentinya fungsi pernafasan, jantung dan otak. Dimana saat kematian
ditentukan berdasarkan saat otak berhenti berfungsi. Pada saat itulah jika diperiksa dengan elektro-
ensefalo-grafi (EEG) diperoleh garis yang datar. Berdasarkan waktunya tanda kematian dibagi
menjadi 3, yaitu3:
1. Tanda yang segera dikenali setelah kematian.
Berhentinya sirkulasi darah.
Berhentinya pernafasan.
2. Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian:
A. Perubahan temperatur tubuh (algor mortis)
B. Lebam mayat (livor mortis)
C. Kaku mayat (rigor mortis)
A. Penurunan Temperatur Tubuh (algor Mortis)
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu
lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun. Kecepatan
penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu mayat tu sendiri. Pada
iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat2,3.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suhu Mayat
1. Usia. Penurunan suhu lebih cepat pada anak-anak dan orang tua dibandingkan orang dewasa.
2. Jenis kelamin. Wanita mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih lambat dibandingkan pria
karena jaringan lemaknya lebih banyak.
3. Lingkungan sekitar mayat. Jika mayat berada pada ruangan kecil tertutup tanpa ventilasi,
kecepatan penurunan suhu mayat akan lebih lambat dibandingkan jika mayat berada pada
tempat terbuka dengan ventilasi yang cukup.
4. Pakaian. Tergantung pakaian yang di pakai tebal atau nipis atau tidak berpakaian.
5. Bentuk tubuh. Mayat yang berbadan kurus akan mengalami penurunan suhu badan yang
lebih cepat.
6. Posisi tubuh. Mayat dalam posisi terlentang mengalami penurunan suhu yang lebih cepat.
15
B. Lebam Mayat (Livor Mortis)
Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan disertai
pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau bagian tubuh yang
tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu kemerahan.
Setelah seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati sehingga darah akan
berkumpul sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada awalnya berupa barcak. Dalam waktu
sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi
gelap.
Pembekuan darah terjadi dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam mayat ini bisa berubah
baik ukuran maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi mayat. Karena itu penting sekali untuk
memastikan bahwa mayat belum disentuh oleh orang lain. Posisi mayat ini juga penting untuk
menentukan apakah kematian disebabkan karena pembunuhan atau bunuh diri2,3.
Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab kematian :
• Merah kebiruan merupakan warna normal lebam
• Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin
• Merah gelap menunjukkan asfiksia
• Biru menunjukkan keracunan nitrit
• Coklat menandakan keracunan aniline
C. Kaku Mayat (Rigor Mortis)
Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap :
1. Periode relaksasi primer (flaksiditas primer)
Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh otot
tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot masih ada tetapi
tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring rahang bawah akan jatuh
dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.
2. Kaku Mayat
Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung setelah
terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi. Otot menjadi kaku.
Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot mata, bagian belakang leher,
rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada, abdomen bagian atas dan terakhir pada otot
tungkai.
Akibat kaku mayat ini seluruh mayat menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat
akan terlihat dalam posisi sedikit fleksi.
Keadaan ini berlangsung selama 24 - 48 jam pada musim dingin dan 18 - 36 jam pada musim
panas.
16
Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena adanya ATP. Jika tidak ada
oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya habis, sehingga menyebabkan penumpukan asam
laktat dan penggabungan aktinomiosin (protein otot).
3. Periode Relaksasi Sekunder
Otot menjadi relak (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena pemecahan protein,
dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia. Proses pembusukan juga mulai terjadi.
Pada beberapa kasus, kaku mayat sangat cepat berlangsung sehingga sulit membedakan antara
relaksasi primer dengan relaksasi sekunder2,3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kaku Mayat
1. Keadaan Lingkungan. Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat terjadi dan
berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan lembab. Pada kasus di
mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung
lebih lama.
2. Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama.
Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat. Kaku mayat baru tampat pada bayi yang lahir
mati tetapi cukup usia (tidak prematur)
3. Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku mayat cepat terjadi
dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati mendadak, kaku mayat lambat terjadi dan
berlangsung lebih lama.
4. Kondisi otot. Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada kasus di mana
otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika sebelum meninggal keadaan otot
sudah lemah.
3. Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:
a. Proses Pembusukan
Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan dan kiri berupa
warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin menjadi sulfmethemoglobin.
Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian depan genitalia eksterna, dada,
wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu maka warnanya menjadi semakin ungu.
Jangka waktu mulai terjadinya perubahan warna ini adalah 6-12 jam pada musim panas dan 1-3
hari pada musin dingin. Perubahan warna tersebut juga diikuti dengan pembengkakan mayat. Otot
sfingter mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses keluar. Lidah juga terjulur. Bibir menebal,
mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat keluar dari rongga mulut. Mayat berbau tidak
enak disebabkan oleh adanya gas pembusukan. Gas ini bisa terkumpul pada suatu rongga sehingga
mayat menjadi tidak mirip dengan korban sewaktu masih hidup. Gas ini selanjutnya juga bisa
membentuk lepuhan kulit2
17
Lepuhan Kulit (blister)
Mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan cukup mudah dikelupas. Di mana
akan tampak cairan berwarna kemerahan yang sedikit mengandung albumin
Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk yang timbul akan menarik lalat untuk
hinggap pada mayat. Lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24 jam telur
akan menetas menghasilkan larva-yang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5 hari, belatung ini
lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa. Pada tahap ini
bagian dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga tampak dan uterus gravid juga
bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah dapat dicabut. Bagian perut dan dada bisa
pecah berhubung besarnya tekanan gas yang di kandungnya. Jika pembusukan terus berlangsung,
maka jaringan jaringan menjadi lunak, rapuh dan berwarna kecoklatan3.
Organ Tubuh Bagian Dalam
Organ tubuh bagian dalam juga mengalami perubahan. Bentuk perubahan sama seperti diatas,
jaringan-jaringan menjadi berwarna kecoklatan. Ada yang cepat membusuk dan ada yang lambat.
