Pedoman Investasi Kehutanan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pedoman Investasi Kehutanan

Citation preview

  • ii

    Halaman

    KATA PENGANTAR.............................................................................. i

    DAFTAR ISI........................................................................................ ii

    DAFTAR TABEL...................................................................................

    iv

    DAFTAR BAGAN..................................................................................

    v

    DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vi

    BAB I PENDAHULUAN...................................................................... A. Latar Belakang................................................................ B. Maksud dan Tujuan.........................................................

    1 1 2

    BAB II DEFINISI............................................................................... 3

    BAB III PENANAMAN MODAL.............................................................. A. Penanaman Modal Dalam Negeri/Penanaman Modal

    Asing.............................................................................. B. Jenis Izin Penanaman Modal............................................. C. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah..................................... D. Kemitraan........................................................................

    7 7 7 8 9

    BAB IV FASILITAS PENANAMAN MODAL.............................................. A. Kriteria Penanaman Modal.................................................. B. Jenis Fasilitas Penanaman Modal........................................

    1. Fasilitas Kepabeanan.................................................... 2. Fasilitas Pajak Penghasilan............................................ 3. Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN)......................... 4. Fasilitas Perpajakan di Wilayah Kawasan Pengembangan

    Ekonomi Terpadu (KAPET)............................................

    11 11 11 11 13 17

    19

    BAB V PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENANAMAN MODAL................ A. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)............................

    1. Surat Persetujuan PMDN/SP-PMDN................................ 2. Surat Persetujuan Penggabungan Perusahaan/Merger. 3. Surat Persetujuan Perubahan Status PMA menjadi

    PMDN..........................................................................

    25 25 25 26

    27

  • iii

    4. Surat Persetujuan Perluasan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri...................................................

    5. Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian Proyek PMDN dan PMA.................................................

    6. Surat Permohonan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)...............................................................

    7. Surat Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Usaha/Izin Usaha Tetap Dalam Rangka PMDN.................................

    8. Izin-izin Pelaksanaan Penanaman Modal.........................

    B. Penanaman Modal Asing (PMA).......................................... 1. Surat Persetujuan PMA/SP-PMA..................................... 2. Surat Persetujuan pendirian kantor perwakilan di

    Indonesia..................................................................... 3. Surat Persetujuan Perubahan Status PMDN atau Non

    PMDN/PMA menjadi PMA.............................................. 4. Surat Persetujuan Perluasan Dalam Rangka Penanaman

    Modal Asing................................................................. 5. Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian

    Proyek PMA.................................................................. 6. Surat Permohonan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja

    Asing (IMTA)................................................................ 7. Surat Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Usaha/Izin

    Usaha Tetap Dalam Rangka PMA................................... 8. Izin-izin Pelaksanaan Penanaman Modal.........................

    27

    28

    28

    29 30

    31 31

    33

    33

    35

    35

    36

    37 38

    BAB VI TATA CARA PERIZINAN USAHA SEKTOR KEHUTANAN................. A. Mekanisme Pengajuan Perizinan......................................... B. Tata Cara Perizinan...........................................................

    1. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)........................................ 2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu

    (IUPHHBK).................................................................. 3. Izin Pengusahaan Pariwisata Alam................................

    4. Izin Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL)........

    5. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.................................

    41 41 43 43

    52 55

    58

    63

    LAMPIRAN............................................................................................ 74

  • iv

    Halaman

    Bidang-Bidang Usaha Tertentu............................................................. 13 Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan Daerah-Daerah Tertentu..................

    13

    Penyusutan dan Amortisasi yang dipercepat..........................................

    15

    Barang Hasil Pertanian Bidang Kehutanan Yang Bersifat Strategis Yang Atas Impor Dan/Atau Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai...............................................................................

    18

    Nama dan Alamat Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).............................................................................................

    20

  • v

    Halaman

    Bagan Alir Perizinan di Kementerian Kehutanan.................................. 42

    Bagan Alir Perizinan Online di Kementerian Kehutanan........................ 42

    Prosedur Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam.....................................................................................

    48

    Prosedur Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri ..................................................................

    50

    Prosedur Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem ......................................................................

    52

    Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi.......................................................................................

    69

    Prosedur Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Operasi Produksi..........................................................................................

    71

    Prosedur Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Survei atau Eksplorasi.........................................................................................

    73

  • vi

    1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

    Kecil dan Menengah.

    2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

    3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.

    4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 147 Tahun 2000 tentang Perubahan

    Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.

    5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan

    Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

    6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Perubahan

    Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

    7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2008 tentang Perubahan

    Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah Daerah Tertentu.

    8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan

    Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-daerah Tertentu.

    9. Pemerintah Menteri Kehutanan5HSXEOLN,QGRQHVLDNomor P.01/Menhut-II/2007

    tentang PerubahanPeraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53/Menhut-II/2006 tentang LembagaKonservasi.

    10. Peraturan Menteri Kehutanan5HSXEOLN,QGRQHVLDNomor P.37/Menhut-II/2007

    tentangHutanKemasyarakatan. 11. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.35/Menhut-II/2008 tentang

    Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan.

  • vii

    12. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.36/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHBK-HA) atau dalam Hutan Tanaman (IUPHHBK-HT) pada Hutan Produksi.

    13. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang

    Hutan Desa. 14. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang

    Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

    15. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi.

    16. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

    17. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi.

    18. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu.

    19. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.17/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi.

    20. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

    21. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Nomor P.24/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2009 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem.

    22. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.31/Menhut-II/2011 tentang Lembaga Konservasi.

    23. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.44/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi.

    24. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.53/Menhut-II/2011 tentang

    Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa.

  • viii

    25. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Rakyat dalam Hutan Tanaman.

    26. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.3/Menhut-II/2012 tentang Rencana Kerja pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, Hutan Kayu, Hutan Tanaman Rakyat.

    27. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.36/Menhut-II/2012 tentang

    Tata Cara Penyaluran dan Pengembalian Dana Bergulir untuk Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

    28. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/KMK.05/2000 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, Dalam Rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa.

    29. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 200/KMK.04/200 tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.

  • 1

    A. Latar Belakang

    Indonesia dengan hutan tropik kedua terluas di dunia memiliki keanekaragaman

    hayati dan nilai ekonomis tinggi bagi negara maupun masyarakat. Kontribusi sektor

    kehutanan terhadap perekonomian nasional (PDB nasional) pada tahun 2012 masih

    relatif kecil yaitu sekitar 2%. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun PDB sektor

    kehutanan menunjukkan peningkatan sebesar 5% dari Rp.16.543,3 milyar (2008)

    menjadi Rp.17.423 milyar (2012). Hal ini mengindikasikan bahwa produk kehutanan

    masih digemari oleh pangsa pasar dan berpeluang untuk dikembangkan di

    Indonesia.

    Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi

    kehidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun

    ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola,

    dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan

    masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.

    Kegiatan ekonomi suatu negara sangat tergantung dengan investasi atau

    penanaman modal baik oleh pihak asing maupun masyarakat dalam negara itu

    sendiri. Oleh karena itu pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin menarik

    minat investor untuk menanamkan modalnya demi meningkatkan nilai ekonomi

    serta pendapatan per kapita.

    Investasi merupakan bagian penting dalam pembangunan ekonomi nasional, dalam

    perspektif jangka panjang ekonomi makro dipengaruhi investasi dari sektor swasta

    yang meningkatkan kapasitas produksi masyarakat sehingga mempercepat laju

    pertumbuhan ekonomi nasional.

    Untuk itu perlu upaya pemerintah dalam memfasilitasi dan menggerakkan

    masyarakat agar dapat memanfaatkan potensi dan peluang-peluang usaha sektor

  • 2

    kehutanan serta meningkatkan minat calon penanam modal baik dalam maupun

    luar negeri untuk berinvestasi di sektor kehutanan di Indonesia.

    Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya informasi kepada berbagai pihak

    mengenai hal-hal terkait pengembangan investasi sektor kehutanan baik dalam hal

    bidang usaha, peraturan perundangan yang mengatur kebijakan pengusahaan

    sektor kehutanan dan prosedur perijinan usaha sektor kehutanan.

    B. Maksud dan Tujuan Maksud pedoman investasi usaha sektor kehutanan adalah menyajikan informasi

    dan pedoman kepada masyarakat terutama calon penanam modal baik dalam

    negeri maupun asing untuk menanamkan modalnya pada sektor kehutanan.

    Tujuan penyusunan pedoman ini adalah sebagai bahan pegangan bagi calon

    investor dalam menanamkan modalnya di usaha sektor kehutanan.

  • 3

    1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh

    penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha

    sektor pertanian di wilayah negara Republik Indonesia.

    2. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk

    melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam

    modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

    3. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha

    di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik

    yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan

    penanam modal dalam negeri.

    4. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan

    penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam

    modal asing.

