Upload
dara-febrina
View
231
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
koas
Citation preview
PEDIATRIC
Jekson Martiar Siahaan, MDDepartemen Ilmu Kesehatan
Anak
DIARE
• Diare adalah defekasi encer > 3 x sehari dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja.
• Diare akut adalah diare yang terjadi sec. Mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
ETIOLOGI1. Infeksi • Enteral :
– Virus (Rotavirus 50-60 % penyebab diare pada anak, adenovirus, norwalk)
– Bakteri (Shigella, salmonella, E. Coli, Vibrio cholera)– Protozoa (Entamoeba histolica, balntidium coli, giardia
lambdia)– Jamur (candida albicans)– Parasit (Ascaris, trichuris, Oxyuris)
• Parenteral :– OMA– Sepsis– Ensefalitis – Bronchopneumonia
PATOFISIOLOGI• Pada dasarnya diare terjadi oleh
karena terdapat gangguan transport terhadap air dan elektrolit di saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan :– Diare Osmotik– Diare sekretorik– Diare akibat gangguan absorpsi
elektrolit– Diare akibat hipermotilitas
(hiperperistaltik)– Diare Eksudatif
Diare Osmotik
• Intoleransi makanan• Waktu pengosongan lambung yang
cepat• Defisiensi enzim mis : Laktase• Laksan osmotik : Magnesium Sulfat
(Garam inggris)
Diare sekretorik• Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan
dan elektrolit. Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu :
• diare sekretorik aktif – Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran
(absorpsi) dari lumen usus ke dalam plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Sperti diketahui dinding usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim. Jadi dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan dimana aliran absorpsi selalu lebih banyak dari pada aliran sekresi.
• Diare sekretorik pasif – Disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena
terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.
Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit
• Diare jenis ini terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas vili mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air
Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik)
• Diare ini sering terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen dan hipertiroidisme.
Diare eksudatif
• Pada penyakit kolitif ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter, yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta mukus.
Berdasarkan ketonusan cairan
Dehidrasi IsotonisKehilangan air dan Na dalam proporsi yang sama (Na : 130 – 150 mEq/L)Merupakan dehidrasi yang terjadi karena diareTanda sangat cepat, haus ekstremitas dingin dan berkeringat, kesadaran menurun dan muncul gejala syok hipovolemik
Dehidrasi HipertonisTerdapat kekurangan cairan air dan Na tetapi proporsi kehilangan air lebih banyak (Na >150 mmol/L)Tanda anak sangat haus,iritabel
Dehidrasi HipotonisTerdapat kekurangan cairan air dan Na tetapi proporsi kehilangan Na lebih banyak (Na < 130 mmol/L)Tanda anak letargi, kejang
Penilaian dehiidrasi menurut WHO
Penilaian A B C
1. Ku
2. Mata 3. Air mata4. Mulut dan
lidah5. Rasa haus6. % kehilangan
BB
Baik, sadar
NormalAdaBasah
Minum biasa,tidak haus2 – 4 %
Gelisa,rewel
CekungTidak adaKering
Sangat haus5 – 10 %
Lesu,lunglai, tidak sadarSangat cekungTidak adaSangat kering
Malas minum,tidak bisa minum 10%
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat*
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Derajat dehidrasi
Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-sedang
Dehidrasi berat
• * > 2 detik• Pembacaan dilakukan dari kanan
ke kiri• Disebut dehidrasi berat, dehidrasi
ringan – sedang atau tidak ada dehidrasi bila dikolom masing – masing terdapat 2 tanda atau lebih
• Bayi dengan frekuensi B.A.B 5 - 6 x sehari tetapi konsistensi tinjanya baik, bukan diare
Penilaian secara klinik derajat dehidrasi
• Tanpa Dehidrasi (Text book lain :Dehidrasi ringan) : Kekurangan cairan 2 – 4 % dari BB (kg).
• Dehidrasi Ringan Sedang (Dehidrasi sedang) : Kekurangan cairan 5 – 10% dari berat badan (kg) = ± 75 cc
• Dehidrasi Berat : Kekurangan cairan > 10% dari berat badan (kg) = 100 cc/kg
Jenis dan Cara Pemberian air dan Elektrolit
• Fase Rehidrasi • Fase Pemeliharaan• Gembung krn hipokalemi
Fase Rehidrasi– Bertujuan mengganti air dan elektrolit
yang telah hilang atau dengan perkataan lain memberantas diare
– Cairan yang dapat diberikan : Oral (Oralit, ASI, Cairan rumah tangga seperti larutan garam gula, air tajin, dll) Intravena (pilihan utama :RL , kalau tdk ada diberikan Nacl 0.9% RL dengan Dekstrose 5% )
– Jumlah air dan elektrolit yang diberi pada fase rehidrasi bisa ditentukan berdasarkan :• Selisih berat badan sebelum diare dan
sewaktu diare/masuk rumah sakit• Penilaian secara klinik (tergantung derajat
dehidrasi)
Fase Pemeliharaan• Mencegah penderita yang telah mengalami
rehidrasi, jangan jatuh kembali ke dalam dehidrasi
• Jumlah cairan yang diberikan pada fase pemeliharaan adalah jumlah cairan yang terus hilang selama diare masih berlangsung (contunuing loss) ditambah dengan kebutuhan normal harian (normal loss)
• Continuing loss adalah jumlah cairan yang terus hilang selama mencret masih berlangsung. Paling baik diuukur dengan menampung tinja (cholera cot)
• Dapat memakai pedoman WHO yaitu :– Usia < 2 tahun : 50 – 100 cc/kali b.a.b atau 500
cc/hari– Usia 2 – 10 tahun : 100 – 200 cc/kali b.a.b atau 1000
cc/hari• Jumlah cairan normal dapat dihitung dengan
Holliday - Segar
Holiday segar/24 jam
• < 10 kg : 100 cc/kgbb• 10 – 20 : 1000cc + 50 cc x (BB-
10)• > 20 kg : 1500 cc + 20 cc x (BB –
20 )
Rencana Terapi A• Digunakan untuk tanpa dehidrasi• Tujuan : mencegah jangan timbul
dehidrasi• Tindakan yang dilakukan :
– Beri bayi lebih banyak minum dari biasa– Beri bayi makanan yang cukup, untuk mencegah
malnutrisi– Berikan Zinc 10 – 20 mg/hari selama 10 – 14 hari– Usia < 6 bulan = 10 mg sedangkan diatas 6 bulan 20
mg. Gunanya untuk mengurangi lama, berat dan episode diare
– Bayi dikirim ke rumah sakit bila :• Tidak sembuh dalam 3 hari• Diare bertambah• Sering muntah• Kelihatan sangat haus• Menjadi demam• Ada darah dalam tinja• Tidak mau minum atau makan
Plan AUmur Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB
< 12 bulan 50-100 ml
1 – 4 tahun 100 – 200 ml
5 tahun 200 – 300 ml
Dewasa 300 – 400 ml
Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap bab
< 2 tahun 50 – 100 cc/kali b.a.b
> 2 tahun 100 – 200 cc/kali b.a.b
Rencana Terapi B• Tujuan mengobati dehidrasi ringan
sedang• Tindakan yang dilakukan:
– Rehidrasi dengan oralit sebanyak 50 – 100 cc/kgBB (± 75cc/kgBB) dalam masa 4 jam
– Pemberian dengan sendok atau pipet jangan dengan botol susu
– CthI tiap 1 – 2 menit– Bila bayi muntah, tunggu 10 menit
dan beri oralit lebih lambat 2 – 3 menit
• Setelah dehidrasi hilang pindah ke plan A untuk mencegah dehidrasi
Lanjutan Rencana Terapi B
• Tindakan lanjutan :– Bila ada sembab mata, oralit distop
dan diganti dengan ASI atau air putih– Bila setelah 4 jam timbul tanda –
tanda dehidrasi berat, bayi harus dihidrasi secara iv
– Bila setelah 4 jam, masih ada tanda – tanda dehidrasi ringan – sedang ulangi pemberian oralit seperti di atas.