Jaringan yang cepat membusuk :
Laring
Trakea
Otak terutama pada anak-anak
Lambung
Usus halus
Hati
Limpa
Jaringan yang lambat membusuk :
Jantung
Paru-paru
Ginjal Prostat
Uterus non gravid
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pembusukan.
a) Temperatur. Temperatur yang paling cocok untuk proses pembusukan adalah antara 700F sampai
1000F. Pembusukan akan melambat diatas temperatur 1000F dan dibawah 700F, dan berhenti
dibawah 320 F atau diatas 2120F .
b) Udara. Udara yang mempercepat pembusukan. Kecepatan pembusukan lebih lambat didalam air
dan dalam tanah dibandingkan di udara terbuka.
c) Kelembaban. Keadaan lembab mempercepat proses pembusukan.
d) Penyebab kematian. Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk. Beberapa
jenis racun bisa memperlambat pembusukan, misalnya arsen, zinc (seng) dan golongan logam
18
antimon. Mayat penderita yang meninggal karena penyakit kronis lebih cepat membusuk
dibandingkan mayat orang sehat.
b. Adiposera
Fenomena ini terjadi pada mayat yang tidak mengalami proses pembusukan yang biasa.
Melainkan mengalami pembentukan adiposera. Adiposera merupakan subtansi yang mirip seperti lilin
yang lunak, licin dan warnanya bervariasi mulai dari putih keruh sampai coklat tua. Adiposera
mengandung asam lemak bebas, yang dibentuk melalui proses hidrolisa dan
hidrogenasi setelah kematian. Adanya enzim bakteri dan air sangat penting untuk berlangsungnya
proses tersebut. Dengan demikian, maka adiposera biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam
dalam air atau rawa-rawa. Lama pembentukan adiposera ini juga bervariasi, mulai dari 1 minggu
sampai 10 minggu. Kepentingan medikolegal dari adiposere adalah dapat menunjukkan tempat
kematian (kering, panas atau tempat basah)2.
c. Mummifikasi
Mayat mengalami pengawetan akibat proses pengeringan dan penyusutan bagian-bagian tubuh.
Kulit menjadi kering, keras dan menempel pada tulang kerangka. Mayat menjadi lebih tahan dari
pembusukan sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri
seseorang.
Fenomena ini terjadi pada daerah yang panas dan lembab, di mana mayat dikuburkan tidak begitu
dalam dan angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercepat penguapan cairan tubuh.
Lama terjadinya mummifikasi adalah antara 4 bulan sampai beberapa tahun. Kepentingan
medikolegal dari mummfikasi adalah dapat menunjukkan tempat kematian (kering, panas atau tempat
basah)2.
a. Pemeriksaan Luar
Label mayat
Mayat yang dikirimkan harus diberi label dari kepolisian. Label tersebut dugunting pada tali
pengikatnya dan disimpan bersama berkas pemeriksaan. Dicatat warna dan label tersebut. Isi dari
label tersebut juga penting dicatat. Disamping label dari pihak kepolisian, terdapat pula label dari
Rumah sakit. Hal ini untuk mencegah tertukarnya mayat saat pengambilan jenazah. 1
Bungkus mayat1,3
Mencatat jenis/bahan,warna serta corak dari penutup. Bila ada kotoran,maka catat letak dan jenis
pengotornya. Dicatat pula tali pengikatnya bila ada, baik jenisnya, cara mengikatnya dan letak
ikatan. 1
Pakaian1,3
Dicatat mulai pakaian yang dikenakan pada bagian tubuh atas sampai bawah, dan bagian terluar
sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna corak dari tekstil, bentuk atau
model pakaiam, ukuran, cap binatu, tambalan dan sebagainya. Apabila ada pengotoran, maka
dicatat dengan mengukur letak menggunakan koordinat serta ukuran dari pengototan dan robekan
19
yang ditemukan. Apabila terdapat saku, diperiksa dan dicatat bila terdapat isinya. Pakaian dari
korban mati akibat kekerasan atau belum dikenal sebaiknya disimpan sebagai barang bukti. 1,4
b. Pemeriksaan Dalam
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan dengan
sepotong balok kecil. Kepala akan berada dalam keadaan fleksi maksimal dan daerah leher tampak
helas. Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai di bawah dagu, diteruskan ke
arah umbilikus dan melingkari umbilikus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti mengikuti
garis pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis. Pada daerah leher, inisis hanya mencapai
kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan
depan tulang dada (sternum) sedangkan mulai di daerah epigastrium sampai menembus ke dalam
rongga perut. Insisi berbentuk huruf I di atas merupakan insisi yang paling ideal. Insisi pada dinding
perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan membuat irisan pendek yang menembus
sampai peritoneum.5
Pada dinding perut diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta ott-otot dinding perut, catat
tebal masing-masing serta luka-luka jika ada. Rongga perut diperiksa dengan mula-mula
memperhatikan keadaan alat-alat perut secara umum. Bagaimana penyebaran tirai usus (omentum),
apakah menututpi seluruh usus-usus kecil ataukah me\ngumpul pada satu tempat akibat adanya
kelainan setemoat. Periksa keadaan usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi, infark, tanda-tanda
kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi sebelumnya, perhatikan pula bagian/alat-alat
perut yang mengalami penjahitan, reseksi atau tindakan lainnya. Perhatikan adalah cairan dalam
rongga perut, dan bila terdapat cairan, catat sifat dari cairan tersebut serous, purulen, darah, atau
cairan keruh. Dinding perut sebelah dalam diperhatikan keadaan selaput lendir yang normal, tampak
licin dan halus berwarna kelabu mengkilat. Pada kelainan peritonitis, akan tampak selaput lendir yang
tidak rata, keruh dengan fibrin yang melekat. Tentukan pula letak sekat rongga badan (diafragma)
dengan membadingkan tinggi diafragma terhadap iga di garis pertengahan selangka (midclavicular
line).5
Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-ra\wan iga pada tempat ½-1 cm medial dari
batas tulang masung-masing iga.Pertama-tama yang diperhatikan adalah letak paru terhadap kadung
jantung. Biasanya dengan mencatat bagian kandung jantung yang tampak antara kedua tepi paru-paru.
Kandung jantung yang tampak hanya 1 jari di antara paru-paru menunjukkan keadaan pengembangan
paru berlebih (edema/emfisema). Selain itu, perhatikan juga permukaan, warna, serta bintik
perdarahan, bercak perdarahan, resapan darah, luka, bula, dan sebagainya.5
Kemudian kandung jantung dibuka dengan melakukan penggutingan pada dinding depan
mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung terisi oleh cairan atau
darah. Periksa adanya luka baik pada kandung jantung maupun pada permukaan depan jantung
sendiri. Periksa juga adanya kelenjang kacangan (thymus) yang terletak di sebelah atas dinding depan
20
kandung jantung. Perhatikan besarnya jantung, adanya resapan darah, luka, atau bintik-bintik
perdarahan.4
Untuk pemeriksaan lebih lanjut alat-alat leher akan dikeluarkan bersama-sama dengan alat
rongga dada, sedangkan usus halus mulai dari yeyunum sampai rektum dilepaskan tersendiri dan
kemudian alat dalam rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul. Pengeluaran alat
leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot dasar mulut pada tulang rahang bawah.
