18
15 (Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim) PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM) THE PORT OF BA’A ROTE NDAO (TOWARDS MARITIME PORT) Hartono Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali Jl. Raya Dalung Abianbase No. 107 Kuta Utara Badung Bali Telp. (0361) 439547, fax (0361) 439546 Email : [email protected] Hp. 085237029691 Naskah diterima 14 April 2015, diterima setelah perbaikan 8 Januari 2016, disetujui untuk dicetak 26 Februari 2016 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai keadaan maritim di Nusa Tenggara Timur, khususnya kehidupan masyarakat pesisir pelabuhan Ba’a. Wilayah pesisir memiliki arti strategis, karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang berkesinambungan. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi lapangan, dan studi pustaka. Budaya maritim menunjuk pada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir yang dalam kesehariannya selalu bersinggungan dengan laut, karena laut menjadi tempat mereka tinggal dan beraktivitas. Dengan adanya pelabuhan Ba’a (Rote), memberi manfaat pada masyarkat Nusa Tenggara Timur umunya dan masyarakat Rote khususnya. Terlebih lagi dengan ditetapkanya pelabuhan Tenau (Kupang) menjadi poros maritim dunia artinya sudah ada pengakuan terhadap Nusa Tenggara Timur yang strategis. Pelabuhan memiliki empat peran, yakni sebagai simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya, pintu gerbang kegiatan perekonomian, tempat kegiatan alih moda transportasi, dan penunjang kegiatan industri dan atau perdagangan. Kata Kunci: Pelabuhan, masyarakat, budaya, maritim. ABSTRACT The study aims to determine the maritime situation in East Nusa Tenggara, especially at the community life of Ba’a port. In this context, Coastal areas have strategic meaning, because it is a transitional area between terrestrial and marine ecosystems. Collecting data of this study use interviews, observation, and literature studies. Maritime culture refers to a community living in coastal areas in their daily life that are always in jog with the sea. With the port of Ba’a (Rote), give a benefit to the community of East Nusa Tenggarain general and especially to Rote. Moreover the enactment Tenau (Kupang) port has ben recognised as the strategic-central port lies on East Nusa Tenggara. The port has four roles, as the transport network, the gate of economic activities, transportation, and supporting industrial trade activity. Keywords: Port, community, culture, maritime A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau kurang lebih sebanyak 13.446. Sebagai Negara kepulauan terbesar, pembangunan di Indonesia masih terkesan sentralistik, baik dalam segi pengambilan kebijakan, pembangunan infrastruktur, serta perputaran dan pertumbuhan ekonomi. Pusat pembangunan di Indonesia berada di 5 pulau terbesar, yaitu Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua.

PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

15

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

PELABUHAN BA’A ROTE NDAO(MENUJU PELABUHAN MARITIM)

THE PORT OF BA’A ROTE NDAO(TOWARDS MARITIME PORT)

HartonoBalai Pelestarian Nilai Budaya Bali

Jl. Raya Dalung Abianbase No. 107 Kuta Utara Badung Bali Telp. (0361) 439547, fax (0361) 439546

Email : [email protected]. 085237029691

Naskah diterima 14 April 2015, diterima setelah perbaikan 8 Januari 2016, disetujui untuk dicetak 26 Februari 2016

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahuai keadaan maritim di Nusa Tenggara Timur, khususnya kehidupan masyarakat pesisir pelabuhan Ba’a. Wilayah pesisir memiliki arti strategis, karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang berkesinambungan. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi lapangan, dan studi pustaka. Budaya maritim menunjuk pada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir yang dalam kesehariannya selalu bersinggungan dengan laut, karena laut menjadi tempat mereka tinggal dan beraktivitas. Dengan adanya pelabuhan Ba’a (Rote), memberi manfaat pada masyarkat Nusa Tenggara Timur umunya dan masyarakat Rote khususnya. Terlebih lagi dengan ditetapkanya pelabuhan Tenau (Kupang) menjadi poros maritim dunia artinya sudah ada pengakuan terhadap Nusa Tenggara Timur yang strategis. Pelabuhan memiliki empat peran, yakni sebagai simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya, pintu gerbang kegiatan perekonomian, tempat kegiatan alih moda transportasi, dan penunjang kegiatan industri dan atau perdagangan.

Kata Kunci: Pelabuhan, masyarakat, budaya, maritim.

ABSTRACTThe study aims to determine the maritime situation in East Nusa Tenggara, especially at the community life of Ba’a port. In this context, Coastal areas have strategic meaning, because it is a transitional area between terrestrial and marine ecosystems. Collecting data of this study use interviews, observation, and literature studies. Maritime culture refers to a community living in coastal areas in their daily life that are always in jog with the sea. With the port of Ba’a (Rote), give a benefit to the community of East Nusa Tenggarain general and especially to Rote. Moreover the enactment Tenau (Kupang) port has ben recognised as the strategic-central port lies on East Nusa Tenggara. The port has four roles, as the transport network, the gate of economic activities, transportation, and supporting industrial trade activity.

Keywords: Port, community, culture, maritime

A. PENDAHULUANIndonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau kurang lebih

sebanyak 13.446. Sebagai Negara kepulauan terbesar, pembangunan di Indonesia masih terkesan sentralistik, baik dalam segi pengambilan kebijakan, pembangunan infrastruktur, serta perputaran dan pertumbuhan ekonomi. Pusat pembangunan di Indonesia berada di 5 pulau terbesar, yaitu Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua.

Page 2: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

16

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

Indonesia sesungguhnya menerima suatu anugerah yang sangat besar, yaitu sebagai suatu Negara Kepulauan yang merupakan hamparan laut luas mencakup wilayah sepanjang 3.000 mil laut dari Merauke sampai Sabang. Indonesia adalah Negara dengan pantai terpanjang kedua di dunia. Lebih dari itu, Indonesia terletak pada posisi yang sangat strategis, yaitu pada persilangan dua benua dan dua samudera, serta memiliki wilayah laut yang memiliki kekayaan laut yang besar, sekaligus urat nadi perdagangan dunia.

Posisi Indonesia yang sangat strategis tersebut memberikan konsekuensi bagi bangsa Indonesia yaitu untuk menjalankan aturan sebagaimana yang termaktub dalam United Nation Covention on the Law of the Sea 1982. Geografi Indonesia yang sangat bersifat kelautan, seharusnya membuat Bangsa Indonesia terus mengembangkan tradisi dan budaya bahari sekaligus menjadikan laut sebagai tali kehidupannya. Terlebih lagi, Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan mengukuhkannya ke dalam UU RI No 17 tahun 1985, sehingga telah resmi mempunyai hak dan kewajiban dalam mengatur, mengelola, dan memanfaatkan kekayaan laut nasional untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Indonesia juga harus memperhatikan kepentingan dunia internasional terutama dalam menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran internasional dalam wilayah kedaulatan dan wilayah berdaulatnya.

Sesungguhnya, secara pemikiran dan konsepsi, bangsa Indonesia sudah lama ingin kembali kelaut. Pada tahun 1957, bangsa Indonesia mendeklarasikan Wawasan Nusantara, yang memandang bahwa wilayah laut di antara pulau-pulau Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah nusantara, sehingga wilayah laut tersebut merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya sebagai kekayaan nasional yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Pada tahun 1982, gagasan Negara Nusantara berhasil mendapat pengakuan internasional dalam kovensi PBB tentang hukum laut. Pada 18 Desember 1996 di Makassar, Sulawesi Selatan, BJ Habibie sebagai Menristek membacakan pidato Presiden RI yang dikenal dengan pembangunan Benua Maritim Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 1998 Presiden BJ Habibie mendeklarasikan visi pembangunan kelautan Indonesia dalam Deklarasi Bunaken. Inti dari deklarasi tersebut adalah laut merupakan peluang, tantangan dan harapan untuk masa depan persatuan, kesatuan dan pembangunan bangsa Indonesia. Sejak tahun 1999 Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan komitmennya terhadap pembangunan kelautan. Komitmen pembangunan pemerintah di bidang kelautan, diwujudkan dengan dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut pada tanggal 26 Oktober 1999 dan menempatkan Sarwono Kusumaatmadja sebagai menteri pertama. Pada bulan Desember nama departemen ini berubah menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, dan sejak awal tahun 2001 berubah lagi menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) hingga 2014 berubah menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Demi menggemakan semangat pembangunan nasional yang berdasarkan kelautan, Presiden KH. Abdurrahman Wahid mencanangkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara dan memperingatinya untuk pertama kali di Istana Negara, Jakarta tahun 1999. Visi pembangunan kelautan Gus Dur kemudian diteruskan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, dengan menetapkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara berdasarkan Keppres No. 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, dan menjadikan tanggal tersebut sebagai hari resmi perayaan nasional.

