Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Abstract
Introduction : Profound visual impairment considered as the best-corrected visual acuity of less than 20/400 to 20/1000, or visual field diameter of 10' or less , resulted by many pathological process in the eye, one of them is juvenile open angle glaucoma. Objective : To report a case of profound visual impairment in patient with juvenile open angle glaucoma, steps of examination and the medical management. Case report : A 33 years old woman consulted from the Glaucoma department to low vision department of Cicendo National Eye Hospital, diagnosed as juvenile open angle glaucoma. His chief complaints was gradually blurred vision on both eyes since one month ago, headache, without redness. On the examination, the best corrected visual acuity was 4/20f-2 in the right eye and 1/40f-1 in the left eye. Other visual function impairments were decreased contrast sensitivity( Hiding Heidi Low Contrast Test, 25% on the right eye and 10% on the left eye), colour vision impairment, and decreased peripheral visual field (superior, nasal, and inferior quadrant ). There was also elevated IOP, enlarged cup/disc ratio on both eyes. Ancillary examination was done to find underlying disease. She was worked up with counseling and a distance spectacles prescription. Conclusion : Juvenile open angle glaucoma causes irreversible visual impairment, includes reduced visual acuity, contrast sensitivity, visual field, near work, and color vision. These visual impairments can make someone to be a low vision patient and should be examined thoroughly and worked up to get the optimalized quality of life of the low vision’s patient.
I. PENDAHULUAN
Definisi low vision menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah
seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan meskipun telah diberikan
pengobatan optimal dan atau dikoreksi dengan koreksi refraksi standar, dan
memiliki tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60) sampai dengan persepsi cahaya
atau lapang pandang kurang dari 10o dari titik fiksasi, yang masih berpotensi
menggunakan penglihatannya untuk kegiatan sehari-hari. Profound visual
impairment didefinisikan sebagai tajam penglihatan antara 20/400 – 20/1000, atau
diameter lapang pandangnya 10 derajat atau kurang.6
Banyak penyebab yang bisa mengakibatkan seseorang masuk dalam kriteria
low vision, salah satu contohnya adalah karena glaukoma. Glaukoma dideskripsikan
sebagai neuropati optik yang dapat dikenali dengan adanya karakteristik cupping
pada diskus optikus yang berpengaruh pada defisit lapang pandang. Glaukoma
adalah suatu kelainan yang bersifat progresif yang bila dibiarkan begitu saja dapat
mengakibatkan kebutaan.1
Juvenile open angle glaukoma (JOAG) adalah suatu kelainan glaukoma
sudut terbuka yang langka, yang sering dihubungkan dengan miopia dan pewarisan
autosomal dominant. JOAG seharusnya dibedakan dengan bentuk glaukoma masa
kanak-kanak seperti glaukoma kongenital, glaukoma developmental, dan glaukoma
sekunder masa kanak-kanak. Estimasi timbulnya JOAG adalah 1 : 50.000 orang,
dan tidak ada perbedaan jumlah antara laki-laki dan perempuan, tanpa memandang
ras. JOAG biasanya terjadi di atas usia 5 tahun dan selama usia dekade 3 dan 4. 2,3,4
Orang yang kehilangan fungsi penglihatannya karena glaukoma, baik tajam
penglihatan maupun lapang pandangnya, akan sangat terbantu apabila mendapatkan
rehabilitasi yang berhubungan dengan fungsi penglihatannya. Rehabilitasi ini
mencakup di dalamnya adalah mengenai fungsi penglihatan ( diagnosis glaukoma
dan gejalanya), efek terhadap perekonomian, aspek fungsional yang berhubungan
dengan aktivitas pasien sehari-hari, interaksi sosial, psikososial, dan hubungan
interpersonal. 5
Laporan kasus ini akan membahas mengenai tatalaksana Profound visual
impairment pada pasien Juvenile Open Angle Glaucoma.
