Upload
akituch
View
39
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
HALAMAN
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA). 8
BAB III PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA 13
BAB IV PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA........... 34
BAB V PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI
NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP..................
63
BAB VI PENGELOLAAN BELANJA BANTUAN SOSIAL PADA KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA 78
LAMPIRAN 91
- 1 -
BAB I
PENDAHULUAN
A. GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN APBN
Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari tahap
penyusunan dan penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal
dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya
pertengahan bulan Mei. Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro
dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan kerangka ekonomi makro
dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum
dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam
penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, disertai
dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
RKA-KL tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai
bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
Pemerintah pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang APBN, disertai dengan
nota keuangan dan dokumendokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus tahun
sebelumnya. Pembahasan rancangan undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. Dalam Pembahasan ini DPR dapat
mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai rancangan
undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui
rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah pusat, maka pemerintah pusat
dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaannya dituangkan lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Kemudian Menteri Keuangan
memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan
anggaran untuk masing-masing kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun
dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan
- 2 -
alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Dalam dokumen
pelaksanaan anggaran diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program, dan rincian kegiatan
anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap
satuan kerja, serta pendapatan yang diperkirakan. Pada dokumen pelaksanaan anggaran juga
dilampirkan rencana kerja dan anggaran badan layanan umum dalam lingkungan kementerian
negara/lembaga. Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan
disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, BPK, Gubernur, Direktur Jenderal Anggaran,
Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan terkait, Kuasa
Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna Anggaran.
Pengajuan dana dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar oleh masing-masing
penanggungjawab kegiatan kepada Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum
Negara, yang kemudian melaksanakan fungsi pembebanan kepada masing-masing bagian anggaran
serta fungsi pembayaran kepada yang berhak melalui jalur penyaluran dana yang ditetapkan dengan
mekanisme giralisasi. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan APBN adalah Surat
Keputusan Otorisasi/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, Surat Permintaan Pembayaran (SPP),
Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Dalam Pelaksanaan APBN tahun anggaran berjalan, pemerintah pusat menyusun laporan
realisasi semester pertama APBN dan prognosis untuk enam bulan berikutnya, kemudian
disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan,
untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah pusat. Mengenai penyesuaian APBN dengan
perkembangan dan atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan pemerintah pusat
dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan,
apabila terjadi :
a. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
b. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja;
d. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjalan.
Berdasarkan perubahan-perubahan tersebut, pemerintah pusat mengajukan rancangan undang-
undang tentang perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan, untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Demikian juga, dalam
keadaan darurat pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya,
yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan atau disampaikan dalam laporan
realisasi anggaran.
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata dalam UU
17/2003, namun dalam Keputusan Presiden nomor 42/2002 jo Keppres 72/2004 tentang Pedoman
Pelaksanaan APBN terdapat di Bab IX yang mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap
- 3 -
ini pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan kepala kantor/satuan kerja
kementerian negara/lembaga menyelenggarakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN yang
dilakukan kepala kantor/satuan kerja dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan
pemeriksaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali.
Inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga melakukan
pengawasan atas pelaksanaan APBN yang dilakukan kantor/satuan kerja dalam lingkungan
departemen/lembaga bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku. Mengenai hasil pemeriksaan
inspektur jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga tersebut disampaikan
kepada menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan. Inspektur jenderal kementerian/pimpinan unit
pengawasan lembaga wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan APBN.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula pengawasan yang
dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan secara
langsung dilakukan melalui mekanisme monitoring berupa penyampaian laporan semester I kepada
DPR selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I tahun anggaran yang
bersangkutan atau sekitar bulan Juli. Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk
semester kedua dengan maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada tidaknya APBN
perubahan untuk tahun anggaran bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa semester II
tersebut dibahas dalam rapat kerja antara panitia anggaran dan Menteri Keuangan sebagai wakil
pemerintah. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil pemeriksaan BPK
atas pelaksanaan APBN kepada DPR. Pemeriksaan yang dilakukan BPK menyangkut tanggung
jawab pemerintah dalam melaksanakan APBN.
Pada tahap pertanggungjawaban, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di lingkungan
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berupa laporan keuangan yang meliputi laporan
realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri laporan keuangan
badan layanan umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing.
Laporan keuangan kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga
disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Kemudian Menteri Keuangan menyusun rekapitulasi laporan keuangan seluruh instansi
kementerian negara. Selain itu, Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara menyusun
laporan arus kas, dan Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal
sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Presiden menyampaikan laporan keuangan pemerintah
pusat kepada BPK paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan
keuangan pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan
tersebut diterima oleh BPK dari pemerintah.
- 4 -
Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggung-jawaban
pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan
Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara
dan badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
B. LANDASAN HUKUM PELAKSANAAN ANGGARAN
Dengan berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan negara, yaitu
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, maka pengelolaan keuangan di
Indonesia mengacu pada ketiga undang-undang tersebut di atas.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya diikuti dengan berbagai peraturan, baik berupa Peraturan
Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan maupun Peraturan/Keputusan Direktur
Jenderal Perbendaharaan, yang antara lain terdiri dari :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
5. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 72 tahun 2004.
6. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang
terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar.
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan,
Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun 2008.
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam
Rangka Pelaksanaan APBN.
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada
Kementerian Negara/Lembaga.
- 5 -
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri
bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap.
12. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-80/PB/2011 tentang Penambahan
dan Perubahan Akun Pendapatan, Belanja dan Transfer pada Bagan Akun Standar.
Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan diberlakukannya Undang-
Undang Bidang Keuangan Negara di atas adalah adanya pemisahan kewenangan administratif
(ordonatur) yang berada pada Menteri/pimpinan lembaga dan kewenangan perbendaharaan
(comptable) yang berada pada Menteri Keuangan.
Kewenangan administratif meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang
mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan
pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan
realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang
timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan pejabat lainnya
yang ditunjuk sebagai BUN bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan
penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran
tersebut. Menteri Keuangan selaku BUN adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu
berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan
disini terbatas pada aspek rechmategheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat
terjadinya penerimaaan dan pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan
oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya
adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operasional Officer untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan
bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara
kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintah
sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara
Menteri Keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran tersebut di atas.
Kemudian pembagian kewenangan antara menteri/pimpinan lembaga dinyatakan dalam pasal
4 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri/pimpinan lembaga
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian/lembaga yang dipimpinnya berwenang :
1. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
2. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
3. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;
4. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;
5. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
6. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;
- 6 -
7. menggunakan barang milik negara;
8. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;
9. mengawasi pelaksanaan anggaran;
10. dan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.
Sedangkan sesuai pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 2004, Menteri Keuangan selaku BUN
berwenang :
1. menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;
2. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
3. melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran;
4. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
5. menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan
dan pengeluaran anggaran negara;
6. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;
7. menyimpan uang negara;
8. menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi;
9. melakukan pembayaran berdasarkan permintaaan Pejabat Pengguna Anggaran atas beban
rekening kas umum negara;
10. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah;
11. memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
12. melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;
13. mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintah;
14. melakukan penagihan piutang negara;
15. menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;
16. menyajikan informasi keuangan negara;
17. menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik negara;
18. menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak;
19. menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.
- 7 -
Bagan 1. Pendelegasian Kewenangan
Bagan 2. Pemisahan Kewenangan
Menteri Teknis Menteri Keuangan
Selaku Pengguna Anggaran Selaku Bendahara Umum Negara
PPK
KPPN
Pengurusan Komtabel Comptabel beheer
PPK
Pengurusan Administrasi
Administrasi beheer
PPSPM
Menteri Keuangan (CFO) Bendahara Umum Negara
Menteri (COO) Pengguna Anggaran
Presiden
Satker Kuasa Pengguna
Anggaran
Satker Kuasa Pengguna
Anggaran
KPPN Kuasa Bendahara
Umum Negara
KPPN Kuasa Bendahara
Umum Negara
Pengujian &
Pembebanan
Perintah
Pembayaran
Pengujian &
Pembebanan Pembuatan
Komitmen
Perintah
Pencairan Dana
- 8 -
BAB II
DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA)
A. PENGERTIAN DIPA
Pada Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara di pasal 4 ayat 2
huruf a disebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya berwenang menyusun dokumen pelaksanaan
anggaran. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), maka Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas penyusunan dokumen
pelaksanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Kewenangan
Menteri/Pimpinan Lembaga tersebut dilimpahkan kepada kepala satuan kerja (satker) pusat/unit
pelaksana teknis/satker khusus/satker non vertikal tertentu/satker sementara.