Rencana Terapi C• Tujuan : mengobati dehidrasi berat• Rehidrasi dengan RL IV = 100
cc/kgBB/3-6 jam.– < 1 tahun : 30 cc/kgBB/1 jam + 70
cc/kgbb/5 jam– > 1 tahun : 30 cc/kgBB/30 menit + 70
cc/kgBB/2 ½ jam• Setelah 3 – 6 jam nilai kembali :• Tidak dehidrasi Plan A• DRS Plan B• Dehidrasi Berat C
Antimikroba yang Dianjurkan
• Diberi utk kolera, disentri basiler, amubiasis dan giardiasis ataupun ada penyakit penyerta (Sepsis, pneumonia dll)
• Kolera – Tetrasiklin 12.5 mg/kg, 4 x sehari selama 3 hari
• Disentri Basiler– Ciprofloksasin 15 mg/kgbb, 2x sehari selama 3
hari– WHO menganjurkan cipro krn byk daerah yang
sudah resisiten dgn terapi standar seperti Kotri, amok, kloram, dll
– Tdk boleh diberikan pada anak < 12 tahun dan bumil
• Amubiasis– Metro 10 mg/kgbb, 3x sehari selama 5 hari (10 hari
kalau penyakit berat)• Giardiasis
– Metro 5 mg/kgbb, 3 x sehari selama 5 hari
Giardiasis• E/ : Gardia Lamblia• Siklus hidupnya terdiri dari 2
bentuk :• Trofozoit
– Tampak dari depan Seperti buah pir (pear Shaped)
– Dari samping menyerupai sendok– Mempunyai nukleus berpasangan dengan
kromosom sentral di tengahnya, sehingga tampak seperti kacamata (Spectacled apperance) dan mempunyai 4 pasang flagel
• Kista– Bentuk yang paling sering di tinja, bentuk oval,
lebih kecil daripada tropozoid
Manifestasi klinik
• Asimtomatis• Diare Akut
– Diare, berbau, mual, distensi abdomen, flatulen, tidak demam, tidak ada darah dalam tinja
• Diare Kronik– Nyeri dan distensi abdomen, tinja
berlendir dan berbau, penurunan berat badan
• Bertambahnya ekskresi lemak pada feses, penurunan karoten serum, absorpsi xilose yang abnormal dan gambaran malabsorpsi pada pemeriksaan radiologik sering tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis
• Intoleransi karbohidrat terjadi karena defisiensi laktase
• Giardiasis kronik dapat timbul malabsorpsi lemak, karbohidrat, vitamin B12, Asam folat dan vitamin A
Diagnosis• Diagnosis Pasti dengan pemeriksaan
feses pada sediaan basah, ditemukannya Trofozoit dalam feses yang cair
• Entero test yakni metode pengambilan sampel mukus duodenum yang dapat memberikan jawaban tersangka kuat Giardiasis, mempunyai sensitivitas lebih besar dibandingkan dengan pemeriksaan feses namun penatalaksannanya belum terstandarisasi
• Biopsi Jejenum dengan cara endoskopi atau kapsul Crosby kugler merupakan diagnostik yang paling sensitif tetapi yang paling mahal dan jarang tersedia
Pengobatan• DOC : Metro dengan alternatif Furazolidon
dan quinakrin• Metro (Nitronidazol) 10 – 15 mg/KgBB/hari
(maks 75) per oral, dibagi 3 dosis, selama 5 – 10 hari
• Furazolidon 5 – 8 mg/kgBB/hari (maksimum 400 mg) per oral, dibagi 4 dosis, selama 10 hari. Jangan diberikan pada bayi < 1 bulan karena dapat menyebabkan anemia hemolitik. Terdapat dalam bentuk suspensi 50 mg/15 ml dan tab 100 mg
• Inakrin : 6 mg/kgBB/hari (maksimal 300 mg) diberikan per oral, dibagi 3 dosis selama 7 – 10 hari
Disentri
• Membedakan disentri amuba dengan disentri basiler (Shigelosis) secara klinis pada amubiasis gejala umum sering tidak ada, sering tidak ditemukan demam
Amubiasis
• Terjadi dalam 2 minggu infeksi atau tertunda selama beberapa bulan
• Timbulnya penyakit perlahan – lahan denga rasa nyeri (kolik) pada abdomen dan pergerakan usus yang sering (6-8 pergerakan/24 jam)
• Sering disertai tenesmus• Fese berdarah dan mukos dengan
beberapa leukosit• Pada 1/3 kasus menyerupai disentri
basiler ditandai dengan demam tinggi, mengigil dan diare berat
Diagnosis
• Diagnosis pasti ditentukan dengan adanya trofozoit atau kista di dalam feses atau trofozoit di dalam pus hasil aspirasi atau dalam sedimen jaringan. TRPMED hl 442
Pengobatan• Infeksi Usus Asimtomatis
– Diloksanid furoat (furamid) 7 – 10 mg/kgbb/hr selama 3 dosis atau iodokuinol (diiodohidroksi kuinin) 10 mg/kgbb 3 dosis selama 7 – 10 hr
• Infeksi Usus Ringan Sampai Sedang– Metro 15 mg/kgbb dalm 3 dosis,
selama 10 hari• Infeksi Usus Berat dan Abses
Amuba Hati– Metro 50 mg/kgbb/hr dalam 3 dosis,
per oral atau iv, selama 10 hr, atau dehidroemetin 0.5 – 1 mg/kgbb/hr dlm 2 dosis im selama 5 hari, mak 90 mg/hr
Shigelosis• Khas adalah nyeri abdomen berat,
demam tinggi, muntah, anoreksia, toksisitas menyeluruh, mendadak ingin buang air besar, dan terjadi nyeri defekasi
• Diare berair dan banyak mulanya, berkembang menjadi sering sedikit - sedikit, tinja lendir dan darah
• Tanda2 neurologis : kejang, nyeri kepala, lesu, bigung, kaku kuduk, atau halusinasi mungkin ada sebelum atau sesudah diare
• PF : Kembung, nyeri, suara usus hiperaktif, dan nyeri rektum pada pemeiksaan digital. Nelson 974 -5
Diagnosis
• Adanya leukosit di tinja dan adanya leukositosis darah perifer dengan pergeseran ke kiri (netrophil pita lbh byk dari segmen)
• Pemeriksaan tinja didapatkan basil atau biakan
• Bauer membuat diagnosis denga pemeriksaan tinja yang diwarnai eosin, bila ditemukan leukosit serta eritrosit > 5/LPB maka ini sangat menyokong dx
Daftar Pustaka Diare
• Sinuhaji, Atan Baas. Prof. dr. SpA(K). (2010).All About Pediatric dan Obgyn. IDI Medan
• Suraatmaja, Sudaryat. Prof. dr. SpA(K). Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto
• TROPMED ANAK UI
Terapi Malaria pada anak
• Untuk pemakaian obat golongan artemisin harus dibuktikan malaria positif, sedangkan bila hanya klinis malaria digunakan obat non – ACT
• Pengobatan malaria dibagi atas malaria ringan (tanpa komplikasi) dan malaria berat disertai Komplikasi
Malaria Ringan• Klorokuin basa diberikan total 25 mg/kgbb selama 3 hr.
