1
Utama 2 Suara Pembaruan Kamis, 8 Desember 2016 [JAKARTA] Insiden pembu- baran Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal yang tengah berlangsung di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Selasa (6/12) lalu, mencerminkan sikap dan tindakan intoleran- si yang merajalela di Tanah Air. Terlebih pembubaran dilakukan terhadap kegiatan keagamaan, yang seharusnya dijamin oleh negara. Untuk itu, semua pihak mendesak negara untuk hadir memberi jaminan kebebasan kepada seluruh umat beragama untuk menjalankan ibadahnya. Negara juga diminta untuk memfasilitasi kegiatan keaga- maan. Di pihak lain, aparat penegak hukum diminta untuk mencegah tindakan intoleransi dalam kehidupan beragama, memberi sanksi kepada pelaku pembubaran, dan jangan mem- biarkan aksi pemaksaan kehen- dak seperti pembubaran terse- but terus dibiarkan. Demikian rangkuman pandangan Plt Direktur Eksekutif Maarif Institute M Abdullah Darraz, Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Edy Purwanto, Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Albertus Patty, serta sejumlah politisi, di Jakarta, Rabu (7/12) dan Kamis (8/12). Abdullah Darraz meminta aparat keamanan harus tegas terhadap pelaku intoleransi. “Ini harus ditindak tegas. Saya kira kelompok intoleran ini semakin jumawa, mereka merasa di atas angin melakukan aksi-aksi ini, padahal jumlah mereka sedikit,” katanya. Tindakan yang dilakukan oleh kelompok intoleran meru- gikan bangsa dan merobek rajutan kebinekaan yang selama dijaga bersama-sama. Untuk itu, Darraz berharap penegak hukum bertindak tegas. “Dalam demokrasi, jangan disalaharti- kan berarti mayoritas harus diprioritaskan. Ini harus ber- landaskan pada keadilan,” ujarnya. Romo Edy menegaskan, tindakan intoleransi berupa pemaksaan kehendak untuk membubarkan kegiatan keaga- maan, tidak bisa dibiarkan. “Ketika ada umat beragama tengah merayakan keimanannya dan berdoa, pembubaran tidak bisa ditolerir di negara yang berketuhanan, dengan dasar Pancasila, serta di negara plu- ralis yang mengagungkan toleransi,” katanya. Pemerintah, melalui aparat Kepolisian, harus tegas men- jamin umat beragama dalam beribadah. “Orang yang beri- badah bukanlah orang yang melakukan kejahatan. Saya berharap penegakan hukum konsisten dilakukan,” ujarnya. Hal senada disampaikan Albertus Patty. “Saat ini kehi- dupan beragama berada di persimpangan. Agama bisa menjadi alat perekat bangsa, namun di sisi lain bisa menja- di alat penghancur persatuan dan kesatuan. Agama bisa menjadikan bangsa ini maju dan bertumbuh, bukan sebalik- nya seperti yang dialami di sejumlah negara,” jelasnya. Oleh karena itu, lanjut Albertus, menjadi tugas semua elemen bangsa, terutama peme- rintah dan pemuka agama, untuk mengembalikan agama pada spiritnya, yakni pembawa damai dan menciptakan rasa saling percaya antarumat beragama. Menurutnya, dalam konteks hukum, pelarangan ibadah dan kebebasan beragama merupa- kan tindakan melanggar hukum. Sebab kebebasan beragama dilindungi oleh Konstitusi. Untuk itu, Polri harus tegas terhadap kasus-kasus kekeras- an, intimidasi, ancaman, ujaran kebencian, serta pembubaran ibadah umat beragama apapun di seluruh wilayah Indonesia. “Jangan sampai ada pembiaran. Penegakan hukum seolah tumpul manakala menghadapi persoalan agama. Tidak boleh ada bahasa mayoritas atau minoritas. Harus ada kesetara- an di hadapan hukum. Kekerasan berbalut agama adalah tetap pelanggaran hukum,” tandasnya. Egoisme Keagamaan Secara terpisah, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Eva Kusuma Sundari menyatakan, insiden pembubaran KKR Natal oleh sekelompok massa yang tergabung dalam Pembela Ahlus Sunnah (PAS), mencerminkan gejala tindakan anarkistis atas nama agama yang makin marak, dan munculnya egoisme ber- basis keagamaan. “Ada fenom- ena egoisme agama yang tidak mengenal kemanusiaan. Ini jelas tidak sesuai dengan prak- tik berketuhanan dari Pancasila,” katanya. Menurutnya, ada fenomena standar ganda yang sedang terjadi. Ini mencerminkan tindakan pembangkangan ideologi dan Konstitusi. Padahal, Konstitusi adalah hukum, dan hukum seharusnya jadi panglima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kami mengimbau polisi untuk tegas menindak perilaku anarkistis oleh kelom- pok intoleran,” jelas Eva. Dia mengingatkan, jika tindakan intoleran terus dibi- arkan dan tidak ada tindakan tegas terhadap pelaku, akan membuat kondisi kebangsaan rawan. “Ini gejala mengkha- watirkan. Karena perang pada abad ini dipicu tindakan intol- eransi yang berkembang menjadi radikalisme dan terorisme,” jelasnya. Terkait hal itu, politisi PDI-P Masinton Pasaribu meminta negara hadir memberi rasa aman kepada warga negara, khususnya umat beragama dalam menja- lankan ritual keagamaannya. Polisi juga harus bertindak tegas terhadap pelaku pembubaran KKR Natal di Bandung. “Polri harus tegas kepada pelaku pembubaran kegiatan ibadah perayaan Natal di gedung di Bandung. Perbuatan yang merintangi kegiatan keagamaan adalah perbuatan pidana,” ujar Masinton. