Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    1/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    1

     

    PEDOMAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

    PEMODELAN SISTEM INFORMASI

    GEOGRAFIS

    Oleh: Firman Farid Muhsoni, S.Pi. 

    NIP. 19770626 200212 1 0001

    PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN 

    FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO 

    2013

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    2/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    2

     

    PENDAHULUAN

    Input data SIG dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pelarikan, digitasi, dantabulasi. Pelarikan atau penyiaman (scanning) adalah pengubahan data grafis kontinu

    menjadi data diskrit yang terdiri dari sel-sel penyusun gambar (piksel). Digitasi adalah

    proses pengubahan data grafis analog menjadi data grafis digital dalam struktur vektor.

    Tabulasi merupakan penyusunan data bukan berbentuk data grafis atau yang disebut

    data atribut. informasi yang tersedia masih sangat terbatas sehingga untuk keperluan

    pemrosesan yang lebih rumit, perlu dilakukan penambahan data atribut dengan

    memodifikasi format data atribut yang telah terbentuk secara otomatis tersebut

    (Danoedoro, 1996).

    Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), dimungkinkan untuk

    mengaitkan antara data yang memiliki informasi spasial dengan berbagai macam data

    yang tidak mempunyai unsur spasial, misalnya antara peta penggunaan lahan dengan

    luas lahan. Dengan menggunakan perangkat lunak SIG seperti  ArcView  penggabungan

    kedua data ini disertai dengan unsur “Id” pada file data peta. Selanjutnya apabila data

    spasial dan data atribut sudah tergabung dalam satu file digital, maka dapat digunakan

    untuk analisis seperti tumpangsusun (overlay), pembobotan, scoring, dan buffer . Dataspasial yang sudah dikaitkan atau yang sudah ditambah atributnya dimungkinkan untuk

    dianalisis. Kemampuan lain yang dikembangkan dalam analisis spasial adalah

    penggabungan tabel atribut dari peta-peta hasil overlay.

    Satu hal yang membedakan dan merupakan ‘kekuatan’ utama SIG dibandingkan

    dengan sistem informasi lainnya adalah kemampuannya dalam melakukan analisis

    keruangan. Disamping mampu melakukan analisis keruangan SIG sering juga

    dimanfaatkan untuk analisis visual (biasanya untuk studi social ekonomi), analisis

    tematikal/topical, analisis temporal.

     Analisis keruangan dalam SIG antara lain berupa : overlay, union, merge,

    intersect, clip, buffer, dissolve, dll. Dalam pengembangannya di Indonesia, kemampuan

    SIG yang membedakan dengan sistem informasi lainnya ini kurang banyak

    terimplementasikan. Salah satu penyebabnya antara lain kurang tersedianya data yang

    siap diolah (peta) dan atau kurangnya sharing data, sehingga pengembangan SIG lebih

    banyak ke entry data yang kurang lebih akan memakan dana/tenaga 60-70%.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    3/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    3

    Dilihat dari fungsinya, sistem informasi geografi mempunyai kemampuan sebagai

    berikut:

    1. Memasukkan (input) data dan mengubah format data yang ada dalam format

    eksistingnya menjadi data digital dalam suatu format yang digunakan oleh sistem

    informasi geografi .

    2. Mengolah ( memanajemen ) data, yaitu dapat menyimpan data yang sudah

    dimasukkan dan kemudian mengambil data tersebut pada saat yang diperlukan.

    3. Memanipulasi dan menganalisis data yang ada sehingga dari sistem informasi

    geografi ini dapat diperoleh suatu informasi tertentu hasilnya.

    4. Mengeluarkan (output) data, sehingga dari sistem informasi geografi dapat diperoleh

    informasi yang merupakan hasil olahan dalam sistem informasi geografi tersebut

    (Winarno dan Suryono, 1994).

    Fungsi manipulasi dan analisis data sering menjadi pusat perhatian bagi pemakai

    sistem ini. Sedangkan hasil analisis adalah tahap di mana output akhir dari sistem

    informasi geografi terbentuk. Hasil analisis data dapat berupa informasi baru disajikan

    dalam bentuk tabel, peta, diagram atau kombinasinya.. Selain hasil analisis data juga

    dapat disimpan pada pita atau disket yang mempunyai format standar sehingga dapat

    diarsipkan atau untuk transmisi pada sistem yang lain.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    4/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    4

     ACARA 1

    Kegiatan : Neraca sumber daya alam daerah

    Tema : Monitoring (pemantauan) perubahan penggunaan lahan

    Data Dasar : Peta Penggunaan Lahan Tahun Pertama dan Tahun Kedua

    Lokasi : Sebagian Lembar Kabupaten Sampang

    Proses : Overlay Matriks dua dimensional

    Tujuan : Mengetahui perubahan penggunaan lahan suatu wilayah berdasarkan

    informasi peta digital tahun pertama dan tahun kedua

    Deskripsi Singkat :

    Dalam suatu aplikasi SIG salah satu metode yang paling banyak digunakan adalah

    membandingkan antara dua peta tahun yang berbeda dengan tema yang sama. Sehingga

    disini akan dapat diketahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi antara tahun

    pertama dan tahun kedua. Hasil proses ini dapat digunakan untuk memonitor perubahan

    luas penggunaan lahan dari waktu ke waktu. Unsur masing-masing peta biasanya

    memiliki klasifikasi yang sama agar perubahan bisa dipantau secara setara.