– Hr I : 10 mg/kgbb (maksimal 600 mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan 10 mg/kgbb (mak 600 mg basa) dan 5 mg/kgbb pada 24 jam (mak 300 mg) atau
– Hr I dan II 10 mg/kgbb dan hr ke III 5 mg/kgbb– Pada malaria tropikana ditambahkan primakuin 0.75
mg/kgbb, 1 hari. Pada malaria tersiana ditambahkan primakuin 0.25 mg/kgbb, 14 hr
• Bila dengan terapi diatas, pada hr ke IV masih demam atau hr VIII masih dijumpai parasit dalam darah diberikan :– Kina Sulfat 30 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis, selama 7 hari
atau– Fansidar atau suldox dengan dasar piritamin 1 – 1.5 mg/kgbb
atau sulfadoksin 20 – 30 mg/kgbb single dose (usia diatas 6 bulan). Obat ini tidak digunakan pada malaria tertiana
• Bila dengan pengobatan diatas pada hari ke IV masih demam atau hari ke VIII masih dijumpai parasit diberikan :– Tetrasiklin HCL 50 mg/kgbb/x, sehari 4 x selama 7 hr +
fansidar/suldox bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2a– Tetrasikin HCL+ Kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat
pengobatan butir 2b. Dosis kina dan Fansidar/Suldox sesuai butir 2a dan 2b (tera diberi hanya pada umur 8 thn atau lebih)
Artemisin Based Combination Therapy
(ACT)• Yang tersedia di Indonesia adalah
kombinasi Artesunat + Amodiakuin dengan nama dagang Artesdiaquine atau Artesumoon
• Dosis Artesdiaquine merupakan gabungan artesunat 2 mg/kgbb sekali sehari selama 3 hari, utk hr I diberi 2 dosis dan Amodiakuin Hr I dan II 10 mg/kgbb dan Hr III 5 mg/kgbb
Malaria Berat• Kina (Koina Hcl/ Kinin Antipirin)
– Dosis 10 mg/kgbb/x dilarutkan dalam 100 – 200 ml infus Nacl fis, atau cairan 2a atau dex 5% dan diberikan selama 4 jam, 3 kali sehari selama pasien belum sadar (mak 3 hr), bila pasien telah sadar (walupun blm 3 hr) kina dilanjutkan per oral hingga total iv + oral selama 7 hr. Kl tak dapat diberikan secara iv, maka dapat diberikan secara im berupa kina HCL atau kina antipirin dengan pengenceran 4x lipat pada paha kiri dan kanan
• Kinidin– Diberikan bila tidak tersedia kina, dengan cara
pemberian sama dengan kina tetapi dosisnya adalah 7.5 mg basa/kgbb/x
• Derivat Artemisin– Artesunat
• Diberikan iv atau im dengan dosis 2.4 mg/kgbb/x selama 3 hari. Hr I 2 dosis, selanjutnya diberi oral 2 mg/kgbb/hari sekali sehari sampai total 7 hari utk seluruh pengobatan.
• Dapat dikombinasikan denagn tetrasiklin/doksisiklin selama 7 hari untuk anak > 7 tahun atau dengan klindamisin 5 mg/kgbb selama 7 hari
– Artemeter• Artemeter dalam larutan minyak diberi
im. Dosis 1.6 mg/kgbb sehari selama 6 hari, untuk hari pertama diberi 2 dosis
Kejang Demam• Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
• KD terjadi pada 2 – 4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun
• Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya Infeksi SSP, atau Epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam
• Kejang disertai demam pada bayi kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam
• Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam
Klasifikasi
• Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)– Kejang < 15 menit– Kejang umum tonik dan atau klonik– Kejang tidak berulang dalam 24 jam– KDS merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam• Kejang Demam Kompleks (Complex
Febrile Seizure)– Kejang lama > 15 menit– Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang parsial– Berulang atau lebih dari1 kali dalam 24
jam
Lab
• Tidak rutin dilakukan• Hanya utk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalna gsatroenteritis dehidrasi disertai demam
• Cek Darah perifer, Elektrolit, gula darah
Faktor Resiko Berulangnya KD
• Riwayat KD dalam keluarga• Usia kurang dari 12 bulan• Temperatur yang rendah saat
kejang• Cepatnya kejang setelah demam
Faktor Resiko terjadinya Epilepsi• Kelainan neurologis atau
perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
• KDK• Riwayat Epilepsi pada orangtua
atau saudara kandung– Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada KD
Konsensus Penatalaksanaan KD
Pemberian Obat saat Demam
• Antipiretik– PCT 10 – 15 mg/x sampai 4 x tidak
boleh lebih 5 kali– Ibuprofen 5 – 10 mg/kg/x, 3 – 4 x
sehari• Antikonvulsan
– Diazepam oral dosis 0.3 mg/kg setiap 8 jam
– Atau Diazepam rektal 0.5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu < 38.5 oC. Dosis tsb dapat menyebabkan ataksia, iritabel atau sedasi
Pemberian Pengobatan Rumatan
• Kejang lama > 15 menit• Adanya kelainan neurologis yang nyata
sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi Mental, Hidrosefalus
• Kejang fokal• Obat pilihan Valproat acid 15 – 40
mg/kg/hari dalam 2 – 3 dosis. Fenobarbital 3 – 4 mg/kg per hari dalam 1 – 2 dosis
• Lama Pengobatan1 tahun sampai bebas kejang, kemudian dihentikan bertahap selama 1 – 2 bulan
APGAR SCOREKlinis 0 1 2
Detak Jantung Tidak ada < 100/menit 100/menit
Pernapasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat
Refleks waktu jalan napas dibersihkan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Tonus Tidak ada Fleksi ekstremitas (lemas)
Fleksi kuat gerak aktif
Warna Kulit Tidak ada Tubuh merah ekstremitas biru
Merah seluruh tubuh
Interpretasi
• 0 – 3 Asfiksia berat• 4 – 7 Asfiksia sedang• 7 – 10 Normal• Bila skor APGAR 5 menit masih
kurang dari 7, penilaian dilanjutkan setiap 5 menit, sampai skor mencapai 7
Refluks Gastro Esofageal (RGE)
• Adalah suatu keadaan dimana terjadi disfungsi sfinger esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi isi lambung kedalam esofagus.
• Gejala klinis:– Muntah tidak proyektil(bila bayi ditidurkan setelah
diberi makan)– Inf. Paru berulang tanpa adanya gejala muntah yang
menonjol– Bila pH isi almbung < 4 sering terjadi esofagitis,
kemudian menimbulkan striktura dengan gejala disfagia, atau perdarahan pada esofagus (muntahan berisi darah)
– Gagal tumbuh kembang(failure to thrive)– Perdarahan pada mukosa esofagus bagian distal terjadi
karena asam lambung– Pada RGE berat sering terjadi gerakan mengangguk
(head cocking), anemia def. Fe (sindroma sandifer)
Kriteria Untuk Menguatkan Hubungan RGE Dengan Penyakit Paru
• Adanya serangan apnea• Pneumonia berulang• Batuk pada malam hari• Wheezing berulang• Muntah sering pada malam hari
Pemeriksaan Penunjang
• Flouroskopi• Memeriksa pH esofagus• Radio Nuclide Gastro Esofagosgrafi• Biopsi esofagus• Keterlambatan waktu
pengosongan lambung
DD
• Hiatus Hernia• Akhalasia• Stenosis Pilorus Hipertrofi
Kongenital• Obstruksi/Atresia Duodenum• Mekonium Ileus
Penanganan• Non Farmakologi:• ASI dan Susu Formula
– Cara memberinya : – Bayi hanya menetek pada satu payudara sampai habis– Biarkan bayi terus mengisap (Walo payudara telah kosong)
sampai bayi tertidur. Selama bayi menghisap, gerakan lidah merupakan trigger untuk kontraksi lambung sehingga reflux tdk terjadi
– Setelah menyusui, bayi jangan langsung ditidurkan. Bayi baru ditidurkan dengan posisi kepala lebih tinggi dan miring ke sebelah kiri, paling cepat ½ jam setelah menyusu
• Farmakologi– Umur 6 minggu – 6 bulan : Ranitidin 5 mg/kgbb, 2 x sehari diberi
2 jam setelah makan karena makanan dapat mensupresi asam diatas 4 selama ± 2 jam
– 6 bulan – 13 tahun 8 mg/kg/hari– PPI : Omeprasol 0.7 – 3.5 mg/kg/hari selama 8 minggu, Lanso
1.3 – 1.5 mg/kgbb/hr selama 12 minggu
Hiatus Hernia• Adalah suatu kelainan yang terjadi sejak masa
janin, dimana terjadi insufisiensi kardia(inkompotensi kardia)
• Gejala :– Muntah bercampur lendir keputihan, kadang
bercampur darah– Muntah tidak eksplosif walopun dapat terjadi muntah
terus menerus– Tidak ditemukan pemebsaran perut, dan pola
defekasi normal– Dx pasti: secara radiologis yi memasukkan kontras
dari esofagus ke dalam gaster• Terapi :konservatif;
– Menjaga posisi bayi selalu dalam keadaan setengah duduk
– Pemberian antasida dan juga pemberian makanan padat
– Bila konservatif gagal dan ditemukan gangguan tum-bang-> op.(gastrospeksi dan fundoplikasi)
Akhalasia
• Adalah suatu keadaan dimana relaksasi sfingter esofagus bagian bawah (terminal) pada waktu menelan berkurang, mengakibatkan obstruksi relatif yang akan diperburuk dengan berkurangnya gelombang – gelombang peristaltik di dalam esofagus
• Etiol : blm diketahui. Pada dewasa diperkirakan karena trauma dan psikis
Gejala Klinis
• Kesulitan menelan• Muntah susu setelah minum• Batuk – batuk akibat aspirasi cairan ke
trakea• Pneumonia aspirasi• Gagal tumbuh• Anak lebih besar mengeluhkan adanya
nyeri dada dan rasa panas• Swenson menjelaskan adanya partikel
makanan pada bantal anak – anak pada pagi hari bisa memberi petunjuk adanya akhalasia
Dx• Anamnesa• Barium per oral
– Adanya dilatasi esofagus bagian atas dan pengecilan esofagus bagian bawah berupa garis sebelum menembus diafragma
• Foto thoraks– Dilatasi esofagus dengan adanya batas udara - cairan
• Endoskopi– Bermanfaat untuk menyingkirkan keganasan yang
mendasari, tetapi hanya terbatas memberi informasi ttg motilitas esofagus
• Manometri esofageal (Cara terbaik)– Gagal relaksasi spinkter esofagus bagian bawah dan
peningkatan spinkter oleh karena tidak adanya peristaltik esofagus
Penatalaksanaan
• Pada anak tidak dianjurkan dilatasi pneumatik karena perlu dikerjakan berulang – ulang dalam narkose umum dan sering terjadi perforasi total.