    5. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia,

    badan usaha milik negara Republik Indonesia atau daerah yang melakukan

    penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

    6. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing atau badan usaha

    asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah

    negara Republik Indonesia.

    7. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia,

    perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan

    hukum atau tidak berbadan hukum.

    8. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing perseorangan warga

    negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum

    Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

    9. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA)

    adalah izin memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan,

  • 4

    pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasaran

    hasil hutan kayu.

    10. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri

    (IUPHHK-HTI) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan

    berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan

    lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

    11. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-

    RE) adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam

    pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan

    fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan

    pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan,

    penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati

    (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu

    kawasan kepada jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.

    12. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat

    (IUPHHK-HTR) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan

    berupa kayu pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk

    meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur

    dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

    13. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Alam

    (IUPHHBK-HA) adalah izin usaha yang diberikan untuk pemanfaatan hasil hutan

    bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan,

    pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.

    14. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Tanaman

    (IUPHHBK-HT) adalah izin usaha yang diberikan untuk pemanfaatan hasil hutan

    bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penanaman,

    pemeliharaan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.

    15. Izin Usaha Pemanfaatan Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUI-PHHK)

    adalah izin untuk mengolah kayu bulat dan/atau kayu bulat kecil menjadi satu atau

    beberapa jenis produk pada satu lokasi tertentu yang diberikan kepada satu

    pemegang izin oleh pejabat yang berwenang.

  • 5

    16. Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) adalah industri pengolahan kayu bulat

    dan atau kayu bulat kecil menjadi barang setengah jadi atau barang jadi berupa kayu

    gergajian, serpih kayu, veneer, kayu lapis dan Laminated Veneer Lumber (LVL).

    17. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Hutan Bukan Kayu (IUI-PHHBK)

    adalah pengolahan bahan baku bukan kayu yang dipungut dari hutan, meliputi antara

    lain rotan, sagu, nipah, bambu, kulit kayu, daun, buah atau biji, dan getah, serta hasil

    hutan ikutan antara lain berupa arang kayu.

    18. Pengusahaan Pariwisata Alam adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan

    usaha pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan

    taman wisata alam berdasarkan rencana pengelolaan.

    19. Usaha Pariwisata Alam adalah keseluruhan kegiatan yang bertujuan untuk

    menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan/pengunjung dalam

    pelaksanaan kegiatan wisata alam, mencakup usaha obyek dan daya tarik, penyediaan

    jasa, usaha sarana, serta usaha lain yang terkait dengan wisata alam.

    20. Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakkan atau

    pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian

    jenisnya.

    21. Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar adalah kegiatan mengedarkan spesimen

    tumbuhan dan satwa liar berupa mengumpulkan, membawa, mengangkut, atau

    memelihara spesimen tumbuhan dan satwa liar yang ditangkap atau diambil dari

    habitat alam atau yang berasal dari penangkaran, termasuk dari hasil pengembangan

    populasi berbasis alam, untuk kepentingan pemanfaatan.

    22. Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi

    tumbuhan dan atau satwa di luar habitatnya (ex situ), baik berupa lembaga

    pemerintah maupun lembaga non pemerintah.

    23. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya

    ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.

    24. Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan

    untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.

    25. Kebun Bibit Rakyat (KBR) adalah kebun bibit yang dikelola oleh masyarakat

    melalui penyediaan bibit yang meliputi pembuatan dan/atau pengadaan bibit jenis

    tanaman hutan dan/atau jenis tanaman serbaguna (MPTS), yang pembiayaannya

  • 6

    dapat bersumber dari dana APBN atau Non APBN yaitu APBD atau BUMN/BUMD/BUMS

    atau perorangan atau swadaya.

    26. Izin Pinjam Pakai Kawasan adalah izin yang diberikan untuk menggunakan

    kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa

    mengubah fungsi dan peruntukan kawasan.

    27. Izin Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan peruntukan kawasan HPK

    menjadi bukan kawasan hutan.

  • 7

    A. Penanaman Modal Dalam Negeri/Penanaman Modal Asing

    Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan kegiatan menanam modal oleh investor

    asing yang menggunakan modal asing baik secara keseluruhan maupun hanya

    sebagian (dengan cara berpatungan bersama investor dalam negeri). Sementara

    Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal oleh

    penanam modal dalam negeri dengan modal keseluruhannya dari dalam negeri.

    Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan modal asing

    sampai saat ini kewenangan perizinannya masih berada di pemerintah pusat. Hal

    tersebut meliputi penanaman modal asing yang dilakukan oleh pemerintah negara

    lain maupun penanaman modal asing yang dilakukan oleh warga negara asing atau

    badan usaha asing termasuk penanaman modal yang menggunakan modal asing

    yang berasal dari pemerintah negara lain. Keterlibatan pemerintah dalam

    kewenangan perizinan tersebut bisa karena aliran modal yang masuk adalah akibat

    perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain.

    B. Jenis Izin Penanaman Modal

    Legalitas badan usaha PMA harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang

    berlokasi di Indonesia. Berbeda dengan PMDN yang badan usahanya boleh tidak

    berbadan hukum atau usaha perseorangan, maupun berbadan hukum berdasarkan

    hukum yang berlaku. Jika sudah memenuhi persyaratan di atas, investor akan

    memperoleh layanan berupa;

    1. pelayanan perizinan;

    2. pelayanan non-perizinan.

    Perizinan adalah bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal.

    Pelayanan persetujuan ini dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah

    daerah sesuai kewenangannya yang diatur oleh peraturan yang berlaku. Jenis

    pelayanan perizinan penanaman modal meliputi :

  • 8

    1. Pendaftaran Penanaman Modal;

    2. Izin Prinsip Penanaman Modal;

    3. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal;

    4. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal

    5. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Merger (Penggabungan

    Perusahaan) Penanaman Modal dan Izin Usaha Perubahan;

    6. Izin lokasi;

    7. Persetujuan Pemanfaatan Ruang;

    8. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

    9. Izin Gangguan (UUG/HO);

    10. Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah;

    11. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

    12. Hak Atas Tanah;

    13. Izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal;

    Non-perizinan adalah bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi

    mengenai penanaman modal sesuai aturan yang berlaku. Jenis pelayanan non-

    perizinan meliputi :

    1. fasilitas bea masuk atas impor mesin;

    2. fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;

    3. usulan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) badan;

    4. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P); Rencana Penggunaan Tenaga Kerja

    Asing (RPTKA); Rekomendasi Visa Untuk Bekerja (TA.01);

    5. Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA);

    6. insentif daerah;

    7. layanan informasi dan layanan pengaduan;

    C. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

    Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang

    Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memiliki persyaratan sebagai berikut :

    1. memiliki kekayaan bersih paling banyak antara Rp.50 juta sampai dengan Rp.10

    milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

    2. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak antara Rp.300 juta sampai

    dengan Rp. 50 milyar;

  • 9

    3. pelaku kegiatan berdomisili di Indonesia;

    4. usaha ekonomi yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perorangan;

    5. berbentuk badan usaha perorangan yang bukan merupakan anak perusahaan

    atau cabang perusahaan.

    D. Kemitraan

    Kementerian Kehutanan melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan

    melalui pola kemitraan sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan

    Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui

    Kemitraan Kehutanan.

    Kemitraan ini dimaksudkan untuk mengembangkan kapasitas dan memberikan

    akses masyarakat setempat dalam rangka kerjasama dengan pemegang izin

    pemanfaatan hutan atau pengelola hutan, pemegang izin usaha industri primer

    hasil hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan wilayah tertentu untuk

    meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat setempat.

    Pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan kehutanan yaitu agar masyarakat

    mendapatkan manfaat secara langsung penguatan kapasitas dan pemberian akses,

    ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari, dan secara bertahap dapat

    berkembang menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, mandiri, bertanggung jawab

    dan profesional.

    Pelaku kemitraan kehutanan yaitu :

    1. Pengelola hutan (BUMN, BUMD, KHDTK);

    2. Izin usaha pemanfaatan kawasan (perorangan, koperasi, BUMN atau BUMD,

    dan BUMS);

    3. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan (perorangan, koperasi, BUMN atau

    BUMD, dan BUMS);

    4. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam (perorangan,

    koperasi, BUMS Indonesia, BUMN, atau BUMD);

    5. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman (perorangan,

    koperasi, BUMS Indonesia, BUMN, atau BUMD);

  • 10

    6. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam

    (perorangan, koperasi, BUMN atau BUMD, dan BUMS);

    7. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman

    (perorangan, koperasi, BUMN atau BUMD, dan BUMS);

    8. Izin pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam (perorangan atau

    koperasi);

    9. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam (perorangan atau

    koperasi);

    10. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman (perorangan

    atau koperasi).