Wujud dokumen pelaksanaan anggaran yang berlaku mulai tahun anggaran 2005 berupa
daftar isian yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan,
rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan yang diperkirakan oleh
kementerian negara/lembaga, sehingga dokumen pelaksanaan anggaran tersebut disebut Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran atau disingkat DIPA. DIPA tersebut disusun atas dasar peraturan
presiden tentang rincian APBN.
DIPA berisi sebagai berikut :
1. DIPA halaman I (Umum), terdiri dari halaman IA dan halaman IB. Halaman IA memuat
informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja. Halaman IB memuat informasi umum
tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta indikator keluaran untuk masing-masing
kegiatan.
2. DIPA halaman II, berisi informasi setiap satuan kerja, uraian kegiatan / sub kegiatan beserta
volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada masing-masing belanja yang
dicerminkan dalam mata anggaran keluaran. Rincian halaman II untuk masing-masing DIPA
adalah sebagai berikut :
a. DIPA kementerian negara/lembaga, meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.
b. DIPA perimbangan keuangan negara, meliputi belanja daerah dana alokasi umum, belanja
daerah dana alokasi khusus, belanja daerah dana bagi hasil, belanja daerah dana
penyesuaian, dan belanja daerah dana otonomi khusus.
c. DIPA pembayaran bunga utang dan hibah, meliputi belanja bunga utang dalam negeri,
belanja bunga utang luar negeri, Penerusan pinjaman dan belanja hibah.
d. DIPA subsidi dan transfer berisi belanja subsidi.
e. DIPA pembiayaan, meliputi pembiayaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri, penerusan
pinjaman dan penyertaan modal pemerintah.
- 9 -
3. DIPA halaman III, berisi informasi tentang rencana penarikan dana dan penerimaan negara
bukan pajak yang menjadi tanggungjawab setiap satuan kerja. Dalam hal pencantuman angka
rencana penarikan pengeluaran pada halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja, satuan
kerja perlu memperhatikan hal - hal sebagai berikut :
a. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan pengeluaran per bulan adalah seperdua belas
dari pagu gaji satu tahun;
b. Untuk belanja barang dan modal, agar memperhatikan kebutuhan berdasarkan rencana
penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang meliputi rencana
penarikan uang persediaan dan rencana penarikan langsung untuk setiap bulan.
4. DIPA halaman IV, berisi catatan-catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi perhatian oleh
pelaksana kegiatan.
B. JENIS-JENIS DIPA
DIPA disusun untuk masing-masing Satuan Kerja dan pada prinsipnya satu DIPA untuk satu
satker. Khusus untuk Departemen Agama, Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan Hak Asasi
manusia, Departemen Keuangan, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Kepolisian Indonesia,
Badan Pertanahan Nasional, dan Badan Pusat Statistik, satu DIPA dapat meliputi beberapa satker
pada masing-masing provinsi/Kantor Wilayah.
Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat dikelompokkan atas DIPA
Kemeterian Negara/Lembaga dan DIPA Pembiayaan dan Perhitungan (DIPA APP).
1. DIPA Kementerian Negara/Lembaga
DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran dari
Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang dikategorikan menjadi :
a. DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat
DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh satuan kerja yang
merupakan satuan kerja pusat atau satuan kerja Kantor Pusat suatu kementrian
negara/lembaga, termasuk di dalamnya untuk DIPA Badan Layanan Umum (BLU), dan
Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT).
Satuan Kerja Pusat dapat terdiri dari satuan kerjasatuan kerja yang dibentuk oleh
kementerian nagara/ lembaga secara fungsional dan bukan merupakan instansi vertikal.
Sedangkan Satuan Kerja Kantor Pusat adalah satuan kerja dalam lingkup Kantor Pusat suatu
kementerian negara /lembaga. Konsep DIPA Satker Pusat/kantor Pusat disusun dan
ditetapkan oleh Satuan Kerja masing-masing kementerian negara/lembaga.
b. DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah
DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor/Instansi
Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di daerah.
- 10 -
Konsep DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah disusun dan ditetapkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Vertikal yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh Menteri/ Ketua Lembaga.
c. DIPA Dana Dekonsentrasi
DIPA Dana dekonsentrasi adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan dana dekonsentrasi, serta
pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi yang
ditunjuk oleh Gubernur.
Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala SKPD yang ditunjuk
oleh Gubernur berdasarkan pendelegasian wewenang dari Menteri/Ketua Lembaga.
d. DIPA Tugas Pembantuan
DIPA Tugas Pembantuan adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan, serta
pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Gubernur/ Bupati/Walikota.
Konsep DIPA Tugas Pembantuan disusun dan ditetapkan oleh Kepala Satker Pusat yang
ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga.
2. DIPA Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (DIPA APP)
DIPA APP adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran dari Bagian Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP). BAPP merupakan Bagian Anggaran yang dikelola oleh
menteri Keuangan dan penggunaan anggaran tersebut bersifat khusus serta tidak termasuk
dalam anggaran kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. Dalam Pelaksanaannya
Menteri Keuangan menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran untuk menyusun dan menetapkan
konsep DIPA. BAPP meliputi :
a. Cicilan Bunga Utang (BA 061)
b. Subsidi dan Transfer (BA 062)
c. Belanja Lain-Lain (BA 069)
d. Dana Perimbangan (BA 070)
e. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071)
f. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negari (BA 096)
g. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri (BA 097)
h. Penerusan Pinjaman sebagai Pinjaman (BA 098)
i. Penyertaan Modal Negara (BA 099)
j. Penerusan Pinjaman sebagai Hibah (BA 101)
k. Penerusan Hibah sebagai Hibah (BA 102)
DIPA APP dapat terdiri dari :
1) DIPA Belanja Pemerintah Pusat.
- 11 -
DIPA Belanja Pemerintah Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
Bagian Anggaran Cicilan Bunga Utang (BA 061), Bagian Anggaran Subsidi dan Transfer (BA
062), Bagian Anggaran Belanja Lain-Lain (BA 069), dan Bagian Anggaran Penerusan
Pinjaman sebagai Hibah (BA 101). Pelaksanaan anggaran dilakukan oleh satuan kerja
kementerian negara/lembaga atau satuan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2) DIPA Belanja Daerah
DIPA Belanja Daerah adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran Bagian
Anggaran Bagian Anggaran Dana Perimbangan (BA 070) dan Bagian Anggaran Bagian
Anggaran Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071), pelaksanaannya dilakukan oleh
pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Konsep DIPA Dana Perimbangan disusun dan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
3) DIPA Pembiayaan
DIPA Pembiayaan adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran BAPP sebagai
berikut :
i. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negari (BA 096)
ii. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri (BA 097)
iii. Penerusan Pinjaman sebagai Pinjaman (BA 098)
iv. Penyertaan Modal Negara (BA 099)
v. Penerusan Hibah sebagai Hibah (BA 102)
4) DIPA Khusus
DIPA Khusus adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran yang berasal dari
BAPP dimana karena sifat dan keperluannya sehingga Konsep DIPA dan Surat Pengesahan
DIPA disatukan dalam satu lembar DIPA yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
Sifat dan keperluan penerbitan DIPA Khusus ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan dengan kriteria penanganan kejadian luar biasa yang mempunyai tingkat
urgensi sangat tinggi dan bersifat mendesak, seperti :
a) penanganan yang bersifat darurat,
b) kegiatan yang bersifat politis dalam rangka menjaga kredibilitas Pemerintah
C. PRINSIP PEMBAYARAN KEGIATAN ATAS BEBAN DIPA
Prinsip-prinsip pembayaran kegiatan yang menjadi beban DIPA adalah:
1. DIPA berlaku sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran negara setelah mendapat
pengesahan dari Menteri Keuangan selaku BUN.