• Kardiomiotomi cara Heller
Stenosis Piloris Hipertropi kongenital
• Adalah hipertropi dari otot sirkuler pilorus yang menyebabkan obstruksi kanalis pilorus
• Muntah proyekti seperti kopi tanpa ada garam empedu
• Setelah muntah biasanya lapar dan mau makan lagi
• Dehidrasi (+)• Patognomonis adalah teraba masa yang mobil
di pilorus seperti buah zaitu pada saat ada peristaltik lambung dari kiri atas abdomen ke arah kanan atas, yang biasanya terjadi segera setelah pemberian makanan atau tepat sebelum muntah terjadi
Dx• Anamnesa• USG untuk melihat penebalan (> 4 mm) dan
pemanjangan > 19 mm dari otot pilorus• Barium per oral dengan temuan karakteristik
berupa pemanjangan dan penyempitan kanalis pilorus serta blok parsial kanalis oleh penebalan mukosa, atau tampak kontras tipis melalui kanalis pilorus membentuk gambaran seperti buntut tikus, atau “string sign” ditambah gambaran seperti payung akibat lengkungan kontras di duodenum dengan masa otot di pilorus
Penatalaksanaan• Piloromiotomi secara Fredert –
Ramstedt bila status hidrasi baik, tanpa gangguan metabolik dan elektrolit
• Bila operasi tidak mungkin dilakukan, penderita diberi makan sedikit – sedikit tapi sering serta dikentalkan dengan padi – padian, posisi ½ duduk selama ± 1 jam setelah makan, sedatif, antikolinergik dan cairan parenteral sesuai kebutuhan
Trisomi 21 (Sindrom Down)• Fisura palpebra miring ke atas (upslanting
palpebral fissure)• Hidung pesek• Hipotonia• Kulit leher longgar• Oksiput datar (brakisefalia)• Garis simian• Kelingking bengkok (Klinodaktil)• Jarak yang lebar antara jari kaki 1 dan 2• Retardasi mental merupakan komplikasi yang
serius, IQ biasanya kurang < 50%• Penderita laki – laki jarang mendapatkan
keturunan namun penderita wanita (+) dengan kejadian ulang 50%
DOWN SYNDROME
Trisomi 18 (Sindrom Edward)• Lebih banyak bayi perempuan karena
abortus lebih banyak pada bayi laki – laki
• BBLR• Oksiput Prominen• Dagu kecil• Telinga abnormal dan letak rendah• Tangan mengepal dengan ibu jari
menumpang pada jari ketiga dan kelingking menumpang pada jari ke 4 (clenched hands)
• Rockerbottom feet• Sternum pendek
Trisomi 18
Trisomi 13 (Sindrome patau)
• Hipotelorisme• Holoprosensefali• Mikroftalmia• Celah bibir Dan langit – langit• Telin ga abnormal• Defek pada kulit kepala• Kulit longgar pada tengkuk• Clenched hand• Garis Simian• Polidaktil• Tumit prominen
Patau Sindrome
Sindrome Turner (45,x)
• Gambaran kulit berlebih pada leher
• Limfedema perifer• Tubuh pendek• Amenoroe primer• Dada lebar dengan kesan jarak
antara putting susu lebar
Sindrom Turner
sindrom klinefelter• Sindrom Klinefelter adalah kelainan
genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh kelebihan kromosom.
• Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY.
• Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa Ginekomastia
Gejala Klinis• cenderung memiliki kecerdasan
intelektual IQ di bawah rata-rata anak normal
• kepribadian yang kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level rata-rata (hipoaktivitas). Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi autisme.
• Testis yang kecil dan aspermatogenesis (kegagalan memproduksi sperma)
Klinifelter Syndrome
Termoregulasi• Kemampuan untuk menyeimbangkan antara
produksi panas dan hilangnya panas dalam rangka menjaga suhu tubuh dalam keadaan normal, kemampuan ini sangatlah terbatas pada BBL
• Suhu normal BBL 36.0 – 36.5 0 C. Suhu basal tubuh (rektal) antara 36.5 – 37.5 o C Suhu aksilar bisa 0.5 – 1.0 o C lebih rendah dari suhu rektal. Suhu tubuh normal terjadi jika ada keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas
• Hipotermia pada BBL adalah suhu dibawah 36.5 oC :– Hipotermia Ringan (Cold Stress) yaitu suhu antara 36 –
36.5 o C– Hipotermia sedang yaitu suhu antara 32 – 36 o C– Hipotermia Berat yaitu suhu < 32 o C
• Hipertermia : > 37.5 o C, hal ini akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi, peningkatan rata – rata metabolisme tubuh dan peningkatan kehilangan cairan tubuh
Hipotermia• Akral dingin• Bayi tidak mau minum• Kurang aktif• Kutis Marmorata• Pucat• Takipnoe atau Takikardia• Hipotermi berkepanjangan akan menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksingen, distress respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, GGA, Enterokolitis Nekrotikan, bila berat menyebabkan kematian
Anamnesa Pemeriksaan Klasifikasi
•Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah •Waktu timbulnya kurang dari 2 hari
•Suhu tubuh 32 o C – 36.4 oC•Gangguan napas•HR < 100x/I•Malas minum•Letargi
Hipotermi sedang
•Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah•Waktu timbulnya kurang dari 2 hari
•Suhu tubuh < 32 o C•Tanda hipotermia sedang•Kulit teraba keras•Napas pelan dan dalam
Hipotermia berat
Tidak terpapar dengan dingin atau panas yang berlebihan
•Suhu tubuh berfluktuasi antara 36 – 39 o C meskipun berada di suhu lingkungan yang stabil•Fluktuasi terjadi sesudah periode suhu stabil
Suhu tubuh tidak stabil (pertimbangkan dugaan sepsis)
Bayi berada dilingkungan yang sangat panas, terpapar sinar matahari, berada di dalam inkubator, atau dibawah pemancar panas.