  • 11

    A. Kriteria Penanaman Modal

    Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur

    fasilitas yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada penanam modal yang

    melakukan penanaman modal baru atau melakukan perluasan usaha dengan

    memenuhi salah satu kriteria berikut :

    1. menyerap banyak tenaga kerja;

    2. memiliki skala prioritas tinggi;

    3. termasuk pembangunan infrastruktur;

    4. melakukan alih teknologi;

    5. melakukan industri pionir (memiliki keterkaitan luas, memberi nilai tambah

    dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki

    nilai strategis bagi perekonomian nasional);

    6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah

    lain yang dianggap perlu;

    7. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

    8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;

    9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau

    10. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang

    diproduksi di dalam negeri.

    B. Jenis Fasilitas Penanaman Modal

    Beberapa fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada penanam modal di

    Indonesia yaitu :

    1. Fasilitas Kepabeanan

    Fasilitas kepabeanan yang diberikan kepada penanam modal diatur dalam

    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 jo. Nomor

    28/KMK.05/2001 jo. Nomor 456/KMK.04/2002 tentang Perpanjangan Jangka

    Waktu Impor Mesin, Barang, dan Bahan Yang Mendapatkan Fasilitas

  • 12

    Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.01/2000 tentang

    Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, Dalam Rangka

    Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa, meliputi :

    a. Keringanan bea masuk atas impor mesin

    1) bea masuk atas impor mesin dalam rangka pembangunan/

    pengembangan industri/industri jasa, diberikan keringanan sehingga

    tarif akhir bea masuk menjadi 5%.

    2) apabila tarif bea masuk yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk

    Indonesia sebesar 5% atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif

    bea masuk sesuai dalam Buku Tarif Bea Masuk.

    3) keringanan bea masuk atas impor mesin diberikan untuk jangka waktu

    2 tahun terhitung tanggal Keputusan Keringanan bea masuk.

    b. Keringanan bea masuk bahan baku/penolong

    1) bea masuk bahan baku/penolong dalam rangka pembangunan

    diberikan keringanan tarif akhir bea masuk menjadi 5% dengan

    jangka waktu pengimporan selama 2 tahun sejak tanggal Keputusan

    Keringanan bea masuk atas bahan baku/penolong. Fasilitas bahan

    baku diperlukan untuk keperluan produksi 2 tahun sesuai kapasitas

    terpasang.

    2) perusahaan yang melakukan pengembangan termasuk restrukturisasi

    dengan penambahan investasi sekurang-kurangnya 30% dari

    besarnya investasi untuk mesin/peralatan yang tercantum dalam Izin

    Usaha Tetap yang pertama, diberikan keringanan bea masuk atas

    bahan baku/penolong untuk keperluan produksi 2 tahun dengan tarif

    akhir bea masuk menjadi 5% dengan jangka waktu pengimporan 2

    tahun terhitung sejak tanggal Keputusan Keringanan bea masuk atas

    bahan baku/penolong.

    3) industri yang melakukan pengembangan atau pembangunan dengan

    menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri, diberikan

    keringanan bea masuk atas impor bahan baku/penolong untuk

    keperluan produksi/keperluan tambahan produksi 4 tahun, dengan

  • 13

    jangka waktu pengimporan selama 4 tahun terhitung sejak tanggal

    Keputusan Keringanan bea masuk atas bahan baku/penolong.

    2. Fasilitas Pajak Penghasilan

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan

    Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak

    Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu

    dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, kepada wajib pajak badan dalam negeri

    berbentuk perseroan terbatas dan koperasi yang melakukan penanaman

    modal dapat diberikan Pajak Penghasilan pada :

    a. Bidang-Bidang Usaha Tertentu; atau No. Bidang Usaha KBLI Cakupan Produk Persyaratan

    1.

    KEHUTANAN DAN PENEBANGAN KAYU Pengusahaan Kayu Jati

    02111

    Penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk hutan jati

    5000 Ha

    b. Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan Daerah-Daerah Tertentu. No. Bidang Usaha KBLI Cakupan Produk Daerah/Provinsi Persyaratan

    1.

    2.

    KEHUTANAN DAN PENEBANGAN KAYU Pengusahaan Hutan Pinus Pengusahaan Hutan Mahoni

    02112

    02113

    Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman pinus Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman mahoni

    Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,

    Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha

  • 14

    3.

    4.

    5.

    6.

    Pengusahaan Hutan Sonokeling Pengusahaan Hutan Albisia/Jeunjing Pengusahaan Hutan Cendana Pengusahaan Hutan Akasia

    02114 02115 02116 02117

    Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman sonokeling Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman albisia/jeunjing Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman cendana Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman akasia

    Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,

    Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha

  • 15

    7.

    8.

    Pengusahaan Hutan Ekaliptus Pengusahaan Hutan Lainnya

    02118 02119

    Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman ekaliptus Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman sungkai, kayu karet, gmelina, dan/atau meranti

    Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat

    Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha

    Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk penanaman modal meliputi :

    a. Pengurangan Penghasilan Netto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari

    jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-

    masing sebesar 5% (lima persen) per tahun.

    b. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat sebagai berikut :

    Kelompok Aktiva Tetap Berwujud

    Masa Manfaat Menjadi

    Tarif Penyusutan dan Amortisasi Berdasarkan Metode

    Garis Lurus Saldo Menurun

    I. Bukan Bangunan

    Kelompok I

    Kelompok II

    Kelompok III

    2 tahun

    4 tahun

    8 tahun

    50 %

    25 %

    12,5 %

    100 % (dibebankan sekaligus)

    50 %

    25 %

  • 16

    Kelompok IV

    10 tahun

    10 %

    20 %

    II. Bangunan

    - Permanen

    - Tidak Permanen

    10 tahun

    5 tahun

    10 %

    20 %

    -

    -

    c. Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada

    Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang

    lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang

    berlaku; dan

    d. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih

    dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan :

    1) tambahan 1 tahun, jika penanaman modal baru pada bidang usaha

    yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan di kawasan

    industri dan kawasan berikat;

    2) tambahan 1 tahun, jika mempekerjakan sekurang-kurangnya 500

    (lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 tahun berturut-

    turut;

    3) tambahan 1 tahun, jika penanaman modal baru memerlukan

    investasi/pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi

    usaha paling sedikit sebesar Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar

    rupiah);

    4) tambahan 1 tahun, jika mengeluarkan biaya penelitian dan

    pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk

    atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi

    dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan /atau

    5) tambahan 1 tahun, jika menggunakan bahan baku dan/atau

    komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh

    persen) sejak tahun ke 4 (empat).

  • 17

    Fasilitas Pajak Penghasilan diberikan oleh Menteri Keuangan melalui Kepala

    Badan Koordinasi Penanaman Modal. Wajib Pajak yang mendapat fasilitas

    PPh, sebelum berakhirnya jangka waktu 6 (enam) tahun sejak tanggal

    pemberian fasilitas tidak boleh :

    a. menggunakan aktiva tetap yang mendapat fasilitas untuk tujuan lain

    selain yang diberikan; atau

    b. mengalihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan

    fasilitas kecuali aktiva tetap yang dialihkan tersebut diganti dengan aktiva

    tetap baru.

    Apabila wajib pajak yang telah memperoleh fasilitas tidak memenuhi

    ketentuan di atas, maka :

    a. fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah akan

    dicabut;

    b. pemberlakuan sanksi kepada wajib pajak yang bersangkutan sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; dan

    c. tidak dapat lagi diberikan fasilitas.

    Wajib pajak yang telah memperoleh fasilitas perpajakan atas kegiatan usaha

    di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) berdasarkan Peraturan

    Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan

    Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan

    Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000, maka kegiatan usaha tersebut

    tidak lagi diberikan fasilitas perpajakan.

    3. Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

    Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas

    Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau

    Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang

    Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, mengatur tentang

    Pembebasan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap :

    a. Impor Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, meliputi :

  • 18

    1) Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan

    terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;

    2) Barang hasil pertanian, yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang

    kehutanan yang temasuk perburuan atau penangkapan, maupun

    penangkaran;

    3) Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,

    peternakan, penangkaran, atau perikanan;

    b. Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis meliputi :

    1) Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan

    terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;

    2) Barang hasil pertanian, yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang

    kehutanan yang temasuk perburuan atau penangkapan, maupun

    penangkaran.

    3) Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,

    peternakan, penangkaran, atau perikanan

    BARANG HASIL PERTANIAN BIDANG KEHUTANAN YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN

    PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

    (Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai)

    NO KOMODITI PROSES JENIS BARANG

    A. Hasil Hutan Kayu

    1. Kayu - Bagian dari pohon yang dipotong, dikuliti dengan tangan ataupun tidak, diberi bahan pengawet maupun tidak, dihilangkan getahnya atau tidak, menjadi batang dengan ukuran diameter 30 (tiga puluh) cm atau lebih.

    Kayu bulat besar

    - Bagian dari pohon yang dipotong, dikuliti dengan tangan ataupun tidak, diberi bahan pengawet maupun tidak, dihilangkan getahnya atau tidak, menjadi batang dengan ukuran diameter kurang dari 30 (tiga puluh) cm.

