18
1 PEDOMAN PELAKSANAN MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN INPRES NO. 6 TAHUN 2013 TENTANG PENUNDAAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT DI DAERAH 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka menyeimbangkan dan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi lahan, maka Inpres 6/2013 sebagaimana Inpres 10/2011 sebelumnya, bermaksud memberikan “breathing spaceuntuk penyempurnaan tata kelola, dan berlaku efektif selama 2 tahun sejak ditetapkan pada tanggal 13 Mei 2013. Sesuai Inpres tersebut Pemerintah Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) diinstruksikan melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru (moratorium) pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi merupakan hal penting dalam rangka penyempurnaan tata kelola kehutanan di Indonesia, terutama jika dihubungkan dengan target penurunan emisi gas rumah kaca secara nasional. Oleh karena itu, pemerintah daerah memerlukan pedoman sebagai dasar untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi di wilayah masing-masing. 1.2 TUJUAN DAN SASARAN Pedoman pelaksanaan monev Inpres 6/2013 bertujuan untuk memberikan panduan bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru (moratorium) pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB), serta pelaporan, monitoring dan evaluasinya di daerah. Sasaran dari penyusunan pedoman pelaksanaan monev ini adalah: 1. Pemerintah daerah dapat memahami dan mendalami peran sertanya yang besar dalam penegakan moratorium di daerah berdasarkan Inpres No. 6 Tahun 2013. 2. Pemerintah daerah dapat memahami prosedur untuk memeriksa kesesuaian Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) dengan informasi yang dimiliki daerah. 3. Pemerintah daerah dapat mengetahui secara teknis bagaimana cara membaca PIPIB dan menyesuaikannya dengan peta yang digunakan di daerah (RTRW), terutama dalam keperluan pengeluaran izin. 4. Pemerintah daerah dapat membuat laporan laporan hasil monitoring dan evaluasi (monev) berupa data-data/ informasi tentang pengajuan rekomendasi

Pedoman Pelaksanaan Monev Inpres 6 Tahun 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

monev

Citation preview

  • 1

    PEDOMAN PELAKSANAN

    MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN

    INPRES NO. 6 TAHUN 2013 TENTANG

    PENUNDAAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN

    TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER

    DAN LAHAN GAMBUT DI DAERAH

    1 PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Dalam rangka menyeimbangkan dan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi lahan, maka Inpres 6/2013 sebagaimana Inpres 10/2011 sebelumnya, bermaksud memberikan breathing space untuk penyempurnaan tata kelola, dan berlaku efektif selama 2 tahun sejak ditetapkan pada tanggal 13 Mei 2013. Sesuai Inpres tersebut Pemerintah Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) diinstruksikan melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru (moratorium) pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan.

    Pelaksanaan monitoring dan evaluasi merupakan hal penting dalam rangka penyempurnaan tata kelola kehutanan di Indonesia, terutama jika dihubungkan dengan target penurunan emisi gas rumah kaca secara nasional. Oleh karena itu, pemerintah daerah memerlukan pedoman sebagai dasar untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi di wilayah masing-masing.

    1.2 TUJUAN DAN SASARAN

    Pedoman pelaksanaan monev Inpres 6/2013 bertujuan untuk memberikan

    panduan bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan

    penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru (moratorium) pada

    kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta

    Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB), serta pelaporan, monitoring dan evaluasinya

    di daerah.

    Sasaran dari penyusunan pedoman pelaksanaan monev ini adalah:

    1. Pemerintah daerah dapat memahami dan mendalami peran sertanya yang

    besar dalam penegakan moratorium di daerah berdasarkan Inpres No. 6 Tahun

    2013.

    2. Pemerintah daerah dapat memahami prosedur untuk memeriksa kesesuaian

    Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) dengan informasi yang dimiliki

    daerah.

    3. Pemerintah daerah dapat mengetahui secara teknis bagaimana cara membaca

    PIPIB dan menyesuaikannya dengan peta yang digunakan di daerah (RTRW),

    terutama dalam keperluan pengeluaran izin.

    4. Pemerintah daerah dapat membuat laporan laporan hasil monitoring dan

    evaluasi (monev) berupa data-data/ informasi tentang pengajuan rekomendasi

  • 2

    dan/atau izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan yang ditunda atau ditolak

    sehubungan berlakunya Inpres No. 10 Tahun 2011 secara mandiri.