    Selain monitoring, aplikasi dengan proses ini dapat digunakan pula untuk tema

    yang berbeda, dengan maksud untuk mengetahui keadaan suatu wilayah berdasarkan

    informasi dua tema yang berbeda, seperti luas penggunaan lahan dalam satuan wilayah

    administrasi, dan lain-lain

    Langkah Kerja :

    Membuka ArcGIS 9.2 klick pada dekstop

    1. Membuka ArcCatalog

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    5/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    5

     

    2. Masing-masing data merupakan data penggunaan lahan tahun pertama (t1) dan tahun

    kedua (t2) Sampang

    3. Selanjutnya setelah data t1 dan t2 ditampilkan kemudian membuat model pilih

     ArcToolbox lalu klick kanan dan buat new toolbox

    4. Kemudian membuat model

    5. Membuat variabel input untuk t1 dan t2 untuk monitoring, analisisnya adalah overlay.

    Kemudian membuka tools overlay pada ArcToolbox dan pilih union dibuat konektor

    terhadap t1 dan t2

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    6/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    6

     6. Masuk ke union doble klick dan masukkan input t1 dan t2, output feature class beri

    nama t1t2.shp dan joint attributes pilih ALL

    7. Lakukan crossing table antara dua fild dengan memasukkan pivot table pada

    model, kemudian doble clik pada pivot table masukkan t1t2.shp sebagai input

    table, landuse sebagai input field, landuse_t2 sebagai pivot field dan pilih area

    ebagai value field. Tentukan posisi penyimpanan dan tekan Ok.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    7/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    7

     

    9. Hasil model dari proses di atas adalah sebagai berikut :

    10. Lakukan penyimpanan dari model yang dibuat, lakukan validasi (validate entire

    model), kemudian lakukan eksekusi (run). Hasil dari crossing antara dua field tadi

    mendapatkan hasil t1t2_PivotTable.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    8/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    8

     

    11. Preview table hasil model di atas adalah sebagai berikut (tablet1t2_PivotTable) :

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    9/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    9

     

    Peta hasil overlay t1 dan t2 :

    Pembahasan

    Dari hasil crossing dengan pivot table mendapathan hasil bahwa terjadi perubahan

    antara t1 dan t2, Perubahan tersebut sebagai berikut :

    -  Hutan bakau pada tahun pertama berubah menjadi lading garam dan hutan bakau

    -  KPH pada tahun pertama berubah menjadi Padang rumput, pemukiman dan sawah

    tadah hujan dan sebagian tetapt KPH

    -  Ladang berubah menjadi hutan, pemukiman, sawah tadah hujan, sungai dan sebagian

    tetap ladang

    -  Ladang garam berubah menjadi lading dan tetap ladang garam

    -  Padang rumput berubah menjadi hutan, lading, padang rumput, pemukiman dan

    sawah tadah hujan,

    -  Pemukiman brubah menjadi hutan, lading, padang rumput, tetap pemukiman, sawah

    tadah hujan dan sungai.

    -  Sawah irigasi berubah menjadi lading, pemukiman sawah irigasi dan sawah tadah

    hujan.

    -  Sawah tadah hujan berubah menjadi lading, pemukiman, padang rumput, sawah

    irigasi, dan tetap sawah tadah hujan, serta sungai.

    -  Sungai berubah menjadi lading serata tetap sungai.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    10/36

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    11/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    11

     ACARA II

    Kegiatan : Kesesuaian Lahan Permukiman

    Tema : Pemodelan Kesesuaian Lahan Permukiman

    Data Dasar : Peta kemiringan lereng, peta bentuklahan, peta kerawanan

    bencana alam

    Lokasi : Kabupaten Sleman

    Proses : Pendekatan Kuantitatif (binary)

    Tujuan : Mengetahui kesesuaian lahan lahan berdasarkan unsur-unsur yang

    mempengaruhi kesesuaian lahan permukiman

    Deskripsi Singkat :

    Penentuan kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan mengoverlaykan unsur-

    unsur penentu kesesuaian lahannya. Misalkan dalam penentuan kesesuaian lahan

    permukiman, unsur yang menjadi pertimbangan apakah lahan tersebut sesuai atau tidak

    adalalah berupa 3 unsur peta dasar yaitu: (1) lereng, (2) bentuk lahan, (3) kerawanan

    bencana. Secara mutlak lahan yang dianggap sesuai bilamana memiliki kriteria :

    (a) kemiringan lereng lebih kecil dari 30%

    (b) bentuk lahan selain V1, V2 dan V3

    (c) tidak rawan bencana

    kriteria tersebut bersifat mutlak bilamana tidak memenuhi salah satu persyaratan tersebut

    maka lahan tersebut dianggap tidak sesuai.

    Mengklik kanan pada kotak derived data yaitu hasil dari proses yang baru saja

    dilakukan dan memilih ‘wizard’. Mengisikan skor pada data yaitu :

    Lereng :

    No Kategori Harkat

    1 < 40 % 1

    2 > 40 % 0

    Bentuk Lahan :

    No Kategori Harkat

    1 Kecuali kerucut, lereng atas, dan lereng

    tengah.

    1

    2 kerucut, lereng atas, dan lereng tengah. 0

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    12/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    12

    Kerawanan :

    No Kategori Harkat

    1 Tidak rawan 1

    2 Rawan 0

    Langkah Kerja :

    1. Membuka ArcGIS 9.2 klick pada dekstop

    2. Membuka ArcCatalog dan buka file peta bentuk lahan, peta lereng, dan peta

    rawan bencana dengan mendrag dari arccatalog ke arcgis.