II. LAPORAN KASUS
Seorang wanita, 33 tahun, datang ke Unit Low Vision, Refraksi, dan lensa
kontak PMN RSM Cicendo tanggal 23 Juni 2015 dengan keluhan penglihatan
buram. Pasien merupakan rujukan dari unit Glaukoma dengan diagnosis Juvenile
Open Angle Glaucoma. Penglihatan buram terasa ketika melihat jauh maupun dekat.
Sekarang ini kegiatan pasien adalah sebagai ibu rumah tangga dengan satu orang
anak. Pasien terkadang menabrak benda-benda di sekitar rumahnya. Pasien juga
pernah jatuh dari tangga akibat dari keterbatasan penglihatan ini. Kegiatan rumah
tangga yang sederhana masih bisa dilakukan oleh pasien. Membaca bukan
merupakan prioritas pasien.
Januari 2015 merupakan awal kali pasien mengeluhkan penglihatan buram
dan nyeri kepala. Unit glaukoma mendiagnosis pasien dengan juvenile open angle
glaukoma ODS dan katarak sub kapsular posterior OS. Pasien menjalani prosedur
trabekulektomi pada tanggal 26 Mei 2015. Kondisi mata pasien pasca operasi
selama kurang lebih 1 bulan dalam kondisi stabil, baik tekanan bola mata maupun
pada segmen anterior mata pasien.
Pemeriksaan fisik pasien pada status generalis dalam batas normal.
Pemeriksaan penglihatan jauh didapatkan tajam penglihatan untuk mata kanan 4/ 20
f-2 dan visus dasar mata kiri 1/40 f-1. Koreksi terbaik mata kanan adalah S-0,75 C
-1,00 x 170 = 4/63 f-1 dan mata kiri S-0,50 C -2,00 x 155 = 1/32. Pemeriksaan
penglihatan dekat menggunakan Bailey-Lovey reading chart pada kedua mata
adalah 1,0M dalam jarak 33 cm. Pemeriksaan kontras dengan Hiding Heidi dapat
melihat kontras 25% pada mata kanan dan 10% pada mata kiri. Pemeriksaan warna
dengan Ishihara didapatkan mata kanan dalam batas normal dan demoplate pada
mata kiri. Pemeriksaan Amsler Grid didapatkan adanya skotoma pada mata kanan
namun tidak ada metamorfopsia, mata kiri tidak ditemukan scotoma maupun
metamorfopsia. Pemeriksaan lapang pandang dengan Bernell Hand-held Disc
Perimeter menunjukkan pada mata kanan, kuadran superior 5o, nasal 0o, inferior 5o,
temporal 90o , sedangkan pada mata kiri tidak dapat dilakukan.
Pemeriksaan segmen anterior kedua mata ditemukan jahitan di konjungtiva
bulbi dan iridektomi, lain-lain dalam batas normal. Tekanan bola mata kanan pasien
12 dan mata kiri 17. Pemeriksaan segmen posterior dengan funduskopi pada kedua
mata didapatkan gambaran media jernih, papil bulat batas tegas, c/d ratio 0,9 – 1,0 ,
lain-lain dalam batas normal. Pasien telah melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang untuk menunjang diagnosisnya yaitu berupa pemeriksaan Humphrey 30-
2 dan OCT.
Gambar 2.1. Hasil pemeriksaan Humphrey 30-2 OD
III. DISKUSI
Pembagian low vision menurut The International Classification of Diseases,
Ninth Revision, Clinical Modification ( ICD-9-CM), yaitu Moderate visual
impairment. Koreksi tajam penglihatan terbaiknya antara 20/60 – 20/160, Severe
visual impairment. Koreksi tajam penglihatan terbaiknya antara 20/160 – 20/400,
atau diameter lapang pandangnya 20 derajat atau kurang, Profound visual
impairment. Koreksi tajam penglihatan terbaiknya antara 20/400 – 20/1000, atau
diameter lapang pandangnya 10 derajat atau kurang, Near total vision loss. Koreksi
tajam penglihatan terbaiknya adalah 20/1250 atau kurang, Total blindness. Tidak
ada persepsi cahaya
Berdasarkan paparan kasus di atas, dapat kita ketahui bahwa pasien
termasuk dalam kategori low vision. Hal ini dikarenakan tajam penglihatan mata
pasien kurang dari 6/18. Dengan visus mata kanan pasien 4/20 dan mata kiri 1/40
dan luas lapang pandang kurang dari 100 maka pasien termasuk dalam profound
visual impairment.