Akan tetapi, dalam tataran strategi koperasional, budaya bahari bangsa Indonesia masih memprihatinkan, apalagi bila kita sependapat bahwa budaya adalah semua hasil olah pikir, sikap dan perilaku masyarakat yang diyakini dan dikembangkan bersama untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi, mengembangkan kehidupan yang lebih layak, dan beradaptasi terhadap situasi lingkungan hidup. Budaya bahari bangsa Indonesia belum tumbuh kembali, bukan saja

Page 3: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

17

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

di tengah masyarakat, tetapi juga pada tataran pembuat kebijaksanaan sehingga Indonesia belum mampu memanfaatkan kelautan sebagai sumber kesejahteraannya (Arsyad, 2010:195-196).

Berkaitan dengan hal tersebut, terjadi juga di wilayah Nusa Tenggara Timur bahwa masyarkat belum memiliki kemampuan untuk memanfaatkan lautnya bagi sebesar-besanya kemakmuran rakyat dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menguraikan budaya bahari di nusa tenggara, khususnya di Rote Ndao Nusa Tenggara Timur . Di samping itu, seperti yang disampaikan Sapteno bahwa wilayah yang menjadi poros maritim dunia dan menjadi primadona di Eropa dan Asia serta Timur Tengah, seperti Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur (NTT), saat ini menjadi tertinggal karena belum ada kebijakan khusus guna mengangkat dan mengembalikan kejayaannya seperti masa lalu. Ini menjadi daya tarik bangsa bangsa Eropa, Asia, dan Timur Tengah; bangsa Indonesia belum pernah berdaulat di laut karena wilayah kita banyak dimasuki kapal-kapal asing tanpa mampu dideteksi dengan baik; satu rezim ke rezim yang lain belum sepenuhnya, mengambil kebijakan menjadikan laut sebagai bagian penting dan integral dalam pembangunan secara holistik; sumber daya alam yang melimpah, termasuk rempah di wilayah timur Indonesia, belum menjadi pemicu utama bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama di laut, ternyata lebih menguntungkan para investor dan negara tertentu (Sinar Harapan, 26 September 2014). Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat keadaan kondisi maritim di Nusa Tenggara Timur, yaitu Pelabuhan Ba’a.

B. PEMBAHASANIndonesia adalah negara kepulauan dengan kekayaan sumber daya kelautan yang besar.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang memiliki ± 17.480 pulau dengan luas lautnya mencapai 5,8 juta km² dan garis pantai sepanjang ± 95,181 km². Sebagaimana diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS, 1982), Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan satu kesatuan wilayah yurisdiksi, yang berdaulat serta mempunyai hak dan wewenang penuh yang diakui dunia internasional, untuk mengatur, mengelola dan memanfaatkan kekayaan laut yang dimilikinya bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas sumber kekayaan alam dan berbagai kepentingan yang berada di atas, di bawah permukaan dan di lapisan bawah dasar laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km² .yang mengelilingi laut kedaulatan selebar 200 mil laut. Wilayah laut teritorial Indonesia berbatasan langsung dengan wilayah laut Malaysia, Singapura, Philipina, Palau, India, Thailand, Vietnam dan Australia. Sedangkan terkait ZEE, Indonesia berbatasan dengan Philipina, Palau, India, Thailand dan Australia.

Kehidupan di negara kepulauan berciri maritim, yaitu perikehidupan yang memanfaatkan laut sebagai sumber hidupnya. Sumber daya laut dari sudut ekonomi mempunyai keunggulan komparatif, sedangkan posisinya dapat menjadi keunggulan positif (Wahyono, 2009:169-170).

Wilayah laut Indonesia pertama kali ditentukan dengan Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (TZMKO, Peraturan tentang laut teritorial zaman Belanda) tahun 1939. Berdasarkan konsepsi TZMKO tahun 1939, lebar laut wilayah perairan Indonesia hanya meliputi jalur-jalur laut yang mengelilingi setiap pulau atau bagian pulau Indonesia. Lebar laut hanya 3 mil laut. Mil laut (Bahasa Inggris: nautical mile atau sea mile) adalah suatu satuan panjang, 1 mil laut = tepat 1.852 km. Artinya, antarpulau di Indonesia terdapat laut internasional yang memisahkan satu pulau dengan pulau lainnya. Hal ini dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Page 4: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

18

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

a. Posisi StrategisPosisi Indonesia strategis dalam jalur perdagangan internasional sehingga Indonesia

berpotensi dapat lebih memainkan peranan politisnya dalam percaturan politik internasional. Letak geografis yang strategis dan kekayaan alam melimpah sebagai tersebut merupakan aset bagi kesinambungan pembangunan nasional, namun sekaligus memancing pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya secara illegal. Secara geografis posisi Indonesia sangat penting artinya bagi lalu lintas pelayaran internasional. Indonesia berada pada posisi strategis diantara dua benua Asia dan Australia yang memiliki karakteristik masing-masing. Selain itu, Indonesia pun berada di antara dua samudera yang menjadi jalur perhubungan berbagai bangsa, yaitu Samudera Pasifik dan Hindia. Kondisi geografis tersebut menyebabkan Indonesia berperan menjadi Bufferzone, atau daerah penyangga, bagi kedua benua.

Dalam wilayah Indonesia terdapat tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang dapat digunakan sebagai lalu lintas pelayaran internasional. ALKI I terdiri dari alur Selat Sunda, Karimata, Natuna dan Laut China Selatan. ALKI II melalui Selat Lombok, Makassar dan Laut Sulawesi. ALKI III berkaitan dengan alur laut yang ada di Laut Timor dan Laut Arafuru yang dikelompokkan dalam ALKI III-A melalui laut Sawu-Ombai, Laut Banda (bagian Barat P. Buru), Laut Seram, Laut Maluku dan Samudra Pasifik. ALKI III-B melalui Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda bagian Barat P. Buru), laut Seram, Laut Maluku, Samudra Pasifik. ALKI III-C yaitu Laut Arafuru, Laut Banda (bagian barat P.Buru), Laut Seram, Laut Maluku dan Samudra Pasifik.

Dalam negara kepulauan Indonesia kedudukan laut yang khas sebagai salah satu matra wilayah nasional mempunyai fungsi integrasi wilayah nasional, perhubungan laut nasional dan internasional, deposit sumber daya alam, pertahanan keamanan dan fungsi jasa, penelitian, dan kelestarian lingkungan. Meningkatnya tuntutan terhadap kesejahteraan dan pemenuhan kepentingan ekonomi manusia, telah pula mengantarkan negara-negara yang mempunyai kepentingan sama untuk menjalin kerjasama di bidang politik dan perdagangan. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan, bahwa demi kepentingan kesejahteraan dan ekonomi, negara-negara tersebut akan saling berhadapan untuk memperebutkan sumber kekayaan alam dari laut.

Seluruh bangsa Indonesia memiliki kepentingan yang sama terhadap laut, yaitu terwujudnya kondisi laut yang aman dan terkendali dalam rangka menjamin integritas wilayah guna menjamin kepentingan nasional. Guna mewujudkan kondisi keamanan di laut, diperlukan adanya upaya penegakan kedaulatan dan penegakan hukum. Masalah penegakan hukum di laut menjadi satu isu nasional yang penting, mengingat kerugian yang dialami negara sangat besar akibat berbagai pelanggaran hukum yang terjadi di laut. Pelanggaran hukum tersebut meliputi perompakan (armed robbery), penyelundupan manusia (imigran gelap), penyelundupan barang (seperti kayu, gula, beras, BBM, senjata api, narkotika, psikotropika), illegal fishing, pencemaran laut, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara illegal, serta pelanggaran lain di wilayah laut (Yasmin, 2008:9-10).