    3. aktifkan arc tool box , klik kanan pada arctoolbox tekan menu add tool box

    kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara2).

    4. Kemudian tiga file peta tersebut (bentuk lahan,lereng, dan rawan bencana) di drag dari

    layer ke layer model. Hasilnya seperti tampilan berikut.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    13/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    13

    5. Kemudian klik analysis tooloverlayuniondi drag ke model (acara 2) untuk

    menghubungkan dengan Add Conection, Pada output isi dengan nama union dan

     joinAttributes ALL. Seperti tampilan berikut.

    6. Searchadd fielddrag ke layar modelsambungkan dengan model sebelumnya.

    Kemudian klik kanan di kotak add fieldopenfield nametotal, dan pada Field Type

    pilih LONG.

    7. selanjutnya, search: calculate   drag calculate field ke dalam model (acara 2)

    sambungkan dengan model sebelumnya. Pada input pilih rawan union.shp, Field

    name isi dengan nama total. Dan Expression isi dengan [HARKAT_LR] *

    [HARKAT_RWN] * [HARKAT_BL]. Seperti tampilan berikut :

    8. Selanjutnya untuk merubah hasil kesesuain lahan dari 0 menjadi tidak sesuai dan 1

    menjadib sesuai, dengan cara pilih analisis select dan buat dua cabang. Seperti pada

    gambar :

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    14/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    14

     

    9. Untuk select yang pertama pada Expression isi dengan “total”=0 dan untuk select

    yang kedua isi “total”=1.

    10. Selanjutnya buat field baru pada masing-masing cabang dan beri nama Ket1 untuk

    yang pertama dan Ket2 untuk yang cabang kedua. Field type pada masing-masing

    cabang TEXT.

    11. Setelah field baru dibuat dilakukan calculate dengan menambah menu calculate

    field. Untuk expression pada calculate pertama isi dengan “tidak sesuai” dan yang

    kedua isi dengan “sesuai”

    12. Setelah itu lakukan penggabungan kedua cabang dengan menambah perintah union

    (pada menu ArcToolbox  Analysis Tools   Overlay   union) dan pada output

    Feature Class beri nama ket1ket2_Union.shp.13. Selanjutnya untuk menggabungkan hasil kesesuaian lahan tersebut dilakukan

    perintah dissolve. Tetapi sebelumnya kita harus menambahkan field baru dengan

    add Field, dan pada Field name beri nama KESESUAIAN, serta pada Field Type pilih

    TEXT.

    14. Setelah field baru dibuat maka baru dilakukan proses dissolve. Bila tidak mengetahui

    posisi dissolve, maka pilih search   dissolve   drag pada model. Pada pilihan

    Dissolve_Field pilih Kesesuaian.

    15. Model acara 2 seperti pada gambar dibawah ini :

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    15/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    15

     

    16. Kemudian save model acara 2, kemudian lakukan validate Entire Model kemudian

    lakukan run dengan tombol untuk mengeksekusi

    17. maka tampilan akhir sebagai berikut :

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    16/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    16

    PEMBAHASAN

    Kegiatan selanjutnya adalah pemodelan kesesuaian lahan dengan menggunakan

    pendekatan kuantitatif (binary). Peta dasar yang digunakan dalam proses ini adalah peta

    digital kemiringan lereng, bentuk lahan, dan peta kerawanan bencana alam. Dalampendekatan binary ini kriteria-kriteria yang digunakan bersifat mutlak, sehingga bila tidak

    memenuhi salah satu persyaratan kesesuaian lahan maka suatu lahan tersebut dikatakan

    tidak sesuai. Dalam hal ini maka hanya berlaku nilai 1 dan 0 sebagai realisasi nilai sesuai

    dan tidak sesuai.

    Hasil yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif (binary) ini adalah Peta Kesesuaian

    Lahan Permukiman, yang hanya terdiri atas dua warna saja sebagai cerminan lahan yang

    sesuai dan tidak. Disini peta hasil overlay tersebut kembali dilakukan layout denganmenggunakan aturan-aturan kartografis yang telah digariskan.

    Hasil dari peta kesesuaian lahan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah

    sleman tidak sesuai unt lahan pertanian dan anya sebagai kecil yang sesuaik

    KESIMPULAN

    -  Aplikasi SIG dapat digunakan untuk Pemodelan Kesesuaian Lahan Permukiman

    dengan memanfaatkan Perintah yang ada.

    -  Pengembangan selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian lahan

    berdasarkan unsur-unsur yang mempengaruhi kesesuaian lahan permukiman

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    17/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    17

     ACARA 3

    Kegiatan : Pengelolaan Jalan Raya

    Tema : Pemodelan Spasial Pengelolaan Jalan Raya

    Data Dasar : peta kemiringan lereng, tektur tanah, drainase, volume lalu lintas

    harian rerata

    Lokasi : Sebagian Lembar Propinsi Jawa tengah

    Proses : Pendekatan Kuantitatif Berjenjang

    Tujuan : Mengetahui ruas jalan raya yang diprioritaskan untuk pengelolaan

    Deskripsi Singkat :

    Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang tiap unit dalam satu tema memiliki nilai

    atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil dari modelnya.

    Disini komponen tema peta pengaruh bersifat sama atau setara kontribusinya.

     Aplikasi yang digunakan adalah pemodelan spasial pengelolaan jalan raya dimana

    model ini menganggap bahwa kondisi fisik jalan banyak dipengaruhi oleh 4 komponen

    yang setimbang yaitu lereng, tekstur tanah, drainase, dan volume lalulintas harian.