Lidah ditarik ke arah bawah sehingga dapat dikeluarkan melalui tempat bekas irisan. Perhatikan
keadaan rongga mulut dan catat kelainan yang mungkin terdapat antara lain adanya benda asing
dalam rongga mulut. Perhatikan juga langit-langit mulut, baik palatum durum maupun palatum mole,
untuk mencatat kelainan yang ditemukan. Pada lidah, diperhatikan permukaan lidah, adakah bekas
gigitan baru/lama. Selain itu, perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput,
gambaran infeksi, nanah, dsb. Pada kelenjar gondok yang diperhatikan adalah ukuran dan beratnya,
permukaan, warna, adakan perdarahan berbintik/resapan darah.5
Lepaskan esofagus bagian kaudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buatlah dua ikatan di atas
diafragma. Esofagus digunting di antara kedua ikatan tersebut di atas. Yang diperhatikan pada
esofagus adalah adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir, serta kelainan yang mungkin
ditemukan seperti striktura/varises.
Usus-usus dilepaskan dengan melakukan dua ikatan pada awal jejunum, dekat dengan tempat
menembusnya duodenum dari arah retroperitoneal. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah
dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat ulseratif, polip, dan lain-lain. Pada
lambung yang diperhatikan isi lambung, selaput lendir (erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah).5
Selanjutnya dilakukan penirisan diafragma dekat pada insersinya pada rongga badan.
Pengirisan diteruskan ke arah bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masing-masing ginjal. Alat
rongga panggul dilepaskan terlebih dahulu dengan melepas peritoneum di daerah simfisis. Yang
diperhatikan pada ginjal adalah adanya trauma yang terlihat dari adanya resapan darah pada capsula
adiposa renis. Selain itu, pada ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal akan melekat erat dan
sulit dilepaskan. Lalu, perhatikan juga permukaan ginjal apakah ada resapan darah, luka-luka, atau
kista-kista retensi. Perhatikan penampang ginjal, korteks dan medula. Pada pemeriksaan ureter yang
diperhatikan adalah kemungkinan tedapatnya batu, ukuran penampang, isi saluran serta keadaan
mukosa. Kandung kencing diperhatikan isi serta selaput lendirnya.
Pemeriksaan hati dilakukan terhadap permukaan, warna, dan kelainan berupa jaringan ikat,
kista kecil, atau abses. Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan
terdapatnya batu empedu, lalu dibuka dengan gunting untuk memperlihatkan selaput lendirnya yang
seperti beludru berwarna hijau-kuning.5
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala, dimulai pada
prosesus mastoideus , melingkari kepala ke arah puncak kepala. Kulit kepala kemudian dikupas, ke
21
arah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas orbita dan ke atah belakang sampai sejauh
protuberantia occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan yang terdapat, baik pada permukaan
dalam kulit kepala maupun permukaan luar tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan adalah tanda
kekerasan seperti resapan darah tatau garis retak/patah tulang.
Setelah atap tengkorak dilepaskan dengan penggergajian melingkar di daerah frontal sejarak
kurang lebih 2 cm di atas margo supraorbitalis, di daerah temporan kurang lebih 2 cm di atas daun
telinga, pertama-tama dilakukan penciuman terhadap bau yang keluar. Kemudian perhatikan adanya
kelainan pada atap tengkorak, maupun duramater. Otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada
dasar tengkorak harus dilepaskan agar dapat diperhatikan kelainan pada dasar tengkorak. Perhatikan
permukaan luar otak dan catat kelainan yang ditemukan seperti perdarahan subdural, subarakhnoid,
kontusio jaringan, atau laserasi.
Otak kecil dan otak besar dipisahkan dengan memotong pedunculus cerebri kanan dan kiri.
otak kecil juga dipisahkan dari batang otak denga memotong pedunculus cerebelli.Otak besar
dipotong secara koronal, lalu perhatikan penampang irisan seperti perdarahan pada korteks,
perdarahan berbintik, dll. Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan
melintdang, lalu catat kelainan seperti perdarahan, perlunakan,dll. Batang otak diiris melintang mulai
daerah pons, medula oblongata sampai ke bagian prolsimal medula spinalis. Kemudian perhatikan
adanya perdarahan.5
Sebelum mengembalikan organ-organ yang telah diperiksa, pertimbangkan terlebih dahulu
kemungkinan diperlukannya potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik atau toksikologik.
Potongan jaringan diambil untuk pemeriksaan histopatologik, tebal maksimal 5 mm. Sedangkan untuk
toksikologi disesuaikan dengan kasus yang dihadapi.
Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga tubuh.
Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke dalam rongga
tengkorak. Tulang dada dan iga yang dilepaskan saat membuka rongga dada dijahit kembali. Kulit
dijahit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah dagu sampai ke daerah
simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot
temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Tubuh mayat harus dibersihkan dari darah
sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.5
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium diperiksa reaksi jaringan sekitar luka pada luka robek ketiak kiri
dan luka pada kedua tungkai korban. Untuk menilai apakah luka tersebut terjadi saat korban masih
hidup sehingga dapat menjadi penyebab kematian. Dari hasil pemeriksaan histopatologi pada jaringan
sampel ditemukan adanya reaksi jaringan seperi leukosit dan sel PMN (polomorfonuklear) pada
jaringan sekitar luka. Menunjukan bahwa adanya reaksi ini menunjukan bahwa luka terjadi saat
22
korban masih hidup. Memeriksa adanya bekas epitel pada kuku korban, mengidentifikasi DNA dari
epitel pelaku yang mungkin terbawa korban.
Pada kebanyakan kasus kejahatan mungkin ditemukan darah, cairan mani, air liur, urin, rambut
dan jaringan tubuh lain di tempat kejadian perkara (TKP). Bahan-bahan tersebut mungkin berasal dari
korban atau pelaku yang dapat membantu penyelidian selanjutnya. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah sebagai berikut: 1,4,5
Pemeriksaan Darah
Tujuan pemeriksaaan darah sebenarnya adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah
tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek-objek
tertentu, manusia dan pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan.