Kepulauan Nusa Tenggara sebagai gugusan pulau di wilayah Nusantara bagian Timur, terletak di wilayah antara kawasan Nusantara bagian barat (Jawa, Sumatra, Kalimantan) dan kepulauan bagian Timur Nusantara (Maluku dan Papua). Wilayah ini dapat dilihat sebagai penghubung antara wilayah-wilayah bagian timur dan bagian barat atau dengan negara-negara Asia bahkan Eropa dan Australia. Keterlibatan kawasan Nusa Tenggara dalam perdagangan sudah lama terjadi baik lokal, regional maupun internasional dan berlangsung jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Informasi awal mengenai perdagangan kayu cendana dari Timor banyak dilihat dalam sumber-sumber Cina, juga berita dari Tomi Pires dalam perjalanannya di Asia (Parimartha, 2002:4). Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa laut mempunyai peranan penting dalam perdagangan yang menghubungkan antar pelabuhan.

Page 5: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

19

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

b. Membangkitkan Kejayaan IndonesiaUpaya Indonesia untuk kembali membangkitkan kejayaan Indonesia sebagai negara kepulauan

melalui tiga pilar utama yakni Sumpah Pemuda 28 Oktober, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Deklarasi Djoeanda 1957 tidak mudah untuk dilakukan. Di masa pemerintahan Sukarno, Indonesia telah mendeklarasikan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara memandang wilayah laut merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya, serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Di era pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia berupaya memperoleh pengakuan internasional tentang Negara Nusantara, yang kemudian berhasil mendapat pengakuan internasional dalam forum konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 82) serta berlaku efektif sebagai hukum internasional positif sejak 16 November 1984. Di masa Pemerintahan B.J Habibie kembali Indonesia mendeklarasikan visi pembangunan kelautan dalam Deklarasi Bunaken.

Negara kepulauan Indonesia memiliki wilayah perairan laut lebih luas dari pada wilayah daratannya, sehingga peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara. sebagai negara kepulauan sepatutnya memiliki budaya maritim yang kuat, baik dalam cara hidup masyarakat maupun kebijakan pembangunan nasionalnya. Bila kembali melihat kepada sejarah, kerajaan Sriwijaya (Nusantara I) dan kerajaan Majapahit (Nusantara II) merupakan contoh kejayaan pemerintahan maritim di Nusantara. Kejayaan Indonesia sebagai negara kepulauan di masa lalu tersebut karena paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial dan pertahanan. Mereka mempunyai ketajaman visi maritim serta kesadaran yang tinggi terhadap keunggulan strategis letak geografi wilayah bahari Nusantara. Kemampuan tersebut dilakukan dengan segenap political will dari seluruh pemimpin dan rakyatnya. Sriwijaya mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan lautnya. Sedangkan kerajaan Majapahit mempunyai strategi politik menyatukan kepulauan Nusantara sehingga memprioritaskan pembangunan armada laut yang tangguh (Pramono, 2005:4-7).

Di era reformasi saat ini, dalam PJPN 2005-2025 Pemerintah telah membuat kebijakan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional. Di antaranya dengan kembali memantapkan budaya bahari dalam RPJMN 2004-2009. Namun, telah tumbuh kerancuan identitas, sebab meski mempunyai persepsi kewilayahan maritim, namun kultur yang kemudian terbangun adalah sebagai bangsa agraris. Paradigma masyarakat Indonesia tentang laut cenderung berbeda dengan realitas, sehingga arah kebijakan pembangunan selanjutnya menjadi kurang tepat karena lebih condong ke pembangunan berbasis daratan, sektor kelautan manjadi sektor pinggiran (pheripheral sector).

c. Provinsi Nusa Tenggara Timur Selain membangun pertahanan, pemerintah Belanda juga melakukan penataan terhadap

kebijakan ekonominya untuk memperbaiki status Pelabuhan Kupang sebagai pelabuhan dagang dengan menghapus sistem monopolinya dengan sistem sewa (pachter) di Pelabuhan Kupang dalam memungut pajak ekspor impor. Sejak awal abad ke-19, urusan perdagangan kolonial Belanda di Kupang telah diawasi oleh seorang komisaris urusan Timor, yaitu H.A. Lofsteh. Dengan demikian baiknya penataan Pelabuhan Kupang oleh pemerintah Belanda membuat pelabuhan ini mulai berkembang pesat awal abad ke-19 serta dalam perkembangan selanjutnya Pelabuhan Kupang berkembang menjadi suatu pelabuhan yang besar dan bebas di Nusa Tenggara (Widiyatmika, 2010: 110).

Page 6: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

20

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas 566 pulau, 246 pulau di antaranya sudah mempunyai nama dan sisanya sampai saat ini belum mempunyai nama. Di antara 246 pulau yang sudah bernama terdapat 4 pulau besar: Flores, Sumba, Timor dan Alor (FLOBAMORA) dan pulau-pulau kecil antara lain: Adonara, Babi, Lomblen, Pamana Besar, Panga Batang, Parmahan, Rusah, Samhila, Solor (masuk wilayah Kabupaten Flotim/ Lembata); Pulau Batang, Kisu, Lapang, Pura, Rusa, Trweng (Kabupaten Alor); Pulau Dana, Doo, Landu Manifon, Manuk, Pamana, Raijna, Rote, Sarvu, Semau (Kabupaten Kupang/Rote Ndao); Pulau Loren, Komodo, Rinca, Sebabi Sebayur Kecil, Sebayur Besar Serayu Besar (Wilayah Kabupaten Manggarai); Pulau Untelue (Kabupaten Ngada); Pulau Halura (Kabupaten Sumba Timur, dan lain-lain). Saat ini Rote telah menjadi kabupaten yaitu Kabupten Rote Ndao.

Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki 2 (dua) unggulan pada sektor petanian yaitu sub sektor perkebunan dan perikanan. Komoditi unggulan dari sub sektor perkebunan adalah kakao, perkebunan kelapa dan perkebunan kopi. Untuk sub sektor perikanan terdiri atas perikanan laut, perairan umum dan perikanan darat (tambak, kolam dan sawah).

Sebagai penunjang perekonomian, Nusa Tenggara Timur memiliki 2 (dua) kawasan industri yaitu kawasan industri Boanawa di Kabupaten Ende dan kawasan industri Bolok di Kabupaten Kupang. Dukung prasarana jalan darat di provinsi ini sepanjang 17.116,45 km yang terdiri atas jalan negara sepanjang 1.309,78 m, jalan provinsi sepanjang 2.939,86 km, dan sisanya berupa jalan kabupaten sepanjang 12.866,81 km.

Dengan wilayah yang berupa kepulauan, prasarana perhubungan laut dan udara mutlak diperlukan di provinsi ini. Terdapat dua pelabuhan laut yaitu pelabuhan Waingapu dan pelabuhan Maumere, serta 1 bandar udara nasional dan beberapa bandar udara perintis yang tersebar di 14 kabupaten, bandara tersebut telah disinggahi pesawat jenis Cassa secara reguler, 4 pelabuhan udara sudah dapat disinggahi jenis pesawat Fokker 27 dan Fokker 28, sedangkan untuk pesawat jenis Boeing 737 baru dapat mendarat di pelabuhan udara El Tari Kupang. Dari sisi pembangunan ekonomi maritim, Nusa Tenggara Timur juga masih menghadapi banyak kendala. Sektor perhubungan laut yang dapat menjadi multiplier effect karena perkembangannya akan diikuti oleh pembangunan dan pengembangan industri dan jasa maritim lainnya.

d. Potensi Kelautan dan PerikananPerkembangan perikanan didukung potensi panjang garis pantai ± 5.700 Km dan luas laut

mencapai 15.141.773,10 Ha. Potensi yang mendukung sector perikanan adalah Hutan Mangrove seluas ± 51.854,83 Ha (11 Spesies), terumbu karang sebanyak ± 160 jenis dari 17 famili, 42.685 rumah tangga perikanan, 808 Desa/Kelurahan pantai, jumlah 1.105,438 jiwa penduduk pantai, 194,684 orang nelayan (± 9,9 % dari jumlah Penduduk Desa Pantai) (BPS, NTT Dalam Angka Tahun 2012). Sumber daya laut sangat potensial untuk perikanan tangkap dan budidaya dengan arah pengembangan masing-masing yaitu: (i) Kawasan peruntukkan perikana tangkap, perikana budidaya dan pengolahan ikan tesebar diseluruh Kabupaten/Kota, (ii) pengembangan kawasan minapolitan untuk perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Kabupaten Suba Timur, Sikka, Lembata, Rote Ndao, Alor, Kota Kupang, dan (iii) pengembangan komuditas garam rakyat di Kabupaten Nagekeo, Ende, Timor Tengah Utara, Kupang, lembata, dan Alor.