    Sedangkan tiap komponen memiliki unsur (atau klas) yang memiliki kontribusi terhadap

    hasil yang berjenjang 1 hingga 5.

    Mengklik kanan pada kotak derived data yaitu hasil dari proses yang baru sajadilakukan dan memilih ‘wizard’. Mengisikan skor pada data yaitu :

    Lereng :

    No Kemir ingan (%) Harkat

    1 < 8,1 1

    2 8,1 - 15,0 2

    3 15,1 – 30,0 3

    4 30,1 – 45,0 4

    5 > 45,0 5

    Tekstur tanah :

    No Tekstur Harkat

    1 Sangat kasar (pasir, pasir berlempung) 1

    2 Kasar 2

    3 Sedang 3

    4 Halus 4

    5 Sangat halus 5

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    18/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    18

    Drainase :

    No Pengatusan Harkat

    1 Sangat cepat 1

    2 Cepat 2

    3 Agak cepat 3

    4 Lambat 4

    5 Sangat lambat 5

    Volume lalu lintas harian rerata :

    No LHR Harkat

    1 5.001 1

    2 5.001 – 10.000 2

    3 10.001 – 15.000 34 15.001 – 20000 4

    5 > 20.000 5

    Pada halaman klasifikasi, mengurangi jumlah baris hingga dua karena klasifikasi

    yang dibuat hanya terdiri dari dua kategori. Pada halaman terakhir, mengisikan nama peta

    hasil akhir.

    Langkah Kerja :

    1. Membuka ArcGIS 9.2 klick pada dekstop

    2. Membuka ArcCatalog dan buka file jalan, drainase, lereng dan tekstur

    dengan mendrag dari arccatalog ke arcgis.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    19/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    19

     

    3. aktifkan arc tool box , klik kanan pada arctoolbox tekan menu add tool box

    kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara3).

    4. Kemudian empat file peta tersebut (jalan, drainase, lereng dan tekstur) di drag dari

    layer ke layer model (acara3). Hasilnya seperti tampilan berikut.

    5. variabel input jalan, drainase, lereng dan tekstur dianalisis overlay   intersect.

    Kemudian membuka tools overlay pada ArcToolbox dan pilih intersect dibuat

    konektor terhadap input jalan, drainase, lereng dan tekstur . Kemudian masuk ke

    intersect, doble klick dan masukkan input jalan, drainase, lereng dan tekstur,

    output feature class beri nama intersect.shp, dan joint attributes pilih ALL seperti

    pada gambar dibawah:

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    20/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    20

    6. Selanjutnya searchadd fielddrag ke layar model (acara3) sambungkan

    dengan model sebelumnya. Kemudian klik kanan di kotak add field openfield

    nameketerangan dan field type TEXT.

    7. selanjutnya, search: calculatedrag calculate field ke dalam model (model3)

    sambungkan dengan model sebelumnya. Pada Field name isi dengan

    Keterangan, Code Block diisi dengan scriept seperti di bawah ini : Dim Total as

    long

    Dim Keterangan as string

    Total=[HAR_TEKS] + [Harkat_Ler] + [HAR_DRAI] + [HAR_JAL]

    if Total=10 and Total15 then

    Keterangan= "sangat diprioritaskan"

    Endif

    Seperti pada gambar di bawah ini :

    8. Selanjutnya untuk menggabungkan hasil ruas jalan yang diprioritaskan dilakukan

    perintah dissolve. Setelah field baru dibuat maka baru dilakukan proses dissolve.

    Pada pilihan Dissolve_Field pilih Keterangan.

    9. Model acara 2 seperti pada gambar dibawah ini :

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    21/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    21

     

    10. Kemudian save model acara 3, kemudian lakukan validate Entire Model kemudian

    lakukan run dengan tombol untuk mengeksekusi skript yang telah dibuat

    11. maka tampilan akhir sebagai berikut :

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    22/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    22

    PEMBAHASAN

    Model digambarkan dalam bentuk diagram atau flowchart. Model dapat dibuat

    sederhana atau kompleks. Model sederhana terdiri atas input, proses, dan output.

    Model terdiri atas input, proses atau fungsi, dan menghasilkan output theme.Penambahan beberapa proses dapat membuat model menjadi lebih kompleks.

     Acara ketiga adalah pemodelan spasial pengelolaan jalan raya dengan

    menggunakan pendekatan kuantitatif berjenjang. Proses yang diterapkan secara umum

    adalah sama dengan acara sebelumnya. Yakni aplikasi penggunaan model builder untuk

    membangun overlay data. Hanya input data yang digunakan untuk pemodelan spasial

     jalan raya ini terdiri atas peta digital lereng, tekstur tanah, drainase, dan volume harian

    lalu lintas. Keempat peta tersebut dilakukan overlay secara bertahap dimana hasil akhiroverlay dari keempat peta tersebut merupakan peta Frekuensi Perbaikan Jalan Raya,

    yang berisi prioritas jalan yang memerlukan pengelolaan atau perbaikan lebih lanjut.

    Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang ini, prinsip pengharkatan yang diterapkan

    didalamnya sangat berbeda dengan pendekatan kuantitatif binary, yakni bahwa semua

    komponen peta yang digunakan tersebut memiliki harkat yang sama sesuai dengan

    kriterianya.