    5. Pemerintah daerah dapat menegakkan moratorium/penundaan sementara

    perizinan di kawasan hutan dan lahan gambut melalui kegiatan pengawasan,

    monitoring dan evaluasi di tingkat provinsi/ kabupaten/ kota.

    6. Pemerintah daerah dapat membuat laporan inventarisasi rekomendasi dan/atau

    izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan dan/atau izin lain berdasarkan

    kewenangannya secara mandiri.

    7. Pemerintah daerah dapat menyampaikan laporan monev dan data inventarisasi

    perizinan tersebut di atas kepada pemerintah pusat (Kementerian Dalam

    Negeri dan Badan Informasi Geospasial) sebagai kustodian data.

    8. Mengusulkan penyesuaian dan/atau perubahan PIPIB.

    1.3 RUANG LINGKUP

    Ruang lingkup kegiatan ini mencakup:

    1. Pembentukan Tim Teknis Daerah

    2. Tata Cara Pelaksanaan

    3. Tata Cara Pelaporan

    1.4. LANDASAN HUKUM

    Pedoman pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan ini didasarkan

    pada Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin

    Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut;

    2 PEMBENTUKAN TIM TEKNIS DAERAH

    2.1. SUSUNAN TIM TEKNIS DAERAH

    Pelaksana monitoring dan evaluasi Inpres No. 6 Tahun 2013 di daerah adalah Tim

    Teknis Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan yang dibentuk berdasarkan keputusan

    Kepala Daerah. Tugas Tim Teknis daerah dapat dilakukan oleh Kelompok Kerja

    Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Badan Koordinasi

    Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi atau Kabupaten/Kota, jika BKPRD

    belum dibentuk.

    Sesuai Permendagri No. 50 Tahun 2010 tentang Pedoman Koordinasi Penataan

    Ruang Daerah, maka Kelompok Kerja Pemanfaatan dan Pengendalian

    Pemanfaatan Ruang dalam melaksanakan tugas sebagai Tim Teknis Daerah,

    mempunyai susunan keanggotaan terdiri atas:

    a. Ketua : Kepala Bidang/Sub Dinas pada Dinas yang membidangi penataan ruang;

    b. Wakil Ketua : Kepala Bagian pada Biro Hukum;

  • 3

    c. Sekretaris : Kepala Seksi/Sub Bidang pada Dinas yang membidangi penataan ruang;

    d. Anggota : Pegawai pada SKPD terkait pelaksanaan Inpres 6/2013. dengan melibatkan SKPD yang menangani urusan kehutanan, pertanian, perkebunan, tata ruang, dan pertanahan.

    2.2. TUGAS

    Kelompok Kerja Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang atau Tim

    Teknis Daerah mempunyai tugas:

    1. Menyusun rencana kerja monitoring dan evaluasi pelaksanaan Inpres No. 6

    Tahun 2013 di daerah.

    2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat di daerah mengenai wilayah yang

    berdasarkan PIPIB ditunda pemberian izin barunya;

    3. Memeriksa dan melaporkan kesesuaian Peta Indikatif Penundaan Izin Baru

    (PIPIB) dengan informasi yang dimiliki daerah;

    4. Memantau, mengevaluasi, dan melaporkan pelaksanaan rekomendasi/izin

    lokasi/ izin lain berdasarkan kewenangan Pemerintah Daerah, yang diberikan di

    atas lahan yang sebelumnya merupakan hutan alam primer dan lahan gambut

    dan/atau yang berbatasan langsung dengan hutan alam primer dan lahan

    gambut;

    5. Memfasilitasi pelaksanaan perizinan pemanfaatan ruang berdasarkan PIPIB

    dan Inpres 6/2013;

    6. Melaporkan pengajuan rekomendasi dan/atau izin lokasi dan/atau izin usaha

    perkebunan dan/atau izin lain berdasarkan kewenangan kepala daerah, yang

    ditunda atau ditolak sehubungan berlakunya Inpres 6/2013;

    7. Menerima, dan menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat yang

    berindikasi melanggar area moratorium izin yang terdapat di PIPIB melalui

    media komunikasi dengan masyarakat.

    8. Membuka ruang, menerima, meneliti, dan menindaklanjuti laporan pengaduan

    bagi pelanggaran moratorium perizinan dari masyarakat melalui berbagai

    media komunikasi (surat/telepon/email).