Hasil tersebut juga penting untung menunjang atau menyingkirkan keterlibatan seseorang dengan
TKP. 1,4,5
Pemeriksaan Mikroskopik
Bertujuan untuk mellihat morfologik sel-sel darah merah. Cara ini tidak dapat dilakukan bila
telah terjadi kerusakan pada sel-sel darah tersebut. Pemeriksaan mikroskopik hanya dapat
menentukan kelas bukan spesies darah tersebut. Cara yang dilakukan adalah, pada sediaan basah
atau kering ditambahkan 1 tetes larutan garam faal. Kemuadian ditutup dengan kaca objek. Cara
lain adalah dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. 1,4,5
Pemeriksaan Kimiawi
Pemeriksaan ini digunakan bila keadaan sel darah sudah rusak, sehingga pemeriksaan
mikroskopik tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi darah terdiri dari pemeriksaan
penentuan darah dan penyaringan darah. 1,4,5
Penentuan Golongan Darah
Umur bercak darah juga dapat diketahui oleh dokter forensik. Pada bercak darah yang masih
baru, bentuknya cair dan baunya agak amis. Dalam waktu 12-36 jam, darah akan mengering;
sedangkan warna darah akan berubah menjadi cokelat dalam waktu 10-12 hari. Dalam
melakukan pemeriksaan bercak darah yang telah kering di tempat kejadian perkara atau pada
barang bukti, seperti pisau, palu, atau tongkat pemukul, dokter harus memberi kejelasan kepada
pihak penyidik dalam tiga hal pokok: pertama, apakah bercak tersebut memang benar bercak
darah; kedua, jika betul bercak darah, apakah berasal dari manusia, dan; ketiga, golongan
darahnya apa. Dalam hal pemeriksaan golongan darah, khususnya pemeriksaan dari bercak darah
yang terdapat pada barang bukti yang dipakai untuk pembunuhan, misalnya pisau atau tongkat
besi, penafsiran hasilnya dengan cara terbalik. Bila bercak darah yang ditemukan pada benda
atau sekitar tubuh korban berbeda dengan golongan darah korban dapat menjadi kemungkinan
bahwa darah tersebut adalah darah dari pelaku. 1,4,5
DNA fingerprint
23
Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah salah satu jenis asam nukleat. Asam nukleat merupakan
senyawa-senyawa polimer yang menyimpan semua informasi tentang genetika. Penemuan tehnik
Polymerase Chain Reaction (PCR) menyebabkan perubahan yang cukup revolusioner di berbagai
bidang. Hasil aplikasi dari tehnik PCR ini disebut dengan DNA fingerprint yang merupakan
gambaran pola potongan DNA dari setiap individu. Karena setiap individu mempunyai DNA
fingerprint yang berbeda maka dalam kasus forensik, informasi ini bisa digunakan sebagai bukti
kuat kejahatan di pengadilan. DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan
DNA inti sel. DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa
berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan
ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkimpoian keturunannya. Dalam kasus-kasus kriminal,
penggunaan kedua tes DNA diatas, bergantung pada barang bukti apa yang ditemukan di Tempat
Kejadian Perkara (TKP). Seperti jika ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA
inti sel yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam
bibir ada yang tertinggal di puntung rokok. Epitel ini masih menggandung unsur DNA yang dapat
dilacak. 1,4,5
Yang perlu diperhatikan adalah pada kasus ini memiliki 2 kemungkinan sebab kematian yaitu
asfiksia akibat jeratan dan perdarahan akibat kekerasan benda tajam. Asfiksia akibat jeratan
memilki tanda tanda seperti adanya titik perdarahan pada mata (konjungtiva bulbi), adanya lebam
mayat dengan darah yang lebih gelap, terdapat busa pada mulut dan hidung dan hipoksia dengan
pecahnya dinding kapiler (Tardieu’s spot). Sedangkan pada kematian dengan kekerasan benda
tajam yang penting perhatikan adalah letak luka, jenis luka, bentuk luka, arah luka, tepi luka, sudut
luka,dasar luka, dan ukuran luka. Perdarahan masif yang mengakibatkan hilangnya banyak darah
umumnya mengakibatkan kehilangan kesadaran dan jika terus menerus perdarahan terjadi akan
terjadi gangguan dan kegagalan kerja organ seperti jantung, otak dan organ lain, karena
kekurangan energi akibat kekurangan oksigen, lama kelamaan korban dapat meninggal. Pada
korban dengan luka perlu diperhatikan: 1
Penjeratan (Strangulation)
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos
kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran
pernapasan tertutup.
Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan suicide (bunuh diri) maka penjeratan
biasanya adalah pembunuhan.
Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vasovagal
(perangsangan reseptor pada carotid bodv).
24
Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan, arteri
vertebralis biasanya tetap paten. Hal ini disebabkan oleh karena kekuatan atau beban yang menekan
pada penjeratan biasanya tidak besar.
Jerat. Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan dengan
baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama-sama dengan
Visum et Repertum nya.
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar atau
diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus diamankan dengan
melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat jerat.
Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan melintang) pada
tempat yang berlawanan dari letak simpul sehingga dapat direkonstruksikan kembali di
kemudian hari. Kedua uiung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah.
Jejas jerat. Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih
rendah daripada(jejas jerat pada kasus gantung). Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah
rawan gondok.
Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti handuk
atau selendang sutera, maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot-otot leher sebelah
dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaus kaki nylon
akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.
Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scotchtape pada daerah jejas di
leher, kemudian ditempelkan pada kaca obyek dan dilihat dengan, mikroskop atau dengan
sinar ultra violet.
Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan
menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak-jelas berupa kulit yang mencekung
berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet tekan). Pada otot-
otot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah.4
Cara kematian dapat berupa:
1. Bunuh diri (self strangulation). Hal ini jarang dan menyulitkan diagnosis. Pengikatan
dilakukan sendiri oleh korban dengan simpul hidup atau bahan hanya dililitkan saja, dengan
jumlah lilitan lebih dari satu
2. Pembunuhan. Pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat bekas luka
pada leher.
3. Kecelakaan. Dapat terjadi pada orang yang sedang bekerja dengan selendang di leher dan
tertarik masuk ke mesin.4
25
Pemeriksaan Traumatologi
Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik. Hasil dari
trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan dan atau skar atau hambatan dalam fungsi organ.
Agen penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain kekuatan mekanik, aksi
suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli. Dalam prakteknya nanti seringkali
terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga klasifikasi trauma
ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma2.
