13
Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI Astrini Isfandiari Adisoma Nuning Y. Damayanti Program Studi Sarjana Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: [email protected] Kata Kunci : Amalia Kartika Sari, Chibi, Kritik Seni, Potret Diri, Radi Arwinda Abstrak Penelitian ini membandingkan lukisan potret diri dua seniman muda Bandung yaitu Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu faktor yang mempengaruhi visualisasi karya serta mencari persamaan serta perbedaan dari karya kedua seniman. Metode yang digunakan untuk menganalisa karya adalah kritik seni Terry Barret. Data-data dikumpulkan dengan kaji pustaka, dokumentasi data gambar serta wawancara. Kesimpulan yang didapat adalah karya kedua seniman memiliki persamaan, yaitu gaya dan visualisasi yang terpengaruh budaya pop Jepang yang kuat, yang terlihat dari penggunaan gaya gambar chibi, dan pewarnaan blok yang cerah dan datar. Namun karya kedua seniman juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan pada segi konsep. Radi menggunakan konsep Neo Genre of Pop and Tradition (N. G. P. T) serta melakukan kritik diri, sedangkan karya Amalia lebih merujuk kepada ekspresi diri dengan gaya naratif yang ilustratif. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena latar belakang pendidikan dan keluarga kedua seniman yang cukup berbeda. Abstract This research is to compare the self-portrait paintings of Radi Arwinda and Amalia Kartika Sari, two young artists from Bandung. The purpose of this research is to find out the factors that influence the visualization of their artwork, and well as finding the similarities and differences of both artists’ artworks. The method used to analyze the artworks is Terry Barret’s method of art criticism. The data is collected b y literature study, image data documentation and interviews. The conclusion is that both artists’ artworks have a similarity which is from the strong influence of Japanese pop culture. It can be seen from the usage of chibi style in their self-portraits and block coloring that is bright and flat. But both artists’ artworks have a significant difference in the concept of their artworks; Radi uses the concept of Neo Genre of Pop and Tradition (N. G. P. T) while performing self- critique, while Amalia’s artwork refers more to self -expression with a narrative and illustrative style. The reason behind these differences are their different backgrounds involving family and education. 1. Pendahuluan Seni rupa digunakan sebagai media untuk memenuhi kebutuhan individual yaitu sebagai ekspresi pribadi. (Feldman, 1969: 4) Penting halnya untuk membedakan antara berkomunikasi dan berekspresi karena seni juga melibatkan hal-hal seperti pembentukan unsur-unsur rupa berupa garis, bentuk, warna dan volume, yang dapat memiliki artian spesifik bagi seniman, karena hal tersebut merepresentasikan maksud sang seniman dan membantu proses penciptaan karya seni. Salah satu cara bentuk seorang seniman berekspresi berupa lukisan potret. Potret merupakan representasi visual dari seorang individu yang dapat mencerminkan sifat sang subjek, kedudukan sosial, kekayaan, atau profesinya. Lukisan potret sudah berkembang dari awal abad ke-15. Fungsi dari lukisan potret pada masa itu adalah untuk mengabadikan sosok dari figur-figur penting pada masa tersebut, terutama agar sosoknya tetap diingat bahkan ketika subjek lukisan tersebut sudah tiada. Seniman-seniman pun mengabadikan dirinya sendiri ke dalam karya yang disebut dengan potret diri. Seorang seniman dapat melakukan banyak hal dengan potret diri, antara lain meninggalkan identitasnya sebagai seorang seniman di atas karya, mengeksplorasi teknik berkarya dengan memakai diri sendiri sebagai model, mendalami pemahaman mengenai dirinya sendiri baik secara fisik ataupun psikologis, serta mengekspresikan pemikiran-pemikiran atau masalah serta perasaan yang terjadi dalam dirinya. (http://www.artistdaily.com/blogs/artistdaily/archive/2013/ 05/10/what-artists-reveal-with-self-portraits.aspx) Pop Art, yang berkembang pada tahun 1950an mulai menggunakan aspek-aspek dari budaya masal seperti iklan, komik, dan objek sehari-hari. Karakter-karakter ikonik dari manga (komik) dan anime (kartun animasi) Jepang seperti Speed Racer dan Astro Boy juga telah digunakan dalam Pop Art. Manga dan anime Jepang juga mempengaruhi seniman Pop Art Jepang seperti Takashi Murakami. Sejumlah seniman muda seperti Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari memiliki ciri khas pada karya mereka yaitu subjek utama potret diri yang tidak foto realis, namun diekspresikan melalui gaya kartun dengan penyederhanaan bentuk seperti bentuk chibi khas gaya kartun Jepang. Hal ini menarik untuk diteliti karena penulis melihat bahwa kedua seniman tersebut memiliki latar belakang yang sangat berbeda, terutama dari segi latar belakang pendidikan. Namun, mereka memiliki kemiripan ciri khas dalam karya-karya mereka, yaitu membuat potret diri berbentuk chibi dengan unsur dekoratif tradisional khas Indonesia di dalamnya.

KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

  • Upload
    vanque

  • View
    394

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa

KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN

AMALIA KARTIKA SARI

Astrini Isfandiari Adisoma Nuning Y. Damayanti

Program Studi Sarjana Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB

Email: [email protected]

Kata Kunci : Amalia Kartika Sari, Chibi, Kritik Seni, Potret Diri, Radi Arwinda

Abstrak Penelitian ini membandingkan lukisan potret diri dua seniman muda Bandung yaitu Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mencari tahu faktor yang mempengaruhi visualisasi karya serta mencari persamaan serta perbedaan dari karya kedua seniman. Metode

yang digunakan untuk menganalisa karya adalah kritik seni Terry Barret. Data-data dikumpulkan dengan kaji pustaka, dokumentasi data gambar serta

wawancara. Kesimpulan yang didapat adalah karya kedua seniman memiliki persamaan, yaitu gaya dan visualisasi yang terpengaruh budaya pop

Jepang yang kuat, yang terlihat dari penggunaan gaya gambar chibi, dan pewarnaan blok yang cerah dan datar. Namun karya kedua seniman juga

memiliki perbedaan yang cukup signifikan pada segi konsep. Radi menggunakan konsep Neo Genre of Pop and Tradition (N. G. P. T) serta

melakukan kritik diri, sedangkan karya Amalia lebih merujuk kepada ekspresi diri dengan gaya naratif yang ilustratif. Perbedaan tersebut

dimungkinkan karena latar belakang pendidikan dan keluarga kedua seniman yang cukup berbeda.

Abstract This research is to compare the self-portrait paintings of Radi Arwinda and Amalia Kartika Sari, two young artists from Bandung. The purpose of

this research is to find out the factors that influence the visualization of their artwork, and well as finding the similarit ies and differences of both

artists’ artworks. The method used to analyze the artworks is Terry Barret’s method of art criticism. The data is collected by literature study, image

data documentation and interviews. The conclusion is that both artists’ artworks have a similarity which is from the strong influence of Japanese pop

culture. It can be seen from the usage of chibi style in their self-portraits and block coloring that is bright and flat. But both artists’ artworks have a

significant difference in the concept of their artworks; Radi uses the concept of Neo Genre of Pop and Tradition (N. G. P. T) while performing self-

critique, while Amalia’s artwork refers more to self-expression with a narrative and illustrative style. The reason behind these differences are their

different backgrounds involving family and education.

1. Pendahuluan

Seni rupa digunakan sebagai media untuk memenuhi kebutuhan individual yaitu sebagai ekspresi pribadi. (Feldman,

1969: 4) Penting halnya untuk membedakan antara berkomunikasi dan berekspresi karena seni juga melibatkan hal-hal

seperti pembentukan unsur-unsur rupa berupa garis, bentuk, warna dan volume, yang dapat memiliki artian spesifik

bagi seniman, karena hal tersebut merepresentasikan maksud sang seniman dan membantu proses penciptaan karya

seni.

Salah satu cara bentuk seorang seniman berekspresi berupa lukisan potret. Potret merupakan representasi visual dari

seorang individu yang dapat mencerminkan sifat sang subjek, kedudukan sosial, kekayaan, atau profesinya. Lukisan

potret sudah berkembang dari awal abad ke-15. Fungsi dari lukisan potret pada masa itu adalah untuk mengabadikan

sosok dari figur-figur penting pada masa tersebut, terutama agar sosoknya tetap diingat bahkan ketika subjek lukisan

tersebut sudah tiada. Seniman-seniman pun mengabadikan dirinya sendiri ke dalam karya yang disebut dengan potret

diri. Seorang seniman dapat melakukan banyak hal dengan potret diri, antara lain meninggalkan identitasnya sebagai

seorang seniman di atas karya, mengeksplorasi teknik berkarya dengan memakai diri sendiri sebagai model, mendalami

pemahaman mengenai dirinya sendiri baik secara fisik ataupun psikologis, serta mengekspresikan pemikiran-pemikiran

atau masalah serta perasaan yang terjadi dalam dirinya. (http://www.artistdaily.com/blogs/artistdaily/archive/2013/

05/10/what-artists-reveal-with-self-portraits.aspx)

Pop Art, yang berkembang pada tahun 1950an mulai menggunakan aspek-aspek dari budaya masal seperti iklan, komik,

dan objek sehari-hari. Karakter-karakter ikonik dari manga (komik) dan anime (kartun animasi) Jepang seperti Speed

Racer dan Astro Boy juga telah digunakan dalam Pop Art. Manga dan anime Jepang juga mempengaruhi seniman Pop

Art Jepang seperti Takashi Murakami. Sejumlah seniman muda seperti Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari memiliki

ciri khas pada karya mereka yaitu subjek utama potret diri yang tidak foto realis, namun diekspresikan melalui gaya

kartun dengan penyederhanaan bentuk seperti bentuk chibi khas gaya kartun Jepang. Hal ini menarik untuk diteliti

karena penulis melihat bahwa kedua seniman tersebut memiliki latar belakang yang sangat berbeda, terutama dari segi

latar belakang pendidikan. Namun, mereka memiliki kemiripan ciri khas dalam karya-karya mereka, yaitu membuat

potret diri berbentuk chibi dengan unsur dekoratif tradisional khas Indonesia di dalamnya.

Page 2: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 2

Berikut alur kerja penelitian.

Gambar 1. Alur Kerja Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dangan pendekatan kritik seni dan estetika. Penulis mencari sumber

pustaka tentang sejarah perkembangan dan teori-teori yang berhubungan dengan topik penelitian, contohnya portrait,

potret diri, pop culture, dan kritik seni. Sampel karya yang dipilih akan diurai menggunakan metode kritik seni Terry

Barret. Kajian pustaka seperti buku-buku, penelitian, artikel ataupun essay mengenai karya seniman, biografi seniman,

dan hasil wawancara akan dijadikan acuan untuk menganalisa pengaruh-pengaruh pada karya. Setelah itu penulis akan

Rumusan Masalah

- Bagaimana visualisasi karya potret diri

Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari?

- Apa saja perbedaan dan persamaan potret

diri kedua seniman?

- Bagaimana latar belakang kedua seniman

mempengaruhi karya seni mereka?

Batasan masalah

- Mengkaji potret diri dengan unsur chibi.