    9. Mengajukan draft peraturan pelaksanaan penegakan Inpres No. 6 Tahun 2013

    di tingkat provinsi/kabupaten/kota untuk dikeluarkan oleh kepala pemerintah

    atau SKPD di tingkat provinsi/kabupaten/kota.

    2.3 SIFAT DAN JANGKA WAKTU

    Tim Pelaksana Monitoring dan Evaluasi Inpres No. 6 Tahun 2013 dibentuk oleh

    Kepala Daerah dan bersifat ad hoc serta melaksanakan tugasnya sampai

    berakhirnya masa berlaku Inpres dimaksud pada tahun 2015

    2.4. PELAPORAN

    Pelaporan hasil pemeriksaan, pemantauan, evaluasi, penolakan izin, sebagaimana

    tugas tim dilakukan sebagai bagian dari laporan koordinasi penataan ruang daerah

    oleh BKPRD atau laporan Tim Teknis Daerah.

  • 4

    Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan kegiatan Tim Teknis Daerah kepada

    Gubernur, setiap 6 (enam) bulan secara periodik, mengikuti periodisasi revisi

    PIPIB. Revisi PIPIB dilakukan oleh Menteri Kehutanan pada bulan November

    2013, Mei 2014, November 2014, dan Mei 2015, sehingga pelaporan oleh Bupati/

    Walikota kepada Gubernur dimulai paling lambat tanggal 1 Maret 2014, 1

    September 2014, dan 1 Maret 2015.

    Selanjutnya, Gubernur melaporkan pelaksanaan kegiatan Tim Teknis Tingkat

    Kabupaten/ Kota, sekaligus pelaksanaan kegiatan Tim Teknis Tingkat Provinsi

    sesuai kewenangannya kepada Menteri Dalam Negeri, paling lambat tanggal 1

    April 2014, 1 Oktober 2014, dan 1 April 2015.

    2.5 PENDANAAN

    Pendanaan Tim Teknis Daerah di provinsi dan kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

    3.TATA CARA PELAKSANAAN MONITORING

    DAN EVALUASI

    Tata cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi mencakup penjelasan mengenai:

    1. Penggunaan PIPIB dalam proses penerbitan izin

    2. Substansip pemeriksaan PIPIB berdasarkan informasi yang dimiliki pemerintah

    daerah

    3. Pemantauan dan evaluasi

    3.1. PENGGUNAAN PIPIB

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan PIPIB sebagai dasar

    pemberian atau penundaan izin adalah sebagai berikut :

    1. PIPIB adalah peta indikatif dengan skala 1 : 250.000, secara kaidah kartografis

    poligon terkecil yang bisa tergambar dalam peta skala 1 : 250.000 adalah 5 mm

    x 5 mm atau seluas 156,25 Ha di lapangan. Dalam kenyataannya masih ada

    poligon sliver dengan ukuran kurang dari 156,25 Ha yang terdapat dalam peta

    PIPIB. Hal ini disebabkan karena peta ini merupakan produk hukum yang

    menampilkan hasil 0utput PIPIB apa adanya. Sehingga tidak ada proses

    generalisasi dalam penyusunannya.

    2. Skala Peta Dasar dan Peta Izin yang akan dicek terhadap Peta PIPIB juga harus

    diperhatikan secara seksama. Jika Peta dasar dan peta perizinan memiliki skala

    yang tidak sama, kemungkinan akan terjadi beberapa perbedaan geometris

    unsur dasar maupun tematik.

  • 5

    3. Sistem referensi peta izin harus mengacu pada Datum Geodesi Nasional 1995,

    sistem proyeksi dan sistem grid bisa menggunakan geografis maupun

    transverse mercator. Harus disertakan pula informasi sistem proyeksinya (file :

    *.prj)

    4. Data izin yang masih berupa peta hardcopy jika akan dilakukan digitasi on-

    screen harus memperhatikan tingkat ketelitian proses georeferencing yang akan

    tercermin dalam nilai root mean square error (RMSE). Nilai RMSE maksimal

    sebesar 0,001.