Luka akibat kekerasan tajam dapat disebabakan oleh benda-benda yang memiliki sisi tajam,
baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, keping kaca,
pemecah es, kapak dan sebagainya. Terjadinya persentuhan dengan benda tajam akan berakibatkan
luka yang membawa maksud putusnya atau rusaknya continuitas
jaringan karena trauma akibat alat atau senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Ciri
Luka Akibat Benda Tajam:
Tepi luka rata
Sudut luka tajam
Rambut ikut terpotong
Tiada jembatan jaringan
Tiada memar atau lecet di sekitarnya
Ciri-ciri luka akibat kasus bunuh diri, pembunuhan dan kekerasan akibat kekerasan benda
tajam adalah seperti berikut:
Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/ banyak
Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena
Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada
Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada
Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada
Tabel 1. Ciri-ciri luka2
Luka akibat kekerasan terbagi kepada tiga yaitu luka iris atau sayat, luka tusuk dan luka bacok2.
26
Luka iris Luka tusuk Luka bacok
Luka karena alat yang
tepinya tajam dan timbulnya
luka oleh karena alat ditekan
pada kulit dengan kekuatan
relatif ringan kemudian
digeserkan sepanjang kulit.
Luka akibat alat yang berujung
runcing dan bermata tajam atau
tumpul yang terjadi dengan
suatu tekanan tegak lurus atau
serong pada permukaan tubuh.
Contohnya belati, bayonet,
keris, clurit, kikir dan tanduk
kerbau.
Luka akibat benda atau alat
yang berat dengan mata tajam
atau agak tumpul yang terjadi
dengan suatu ayunan disertai
tenaga yang cukup besar
Contohnya pedang, clurit,
kapak, baling-baling kapal
Tabel 2. Luka Akibat Kekerasan2
Cara dan Sebab Kematian
Penyebab kematian
Dengan adanya perlukaan atau penyakit yang menimbulkan kekacauan fisik pada tubuh yang
menghasilkan kematian pada seseorang. Berikut ini adalah penyebab kematian: luka tembak pada
kepala, luka tusuk pada dada, adenokarsinoma pada paru-paru, dan aterosklerosis koronaria.2,3
Mekanisme kematian
Merupakan kekacauan fisik yang dihasilkan oleh penyebab kematian yang menghasilkan kematian.
Contoh dari mekanisme kematian dapat berupa perdarahan, septikemia, dan aritmia jantung. Ada yang
dipikirkan adalah bahwa suatu keterangan tentang mekanime kematian dapat diperoleh dari beberapa
penyebab kematian dan sebaliknya. Jadi, jika seseorang meninggal karena perdarahan masif, itu dapat
dihasilkan dari luka tembak, luka tusuk, tumor ganas dari paru yang masuk ke pembuluh darah dan
seterusnya. Kebalikannya adalah bahwa penyebab kematian, sebagai contoh, luka tembak pada
abdomen, dapat menghasilkan banyak kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi, contohnya
perdarahan atau peritonitis.
Cara kematian
Cara kematian secara umum dapat dikategorikan sebagai wajar, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan,
dan yang tidak dapat dijelaskan (pada mekanisme kematian yang dapat memiliki banyak penyebab
dan penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab kematian dapat memiliki banyak cara).
Seseorang dapat meninggal karena perdarahan masif (mekanisme kematian) dikarenakan luka tembak
27
pada jantung (penyebab kematian), dengan cara kematian secara pembunuhan (seseorang
menembaknya), bunuh diri (menembak dirinya sendiri), kecelakaan (senjata jatuh), atau tidak dapat
dijelaskan (tidak dapat diketahui apa yang terjadi).
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:
1. Mekanik
Kekerasan oleh benda tajam
Kekerasan oleh benda tumpul
Tembakan senjata api2
2. Fisika
Suhu
Listrik dan petir
Perubahan tekanan udara
Akustik
Radiasi
3. Kimia
Asam atau basa kuat
Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat mengungkapkan
berbagai hal tersebut di bawah ini 2.
1. Penyebab luka.
Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat ditentukan. Pada kasus
tertentu, gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang
mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat panjang akan
meninggalkannegative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage. Luka lecet jenis tekan
memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
2. Arah kekerasan.
Pada luka lecet jenis geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini sangat
membantu pihak yang berwajib dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
3. Cara terjadinya luka.
Yang dimaksudkan dengan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang ditemukan terjadi sebagai
akibat kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri.
28
Luka-luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Bagian tubuh
yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah terlindung ini
misalnya adalah daerah sisi depan leher, daerah lipat siku, dan sebagainya.
Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Pada korban
pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka tangkis yang biasanya
terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak tangan.
Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan (tentative wounds) yang
mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.
4. Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati.
Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan yang
menyebabkan luka. Untuk itu pertama-tama harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan
adalah benar-benar luka yang terjadi semasa korban masih hidup (luka intravital). Untuk ini, tanda
intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka perlu mendapat perhatian. Tanda
intravitalitas luka dapat bervariasi dari ditemukannya resapan darah, terdapatnya proses
penyembuhan luka, sebukan sel radang, pemeriksaan histo-enzimatik, sampai pemeriksaan kadar
histamin bebas dan serotonin jaringan2
INTERPRETASI TEMUAN1. Penjeratan (strangulation)
Perjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel,
kaos kaki dan sebagainya melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat sehingga
saluran pernafasan tertutup.
Berbeda dengan gantung diri yang biasanya ,merupakan suicide maka penjeratan adalah pembunuhan.
Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso vagal. Pada gantung
diri, semua arteri vertebralis biasanya tetap paten, hal ini disebabkan oleh kerena kekuatan atau beban
yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar.
Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan dengan baik sebab
merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama dengan visum et repetum.
Terdapat 2 jenis jerat yaitu simpul hidup (melingkari jerat dapat diperbesar atau diperkecil) dan
simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Jejas jerat pada leher biasanya mendatar,melingkari
leher dan terapat lebih rendah dair jejas jerat pada kasus gantung.
29
Keadaan jejas jerat sangat bevariasi, bila jerat lunak dan lebar seperti handuk atau selendang sutera,
maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot leher sebelah dalam dapat atau tidak kaos kaki
nylon akan meniggalkan jejeas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.
Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scrotch tape pada daerah jejas di leher,
kemudian ditempelkan pada kaca objek dan dilihat dengan mikroskop atau dengan sinar ultra violet.
Bila jejas kasar seperti tali, maka bila tali bergesekkan pada saat korban melawan akan menyebabkan
luka lecet di sekitar jejas jeratmyang nampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat
dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen.Pada otot sebelah dalam tampak banyak resapan darah.
Cara kematian dapat berupa :
Bunuh diri
Hal ini jarang menyilutkan diagnosis.Pengikatan dilakukan sendiri oleh korban dengan simpul
hidup atau bahan hanya dililitkan seja,dengan jumlah lilitan lebih dari satu.
Pembunuhan
Pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat bekas luka pada leher.