- Visualisasi potret diri dan unsur-unsur rupa dalam

karya kedua seniman.

- Karya yang dibuat pada periode 2009 – 2011

- Lukisan dengan medium acrylic.

- Hanya mengkaji karya yang dipadukan dengan

unsur dekoratif Indonesia.

Pengumpulan data visual dan pustaka

Kajian Kritik Seni Pada Lukisan Portret Diri Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari

Media cetak Internet

Analisa

Kesimpulan

Data karya seniman

Wawancara

Data biografi seniman

Teori:

Kritik Seni Barret

Hipotesis

Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari memiliki pengaruh animasi dan komik

Jepang yang terlihat dari penyederhanaan bentuk potret diri mereka menjadi chibi

dan warna yang cerah dan flat. Kedua seniman melakukan ekspresi diri melalui

potret diri dengan gaya gambar pop Jepang, namun dipadukan dengan unsur

dekoratif lokal untuk merefleksikan identitas mereka sebagai seniman Indonesia.

Latar belakang kedua seniman membuat karya mereka memiliki perbedaan dari

segi konsep, namun memiliki visualisasi karya yang cukup mirip dikarenakan

ketertarikan keduanya terhadap budaya pop Jepang serta DKV.

Page 3: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 3

membandingkan karya kedua seniman untuk menemukan persamaan serta perbedaan diantaranya, sehingga ditemukan

sebuah kesimpulan yang dapat membuktikan hipotesa yang sudah dibuat.

2. Tinjauan Teori

Potret

Karya potret adalah penciptaan sebuah representasi visual yang memiliki kemiripan dengan manusia sesungguhnya

dalam media yang beragam, termasuk didalamnya lukisan, drawing dan patung. Sejarawan seni rupa dari Barat

menganggap masa Renaissans merupakan fase utama yang memiliki perkembangan portraiture dengan pesat. Contoh

lukisan potret dalam masyarakat Inggris, Perancis dan Spanyol pada periode abad ke-16 – abad ke-18 hampir

seluruhnya merupakan sebuah proses penghormatan yang ditujukan untuk mengenang dan merayakan individu-individu

yang berkuasa, kaya raya atau penting secara simbolis. Diantaranya adalah raja-raja dan bangsawan, tentara berpangkat

tinggi, pegawai negri sipil, politikus, filsuf, paus dan uskup, pedagang, bankir, serta istri mereka.

Potret Diri

Gambar 2. Self-Portrait, Jean Fouquet, 1450

emas pada enamel

Sumber: http://userpages.umbc.edu/~ivy/selfportrait/back.html

Potret diri Jean Fouquet (c. 1450), merupakan sebuah gambar kecil yang dibuat dengan emas pada enamel hitam. Karya

ini dipandang sebagai potret diri paling awal yang teridentifikasi dengan jelas dan merupakan karya tersendiri, bukan

merupakan sebuah bagian dari karya lukis yang lebih besar. Sebuah potret diri sebagai proyeksi diri, mungkin telah

dimulai dengan potret Fouquet, tapi seniman seperti Albrecht Dürer dan Parmigianino dikenal untuk eksplorasi rinci

pencitraan mereka sendiri. Rembrandt menciptakan sejumlah besar potret diri melalui studi yang intensif tentang

dirinya. Salah satu contoh terbesar dari potret diri sebagai studi tentang diri dapat dilihat dalam karya Frida Kahlo. Ia

menggunakan medium lukis sebagai semacam terapi karena berbagai peristiwa yang terjadi di kehidupannya, seperti

kecelakaan yang dialami semasa muda, perselingkuhan suami, dan ketika keguguran. Seniman menatap cermin dan

berusaha untuk memahami identitas mereka. Mereka berusaha untuk menggambarkan citra masing-masing, baik itu

untuk menunjukkan representasi fitur mereka yang jelas, sebuah perjalanan melalui masa lalu, atau sebuah alat untuk

mengekspresikan emosi.

Pop Art adalah gerakan seni yang muncul pada pertengahan 1950-an di Inggris dan di akhir 1950-an di Amerika

Serikat. Pop art menyajikan sebuah tantangan untuk tradisi-tradisi seni rupa yaitu dengan menggunakan citra dari

budaya populer dan budaya masal, seperti iklan, komik dan benda-benda keseharian. Dengan menciptakan lukisan atau

patung dengan objek berupa benda-benda budaya masal dan bintang serta selebriti yang ada di media, gerakan Pop Art

bertujuan untuk mengaburkan batas-batas antara seni tinggi dan rendah. Pop Art memberikan pengaruh bagi seniman-

seniman di dekade-dekade seterusnya, dan budaya populer merupakan materi yang mudah untuk diidentifikasi dan

dipahami bagi pengamat dan masyarakat. (http://www.theartstory.org/movement-pop-art.htm) Animasi serta komik

Jepang pun merupakan salah satu budaya populer yang telah menjadi konsumsi global yang sangat luas, serta menjadi

ikon dari karya-karya seni seniman seperti Takashi Murakami.

Page 4: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 4

Gambar 3. Self-Portrait Of The Manifold Worries Of A Manifoldly Distressed Artist karya Takashi Murakami, 2012

Sumber: http://www.cavetocanvas.com/post/46037912446/takashi-murakami-self-portrait-of-the-manifold

Chibi

Chibi adalah sebuah istilah dalam bahasa slang Jepang yang dapat diartikan sebagai "orang yang pendek", “kerdil”, atau

"anak kecil". Kata chibi telah memperoleh kepopuleran diantara penggemar manga (komik) dan anime (animasi)

Jepang. Chibi biasanya digunakan dalam konteks yang lebih menekankan lucu atau imut. Pada berbagai anime dan

manga, karakter chibi biasanya digunakan untuk menyampaikan humor, emosi yang ekstrim atau keimutan. Ini adalah

gaya gambar di mana karakter menjadi seperti anak kecil, karena proporsi mereka lebih dekat dengan proporsi anak-

anak. Pada beberapa penggemar anime dan manga berbahasa Inggris, istilah lain yang umum digunakan untuk jenis

karakter ini adalah Super Deformed, sebuah bentuk karikatur Jepang dimana proporsi dan fitur karakter didistorsi secara

berlebihan.