    3.2. SUBSTANSI PEMERIKSAAN

    Tim mencermati PIPIB revisi terakhir dengan membandingkan, memeriksa

    kembali, dan mengacu pada:

    1. Areal Sawah berdasarkan pemantapan luas baku sawah Luas Baku Sawah

    melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 354/KEP-

    100.18/IX/2011 tanggal 16 September 2011;

    2. Hasil validasi data izin pemanfaatan kawasan hutan, yang terbit sebelum Inpres

    No. 10 Tahun 2011 atau sebelum tanggal 20 Mei 2011;

    3. Dalam proses pendaftaran titel hak atas tanah di BPN, yang telah diajukan

    sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011 atau sebelum tanggal 20 Mei 2011;

    4. Hasil validasi data izin kebun, transmigrasi, pinjam pakai kawasan hutan, yang

    terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011;

    5. Pemutakhiran data tata ruang wilayah, termasuk tata batas wilayah dan

    deliniasi tata guna lahan/ peruntukan lahan;

    6. Hasil validasi data lahan gambut;

    7. Hasil validasi data hutan primer;

    8. Pencabutan IUPHHK;

    9. Hasil validasi atas informasi masyarakat.

    10. Hasil evaluasi kegiatan perolehan tanah.

    Secara operasional mekanisme untuk pengecekan rekomendasi/ izin lokasi yang

    berada di atas area moratorium yang terdapat pada PIPIB, misalnya Pemprov,

    Kabupaten/Kota sesuai daerahnya masing-masing membuat daftar wilayah yang

    berdasarkan PIPIB merupakan area moratorium, kemudian mencocokan datanya

    dengan areal izin yang terdapat pada inventarisasi rekomendasi dan izin lokasi

    untuk menemukan apakah terdapat rekomendasi/izin lokasi yang berada di area

    moratorium, jika ditemukan, melakukan pengecekan izin apakah izin tersebut

    lengkap dan legal, jika ditemukan terdapat izin yang tidak lengkap dan legal maka

    Pemda melalui Kemdagri melakukan pelaporan atas izin tersebut sebagai bahan

    revisi PIPIB.

    Pemeriksaan PIPIB dapat didasarkan pada informasi yang dimiliki pemerintah

    daerah. Informasi yang dimiliki pemerintah daerah meliputi:

    a. RTRW

    b. Izin Lokasi/ Rekomendasi

    c. Izin Usaha Perkebunan

    d. Luas Baku Sawah

  • 6

    e. Peta Hutan Primer

    f. Peta Lahan Gambut

    Pemeriksaan PIPIB oleh daerah ini dapat menjadi bahan masukan bagi revisi

    PIPIB, sementara PIPIB yang dikeluarkan dengan status terakhir (saat ini revisi IV)

    menjadi dasar dalam penundaan pemberian izin di daerah.

    Pemeriksaan dilakukan melalui tahapan dan tata cara sebagai berikut:

    1. Pemerintah daerah menyiapkan data terkait (peta, dokumen pendukung,

    inventarisasi permasalahan terkait PIPIB) dan surat usulan revisi yang ditujukan

    kepada K/L terkait.

    2. Dalam hal terdapat indikasi perbedaan antara Peta Indikatif Penundaan

    Pemberian Izin Baru dengan kondisi fisik lapangan, dapat dilakukan survei,

    untuk :

    a) Lahan gambut, dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian

    b) Hutan alam primer, dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan, dengan melibatkan Dinas Kabupaten yang membidangi Kehutanan dan Perguruan Tinggi yang mempunyai disiplin ilmu di bidang kehutanan

    3. Hasil survei lapangan sebagaimana dimaksud diatas yang menunjukkan :

    a) Bukan berupa gambut dan/atau bukan hutan alam primer, maka areal tersebut dapat diberikan izin baru.

    b) Berupa gambut dan/atau hutan alam primer, maka areal tersebut menjadi areal yang ditunda pemberian izin baru.

    4. Terhadap lokasi yang telah mendapat perizinan atau titel hak sebelum

    diterbitkannya Inpres No 6 Tahun 2013 dan masih berada dalam wilayah yang

    masuk dalam area moratorium PIPIB Revisi 4 maka wajib dilaporkan sebagai

    bahan revisi Peta Indikatif Penundaan Izin Baru Revisi berikutnya.