Potensi perikanan tangkap, terdiri atas: Potensi Lestari (MSY) 388,7 ton per tahun; jumlah ikan ekonomis: (1) Ikan pelagis (tuna, cakalang, tenggiri, laying, selar, kembung); (2) Ikan demersal (kerapu, ekor kuning, kakap, bambangan, dll); (3) komuditi lainnya: (lobster, cumi-cumi, kerang darah, dan lain-lain).

Page 7: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

21

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

Potensi perikanan budidaya, terdiri atas budidaya laut seluas 5.870 ha (rumput laut, mutiara, kerapu) dengan potensi produksi mencapai 51.500 ton per tahun; budidaya air payau seluas 35,455 ha (udang dan bandeng) dengan potensi produksi mencapai 36.000 ton per tahun; budidaya air tawar yang meliputi kolam air tawar seluas 8,375 ha dengan potensi produksi mencapai 1,297 ton per tahun dan mina padi seluas 85 ha degan potensi produksi mencapai 85 ton per tahun.

Potensi budidaya rumput laut, kabupaten yang budidaya rumput lautnya telah berkembang yaitu: Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat. Komunitas rumput laut unggulan yang dibudidaya adalah Echeuma CoTonii, Eucheuma Sp, dan alga merah (red algae). Luas lahan potensial untuk budidaya rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 250.000 ton kering per tahun.

Potensi sumber daya garam sangat potensial. Upaya peningkatan produksi garam nasional yang ditargetkan sampai tahun 2014 untuk mencapai swasembada garam di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada khususnya mencapai 1,2 juta ton, maka telah dicanangkan pelaksanaan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Dengan program ini, akan diberdayakana 119 Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) dengan jumlah anggota 939 petambak garam. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, melalui pelaksanaan PUGAR menargetkan peningkatan produktivitas lahan garam dari 60 ton per tahun.

Potensi budidaya mutiara tersebar di beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Kupang: Tanjung Ledo, Pulau Kambing, Tanjung Kabate, Talasa dan Tablolong; Kabupaten Rote Ndao: Kecamatan Rote Barat Daya; Kabupaten Alor: Desa Moru Kec. Alor Barat Daya: Kabupaten Lembata: Teluk Wai Enga dan Lewo Lein; Kabupaten Flores Timur: Teluk Konga, Teluk Lebateta, Selat Solor, Perairan Nayu Baya, Baniona; Kabupaten Sikka: Labuan Ndeteh, Desa Nagepanda dan Kabupaten Manggarai Barat: Tanjung Boleng dan Golo Mori.

Kebijakan dan komitmen terhadap provinsi kepulauan melalui Bada Kerja Sama (BKS) provinsi kepulauan telah menjadikan draft UU daerah kepulauan masuk dalam agenda Banleg DPR RI Tahun 2013. Secara substantive, regulasi tersebut akan mendasari pengalihan kewenangan pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap Taman Nasional Laut Sawu sebagai kawasan konservasi dari pemerintah kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal ini akan menjadi acuan perubahan manajemen dan intervensi pengolahan sumber daya kelautan dan perikanan yang signifikan pada kawasan laut sekitar yang potensial bagi peningkatan kesejahteraan petani-nelayan serta masayarakat pesisir. Potensi perikanan tangkap berupa potensi lestari (MSY) sumber daya ikan di perairan NTT mencapai 388.700 ton per tahun dengan jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) mencapai 292.200 ton per tahun. Data produksi perikanan tangkap tahun 2012 menunjukkan tingkat pemanfaatan baru sekitar 34,97% JTB.

Selanjutnya luas lahan potensial untuk budidaya rumput laut seluas 51.870 Ha atau 5% dari garis pantai, dengan potensi produksi sebesar 250.00 ton kering/Tahun. Potensi cukup besar baru dimanfaatkan tahun 2010 baru seluas 5.205,70 Ha dengan produksi 1,7 Juta Ton rumput laut basah. Potensi lahan untuk perikanan budidaya air payau seluas 35,455 Ha baru dimanfaatkan sekitar 1.039,80 Ha pada tahun 2012, dan budidaya air tawar yang meliputi kolam air tawar seluas 8,375 Ha dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 1.521,00 Ha. Upaya untuk meningkatkan luas lahan budidaya produksi rumput laut dilaksanakan secara intensif dengan melibatkan masyarakat dan swasta. Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT & BPS Provinsi NTT Tahun 2013.

Page 8: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

22

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

e. Kabupaten Rote NdaoKabupaten Rote Ndao adalah sebuah kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Merupakan kabupaten paling selatan di Republik Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Ba’a. Kabupaten Rote Ndao memiliki luas wilayah 1.731 km² dan berpenduduk sebanyak 114.236 jiwa (2009). Kabupaten ini terdiri atas 6 kecamatan, namun telah mengalami pemekaran, sehingga sekarang sudah terdapat 9 kecamatan, yaitu: (1) Rote Timur; (2) Pantai Baru: (3) Rote Tengah; (4) Rote Selatan; (5) Namodale: (6) Busalangga; (7) Rote Barat Daya; (8) Rote Barat Laut; dan (9) Rote Barat.

Rote adalah sebuah pulau yang dahulu dikenal dengan sebutan Lolo Neo Do Tenu Hatu sebagian lagi menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau Lino Do Nes yang berarti pulau yang sunyi dan tidak berpenghuni. Nama atau sebutan Rote berawal dari kedatangan pedagang-pedagang Portugis dan kegiatan misionaris di Indonesia sejak tahun 1512 hingga 1605. Kabupaten Rote Ndao merupakan kabupaten yang paling selatan di Negara Republik Indonesia dan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002.

Bentuk pulau Rote ini memanjang dari sebelah timur laut menuju ke arah barat daya dan di tengah-tengahnya terdapat tanah yang berbukit serta batuan kapur yang terbentuk pada zaman mesozoikum dan zaman yang lebih muda. Di tepi pantai terdapat dataran yang luas serta di sepanjang pesisir pantai laut terdapat banyak teluk.

Dataran dan bukit tersebut tersusun dari terumbu karang (batuan kapur) dan tanah liat (laterit). Gunung-gunung tidak ada, hanya sebuah bukit yang besar dan agak menonjol dari bukit-bukit lain. Masyarakat menyebutnya sebagai Gunung Lakamola. Gunung itu terletak di bagian timur dari Pulau Rote. Sebagian dari daratan terdiri atas padang-padang rumput yang ditumbuhi hutan sabana dan semak belukar.

Dari Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao (Ba’a) bisa dicapai dengan angkutan laut maupun pesawat terbang. Lalu lintas barang dan jasa umumnya mengandalkan kapal feri yang setiap hari melayani rute Kupang-Ba’a sekitar empat jam. Rute lain, seperti Makassar dan Surabaya, dilayani oleh perahu dan kapal motor dari pelabuhan rakyat (Pelra), seperti Papela (Rote Timur), Oelaba (Rote Barat Laut), Batutua (Rote Barat Daya), dan Ndao (Pulau Ndao). Jalur udara sampai sekarang hanya seminggu sekali.

Orang-orang datang ke Pulau Rote ini secara bergelombang dan naik perahu-perahu bercadik atau lete-lete. Perahu jenis ini masih bisa didapati sampai sekarang ini dengan tidak mengalami perubahan yang berarti. Setelah tiba di Pulau Rote, mereka mendirikan rumah yang berdasarkan kelompok yang disebut Marga atau Leo dengan kepala keluarga yang bergelar Mane Leo. Di samping kelompok-kelompok marga ada kelompok keluarga batih atau Uma Leo (seasal dan lahir dari suatu kandungan) yang disebut Uma Isi, artinya seisi rumah. Pelapisan sosial terdapat pada setiap Leo hing-ga lapisan yang paling atas yang disebut Mane Leo.

Seperti pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara Timur yang hampir semuanya di kelilingi sebagian besar oleh pantai sebagai masyarakat pesisir. Salah satu di antaranya masyarakat Rote Ndoa yang bertempat tinggal di pesisir pantai atau Pelabuhan Ba’a.

Secara khusus, menurut UU No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran, pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal

Page 9: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

23

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

Pelabuhan memiliki peranan penting sebagai mesin penggerak pembangunan ekonomi bagi wilayahnya dengan cara meningkatkan pendapatan, tenaga kerja, dan pajak terhadap daerahnya. Pelabuhan memiliki empat peran, yakni sebagai simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya, pintu gerbang kegiatan perekonomian (gateway), tempat kegiatan alih moda transportasi, dan penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan.