Gambar 4. Gambar Chibi

Sumber: http://img1.wikia.nocookie.net/__cb20110118115939/fruitsbasket/images/d/dd/Bleach-chibi-chibi-8861572-

351-500.jpg

Kritik Seni

Kritik seni adalah proses analisa dan evaluasi karya-karya seni rupa dan seringkali dikaitkan dengan teori. Sifat kritik

seni adalah dapat diinterpretasi, menyangkut usaha untuk memahami sebuah karya seni dari perspektif teoritis, dan

menetapkan kepentingan karya tersebut dalam sejarah seni. Kritikus seni biasanya mengkritik seni dalam konteks

estetika atau teori-teori keindahan. Tujuan dari kritik seni adalah mengincar sebuah dasar yang rasional untuk

mengapresiasi seni. Terry Barrett, penulis Criticizing Art: Understanding the Contemporary, mendasarkan pendekatan

kepada kritik seni pada beberapa kegiatan, yaitu deskripsi, interpretasi dan penilaian.

- Deskripsi

Dalam deskripsi, tujuan kritikus adalah untuk menyediakan informasi bagi pembaca mengenai karya seni dengan cara

mendeskripsikan karya tersebut. Deskripsi dapat dibilang suatu kegiatan penjabaran secara lisan yang dilakukan oleh

seorang kritikus agar fitur-fitur pada suatu karya dapat diperhatikan dan diapresiasi oleh pengamat. Melalui pengamatan

yang hati-hati, informasi deskriptif dapat dikumpulkan dari dalam karya. Hal tersebut disebut informasi internal. Untuk

tujuan pembelajaran, informasi deskriptif internal dapat dikelompokkan menjadi tiga topik yaitu subject matter,

Page 5: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 5

medium, dan form. Kritikus juga menyediakan informasi deskriptif emengenai aspek-aspek yang tak terlihat dalam

karya, yaitu termasuk informasi seperti fakta-fakta mengenai sang seniman atau waktu-waktu ketika karya tersebut

dibuat. Hal ini disebut informasi eksternal.

Interpretasi

Barrett memberi kesan bahwa, meskipun semua saling tumpang tindih, "Interpretasi adalah kegiatan yang paling

penting dari kritik, dan mungkin yang paling kompleks." (Barret, 2000: 87) Meskipun terjalin dengan deskripsi dan

penilaian, interpretasi terhadap makna karya seni individual menjadi perhatian utama dalam kritik seni rupa

kontemporer. Membuat interpretasi dengan penilaian keduanya merupakan kegiatan membuat keputusan, menyediakan

alasan dan bukti atas keputusan-keputusan tersebut, dan memforulasikan argumen untuk suatu kesimpulan. Ketika

kritikus menginterpretasi karya seni, mereka mencari cara untuk menentukan karya tersebut tentang apa.

Penilaian

Penilaian dan interpretasi merupakan dua kegiatan yang yang serupa namun membuahkan hasil yang berbeda. Penilaian

merupakan argumen kritis mengenai nilai sebuah karya seni, dan selalu dibuat berdasarkan alasan-alasan yang

berdasarkan kriteria-kriteria yang dapat diuraikan. Kritikus menilai sebuah karya seni untuk para pengamat dan

pembaca, bukan untuk seniman yang menciptakan karya tersebut. Kritikus mencoba untuk membujuk pembaca untuk

mengapresiasi, atau bahkan tidak mengapresiasi karya sebagaimana mereka melakukannya, dengan alasan-alasan

tertentu.

3. Radi Arwinda, Amalia Kartika Sari dan Karyanya

Radi Arwinda

Radi Arwinda lahir di Bandung pada tanggal 24 Juli 1983. Ayahnya, Haryadi Suadi, adalah seorang seniman asal

Cirebon yang juga merupakan staf pengajar di FSRD ITB. Radi menekuni Sekolah Dasar di Priangan, lalu menempuh

SMP dan SMA di Taruna Bakti. Selama masa sekolahnya, Radi banyak menggemari budaya visual populer seperti

komik-komik Jepang dan Amerika. Radi lalu menempuh pendidikan seni rupa di FSRD ITB pada tahun 2001. Radi

mengeksplor idiom potret diri ketika belajar tentang simbolisme di jurusan seni lukis. Pada saat itu Radi mengaku

sedang tertarik pada karya-karya potret diri Agus Suwage. Sejak saat itu Radi pun melukiskan potret diri sebagai subjek

utama dalam sebagian besar karya-karyanya. Dalam karya potret dirinya itu Radi selalu menggabungkan unsur

tradisional yang terinspirasi oleh lukisan kaca Cirebon dalam karya-karyanya. Radi sudah banyak mengikuti pameran

bersama maupun pameran tunggal di dalam dan di luar negeri.