    Dalam pemodelan spasial pengelolaan jalan raya ini semua komponen yang meliputi

    lereng, tekstur tanah, drainase dan volume lalu lintas harian tersebut diberikan harkat

    yang sama yakni dari 1-5 untuk masing-masing kriteria, yang menunjukkan kondisi

    masing-masing komponan sesuai dengan karakteristiknya. Dengan melakukan

    pengharkatan pada tabulasi dari keempat tema peta tersebut kemudian menjumlahkan

    semua hasil pengharkatan terserbut dan menghasilkan klasifikasi yang terdiri atas lima

    kelas yang memiliki nilai dari yang terendah hingga tertinggi. Dengan penggunaan model

    builder ini, proses overlay data yang terdiri atas empat tema peta tersebut terasa begitu

    efektif. Dimana semua proses dilakukan dengan sangat rinci sehingga waktu yang

    diperlukan pun menjaadi lebih lama. Disinilah keunggulan penggunaan model builder

    untuk membangun struktur overlay secara lebih cepat dan efektif. Karena sebuah peta

    yang dikerjakan terkadang tidak selalu terdiri atas tema peta dasar yang sedikit. Bila peta

    dasar yang digunakan semakin banyak, maka efisiensi kerja sangat diperlukan agar

    pengerjaan tersebut dapat dilakukan dengan efektif.

    KESIMPULAN

     Aplikasi SIG dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan jalan raya yang akandiprioritaskan untuk pengelolaan.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    23/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    23

     

     ACARA IV

    Kegiatan : Penentuan Lahan Kritis

    Tema : pemodelan spasial lahan kritis pada kawasan budidaya usaha

    pertanian

    Data dasar : Peta produktivitas, kemiringan lereng, erosi, prosentase batu-

    batuan, dan manajemen lahan

    Lokasi : Kabupaten Sleman

    Proses : Pendekatan Kuantitatif Berjenjang Tertimbang

    Tujuan : Mengetahui daerah lahan kritis berdasarkan unsur-unsur

    pembentuk lahan kritis

    Deskripsi Singkat :

    Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang tiap unit dalam satu tema

    memiliki nilai atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil

    dari modelnya. Disini perbedaan dengan kuantitatif berjenjang adalah tiap tema memiliki

    kontribusi yang berbeda sehingga harus dibuat bobot sesuai dengan tingkat pengaruhnya

    terhadap hasil.

     Aplikasi yang digunakan adalah pemodelan spasial lahan kritis dimana model ini

    menganggap bahwa lahan kritis tersusun atas 4 kondisi fisik yaitu produktivitas, lereng,

    erosi, prosentase batuan dan menejemen lahan, dimana tiap tema memiliki jenjang harkat

    yang sama 1 - 5, tetapi tiap komponen tersebut memiliki bobot kontribusi yang berbeda

    sesuai dengan dominasinya dalam pembentukan lahan kritis.

    Table 1. Produktivitas (faktor pembobot =30 )

    No Produktivitas Harkat

    1 Sangat tinggi 5

    2 Tinggi 4

    3 Sedang 3

    4 Rendah 2

    5 Sangat rendah 1

    Table 2. Kemiringan lereng (20)

    No Kemiringan (%) Harkat

    1 < 8,0 5

    2 8,0– 15,0 4

    3 16.0 – 25,0 3

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    24/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    24

    4 26.0 – 40,0 2

    5 > 40,0 1

    Table 3. Erosi(15)

    No Erosi Harkat

    1 Ringan 5

    2 Sedang 4

    3 Berat 3

    4 Sangat berat 2

    Table 4. Prosentase batu-batuan (5)

    No Prosentase batu-batuan Harkat

    1 Sedikit 5

    2 Sedang 33 Banyak 1

    Table 5. Manajemen lahan (30)

    No Manajemen lahan Harkat

    1 Baik 5

    2 Sedang 3

    3 Buruk 1

    Langkah Kerja :

    1. Membuka ArcGIS 9.2 klick pada dekstop

    2. Membuka ArcCatalog dan buka file batu, lereng,

    erosi, produksi dan manajemen dengan mendrag dari arccatalog ke arcgis.

    3. Membuat New Toolbox, dengan cara klik kanan pada ArcToolbox New Toolbox.

    Membuat model dengan cara klik kanan pada New Toolbox yang telah dibuat.

    New Toolbox New Model (acara 4).

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    25/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    25

     

    4. Membuat Model (acara 4) untuk mementukan kekritisan lahan, dengan cara pilih

    kelima file input peta kemudian drag ke dalam Model acara 4.

    5. Menambahkan perintah Union dengan mencari pada ArcToolbox Analysis Tools

     Overlay  Union kemudian tarik ke dalam Model. Kemudian kelima file input

    peta yang akan dioverlay dihubungkan dengan ke kotak Union dengan button .

    6. Menambahkan perintah Add Field, klik kanan pada kotak Add Field sehingga

    muncul kotak dialognya kemudian memberi nama dengan Keterangan pada Field

    Name, dan Field Type isi dengan TEXT.

    7. Menambah perintah Calculate Field, klik kanan pada kotak Calculate Field

    sehingga muncul kotak dialognya, kemudian isi : Keterangan pada Field Name,

    Expression isi dengan Keterangan. Dan pada Code Block isi dengan script

    sebagai berikut :

    Dim Total as Long

    Dim Keterangan as String

    Total=(5*[SKORBATU]) + (15*[SKOROS]) +(20* [SKORLER]) +

    (30*[SKORMANA]) + (30*[SKORPROD])

    if Total=200 and Total400 then

    Keterangan="tidak kritis"

    Endif

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    26/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    26

    8. Menambah perintah Dissolve klik kanan pada kotak Dissolve sehingga muncul

    kotak dialognya, kemudian isi Output Feature Class : Union_Dissolve dan

    Dissolve_Field : Keterangan kemudian Klik OK.