    3.4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

    Secara teknis untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap izin yang

    diajukan sebelum terbitnya Inpres No. 6 Tahun 2013, cukup dengan menampilkan

    secara bersamaan (overlay) layer Peta PIPIB dan layer perizinan. Hal yang

    diperhatikan adalah Sistem referensi peta izin harus mengacu pada Datum

    Geodesi Nasional 1995, sistem proyeksi dan sistem grid bisa menggunakan

    geografis maupun transverse mercator. Dipastikan pula tidak ada poligon perizinan

    yang tumpang tindih (overlap) dengan layer moratorium.

    4. TATA CARA PELAPORAN

    Pelaporan oleh daerah mencakup:

    1. Usulanp perbaikan PIPIB berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Teknis Daerah;

    2. Penundaan atau penolakan penerbitan izin baru;

  • 7

    3. Perizinan yang mencakup rekomendasi/izin lokasi/IUP/izin lain yang menjadi

    kewenangan daerah, yang diterbitkan sejak tahun 2007.

    4.1. PELAPORAN TENTANG USULAN PERBAIKAN PIPIB

    BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN TIM TEKNIS

    DAERAH

    Pelaporan tentang perbaikan PIPIB berdasarkan hasil pemeriksaan tim monitoring

    dan evaluasi dapat dirangkum dalam format tabel sebagai berikut:

    TABEL PENAMBAHAN LUAS HUTAN ALAM PRIMER PADA PIPIB

    No. LOKASI LUAS KRITERIA *) KETERANGAN

    JUMLAH

    TABEL PENAMBAHAN LUAS LAHAN GAMBUT PADA PIPIB

    No. LOKASI LUAS KRITERIA KETERANGAN

    JUMLAH

    TABEL PENGURANGAN LUAS HUTAN ALAM PRIMER PADA PIPIB

    No. LOKASI LUAS KRITERIA KETERANGAN

    JUMLAH

    TABEL PENGURANGAN LUAS LAHAN GAMBUT PADA PIPIB

    No. LOKASI LUAS KRITERIA KETERANGAN

    JUMLAH

    Kriteria*) untuk penambahan atau pengurangan areal PIPIB, terdiri atas:

    1. Luas Baku Sawah (K1);

    2. Validasi data izin pemanfaatan kawasan hutan (yang terbit sebelum Inpres No.

    10 Tahun 2011) (K2);

    3. Status lahan dalam proses pendaftaran titel hak atas tanah di BPN (yang telah

    diajukan sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011) (K3);

  • 8

    4. Validasi data izin kebun, transmigrasi, pinjam pakai kawasan hutan (yang terbit

    sebelum Inpres No.6 Tahun 2013) (K4);

    5. Pemutakhiran data tata ruang wilayah (K5);

    6. Validasi data lahan gambut (K6);

    7. Validasi data hutan primer (K7);

    8. Pencabutan IUPHHK (K8);

    9. Validasi atas informasi masyarakat (K9).

    10. Lain-lain (disebutkan dalam keterangan) (K10).

    Kolom lokasi dilengkapi dengan titik-titik koordinat.

    Kolom keterangan dapat diisi dengan keterangan pemilik/status kepemilikan,

    aturan perundang-undangan, sumber data, dan lain-lain, sementara keterangan

    yang membutuhkan penjelasan lebih rinci/ peta dapat dilampirkan.

    Pelaporan perbedaan tata batas wilayah dan deliniasi tata guna lahan/peruntukan

    lahan antara peta RTRW dan PIPIB disampaikan dengan peta

    overlay/superimpose antara peta RTRW dengan PIPIB disertai keterangan

    perubahan luas akibat perbedaan tersebut.

    Rekapitulasi penambahan atau pengurangan luas PIPIB dapat diisi pada format

    tabel berikut ini:

    CONTOH TABEL REKAPITULASI PERUBAHAN

    LUAS AREAL PENUNDAAN IZIN BARU

    No. Keterangan Perubahan Luas (Ha)

    1. Areal Sawah berdasarkan pemantapan luas baku sawah Luas

    Baku Sawah melalui Surat Keputusan Kepala Badan

    Pertanahan Nasional No. 354/KEP-100.18/IX/2011 tanggal 16

    September 2011

    -84.583

    2. Hasil validasi data izin pemanfaatan kawasan hutan (yang

    terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011)

    -270.237

    3. Dalam proses pendaftaran titel hak atas tanah di BPN (yang

    telah diajukan sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011)