Hal-hal serta tema yang dilukiskan Radi selalu mengenai hal-hal yang dekat dengan kehidupannya, contohnya budaya

pop dan budaya tradisional Cirebon. Kedua unsur tersebut digabungkan menjadi karya dengan visualisasi yang menarik;

komposisi lukisan yang berdasarkan lukisan kaca Cirebon, motif mega mendung dan wadasan di latar belakang lukisan,

warna-warna cerah yang menyerupai baik lukisan kaca maupun visual pop Jepang, gaya yang imut dan bernuansa

kartun, seperti bentuk subjek yang sederhana, outline hitam yang tegas, warna yang flat dan cerah, serta ekspresi wajah

yang ceria.

Latar belakang seni rupa dari keluarganya serta pendidikan formal yang ia tempuh mempengaruhi konsep berkarya Radi

secara signifikan. Selain sebagai media untuk berekspresi, Radi menggunakan seni rupa sebagai alat untuk

menyampaikan pemikiran kritisnya mengenai budaya. Radi menciptakan sebuah istilah untuk mendeskripsikan

karyanya yaitu N. G. P. T., sebuah singkatan dari Neo Genre of Pop and Tradition, dimana budaya Barat dan Timur

merupakan satu kesatuan, bukannya dua hal yang bertolak belakang. Salah satu tema yang sering diangkat Radi dalam

karya-karyanya adalah mengenai budaya instan. Radi sendiri melakukan kritik diri melalui karya-karyanya dengan

mengangkat budaya instan yang ada dalam hidupnya sendiri. Radi lalu mencari idiom budaya instan tersebut dari ranah

tradisi dan menggunakan tema ritual pesugihan dalam karya-karyanya.

Amalia Kartika Sari

Amalia Kartika Sari lahir di Bandung, 17 April 1987. Sedari kecil, Amalia mengaku sudah suka menggambar walaupun

tidak ada anggota keluarganya yang berkecimpung dalam dunia seni rupa. Sewaktu kecil, Amalia banyak membaca

Page 6: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 6

komik-komik Jepang mulai dari komik Doraemon, Dragon Ball, hingga Miiko. Amalia menempuh Sekolah Dasar di SD

Tunas Jaka Sampurna, SMP Al-Azhar Kemang Pratama, SMA 81 Jakarta Timur, dan SMA 22 Bandung. Amalia masuk

FSRD ITB pada tahun 2005 dan mengambil jurusan Desain Grafis di Departemen Desain Komunikasi Visual ITB.

Menurut dosen-dosennya, Amalia merupakan mahasiswa yang rajin dan memiliki ciri khas yang kuat di bidang

layouting dan ilustrasi, terutama dalam character design. Amalia telah menyelenggarakan pameran tunggalnya, Happily

(N) ever After pada tahun 2010 yang diadakan di Jakarta, diikuti dengan pameran tunggal selanjutnya yaitu “Just

Married” pada tahun 2011. Pameran “Just Married” diselenggarakan setelah pernikahannya dengan kekasihnya, Yurra

Yudhistira.

Amalia menggunakan potret dirinya dan kekasihnya di sebagian besar karyanya.s Karya-karya Amalia terlihat seperti

‘lukisan digital’ berbentuk vector namun sebenarnya merupakan lukisan dengan medium akrilik yang dibingkai dengan

pigura ukiran kayu ataupun laser cut detail yang dibuat satu tema dengan lukisannya. Ciri khas karya Amalia adalah

warna-warna yang cerah, gaya gambar sederhana yang menyerupai kartun chibi Jepang dengan wajah ekspresif dan

detail ornamen yang banyak pada latar belakang. Konsep karya Amalia berkisar pada kehidupan pribadi dan

kesehariannya. Sebagai lulusan DKV, Amalia mengaku terbiasa menggambar dengan objek yang lucu, menarik, dan

selalu berusaha membuat karya yang komunikatif dengan cara menggunakan gaya gambar yang imut, warna yang

cerah, serta atribut-atribut yang menggambarkan tema lukisan tersebut dengan jelas. Hal itu dapat terlihat dari karya-

karya Amalia yang sangat ilustratif, naratif, dan gampang dimengerti oleh pengamat melalui subject matter yang

dilukiskan serta judul yang menarik dan provokatif yang biasanya menjelaskan secara detail tema yang diangkat dalam

karya.

4. Analisa Karya Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari

Dalam analisa karya Radi, penulis akan memilih dua set karya dari seri Sugih. Yang pertama adalah 5 karya yaitu

“Lolo”, “Lengleng”, “Ranran”, “Tektek”, dan “Juljul”. Yang kedua juga terdiri dari 5 buah karya yang identik yaitu

“Maneki Lolo”, “Maneki Lengleng”, “Maneki Ranran”, “Maneki Tektek”, dan “Maneki Juljul”.

Gambar 5. “Lengleng”, “Tektek”, “Lolo”, “Ranran”, dan “Juljul” dari seri Sugih oleh Radi Arwinda

170 x 120 cm, akrilik di atas kanvas

Sumber: http://radiarwinda.com

Gambar 6. “Maneki Lengleng”, “Maneki Tektek”, “Maneki Lolo”, “Maneki Ranran”, dan “Maneki Juljul” oleh Radi

Arwinda

170 x 120 cm, akrilik di atas kanvas

Sumber: http://radiarwinda.com

Seluruh lukisan Radi Arwinda memiliki sebuah kesamaan yaitu pada format dan layout lukisan. Dalam semua

lukisannya, latar belakang dihiasi oleh motif mega mendung dan wadasan serta border yang memiliki ornamen. Motif

tersebut merupakan unsur dekoratif yang banyak terdapat pada lukisan kaca Cirebon. Selain dari lukisan kaca, border