•Suhu tubuh > 37.5oC•Tanda dehidrasi (elastisitas kulit turun, mata, dan UUB cekung, lidah dan membran mukosa kering)•Malas minum•RR> 60 X/I, HR > 160 x/I, Letragi dan Iritabel
Hipertermia
• Diagnosa cetak tebal + cetak miring
Asfiksia dan Resusitasi BBL
• APGAR SKORE
• 0-3 asfiksia berat. 4 – 7 asfiksia sedang. 7 – 10 normal
Klinis 0 1 2
Detak jantung
Tidak ada < 100/i >100/i
Pernapasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat
Refleks waktu jalan napas diberikan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Tonus Lunglai Fleksi ekstemitas(lemas)
Fleksi kuat gerak aktif
Warna kulit Biru/pucat Tubuh merah,ekst. Biru
Merah seluruh tubuh
Langkah Awal Resusitasi• Memberikan kehangatan• Memposisikan bayi dan
membuka/membersihkan jalan napas
• Mengeringkan, sambil merangsang• Memposisikan kembali• Menilai bayi
Memberikan kehangatan• Untuk menghindari hipotermia
dilakukan dengan cara meletakkan bayi di atas meja resusitasi di bawah pemancar panas
• Tempat ini harus dihangatkan sebelumnya
• Setelah membuka jalan napas dengan mengisap lendir, upaya mencegah kehilangan panas dilanjutkan dengan mengeringkan bayi lalu menyingkirkan kain basah dan membungkus bayi dengan kain/ selimut yang hangat
Meletakkkan bayi pada posisi yang benar
• BBL harus diletakkan terlentang ddengan kepala pada posisi menghidu atau sedikit ekstensi
• Bila usaha pernapasan ada tetapi tidak menghasilkan ventilasi efektif (frekuensi denyut jantung tidak meningkat lebih dari 100x/i), jalan napas mungkin tersumbat dan posisi kepala harus diperbaiki
Mengisap Mulut dan faring
• Bila terdapat sekret menyumbat napas, sekret dapat dibersihkan dengan kateter pengisap yang mempunyai lubang besar (no. 10 – 12 F)
Stimulus taktil
• Pengeringan dan perangsangan sekaligus merupakan intervensi penilaian dan resusitasi.
• Rangsangan taktil : menepuk/menjentik telapak kaki dengan hati – hati, menggosok punggung atau perut
Penilaian• Setelah langkah awal selesai
dilakukan dan bayi sudah diposisikan kembali, dilakukan penilaian pernapasan, frekuensi jantung, dan warna kulit.
• Bila bayi apnu atau mengap – mengap atau HR < 100 x/I, lakukan ventilasi tekanan posistif
Ventilasi positif
• Indikasi : Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan posistif harus dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak adekuat, dan/atau frekuensi jantung memadai tetapi sianosis sentral, bayi diberi oksingen aliran bebas. Bila setelah ini bayi tetap sianosis, dapat dicoba melakukan ventilasi positif
• Ventilasi positif selama 30 detik sebanyak 20 – 30 x, fase ekspirasi lebih lama dari fase inspirasi
• Bila HR < 60 x/I resusitasi dilanjutkan dengan kompresi dada dan ventilasi tekanan positif tetap dilanjutkan secara koordinasi
• Bila HR > 60 x/I, hentikan kompresi dada dan ventilasi positif dilanjutkan sampai HR > 100 x/I atau lebih dan bayi bernapas spontan
Kompresi Dada • Indikasi :• Bila HR < 60 x/I walaupun sudah
dilakukan ventilasi positif yang efektif dengan oksingen tambahan selama 30 detik
• Kompresi dada dan ventilasi harus dilakukan secara sinkron dengan ratio 3 : 1 yaitu 90 kompresi dan inflasi untuk mencapai 120 kegiatan tiap satu menit
Kwashiorkor• Energi cukup namun kekurangan protein
Ingat Kuah• Penampilan seperti anak yang gemuk (suger
baby)• Edema →kata kunci (tu pd dorsum pedis)• Atrofi otot• Ggn. Sistem gastrointestinal• Perubahan rambut→signa de bendera• Perubahan kulit→crazy pavement
dermatosis(bercak muda yang meluas dan berubah warna→coklat kehitaman dan terkelupas
• Pembesaran hati• Anemia
Marasmus• Penampakan wajah spt org lanjut usia (Old
man face)• Perubahan mental• Kulit kering, dingin dan mengendur• Rambut kering, tipis dan mudah rontok• Lemak subkutan menghilang sehingga turgor
kulit berkurang• Otot mengalami atrofi sehingga tlg terlihat
jelas (tlg terbungkus kulit)• Sering diare atau konstipasi• Kadang tdp bradikari• Tekanan darah <<< dibanding anak sebaya• Kdng frek. Pernapasan menurun• Perut cekung
Maramus – kwashiorkor• Gejala menunjukan kombinasi
campuran dari jenis marasmik dan kwashiorkor
10 langkah penting yaitu1. Atasi/cegah hipoglikemia2. Atasi/cegah hipotermia3. Atasi/cegah dehidrasi4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit5. Obati/cegah infeksi6. Mulai pemberian makanan7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)8. Koreksi defisiensi nutrien mikro9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan
emosi/mental10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Kebutuhan Gizi Menurut fase Pemberian Makanan
Zat gizi Stabilisasi Fase transisi
rehabilitas
1. Energi
100 kkal/kgbb/hr
150kkal/kgbb/hr
150-200 kkal/kgbb/hr
2. Protein
1-1.5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr
4-6 g /kgbb/hr
3. Cairan
130 ML/kgbb/hrAtau 100 ML/kgbb→bila edema
150 ml/kgbb/hr
150-200ml/kgbb/hr
Dosis dan Cara Pemberian kapsul Vit. A dosis tunggal
Kel. Sasaran
Dosis Pemberian (x/thn)
Ket.
Anak balita
200.000 S1
2 Februari dan agustus
Ibu nifas
200.000 S1
1
Morbili• Sinonim : Campak, Measles dan
Rubeola• Etiologi : Virus campak• Gambaran patologi yang
karekteristik ialah distribusi yang luas dari multinucleated giant cell akibat fusi sel – sel
• Termasuk penyakit self limiting disease
Manifestasi Klinik• 3 stadium :• Stadium Kataral (Prodormal)
– Berlangsung 4 -5 hr. Gejala menyerupai influenza. Gejala khas (patognomonik); bercak koplik menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam setelah sebelum timbul enantema.
– Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum, dikelilingi o/ eritema dan berlokasi di mukosa bukalis berhadapan dgn molar bawah
• Stadium erupsi – Ruam eritematosa berbentuk makula-papula disertai meningkatnya
suhu– Ruam mula-mula timbul di belakang telinga, bagian atas lateral
tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Ruam mencapai anggota bawah pd hr ketiga dan menghilang sesuai ururtan terjadinya
– Pembesaran KGB mandibula dan leher bagian belakang, spelomegali, diare dan muntah
– Variasi lain adalah black measles, yi morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus disgestivus.