Kecelakaan.
Dapat terjadi pada orang yang sedang bekerja.
2. Gantung (hanging)
Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaan terdapat pada asal tenaga yang dibutuhkan
untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut datang dari luar, sedangkan kasus
gantung tenaga tersebut berasal dari berat badan korban sendiri, meskipun tidak perlu seluruh badan
digunakan.
Mekanisme kematian:
1. Kerusakan pada batang otak dan medula spinalis.Hal ini terjadi akibat dislokasi atau fraktur
vertebra ruas leher,mesialnya pada judicial hanging.
2. Asfiksia akibat terhambatnya aliran udara pernafasan
3. Iskemia otak akibat terhambatnya aliran arteri leher
4. Refleks vagal.
Posisi korban pada kasus gantung diri:
1. Kedua kaki tidak menyentuh lantai
2. Duduk berlutut
3. Berbaring
30
Diketahui terdapat beberapa jenis gantung diri:
1. Typical hanging, terjadi bila titik gantung terletak di atas darah oksiput dan tekanan pada erteri
karotis paling besar
2. Atypical hanging, bila titik penggantungan terdapat di samping sehingga leher dalam posisi
sangat miring yang akan menyebabkan hambatan pada arteri karotis dan arteri vertebralis. Saat
arteri terhambat, korban segera tidak sedar.
3. Kasus dengan letak titik gantung di depan atau dagu.
Bila jerat lebar dan lunak maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernafasan dan pada aliran vena
dari kepala ke leher sehingga akan tampak bendungan pada daerah sebelah atas ikatan. Darah tidak
terkumpul di otak sedangkan pada kulit dan konjungtiva masih terdapat ptekie yang merupakan akibat
terkumpulnya darah ekstra vaskular.
Jejas jerat relatif lebih tinggi pada leher dan tidak mendatar melainkan lebih meniggi di bagian
simpul. Kulit mencengkung kedalam sesuai dengan bahan penjeratan, berwarna coklat, perabaan
kaku, dan akibat bergesekan dengan kulit leher maka pada tepi jejas daapt luka lecet. Kadang-kadng
pada tepi jejas akan terdapat sedikit perdarahan, sedangkan pada jaringan bawah kulit dan otot sebelah
dalam terdapat memar jaringan. Diperlukan pemeriksaan mikroskopik unuk melihat reaksi vital pada
jaringan di bawah jejas untuk menentukan apakah jejas terjadi pada waktu orang masih hidup atau
setelah meniggal2.
Distribuasi lebam mayat pada kasus gantung mengarah ke bawah yaitu pada kaki, tangan dan genitalia
eksterna bila korban tergantung cukup lama. Penis dapat nampak seolah mengalami ereksi akibat
terkumpulnya darah, sedangkan semen keluar kerana relaksasi otot sfingter post mortal.
Efek lanjutan penekasan saluran pernafasan. Bila korban masih hidup setelah penjertatan, sebagai
akibat perbendungan, maka perdarahan ptekie akan menetap selama beberapa hari. Sedangkan jejas
jerat akan membengkak dan terbentuk kulit keras pada epidermis yang terkikis.Keadan ini akan
menghilang 1-2 minggu.
3. Luka
Benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini memiliki sisi tajam baik berupa garis maupun
runcing yang bervariasi dari alat seperti pisau, golok, keping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi
kertas atau rumput.
Gambaran luka adalah tepi dan dinding luka yang rata,berbentuk garis,tidak terdapat jembatan
jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik.
31
Luka akibat benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan luka bacok. Pada luka tusuk,
sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau
bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul, berarti benda penyebabnya adalah
benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda
tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu sapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua luka
lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk
oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda ajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau
memar kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit. Pada luka tusuk, panjang luka biasanya
tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya
tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan
dan gerakan korban.
Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya ditemukan pada
telapak dan punggung tangan, jari tangan, punggung lengan bawah dan tungkai.
Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan melihat interaksi antara pisau-kain tubuh,
yaitu melihat letak kelainan, bentuk rokeban, adanya pastikel besi, serat kain dan pemeriksaan
terhadap bercak darahnya.
Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam, sehubungan
dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan dapar berupa luka sayat atau luka tusuk yang
dilakukan berulang dan sejajar.
KESIMPULAN
VISUM et REPERTUM
Definisi
Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupuan
bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan
peradilan.
Peranan dan Fungsi Visum et Repertum
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap
kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti benda bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian Kesimpulan. Dengan
32
demikian, visum et repertum telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga
dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada
seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh/jiwa manusia.
Jenis dan bentuk visum et repertum
Dengan konsep visum et repertum di atas, dikenal beberapa jenis visum et repertum, yaitu :
1. Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)
2. Visum et repertum kejahatan susila
3. Visum et repertum jenazah
4. Visum et repertum psikiatrik
Jenis 1, 2, dan 3 adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini berstatus
sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis 4 adalah mengenai jiwa/mental tersangka/terdakwa
tindak pidana. Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu :
1. Kata pro justitia yang diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et repertum
khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan materai untuk dapat
dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian pendahuluan. Kata pendahuluan tidak ditulis dalam visum et repertum, melainkan
langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan nama dokter
pembuat visum et repertum dan institusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut
nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban
yang diperiksa. Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas korban
adalah sesuai dengan uraian identitas yang ditulis dalam surat permintaan visum et repertum. Bila
terdapat ketidaksesuaian identitas korbanantarasurat permintaan dengan catatan medik atau pasien
yang diperiksa, dokter daapat meminta kejelasannya dari penyidik.
3. Bagian pemberitaan. Bagian ini berjudul hasil pemeriksaan dan berisi hasil pemeriksaan medik
tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya, tidakan
medik yang dilakukan serta keadaannya selesai pengobatan/perawatan.
3. Bagian kesimpulan. Bagian ini berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis
perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat
perlukaan atau sebab kematiannya. Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi
persetubuhan dan kapan perkiraan kejadiannya, serta usia korban atau kepantasan korban untuk
dikawin.