    9. Melakukan validasi dan menjalankan model. Cara validasi pada Model pilih menu

    Model  Validate Entire Model dan cara menjalankan model pilih menu Model  

    Run Entire Model. Kemudian save model (acara 3). Gambar model seperti di

    bawah ini :

    10.Hasil Peta lahan kritis adalah sebagai berikut :

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    27/36

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    28/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    28

     ACARA V

    Tema : Pemodelan Arahan Pemanfaatan Lahan

    Data Dasar : Peta kemiringan lereng, peta tanah, peta intensitas curah hujan

    Lokasi : Kabupaten Bangkalan

    Proses : Pendekatan Kuantitatif Berjenjang Tertimbang

    Tujuan : Mengetahui arahan pemanfaatan lahan berdasarkan unsur-unsur arahan

    pemanfaatan lahan

    Dasar Teori :

    Perencanaan pembangunan wilayah secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga

    berdasarkan luas lingkupan wilayahnya, yaitu perencanaan makro, meso, dan mikro.

    Perencanaan makro lebih banyak terkait dengan lingkup kajian yang luas (nasional,

    regional), dengan ditopang oleh informasi spasial (peta/citra) berskala kecil. Perencanaan

    meso lebih sering dikaitkan dengan pembangunan wilayah yang lebih sempit, misalnya

    propinsi berukuran agak kecil sampai kabupaten. Perencanaan meso paralel dengan

    penggunaan peta skala sedang, foto udara berskala sedang, serta citra satelit.

    Perencanaan mikro biasanya dikaitkan dengan daerah administratif yang lebih sempit,

    atau bagian dari suatu daerah administratif tertentu, misalnya desa atau kecamatan kecil.

    Pada perencanaan makro, peran peta dan citra lain tidaklah sangat besar.

    Pertimbangan politis dan ekonomis. Sentuhan wawasan spasial kadangkala dipandang

    tidak terlalu relevan. Pada perencanaan mikro, analisis kewilayahan secara fisik mutlak

    diperlukan, sehingga informasi mutakhir mengenai kondisi wilayah sangat relevan. Oleh

    karena itu, peta fotografi, citra satelit, dan juga foto udara sangat bermanfaat. Pada

    perencanaan mikro aspek kelembagaan pada lingkup sempit berperan penting, akan

    tetapi kadang-kadang variabilitas spasial aspek fisik yang ada justru sangat kecil,

    sehingga peran geografi pun kadang-kadang dapat diabaikan. Pada umumnya

    perencanaan fisik secara makro untuk wilayah kota (urban) lebih membutuhkan informasispasial dibandingkan wilayah desa, untuk luas daerah yang sama. Dari sudut pandang

    geografi, survei yang akurat untuk memperoleh data dasar pengembangan wilayah

    mutlak diperlukan. Tanpa data spasial yang mutakhir dan akurat, perencanaan fisik tidak

    akan dapat diimplementasikan dengan baik. Perencanaan fisik pada level meso

    membutuhkan evaluasi lahan sebagai dasar pijakan survai dan perencanaan berikutnya.

    Evaluasi lahan merupakan ilmu terapan yang digunakan untuk menilai lahan dari

    sisi kemampuan lahan untuk keperluan tertentu. Apabila yang dinilai adalah sifat-sifat dan

    kondisi permanen lahan untuk dapat menopang serangkaian penggunaan tertentu yang

    bersifat umum, maka kegiatan ini disebut evaluasi kemampuan lahan. Apabila yang dinilai

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    29/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    29

    adalah sifat-sifat lahan untuk mendukung penggunaan lahan tertentu, maka kegiatan ini

    disebut evaluasi kesesuaian lahan. Oleh karena itu, arahan pemanfaatan lahan,

    perencanaan penggunaan lahan, serta tata ruang perlu memperhatikan kemampuan dan

    kesesuaiannya, agar perlakuan atas lahan dapat memberikan manfaat optimal bagi

    manusia secara berkelanjutan, dengan memberikan dampak negatif sekecil mungkin.

    Pada umumnya, evaluasi kemampuan bahan digunakan untuk mengkaji wilayah

    yang relatif luas, pada skala sedang sampai kecil; sedangkan evaluasi kesesuaian

    lahanpun dapat diterapkan secara global, untuk satu benua misalnya (Dudal, 1978).

    Prinsif yang lebih perlu dipegang adalah bahwa evaluasi kemampuan lahan akan

    memberikan hasil awal yang perlu ditindaklanjuti dengan kesesuaian lahan.

    Konsep kemampuan lahan  sebenarnya mengacu pada potensi lahan dalam

    mendukung berbagai penggunaan. Potensi lahan yang tinggi mengindikasikan tingkat

    kesesuaian yang tinggi pula untuk berbagai jenis tanaman dan peruntukan. Semakin

    rendah kemampuan lahannya, semakin sedikit pula jenis tanaman dan berbagai

    peruntukan yang sesuai diterapkan disana. Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji

    kemampuan lahan suatu wilayah melalui peta ataupun citra lain adalah pendekatan

    fisiografis, di mana wilayah kajian dibagi zona-zona yang homogen ini kemudian

    didedukasi karakteristik lahannya. Hasil dedukasi karekteristik lahan ini (misalnya

    kemiringan lereng, tekstur tanah, drainase permukaan, kedalaman efektif tanah, dan

    sebagainya) masih perlu diuji di lapangan, serta dilengkapi dengan data hasil observasi

    lapangan. Penggunaan satuan-satuan bentukan lahan dengan mengacu pada prinsif

    penamaan relieflekpresi topografi-batuan induk/ganesa-intensitas proses/situs biasanya

    cukup efektif untuk dapat dijadikan satuan evaluasi lahan. Cara pemberian nama ini

    misalnya perbukitan breaksi terkikis kuat, dataran aluvial pantai, dan sebagainya.