• Std konvalensi– Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lbh tua
(hiperpigmentasi)yang lama kelamaan akan hilang sendiri– Patognomonik : bekas hiperpigmentasi dan bersisik– Suhu me ↙ sampai normal kec. Bila ada komplikasi
Pengobatan• Merupakan suatu penyakit self limiting
sehingga pengobatannya hanya bersifat simtomatis, yaitu :– Memperbaiki KU– Antipiretika bila suhu tubuh tinggi (PCT 10 -15
mg/kgbb)– Sedativum– Obat batuk– Vitamin A :
• < 6 bulan : 50.000 IU/hari ≥ 2 hari• 6 – 11 bulan : 100.000 IU/hari ≥ 2 hari• > 12 bulan : 200.000 IU/hari ≥ 2 hari
– Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder
– K.S dosis tinggi bila mengalami ensefalitis, berikan hidrokortison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari dan prednisolon 2 mg/kgbb selama 1 minggu
Indikasi Masuk Rumah Sakit yang Dianjurkan
• Bercak/eksantema merah kehitaman yang menimbulkan deskuamasi dengan skuama yang lebar dan tebal
• Suara parau, terutama disertai tanda penyumbatan seperti laringitis dan pneumonia
• Dehidrasi berat• Kejang dengan kesadaran menurun• PEM berat
Pencegahan• Imunisasi pasif diberi umur 9 bulan tetapi ada ahli
yang berpendapat memberikan booster pada usia 15 bulan (MMR), cakupan imunitas > 90%
• Vaksin campak tidak boleh diberikan bila :– Menderita infeksi saluran napas akut atau infeksi akut
lainnya yang disertai dengan demam > 38 o C– Riwayat kejang demam– Defisiensi imunologik– Sedang mendapat pengobatan KS dan imunosupresif
• E. S Imunisasi :– Hiperpireksi– Gejala Infeksi saluran pernapasan bagian atas– Morbili form rash– Kejang demam– Ensefalitis– Demam
Rubella (German Measles)• Etiologi RNA virus, genus Rubivirus.• Transmisi melalui droplet• Manifestasi klinis :
– M.I : 14 – 21 hari– Masa Prodormal
• Pada anak Erupsi biasanya timbul tanpa ada gejala prodormal• Forschheimer spot yaitu makula atau petekia pada palatum
molle, bisa saling merengkuh sampai seluruh permukaan faucia
• Pembesaran KGB bisa timbul 5 – 7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai kelenjar suboksipital, postaurikuler dan servikal, dan disertai nyeri tekan
– Masa Eksantema• Eksantema mulai retroaurikluer atau pada muka dengan cepat
meluas secara kraniokaudal ke bagian tubuh yang lain dari tubuh
• Hr kedua eksantema di wajah hilang, diikuti hari ke-3 di tubuh dan hari ke- 4 di anggota gerak
Eksantema Subitum
• Sinonim : Roseola infantum, Sixth disease, the rose rash of infants dan pseudorubella
• Etiologi HHV – 6 (human herpesvirus 6)
• Manifetasi kllinik :• Demam tinggi sampai 39.4 o C –
41.2 o C• Limfadenopati servikal tetapi yang
apling utama adalah munculnya limfadenopatib di oksipital posterior pada 3 hari pertama infeksi, disertai eksantema (Nagayana’s spots) pada palatum molle dan uvula
Dx• Demam menurun pada hari ke 3 – 4,
saat temperatur kembali normal, timbul erupsi makula dan makulopapular di seluruh tubuh
• Ruam dimulai dari dada yang menyebar ke lengan dan leher serta sedikit mengenai muka dan kaki
• Lab : Leukositosis• Terapi : simtomatis
Varisela Anak
• Asiklovir 80 mg/kgbb/hari per oral, terbagi dalam 5 dosis selama 5 hari atau 500 mg/m2 IV tiap 8 jam selama 7 hari
• Dan vidarabin 10 mg/kgbb selama 5 hari
• Anak yang mendapat terapi asiklovir disarankan harus mendapat cukup hidrasi karena asiklovir dapat mengkristal pada tubulus renal bila diberikan pada individu yang dehidrasi
Parotitis Epidemika• Sinonim : (GONDONG, MUMPS) • Peningkatan enzim amilase serum• DEF :
– Peny. Akut, menular dengan gejala khas pembesaran kel. Ludah terutama kel. Parotis
• Etiologi :– Paromyxovirus– Penyebaran virus dgn kontak lgs, percikan ludah,
bahan muntah, mungkin dengan urin• Gx klinis ;
– Gejala prodormal 1 – 2 hr berupa demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot→pembengkakan nyeri spontan maupun pada perabaan, terlebih bila ,makan atau minum asam→khas
– Di daerah parotis, kulit tampak merah kecoklatan, nyeri pada tekanan, bagian bawah daun telinga terangkat ke atas.
– Kadang-kadang ada trimus dan disfagia, kel submandibularis dan sublingualis dpt teraba
Penatalaksanaan
• Terapi :– Simtomatik :
• Kompres demam atau dingin• Analgetik • Diet makan cair atau lunak tergantung
kemampuan menelan• K. steroid 2 – 4 hr• Gamma glubolin bila ada orkitis• PERMEN KARET
Demam Tifoid• Etiologi : Salmonella typhi• Bakteri gram (-), flagel (+), tidak membentuk
spora, fakultatif anaerob• Mempunyai antigen somatik (O), Flagelar
antigen (H) dan envelope antigen (K/Vi)• Diagnosa pasti ditegakkan melalui isolasi S.
typhi dari darah• Kultur Darah (+) pada hari minggu pertama
perjalanan penyakit• Biakan feses dan urine (+) biasanya pada
minggu kedua dan ketiga.• Sumsum tulang paling baik karena tidak
dipengaruhi waktu pengambilan ataupun pemberian antibiotika sebelumnya
Widal Test
• Titer O agllutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 x maka diagnosa tifoid dapat ditegakkan
• Aglutinin H banyak dikaitkan ddengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau
• Vi antigen dipakai untuk mendeteksi carier
Penatalaksanaan• DOC Chloramfenicol 100mg/kgbb/hari
dalam 4 x pemberian selama 10 – 14 hari atau sampai 5 – 7 hari setelah demam turun
• Bila disertai malnutrisi diperpanjang sampai 21 hari, 4 – 6 minggu untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis
• Ampisilin 200 mg/kgbb/hari dalam 4 hari IV
• Amok 100 mg/Kgbb dibagi dalam 4 kali per oral
• Tifoid berat (delirium, obtundasi, stupor, koma dan shock) dexa iv 3 mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam
Tatalaksana DBD ANAK• Etiologi : Virus dengue termasuk group B arthropo borne virus
(arbovirus), genus flavivirus dan mempunyai 4 serotipe yaitu DEN – 1, DEN – 2, DEN – 3 dan DEN – 4.
• Ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis.
• Patogenesis :– Hipotesis infeksi sekender– Hipotesis virulensi virus
• Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut terjadi :1. Aktivasi sitem komplemen sehingga dikeluarkan zat
anafilaktoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskulee ke ekstravaskuler (plasma leakage)
2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombosit menurun3. Kerusakan sel endotel pembuluh adrah yang
merangsang/mengaktivasi faktor pembekuan• Ketiga faktor tersebut menyebabkan :
– Peningkatan permeabiliats kapiler sehingga mengakibatkan perembesan plasma, hipovolemia dan syok
– Kelainan hemostasis sehingga menyebabkan perdarahan hebat
Spektrum Klinis Manifestasi Klinis
DD
• Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan leukopenia.• Dapat disertai trombositopenia.• Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.
DBD
• Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia dan nyeri perut.• Uji torniquet positif.• Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.• Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri.• Hepatomegali.• Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga peritoneal.• Trombositopenia.• Hemokonsentrasi.• Hari ke 4-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok
SSD
• Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).• Gejala syok : Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis. Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba. Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg. Akral dingin, capillary refill turun. Diuresis turun, hingga anuria.
• Keterangan tabel: – Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan
perdarahan terutama perdarahan GIT lebih dominan pada DBD.
– Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma yang mengakibatkan haemokonsentrasi, hipovolemia dan syok.
– Uji torniquet positif : terdapat 10 – 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1 inchi persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku (fossa cubiti).
• PEMERIKSAAN PENUNJANG– Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah :• Pemeriksaan darah perifer: Hb, leukosit dan
hitung jenis, hematokrit, dan trombosit.• Pada DBD berat/SSD : monitor hematokrit tiap 4-6
jam, trombosit, AGD, kadar elektrolit, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, protein serum, PT dan APTT.
DIAGNOSIS• Diagnosis DD ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang sesuai tabel 1, dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda perembesan plasma (hemokonsentrasi, hipovolemia, dan syok).
• Sedangkan diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO sebagai berikut:– Kriteria klinis
• Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
• Terdapat manifestasi perdarahan : uji torniquet positif, petekiae, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena.
• Hepatomegali.• Syok
– Kriteri laboratoris• Trombositopenia (trombosit =100.000 mm3)• Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit =20% menurut
standar umur dan jenis kelamin)• Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria : 2
kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Derajat DBD
Derajat Penyakit Kriteria
DBD derajat IDemam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji torniquet positif.
DBD derajat IISeperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
DBD derajat III
Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
DBD derajat IVSyok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah tidak dapat diukur.
KOMPLIKASI DBD
• Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah/lelah (fatigue) saat fase pemulihan.
• Komplikasi berat dapat terjadi pada DBD yaitu ensefalopati dengue, gagal ginjal akut, atau udem paru akut.
PENATALAKSANAAN• Demam Dengue
– Medikamentosa:• Antipiretik (apabila diperlukan) : paracetamol 10 – 15
mg/kg BB/kali, 3 kali/hari. Tidak dianjurkan pemberian asam asetilsalisilat/ibuprofen pada anak yang dicurigai DD/DBD.
– Edukasi orang tua:• Anjurkan anak tirah baring selama masih demam.• Bila perlu, anjurkan kompres air hangat.• Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, ASI, cairan
elektrolit, jus buah, atau sup. Tidak ada larangan konsumsi makanan tertentu.
• Monitor keadaan dan suhu anak dirumah, terutama selama 2 hari saat suhu turun. Pada fase demam, kita sulit membedakan antara DD dan DBD, sehingga orang tua perlu waspada.