Page 7: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 7

yang digambarkan Radi juga terinspirasi dari action figure yang digemarinya. Oleh karena itu, untuk ‘menyempunakan’

dan menambah nilai estetis pada lukisannya, Radi membuat sebuah border di setiap lukisannya yang berhiaskan

ornamen serta bunga yang sederhana. Radi sebagai subjek dalam tiap lukisan memegang sebuah koin emas. Koin emas

yang ia pegang merupakan simbolisasi dari inti ritual pesugihan, yaitu untuk mendapatkan harta atau uang dengan cara

instan. Semua kostum hewan yang dipakai oleh Radi memiliki mata putih yang kosong dikarenakan subjek utama

adalah Radi sendiri, dan kostum tersebut hanya merupakan atribut. Kostum yang dipakai oleh Radi menganalogikan

budaya instan yang ada dalam hidupnya untuk menunjukkan bahwa hal instan itu menjadi suatu yang sudah mendarah

daging dan ia gunakan setiap hari, seperti sudah membaju. Dalam setiap lukisan, Radi tersenyum dan menunjukkan

ekspresi yang ceria. Hal itu melambangkan bahwa ia menerima dan merayakan budaya instan tersebut, bukannya

menolaknya.

Lukisan-lukisan Radi merupakan sebuah contoh yang baik akan karya seni yang mengangkat budaya modern dan tradisi

pada saat yang bersamaan. Radi melalui karya-karyanya dapat menarik minat masyarakat modern dan anak muda akan

nilai-nilai tradisi yang sudah mulai dilupakan dengan mengambil bentuk budaya pop yang sudah sangat akrab di

kehidupan mereka dan mengaitkannya dengan budaya tradisi Indonesia. Karya-karya Radi mengingatkan kita bahwa

tidak hanya dirinya saja yang tumbuh dengan dua jenis budaya yang saling terjalin, namun kita semua juga hidup

dengan dua kebudayaan atau lebih, baik itu tradisi dari negara sendiri, tradisi dari negara lain, ataupun budaya modern.

Dalam analisa karya Amalia, penulis memilih karya “Srikandi & Arjuna”, “Roro Jonggrang”, “Reog”, “Tricky Timun

Mas”, “Hanomanohara”, dan “Handcuff Me, Secure Me (Loro Blonyo)”.

Gambar 7. “Srikandi & Arjuna”

100 x 150 cm, akrilik di atas kanvas + laser cut acrylic frame

Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/

Gambar 8. “Roro Jonggrang”

200 x 150 cm, akrilik di atas kanvas + laser cut stainless frame

Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/

Page 8: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 8

Gambar 9. “Reog”

200 x 150 cm, akrilik di atas kanvas + carved wooden frame

Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/

Gambar 10. “Tricky Timun Mas”

200 x 150 cm, akrilik di atas kanvas + carved wooden frame

Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/

Gambar 11. “Hanomanohara”

130 x 130 cm, akrilik di atas kanvas + carved wooden frame

Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/

Page 9: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 9

Gambar 12. “Handcuff Me, Secure Me (Loro Blonyo)”

100 cm x 100 cm, akrilik di atas kanvas

Sumber: http://amaliakartika.tumblr.com/

Pendidikan yang ditempuh oleh Amalia yaitu Desain Komunikasi Visual memberi pengaruh besar terutama pada

visualisasi dan konsep karya-karyanya. Lukisan yang diciptakan Amalia sangat naratif dan ilustratif, yang digambarkan

dengan visualisasi yang menarik mata seperti bentuk chibi yang imut, unsur dekoratif yang mendetail, serta

menggunakan warna-warna yang cerah. Tema yang diangkat oleh Amalia juga direfleksikan oleh judul-judul karyanya

yang cukup provokatif dan komunikatif, serta memberikan pemahaman lebih mendalam akan tema karya yang dibuat.

Dengan atribut-atribut itu, karya Amalia menarik untuk dilihat serta mudah untuk dimengerti bagi pengamat. Lukisan

Amalia memiliki daya tarik yaitu pada detail hiasan yang begitu kompleks dan rapi yang menunjukkan skill melukis

Amalia yang cukup mengesankan. Meskipun begitu, banyaknya detail menjadikan visualisasi lukisan Amalia cukup

ramai, dan dapat membuat pengamat dapat melewatkan beberapa detail penting. Hal tersebut dikarenakan oleh gaya

gambar yang flat serta tidak adanya outline yang membatasi objek sehingga bidang gambar dan warna-warnanya

terlihat menyatu.

Pada setiap lukisan, Amalia tidak hanya melukiskan dirinya sendiri, namun ia selalu menempatkan sosok Yurra di

sampingnya. Ia mengeksplorasi hubungannya dengan Yurra dan mengekspresikan perasaan yang ia alami ketika

bersama kekasihnya itu. Namun dengan begitu pengamat belum tentu dapat merenung, berempati atau menghubungkan

diri mereka dengan karya-karya Amalia dikarenakan tema-tema karya Amalia yang sangat personal. Meskipun begitu,

salah satu daya tarik dari lukisan Amalia adalah tema yang diangkat untuk karya dapat diterima dan dipahami dengan

mudah oleh pengamat, seperti folklore. Folklore yang ia pilih untuk dibahas di dalam karyanya merupakan cerita-cerita

yang cukup populer dan mainstream, contohnya Legenda Candi Prambanan, Mahabarata, Timun Mas, dan lain

sebagainya. Dari visualisasi lukisan serta judul karya yang menarik dan komunikatif, pengamat dapat dengan mudah

memahami tema-tema yang dibahas oleh Amalia.

Tabel 1. Perbandingan visual karya Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari

Page 10: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 10

Penulis menganalisa perbedaan dan persamaan antara kedua seniman. Pertama adalah persamaan antara ciri khas visual

karya kedua seniman.