2. Alokasi dana yang tertuang dalam DIPA merupakan batas tertinggi pengeluaran negara,
dengan demikian suatu kegiatan tidak dapat dibiayai dari APBN jika alokasi dananya tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA.
- 12 -
3. Khusus pelaksanaan pengeluaran negara untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang
melekat pada gaji seharusnya tidak dapat melampaui alokasi dana gaji dan tunjangan
yang melekat pada gaji dalam DIPA, namun dalam pelaksanaan apabila alokasinya tidak
mencukupi, pembayaran gaji dapat dilaksanakan sebelum dilakukan perubahan/revisi
DIPA.
- 13 -
BAB III
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA
A. PENGGUNA ANGGARAN (PA)
Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat yang menurut undang-undang merupakan
pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Dalam pasal 4
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi Kementerian
Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Dalam pelaksanaannya, anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dilaksanakan oleh satuan kerja-satuan kerja pada kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan. Untuk mengelola anggaran belanja pada satuan kerja,
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) menetapkan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) yang berasal dari satuan kerja yang bersangkutan dengan surat keputusan.
Agar pengelolaan anggaran belanja negara pada satuan kerja dapat dilaksanakan secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab, maka yang diangkat sebagai KPA pada satuan kerja adalah kepala satuan
kerja yang berstatus Pegawai Negeri Sipil.
Satuan kerja yang menurut sifat, tugas, dan fungsinya bersifat khusus, PA dapat menunjuk
pejabat lain yang berstatus PNS selain kepala satuan kerja sebagai KPA. Satuan kerja tersebut
yaitu:
1. Satker dipimpin oleh pejabat yang bersifat komisioner;
2. Satker dipimpin oleh pejabat Eselon I atau setingkat Eselon I;
3. Satker sementara;
4. Satker yang pimpinannya mempunyai tugas fungsional; atau
5. Satker Lembaga Negara.
Pengangkatan KPA diutamakan Pegawai Negeri dengan mempertimbangkan efektivitas
dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran, pelaksanaan kegiatan, dan pencapaian
output/kinerja yang ditetapkan dalam DIPA, PA dapat menunjuk KPA yang bukan PNS, setelah
mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kepala Satuan Kerja (Satker) secara ex-officio yang ditunjuk sebagai KPA tidak terikat
periode tahun anggaran, dan setiap terjadi pergantian jabatan kepala Satker, setelah serah terima
jabatan pejabat kepala Satker yang baru langsung menjabat sebagai KPA. Dalam hal terdapat
kekosongan jabatan kepala Satker atau pejabat lain yang ditunjuk sebagai KPA, PA segera
menunjuk seorang pejabat baru sebagai pelaksana tugas KPA.
Selain menetapkan KPA, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA juga menetapkan pejabat
perbendaharaan lainnya guna membantu tugas dan fungsi dari KPA. Dalam penetapan pejabat
perbendaharaan lainnya tersebut, PA dapat mendelegasikan kewenangannya kepada KPA.
- 14 -
Penunjukan KPA atas pelaksanaan dana Dekonsentrasi, Urusan Bersama, dan Tugas
Pembantuan diatur sebagai berikut:
1. Dana Dekonsentrasi dilakukan oleh Gubernur selaku pihak yang diberikan pelimpahan
sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kementerian Negara/Lembaga;
2. Dana Urusan Bersama, dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atas usul
Gubernur/Bupati/Walikota.
3. Dana Tugas Pembantuan dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atas usul
Gubernur/Bupati/Walikota.
4. Dalam rangka percepatan pelaksanaan anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat
mendelegasikan penunjukan KPA atas pelaksanaan Urusan Bersama dan Tugas
Pembantuan kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
Menteri Keuangan, selain sebagai PA atas Bagian Anggaran untuk kementerian yang
dipimpinnya, juga bertindak selaku PA atas Bagian Anggaran yang menurut sifatnya tidak bisa
dikelompokkan dalam Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga tertentu, yang meliputi:
1. Pengelolaan Utang;
2. Pengelolaan Hibah;
3. Pengelolaan Investasi Pemerintah;
4. Pengelolaan Penerusan Pinjaman;
5. Pengelolaan Transfer ke Daerah;
6. Pengelolaan Subsidi;
7. Pengelolaan Transaksi Khusus; dan
8. Pengelolaan Anggaran lainnya.
Dalam mengelola Bagian Anggaran tertentu tersebut, Menteri Keuangan menunjuk pejabat
setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menjalankan fungsi PA.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tanggung jawab PA, dan tata cara pembayaran
atas Bagian Anggaran yang menurut sifatnya tidak bisa dikelompokkan dalam Bagian Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga tertentu tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.
B. KUASA PENGGUNA ANGGARAN (KPA)
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk
melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan. KPA melaksanakan penggunaan anggaran berdasarkan DIPA
Satker.
Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and
balance) dalam proses pelaksanaan anggaran belanja negara, perlu dilakukan pemisahan secara
tegas antara pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja
(PPK) dengan pejabat yang melakukan pengujian atas tagihan kepada negara dan perintah
pembayaran (PPSPM). Oleh karena itu, dalam pelaksanaan anggaran belanja negara KPA
- 15 -
menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya. Pejabat Perbendaharaan Negara dimaksud
yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penguji dan Penandatangan Surat Perintah
Membayar (PPSPM).
Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi syarat untuk
ditetapkan sebagai Pejabat Perbendaharaan Negara, dimungkinkan perangkapan fungsi Pejabat
Perbendaharaan Negara dengan memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji (check and balance).
Perangkapan jabatan dapat dilaksanakan melalui perangkapan jabatan KPA sebagai PPK atau
PPSPM. Artinya KPA hanya dapat merangkap salah satu dari PPK dan PPSPM.
Dalam pengelolaan anggaran belanja negara pada satuan kerja, fungsi KPA lebih berperan
dalam segi manajerial untuk mencapai kinerja yang telah ditetapkan dalam DIPA. Fungsi manajerial
tersebut meliputi antara lain fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran.
Dalam prakteknya fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh KPA dalam bentuk tugas dan wewenang,
sebagai berikut:
1. Menyusun DIPA;
KPA menyusun DIPA berdasarkan Keppres tentang rincian APBN. Setelah DIPA disahkan oleh
Menteri Keuangan, KPA memiliki keharusan untuk melakukan penelitian kembali terhadap DIPA
tersebut, dan segera melakukan perbaikan atau revisi seperlunya jika terdapat kesalahan-
kesalahan sehingga diharapkan dapat lebih mempercepat penyerapan anggaran sejak awal
tahun.
2. Menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
belanja negara dan menjalankan program dan kegiatan.
PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan KPA untuk mengambil keputusan
dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. Kewenangan ini
dikenal sebagai kewenangan otorisator. Sesuai yang dimanatkan dalam Perpres Nomor 70
tahun 2012 tentang Perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, PPK yang ditetapkan oleh KPA harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki integritas;
b. memiliki disiplin tinggi;
c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
d. mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap
perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
e. menandatangani Pakta Integritas;
f. tidak menjabat sebagai Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau
Bendahara; dan
g. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa
KPA dapat menetapkan PPK lebih dari 1 (satu) orang pada satuan kerja dengan
mempertimbangkan antara lain kompleksitas/volume pekerjaan, rentang kendali dalam struktur
organisasi, lokasi kegiatan, dan efektivitas pencapaian output. Namun dalam menetapkan PPK
- 16 -
lebih dari 1 (satu) orang tersebut harus memperhatikan efisiensi penggunaan anggaran dan
ketersediaan anggaran (honor), misalnya untuk DIPA yang memiliki lebih dari 1 (satu) kegiatan
dapat ditetapkan lebih dari 1 (satu) PPK.