• Segera bawa anak ke rumah sakit bila : anak gelisah, lemas, muntah terus menerus, tidak sadar, tangan/kaki teraba dingin, atau timbul perdarahan.
Kriteria Rawat Inap Dan Memulangkan
Kriteria rawat inap Kriteria memulangkan pasien
Ada kedaruratan:• Syok• Muntah terus menerus• Kejang• Kesadaran turun• Muntah darah• Berak hitamHematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali pemeriksaan berturut-turutHemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretikNafsu makan membaikSecara klinis tampak perbaikanHematokrit stabilTiga hari setelah syok teratasiTrombosit > 50.000/uLTidak dijumpai distres pernafasan
BRONKIOLITIS• Terjadi < 2 Tahun Dgn Insidensi Tertinggi 6 bulan• Etiologi : RSV (Respiratory Sintitial virus)• Gx klinis ;
– Didahului ISPA dgn batuk pilek– Tanpa demam atau hanya subfesis– Ekspirasi memanjang, mengi
• Terapi :– O2 1-2 L/i– IVFD
• Bronkiolitis community base– Ampi 100 mg/kgbb/hr dlm 4x pemberian– Kloramferikal 75 mg/kgbb/hr dalam 4 x pemberian
• Bronkiolitis hospital base– Sefo 100 mg/kgbb/hr →1x pemberian– Ami 10-15 mg/hr→2x pembrian
PNEUMONIA• TRIAS :
– Demam– Sesak (PCH)– Ronchi basah
• Kriteria WHO : Retraksi dan napas cepat (Kapsel 467)• Terapi :
– O2 1-2 L/i• Untuk kasus pneumonia community base;
– Ampi 100 mg/kgbb/hr 4 x pemberian– Kloramfenikel 75 mg/kgbb/hr dlm 4 x pemberian
• Utk kasus pneumonia hospital base– Sefotaksim 100 mg/kgbb/hr dlm 2x pemberian– Amikasin 10-15 mg/kgbb/hr dlm 2x pemberian
TUBERKULOSIS• Tanda /GX :
– GX umum/non spesifik TB anak adalah:• BB turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan
dengan penanganan gizi• Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik sec.
Adekuat(failure to thrive)• Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus,
malariaa atau inf sal. Nafas akut, dapat disertai keringat malam)• Pembesaran kel. Limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya
multipel• Batuk lama lebih dari 30 hari• Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
– Gejala spesifik sesuai organ terkena : TB kulit/skrufuloderma;TB tulang dan sendi(gibbus, pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala Iritabel, kaku kuduk, muntah, dan kesadaran menurun; TB mata(conjungtivitis fliktenularis, tuberkel, karoid,dll)
• Uji tuberkulin– Pembacaan setelah 48-72 jam– + > 10 mm– Meragukan 5 – 9 mm
• BCG
– (+) bila indurasi > 15 mm– Kontak erat dengan Pend. TB aktif->≥ 5
mm-> +– Anergi k/ keadaan inf. Berat, pemberian
imunosupresan, peny. Keganasan(leukimia), dapat pula o/ gibur, morbili, varisela dan peny. Inf. Lain
Sistem Scoring TbParameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga (BTA negatif atau tidak jelas)
BTA (+)
Uji tuberkulin
Negatif Positif (10 mm, atau = 5 mm pada keadaan imunosupresi
Berat badan/keadaan gizi
BB/TB < 90% atau BB/U < 80%
Klinis gizi buruk atau BB/TB < 70% atau BB/U < 60%
Demam tanpa sebab jelas
≥ 2 minggu
Batuk 3 minggu Pembesaran kelenjar limfe koli, aksila, inguinal
≥1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, tulang
Ada pembengkakan
Foto toraks Normal/kelainan tidak jelas
Gambaran sugestif TB *
Dx
• DidiagnosisTB bila jumlah skor >6 (skor maksimal 14
Kemoprofilaksis
• Primer : Uji tuberkulin (-) ,tetapi kontak dengan TB aktif. INH 5 – 10 mg/kgbb/hari selama 2 – 3 bulan
• Sekunder : Uji tuberkulin +, tanpa gx . klinis, Ro normal, tetapi memiliki resiko menjadi tB aktif. Mis ; k/ pengobatan K.steroid atau Imunosupresan, keganasan, virus HIV, Morbili, gibur, masa akil balik, inf. baru TB-> INH 5 - 10 mg/kgbb/hari selama 6 – 12 bulan
Terapi
• TB Paru : 2 RHZ + 4 RH• TB ekstra Pulmoner dan Milier : 2
RHZE + 10 RH
Jenis dan Dosis OAT
Jenis Dosis (mg/kgBB/hari)
Dosis Maksimum (per hari)
INH 5 – 10 300 mg
Rifampisin 10 – 15 600 mg
Pirazinamid 25 – 35 2 gram
Streptomisin 15 – 30 750 mg
Etambutol 15 – 20 2.5 gram
Asma• GINA mendefenisikan Asma
sebagai gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain : sel mast, eosinofil, dan limfosist T
• Faktor pencetus :alergen, inf (tu sal. Napas bagian atas), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refleks gastroesofagus dan psikis
Klasifikasi Asma
1. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma• Konsensus Internasional
Penanggulangna Asma Anak membagi asma berdasarkan keadaan klinis dan keperluan obat menjadi 3 golongan, yaitu asma episodik jarang, persisten sering, dan persisten berat
2. Klasifikasi Derajat Serangan Asma• Dibagi menjadi derangan ringan,
sedang, berat
Penilaian Derajat Serangan AsmaParameter Klinis, Fungsi paru, Laboratorium
Ringan Sedang Berat AncamanHenti Napas
Aktivitas Berajalan, Bayi menangis keras
Berbicara, Bayi tangis pendek dan lemah
Istirahat, bayi berhenti makan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata – kataKesadaran Mungkin
teragitasiBiasanya teragitasi
Biasanya teragitasi
Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataMengi Sedang, hanya
pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang eks+ins
Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/tidak terdengar
Otot bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradox torakoabdominal
Retraksi Dangkal, retraksi interkostal
Sedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah nafas cuping hidung
Dangkal/hilang
Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat MenurunLaju nadiPulsus paradoksusPEFR atau FEV1(% nilai dugaan)Pra bronkilatorPascabronkilator
60% 80%
40 – 60%60 – 80%
< 40%< 60%
SaO2% >95% 91 – 95% < 90%
PaO2 Normal 60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg 45 mmHg
Alur Tatalaksana Serangan Asma Pada Anak di klinik/IGD
• Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan, langsung dinilai derajat serangannya
• Tatalaksana awal adalah pemberian β agonis secara nebulisasi, dapat ditambahkan Nacl 0.9% dan/atau mukolitik
• Nebulisasi serupa dapat diulang selang 20 menit dan pada pemeberian kedua dapat ditambahkan prednison oral 1 mg/kg/kali dan 02
• Serangan Ringan– Nebuliser 1 – 3 kali– Prednison Oral bila sebelumnya
minum/tid ak ada kemajuanBoleh pulang : – Bekali obat β agonis (hirupan/oral)– Jika sudah ada obat pengendali,
teruskan– Dapat diberikan kortikosteroid
• Serangan Berat– Nebuliser β2 agonis– O2– Prednison Oral
Ruang Rawat sehari– O2– Berikan sterois oral– Nebulisasi tiap 2 jam– Bila dalam 8 – 12 jam perbaikan klinis
stabilBoleh pulang– Jika dalam 12 jam klinis tetap belum
membaik, alih rawat ke ruang rawat inap
• Gagal Nafas– Intubasi + Ventilator– 02 100%– Nebuliser β2 – agonis– K.steroid iv
• Ruang Rawat Inap– O2 diteruskan– Atasi dehidrasi dan asidosis jika– Steroid IV tiap 6 – 8 jam– Nebulisasi tiap 1 – 2 jam– Aminofilin IV awal, alnjutkan dengan rumatan– Jika membaik dalam 4 – 6x nebulisasi, interval jadi
4 – 6 jam– Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak
membaik, bahkan timbul ancaman henti nafas, alih rawat ke ruang rawat intensif
• Jika menurut serangannya sedang/berat, nebulisasi dengan β – agonis + Prednison + 02
• Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0.01 ml/kgbb maksimal 0.3/kali
• Untuk serangan sedang dan terutama berat, o2 2 – 4 L/I diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi
Penggolongan Derajat AsmaParameter Asma episodik
jarang(asma ringan)