Radi dan Amalia menggunakan bentuk kartun chibi khas Jepang untuk menggambar potret diri mereka.

Baik Radi dan Amalia menggunakan cat akrilik untuk membuat warna-warna blok yang cerah, dan tidak

menggunakan teknik gradasi pada warna, tekstur, ataupun brushstroke dalam lukisan mereka.

Karya kedua seniman memiliki kesan yang flat dan tidak menggunakan shading ataupun pencahayaan yang

signifikan dalam lukisannya yang menyebabkan tidak adanya kesan dimensi.

Tema karya kedua seniman ini cenderung personal. Tema karya Radi tentang hal-hal mistis dan tema karya Amalia

mengenai folklore, keduanya merupakan cerita-cerita yang mereka nikmati sewaktu kecil.

Kedua seniman selalu menggambarkan ekspresi yang ceria pada potret diri mereka. Keduanya ingin agar karya

mereka komunikatif dan dapat diterima dengan mudah oleh para pengamatnya.

Potret diri mereka selalu memakai sebuah kostum. Hal ini merupakan sebuah simbolisasi dimana kostum yang

mereka pakai melambangkan hal-hal, sifat-sifat, atau atribut- atribut yang mencerminkan diri mereka masing-

masing.

Perbedaan-perbedaan yang ada pada karya kedua seniman pun banyak yang ditemukan oleh penulis.

Lukisan Radi menggunakan outline hitam yang cukup tegas pada pembentukan objek-objeknya, sedangkan Amalia

hampir tidak menggunakan outline sama sekali.

Lukisan-lukisan Radi terlihat lebih sederhana, yaitu dengan menggunakan satu warna yang polos untuk latar

belakangnya, disertai sedikit motif dan sebuah border yang berwarna polos. Sedangkan dalam lukisan Amalia, latar

belakang dipenuhi dengan berbagai ornamen yang penuh dengan detail dan warna-warni.

Bingkai lukisan Radi merupakan bingkai sederhana yang tipis dan tidak mempengaruhi visualisasi lukisan secara

signifikan. Sedangkan pada karya Amalia, bingkai-bingkai Amalia penuh dengan ornamen dan dibuat secara

custom oleh pemahat di sebuah workshop.

Ciri khas unsur dekoratif tradisional Indonesia yang terdapat pada karya Radi adalah budaya Cirebon, namun unsur

dekoratif tradisional Indonesia yang terdapat pada karya Amalia tidak merepresentasikan daerah tertentu dan

bervariasi. Jenis motif yang terdapat pada karya Amalia tergantung pada tema dari karyanya saja.

Karya Radi memiliki suatu komposisi yang sama dalam setiap lukisannya. Dalam karya-karya Amalia, setiap karya

memiliki komposisi yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan tema karyanya.

Radi hanya melukiskan dirinya sendiri, sedangkan Amalia kerap kali melukiskan dirinya dengan kekasihnya,

Yurra.

Selain aspek visual, Radi dan Amalia juga memiliki beberapa persamaan dan perbedaan aspek dari latar belakang

kehidupan mereka. Berikut adalah persamaan latar belakang kedua seniman.

Kedua seniman lahir dan tumbuh di Bandung.

Keduanya lahir pada era 80an dan banyak mengkonsumsi budaya pop Jepang yang sedang marak sewaktu mereka

kecil pada masa 80an dan 90an, khususnya komik Jepang yang disebut dengan manga.

Keduanya mengaku dipengaruhi oleh komik Dragon Ball dan juga oleh seniman Jepang Takashi Murakami. Oleh

karena itu gaya gambar mereka memiliki ciri khas manga Jepang yang kuat.

Keduanya memilih untuk berkarya dengan gaya chibi dikarenakan bagi mereka chibi merupakan gaya gambar yang

paling nyaman untuk digunakan serta lebih mudah untuk membantu mengekspresikan pemikiran serta perasaan

mereka.

Kedua seniman juga memiliki ketertarikan terhadap bidang Desain Komunikasi Visual. Amalia merupakan lulusan

DKV sedangkan sebelum masuk seni lukis, pilihan pertama Radi ketika penjurusan kuliah adalah DKV. Agus

Suwage, seniman yang karyanya digemari oleh Radi, juga merupakan seniman dengan latar belakang desain grafis.

Page 11: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 11

Dalam eksekusi karya, baik Radi maupun Amalia terlebih dulu membuat sketsa dengan bantuan software program

komputer yaitu Corel Draw. Sketsa tersebut kemudian dipindahkan ke kanvas untuk eksekusi dengan cat akrilik.

Kedua seniman juga memiliki latar belakang yang sangat berbeda. Latar belakang pendidikan serta keluarga menjadi

aspek yang membedakan karya Radi dan Amalia secara signifikan.

Radi yang berasal dari keluarga yang kuat akan seni rupa dan tradisi Cirebon memberikan pengaruh yaitu pada

kepekaan Radi yang cukup tinggi terhadap isu-isu budaya di sekitarnya yang kemudian diangkatnya menjadi karya

seni. Namun sebagai anak yang tumbuh di era yang modern, tradisi yang didapatnya dari rumah serta budaya

modern yang ada di lingkungannya menjadi sama pentingnya dan melebur menjadi budaya baru yang menjadi

identitas bagi Radi dan juga menjadi konsep berkaryanya yaitu Neo Genre of Pop and Tradition (N. G. P. T.). Radi

yang memiliki pendidikan seni rupa juga melakukan kritik diri, pencampuran budaya serta penggunaan simbol

yang kuat dalam karya-karyanya. Lukisan-lukisan Radi memiliki visualisasi yang lebih sederhana ketimbang

Amalia, dikarenakan oleh konsep karya-karyanya yaitu fokus kepada pembahasan mengenai budaya.