3. Menetapkan PPSPM untuk melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM atas
beban anggaran belanja negara;
PPSPM mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengujian tagihan kepada
negara dan menandatangani SPM. Dalam hal ini PPSPM bertindak sebagai ordonator
berwenang untuk melakukan pengujian atas tindakan yang dilakukan oleh otorisator (PPK) dan
selanjutnya memerintahkan pembayaran melalui penerbitan SPM. Oleh karena itu dalam rangka
melaksanakan prinsip check and balance, PPSPM tidak boleh merangkap sebagai PPK dan
sebaliknya. Seorang PPSPM (ordonator) harus memastikan bahwa suatu tagihan yang diajukan
kepadanya sudah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum diterbitkan
perintah pembayaran.
4. Menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelola
anggaran/keuangan
Proses pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksanakan oleh pejabat/unit layanan pengadaan
barang/jasa. Unit Layanan Pengadaan barang/jasa ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Sedangkan yang ditetapkan oleh KPA adalah:
a. Pejabat pengadaan ditunjuk oleh KPA untuk melaksanakan pengadaan langsung;
b. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan yang merupakan panitia/pejabat yang bertugas
memeriksa dan menerima hasil pekerjaan; dan
c. Staf pengelola keuangan satuan kerja.
Dalam menetapkan panitia/pejabat dan staf pengelola keuangan, KPA harus memperhatikan
ketentuan yang mengatur mengenai standar biaya. Dalam PMK dimaksud sudah diatur
mengenai besarnya honorarium, jumlah staf pengelola keuangan. Sebagai contoh untuk tahun
2013, KPA dapat dibantu oleh 1 atau beberapa PPK, jumlah staf pengelola keuangan paling
banyak 3 (tiga) orang termasuk Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP), dan
jumlah staf untuk setiap PPK paling banyak 2 (dua) orang. Sedangkan, KPA yang merangkap
sebagai PPK dapat dibantu oleh staf pengelola keuangan paling banyak 6 (enam) orang,
termasuk PPABP. Kewenangan pembagian staf pengelola keuangan tentunya adalah otoritas
dari seorang KPA. Staf pengelola keuangan yang ditunjuk dapat distribusikan sesuai rentang
kendali tugas masing-masing pejabat perbendaharaan. Hal ini dimungkinkan PPSPM memiliki
staf pengelola keuangan yang melaksanakan tugas membantu proses pengujian terhadap
tagihan yang diajukan oleh seorang otorisator (KPA/PPK). Seorang PPK dapat juga dibantu oleh
staf pengelola keuangan, demikian juga dengan bendahara, yang tentunya besaran honorarium
yang diberikan mengacu kepada besaran yang diatur dalam standar biaya dalam PMK tersebut
di atas.
- 17 -
5. Menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana
Untuk mendorong percepatan penyerapan anggaran dan meningkatkan efektivitas belanja
pemerintah, KPA perlu menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan
dana. Rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana tersebut disusun oleh PPK.
Atas usulan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana dari PPK tersebut, KPA
berkewajiban menelaah dan menganalisa rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan
dana yang disampaikan oleh PPK. Jika KPA setuju dengan rencana pelaksanaan kegiatan dan
rencana penarikan dana yang diajukan PPK tersebut, maka selanjutnya KPA menetapkan
rencana tersebut.
6. Memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan dana;
Menurut kamus besar bahasa Indonesia supervisi adalah kegiatan pengawasan utama,
pengontrolan tertinggi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang
disupervisi. KPA diwajibkan memberikan supervisi dan konsultasi dalam proses pelaksanaan
kegiatan dan rencana penarikan dana, sehingga kegiatan yang telah dituangkan dalam DIPA
dapat dilaksanakan sesuai rencana dan target yang telah ditetapkan. Pelaksanaan supervisi dan
konsultasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan dan arahan terkait proses
pelaksanaan kegiatan, baik untuk kegiatan yang bersifat swakelola maupun terkait pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan oleh pihak ketiga atau penyediaan barang/jasa.
7. Mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan dan anggaran;
Dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang
disimpan oleh PPK dan semua bukti-bukti pendukung telah diuji dan dinyatakan memenuhi
persyaratan untuk dilakukan pembayaran yang disimpan dan ditatausahakan oleh PPSPM. KPA
mengawasi penatausahaan dokumen tersebut apakah telah disimpan dan ditatausahakan
dengan baik dan benar, sehingga memudahkan dalam hal dibutuhkan sewaktu-waktu oleh
aparat pemeriksa internal pemerintah maupun aparat pengawas eksternal pemerintah.
8. Menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
UU 17/2003 tentang Keuangan Negara mensyaratkan penyampaian laporan
pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang disusun dengan mengikuti standar akuntansi
pemerintahan. Penyampaian laporan keuangan tersebut dalam rangka mewujudkan transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya
meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 (PP 24/2005) tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, selain empat jenis laporan keuangan tersebut (yang disebut dengan laporan
keuangan pokok), entitas pelaporan dapat menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan
Perubahan Ekuitas. Laporan keuangan tersebut tentunya dimulai dari keuangan satuan kerja
- 18 -
yang selanjutnya secara berjenjang dilaporkan menjadi laporan keuangan Kementerian
Negara/Lembaga.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa KPA memperoleh pendelegasian kewenangan dalam
pengelolaan anggaran dari PA. KPA bertanggungjawab terhadap pencapaian kinerja dan realisasi
anggaran satuan kerja sebagaimana yang tercantum dalam RKAKL/DIPA. Untuk mencapai
pencapaian kinerja dalam DIPA tersebut pelaksanaan dilakukan oleh PPK, sehingga PPK
bertanggungjawab secara fisik atas pencapaian target kinerja dan realisasi anggaran dalam
kewenangannya. Sebagai wujud pertanggungjawaban atas pendelegasian kewenangan tersebut,
KPA melakukan tindakan-tindakan pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang berada dalam
kewenangannya, yang dilakukan dalam bentuk:
1. mengesahkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;
2. merumuskan standar operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan
ketentuan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
3. menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian tagihan atas beban
APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4. melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa sesuai dengan
keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA;
5. melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa
dan pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam
DIPA serta rencana yang telah ditetapkan;
6. merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output)
yang ditetapkan dalam DIPA; dan
7. melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi atas pertanggungjawaban pelaksanaan
anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
KPA menetapkan PPK dan PPSPM dengan surat keputusan. Penetapan tersebut tidak terikat
periode tahun anggaran. Sehingga jika tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai
PPK dan/atau PPSPM pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan tahun yang lalu
masih tetap berlaku.
Dalam hal PPK atau PPSPM dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan dari
jabatannya/berhalangan sementara, KPA menetapkan PPK atau PPSPM pengganti dengan surat
keputusan. Penetapan PPK atau PPSPM tersebut berlaku sejak serah terima jabatan.
Selanjutnya penunjukan KPA berakhir apabila tidak teralokasi anggaran untuk program yang
sama pada tahun anggaran berikutnya. Implikasi dari hal tersebut adalah penetapan PPK dan
PPSPM secara otomatis berakhir. KPA, PPK, dan PPSPM yang penunjukannya berakhir,
bertanggungjawab untuk menyelesaikan seluruh administrasi dan pelaporan keuangan yang menjadi
tanggung jawabnya pada saat menjabat.
KPA menyampaikan surat keputusan penetapan PPK dan PPSPM kepada:
- 19 -
a. Kepala KPPN selaku Kuasa BUN beserta spesimen tanda tangan PPSPM dan cap/stempel
Satker;
b. PPSPM disertai dengan spesimen tanda tangan PPK; dan
c. PPK.
Pada awal tahun anggaran dalam hal tidak terdapat penggantian PPK dan/atau PPSPM, KPA tetap
menyampaikan surat pemberitahuan kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c
di atas.