    Kayu bulat kecil

  • 19

    NO KOMODITI PROSES JENIS BARANG

    2. Kelapa sawit

    - Kayu

    Bagian dari pohon yang dipotong, diberi bahan pengawet atau tidak.

    Kayu bulat kelapa sawit

    3. Karet

    - Kayu

    Bagian dari pohon yang dipotong, diambil getahnya atau tidak, diberi bahan pengawet atau tidak.

    Kayu bulat karet

    4. Bambu

    - Batang

    Bagian dari pohon yang dipotong, diawetkan atau tidak, dikeringkan

    Bambu bulat kering

    B. Hasil Hutan Bukan Kayu

    1. Rotan - Batang rotan yang total mengalami pembersihan dan peruntian tetapi belum mengalami pencucian dan dikeringkan

    - Batangan rotan yang telah dibersihkan, penggosokkan dan pengeringan dan pengawetan dengan asap belerang (Washed dan Sulphurized)

    - Rotan asalan

    - Rotan bundar WS (Washed dan Sulphurized)

    2. Gaharu Dicincang, dipilah, diambil bagian gaharunya, dikeringkan

    Gubal gaharu dan kemedangan

    3. Agathis

    - Kopal

    Pembersihan kulit, dikoak, ditampung getahnya sampai mengeras.

    Kopal

    4. Shorea

    - Damar mata kucing

    Pembersihan kulit, dikoak, ditampung getahnya sampai mengeras.

    Damar

    5. Kemiri

    - Biji

    Buah dikupas kulitnya, biji dipecah atau tidak, daging biji dikeringkan.

    Biji kemiri kering, daging biji kering

    6. Tengkawang

    - Biji

    Buah dikupas kulitnya, biji dipecah daging biji dikeringkan.

    Biji tengkawang

    4. Fasilitas Perpajakan di Wilayah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu

    (KAPET)

    Dalam rangka mendorong keberhasilan sektor-sektor kegiatan ekonomi yang

    memiliki prioritas tinggi dalam skala nasional serta lebih memberikan

  • 20

    kepastian hukum bagi pengusaha, pemerintah menerapkan perlakuan

    perpajakan (fasilitas) bagi pengusaha di kawasan berikat (PDKB) dalam

    wilayah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sesuai Peraturan

    Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 147

    Tahun 2000.

    Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) merupakan wilayah

    geografis dengan batas-batas tertentu yang memiliki persyaratan sebagai

    berikut :

    a. memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan atau;

    b. mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan

    ekonomi di wilayah sekitarnya dan atau;

    c. memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.

    Terdapat 13 KAPET di Indonesia yang umumnya tersebar di Kawasan

    Indonesia Tengah dan Timur, kecuali KAPET Nanggroe Aceh Darussalam.

    Nama dan Alamat Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

    No. Nama Instansi Alamat, telpon, fax

    1 KAPET Nanggroe Aceh Darussalam

    Jl. Perdagangan No. 20 Sabang 98989; Telp. 62-652-22143,22144; Fax. 62-652-22009

    2 KAPET Bima (NTB) Jl. Gajah Mada No.76 Raba,Bima, NTB; Tlp/fax : 62-374-43204

    3 KAPET Mbay (NTT) Jl. Soekarno-Hatta, Bajawa-Ngada, NTT; Tlp/fax : 62-384-21071

    4 KAPET Katulistiwa (Kalimantan Barat)

    Jl. Merdeka No.78 Singkawang; Tlp. 62-562-635100; Fax : 62-562-633994

    5 KAPET DAS KAKAB (Kalimantan Tengah)

    Jl. Cilik Riwut No. 2 Palangkaraya, Tlp. 62-536-21145, 38723, 28518,28626,286688; Fax :62-536-21145

    6 KAPET Sasamba (Kalimantan Timur)

    Jl. Basuki Rahmat II No. 5 Samarinda, Tlp.62-541-748025; Fax : 62-541-748025

    7 KAPET Batulicin (Kalimantan Selatan)

    Jl. P. Samudra No. 40 Banjarmasin, Telp.62-511-54154,366413,366222; Fax : 62-511-68012, 366222

    8 KAPET Manado-Bitung (Sulawesi Utara)

    Jl. Diponegoro No. 51 Manado 95112, Tlp.62-431-846685; Fax : 62-431-846687

  • 21

    No. Nama Instansi Alamat, telpon, fax

    9 KAPET Bukari (Sulawesi Tenggara)

    Jl. S. Parman No. 2 Kendari, Tlp/fax : 62-401-323366

    10 KAPET Batui (Sulawesi Tengah) Jl. Urip Sumoharjo, Luwuk; Tlp/fax : 62-461-324172

    11 KAPET Pare-pare (Sulawesi Selatan)

    Jl. Panorama No. 1 Parepare; Tlp/fax : 62-421-21453

    12 KAPET Seram (Maluku) Jl. Pattimura No. 1 seram, Maluku; Tlp.fax : 62-911-355020, 352043

    13 KAPET Biak (Papua) Jl. Batu Karang Swapodibo, Biak 98152, Irian Jaya Barat; Tlp. 62-981-24514, 25371; Fax : 62-981-24515

    Sumber : Nama dan Alamat Pengelola KAPET yang masih beroperasi saat ini (www.google.com)

    Fasilitas yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan kegiatan

    penanaman modal di KAPET adalah :

    a. Pajak Penghasilan, yaitu :

    1) Pengurangan penghasilan neto 30% (tiga puluh persen) dari jumlah

    penanaman modal yang dilakukan;

    2) Pilihan untuk menerapkan penyusutan dan atau amortisasi yang

    dipercepat, sebagai berikut :

    Kelompok Harta Masa Manfaat Menjadi

    Tarif Penyusutan dan Amortisasi Berdasarkan Metode

    Garis Lurus Saldo Menurun

    III. Bukan Bangunan

    Kelompok I

    Kelompok II

    Kelompok III

    Kelompok IV

    2 tahun

    4 tahun

    8 tahun

    10 tahun

    50 %

    25 %

    12,5 %

    10 %

    100 % (dibebankan sekaligus)

    50 %

    25 %

    20 %

  • 22

    IV. Bangunan

    - Permanen

    - Tidak Permanen 10 tahun

    5 tahun

    10 %

    20 %

    -

    -

    Sumber : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 147 Tahun 2000

    3) Kompensasi kerugian fiskal, mulai tahun pajak berikutnya berturut-

    turut sampai paling lama 10 (sepuluh) tahun;

    4) Pengenaan Pajak penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada

    Subyek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif

    yang lebih rendah menurut Persetujuan Pajak Berganda yang berlaku.

    Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 200/KMK.04/2000, kepada

    Pengusaha Kawasan Berikat di dalam wilayah KAPET dapat diberikan

    pembebasan PPh Pasal 22 atas :

    impor barang modal atau peralatan untuk

    pembangunan/konstruksi/perluasan Kawasan Berikat dan peralatan

    perkantoran yang semata-mata dipakai oleh Pengusaha Kawasan

    Berikat (PKB);

    impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung

    dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;

    impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.

    Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas

    Barang Mewah diberikan kepada pengusaha di wilayah KAPET (PDKB)

    berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang

    Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu,

    dimana tidak dipungut atas :

    Impor barang modal atau peralatan lain oleh Pengusaha di Kawasan

    Berikat (PDKB) yang berhubungan langsung dengan kegiatan

    produksi;

    Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;

    Pemasukan barang kena pajak dari daerah pabean Indonesia Lainnya,

    untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;

  • 23

    Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah

    lebih lanjut;

    Pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri

    di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;

    Penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan subkontrak

    oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada

    Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;

    Peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka

    subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB

    lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.

    b. Fasilitas Kepabeanan

    1) Kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha sebagai PKB

    (Perusahaan Kawasan Berikat) atau PKB merangkap PDKB

    (Perusahaan Dalam Kawasan Berikat) di dalam wilayah KAPET

    diberikan fasilitas kepabeanan berupa penangguhan bea masuk atas

    impor :

    barang modal atau peralatan untuk pembangunan/

    konstruksi/perluasan Kawasan Berikat dan peralatan perkantoran

    yang semata-mata dipakai oleh PKB;

    barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung

    dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di

    PDKB; serta

    barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.

    2) Kepada pengusaha industri dan pengusaha industri jasa tertentu yang

    melakukan kegiatan usaha dalam rangka pembangunan/

    pengembangan industri/industri jasa di dalam wilayah KAPET tetapi

    berada di luar Kawasan Berikat diberikan fasilitas yang meliputi :

    keringanan bea masuk atas impor mesin yang terkait langsung

    dengan kegiatan industri/industri jasa sehingga tarif akhir bea

    masuknya menjadi 5%.