Asma episodik sering(asma sedang)
Asma persisten(asma berat)
Frek. Serangan < 1 x / bulan >1 x /bulan SeringLama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir
sepanjang tahun tidak ada remisi
Intensitas serangan
Ringan Biasany sedang Berat
Diantara serangan
Tanpa gx Sering ada gx Gejala Siang dan malam
Tidur dan aktivitas
Tidak terganggu
Sering terganggu
Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis di luar serangan
Normal (tidak ditemukan kelainan)
Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
Obat pengendali (anti intlamasi)
Tidak perlu Perlu,nonsteroid
Perlu,streoid
Faal diparu diluar serangan
PEF/FEV,> 80% PEF/FEV, 60 – 80 %
PEF/FEV, < 60%variabelitas < 60%
Faal paru pada saat ada gx/serangan
Variabilitas < 20 %
Variabilitas 20 - 30%
Variabilitas > 30%
Dosis Aminofilin
• Pemberian aminofilin Iv pada serangan berat/status asmatikus dipertimbangkan. Bila dengan obat – obat standar belum ada perbaikan berikan loading dose 4 – 5 mg/kgbb, diencerkan dengan Nacl 0.9% dan diberikan perlahan – lahan dalam waktu 10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 0.7 – 0.9 mg/kgbb/jam atau 5 – 6 mg/kgbb/8 jam
Ikterus neonatorum
-Pewarnaan kuning pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin-Terlihat pada kulit bila kadar >5 mg/dl-Terlihat pada >50% neonatus- Pada bayi prematur > bayi cukup bulan
Penilaian klinis ikterus
Daerah tubuh Kadar bilirubin mg/dl
Muka 4 - 8Dada/punggung 5 -12Perut dan paha 8 -16Tangan dan kaki 11-18Telapal tangan/kaki >15
Tatalaksana ikterus neonatorum
• Tujuan : Mencegah keracunan oleh bilirubin
• Cara1. Pencegahan hiperbilirubinemia
- Pemberian makan dini- Hidrasi adekwat
2. Penurunan kadar bilirubin- Terapi sinar- Transfusi tukar
Indikasi terapi sinar
Kadar bil mg/dl Berat lahirUsia
5-9 semua < 24 jam
10-14 < 2500 g>24 jam
> 2500 g (observasi)
15-19 > 2500 g>48 jam
Transfusi tukar
• Indikasi : kadar bil Berat lahir Usia 10-14 mg/dl <2500 g <24 jam
15- 19 semua <48 jam>20 semua >72 jam
hiperbilirubinemia neonatorum
5-9 10-14 15-19 >20
<24J
Sinar
<2500 >2500
<24J <24J <24J
SinarTransf
<48J >48J
Transf Sinar TransfObs
Hialine Membrane Disease (HMD), RESPIRATORY
DISTRESS SYNDROME (RDS)• Penyebab tersering gawat napas
pada neonatus yang ditemukan pada bayi prematur, bayi dengan ibu diabetik atau kelahiran bedah caesar
• Ro :– Air bronchogram dan batas jantung
dan mediastinum tidak jelas– Ground glass app– Berat : White lung
Imunisasi dasar• Segera lahir : BCG, Polio 0, Hep. BI• 1 Bulan : Hep B2• 2 bulan : Polio I, DTP I• 4 Bulan : polio 2, DTP 2• 6 bulan : Hep B3, Polio 3, DTP 3• 9 Bulan : Campak• 18 – 24 bulan : Polio 4, DTP 4• 5 tahun : Polio 5, DTP 5
Keracunan• Keracunan Jengkol
– Minum banyak dengan air soda/natrium bikarbonat 4 x 1 – 2 gr
• Keracunan Singkong– Na – Tiosulfat dalam konsentrasi 10%
diberikan pelan2 dengan dosis sekitar 0.5 ml/kgbb/x (sekitar 10 – 50 ml) dan natrium nitrit 3% ml, iv pelan2. Bila tidak ada Na – nitrit, Na – tiosulfat sudah cukup
• Keracunan Botolismus– Antitoksin botulisme iv 10 – 50 ml setelah
skin test– Kuanidin hidroklorid utk melawan blokade
neuromuskular dengan dosis 15 – 35/kgBB dibagi 3 dosis
Keracunan Organopospat
• Dosis awal pada anak 0.05 mg/kgbb, disusul dosis pemeliharaan 0.02 – 0.05 mg/kgBB tiap 10 – 30 menit secara iv sampai atropinisasi
• Atropinisasi : pupil melebar, mukosa mulut mengering, kulit menjadi hangat, merah dan kering
Sindrom Nefrotik
• Penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia,
• Etiologi autoimun, • Gejalanya berupa edema terkadang sampai
edem anasarka, tedapat proteinuria terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 – 15 gram/hari, selama edema masih masih banyak biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sediman dapat normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid, terdapat pula sel darah putih dalam urin, double reftractile bodies.
• Lipid pada urin terlihat sferis, translusen, dan berwarna kuning dalam macam-macam bentuk. Mereka dapat bebas (isolated) atau berada dalam sitoplasma sel epitel tubulus atau makrofag, disebut Oval Fat Bodies. Bila dengan silinder, lipid membentuk silinder lemak. Lipid dapat terlihat sebagai kristal kolesterol.
• Lipid drops mengandung esterkolesterol dan kolesterol bebas, dan di bawah sinar polarisasi akan terlihat Maltase Croses Lipid dalam urin disebabkan beberapa penyakit antara lain sindrom nefrotik, atau spingolipidosis (Penyakit Fabry)
Perbedaan SN dan GNA
• Pada GNA mulainya mendadak dari hemturia makroskopis, edema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal sedangkan SN ditandai dengan proteinuria, hipoproteinemia, edema
• Pada GNA merupakan proses kompleks imun, yang menyertai infeksi tenggorokan atau kulit oleh strain “nefritogenik” dari streptokokus beta - hemolitikus grup A tertentu. Selama cuaca dingin glomerunefritis streptokokus biasanya menyertai faringitis, sedangkan selama cuaca panas glomerulonefritis biasanya menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus sedangkan SN oleh karena autoimun
• Laboratorium GNA : LED meninggi
• Sifat-sifat virulensi dari E. coli dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
• E.coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya sembuh sendiri tapi dapat juga menjadi kronik.
• E.coli Enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab yang sering dari “diare wisatawan” dan sangat penting menyebabkan diare pada bai di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotoksin tidak tahan panas (LT) yang berada di bawah kendali genetik dari plasmid. LT bersifat antigenik dan bereaks silang dengan enterotoksin Vibrio cholerae. LT merangsang pembentukan antibodi netralisasi dalam serum pada orang yang sebelumnya terinfeksi dengan enterotoksigenik E.coli. Beberapa strain ETEC menghasilkan enterotoksin tahan panas Sta di bawah kendali sekelompok plasmid yang heterogen. Sta mengaktivasi guanil siklase pada sel epitel usus dan merangsang sekresi cairan. Enterotoksin tahan panas yang kedua, STb, merangsang sekresi siklik tidak bergantung nukleotida dengan mula kerja yang pendek pada in vivo. Banyak strain positif Sta menghasilkan LT. Strain dengan kedua toksin ini menimbulkan diare yang berat.
• E.coli Enterohemoragic (EHEC) menghasilkan verotoksin. EHEC berhubungan dengan kolitis hemoragik, bentuk diare yang berat, dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia.
• E.coli Enteroinvasif (EIEC) menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Seperti Shigella, strain EIEC bersifat nonlaktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapar bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
• E. coli Enteroagregatif (EAEC) menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia.
• Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis E coli karena tidak memiliki antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih.
• E coli dan streptokokus golongan adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal, dan kira-kira 75% E coli dari kasus meningitis ini mempunyai antigen KI. Antigen ini bereaksi silang dengan polisakarida simpai golongan B dari N meningitidis. Mekanisme virulensi yang berhubungan dengan antigen KI tidak diketahui.