Bagan 3. tugas, wewenang dan tanggungjawab KPA
C. PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA
untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban
APBN kewenangan ini dikenal sebagai kewenangan otorisator. Dalam melaksanakan kewenangan
tersebut, PPK mempedomani rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana, standar
operasional, sistem pengawasan dan pengendalian, dan monitoring dan evaluasi yang telah
ditetapkan oleh KPA. Dalam rangka check and balance PPK tidak dapat merangkap sebagai
PPSPM, dan jabatan PPSPM sebaiknya minimal setingkat dengan PPK.
Dalam melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja
Negara sebagaimana diuraikan di atas, PPK memiliki tugas dan wewenang:
1. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA;
2. menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
menyusun DIPA
memberikan supervisi dan konsultasi
dalam pelaksanaan kegiatan dan
penarikan dana;
mengawasi penatausahaan dokumen dan
transaksi yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran; dan
menyusun laporan keuangan dan kinerja
atas pelaksanaan anggaran sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Menetapkan PPK, PPSPM dan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan
anggaran/keuangan.
T
U
G
A
S
M
A
N
A
J
E
R
I
A
L
Penetapan
Pengelolaan
DIPA
Pelaksanaan
Kegiatan
Tanggungjawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang, dituangkan dalam bentuk :
1. Mengesahkan RPD 2. Merumuskan SOP 3. Menyusun sistem
pengendalian dan pengawasan
4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan
5. Melakukan monev 6. Merumuskan kebijakan 7. Melakukan pengawasan,
monev atas pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran
- 20 -
3. membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia
Barang/Jasa;
4. melaksanakan kegiatan swakelola;
5. memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/ kontrak yang dilakukannya;
6. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;
7. menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada Negara;
8. membuat dan menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
9. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA;
10. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara
Penyerahan;
11. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
12. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara, yang meliputi:
a. menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
b. memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang
mempunyai hak tagih kepada negara;
c. mengajukan permintaan pembayaran atas tagihan berdasarkan prestasi kegiatan; dan
d. memastikan ketepatan jangka waktu penyelesaian tagihan kepada negara.
Untuk melaksanakan kewenangan di bidang belanja pegawai, KPA mengangkat Petugas
Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) untuk membantu PPK dalam mengelola
administrasi belanja pegawai. Dalam pengelolaan administrasi belanja pegawai tersebut, PPABP
bertanggung jawab kepada KPA. Adapun tugas PPABP meliputi:
1. melakukan pencatatan data kepegawaian secara elektronik dan/atau manual yang berhubungan
dengan belanja pegawai secara tertib, teratur, dan berkesinambungan;
2. melakukan penatausahaan dokumen terkait keputusan kepegawaian dan dokumen pendukung
lainnya dalam dosir setiap pegawai pada Satker yang bersangkutan secara tertib dan teratur;
3. memproses pembuatan Daftar Gaji induk, Gaji Susulan, Kekurangan Gaji, Uang Duka
Wafat/Tewas, Terusan Penghasilan/Gaji, Uang Muka Gaji, Uang Lembur, Uang Makan,
Honorarium, Vakasi, dan pembuatan Daftar Permintaan Perhitungan Belanja Pegawai lainnya;
4. memproses pembuatan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);
5. memproses perubahan data yang tercantum pada Surat Keterangan Untuk Mendapatkan
Tunjangan Keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi perubahan susunan
keluarga;
6. menyampaikan Daftar Permintaan Belanja Pegawai, ADK Perubahan Data Pegawai, ADK
Belanja Pegawai, Daftar Perubahan Data Pegawai, dan dokumen pendukungnya kepada PPK;
7. mencetak Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan setiap awal tahun dan/atau apabila
diperlukan; dan
8. melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penggunaan anggaran belanja
pegawai.
- 21 -
1. Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan dan Rencana Penarikan Dana Berdasarkan
DIPA
Dalam menyusun rencana pelaksanaan kegiatan, PPK membuat time-scedule pelaksanaan
kegiatan perbulan yang dilengkapi rencana penarikan dananya. Artinya dalam melaksanakan
suatu kegiatan harus ditentukan kapan kegiatan tersebut dilaksanakan dan kapan penarikan
dana atas kegiatan tersebut dilakukan. Tentunya hal ini juga mempedomani norma waktu
penyelesaian tagihan pada satuan kerja yang ada.
Disamping itu, PPK juga harus menyusun kebutuhan Uang Persediaan/Tambahan Uang
Persedian yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat swakelola yang dilaksanakan
langsung oleh PPK. Dalam hal diperlukan penyesuaian-penyesuaian kegiatan yang mengikuti
perkembangan kondisi di lapangan, PPK dapat mengusulkan dilakukan revisi/perubahan
terhadap Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) ataupun DIPA kepada KPA.
2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
Dalam menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) harus mengacu pada
kententuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Sesuai ketentuan tersebut SPPBJ
diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang
lelang/seleksi apabila tidak ada sanggahan, atau setelah sanggahan dijawab dalam hal tidak ada
sanggahan banding.
Jika terjadi sanggahan banding, SPPBJ diterbitkan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
adanya jawaban sanggahan banding dari Menteri/Pimpinan Lembaga dimana sanggahan
banding tersebut tidak diterima. Dalam hal proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan
sebelum/mendahului tahun anggaran, SPPBJ hanya diterbitkan setelah DIPA disahkan dan
berlaku efektif.
3. Membuat, Menandatangani dan Melaksanakan Perjanjian/Kontrak Dengan Penyedia
Barang/Jasa
Dalam proses pengadaan barang/jasa, terlebih dahulu PPK menyusun rancangan
perjanjian/kontrak. Rancangan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa tersebut disusun
dengan berpedoman pada standar kontrak pengadaan barang/jasa. Standar perjanjian/kontrak
pengadaan barang atau jasa ini diatur lebih lanjut dalam ketentuan mengenai pengadaan
barang/jasa pemerintah.
Pelaksanaan penandatangan perjanjian/kontrak dilaksanakan paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah diterbitkannya SPPBJ.
Setelah perjanjian/kontrak ditandatangani, PPK mengawasi pelaksanaan perjanjian/kontrak.
Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar
dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam dokumen perjanjian/kontrak, PPK bersama
Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan perjanjian/kontrak yang meliputi:
a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak;
b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;
c. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan; atau
- 22 -
d. mengubah jadwal pelaksanaan.
4. Melaksanakan Kegiatan Swakelola
Kegiatan swakelola adalah pengadaan barang/jasa dimana pekerjaannya direncanakan,
dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh satuan kerja sebagai penanggung jawab anggaran,
instansi pemerintah lain, dan/atau kelompok masyarakat.
Pekerjaan yang dapat dilaksanakan secara swakelola adalah:
a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan
kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok kementerian
negara/lembaga/satuan kerja yang bersangkutan;
b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat
setempat;
c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh
Penyedia Barang/Jasa;
d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga
apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan
risiko yang besar;
e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk
pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia
Barang/Jasa;
g. pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di
laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang
bersangkutan;
i. pekerjaan industri kreatif, inovatif, dan budaya dalam negeri;
j. penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau
k. pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista, dan industri almatsus dalam
negeri.
Ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola
diatur dalam ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
5. Memberitahukan Kepada Kuasa BUN Atas Perjanjian/ Kontrak Yang Dilakukannya
Terdapat 2 (dua) mekanisme pembayaran kepada penyedia barang/jasa yang dapat dilakukan
oleh PPK, yaitu dengan mekanisme pembayaran langsung dengan menerbitkan SPP-LS dan
melalui Uang Persediaan (UP). Pembayaran dengan UP hanya dapat dilakukan untuk pengadaan
barang/jasa dengan nilai tidak lebih dari Rp.50.000.000,-. Terhadap perjanjian/kontrak yang
pembayarannya akan dilakukan secara langsung kepada penyedia barang/jasa, PPK
mencatatkan perjanjian/kontrak tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan yang terdapat pada satuan kerja yang bersangkutan. Data-data
tersebut meliputi:
- 23 -
a. nama dan kode Satker serta uraian fungsi/subfungsi, program, kegiatan, output, dan akun
yang digunakan;
b. nomor Surat Pengesahan dan tanggal DIPA;
c. nomor, tanggal, dan nilai perjanjian/kontrak yang telah dibuat oleh Satker;
d. uraian pekerjaan yang diperjanjikan;
e. data penyedia barang/jasa yang tercantum dalam perjanjian/kontrak antara lain nama
rekanan, alamat rekanan, NPWP, nama bank, nama, dan nomor rekening penerima
pembayaran;
f. jangka waktu dan tanggal penyelesaian pekerjaan serta masa pemeliharaan apabila
dipersyaratkan;
g. ketentuan sanksi apabila terjadi wanprestasi;
h. addendum perjanjian/kontrak apabila terdapat perubahan data pada perjanjian/kontrak
tersebut; dan
i. cara pembayaran dan rencana pelaksanaan pembayaran:
1) sekaligus (nilai ............ rencana bulan ......); atau
2) secara bertahap (nilai ............ rencana bulan ......).