    -193.472

    4. Hasil validasi data izin kebun, transmigrasi, pinjam pakai

    kawasan hutan (yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun

    2011)

    -29.149

    5. Pemutakhiran data tata ruang wilayah +165.820

    6. Hasil validasi data lahan gambut -34.135

    7. Hasil validasi data hutan primer -49.943

    8. Pencabutan IUPHHK +34.866

    9. Hasil validasi atas informasi masyarakat -24.821

    Jumlah -485.655

  • 9

    4.2. PELAPORAN TENTANG PENUNDAAN ATAU

    PENOLAKAN PENERBITAN IZIN BARU

    Pelaporan tentang penundaan (moratorium) atau penolakan penerbitan izin baru

    karena pemberlakuan Inpres 6/2013 dapat dirangkum dalam format tabel sebagai

    berikut:

  • 10

    CONTOH LAPORAN TENTANG PENUNDAAN ATAU PENOLAKAN

    PENERBITAN IZIN BARU No. NAMA

    PERUSAHAAN PROV KAB/

    KOTA NO. SURAT

    PERMOHONAN TGL

    SURAT JENIS

    KEGIATAN LUAS DIMOHONKAN NO. SURAT

    PENOLAKAN TGL

    SURAT KET

    TERINDIKASI PIPIB (ha)

    TIDAK TERINDIKASI PIPIB (ha)

    1.

    2.

    dst

    Catatan: Dilampiri peta lokasi yang dilengkapi dengan titik-titik koordinat.

    Kolom keterangan dapat diisi tentang catatan penting/ tindak lanjut/ alternatif penanganan

  • 11

    4.3. PELAPORAN TENTANG PERIZINAN YANG DITERBITKAN SEJAK TAHUN 2007

    Pelaporan tentang perizinan di daerah terutama menyangkut 3 sektor utama, yaitu perkebunan, kehutanan, serta pertambangan, minyak, dan gas.

    Beberapa jenis izin ketiga sektor tersebut yang perlu dilaporkan oleh Kepala Daerah adalah seperti tercantum di dalam tabel berikut ini.

    DAFTAR JENIS IZIN TERKAIT SEKTOR USAHA PERKEBUNAN, PERTAMBANGAN, DAN KEHUTANAN

    YANG DITERBITKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

    1. Perkebunan

    Izin dan dokumen

    yang dikeluarkan

    Bupati

    1. IUP (Izin Usaha Perkebunan) 2. IUP-B (Izin Usaha Perkebunan untuk

    Budidaya) 3. IUP-P (Izin Usaha Perkebunan untuk

    Pengolahan) 4. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana

    tata ruang wilayah kabupaten/kota (untuk IUP/IUP-B/IUP-P yang diterbitkan Gubernur)

    5. Persetujuan Diversifikasi Usaha 6. STD-P (Surat Tanda Daftar Usaha Industri

    Pengolahan Hasil Perkebunan) 7. STD-B (Surat Tanda Daftar Usaha

    Perkebunan) 8. Persetujuan Perluasan Lahan 9. Persetujuan Perubahan Jenis Tanaman 10. Persetujuan Penambahan Kapasitas

    Pengolahan

    Izin dan dokumen

    yang dikeluarkan

    Gubernur

    1. IUP 2. IUP-B 3. IUP-P 4. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana

    makro pembangunan perkebunan provinsi (untuk IUP/IUP-B/IUP-P yang diterbitkan Bupati/Walikota)

    5. Persetujuan Diversifikasi Usaha 6. Persetujuan Perluasan Lahan 7. Persetujuan Perubahan Jenis Tanaman

    Persetujuan Penambahan Kapasitas Pengolahan

  • 12

    2. Kehutanan

    Izin dan dokumen

    yang dikeluarkan

    Bupati

    1. IUPK (Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan) 2. IUPJL (Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan) 3. Pertimbangan kepada Gubernur dalam pemberian

    IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam)

    4. Pertimbangan kepada Gubernur dalam pemberian IUPHHK-HTI (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Tanaman Industri)

    5. Pertimbangan kepada Gubernur dalam pemberian IUPHHK-HTHR dalam hutan tanaman

    6. IUPHHBK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu)

    7. IPHHK (Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu) 8. IPHHBK (Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu)