  • 24

    dalam hal tarif bea masuk atas mesin yang tercantum dalam Buku

    Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 5% atau kurang, maka yang

    berlaku adalah tarif-tarif bea masuk dalam BTBMI;

    keringanan bea masuk 5% diberikan untuk jangka waktu

    pengimporan selama 2 tahun terhitung sejak tanggal keputusan

    keringanan bea masuk;

    atas impor suku cadang dan impor mesin tidak diberikan

    keringanan bea masuk.

    3) Kepada pengusaha industri yang telah mendapatkan keringanan bea

    masuk kecuali pengusaha industri jasa diberikan fasilitas yang

    meliputi :

    dalam rangka pembangunan industri diberikan keringanan bea

    masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi 4

    tahun sesuai kapasitas terpasang sehingga tarif akhir bea

    masuknya menjadi 5% dengan jangka waktu pengimporan selama

    4 tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan bea masuk

    atas barang dan bahan;

    dalam rangka pengembangan industri diberikan keringanan bea

    masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan tambahan

    produksi 4 tahun sesuai kapasitas terpasang sehingga tarif akhir

    bea masuknya menjadi 5%, apabila pengembangan dengan

    menambah kapasitas sekurang-kurangnya 30% dari besarnya

    kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 4

    tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan bea masuk

    atas barang dan bahan;

    dalam hal tarif bea masuk atas barang dan bahan yang tercantum

    dalam BTBMI 5% atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif

    bea masuk dalam BTBMI.

  • 25

    Persyaratan dan prosedur investasi kehutanan secara umum (berlaku untuk semua

    bidang usaha) dapat dijelaskan sebagai berikut :

    A. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

    1. Surat Persetujuan PMDN/SP-PMDN (formulir Model I PMDN)

    SP-PMDN berlaku sebagai izin prinsip, yaitu sebagai dasar pengurusan

    persetujuan/perizinan pelaksanaan lainnya.

    a. Permohonan SP-PMDN baru diajukan kepada Kepala Badan Koordinasi

    Penanaman Modal (BKPM) atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman

    Modal Daerah (BKPMD). Dalam hal permohonan penanaman modal yang

    berlokasi di 2 (dua) propinsi atau lebih diajukan kepada kepala BKPM.

    b. Permohonan diajukan dalam 2 (dua) rangkap dengan menggunakan

    formulir model I/PMDN dengan dilengkapi lampiran sebagai berikut :

    1) Bukti Diri pemohon, terdiri dari :

    a) Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya untuk

    perusahaan yang berbentuk PT, BUMN/BUMD, CV, Fa; atau

    b) Rekaman anggaran dasar bagi badan usaha Koperasi; atau

    c) Rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk perorangan.

    2) Surat Kuasa dari yang berhak apabila penandatangan permohonan

    bukan dilakukan oleh pemohon sendiri,

    3) Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemohon,

    4) Uraian Kegiatan penanaman modal :

    a) Proses Produksi yang dilengkapi dengan bagan alir proses, serta

    mencantumkan jenis bahan baku/bahan penolong, bagi industri

    pengolahan; atau

    b) Uraian kegiatan usaha, bagi kegiatan di bidang jasa.

    5) Persyaratan dan/atau ketentuan sektoral tertentu yang dikeluarkan

    oleh pemerintah seperti yang tercantum antara lain dalam Buku

    Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanaman Modal.

  • 26

    6) Bagi bidang usaha yang dipersyaratkan kemitraan :

    a) Kesepakatan/perjanjian kerjasama tertulis mengenai

    kesepakatan bermitra dengan usaha kecil, yang antara lain

    memuat nama dan alamat masing-masing pihak, pola kemitraan

    yang akan digunakan, hak dan kewajiban masing-masing pihak,

    dan bentuk pembinaan yang diberikan kepada usaha kecil.

    b) Akte pendirian atau perubahan atau risalah Rapat Umum

    Pemegang Saham (RUPS) mengenai penyertaan usaha kecil

    sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk

    penyertaan saham.

    c) Surat pernyataan di atas materai dari usaha kecil yang

    menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria

    usaha kecil sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun

    2008.

    d) Bagi permohonan yang memenuhi persyaratan, Kepala BKPM

    atau Ketua BKPMD Propinsi akan menerbitkan Surat Persetujuan

    Penanaman Modal Dalam Negeri (SP-PMDN).

    2. Surat Persetujuan Penggabungan Perusahaan/Merger (Formulir model

    III/D)

    Persyaratan untuk mendapatkan persetujuan penggabungan

    perusahaan/Merger :

    a. Rekaman Izin Usaha Tetap (IUT) atau Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

    bagi yang telah berproduksi komersial tetapi belum memiliki IUT dari

    masing-masing perusahaan (PMDN) atau surat izin usaha bagi Non

    PMDN.

    b. Rekaman surat persetujuan dan perubahannya untuk masing-masing

    perusahaan PMDN.

    c. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya dengan

    pengesahannya dari Kementerian Hukum dan HAM untuk masing-masing

    perusahaan.

    d. Rekaman risalah RUPS yang diketahui oleh Notaris atau Pernyataan

    Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, tentang

  • 27

    persetujuan penggabungan dari pemegang saham masing-masing

    perusahaan.

    e. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) terakhir bagi

    perusahaan yang akan meneruskan kegiatan usaha.

    f. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    3. Surat Persetujuan Perubahan Status PMA menjadi PMDN (Formulir Model

    III/A)

    a. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/Keputusan

    Sirkular/Kesepakatan Para Pemegang Saham, yang ditandatangani oleh

    seluruh pemegang saham yang diketahui oleh notaris atau Pernyataan

    Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, yang

    memuat perjanjian kesepakatan perubahan modal perseroan.

    b. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir.

    c. Surat Persetujuan/Izin Usaha Tetap (IUT) yang telah dimiliki perusahaan.

    d. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    4. Surat Persetujuan Perluasan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri

    (Formulir model II/PMDN)

    a. Rekaman IUT atau BAP, kecuali jika proyek perluasan yang dimohonkan

    berbeda lokasi, atau berbeda bidang usaha dan/atau jenis produksi

    dengan proyek sebelumnya.

    b. Uraian proses produksi/kegiatan untuk bidang usaha yang tidak sejenis

    dengan bidang usaha yang disebut dalam IUT/BAP dalam proyek

    sebelumnya, dilengkapi :

    1) Diagram alur proses dan uraian proses produksi serta jenis bahan

    baku/penolong bagi industri pengolahan, atau

    2) Uraian kegiatan usaha bagi kegiatan bidang usaha jasa.

    c. Rekaman LKPM periode terakhir dan surat persetujuan BKPM.

    d. Surat kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

  • 28

    5. Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian Proyek PMDN dan PMA

    (Formulir model III/C)

    a. Rekaman Surat Persetujuan Pabean bagi perusahaan yang sudah

    dimiliki.

    b. Rekaman Surat Persetujuan PMDN atau Surat Persetujuan PMA

    beserta perubahannya.

    c. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir.

    d. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    6. Surat Permohonan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dan

    Rekomendasi TA-01 Dalam Rangka PMDN/PMA baru, Perpanjangan dan

    Pindah Jabatan (Formulir IMTA).

    a. Lampiran Bagi Permohonan Rekomendasi TA.01

    1) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku dari TKWNAP yang

    bersangkutan.

    2) Riwayat hidup terakhir (asli) yang ditandatangani oleh yang

    bersangkutan.

    3) Rekaman ijazah dan/atau sertifikat serta bukti pengalaman kerja

    dalam bahasa Inggris atau terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh

    penerjemah tersumpah.

    4) Rekaman akta atau risalah RUPS tentang penunjukan/ pengangkatan

    untuk jabatan direksi.

    5) Rekaman SK RPTK yang berlaku.

    6) Rekaman Surat Keputusan perusahaan tentang pengangkatan

    sebagai karyawan dan penunjukan sebagai TKI pendamping.

    7) Rekaman KTP TKI pendamping yang masih berlaku.

    8) Bukti Exit Permit Only (EPO)/copy IMTA untuk TKWNAP yang pernah

    bekerja di Indonesia sebelumnya.