33
5. Bagian penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisi kalimat baku “Demikianlah visum et
repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat
sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
34
Penyampaian laporan hasil pemeriksaan
RS Adrian Hunianto
Jl.trip kastalani no 80 Jakarta 11111
Telp/ fax 021-12345678
Jakarta, 4 Desember 2013
PROJUSTITIA
VISUM ET REPERATUM
No.20/TU.RS Adrian Hunianto/VII/2013
Yang bertanda tangan di bawah ini, Reni Inangele SpF, dokter ahli kedokteran
forensik pada Rumah sakit Adrian Hunianto Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan
bertulis dari kepolisan Resort Polisi Jakarta Barat No. pol.:B/678/VR/XII/12/Serse tanggal
satu Desember , maka pada tanggal satu desember tahun dua ribu tiga belas, pukul lima lewat
tiga puluh menit Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian
Rumah Sakit Pemerintahan Tipe C telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut
surat permintaan tersebut adalah :
Nama : Suhardi ----------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin : Laki-laki----------------------------------------------------------------------------------
Umur : 35 tahun ----------------------------------------------------------------------------------
Kebangsaan : Indonesia---------------------------------------------------------------------------------
Agama : Islam--------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : ---------------------------------------------------------------------------------------------
Alamat : Jl Apel, no 4, tanjung duren, 11480, Jakarta Barat.--------------------------------
35
Lanjutan Ver No: No20/TU.RS Adrian Hunianto/VII/2013
Halaman ke 2 dari6 halaman
Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai lak
merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.-----------------------------------------------------------------
Hasil pemeriksaan :---------------------------------------------------------------------------------------
I. Pemeriksaan Luar----------------------------------------------------------------------------------------
1. Mayat tertelungkup dengan leher terjerat lengan bajunya sendiri--------------------------------
2. Mayat berpakaian sebagai berikut :-------------------------------------------------------------------
a. Kaos oblong berwarna putih tidak bermerk, ada bercak darah pada kaos di sekitar ketiak.---
b. Celana panjang berwarna coklat bermotif batik, bagian bawah celana tergulung hingga
setengah tungkai bawah, celana tidak bermerk, dengan dompet di saku belakang berisikan
KTP, uang dengan dua lembar sepuluh ribuan, satu lembar lima ribuan. Tampak bercak darah
di celana bagian lutut bawah kanan dan kiri------------------------------------------------------------
c. Celana dalam berwarna putih berbahan katun, tidak bermerk-------------------------------------
3. Pada jari manis tangan kanan terdapat cincin emas-------------------------------------------------
4. Di leher korban terjerat oleh kemeja panjang milik korban dengan simpul mati, arah jerat
serong ke atas, dengan jejas jerat meninggi ke arah simpul------------------------------------------
5. Pada kemeja untuk menjerat leher korban didapat robekan di bagian lengan atas baju di
sekitar ketiak dengan lebar dua sentimeter beserta bercak darah------------------------------------
6. Kaku mayat telah muncul. Lebam mayat terdapat pada bagian dada, berwarna merah
kebiruan,
tidak hilang pada------
36
Lanjutan Ver No: No20/TU.RS Adrian Hunianto/VII/2013
Halaman ke 3 dari6 halaman
tidak hilang pada penekanan, tubuh mayat telah membusuk di seluruh perut dan dada dan
tercium bau busuk------------------------------------------------------------------------------------------
7. Mayat adalah seorang laki ± laki bangsa Indonesia, umur 35 tahun, kulit berwarnasawo
matang, gizi cukup, panjang badan seratus enam puluh lima sentimeter dan berat lima puluh
lima kilogram dan zakar telah disunat-------------------------------------------------------------------
8. Rambut cepak, bulu mata hitam, alis hitam lebat---------------------------------------------------
9. Kedua mata tertutup, selaput bening mata jernih, pupil dengan diameter 4 mm, iris coklat,
selaput kelopak mata kanan dan kiri berwarna merah muda, tidak tampak perdarahan
maupun pelebaran pembuluh darah----------------------------------------------------------------------
10. Hidung mancung, kedua telinga berbentuk biasa--------------------------------------------------
11.Mulut tertutup. Kedua bibir tampak tebal. Gigi geligi lengkap, tidak ada tambalan----------
12. Lubang hidung, telinga mulut dan lubang tubuh lainnya tidak mengeluarkan cairan atau
darah----------------------------------------------------------------------------------------------------------
13. Alat kelamin dan lubang dubur berbentuk biasa tidak menunjukan kelainan------------------
14. Pada tubuh terdapat luka pada daerah ketiak sebelah kiri berjarak tiga sentimeter dari
puncak atas ketiak bagian pertengahan jika ditarik garis lurus dari atas ke bawah, tampak
mengenai pembuluh darah besar di daerah ketiak. Dengan kedua sudut luka tajam, berbentuk
garis, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka lurus, kedalaman luka tiga sentimeter. -----
15. Terdapat pula luka dua sentimeter dibawah lutut kanan dan tampak kepingan kaca dengan
permukaan tidak rata dan tajam dengan panjang kali lebar enam kali satu sentimeter cm,
kedalam luka dua sentimeter dengan dasar luka berupa titik. juga terdapat luka lima
sentimeter diatas
pergelangan kaki kiri----------
37
Lanjutan Ver No: No20/TU.RS Adrian Hunianto/VII/2013
Halaman ke 4 dari6 halaman
pergelangan kaki kiri dengan kepingan kaca tidak rata dan tajam dengan panjang kali lebar
lima kali dua sentimeter dengan kedalaman luka satu sentimeter dengan dasar luka berupa
titik---------
II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)------------------------------------------------------------------
16. Tidak terdapat patah pada tulang iga beserta pelebaran sela iga---------------------------------
17. Jaringan lemak bawah kulit daerah dada dan perut berwarna kuning kecoklatan tebal di
daerah dada lima milimeter sedangkan di daerah perut sebelas sentimeter. Otot - otot
berwarna coklat cukup tebal.------------------------------------------------------------------------------
18. Jaringan bawah kulit daerah leher dan otot leher tidak menunjukan kelainan.----------------
19. Kandung jantung tampak tiga jari diantara kedua tepi paru. Dalam kandung jantung
terdapat darah sebanyak seratus sentimeter kubik. Paru kanan dan kiri cukup mengembang.---
20. Dinding rongga perut tampak licin berwarna kelabu mengkilat. Dalam rongga perut tidak
terdapat darah maupun cairan. Tirai usus tampak menutupi sebagian besar usus-----------------