    Izin dan dokumen

    yang dikeluarkan

    Gubernur

    1. IUPK 2. IUPJL 3. Rekomendasi kepada Menteri dalam

    pemberian IUPHHK-HA 4. Rekomendasi kepada Menteri dalam

    pemberian IUPHHK-HTI dalam Hutan Tanaman

    5. Rekomendasi kepada Menteri dalam pemberian IUPHHK-HTHR dalam hutan tanaman

    6. IUPHHBK 7. IPHHK 8. IPHHBK

    3. Pertambangan, Minyak, dan Gas

    Izin dan dokumen

    yang dikeluarkan

    Bupati

    1. IUP (Izin Usaha Pertambangan) Eksplorasi 2. IUP Operasi Produksi 3. IPR (Izin Pertambangan Rakyat) 4. Rekomendasi penggunaan wilayah kerja

    kontrak kerja sama untuk kegiatan lain di luar kegiatan migas pada wilayah kabupaten/kota.

    5. Rekomendasi lokasi pendirian kilang dan tempat penyimpanan migas.

    Izin dan dokumen

    yang dikeluarkan

    Gubernur

    1. IUP Eksplorasi 2. IUP Operasi Produksi

    Rekomendasi penggunaan wilayah kerja

    kontrak kerja sama untuk kegiatan lain di luar

    kegiatan migas pada lintas kabupaten/kota

    (hulu)

  • 13

    Pelaporan oleh Tim Teknis didahului dengan mengurai bagan alir prosedur perizinan setiap izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah,

    (IUP, IUPK, IUP Eksplorasi, dll). Jika ada kesamaan alur perizinan dapat digambarkan pada bagan yang sama, namun tetap dijelaskan perbedaan

    dalam syarat-syarat yang harus dipenuhi atau yang lainnya. Contoh bagan alir prosedur perizinan dan penjelasan prosedur perizinan sebagaimana

    tercantum dalam bagan alirnya adalah seperti diagram dan tabel berikut ini.

    CONTOH BAGAN ALIR PROSEDUR PERIZINAN

    KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN (GALIAN C) DI KABUPATEN Y

    BUPATI

    TIM POKJA PERTAMBANGAN

    UMUM DAERAH

    BADAN PENANAMAN MODAL

    DAN PERIZINAN

    PENGAJUAN IPR, IUP

    EKSPLORASI, IUP OP

    PEMOHON

    TIM POKJA

    PERTAMBANGAN

    UMUM DAERAH

    BAGIAN

    PEREKONOMIAN

    PENGAJUAN WIUP

    1

    2

    3

    4

    PENERBITAN

    WIUP

    PENERBITAN

    IPR, IUP

    EKSPLORASI,

    DAN IUP OP

    5

    6

    7

    8

    9

    10

  • 14

    CONTOH PENJELASAN PROSEDUR PERIZINAN

    KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN (GALIAN C)

    PROVINSI : KABUPATEN/KOTA :

    NO. TAHAPAN INSTANSI YANG

    MENANGANI

    SYARAT YANG

    HARUS DIPENUHI

    KELUARAN (OUTPUT)

    PRODUK TIAP TAHAPAN

    KEGIATAN/ TAHAPAN LAIN SECARA

    SIMULTAN

    1. Pengajuan WIUP Bagian Perekonomian

    Setda

    1..

    2..

    3.dst

    (Jika ada, sebutkan tahapan/ kegiatan yang

    dilakukan simultan oleh pemohon atau

    instansi)

    2. Pengecekan

    kelengkapan berkas

    Bagian Perekonomian

    Setda

    Surat pengantar

    Checklist kelengkapan syarat

    3. Pertimbangan/

    kelayakan admin./ teknis

    Tim Pokja

    Pertambangan Umum Daerah

    Surat pertimbangan kepada

    Bupati

    4. Penandatangan Surat

    penerbitan WIUP

    Bupati Surat penerbitan WIUP

    5. Penerbitan WIUP Pemohon

    6. dst dst

  • 15

    Setelah menggambarkan bagan alir dan tabel penjelasannya, maka selanjutnya Tim Monitoring menginventarisasi data izin-izin yang terkait dengan

    3 sektor tersebut, sebagaimana tersebut pada daftar izin-izin di atas, dan menampilkannya seperti pada tabel berikut.