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mengingatkan, melaksanakan ajaran agama adalah hak asasi yang paling dasar dari setiap manusia. “Melaksanakan ibadah tidak ada yang berhak mence- gahnya baik negara ataupun anggota masyarakat lain,” jelasnya. Menurut politisi Partai Gerindra itu, setiap pemeluk agama harus saling memberi kesempatan umat beragama lain beribadah. “Dalam kaitan dengan undang-undang, tugas pemerintah untuk menjaga dan menegakkannya secara adil. Kita harus mendidik dengan serius soal toleransi ini dan menentang keras segala bentuk intoleransi,” ucapnya. Secara khusus, dia menya- yangkan aparat keamanan yang membiarkan sekelompok massa masuk ke dalam kegiatan keagamaan umat lain. “Kita juga pertanyakan kerja aparat yang seperti membiarkan massa masuk ke dalam acara priba- datan suatu agama, yang akhirnya menjadi biang dan sumber konflik,” katanya. Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto meminta semua pihak agar menjaga toleransi antarumat beragama. Tidak boleh ada pemaksaan kehendak yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Menanggapi insiden pem- bubaran KKR Natal di Bandung, Novanto meminta semua pihak untuk saling menghormati antarumat beragama. “Negara ini menjamin bagi setiap war- ganya untuk menjalankan ibadahnya. Karena itu tidak boleh dihalang-halangi, apala- gi dibubarkan secara paksa. Saya berharap aparat penegak hukum dapat menjaga suasana kondusif dan melindungi serta melayani masyarakat sesuai tugasnya,” ujarnya. Politisi Partai Nasdem, Taufik Basari juga mengecam insiden pembubaran tersebut. Untuk itu, sudah selayaknya kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut dan menangkap pelaku utama pembubaran. [FAT/R-15/MJS/Y-7/ H-14/R-14] Intoleransi Merajalela, Negara Harus Hadir Pelaku Pembubaran Harus Ditindak A ksi unjuk rasa 4 November (411) dan 2 Desember (212) lalu, yang dihadiri ratusan ribu peserta, menyisakan banyak hal. Ketidakpuasan terhadap proses hukum terkait calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ternyata mem- bangkitkan semangat kon- solidasi yang terus meningkat. Ada banyak rembetan masalah pascaaksi unjuk rasa itu. Sebut saja, ada supaya memboikot stasiun televisi tertentu, memboi- kot produk makanan ter- tentu, hingga kekecewaaan terhadap sejumlah partai politik yang ada. Seiring dengan itu, beberapa pentol- an dalam dua kali aksi tersebut mulai menggiring perlunya mendorong keku- atan politik baru yang lebih bernafas Islami. “Partai politik yang ada dinilai belum menja- wab kebutuhan sebagian besar kebutuhan masyara- kat Indonesia. Oleh karena itu, ada upaya untuk men- dorong kelahiran sebuah partai politik baru, yang lebih memperhati- kan semangat 411 dan 212,” ujar sumber SP di Jakarta, Kamis (8/12). Menurut sumber yang juga politisi senior itu, konsolidasi partai politik baru tersebut semakin dipercepat untuk mengha- dapi momentum perganti- an pemerintahan pada 2019 nanti. Namun, ujar- nya, sejauh ini belum ada titik temu di antara elite- elite yang ingin memben- tuk partai baru itu. “Beberapa tokoh dalam dua aksi besar tersebut juga sebenarnya sudah mempunyai afiliasi politik sendiri. Hal ini yang mem- buat belum ada titik temu untuk membentuk partai baru. Tetapi, semangat untuk mengarah ke situ semakin terang,” ujarnya. [H-12] Konsolidasi Mendorong Partai Baru SP/ADI MARSIELA Panitia mencabut dan memindahkan spanduk petunjuk menuju lokasi Kebaktian Natal yang menghadirkan Pendeta Stephen Tong di komplek Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Selasa (6/12). Panitia memutuskan membatalkan kebaktian untuk umum dan hanya menggelar kebaktian untuk ratusan anak-anak sekolah karena ada desakan dari kelompok intoleran yang keberatan kegiatan keagamaan digelar di tempat umum.