21. Lidah berwarna kelabu, perabaan lemas, tidak terdapat bekas tergigit maupu resapan
darah. Tonsil tidak membesar dan penampangnya tidak menunjukkan kelainan. Kelenjar
gondok berwarna coklat merah, tidak membesar dan penampangnya tidak menunjukkan
kelainan, berat dua puluh gram.--------------------------------------------------------------------------
22. Batang tenggorok dan cabangnnya kosong, berwarna putih dan tidak menunjukan
kelainan.-----------------------------------------------------------------------------------------------------
23. Kerongkongan kosong, selaput lendir berwarna putih.-------------------------------------------
24. Paru kanan terdiri dari tiga baga, berwarna kelabu dan perabaan seperti karet busa,
penampangnya tidak tampak penampang dan irisan tidak keluar darah. Pada paru kiri terdapat
dari dua baga, berwarna kelabu dan perabaan seperti karet busa, penampangnya tidak tampak
kelainan dan irisan tidak keluar darah. Berat paru kiri empat ratus gram dan berat paru kanan
empat ratus gram.-------------------------------------------------------------------------------------------
38
Lanjutan Ver No: No20/TU.RS Adrian Hunianto/VII/2013
Halaman ke 5 dari6 halaman
25. Jantung tampak sebesar tinju kanan mayat. Selaput luar jantung tampak licin. Katup
jantung tidak menunjukkan kelainan. Dinding jantung menebal.------------------------------------
26. Hati warna coklat permukaan rata, tepi tumpul, perabaan kenyal padat.Penampang hati
merah coklat dan gambaran hati jelas. Berat hati 1100 gram.----------------------------------------
27. Kandung empedu berisi cairan hijau,selaput lendir berwarna hijau seperti beludru.Saluran
tidak ada penyumbatan.------------------------------------------------------------------------------------
28. Limpa berwarna ungu kelabu. Permukaan keriput dan perabaan lembek. Penampang
berwarna merah hitam dengan gambaran limpa jelas. Berat limpa seratus gram.-----------------
29. Kelenjar liur perut berwarna putih kuning, permukaan belah belah penampangnya tidak
menunjukkan kelainan. Berat delapan puluh gram.----------------------------------------------------
30. Lambung kosong. Selaput lendir berwarna putih dan lipatan normal. Usus duabelas
jari,usus halus, usus besar normal.-----------------------------------------------------------------------
31. Anak ginjal kanan berbentuk trapesium dan kiri berbentuk trapesium. Gambaran kulit dan
sumsum tidak menunjukkan kelainan. Berat anak ginjal kanan delapangram dan yang kiri
delapan gram.-----------------------------------------------------------------------------------------------
32. Ginjal kanan dan kiri berimpai lemak tipis simpai ginjal kanan dan kiri tampak rata dan
licin berwarna coklat dan berwarna coklat dan mudah dilepas. Berat ginjal kanan 80 gram
danyang kiri 90 gram. Penampang ginjal menunjukkan gambaran yang jelas, piala ginjal dan
saluran kemih tidak menunjukkan kelainan.------------------------------------------------------------
33. Kandung kencing berisi cairan berwarna kekuningan dan berwarna putih, tidak
menunjukkan kelainan.------------------------------------------------------------------------------------
34. Kulit kepala bagian dalam bersih. Tulang tengkorak utuh selaput keras otak tidak
menunjukkan kelainan. Tidak terdapat perdarahan di atas maupun di bawah selaput keras
otak. Permukaan otak besar menunjukkan gambaran lekuk otak yang biasa, tidak terdapat
perdarahan baik pada permukaan maupun penampangnya-------------------------------------------
39
Lanjutan Ver No: No20/TU.RS Adrian Hunianto/VII/2013
Halaman ke 6 dari 6 halaman
35. Selanjutnya dapat ditentukan saluran luka pada ketiak kiri yang menembus kulit,
pembuluh darah di sekitar ketiak, jaringan dibawah ketiak kiri, kedalaman luka tiga
sentimeter. Dengan kedua sudut luka tajam, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan
jaringan, dasar luka lurus, kedalaman luka tiga sentimeter.------------------------------------------
36. Pada luka dua sentimeter bawah lutut sebelah kanan menembus kulit, jaringan dibawah
kulit, beserta tulang kering, dengan kedalaman luka satu sentimeter. Terdapat pula luka lima
sentimeter diatas pergelangan kaki kiri menembus kulit dan jaringan dibawah kulit dengan
kedalaman satu sentimeter. -------------------------------------------------------------------------------
Kesimpulan:------------------------------------------------------------------------------------------------
Telah dilakukan pemeriksaan luar dan dalam terhadap mayat seorang laki-laki dewasa
berumur sekitar tiga puluh lima tahun, bangsa Indonesia, warna kulit sawo matang, gizi
cukup, panjang badan seratus enam puluh lima sentimeter. Kemungkinan kematian orang
tersebut disebabkan oleh luka terbuka pada ketiak kiri akibat kekerasan benda tajam berupa
luka tusuk. Benda tajam tersebut mengenai pembuluh darah besar di bagian ketiak sehingga
terjadi perdarahan yang menyebabkan korban kekurangan darah sehingga jantung
kekurangan darah untuk memompa ke seluruh tubuh dan melemahnya fungsi jantung. Luka
pada ketiak kiri tersebut menunjukkan ciri-ciri yang sesuai dengan kekerasan benda tajam
akibat pisau bermata dua. Kemungkinan penyebab kematian lain ialah adanya luka di kedua
bagian tungkai bawah sehingga memperparah kondisi perdarahan. Kemungkinan saat
kematian korban telah berlangsung lebih dari dua puluh empat jam.
Demikianlah saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-
baiknya mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Acara Pidana.
Dokter yang memeriksa,
dr.Reni Inangele SpF
40
PENUTUP
Kematian dengan perdarahan masif akibat luka kekerasan benda tajam adalah
kematian yang tidak wajar. Dalam kasus ini, korban meninggal akibat kekerasan benda tajam,
sehingga dalam proses penyidikan, penyidik dapat menggunakan hasil pemeriksaan medis
untuk menemukan identitas korban dan perlu mencari barang bukti senjata pembunuh.
Pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam dan laboratorium yang teliti dapat memberikan
kejelasan yang baik mengenai sebab kematian.1,2
Proses penyidikan kasus ini dapat berjalan lancar apabila ada kerjasama yang baik
antara penyidik dan dokter yang dapat saling berbagai informasi yang berkenaan dengan
kondisi jenazah korban.
DAFTAR PUSTAKA
1. Widiatmaka W. Budiyanto A. Sudiono S, dkk. Ilmu kedokteran forensik. Edisi I, cetakan
ke-2. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI. 1997.
2. Peraturan perundang-undang bidang kedokteran. Edisi I, cetakan kedua. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI. 1994.
3. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.
4. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI. Teknik Autopsi
Forensik. Cetakan ke-4. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI.
2000.
5. Dahlan, Sofyan. Ilmu kedokteran forensik, pedoman bagi dokter dan penegak hukum.
Semarang: Badan penerbit Universitas Dipenegoro. 2008.
41