Dengan adanya pelabuhan Ba’a, maka diharapkan pendapatan terhadap perekonomian daerah akan semakin meningkat. Seiring dengan itu, kondisi sosial ekonomi (kesejahteraan) masyarakat di sekitar pelabuhan pun akan semakin meningkat. Dengan catatan, semua pihak yang berkepentingan mau melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan benar.

f. Pembangunan Pelabuhan Ba’aUntuk pengembangan fasilitas di Pelabuhan Ba’a, Kecamatan Lobalain, Kabupaten Rote

Ndao, Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 41.909.000.000 untuk pengembangan pelabuhan Ba’a.

Pengembangan fasilitas di pelabuhan diharapkan agar kedepannya kapal-kapal perintis dapat masuk di pelabuhan Ba’a. Sudah ada kapal perintis yang memiliki Rute tetap untuk menyinggahi pelabuhan Ba’a salah satunya adalah kapal perintis Ady Nusantara yang memiliki rute perjalanan Bima,Waikelo, Ende, Sabu Raijua dan Ba’a dua kali dalam sebulan.

Pendek kata, setiap aktivitas ekonomi mereka senantiasa ditundukkan pada dan dicampur dengan berbagai macam motif yaitu, motif sosial, keagamaan, etis dan tradisional. Dari sisi konsumsi, kehidupan ekonomi desa tradisional dibangun atas dasar “prinsip swasembada”, dimana hampir seluruh kebutuhan hidup kesehariannya diproduksi/dipenuhi oleh desa tradisional sendiri. Kemampuan desa tradisional membangun struktur ekonomi demikian, karena didukung penuh oleh adanya ikatan-ikatan sosial yang asli dan organis, sistem kesukuan tradisional, kebutuhan-kebutuhan yang tak terbatas dan bersahaja, prinsip produksi pertanian semata-mata untuk keperluan keluarga, pengekangan pertukaran sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan, serta tidak terlalu berorientasi kepada laba (non profit oriented). Landasan struktur ekonomi desa tradisional diletakkan pada prinsip hemat, ingat, dan istirahat (Boeke, 1983: 22).

Berdasarkan pendekatan secara ekologis, wilayah pesisir (coastal zone) mencakup semua wilayah yang merupakan kawasan pertemuan antara daratan dan lautan, ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang berkaitan dengan laut atau sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, dan ke arah laut kawasan pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Wilayah pesisir tersebut mempunyai nilai yang strategis karena mengandung potensi sumber daya pesisir baik sumber daya hayati dan non hayati, serta jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat pembangunan. Wilayah pesisir memiliki arti strategis, karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang berkesinambungan.

Page 10: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

24

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

g. Budaya MaritimJokowi benar bahwa sudah lama kita memunggungi samudra, laut, selat, dan teluk. Tidak

tahu apakah visi kemaritiman itu berangkat dari kesadarannya yang murni dan hasil perenungan yang mendalam ataukah hanya sekedar retorika dan gincu untuk menarik perhatian para pemilik modal untuk menjadikan kekayaan Indonesia sebagai bancakan mereka. Mari kita ikuti secara kritis dan seksama kinerjanya. Namun, boleh kita kesampingkan dulu hal itu dalam pembahasan ini. Yang paling utama saat ini adalah meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat Indonesia tentang maksud Indonesia sebagai bangsa maritim dan apa konsekuensi-konsekuensinya tentang bagaimana seharusnya menata peradaban.

Secara ekonomi, budaya maritim sangat mengedepankan asas kekeluargaan dalam aktivitas perekonomian mereka. Sebagaimana tentang masyarakat nelayan di Lamalera, Nusa Tenggara Timur. Tradisi tena laja, (penangkapan ikan-ikan besar) masih terus dihidupi oleh masyarakat hingga saat tradisi ini tidak dilangsungkan sekadar untuk memenuhi kebutuhan konsumtif belaka, namun juga menjadi aktivitas kultural masyarakat. Melalui tradisi ini mereka dapat menjaga kohesifitas antar anggota kelompok. Hasil tangkapan yang didapat dari aktivitas ini tidak dinikmati oleh penangkap saja, namun dibagikan kepada siapapun di Lamalera terutama para janda dan anak yatim. Ini sebagai tanda kesatuan dan persaudaraan.

Sampai sekarang ini belum ada regulasi yang besar mengenai kelautan sehingga diharapkan kepada masyarakat pengguna laut untuk mencermati secara baik regulasi di daerah mengenai laut. Budaya Maritim diharapkan untuk adanya pendidikan budaya maritim, peningkatan ekonomi kelautan, perlindungan terhadap lingkungan laut harus terhindar dari pencemaran, adanya keseimbangan dana antara di laut dan di darat.

Pelabuhan Ba’a Suasana Pelabuhan

Tampak Perahu Nelayan Susana Pesisir Pantai

Sumber: Dokumen Pribadi 2012

Page 11: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

25

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

Untuk menuju ketahanan maritim yang kuat dibutuhkan peran serta masyarakat maritim dan pengguna laut. Sehingga perlu ditumbuhkan budaya kerja sama yang erat antara nelayan maupun pengguna jasa laut lainnya. Negara Indonesia merupakan negara maritim yang mampu mendongkrak perekonomian dunia, namun jika hal ini dapat direalisasikan dengan baik. Jika di tarik kebelakang kejayaan nusantara pada masa kerajaan Sriwijaya dan Tarumanegara merupakan kiblat utama untuk bisa membangun Indonesia ini kembali. Namun, ironinya sekarang banyak masyarakat luas yang tidak tahu menahu mengenai sejarah kejayaan nusantara pada masa silam. Ada yang tahu tapi pura-pura tidak tahu. Oleh karena itu, jangan heran perekonomian Indonesia sekarang sangat berbeda dengan perekonimian masa lalu.

Ekonomi maritim harusnya jadi pilar utamanya. Kekuatan ekonomi itu dapat dikelompokkan; pertama, ekonomi pesisir dan laut termasuk pulau kecil berbasiskan sumber daya alam yang antara lain budi daya laut, budi daya pantai, dan penangkapan ikan. Budi daya laut berupa rumput laut, teripang, ikan hias laut, kerang hijau dan ikan karang ala jaring apung (kerapu, kakap). Sementara itu, budi daya pantai yakni pertambakan udang dan ikan jenis kerapu lumpur maupun kakap.

Potensi sumber daya perikanan Indonesia masih cukup melimpah, dan belum di manfaatkan secara optimal. Sebagai bukti melimpahnya potensi ikan Indonesia adalah terus maraknya pencurian ikan di perairan Indonesia oleh nelayan-nelayan asing. Karena potensi yang dimiliknya, sektor perikanan sebagai bagian integral dari ekonomi nasional dianggap sebagai salah satu pilihan untuk sumber pertumbuhan ekonomi dan pendapatan devisa dalam era globalisasi.

Dalam catatan sejarah kebudayaan kemudian, diceritakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut. Sebagai sarana untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan kepentingan antarbangsa, seperti halnya untuk perdagangan dan transportasi dan komunikasi dengan bangsa-bangsa yang menjadi tetangganya, melalui pelayaran. Bukti menunjukkan dengan jelas bahwa nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu ternyata telah dapat membangun kapal-kapal layar yang mampu mengarungi lautan sejauh kurang lebih 6.500 km yang merentang dari wilayah Nusantara sampai ke Madagaskar.

h. Menjaga Kelestarian Lingkungan LautMelihat dari kajian studi keamanan dengan meminjam kerangka analisis, konsep keamanan

maritim berada diantara dua interaksi pemikiran yaitu kerangka tradisional tentang keamanan yang cenderung membatasi konsep keamanan (de-securitization) dengan kecenderungan kompetisi atau masalah keamanan antar negara. Sedangkan kelompok non-tradisional yang memiliki kecenderungan untuk memperluas konsep keamanan (securitization). Bentangan keamanan (security landscape) menurut mazhab non-tradisional tersebut harus memasukkan masalah keamanan intranegara dan masalah keamanan lintas nasional. Yang dimaksud dengan masalah keamanan intra-negara misalnya munculnya kekacauan (disorder) dalam negara dan masyarakat karena etnik, ras, agama, linguistik atau strata ekonomi. Sedangkan masalah keamanan lintas nasional misalnya ancaman keamanan yang berasal dari isu kependudukan seperti migrasi, lingkungan hidup dan sumber daya yang ruangnya tidak dibatasi pada skala nasional. Ancaman keamanan ini juga terkait dengan konsep keamanan manusia (human security) (dalam Makmur Keliat, 2009:113).