    9) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

  • 29

    b. Lampiran Bagi Permohonan IMTA Baru

    1) Pas Photo 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar,

    2) Rekaman SP PMDN/PMA dan perubahannya,

    3) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku,

    4) Bukti pembayaran Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan

    (DPKK) dari Nota Kredit,

    5) Program pendidikan dan pelatihan TKI pendamping,

    6) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatanganan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    c. Lampiran Bagi Permohonan Perpanjangan IMTA

    1) Surat Keputusan Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA),

    2) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku,

    3) Bukti pembayaran Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan

    (DPKK) dari Nota Kredit,

    4) Rekaman RPTK yang masih berlaku,

    5) Pas Photo 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar,

    6) Laporan realisasi pelaksanaan program pendidikan dan latihan

    dan/atau program pengindonesiaan tenaga kerja,

    7) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    7. Surat Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Usaha/Izin Usaha Tetap Dalam

    Rangka PMDN (formulir IUT)

    a. Rekaman akta pendirian dan perubahan serta pengesahan/

    persetujuan/tanda penerimaan laporan dari Kementerian Hukum dan

    HAM.

    b. Bukti penguasaan/penggunaan tanah atas nama perusahaan :

    1) Rekaman sertifikat Hak Atas Tanah (HGB atau HGU atau Hak

    Pakai) atau akta jual beli tanah oleh PPAT, atau

    2) Rekaman perjanjian sewa menyewa tanah.

    c. Bukti penguasaan/penggunaan gedung/bangunan :

    1) Rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau

  • 30

    2) Rekaman akta jual beli/perjanjian sewa menyewa gedung/

    bangunan, atau

    3) Bukti sah lainnya.

    d. Rekaman NPWP.

    e. Rekaman izin Undang-Undang Gangguan (UUG)/HO bagi bidang usaha

    selain perdagangan dan jasa konsultasi, kecuali yang diwajibkan AMDAL.

    f. Rekaman Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi jasa perdagangan dan

    jasa konsultasi.

    g. Rekaman persetujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan

    Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi perusahaan yang kegiatan

    usahanya wajib analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau

    Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan

    Lingkungan (UPL) atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL)

    bagi perusahaan yang kegiatan usahanya tidak wajib AMDAL.

    h. Rekaman Surat Persetujuan PMA/PMDN yang dimiliki.

    i. Rekaman Izin Usaha Tetap yang dimiliki (untuk permohonan IUT

    perluasan/Merger/Alih Status).

    j. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    k. Rekaman LKPM-LI semester akhir.

    l. Persyaratan lain sebagaimana tercantum di dalam Surat Persetujuan

    dan/atau Daftar Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan

    (Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 atau perubahannya).

    8. Izin-izin Pelaksanaan Penanaman Modal

    a. Diperoleh di Pusat (BKPM atas nama Menteri Teknis)

    1) Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT),

    2) Rencana Penempatan Tenaga Kerja (RPTK),

    3) TA.01,

    4) Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA),

    5) SP Pabean barang modal/bahan baku,

  • 31

    b. Diperoleh di Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota)

    1) Izin Lokasi,

    2) Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

    3) Izin Undang-Undang Gangguan (UUG)/Hinder Odoratie (HO),

    4) Hak Atas Tanah,

    5) Izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),

    6) Izin usaha sektor kehutanan :

    a) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK),

    b) Izin Pemanfaatan Kayu (IPK),

    c) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK),

    d) Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman

    Nasional, Taman Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam,

    e) Izin Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL).

    Izin-izin yang diperoleh di Pusat dan Daerah dilampirkan sebagai persyaratan

    permohonan Izin Usaha Tetap (IUT).

    B. Penanaman Modal Asing (PMA)

    Permohonan Penanaman Modal baru dalam rangka PMA dapat diajukan oleh :

    WNA dan/atau,

    Badan Hukum Asing dan/atau,

    Perusahaan PMA dan/atau,

    Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing dan/atau perusahaan

    PMA bersama dengan WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia (dalam

    bentuk Joint Venture).

    Persyaratan dan prosedur investasi yang harus dimiliki oleh Penanam Modal

    Asing (PMA) sebagai berikut :

    1. Surat Persetujuan PMA/SP-PMA (formulir model I/PMA)

    a. Bagi Peserta Asing :

    1) Akta pendirian perusahaan dalam bahasa Inggris atau bahasa

    Indonesia; atau

    2) Fotocopy Paspor bagi perorangan.

  • 32

    b. Bagi perusahaan PMA yang sedang berjalan :

    1) Akta pendirian perusahaan dan perubahan apa saja,

    2) Pengesahan dari Menkumham,

    3) NPWP,

    4) Foto copy Pengesahan Penanaman Modal (SP/IUT BKPM).

    c. Bagi Peserta Indonesia :

    1) Akta pendirian perusahaan dan perubahan apa saja dan pengesahan

    dari Menkumham; atau,

    2) KTP bagi perorangan,

    3) NPWP.

    d. Bagi perusahaan PMA yang baru bergabung (PT. PMA)

    1) Akta pendirian perusahaan,

    2) Pengesahan dari Menkumham.

    e. Bagan arus dan uraian proses produksi serta perlengkapan bahan baku

    bagi industri pengolahan atau uraian/penjelasan kegiatan usaha bagi

    sektor pelayanan.

    f. Surat rekomendasi dari menteri teknis atau badan-badan lain yang

    terkait, bila diperlukan.

    g. Bila rekomendasi tersebut belum ada, perusahaan boleh menyerahkan

    permohonan penanaman modal kepada BKPM dengan melampirkan

    fotocopy surat rekomendasi dari menteri teknis atau bahan-bahan yang

    terkait termasuk bukti penerimaan dari instansi terkait. BKPM akan

    mengirim sepucuk surat ke instansi terkait mengenai permohonan

    rekomendasi dari perusahaan, dan bila dalam 17 (tujuh belas) hari kerja

    tidak ada respon atau rekomendasi, BKPM akan menerbitkan surat

    Pengesahan Penanaman Modal.

    h. Surat Kuasa kepada yang menandatangani dan/atau menyerahkan

    permohonan tersebut jika peserta diwakilkan oleh pihak lain.

  • 33

    2. Surat Persetujuan pendirian kantor perwakilan di Indonesia (formulir model

    KPPA)

    a. Surat penunjukan dari perusahaan induk.

    b. Surat kuasa untuk menandatangani permohonan jika peserta diwakilkan

    kepada pihak lain.

    c. Akta pendirian perusahaan dari perusahaan induk dan perubahan apa

    saja.

    d. Fotocopy paspor yang sah (bagi orang asing) atau fotocopy KTP (bagi

    orang Indonesia) yang akan diusulkan menjadi seorang eksekutif

    perwakilan.

    e. Surat pernyataan mengenai keinginan tinggal, dan hanya bekerja

    sebagai jabatan eksekutif kantor perwakilan tanpa melakukan bisnis lain

    di Indonesia.

    3. Surat Persetujuan Perubahan Status PMDN atau Non PMDN/PMA menjadi

    PMA (Formulir model III/B)

    a. Dokumen Perusahaan PMDN yang menjual saham, meliputi :

    1) Rekaman Surat Persetujuan PMDN beserta perubahannya atau

    Rekaman Izin Usaha/Izin Usaha Tetap bagi perusahaan yang telah

    berproduksi,

    2) Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya yang

    telah disahkan Kementerian Hukum dan HAM,

    3) Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/Keputusan

    Sirkular/Kesepakatan Para Pemegang Saham, yang ditandatangani

    oleh seluruh pemegang saham yang diketahui oleh Notaris atau

    pernyataan Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta

    Notaris, yang memuat perjanjian kesepakatan penjualan saham dan

    perubahan status perusahaan menjadi PMA,

    4) Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode

    terakhir.

  • 34

    b. Dokumen perusahaan Non PMDN/PMA yang menjual saham, meliputi:

    1) Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya yang telah

    disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM,

    2) Rekaman Persetujuan Prinsip dari Kementerian Teknis bagi

    perusahaan yang belum berproduksi atau Izin Usaha/Izin Usaha

    Tetap bagi perusahaan yang telah berproduksi,

    3) Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/Keputusan

    Sirkular/Kesepakatan Para Pemegang Saham, yang ditandatangani

    oleh seluruh pemegang saham dan diketahui oleh Notaris atau

    Pernyataan Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta

    Notaris, serta memuat perjanjian kesepakatan penjualan saham dan

    perubahan status perusahaan menjadi PMA,

    4) Rekaman NPWP.

    c. Dokumen Perusahaan PMA yang membeli saham, meliputi :

    1) Rekaman Surat Persetujuan dan/atau Izin Usaha/Izin Usaha Tetap,

    2) Rekaman LKPM periode terakhir,

    3) Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/Keputusan

    Sirkular/Kesepakatan Para Pemegang Saham, yang ditandatangani

    oleh seluruh pemegang saham dan diketahui oleh Notaris atau

    Pernyataan Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta

    Notaris, serta memuat perjanjian kesepakatan pembeli saham,

    4) Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya yang telah

    disahkan Kementerian Hukum dan HAM.

    d. Dokumen Warga Negara Asing dan/atau Badan hukum asing yang

    membeli saham, meliputi :

    1) Rekaman paspor yang masih berlaku bagi perorangan Warga Negara

    Asing,

    2) Rekaman Akta Pendirian dan perubahannya serta terjemahannya

    dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

    e. Surat rekomendasi dari instansi terkait, jika dipersyaratkan. Dalam hal

    surat rekomendasi belum ada, perusahaan dapat mengajukan

    permohonan penanaman modal ke BKPM dengan melampirkan surat

    permohonan rekomendasi kepada instasi teknis disertai dengan tanda

  • 35

    terima surat permohonan tersebut. Selanjutnya BKPM akan mengirim

    surat kepada instansi teknis tentang rekomendasi tersebut dan apabila

    dalam jangka waktu paling lama 17 (tujuh belas) hari kerja rekomendasi

    tersebut belum dikeluarkan atau tidak ada tanggapan, maka BKPM akan

    mengeluarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal yang bersangkutan.