Pelaku Pembubaran Harus Ditindak - gelora45.com filepembubaran, dan jangan mem-biarkan aksi pemaksaan kehen-dak seperti pembubaran terse-but terus dibiarkan. Demikian rangkuman pandangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pelaku Pembubaran Harus Ditindak - gelora45.com filepembubaran, dan jangan mem-biarkan aksi pemaksaan kehen-dak seperti pembubaran terse-but terus dibiarkan. Demikian rangkuman pandangan

Utama2 Sua ra Pem ba ru an Kamis, 8 Desember 2016

[JAKARTA] Insiden pembu-baran Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal yang tengah berlangsung di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Selasa (6/12) lalu, mencerminkan sikap dan tindakan intoleran-si yang merajalela di Tanah Air. Terlebih pembubaran dilakukan terhadap kegiatan keagamaan, yang seharusnya dijamin oleh negara.

Untuk itu, semua pihak mendesak negara untuk hadir memberi jaminan kebebasan kepada seluruh umat beragama untuk menjalankan ibadahnya. Negara juga diminta untuk memfasilitasi kegiatan keaga-maan. Di pihak lain, aparat penegak hukum diminta untuk mencegah tindakan intoleransi dalam kehidupan beragama, memberi sanksi kepada pelaku pembubaran, dan jangan mem-biarkan aksi pemaksaan kehen-dak seperti pembubaran terse-but terus dibiarkan.

Demikian rangkuman pandangan Plt Direktur Eksekutif Maarif Institute M Abdullah Darraz, Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Edy Purwanto, Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Albertus Patty, serta sejumlah politisi, di Jakarta, Rabu (7/12) dan Kamis (8/12).

Abdullah Darraz meminta aparat keamanan harus tegas terhadap pelaku intoleransi. “Ini harus ditindak tegas. Saya kira kelompok intoleran ini semakin jumawa, mereka merasa di atas angin melakukan aksi-aksi ini, padahal jumlah mereka sedikit,” katanya.