Pada JOAG terjadi cupping pada saraf optik. Perubahan pada saraf optik ini
mengakibatkan terjadinya defek lapang pandang yang menghasilkan penglihatan
yang buram atau penurunan tajam penglihatan. Hal ini sesuai dengan pasien di atas,
mengalami penurunan tajam penglihatan yaitu visus dasar mata kanan 4/ 20 f-2 dan
visus dasar mata kiri 1/40 f-1.
Tes penglihatan dekat pada pasien low vision dilakukan dengan
menggunakan Bailey-Lovie word reading chart dengan target resolusi huruf notasi 1
M. Pasien dapat membaca notasi 1 M dalam jarak baca 33 cm. Pasien ini dapat
membaca notasi 1M dalam jarak 33 cm merupakan nilai yang cukup buat pasien
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Membaca bukan merupakan prioritas bagi
pasien. Pasien juga jarang melakukan kegiatan yang memerlukan tingkat detail
ketelitian yang tinggi.7
Kontras merupakan persepsi dalam membedakan antara objek dengan latar
objek tersebut. Pasien memberi respon terhadap gambar dengan kontras 25% untuk
mata kanan dan 10% untuk mata kiri menggunakan chart Hiding Heidi, hal ini
artinya pasien akan mampu mengenal objek yang memiliki latar belakang dengan
kontras sebesar 10%-25%. Gangguan pada sensitivitas kontras ini bisa berpengaruh
pada fungsi penglihatan pasien, dimana pasien tidak bisa membedakan permukaan
yang memiliki tingkat perbedaan ketinggian seperti pada tangga dan jalan yang
tidak rata. Pada pasien ini terdapat riwayat jatuh dari tangga. Pasien low vision yang
mengalami gangguan kontras dapat terbantu dengan menciptakan lingkungan
internal yang kontras dalam warna, seperti memberi tanda garis petunjuk di tangga
dengan warna yang kontras8
Hasil pemeriksaan Humphrey 30-2 dalam kasus ini didapatkan defek lapang
pandang difus. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan lapang pandang perifer pasien ini
pada mata kanan, secara subjektif menggunakan Bernell Hand-held Disc Perimetry
yaitu mengenai segala kuadran (difus). Defek lapang pandang ini mengakibatkan
pasien sulit untuk mengidentifikasi benda atau cahaya yang datang dari sisi
samping. Pasien juga terkadang tidak mengenali orang-orang di sekitarnya karena
keterbatasan penglihatan ini. Maka dari itu penting bagi pasien dan keluarga pasien
untuk diedukasi mengenai kondisi pasien ini agar tidak menganggu fungsi sosial
dari pasien tersebut. 3
Pemeriksaan penglihatan warna pasien low vision dengan menggunakan
pseudoisokromatik Ishihara dinilai cukup sensitif dan praktis. Pasien ini
memberikan nilai normal pada mata kanan dan demoplate pada mata kiri. Adanya
kelainan persepsi warna sejauh ini tidak menimbulkan gangguan pada kehidupan
sehari-hari dari pasien. Abnormalitas persepsi warna pada pasien glaukoma
berhubungan erat dengan adanya kehilangan serabut saraf retina.9,10
Penurunan fungsi penglihatan yang dialami pasien di atas ditatalaksana
selanjutnya dengan konseling perihal penyakit pasien, gangguan fungsi penglihatan
yang dialami, prognosis penyakit serta diberikan kacamata untuk koreksi tajam
penglihatan jauh. Pasien ini tidak diberikan alat bantu low vision karena dengan
pemberian kacamata sudah cukup membantu penglihatan jauh pasien dan pasien
masih bisa mandiri dengan fungsi penglihatannya yang masih tersedia. Pasien
dianjurkan kontrol 6 bulan mendatang untuk mengevaluasi manfaat dan ukuran
kacamata yang telah diberikan kepada pasien. Penting juga pada pasien agar
diberikan rehabilitasi visual berupa orientasi mobilisasi. Pasien diajarkan untuk
melakukan head scanning ketika masuk ke suatu lingkungan yang baru.
Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad
fungsionam dubia ad bonam. Quo ad vitam dubia ad bonam karena tidak ditemukan
penyakit sistemik yang mengancam nyawa pasien ini. Quo ad fungsionam dubia ad
malam karena penyakit JOAG merupakan penyakit irreversible dengan tajam
penglihatan koreksi terbaik yang tersedia termasuk dalam profound visual
impairment serta didapatkannya gangguan fungsi penglihatan lain pada pasien ini.
IV. Ringkasan
JOAG menyebabkan terjadinya gangguan fungsi penglihatan yang tidak
dapat dipulihkan kembali dan dapat menyebabkan seseorang menjadi pasien low
vision. Penanganan pada pasien low vision mencakup fungsi penglihatan, efek
terhadap perekonomian, aspek fungsional yang berhubungan dengan aktivitas
pasien sehari-hari, interaksi sosial, psikososial, dan hubungan interpersonal.
Penanganan yang tepat sesuai kebutuhan pasien low vision akan dapat
mengoptimalisasi fungsi penglihatan pasien yang masih tersedia sehingga pasien
low vision dapat mandiri dan berkarya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tan, James C.H, Paul L. Kaufman. Primary Open Angle Glaucoma. Dalam
Myron Yanoff MD, Jay S Duker MD, Ophtalmology. 4th edition.
Philadelphia : Elsevier ; section 3 : 1052-5
2. Goldenfeld, Mordechai, Shlomo Melamed. Juvenile Onset Open Angle
Glaucoma. Dalam Albert & Jakobiec’sPrinciples & Practice of
Ophtalmology. 3rd edition. Philadelphia : Elsevier ; chapter 199 : 2539-42
3. Stamper, Robert L, Marc F Lieberman, Michael V Drake. Becker-Shaffer’s
Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. Mosby Elsevier : China, 2009.
4. Skuta, Gregory L., Louis B Cantor & Jayne S. Weiss. Glaucoma. American
Academy of Ophtalmology : San Fransisco, 2011-2012. 155-64
5. Keeffe, Jill E, Manjula M. Optimizing Quality of Life: Low-vision
Rehabilitation in Glaucoma. Dalam Tarek M Shaarawy, Mark B Sherwood,
Roger A Hitchings, Jonathan G Crowston, Glaucoma. 2nd edition. Elsevier :
Philadelphia. Chapter 48 : 514- 20.
6. Skuta, Gregory L., Louis B Cantor & Jayne S. Weiss. Clinical Optics.
American Academy of Ophtalmology : San Fransisco, 2011-2012. 283 – 307
7. DeCarlo, Dawn K, Stanley Woo, George C Woo. Patients with Low Vision.
Dalam William J Benjamin, Borish’s Clinical Refraction. 2nd edition.
Elsevier : Missouri. Chapter 36 : 1591 – 1617.
8. Hiding Heidi low contrast face test dalam http://www.leatest.fi/index.html?
start=en/vistests/instruct/hidinghe/hidinghe.html. (diunduh tanggal 6 Juli
2015).
9. Wall, Michael, Chris A Johnson. Principles and Techniques of the
Examination of the Visual Sensory System. Dalam Walsh & Hoyt’s Clinical
Neuro-ophthalmology.6th edition. Lippincot Williams & Wilkins :
Philadelphia. Chapter 2 : 83-100.
10. Allingham, R Rand, Karim Damji, Sharon Freedman, Sayoko Moroi,
George Shafranov. Shields’ Textbook of Glaukoma. Lippincot Williams &
Wilkins : Philadelphia. Chapter 6 : 143- 8.