    f. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    4. Surat Persetujuan Perluasan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing

    (formulir model II/PMA)

    a. Rekaman IUT atau BAP, kecuali jika proyek perluasan yang dimohonkan

    berbeda lokasi, atau berbeda bidang usaha dan/atau jenis produksi

    dengan proyek sebelumnya.

    b. Uraian proses produksi/kegiatan untuk bidang usaha yang tidak sejenis

    dengan bidang usaha yang disebut dalam IUT/BAP dalam proyek

    sebelumnya, dilengkapi :

    1) Diagram alur proses dan uraian proses produksi serta jenis bahan

    baku/penolong bagi industri pengolahan, atau

    2) Uraian kegiatan usaha bagi kegiatan bidang usaha jasa.

    c. Rekaman LKPM periode terakhir dan surat persetujuan BKPM.

    d. Surat kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    5. Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian Proyek PMA (formulir

    model III/C)

    a. Rekaman Surat Persetujuan Pabean bagi perusahaan yang sudah

    dimiliki;

    b. Rekaman Surat Persetujuan PMDN atau Surat Persetujuan PMA beserta

    perubahannya;

    c. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir;

    d. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

  • 36

    6. Surat Permohonan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dan

    Rekomendasi TA-01 Dalam Rangka PMA baru, Perpanjangan dan Pindah

    Jabatan (Formulir IMTA)

    a. Lampiran bagi Permohonan Rekomendasi TA.01

    1) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku dari TKWNAP yang

    bersangkutan,

    2) Riwayat hidup terakhir (asli) yang ditandatangani oleh yang

    bersangkutan,

    3) Rekaman ijazah dan/atau sertifikat serta bukti pengalaman kerja

    dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

    oleh penerjemah tersumpah,

    4) Rekaman akta atau risalah RUPS tentang penunjukan/ pengangkatan

    untuk jabatan Direksi,

    5) Rekaman SK RPTK yang berlaku,

    6) Rekaman Surat Keputusan perusahaan tentang pengangkatan

    sebagai karyawan dan penunjukan sebagai TKI pendamping,

    7) Rekaman KTP TKI pendamping yang masih berlaku,

    8) Bukti Exit Permit Only (EPO)/copy IMTA untuk TKWNAP yang pernah

    bekerja di Indonesia sebelumnya,

    9) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    b. Lampiran bagi Permohonan IMTA Baru

    1) Pas photo 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar,

    2) Rekaman SP PMDN/PMA dan perubahannya,

    3) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku,

    4) Bukti pembayaran Dana Pengembangan Keahlian dan Keterampilan

    (DPKK) dari Nota Kredit,

    5) Program pendidikan dan pelatihan TKI pendamping,

    6) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    c. Lampiran bagi Permohonan Perpanjangan IMTA

    1) Surat Keputusan Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA),

    2) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku,

  • 37

    3) Bukti pembayaran Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan

    (DPKK) dari Nota Kredit,

    4) Rekaman RPTK yang masih berlaku,

    5) Pas photo 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar,

    6) Laporan realisasi pelaksanaan program pendidikan dan latihan

    dan/atau program pengindonesiaan tenaga kerja,

    7) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    7. Surat Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Usaha/Izin Usaha Tetap Dalam

    Rangka PMA (formulir IUT)

    a. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahan serta

    pengesahan/persetujuan/tanda penerimaan laporan dari Kementerian

    Hukum dan HAM.

    b. Bukti penguasaan/penggunaan tanah atas nama perusahaan :

    1) Rekaman sertifikat Hak Atas Tanah (HGB atau HGU atau Hak Pakai

    atau akta jual beli tanah oleh PPAT), atau

    2) Rekaman perjanjian sewa menyewa tanah.

    c. Bukti penguasaan/penggunaan gedung/bangunan :

    1) Rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau

    2) Rekaman akta jual beli/perjanjian sewa menyewa gedung/

    bangunan, atau

    3) Bukti sah lainnya.

    d. Rekaman NPWP.

    e. Rekaman izin Undang-Undang Gangguan (UUG)/HO bagi bidang usaha

    selain perdagangan dan jasa konsultasi, kecuali yang diwajibkan AMDAL.

    Rekaman Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi jasa perdagangan dan

    jasa konsultasi.

    f. Rekaman persetujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan

    Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi perusahaan yang kegiatan

    usahanya wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau

    Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan

  • 38

    Lingkungan (UPL) atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL)

    bagi perusahaan yang kegiatan usahanya tidak wajib AMDAL.

    g. Rekaman Surat Persetujuan PMA yang dimiliki.

    h. Rekaman Izin Usaha Tetap yang dimiliki (untuk permohonan IUT

    perluasan/Merger/Alih Status).

    i. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang

    mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.

    j. Rekaman LKPM-LI semester akhir.

    k. Persyaratan lain sebagaimana tercantum di dalam Surat Persetujuan

    dan/atau Daftar Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan

    (Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 atau perubahannya).

    8. Izin-izin Pelaksanaan Penanaman Modal

    Perizinan/persetujuan yang diperlukan dalam rangka PMA adalah :

    Surat Persetujuan PMA/SP-PMA (formulir Model I PMA)

    a. SP-PMA dipergunakan sebagai dasar pengurusan persetujuan/perizinan

    pelaksanaan lain baik di pusat maupun di daerah.

    b. Permohonan PMA baru diajukan kepada Kepala BKPM dengan lampiran

    bukti diri (paspor).

    c. Bagi permohonan yang memenuhi persyaratan maka Kepala BKPM

    selambat-lambatnya dalam 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan

    diterima dengan lengkap dan benar akan menerbitkan Surat Persetujuan

    Penanaman Modal Asing (SP-PMA). SP-PMA digunakan untuk melengkapi

    izin-izin pelaksanaan penanaman modal.

    Izin izin Pelaksanaan dalam rangka PMA ada yang diurus di Pusat dan ada

    yang diurus di daerah. Izin pelaksanaan tersebut meliputi :

    a. Diperoleh di Pusat (BKPM atas nama Menteri Teknis)

    Perizinan/persetujuan PMA yang diurus/dikeluarkan di BKPM atas nama

    Menteri Teknis terkait adalah :

    1) Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), 2) Rencana Penempatan Tenaga Kerja (RPTK), 3) TA.01, 4) Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), 5) Surat Persetujuan Pabean Barang Modal/Bahan Baku.

  • 39

    b. Diperoleh di Pusat (Instansi selain BKPM)

    1) Akte Pendirian Perusahaan (Kementerian Hukum dan Hak Azasi

    Manusia),

    2) NPWP (Kementerian Keuangan),

    3) Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) untuk tenaga asing

    (Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia).

    c. Diperoleh di Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota)

    Perizinan/persetujuan PMA yang diurus/dikeluarkan di daerah adalah :

    1) Izin Lokasi,

    2) Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

    3) UUG/HO,

    4) Hak Atas Tanah,

    5) Izin Amdal,

    6) Izin usaha sektor kehutanan :

    a) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK),

    b) Izin Pemanfaatan Kayu (IPK),

    c) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK),

    d) Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman

    Nasional, Taman Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam,

    e) Izin Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL).

    Izin-izin yang diperoleh di Pusat dan Daerah dilampirkan sebagai persyaratan

    permohonan Izin Usaha Tetap (IUT).

  • 40

  • 41

    Dalam rangka mendorong pertumbuhan investasi sektor kehutanan dan peningkatan

    perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan, Undang-undang Nomor 41 tahun

    1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3

    Tahun 2008 mengatur secara garis besar bentuk pemanfaatan hutan yang wajib disertai

    izin usaha pemanfatan hutan meliputi:

    Pemanfaatan Kawasan (IUPK)

    Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL);

    Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu (IUPHHK dan IUPHHBK); dan

    Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu (IPHHK dan IPHHBK).

    Bidang usaha potensial kehutanan selama ini telah diupayakan peningkatannya melalui

    pelayanan perijinan usaha oleh Kementerian Kehutanan yang seyogyanya juga didukung

    oleh iklim usaha yang kondusif bagi investor guna menghindari permasalahan yang

    menghambat perkembangan investasi pada sektor kehutanan, seperti:

    Aspek legal, tumpang tindih kewenangan terkait otonomi.

    Aspek land, klaim masyarakat setempat (tenurial).

    Aspek labour, UU tenaga kerja yang disempurnakan.

    Aspek infrastruktur.

    Pemberian pinjaman/kredit.

    Tekanan dunia internasional.