Tindakan yang dilakukan oleh kelompok intoleran meru-gikan bangsa dan merobek rajutan kebinekaan yang selama dijaga bersama-sama. Untuk itu, Darraz berharap penegak hukum bertindak tegas. “Dalam demokrasi, jangan disalaharti-kan berarti mayoritas harus diprioritaskan. Ini harus ber-landaskan pada keadilan,”

ujarnya.Romo Edy menegaskan,

tindakan intoleransi berupa pemaksaan kehendak untuk membubarkan kegiatan keaga-maan, tidak bisa dibiarkan. “Ketika ada umat beragama tengah merayakan keimanannya dan berdoa, pembubaran tidak bisa ditolerir di negara yang berketuhanan, dengan dasar Pancasila, serta di negara plu-ralis yang mengagungkan toleransi,” katanya.

Pemerintah, melalui aparat Kepolisian, harus tegas men-jamin umat beragama dalam beribadah. “Orang yang beri-badah bukanlah orang yang melakukan kejahatan. Saya berharap penegakan hukum konsisten dilakukan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Albertus Patty. “Saat ini kehi-dupan beragama berada di persimpangan. Agama bisa menjadi alat perekat bangsa, namun di sisi lain bisa menja-di alat penghancur persatuan dan kesatuan. Agama bisa menjadikan bangsa ini maju dan bertumbuh, bukan sebalik-nya seperti yang dialami di sejumlah negara,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Albertus, menjadi tugas semua elemen bangsa, terutama peme-rintah dan pemuka agama, untuk mengembalikan agama pada spiritnya, yakni pembawa damai dan menciptakan rasa saling percaya antarumat beragama.

Menurutnya, dalam konteks hukum, pelarangan ibadah dan kebebasan beragama merupa-kan tindakan melanggar hukum. Sebab kebebasan beragama dilindungi oleh Konstitusi.

Untuk itu, Polri harus tegas terhadap kasus-kasus kekeras-an, intimidasi, ancaman, ujaran kebencian, serta pembubaran ibadah umat beragama apapun di seluruh wilayah Indonesia. “Jangan sampai ada pembiaran. Penegakan hukum seolah tumpul manakala menghadapi persoalan agama. Tidak boleh ada bahasa mayoritas atau minoritas. Harus ada kesetara-

an di hadapan hukum. Kekerasan berbalut agama adalah tetap pelanggaran hukum,” tandasnya.

Egoisme KeagamaanSecara terpisah, politisi

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Eva Kusuma Sundari menyatakan, insiden pembubaran KKR Natal oleh sekelompok massa yang tergabung dalam Pembela Ahlus Sunnah (PAS), mencerminkan gejala tindakan anarkistis atas nama agama yang makin marak, dan munculnya egoisme ber-basis keagamaan. “Ada fenom-ena egoisme agama yang tidak mengenal kemanusiaan. Ini jelas tidak sesuai dengan prak-tik berketuhanan dari Pancasila,” katanya.

Menurutnya, ada fenomena standar ganda yang sedang terjadi. Ini mencerminkan tindakan pembangkangan ideologi dan Konstitusi. Padahal, Konstitusi adalah hukum, dan hukum seharusnya jadi panglima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan

bernegara. “Kami mengimbau polisi untuk tegas menindak perilaku anarkistis oleh kelom-pok intoleran,” jelas Eva.

Dia mengingatkan, jika tindakan intoleran terus dibi-arkan dan tidak ada tindakan tegas terhadap pelaku, akan membuat kondisi kebangsaan rawan. “Ini gejala mengkha-watirkan. Karena perang pada abad ini dipicu tindakan intol-eransi yang berkembang menjadi radikalisme dan terorisme,” jelasnya.

Terkait hal itu, politisi PDI-P Masinton Pasaribu meminta negara hadir memberi rasa aman kepada warga negara, khususnya umat beragama dalam menja-lankan ritual keagamaannya. Polisi juga harus bertindak tegas terhadap pelaku pembubaran KKR Natal di Bandung.

“Polri harus tegas kepada pelaku pembubaran kegiatan ibadah perayaan Natal di gedung di Bandung. Perbuatan yang merintangi kegiatan keagamaan adalah perbuatan pidana,” ujar Masinton.

Wakil Ketua Komisi VIII

DPR RI Sodik Mudjahid mengingatkan, melaksanakan ajaran agama adalah hak asasi yang paling dasar dari setiap manusia. “Melaksanakan ibadah tidak ada yang berhak mence-gahnya baik negara ataupun anggota masyarakat lain,” jelasnya.