    Tim Fakultas Geografi (1994) mencoba menggunakan cara lain, dimana ada

    empat komponen sumberdaya utama yang dipertimbangkan, yaitu (a) relief/topografi dan

    lereng, (b) kedalaman dan tekstur tanah, (c) batuan induk/litologi, dan (d) ketersediaan air

    permukaan/kemungkinan untuk diairi dan ketersediaan air tanah disamping itu, faktorpembatas berupa kerawanan bencana (banjir, tanah longsor, erosi) digunakan sebagai

    faktor pembobot. Faktor spesifik lain seperti salinitas yang tinggi, PH yang sangat rendah

    atau sangat tinggi, serta iklim yang dikeluarkan sebagai pertimbangan terpisah. Cara ini

    memandang kemampuan lahan sebagai potensi lahan untuk penggunaan secara umum

    baik pertanian maupun non pertanian dan dinamakan indeks potensi lahan (IPL).

    Cara penentian IPL ini adalah melalui skoring setiap satuan pemetaan pada peta

    tematik pendukung diberi skor atau harkat. Tumpang susun peta melalui prosedur

    penjumlahan skor dan pengalihan dengan faktor pembatas akan menghasilkan skor akhir

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    30/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    30

    pada setiap satuan pemataan akhir. Rumus yang digunakan untuk menentukan IPL ini

    ialah sebagai berikut:

    IPL = (R+L+T+H)*B

    di mana:IPL : indeks potensi lahan

    R : harkat faktor relief atau topografi

    L : harkat faktor litologi

    T : harkat faktor tanah

    H : harkat faktor hidrologi

    B : harkat kerawanan bencanan atau pembatas

    IPL menyatakan potensi relief lahan untuk kegunaan umum. Semakin tinggi IPL

    berarti semakin baik potensinya. Karakter lahan yang berupa iklim dan faktor seperti

    salinitas, pasang surut, ph rendah, gambut, rawa, dan tanah mengembang-kerut

    (sweii&shrik) tidak termasuk diharkatkan, tetapi dikemukakan sebagai catatan tersendiri.

    Dengan demikian faktor ini perlu dipertimbangkan sebagai penapis (filter) tahap awal bagi

    perencanaan pemanfaatan lahan dan pengembangan wilayah.

     Arahan pemanfaatan lahan  merupakan bentuk rekomendasi dari hasil yang

    diperoleh dari evaluasi kemampuan lahan. Mengingat bahwa evaluasi kemampuan lahan

    sendiri hanya memberikan hasil berupa klas kemampuan atau potensi untuk mendukung

    serangkaian penggunaan/pemanfaatan secara umum, maka rekomendasi ini pun bersifat

    umum. Rekomendasi arahan secara khusus akan dapat dilakukan apabila: (a) tersedia

    data penggunaan lahan aktual secara lebih rinci, dan (b) dilakukan evaluasi kesesuaian

    lahan.

    Berdasarkan sistem klasifikasi kemampuan lahan, dikembangkan rekomendasi

    pemanfaatan lahan dengan mengacu pada tiap klas kemampuan. Apapun metode

    evaluasi kemampuan lahan yang digunakan, pada dasarnya arahan pemanfaatan lahan

    tidak hanya didasari oleh kemamuan lahan yang ada, melainkan juga perlu

    mempertimbangkan penggunaan lahan yang telah ada. Dengan kata lain, penggunaan

    bantuan penginderaan jauh untuk evaluasi kemampuan lahan dan arahan pemanfaatan

    lahan perlu mempertimbangkan masukan berupa hasil interprestasi berupa satuan-satuan

    medan sebagai evaluasi lahan dan juga peta penggunana lahan aktual.

    Untuk memudahkan dalam pengolahan data atribut, maka dibuat klasifikasi

    untuk lereng, tanah dan hujan dan arahan penggunaan lahan, adapun klasifikasi yang

    digunakan dapat dilihat pada tabel 1, tabel 2, tabel 3 dan tabel 4.

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    31/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    31

    Tabel 1. Klasifikasi Lereng

    Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi Nilai Skor

    I < 8 % Datar 20

    II 8 - 15 % Landai 40

    III 15 - 25 % Agak Curam 60

    IV 25 - 40% Curam 80

    V > 40 % Sangat Curam 100

    Tabel 2. Klasifikasi hujan

    Kelas Intensitas (mm/hari) Klasifikasi Nilai Skor

    I < 1750 Sangat Rendah 10

    II 2000 Rendah 20

    III 2250 Sedang 30

    IV > 2250 Tinggi 40

    Tabel 3. Klasifikasi Tanah

    Kelas Jenis Tanah Klasifikasi Nilai Skor

    I Aluvial,Gleisol,Planosol, Hidromorf kelabu,

    Laterik

    Tidak Peka 15

    II Latosol Kurang

    Peka

    30

    III Brown forest soil, non calcic brown, mediteran Agak Peka 45

    IV Andosol, Laterit, Podsol, Grumusol, Podsolik Peka 60

    V Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat

    Peka

    75

    Tabel 4. Klasifikasi Arahan Penggunaan Lahan

    Kriteria Arahan Fungsi Penggunaan

    Lahan

    Skor Total > 175 Kawasan Lindung

    Skor Total 125 – 175 Kawasan Penyangga

    Skor Total 0-124, dan lereng lebih besar

    8%

    Kawasan Budidaya Tanaman

    Tahunan

    Skor Total 0-124, dan lereng sama

    dengan atau lebih kecil dari 8%

    Kawasan Budidaya Tanaman

    Semusim dan Permukiman

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    32/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    32