Kapal asing resahkan nelayan Nusa Tenggara Timur, walau sudah banyak kapal yang di bakar karena ilegal fishing, ternyata belum membuat jera para nelayan nakal tersebut. Nusa Tenggara Timur jadikan lahan baru ilegal fishing. Berdasarkan laporan Himpunan Nelayan Seluruh indonesia (HSNI) Provinsi NTT, kapal-kapal asing maupun dari luar daerah kini menyerbu laut Nusa Tenggara Timur.

Page 12: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

26

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

Kapal-kapal mereka di lengkapi alat tangkap berupa pukat harimau serta alat bantu tangkap berupa rumpon atau rumah ikan. Mereka menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, kapal-kapal dari luar ini di lengkapi jaring raksasa (trawls) dan menyerang kapal-kapal ikan milik nelayan Nusa Tenggara Timur. Pada umumnya mereka beroperasi di wilayah Laut Timor. Adanya penangkapan ikan ilegal yang sering beroperasi di perairan laut Nusa Tenggara Timur, khususnya di kota Kupang.

Langkah pencegahan yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan melakukan patroli namun masih kurang dengan dukungan armada. Menyinggung gebrakan yang di lakukan Mentri Kelautan dan Perikanan untuk memberantas ilegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal, perlu mendapat dukungan dari semua pihak.

Selain tersebut di atas, permasalahan umum terjadi di Nusa Tenggara Timur kurang memadainya ifrastruktur: masalah sarana dan prasarana irigasi yang kurang memadai; masalah sarana dan prasarana jalan, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, serta udara yang belum memadai; prasarana dan sarana air bersih yang masih jauh dari mencukupi; dan sarana dan prasarana pengangkutan dan pembuangan sampah serta drainase kota yang belum memadai dan kuat (Lukas Lege, 2005:59).

Pelayaran antar pulau mengalami hambatan oleh karena gelombang laut yang sangat besar dan sering menelan korban. Selat antara Pulau Timor dan Pulau Rote yang dikenal dengan nama Selat Pukuafu menjadi ganas dan sangat berbahaya. Musim ini dikenal dengan musim barat. Pada akhir musim hujan dan musim kemarau sering terjadi keadaan pancaroba yang menimbulkan angin taufan. Angin itu dikenal dengan nama angin taufan tropis atau siklon tropis. Angin itu bertiup sangat kencang sekali dan sangat mengerikan seperti yang terjadi pada tahun 1841, 1842, 1882, dan 1939 (Soh, 2008:6)

Indonesia sebagai negara kepulauan masih rentan terhadap berbagai ancaman keamanan. Hal ini disebabkan tidak semua pulau terluar terjamin keamanan, kedaulatan dan keutuhannya, serta banyaknya penduduk miskin (terutama nelayan) yang tinggal di wilayah pesisir, perbatasan dan pulau terluar jauh dari kontrol pemerintah dan sarana prasarana ekonomi. Negara harus mampu memberi kepastian dan masa depan yang layak pada warga di kawasan perbatasan. Perbaikan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan, terutama kesejahteraan kaum nelayan harus menjadi prioritas.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut ini, dibutuhkan suatu model pengelolaan yang kolaboratif yang memadukan antara unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dan lain-lain) dan pemerintah. Melalui model ini, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dilaksanakan dengan menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses pengelolaan sumberdaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan.

Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang merupakan kewenangan pemerintahan daerah atas pelimpahan dari pemerintah pusat, sebagaimana amanat undang-undang, sudah seharusnya dikelola dan digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia, namun dalam proses pengelolaan dan pemanfaatannya harus tetap menjaga keseimbangan ekosistem, keanekaragaman, dan ancaman/dampak yang dapat diakibatkan dari pengelolaan tersebut, serta kiranya ada kerjasama, komunikasi, maupun koordinasi dari pemerintah, masyarakat maupun setiap personal.

Page 13: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

27

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

i Menuju Poros Maritim Nusa Tenggara Timur bisa ekspor ke Australia dan Timor Leste. Kebijakan poros maritim

yang digagas pemerintahan Jokowi-JK sangat menguntungkan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pasalnya, Nusa Tenggara Timur selain merupakan daerah kepulauan juga letaknya sangat strategis karena terletak di antara dua negara, yakni Timore Leste dan Australia.

Terkait hal ini, pemerintah daerah menyambut baik kebijakan pemerintah pusat. Hal ini akan membuat pertumbuhan ekonomi di Nusa Tenggara Timur semakin pesat. Salah satunya pelabuhan Nusa Lontar adalah kewewenagan pemerintah pusat dalam hal ini ditanggani BUMN, yakni Pelindo III. Oleh karena itu, untuk proses pembangunannya pemprov tidak bisa mengintervensi. Namun, jika pemerintah pusat membutuhkan dukungan pemprov siap membantu. Dengan di tetapkanya pelabuhan Tenau menjadi poros maritim dunia artinya sudah ada pengakuan terhadap Nusa Tenggara Timur yang strategis. Oleh karena itu, pemerintah pusat pasti akan lebih meningkatkan pembangunan di pelabuhan terbesar di Nusa Tenggara Timur ini.

Pelabuhan ini akan menjadi salah satu pusat pelayaran, baik dalam negeri maupun luar negeri. Nusa Tenggara Timur saat ini menjadi jembatan penghubung antara Australia, Indonesia dan Timor Leste. Dampak ekonominya, pertumbuhan ekonomi akan meningkat karena ekspor impor sudah langsung dari Nusa Tenggara Timur tidak melalui Jawa atau Bali, sehingga dapat mendukung upaya pemerintah pusat menjadikan pelabuhan Tenau sebagai poros maritim. Pelabuhan Tenau (Kupang) sebagai poros maritime tentunya juga akan berdampak pada perkembangan Pelabuhan Ba’a di Rote Ndao.

Gagasan ini secara politis mulai disampaikan dalam kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Bagaikan gayung bersambut, semua orang mulai tergiur membicarakan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Alasan atau argumentasi yang kuat menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia itu karena Indonesia memiliki posisi penting dan strategis serta mempunyai wilayah laut yang luas dibandingkan wilayah darat. Ini sebenarnya merupakan argumentasi klasik.Alasan utama yang ideal dan harus menjadi fokus adalah menjadikan Indonesia sebagai kekuatan penyeimbang dan penentu dalam tatanan pergaulan global. Artinya, dari berbagai aspek, baik pertahanan keamanan, politik, ekonomi, dan sebagainya. Indonesia harus menjadi negara yang diperhitungkan di dunia.

Jadi, setiap pengambilan keputusan dalam tata kelola global atau kancah perpolitikan dunia, yang khusus terkait dengan masalah maritim, Indonesia harus menjadi negara penentu kebijakan global tentang masalah maritim tersebut. Oleh karena itu, Indonesia harus membenahi secara baik dan memosisikan diri sebagai pihak yang berposisi tawar kuat. Tanpa itu, konsep poros maritim dunia ibarat slogan dan isapan jempol belaka sehingga akhirnya dapat dijadikan sebagai pemicu memperjuangkan kepentingan bangsa bangsa lain, yang memiliki daya tawar kuat dalam tataran global.