Menurut politisi Partai Gerindra itu, setiap pemeluk agama harus saling memberi kesempatan umat beragama lain beribadah. “Dalam kaitan dengan undang-undang, tugas pemerintah untuk menjaga dan menegakkannya secara adil. Kita harus mendidik dengan serius soal toleransi ini dan menentang keras segala bentuk intoleransi,” ucapnya.

Secara khusus, dia menya-yangkan aparat keamanan yang membiarkan sekelompok massa masuk ke dalam kegiatan keagamaan umat lain. “Kita juga pertanyakan kerja aparat yang seperti membiarkan massa masuk ke dalam acara priba-datan suatu agama, yang akhirnya menjadi biang dan sumber konflik,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto meminta semua pihak agar menjaga toleransi antarumat beragama. Tidak boleh ada pemaksaan kehendak yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat.

Menanggapi insiden pem-bubaran KKR Natal di Bandung, Novanto meminta semua pihak untuk saling menghormati antarumat beragama. “Negara ini menjamin bagi setiap war-ganya untuk menjalankan ibadahnya. Karena itu tidak boleh dihalang-halangi, apala-gi dibubarkan secara paksa. Saya berharap aparat penegak hukum dapat menjaga suasana kondusif dan melindungi serta melayani masyarakat sesuai tugasnya,” ujarnya.

Politisi Partai Nasdem, Taufik Basari juga mengecam insiden pembubaran tersebut. Untuk itu, sudah selayaknya kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut dan menangkap pelaku utama pembubaran.[ FAT / R - 1 5 / M J S / Y- 7 / H-14/R-14]

Intoleransi Merajalela, Negara Harus HadirPelaku Pembubaran Harus Ditindak

Aksi unjuk rasa 4 November (411) dan 2 Desember

(212) lalu, yang dihadiri ratusan ribu peserta, menyisakan banyak hal. Ketidakpuasan terhadap proses hukum terkait calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ternyata mem-bangkitkan semangat kon-solidasi yang terus meningkat.

Ada banyak rembetan masalah pascaaksi unjuk rasa itu. Sebut saja, ada

supaya memboikot stasiun televisi tertentu, memboi-kot produk makanan ter-tentu, hingga kekecewaaan terhadap sejumlah partai politik yang ada. Seiring dengan itu, beberapa pentol-an dalam dua kali aksi tersebut mulai menggiring perlunya mendorong keku-atan politik baru yang lebih bernafas Islami.

“Partai politik yang ada dinilai belum menja-wab kebutuhan sebagian

besar kebutuhan masyara-kat Indonesia. Oleh karena itu, ada upaya untuk men-dorong kelahiran sebuah partai politik baru, yang

lebih memperhati-kan semangat 411 dan 212,” ujar sumber SP di Jakarta, Kamis

(8/12).Menurut sumber yang

juga politisi senior itu, konsolidasi partai politik baru tersebut semakin dipercepat untuk mengha-dapi momentum perganti-

an pemerintahan pada 2019 nanti. Namun, ujar-nya, sejauh ini belum ada titik temu di antara elite- elite yang ingin memben-tuk partai baru itu.

“Beberapa tokoh dalam dua aksi besar tersebut juga sebenarnya sudah mempunyai afiliasi politik sendiri. Hal ini yang mem-buat belum ada titik temu untuk membentuk partai baru. Tetapi, semangat untuk mengarah ke situ semakin terang,” ujarnya. [H-12]

Konsolidasi Mendorong Partai Baru

SP/Adi MArSielA

Panitia mencabut dan memindahkan spanduk petunjuk menuju lokasi Kebaktian Natal yang menghadirkan Pendeta Stephen Tong di komplek Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Selasa (6/12). Panitia memutuskan membatalkan kebaktian untuk umum dan hanya menggelar kebaktian untuk ratusan anak-anak sekolah karena ada desakan dari kelompok intoleran yang keberatan kegiatan keagamaan digelar di tempat umum.