    Langkah Kerja

    1. Membuka ArcGIS 9.2 klick pada dekstop

    2. Membuka ArcCatalog dan buka file peta bentuk

    lahan, peta lereng, dan peta rawan bencana dengan mendrag dari arccatalog

    ke arcgis.

    3. aktifkan arc tool box , klik kanan pada arctoolbox tekan menu add tool box

    kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara5).

    4. Kemudian empat file peta tersebut (sungai, curah hujan, lereng, dan jenis

    tanah) di drag dari layer ke layer model (acara5).

    5. Kemudian klik analysis tooloverlayuniondi drag ke model (acara 5)

    untuk menghubungkan dengan Add Conection dan hubungkan tiga jenis

    peta (curah hujan, lereng dan jenis tanah), Pada output isi dengan nama union

    dan join Attributes ALL.

    6. Searchadd fielddrag ke layar modelsambungkan dengan union.

    Kemudian klik kanan di kotak add field openfield nameSATATUS, dan

    pada Field Type pilih TEXT.

    7. selanjutnya, search: calculate drag calculate field ke dalam model (acara 5)

    sambungkan dengan add field. Pada input pilih union.shp, Field name isi

    dengan nama STATUS. Dan isi Code Block dengan scriep sebagai berikut :

    Dim Total as Long

    Dim STATUS as String

    Total=[HAR_HJN] + [HAR_LER] + [SKOR_TNH]

    If Total>175 thenSTATUS="Kawasan Lindung"

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    33/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    33

    Elseif Total>=125 and Total

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    34/36

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    35/36

    [email protected]

    Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

    35

    15. Untuk select yang pertama pada Expression isi dengan “total”=0 dan untuk

    select yang kedua isi “total”=1.

    16. Selanjutnya buat field baru pada masing-masing cabang dan beri nama Ket1

    untuk yang pertama dan Ket2 untuk yang cabang kedua. Field type pada

    masing-masing cabang TEXT.

    17. Model acara5 seperti pada gambar dibawah ini :

    18. Kemudian save model acara5, kemudian lakukan validate Entire Model

    kemudian lakukan run dengan tombol untuk mengeksekusi

    19. maka tampilan akhir sebagai berikut :

  • 8/17/2019 Pedoman Praktikum Pemodelan Sistem Informasi Geografis

    36/36

    [email protected] 36

     

    PEMBAHASAN

    pemodelan arahan penggunaan lahan dengan menggunakan pendekatan berjenjang

    bertingkat. Peta dasar yang digunakan dalam proses ini adalah peta digital kemiringanlereng, curah hujan dan tanah ditambah dengan peta sungai Dalam pendekatan ini

    kriteria-kriteria yang digunakan bersifat mutlak.

    Peta arahan penggunaan lahan didapatkan dari hasil overlay beberapa peta, yaitu :

    peta jenis tanah, peta lereng dan peta intensitas curah hujan. Hasil overlay tersebut

    dioverlaykan dengan aliran sungai yang menyebutkan dalam Kepres No 32 tahun 1990

    dan UU No. 32 tahun 1992, yang menyebutkan bahwa sempadan sungai = 100 m,

    sempadan anak sungai = 50 m, sempadan mata air = 200 m, sempadan danau = 100 m,

    sempadan ketinggian =>2000 m, sempadan lereng = >45%, sempadan pantai = 100m,

    sempadan pantai yg bermangrove = 130 x pasut lokal dan surut terrendah daerah-daerah

    ini merupakan kawasan lindung.

    Peta arahan penggunaan lahan hasil overlay dibandingkan dengan peta

    penggunaan lahan yang ada mendapatkan adanya beberapa daerah yang dalam

    penggunaan lahannya terjadi kesalahan. Antara lain : Daerah yang seharusnya

    diperuntukkan untuk kawasan lindung dimanfaatkan untuk ladang, perkebunan teh

    bahkan ada sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk real estate atau pemukiman,

    Kawasan lain yang seharusnya diperuntukkan untuk kawasan penyangga dimanfaatkan

    sebagai kebun campuran dan ada yang dimanfaatkan untuk real estate dan pemukiman.

    Sedangkan kawasan yang seharusnya diperuntukkan untuk kawasan budidaya tanaman

    tahunan dimanfaatkan untuk daerah persawahan dan pemukiman. Selain itu pemanfaatan

    yang terjadi tidak memperhatikan daerah sempadan sungai dan mata air yang

    seharusnya merupakan kawasan lindung. Terlihat bahwa mata air terdapat dikawasan

    area sawah dan pemukiman serta daerah kebun campuran.

    KESIMPULAN

     Aplikasi SIG dapat digunakan untuk Pemodelan arahan penggunaan lahan

    dengan memanfaatkan Perintah yang ada.