Pendekatan yang dilakukan pemerintah tidak boleh parsial, namun secara utuh baik dari aspek sejarah, politik, hukum, ekonomi, pertahanan, dan keamanan sehingga mampu memberikan topangan yang kuat dalam implementasi Indonesia sebagai poros maritim dunia, juga mampu untuk masa mendatang. Demikian juga mengenai aktivitas perdagangan di Nusa Tenggara, juga pusat-pusat perdagangan dengan kota pelabuhannya seperti Sumbawa, Bima, Reo, Waingapu, Ende, Kupang dan Solor. Pelabuhan-pelabuhan tersebut boleh dikatakan sudah sederajat dengan Ternate, Makasar, Demak, Cirebon, Banten, Sunda Kelapa, Aceh, Malaka. Tempat-tempat tersebut sudah banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Jawa, Madura, Sumatra, Bali, Borneo, Selebes, Selayar, Buton, Maluku bahkan Malaka dan akhirnya bangsa Cina, Arab dan Eropa (Ismail, 2003)

Page 14: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

28

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

Kepulauan Nusantara termasuk di dalamnya Nusa Tenggara mempunyai peran penting dalam perkembangan dunia perdagangan melalui laut yaitu menjadi persilangan jaringan lalu lintas laut yang menghubungkan Benua Timur dengan Benua Barat. Berkembangnya tehnologi perkapalan dan pengetahuan navigasi yang masih sederhana tidak mengurangi ramainya jalur pelayaran ini, yaitu dengan adanya “jalur menyusuri pantai”. Keadaan itu mengalami perkembangan pesat sejalan dengan dikenalnya astrolabium, ilmu bintang, dan sistem angin yang berlaku di lautan Nusantara, lautan Cina pada umumnya sehingga “pelayaran Samudra” dapat diselenggrakan. Walupun sitem pelayaran Samudera sudah dapat dilasanakan ternyata masih tetap diperlukan adanya suatu tempat dengan jarak tertentu untuk berlabuh guna memenuhi perbekalan-perbekalan baru yang dibutuhkan. Tempat-tempat berlabuh inilah yang dinamakan pelabuhan (Nuryahman, 2012:37-38).

j. Budaya Masyarakat RoteSebelum membahas secara lebih lanjut, ada baiknya kita memahami tentang apa itu budaya

maritim sebenarnya. Budaya maritim terbentuk dari dua buah kata, yaitu budaya dan maritim. Budaya bisa diartikan adat istiadat sebagai konsep aturan yang mantap dan terintegrasi kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan yang menata kehidupan manusia dalam kehidupan sosial (Koentjaraningrat, 1984:2). Lebih lanjut menurut Koentjaraningrat (2011:72), kebudayaan adalah “seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan masyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”. Seperti yang telah disebutkan, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia yang dijadikan milik dirinya (manusia) itu dipelajari dari kolektifnya. Sebab, budaya ini juga menjadi nilai-nilai tertentu yang dianut oleh suatu kolektif, sehingga sesuatu dapat dianggap sebagai sebuah budaya apabila disepakati bersama dan dijalankan bersama-sama oleh sekelompok orang.

Sedangkan kata maritim merupakan kata serapan dari bahasa inggris yaitu maritime. Kata maritime ini sendiri secara etimologis sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu maritimus atau mare yang artinya adalah laut. Kata maritim akan merujuk pada suatu aktivitas yang dilakukan di laut, seperti pelayaran yang tujuannya untuk berdagang atau mencari ikan.

Budaya merupakan keseluruhan gagasan manusia yang mampu menghasilkan berbagai tindakan dan hasil karya. Bila kata “budaya” disandingkan dengan kata “maritim”, kata “maritim” menjadi penanda atas sebuah tempat yang letaknya dekat dengan laut atau lebih sering kita kenal dengan pesisir. Seperti yang sudah dibahas bahwa budaya merupakan milik kolektif karena budaya menjadi sebuah nilai yang disepakat dan dijalani secara bersama-sama oleh sekelompok orang. Maka “budaya maritim” dapat dipahami sebagai keseluruhan gagasan yang mampu menghasilkan tindakan dan perilaku yang menjadi milik suatu kolektif yang tinggal dan hidup dekat dengan laut. Dan apabila membicarakan hal tersebut pikiran kita akan menuju pada sebuah lanskap dari suatu masyarakat yang hidup dengan kultur melaut. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir yang dalam kesehariannya selalu bersinggungan dengan laut, karena laut menjadi tempat mereka tinggal dan beraktivitas.

Rote Island (bahasa Indonesia: Pulau Rote, Roti) adalah sebuah pulau yang terletak paling selatan di wilayah kepulauan Nusantara yang termasuk bagian dari Nusa Tenggara Timur provinsi dari Kepulauan Sunda Kecil. Pulau Rote memiliki luas wilayah 1.200 km ². Kota ini terletak 500 km timur laut Australia pantai dan kira-kira 170 km timur laut dari Kepulauan Ashmore dan Cartier (Australia). Pulau ini terletak di barat daya pulau besar Timor . Di sebelah utara adalah Laut Sawu , dan ke selatan adalah Laut Timor. Untuk sebelah barat adalah Sawu dan Sumba.

Page 15: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

29

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

Dari Kupang untuk menuju pulau Rote ada dua pilihan pelabuhan yaitu pelabuhan Bolok dan pelabuhan Tenau. Tidak melalui pelabuhan Bolok karena dari Bolok kapalnya bukan kapal cepat tetapi memakai Ferry yang menghamburkan waktu cukup lama dibanding memakai kapal cepat pelabuhan Tenau. Terlebih setelah tahu kalau kapal ferry tidak berlabuh di kota Ba’a tetapi di pelabuhan baru yang jaraknya cukup jauh dari kota Ba’a.

Mata pencaharian penduduknya cukup beragam, mulai dari berkebun, beternak, dan nelayan lepas pantai. Akan tetapi, perekonomian masyarakatnya lebih berpusat pada pohon lontar dan pembuatan gula nira, yang mampu memberikan keuntungan ekonomis lebih besar daripada apa yang diperoleh suku-suku lain di sekitarnya yang pertaniannya sudah mencapai titik jenuh. Menurut cerita rakyat setempat, leluhur orang Rote bersama leluhur orang Belu berasal dari Sera Sue do Dai Laka atau Seram di Maluku.

Seperti halnya masyarakat di sekitar Pelabuhan Ba’a, kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao sebagain besar hidup di pesisir pantai. Masyarakat Rote Ndao dengan alat musik sasando dan Ti’i langga. Ti’i langga sebagai alat dan nilai budaya melammbangkan pemimpin dan kepemimpinan yang berfungsi sebagai pamong atau pelindung bagi masyarakat Rote Ndao menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan keimaman dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu, mengenal semboyan atau slogan ITA ESA atau Kita Satu melambangkan masyarakat Rote Ndao satu dalam keberagaman dan selalu dijiwai dengan tekad dan semangat menunjang nilai persaudaraan, persatuan dan kesatuan.

Alat Musik Sasando, terbuat dari daun pohon lontar. Dengan gagang tengah sebagai pengikat senar terbuat dari bambu. Sasando ini dimainkan dengan cara dipetik. Senar pun terbuat dari bahan yang bersumber dari alam sekitar. Selain sasando, orang Rote juga menggunakan gong sebagai alat musik. Jumlah gong yang digunakan biasanya 9 buah dan sebuah tambur.

Kerajinan Tenun ikat motif Rote Ndao: sarung, selimut dan selendang. Aneka ragam seni tenun ikat diukir dan ditenun sebagai bahan pakaian yang indah dan bermutu. Kain tradisional merupakan simbol kemartabatan dan harga diri dari orang Rote. Tenunan Rote Ndao, bergambar garis-garis lurus dan bersiku, dan sebagainya. Kombinasi warna sangant bervariasi, antara lain paduan hitam, putih dan merah menjadi ciri tenunan Rote Ndao.

Selain budaya yang ada, masyarakat Kab. Rote Ndao juga memiliki budaya yang unik dan menakjubkan ketika alat musik gong dan tambur dibunyikan untuk mengiringi gerak dan tari yang dimainkan oleh warga setempat. Musik Sasando di petik untuk mengiringi lagu-lagu daerah Rote dan lagu nasional lainnya. Salah satu atraksi budaya Kabupaten Rote Ndao adalah upacara adat tradisional (HUS) Ndeo di desa Boni kecamatan Rote Barat Laut, lomba keterampilan dan uji ketangkasan berkuda. Kegiatan ini dilakukan setiap tahun pada bulan Juli - September untuk pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan para leluhur yang berjasa dengan memohon berkat hujan bagi daerah kabupaten Rote Ndao. Dalam kepercayaan tradisional orang Rote diyakini adanya dewa tertinggi yang disebut Ama Mane Tua. Mane artinya raja di atas segala raja, Tua artinya tertua dan Lain artinya tertinggi. Sehingga berarti Yang Maha Segala atau di atas segala-galanya. Orang Rote juga memiliki semboyan Talena Lain yang berarti tidak ada yang melebihi yang di atas.

Agama Kristen dianut oleh mayoritas masyarakat Rote, yang masuk pada awal abad XVIII, bersamaan dengan kolonialisasi barat (Belanda). Raja Rote pertama yang memeluk agama Kristen adalah raja Nusak Thie, bernama Poura Messakh yang pada tahun 1729 dibaptis bersama seluruh keluarganya. Yang menggantikkannya adalah Raja Benyamin Messakh yang menggunakan nama Kristen.