Amalia di lain pihak, tidak memiliki anggota keluarga yang berkiprah di dunia kesenian. Pendidikannya di Desain

Komunikasi Visual memberi pengaruh yaitu karyanya menjadi sangat komunikatif dan memiliki ciri khas ilustrasi

yang sangat kuat. Walaupun tidak memiliki konsep karya yang melakukan kritik diri atau kritik sosial seperti karya

Radi, namun Amalia dapat mengkomunikasikan maksudnya dengan sangat baik melalui karya-karyanya serta dapat

menarik minat pengamat melalui tema-tema yang dekat dengan masyarakat seperti dongeng dan folklore yang

dikenal secara luas. Amalia juga memiliki kecenderungan untuk menghias dan memenuhi bidang gambar dengan

ornamen yang detail, yang selain berguna untuk memperindah karya, juga berguna untuk menarik pengamat serta

menunjukkan ciri khas dari karya-karya Amalia.

5. Penutup / Kesimpulan

Radi Arwinda dan Amalia Kartika Sari keduanya memiliki banyak kesamaan dari segi latar belakang kehidupan

masing-masing maupun dari segi karya yang dihasilkan. Radi dan Amalia keduanya lahir di Bandung, pada era 80an,

dimana budaya pop Jepang sedang marak di Indonesia dan menjadi sesuatu yang banyak dikonsumsi oleh keduanya

semasa mereka tumbuh, terutama lewat media cetak seperti komik Jepang atau yang disebut dengan manga. Secara

visual, karya mereka menunjukkan pengaruh budaya pop Jepang yang sangat kuat, yaitu dari penggambaran potret diri

mereka menggunakan bentuk kartun chibi Jepang, dengan warna-warna cerah yang flat serta detail-detail seperti

ekspresi yang ceria, dan bentuk keseluruhan visual yang imut dan juga menarik mata.

Meskipun memiliki beberapa kesamaan dari segi latar belakang dan visualisasi karya, kedua seniman juga memiliki

perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan paling besar antara kedua seniman adalah keluaga masing-masing dan

pendidikan yang ditempuh. Radi merupakan putra dari seniman dan dosen Haryadi Suadi, dan sudah terekspos oleh seni

rupa serta budaya tradisional sedari kecil, yang memberikan pengaruh yang kuat dalam visualisasi karya-karyanya.

Pendidikannya di program Sarjana dan Magister seni rupa pun mempengaruhi karya-karya Radi terutama pada segi

konsep. Radi memiliki konsep meleburkan dua budaya yang ia beri nama N. G. P. T. atau Neo Genre of Pop and

Tradition. Selain ekspresi diri, Radi juga melakukan kritik diri dan sosial khususnya mengenai budaya instan dan mass

culture. Di lain pihak, Amalia berasal dari keluarga yang tidak berkecimpung dalam bidang seni atau desain. Konsep

karya Amalia kebanyakan berkisar antara kesehariannya dan mengekspresikan hubungannya dengan kekasihnya, Yurra.

Pendidikan DKV Amalia juga memberikan pengaruh yaitu karya-karya seninya yang sangat ilustratif dan komunikatif.

Hal tersebut membeikan kemudahan bagi pengamat untuk mengerti dan menerima karya-karya Amalia.

Ucapan Terima Kasih

Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Pra TA/Kolokium/Tugas Akhir*

Program Studi Sarjana Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Pra TA/Kolokium/Tugas Akhir* ini disupervisi oleh

pembimbing Nuning Y. Damayanti.

Page 12: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 12

Daftar Pustaka

Barret, T. 1994. Criticizing Art Understanding The Contemporary. California: Mayfield Publishing Company.

Harris, J. 2006. Art History The Key Concepts. New York: Routledge.

Feldman, E. B. 1967. Art As Image And Idea. New Jersey Prentice-Hall Incorporation.

Schneider, N. 2002. The Art Of The Portrait. Italy: Taschen.

Setiawan, H. 2011. Kajian Kritik Seni Pada Karya Radi Arwinda. Program Studi Seni Rupa FSRD ITB.

Irianto, A. J. 2010. Katalog “Pameran Tunggal Radi Arwinda: Sugih”. Jakarta: SIGIarts Gallery.

Supangkat, J. 2011. Katalog “Just Married”. Jakarta: Artworks Management-Puri Art Gallery.

Page 13: KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI … Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa KAJIAN KRITIK SENI PADA LUKISAN POTRET DIRI RADI ARWINDA DAN AMALIA KARTIKA SARI …

Astrini Isfandiari Adisoma

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 13

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING TA Bersama surat ini saya sebagai pembimbing menyatakan telah memeriksa dan menyetujui Artikel

yang ditulis oleh mahasiswa di bawah ini untuk diserahkan dan dipublikasikan sebagai syarat

wisuda mahasiswa yang bersangkutan.

Bandung, ......./......./ .............

Tanda Tangan Pembimbing : _______________________

Nama Jelas Pembimbing : _______________________

diisi oleh mahasiswa

Nama Mahasiswa

NIM

Judul Artikel

diisi oleh pembimbing

Nama Pembimbing

Rekomendasi Lingkari salah satu

1. Dikirim ke Jurnal Internal FSRD

2. Dikirim ke Jurnal Nasional Terakreditasi

3. Dikirim ke Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi

4. Dikirim ke Seminar Nasional

5. Dikirim ke Jurnal Internasional Terindex Scopus

6. Dikirim ke Jurnal Internasional Tidak Terindex Scopus

7. Dikirim ke Seminar Internasional

8. Disimpan dalam bentuk Repositori