Setelah dicatat pada sistem tersebut, selanjutnya data perjanjian/kontrak beserta ADK-nya
disampaikan ke KPPN secara langsung atau melalui e-mail paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah ditandatanganinya perjanjian/kontrak. KPPN akan mencatatkan data tersebut ke dalam
Kartu Pengawasan Kontrak KPPN. Aplikasi pada KPPN akan memblokir dana tersebut dan
hanya dapat dicairkan untuk pembayaran atas perjanjian/kontrak tersebut.
Untuk keperluan belanja pegawai pada Satker, dalam hal terdapat perubahan data pegawai
berupa penetapan keputusan yang mengakibatkan pengeluaran negara untuk pelaksanaan
belanja pegawai, PPABP mencatat perubahan data pegawai tersebut ke dalam suatu sistem
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan data pegawai dimaksud
terkait dengan:
a. Pengangkatan/pemberhentian sebagai calon pegawai negeri;
b. Pengangkatan/pemberhentian sebagai pegawai negeri;
c. Kenaikan/penurunan pangkat;
d. Kenaikan/penurunan gaji berkala;
e. Pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan;
f. Mutasi Pindah ke Satker lain;
g. Pegawai baru karena mutasi pindah;
h. Perubahan data keluarga;
i. Data utang kepada negara; dan/atau
j. Pengenaan sanksi kepegawaian.
Setelah dilakukan pencatatan perubahan data pegawai, Satker menyampaikan Daftar Perubahan
Data Pegawai yang telah disahkan PPSPM beserta ADK-nya kepada KPPN paling lambat
- 24 -
bersamaan dengan pengajuan SPM Belanja Pegawai. Daftar perubahan data pegawai dimaksud
digunakan dalam rangka pemutakhiran (updating) data antara KPPN dengan Satker untuk
pembayaran belanja pegawai dan untuk menguji kesesuaian dengan tagihan.
6. Menguji Dan Menandatangani Surat Bukti Mengenai Hak Tagih Kepada Negara
Setelah kegiatan atas dasar komitmen selesai dilaksanakan, penerima hak (pihak ketiga atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya) mengajukan tagihan kepada negara berdasarkan bukti-
bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Bukti-bukti yang sah tersebut berupa:
a. Bukti perjanjian/kontrak;
b. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
c. Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
d. Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
e. Berita Acara Pembayaran;
f. Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa;
g. Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP);
h. Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana
dipersyaratkan dalam peraturan perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
dan/atau
i. Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
bersangkutan.
Sedangkan bukti-bukti yang sah lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk,
pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas berupa:
a. Surat Keputusan;
b. Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;
c. Daftar penerima pembayaran; dan/atau
d. Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
Selanjutnya PPK melakukan pengujian atas bukti-bukti tersebut. Pengujian tersebut yaitu:
a. menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-surat bukti mengenai hak tagih kepada
negara; dan/atau
b. menguji kebenaran dan keabsahan dokumen/surat keputusan yang menjadi
persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai.
Sedangkan untuk pengujian surat jaminan uang muka, dilakukan dengan:
a. menguji syarat-syarat kebenaran dan keabsahan jaminan uang muka; dan
b. menguji tagihan uang muka berupa besaran uang muka yang dapat dibayarkan
sesuai ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
Uang muka dapat diberikan kepada penyedia barang/jasa untuk:
a. mobilisasi alat dan tenaga kerja;
b. pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/material; dan/atau
- 25 -
c. persiapan teknis lain yang diperlukan bagi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
7. Membuat dan Menandatangani SPP
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang dalam membuat dan menandatangani Surat
Permintaan Pembayaran (SPP), terlebih dahulu PPK melakukan pengujian atas tagihan yang
disampaikan penyedia barang dan jasa. Pengujian tersebut meliputi:
a. kelengkapan dokumen tagihan;
b. kebenaran perhitungan tagihan;
c. kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN;
d. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum dalam
perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa;
e. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum pada
dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak;
f. kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti mengenai hak
tagih kepada negara; dan
g. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang tercantum pada
dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak
Setelah pengujian tersebut dilakukan dan telah sesuai/benar, maka selanjutnya PPK membuat
dan menandatangani SPP. SPP ini nantinya disampaikan kepada Pejabat Pengunji dan
Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).
8. Melaporkan Pelaksanaan/Penyelesaian Kegiatan kepada KPA
PPK harus menyampaikan laporan berkala terkait pelaksanaan tugas dan wewenang kepada
KPA, penyampaian laporan berkala tersebut berdasarkan kebijakan dan pertimbangan kebutuhan
KPA pada masing-masing satker. Laporan yang akan disampaikan kepada KPA tersebut berupa
laporan atas pelaksanaan kegiatan, laporan atas penyelesaian kegiatan, dan laporan atas
penyelesaian tagihan kepada Negara. Dalam laporan tersebut paling kurang memuat:
a. perjanjian/kontrak dengan penyedia barang/jasa yang telah ditandatangani;
b. tagihan yang belum dan telah disampaikan penyedia barang/jasa;
c. tagihan yang belum dan telah diterbitkan SPPnya; dan
d. jangka waktu penyelesaian tagihan.
9. Menyerahkan Hasil Pekerjaan Pelaksanaan Kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara
Penyerahan
Setelah proses pengadaan barang/jasa selesai dilaksanakan, dan barang/jasa tersebut siap
digunakan sesuai peruntukannya, maka PPK menyerahkan hasil pengadaan barang/jasa tersebut
kepada KPA. Penyerahan pengadaan barang/jasa tersebut dilakukan melalui Berita Acara
Penyerahan antara PPK dan KPA.
10. Menyimpan dan Menjaga Keutuhan Seluruh Dokumen Pelaksanaan Kegiatan
Setelah proses pengadaan barang/jasa selesai dilaksanakan dan barang/jasa telah
diserahterimakan kepada KPA, maka PPK berkewajiban menjaga seluruh dokumen pengadaan
- 26 -
barang/jasa tersebut. Dokumen pengadaan barang/jasa menjadi dokumen satuan kerja yang
nantinya juga menjadi dasar bagi aparat pemeriksa internal pemerintah dalam melakukan
pengawasan dan pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa yang telah dilaksanakan.
11. Melaksanakan Tugas Dan Wewenang Lainnya yang Berkaitan Dengan Tindakan yang
Mengakibatkan Pengeluaran Anggaran Belanja Negara.
Dalam proses pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa pemerintah, PPK juga
mempunyai tugas-tugas lainnya yaitu:
1) menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
2) memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang
mempunyai hak tagih kepada negara;
3) mengajukan permintaan pembayaran atas tagihan berdasarkan prestasi kegiatan; dan
4) memastikan ketepatan jangka waktu penyelesaian tagihan kepada negara.
Bagan 4. tugas dan wewenang PPK
D. PEJABAT PENANDATANGAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR (PPSPM)
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) adalah pejabat yang diberi
kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM).
menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia
Barang/Jasa.
melaksanakan kegiatan swakelola.
membuat, menandatangani,
melaksanakan, mengendalikan
perjanjian/kontrak.
menguji dan menandatangani surat
bukti mengenai hak tagih.
menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan RPD.
memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/ kontrak yang dilakukannya.
membuat dan menandatangani SPP.
melaporkan dan menyerahkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada KPA .