    DATA IZIN-IZIN YANG DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

    PROVINSI : KABUPATEN/KOTA :

    SEKTOR USAHA PERKEBUNAN

    NO. JENIS IZIN

    DASAR HUKUM

    PEMEGANG IZIN

    NPWP ALAMAT KANTOR DAN

    KANTOR LAPANGAN

    NOMOR IZIN

    LUAS (HA)

    LOKASI (TITIK

    KOORDINAT)

    TANGGAL BERLAKU-BERAKHIR

    STATUS PELAKSANAAN

    PELAPORAN KEPADA

    INSTANSI

    KELENGKAPAN IZIN (IZIN

    DASAR) (Nomor, tanggal, luas (ha), batas

    waktu izin)

    1. IUP 1. Perda

    2. Perat.KDH

    1. PT. ABC 1. Alamat

    kantor:

    2. Alamat

    kantor

    lapangan

    (menyebutkan instansi yang

    dilaporkan:

    Eselon I /II)

    1. Izin Lokasi

    2. Izin Prinsip

    3. Rekomendasi

    Teknis

    4. Izin Lingkungan

    (Amdal/UKL-

    UPL)

    5. Izin HO

    6. Tanda Daftar

    Perusahaan

    2. PT.dst

    2. IUP-B

    3. dst

  • 16

    SEKTOR USAHA KEHUTANAN

    NO. JENIS IZIN

    DASAR HUKUM

    PEMEGANG IZIN

    NPWP ALAMAT KANTOR DAN

    KANTOR LAPANGAN

    NOMOR IZIN

    LUAS (HA)

    LOKASI (TITIK

    KOORDINAT)

    TANGGAL BERLAKU-BERAKHIR

    STATUS PELAKSANAAN

    PELAPORAN KEPADA

    INSTANSI

    KELENGKAPAN IZIN (IZIN

    DASAR) (Nomor, tanggal, luas (ha), batas

    waktu izin)

    1. IUPK 1. Perda

    2. Perat.KDH

    1. PT. XYZ 1. Alamat

    kantor:

    2. Alamat

    kantor

    lapangan

    (menyebutkan instansi yang

    dilaporkan:

    Eselon I /II)

    1. Izin Lokasi

    2. Izin Prinsip

    3. Rekomendasi

    Teknis

    4. Izin Lingkungan

    (Amdal/UKL-

    UPL)

    5. Izin HO

    6. Tanda Daftar

    Perusahaan

    2. PT.dst

    2. IUPJL

    3. dst

  • 17

    SEKTOR USAHA PERTAMBANGAN, MINYAK, DAN GAS

    NO. JENIS IZIN

    DASAR HUKUM

    PEMEGANG IZIN

    NPWP ALAMAT KANTOR

    DAN KANTOR

    LAPANGAN

    NOMOR IZIN

    LUAS (HA)

    LOKASI (TITIK

    KOORDINAT)

    TANGGAL BERLAKU-BERAKHIR

    STATUS PELAKSANAAN

    PELAPORAN KEPADA

    INSTANSI

    KELENGKAPAN IZIN (IZIN

    DASAR) (Nomor, tanggal, luas (ha), batas

    waktu izin)

    1. IUP

    Eksplorasi

    1. Perda

    2. Perat.KDH

    1. PT. YHJ 1. Alamat

    kantor:

    2. Alamat

    kantor

    lapangan

    (menyebutkan instansi yang

    dilaporkan:

    Eselon I /II)

    1. Izin Lokasi

    2. Izin Prinsip

    3. Rekomendasi

    Teknis

    4. Izin

    Lingkungan

    (Amdal/UKL-

    UPL)

    5. Izin HO

    6. Tanda Daftar

    Perusahaan

    2. PT.dst

    2. Rekom..

    3. dst

    Jika suatu perusahaan memiliki lokasi usaha yang berbeda (terdapat beberapa lokasi usaha), maka perlu dibedakan nomor izinnya, begitu pula

    kelengkapan izin/ izin dasar yang didapatkan dari pemerintah daerah.

  • 18

    5. PENUTUP

    Pedoman pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini disusun sebagai upaya

    memberikan panduan bagi daerah dalam melaksanakan Inpres No. 6 Tahun 2013,

    dengan harapan Pemerintah daerah dapat melakukan penundaan izin baru dan

    penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut di wilayahnya

    secara mandiri.