    Kementerian Kehutanan telah mengatur mekanisme dan tata cara perizinan usaha sektor

    kehutanan sebagai berikut :

    A. Mekanisme Pengajuan Perizinan

    Mekanisme/bagan alir pelayanan perizinan dibuat sesederhana mungkin, sehingga

    masyarakat cepat bisa memahami dalam mengurus perizinan dibutuhkan. Adapun

    bagan alir/mekanisme perizinan di Kementerian Kehutanan adalah sebagai berikut :

  • 42

    Pemohon pertama-tama mengakses situs web pelayanan perizinan online dan

    melakukan registrasi/pendaftaran online.

    Pemohon setelah melakukan registrasi, admin perizinan akan mengecek berkas

    yang diberikan oleh pemohon.

    Jika persyaratan yang diberikan lengkap/memenuhi syarat maka pemohon akan di

    kirimkan USER ID dan Password melalui E-mail.

    Jika persyaratan tidak lengkap/tidak memenuhi syarat maka pemohon akan

    dikirimkan pemberitahuan ketidakvalidan persyaratan melalui E-mail.

    Mekanisme Perizinan Online

    Mekanisme/bagan alir pelayanan perizinan dibuat sesederhana mungkin, sehingga

    masyarakat cepat bisa memahami dalam mengurus perizinan dibutuhkan. Adapun

    bagan alir/mekanisme perizinan di Kementerian Kehutanan adalah sebagai berikut :

  • 43

    Pemohon pertama-tama mengakses situs web portal perizinan dan melakukan

    permohonan izin.

    Pemohon mengirimkan persyaratan-persyaratan terkait perizinan yang dipilih secara

    online melalui situs web portal perizinan.

    Selanjutnya admin system akan menerima berkas dari pemohon dan cek

    kelengkapan persyaratan.

    Jika persyaratan tidak lengkap/tidak memenuhi syarat maka pemohon akan

    dikirimkan pemberitahuan ketidaklengkapan data persyaratan melalui E-mail oleh

    admin system

    Jika persyaratan pemohon lengkap, admin system akan mengirimkan berkas

    pemohon kepada admin perizinan yang dipilih.

    Admin perizinan akan melakukan validasi sesuai dengan peraturan yang sudah

    ditetapkan terkait perizinan yang dipilih.

    Jika data persyaratan pemohon tidak valid maka admin perizinan akan memberikan

    informasi kepada pemohon.

    Jika data pemohon valid maka admin perizinan akan memberikan informasi kepada

    pemohon dan memberikan surat izin.

    B. Tata Cara Perizinan

    1. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)

    Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan

    Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu merupakan izin untuk

    memanfaatkan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dapat

    dikonversi dan telah dilepas, dengan cara tukar menukar kawasan hutan,

    penggunaan kawasan hutan pada hutan produksi atau hutan lindung dengan izin

    pinjam pakai, dan dari Areal Penggunaan Lain yang telah diberikan izin peruntukan.

    a. Kegiatan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)

    Kegiatan IPK dibedakan menjadi :

    1) IPK pada APL yang telah dibebani izin peruntukan;

    2) IPK pada HPK yang telah dikonversi atau tukar menukar kawasan hutan;

    3) Kayu tidak ekonomis untuk IPK.

  • 44

    b. Pelaku Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)

    Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dapat dilakukan oleh :

    1) Perorangan;

    2) Koperasi;

    3) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

    4) Badan Usaha Milik Swasta (BUMS).

    c. Persyaratan Permohonan Pengajuan IPK

    Pengajuan permohonan IPK harus dilengkapi dengan persyaratan sebagai

    berikut :

    1) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk untuk pemohon perorangan atau Akte

    Pendirian perusahaan pemohon beserta perubahannya;

    2) Fotokopi izin peruntukan penggunaan lahan seperti izin bidang pertanian,

    perkebunan, pemukiman, pembangunan transportasi, sarana prasarana

    wilayah, pembangunan sarana komunikasi dan informasi, kuasa

    pertambangan, PKP2B yang diterbitkan dan dilegalisir oleh pejabat yang

    berwenang;

    3) Peta lokasi yang dimohon.

    d. Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Permohonan

    Tata cara permohonan pengajuan IPK terbagi menjadi :

    1) IPK pada APL yang telah dibebani izin peruntukan dilakukan dengan cara :

    a) Pengajuan permohonan IPK pada areal yang telah ditentukan kepada

    pejabat penerbit IPK dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi,

    Kepala Balai, dan Kepala BPKH.

    b) Permohonan IPK yang tidak memenuhi persyaratan, permohonan akan

    ditolak oleh penerbit IPK dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari

    kerja sejak permohonan diterima, apabila permohonan IPK memenuhi

    persyaratan, maka pejabat penerbit IPK meminta pertimbangan teknis

    kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan Kepala Balai dengan

    melampirkan persyaratan permohonan.

  • 45

    c) Kepala Dinas Provinsi menerbitkan pertimbangan teknis atau penolakan

    kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada

    Direktur Jenderal, Bupati/Walikota, dan Kepala Balai dalam jangka

    waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan pertimbangan

    teknis.

    d) Berdasarkan pertimbangan teknis, Pejabat Penerbit IPK mewajibkan

    kepada pemohon untuk :

    Melakukan timber cruising pada areal yang dimohon dengan

    intensitas 5% untuk seluruh pohon dalam jangka waktu paling

    lambat 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak diterimanya surat

    perintah, dan membuat Rekapitulasi Laporan Hasil Cruising (RLHC);

    dan

    Menuangkan RLHC dalam Berita Acara dan ditandatangani oleh

    pengurus perusahaan dilengkapi Pakta Integritas yang berisi nama,

    jabatan, alamat, dan pernyataan kebenaran pelaksanaan timber

    cruising.

    e) Apabila permohonan telah memenuhi persyaratan, maka Pejabat

    Penerbit IPK memberikan surat persetujuan IPK sesuai dengan

    ketentuan yang telah ditetapkan yang akan diteruskan dengan

    penerbitan Keputusan Pemberian IPK.

    f) Apabila pemohon tidak melaksanakan kewajibannya, dalam waktu 50

    (lima puluh) hari kerja, surat persetujuan IPK dibatalkan dengan

    tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal, Direktur Jenderal

    Planologi Kehutanan, Kepala Dinas Provinsi, dan Kepala Balai.

    2) IPK pada HPK yang telah dikonversi atau tukar menukar kawasan hutan

    dilakukan dengan cara :

    a) Mengajukan permohonan kepada pejabat penerbit IPK dengan

    tembusan kepada Direktur Jenderal, Direktur Jenderal Planologi

    Kehutanan, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Kepala

    BPKH.

  • 46

    b) Permohonan IPK yang tidak memenuhi persyaratan, maka Pejabat

    Penerbit IPK menolak permohonan dalam jangka waktu 14 (empat

    belas) hari kerja sejak permohonan diterima.

    c) Apabila permohonan IPK memenuhi persyaratan, maka Pejabat

    Penerbit IPK meminta pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal,

    dengan tembusan kepada Kepala Balai yang dilampiri dengan

    persyaratan permohonan.

    d) Kepala Balai menyampaikan hasil penelaahan kegiatan fisik lapangan

    kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak

    tanggal diterimanya tembusan permintaan pertimbangan teknis.

    e) Penerbitan pertimbangan teknis atau penolakan oleh Direktur Jenderal

    kepada Pejabat Penerbit IPK dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh)

    hari kerja sejak tanggal diterimanya hasil penelaahan kegiatan fisik

    lapangan yang ditembuskan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota,

    Kepala Balai, dan Kepala BPKH.

    f) Pada areal yang telah diberikan dispensasi pada proses permohonan

    pelepasan kawasan hutan pada HPK, dapat diberikan IPK dengan

    mengacu pada ketentuan IPK pada HPK yang dikonversi sesuai

    peraturan.

    3) Kayu Tidak Ekonomis Untuk IPK

    Permohonan kayu tidak ekonomis untuk IPK yaitu :

    a) Untuk potensi kayu tidak ekonomis tidak memerlukan IPK dan dapat

    melakukan kegiatan termasuk pembukaan lahan dan penebangan

    pohon.

    b) Potensi kayu tidak ekonomis apabila volume tegakan diameter30cm

    dan paling banyak 50 m dalam satu calon IPK.

    c) Potensi kayu tetap dikenakan kewajiban membayar penggantian nilai

    tegakan yang didasarkan hasil timber cruising dengan intensitas 100%

    untuk kayu berdiameter 30cm oleh Dinas Kabupaten/Kota dengan

    penerbitan surat dari Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota.

  • 47

    d) Kayu hasil tebangan apabila telah dilunasi kewajiban terhadap negara

    (penggantian nilai tegakan, PSDH dan DR) dapat diangkut dengan

    dilengkapi dokumen angkutan sesuai peraturan perundangan.

    e) Dokumen pengangkutan kayu hasil penebangan kayu tidak ekonomis

    menggunakan dok