Pelaksanaan
Kegiatan
Pengadaan
Barang/Jasa
Laporan pelaksanaan/ penyelesaian kegiatan kepada KPA berupa laporan atas: pelaksanaan kegiatan; penyelesaian
kegiatan; dan penyelesaian tagihan
kepada negara.
Pengujian PPK Meliputi: kelengkapan dokumen tagihan kebenaran perhitungan
tagihan dan data pihak yang berhak menerima pembayaran
kesesuaian spesifikasi teknis, volume barang/jasa dan jangka waktu sebagaimana yang tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak
- 27 -
Dalam melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM, PPSPM memiliki tugas dan
wewenang sebagai berikut:
1. menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung;
2. menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;
3. membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan;
4. menerbitkan SPM;
5. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih;
6. melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA; dan
7. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengujian dan
perintah pembayaran.
1. Menguji Kebenaran SPP beserta Dokumen Pendukungnya
Pengujian terhadap SPP beserta dokumen pendukung yang dilakukan oleh PPSPM meliputi:
a. kelengkapan dokumen pendukung SPP berupa lampiran yang dipersyaratkan sesuai
ketentuan (PMK 190/PMK.05/2012);
b. kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda tangan PPK;
c. kebenaran pengisian format SPP;
d. kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satker
termasuk menguji kesesuaian antara pembebanan kode mata anggaran pengeluaran (akun
6 digit) dengan uraiannya;
e. ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran
Satker;
f. kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan/kelengkapan
pembayaran belanja pegawai;
g. kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan
dengan pengadaan barang/jasa;
h. kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan dengan
perjanjian/kontrak/surat keputusan;
i. kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari pihak yang
mempunyai hak tagih.
j. kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang
mempunyai hak tagih kepada negara; dan
k. kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran dalam perjanjian/kontrak.
2. Menolak dan Mengembalikan SPP, apabila SPP Tidak Memenuhi Persyaratan Untuk
Dibayarkan
PPSPM harus menolak SPP yang diajukan PPK apabila belum memenuhi persyaratan sesuai
pengujian yang telah dilakukan. Dalam hal PPSPM menolak/mengembalikan SPP, maka PPSPM
harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah diterimanya SPP.
- 28 -
3. Membebankan Tagihan Pada Mata Anggaran Yang Telah Disediakan
Kebenaran penggunaan kode mata anggaran yang dituangkan dalam tagihan menjadi tanggung
jawab PPSPM. Sehingga PPSPM harus memperhatikan kesesuaian kode-kode mata anggaran
pada tagihan dengan mata anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA/POK/Rencana Kerja
Anggaran Satker.
4. Menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM)
Dalam menerbitkan SPM, PPSPM juga memiliki tugas untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mencatat pagu, realisasi belanja, sisa pagu, dana UP/TUP, dan sisa dana UP/TUP pada kartu
pengawasan DIPA;
b. menandatangani SPM; dan
c. memasukkan Personal Identification Number (PIN) PPSPM sebagai tanda tangan elektronik
pada ADK SPM. Tata cara pelaksanaan tanda tangan elektronik dalam bentuk PIN PPSPM
pada ADK SPM diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaaan.
Setelah SPM diterbitkan dan ditandatangani PPSPM, PPSPM bertanggung jawab atas:
a. kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan administrasi terhadap dokumen hak tagih
pembayaran yang menjadi dasar penerbitan SPM dan akibat yang timbul dari pengujian yang
dilakukannya; dan
b. ketepatan jangka waktu penerbitan dan penyampaian SPM kepada KPPN.
5. Menyimpan dan Menjaga Keutuhan Seluruh Dokumen Hak Tagih
SPM yang menjadi pertinggal pada PPSPM berserta dokumen yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang merupakan bukti-bukti pendukung SPP yang
disampaikan PPK disimpan dan ditatausahakan oleh PPSPM. PPSPM harus menatausahakan
dan menjaga keutuhan seluruh dokumen tersebut sehingga memudahkan dalam hal dibutuhkan
sewaktu-waktu oleh aparat pemeriksa internal pemerintah maupun aparat pengawas eksternal
pemerintah.
6. Melaporkan Pelaksanaan Pengujian Dan Perintah Pembayaran Kepada KPA
PPSPM harus menyampaikan laporan bulanan kepada KPA terkait pelaksanaan tugasnya terkait
pengujian terhadap SPP dan penerbitan SPM. Laporan bulanan dimaksud paling sedikit memuat
hal-hal sebagai berikut:
a. jumlah SPP yang diterima;
b. jumlah SPM yang diterbitkan; dan
c. jumlah SPP yang tidak dapat diterbitkan SPM.
7. Melaksanakan Tugas Dan Wewenang Lainnya Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pengujian Dan Perintah Pembayaran.
Tugas dan kewenangan lainnya dari PPSPM terkait pelaksanaan pengujian dan perintah
pembayaran sesuai dengan yang ditetapkan oleh KPA. Sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 29 -
E. KUASA BENDAHARA UMUM NEGARA (KPPN)
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) mengangkat Kepala KPPN
menjadi Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran belanja negara dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Tugas kebendaharaan dari
Kuasa BUN tersebut meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan,
menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang dan surat berharga yang berada dalam
pengelolaannya.
KPPN dalam melaksanakan tugas kebendaharaan paling sedikit:
1. melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara dalam rangka pengendalian
pelaksanaan anggaran negara; dan
2. melakukan pembayaran tagihan kepada penerima hak sebagai pengeluaran anggaran.
Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran kas negara tersebut antara lain melaksanakan
pencairan dana atas SPM yang diterbitkan oleh PPSPM. SPM merupakan perintah pembayaran
yang memuat uang yang akan keluar dari kas negara kepada pihak ketiga dan setoran/potongan
pajak yang akan masuk ke kas negara.
Dalam pelaksanaan pencairan dana, KPPN memiliki tugas dan wewenang untuk menguji dan
meneliti kelengkapan SPM yang diterbitkan oleh PPSPM.
SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Dalam pencairan
anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang disampaikan
oleh PPSPM.
KPPN melakukan penelitian SPM meliputi:
1. meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM yang dipersyaratkan.
2. meneliti kebenaran SPM.
dalam meneliti kebenaran SPM yang dilakukan meliputi:
a. meneliti kesesuaian tanda tangan PPSPM pada SPM dengan spesimen tanda tangan
PPSPM pada KPPN;
b. memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM; dan
c. memeriksa kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam
penulisan.
KPPN melakukan pengujian SPM yang meliputi:
1. menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM berupa
pengujian kebenaran jumlah belanja/pengeluaran dikurangi dengan jumlah
potongan/penerimaan dengan jumlah bersih dalam SPM.
2. menguji ketersediaan dana pada kegiatan/output/jenis belanja dalam DIPA dengan yang
dicantumkan pada SPM;
3. menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/kontrak atau perubahan data pegawai yang
telah disampaikan kepada KPPN.
- 30 -
4. menguji persyaratan pencairan dana yang meliputi:
a. Menguji SPM UP berupa besaran UP yang dapat diberikan.
Dalam pengujian SPM UP, jika terdapat UP tahun anggaran sebelumnya belum
dipertanggungjawabkan, juga dilakukan pengujian yang meliputi:
(1) kesesuaian jumlah uang dan keabsahan bukti setor pengembalian sisa UP tahun
anggaran yang sebelumnya; atau
(2) kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM UP dengan sisa UP tahun anggaran yang
sebelumnya;
b. Menguji SPM TUP meliputi kesesuaian jumlah uang yang diajukan pada SPM TUP dengan
jumlah uang yang disetujui Kepala KPPN;
Dalam pengujian SPM-PTUP, jika jumlah uang yang harus dipertanggungjawabkan dari
jumlah TUP yang diberikan, harus disertai dengan bukti setor pengembalian TUP yang telah
dilakukan konfirmasi KPPN. Ketentuan ini tidak diperlukan dalam hal penyampaian SPM-
PTUP yang dilakukan secara bertahap sebelum batas akhir pertanggungjawaban.
c. Menguji SPM PTUP meliputi jumlah TUP yang diberikan dengan jumlah uang yang
dipertanggungjawabkan dan kepatuhan jangka waktu pertanggungjawaban;
d. Menguji SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP yang dikelola dan ketentuan
terkait penggunaan dan pertanggungjawaban UP.
e. Menguji SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian data perjanjian/kontrak pada
SPM LS dengan data perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan Kontrak
KPPN; dan
f. Menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
g. menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum dalam SPM dengan nilai pada
SSP.