Page 16: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

30

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

Masyarakat Rote mengenal dan memiliki konsep kata Tetapi (Tehu). Hal ini sangat berpengaruh dalam norma-norma kehidupan mereka. Di dalam kesehariannya, orang Rote selalu mempertanyakan kegunaan maksimal dari hal-hal yang diperintahkan kepada mereka (Mubyarto, 1991:70). Konsep ini dapat pula menjadi salah satu mekanisme pertahanan diri mereka dari unsur-unsur yang datang dari luar, bukan untuk ditolak mentah-mentah melainkan untuk dipertanyakan kegunaan maksimalnya. Masyarakat Rote terkenal sebagai orang-orang yang sangat kritis karena kecerdasan akal merupakan salah satu keutamaan yang dianggap penting oleh komunitas etnis ini.

Kearifan lokal dan tradisi serta aturan-aturan adat belum dilirik sebagai suatu yang dapat menjembatani suksesnya program kegiatan pembangunan. Orientasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan masih bersifat proyek, belum terlalu menyentuh pada aspek-aspek pemberdayaan dan belum mengakomodasi sumberdaya lokal berserta capital culture yang dimiliki oleh masyarakat setempat.

Pada hal di sisi lain, adanya pemberdayaan kerarifan lokal dan pelibatan masyarakat dalam keseluruhan proses dapat membangkitkan kesadaran, motivasi, keiklasan dan kesungguhan hati sehingga mereka ikut bertanggung jawab secara penuh terhadap suksesnya suatu program. Lebih lanjut perilaku yang positif yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir akan mampu bertahan dan menjadi dasar filosofi dalam membangun kehidupan bersama dengan makhluk lain secara serasi, selaras, dan harmonis dengan lingkungan dalam satu komunitas ekologis.

Jadi, diharapkan dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang ditujukan untuk memberdayakan sosial ekonomi masyarakat maka masyarakat seharusnya memiliki kekuatan besar untuk mengatur dirinya sendiri dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di era otonomi ini. Proses peralihan kewenangan dari pemerintah ke masyarakat harus dapat diwujudkan. Namun ada beberapa hal yang masih menjadi tanggung jawab pemerintah seperti soal kebijakan fiskal sumberdaya, pembangunan sarana dan prasarana, penyusunan tata ruang pesisir, serta perangkat hukum pengelolaan sumberdaya.

Meski hal tersebut menjadi bagian dari kewenangan pemerintah, namun tidak berarti masyarakat tidak memiliki kontribusi dan partisipasi dalam setiap formulasi kebijakan. Dengan adanya kontribusi dan partisipasi masyarakat maka kebijakan yang diformulasikan tersebut akan lebih menyentuh persoalan yang sebenarnya dan tidak merugikan kepentingan publik. Menurut Cristoper Koten 70 tahun bahwa dengan berkembangnya atau dibangunannya Pelabuhan Ba’a sangat memberikan manfaat umum bagi masyarakat Rote Nda dan khususnya bagi masyarakat sekitar (wawancara tanggal 12 April 2012). Terlebih dengan ditetapkan Pelabuhan Tenau sebagai poros maritim yang juga mempunyai hubungan langsung dengan Pelabuhan Ba’a sebagai jalur transportasi dan perdagangan.

C. PENUTUPPembangunan Pelabuhan Ba’a memberi manfaat pada masyarkat luas. Pelabuhan memiliki

peranan penting sebagai penggerak pembangunan ekonomi bagi wilayahnya dengan cara meningkatkan pendapatan, tenaga kerja, dan pajak terhadap daerahnya. Pelabuhan memiliki empat peran, yakni sebagai simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya, pintu gerbang kegiatan perekonomian (gateway), tempat kegiatan alih moda transportasi, dan penunjang kegiatan industri dan atau perdagangan.

Pengembangan Pelabuhan Ba’a, maka pendapatan terhadap perekonomian daerah akan semakin meningkat. Seiring dengan itu, kondisi sosial ekonomi (kesejahteraan) masyarakat di sekitar pelabuhan pun akan semakin bagus. Dengan catatan, semua pihak yang berkepentingan

Page 17: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

31

(Hartono) Pelabuhan Ba’a Tote Ndao (Menuju Pelabuhan Maritim)

mau melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan benar dengan berlandaskan budaya maritim.

Dengan maritim sebagai tonggak utama perekonomian, dengan tetap: (1) memberikan pemahaman sejarah pada masyarakat umum mengenai kejayaan maritim pada masa silam, yaitu pada masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, sehingga memiliki kesadaran mengenai maritim dan pemanfaatan laut; (2) melarang masyarakat yang melakukan penimbunan terhadap laut, demi berdirinya gedung-gedung baru yang manfaatnya tidak begitu terasa untuk kita semua; (3) pemerintah harus membangun pelabuhan-pelabuhan baru, tujuannya bukan hanya sebagai naik turunnya penumpang kapal melainkan juga sebagai pelabuhan dalam arti luas; dan (4) seluruh masyarakat harus memanfaatkan dengan baik sumber daya laut yang tersedia.

Berdasarkan hal tersebut bahwa pelabuhan sangat berperan penting demi kelangsungan hidup ekonomi. Pelabuhan bukan saja sebagai sebagai tempat naik turunnya penumpang kapal yang akan menyeberang dari satu provinsi ke provinsi lain, tetapi diharapkan pelabuhan juga sebagai sebagai tempat berdagang atau bongkar muat barang. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama untuk bagaimana caranya agar dapat menghidupkan kembali budaya-budaya maritim yang pernah berjaya dengan menggunakan pelabuhan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dagang untuk perkembangan perniagaan, sosial dan politik, seperti yang telah dilakukan oleh kerjaan Sriwijaya pada masa silam.

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Rosihan. Membangun Budaya bahari dan Kepentingan Bangsa Indonesia di Kaut Pada

Masa Kini, makalah ini dibawakan pada Konferensi Internasional - ICSSIS 2010 FIB UI tangal 9 Agustus 2010.

Boeke, J.H., (1983). Prakapitalisme di Asia. Jakarta: Sinar Harapan.BPS, NTT Dalam Angka Tahun 2012.Hilir Ismail. 2003. “Pemahaman Kembali Sejarah Bima dan Pulau-Pulau di Sumbawa (Nusa

Tenggara): suatu Kajian Sejarah Lokal”. Makalah Dialog Kesejarahan Dalam Rangka Lawatan Sejarah Sumbawa, Bima.

Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Koentjaraningrat. 2011. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.Lege, Lukas. 2005. Memimpin dengan Melayani Membangun Ende Sare. Ende: Penerbit Nusa

Indah.Makmur Keliat, ”Keamanan Maritim dan Implikasi Kebijakannya Bagi Indonesia”, dalam Jurnal

Ilmu Sosial dan Politik,Vol 13, No.1 Juli 2009.Mubyarto, dkk., 1991. Etos Kerja dan Kohesi Sosial Masyarakat Sumba, Rote, Sabu dan Timor

Propinsi Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta: P3PK UGM.Nuryahman. 2012. Pelabuhan Ende dalam Perdagangan di Nusa Tenggara Abad ke-19. Yogyakarta:

Ombak.Parimartha, I Gde. 2002. Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara 1815-1915. Jakarta:

Djambatan.Pramono, Djoko. 2005. Budaya Bahari. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Saptenno, Gagasan Indonesia sebagai Poros Maritim. SINAR HARAPAN, 26 September 2014.Soh, Andre Z. , dkk. 2008. Rote Ndao Mutiara dari Selatan. Jakarta: Yayasan: Kelopak (Kelompok

Penggerak Aktivitas Kebudayaan).Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT & BPS Provinsi NTT Tahun 2013.

Page 18: PELABUHAN BA’A ROTE NDAO (MENUJU PELABUHAN MARITIM)

32

Jurnal Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Volume 23, Nomor 1, Maret 2016 (15 - 32)

UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 1 ayat 16.Wahyono S.K. 2009. Indonesia Negara Maritim, dalam Masalah Perbatasan Wilayah laut

Indonesia di Laut Arafuru dan laut Timor. Jakarta: PT Mizan Publika.Widiyatmika, Munandjar. 2010. Kupang Dalam Kancah Persaingan Hegemoni Kolonial Tahun

1653-1917. Kupang: Pusat Pengembangan Madrasah NTT.Yasmin Sungkar. 2008. “Pergeseran Isu Keamanan Tradisional ke Non-Tradisional: Sebuah

Pendahuluan”, dalam Isu-Isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN (Yasmin Sungkar ed.). Jakarta: LIPI.