Pelaksanaan tugas dan wewenang KPPN selaku Kuasa BUN diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
F. BENDAHARA PENGELUARAN
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja
Negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga mengangkat Bendahara Pengeluaran di setiap Satker untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja. Kewenangan
pengangkatan Bendahara Pengeluaran dapat didelegasikan kepada kepala Satker. Pengangkatan
Bendahara Pengeluaran dan pendelegasian kewenangan pengangkatan Bendahara Pengeluaran
ditetapkan dengan surat keputusan.
- 31 -
Pengangkatan Bendahara Pengeluaran tidak terikat periode tahun anggaran. Bendahara
Pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK atau PPSPM. Dalam hal tidak terdapat pergantian
Bendahara Pengeluaran, penetapan Bendahara Pengeluaran tahun anggaran yang lalu masih tetap
berlaku.
Apabila Bendahara Pengeluaran dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan dari
jabatannya/berhalangan sementara, Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala Satker menetapkan
pejabat pengganti sebagai Bendahara Pengeluaran. Bendahara Pengeluaran yang
dipindahtugaskan/pensiun/ diberhentikan dari jabatannya/berhalangan sementara tersebut, harus
menyelesaikan seluruh administrasi keuangan yang menjadi tanggung jawabnya pada saat menjadi
Bendahara Pengeluaran.
Kepala Satker menyampaikan surat keputusan pengangkatan dan spesimen tanda tangan
Bendahara Pengeluaran kepada PPSPM dan PPK. Kepala Satker juga menyampaikan surat
keputusan pengangkatan dan spesimen tanda tangan Bendahara Pengeluaran kepada Kepala KPPN
dalam rangka penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara Pengeluaran.
Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala Satker menetapkan 1 (satu) Bendahara Pengeluaran
untuk 1 (satu) DIPA/1 (satu) Satker. Jika terdapat keterbatasan pegawai/pejabat yang akan ditunjuk
sebagai Bendahara Pengeluaran, dapat ditetapkan 1 (satu) Bendahara Pengeluaran untuk
mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA/1 (satu) Satker. Jika dalam pengelolaan DIPA/Satker tidak
memerlukan Bendahara Pengeluaran, maka tidak perlu ditetapkan Bendahara Pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran melaksanakan tugas kebendaharaan atas uang/surat berharga yang
berada dalam pengelolaannya, yang meliputi:
1. Uang/surat berharga yang berasal dari UP dan Pembayaran LS melalui Bendahara
Pengeluaran; dan
2. Uang/surat berharga yang bukan berasal dari UP, dan bukan berasal dari Pembayaran LS yang
bersumber dari APBN, misalnya simpanan koperasi atau cicilan hutang pegawai kepada pihak
ketiga.
Pelaksanaan tugas kebendaharaan Bendahara Pengeluaran atas uang/surat berharga meliputi:
1. menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang/surat berharga dalam
pengelolaannya;
2. melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK;
3. menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;
4. melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang dilakukannya;
5. menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;
6. mengelola rekening tempat penyimpanan UP; dan
7. menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kepala KPPN selaku kuasa BUN.
Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian
atas perintah pembayaran yang disampaikan PPK yang meliputi:
1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
- 32 -
2. pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi:
a. pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran;
b. nilai tagihan yang harus dibayar;
c. jadwal waktu pembayaran; dan
d. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
3. pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam
penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen
perjanjian/kontrak; dan
4. pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6
digit).
Dalam melaksanakan tugas kebendaharaan, Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab
secara pribadi atas uang/surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
G. BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU (BPP)
Guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan anggaran, kepala Satker dapat
menunjuk 1 (satu) atau beberapa BPP untuk membantu Bendahara Pengeluaran dalam
melaksanakan tugas kebendaharaan. BPP harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban
kepada Bendahara Pengeluaran. Pelaksanaan tugas kebendaharaan atas uang yang dikelola oleh
BPP meliputi:
1. menerima dan menyimpan UP;
2. melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari UP;
3. melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari UP berdasarkan perintah PPK;
4. menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;
5. melakukan pemotongan/pemungutan dari pembayaran yang dilakukannya atas kewajiban
kepada negara;
6. menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;
menatausahakan transaksi UP;
7. menyelenggarakan pembukuan transaksi UP; dan
8. mengelola rekening tempat penyimpanan UP.
Dalam melaksanakan tugas kebendaharaan, BPP bertanggung jawab secara pribadi atas
uang yang berada dalam pengelolaannya.
Rekening Pengeluaran atas nama Bendahara Pengeluaran/BPP
Dalam pelaksanaan pembayaran atas beban APBN, KPA membuka rekening pengeluaran
atas nama Bendahara Pengeluaran/BPP setelah mendapat persetujuan Kuasa BUN. Kepala KPPN
selaku Kuasa BUN memberikan persetujuan pembukaan rekening Bendahara Pengeluaran/BPP
yang diajukan KPA.
- 33 -
Tata cara dan prosedur pembukaan rekening pengeluaran atas nama Bendahara
Pengeluaran/BPP, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan rekening
pemerintah pada kementerian negara/lembaga/satuan kerja.
- 34 -
BAB IV
PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA
A. BELANJA NEGARA
Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan
untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja pemerinah
pusat dikelompokkan atas belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian anggaran,
belanja pemerintah pusat menurut fungsi, dan belanja pemerintah pusat menurut jenis
belanja. Belanja untuk daerah adalah semua pengeluaran untuk membiayai dana
perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan adalah
semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi
hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara
yang dialokasikan kepada kementrian negara/lembaga, sesuai dengan program-program
yang akan dijalankan.
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran Negara yang
digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi
ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan
dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungs pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi
pendidikkan, dan fungsi perlindungan sosial.
Belanja pemerintah menurut jenis belanja adalah semua pengeluaran negara yang
digunakan untuk mebiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran
bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Semua pengeluaran negara dilakukan secara giral atas beban rekening kas
Negara/kas umum negara harus melalui transfer dana atau pemindahbukuan dana antar
rekening bank, termasuk membayar tagihan pihak ketiga yang dilakukan oleh
kantor/satuan kerja kementrian Negara/lembaga. Dengan demikian, penyaluran dana
APBN kepada yang berhak dilakukan transfer dana atau pemindahbukuan dana langsung
dari rekening kas negara/kas umum negara ke rekening yang berhak pada bank.
Pengecualian diberikan untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa keperluan
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga yang nilainya kecil-kecil sampai dengan
Rp 50.000.000,- dapat dibayar melalui uang persediaan yang dikelola Bendahara
Pengeluaran/BPP.
- 35 -
B. PENYELESAIAN TAGIHAN NEGARA
1. PEMBUATAN KOMITMEN
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA yang
mengakibatkan pengeluaran negara, dilaksanakan melalui pembuatan komitmen. Pembuatan
komitmen tersebut dalam bentuk:
a. Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa; dan/atau
b. Penetapan keputusan
a. Pembuatan Komitmen dalam Bentuk Perjanjian/Kontrak untuk Pengadaan Barang/Jasa
Satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga dapat memulai proses pelelangan
dalam rangka perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa untuk tahun anggaran berikutnya,
setelah rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah
yang membebani belanja modal dialokasikan dalam belanja modal tahun anggaran berjalan.
Sedangka