15
Ekstraksi Titanium Dioksida (Tio 2 ) Berbahan Baku Limbah Peleburan Pasir Besi (Slag) Dengan Metode Kaustik Titik Indrawati 1 , Siswanto 1 , Nurul Taufiqu Rochman 2 1 Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga 2 Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Email : [email protected] Abstract. Slag was a waste of iron sand forging that contains titanium. Compound identification result by using XRD shown that there was titanium element as an ilmenit compound. It needs a reagens mixing during the roasting process to help decomposition in order to get titania (TiO 2 ). In this research, the slag sized is 325 mesh is reacted with Na 2 CO 3 with comparation 1:2, then roasted in varieties temperature, they are 600 o C, 700 o C, 800 o C, and 900 o C for 1 hour. Roasting result is leached by using aquades and 8 M sulfuric acid solution. Formed Titania showed an increasing concentration pattern from 600 o C to 700 o C, but showed a decreasing concentration at temperature above 700 o C. A decreasing concentration of titania is because the decomposition process during roasting was not doing well and sulfuric acid that is used cannot incessant all of the iron contained in the slag. So, 700 o C is the most optimum roasting temperature for forming titania equal to 76,54 %. Keywords: slag, roasting, titanium dioxide, caustic method

Peleburan Pasir Besi Titik Indrawati1, Siswanto1, Nurul ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jftc884eca6cdfull.pdf · Slag merupakan limbah peleburan pasir besi ... Keberadaan

  • Upload
    hangoc

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Ekstraksi Titanium Dioksida (Tio2) Berbahan Baku Limbah

Peleburan Pasir Besi (Slag) Dengan Metode Kaustik

Titik Indrawati1, Siswanto1, Nurul Taufiqu Rochman2

1 Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

2Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Email :

[email protected]

Abstract.

Slag was a waste of iron sand forging that contains titanium. Compound

identification result by using XRD shown that there was titanium element as

an ilmenit compound. It needs a reagens mixing during the roasting process to

help decomposition in order to get titania (TiO2). In this research, the slag

sized is 325 mesh is reacted with Na2CO3 with comparation 1:2, then roasted

in varieties temperature, they are 600oC, 700oC, 800 oC, and 900 oC for 1

hour. Roasting result is leached by using aquades and 8 M sulfuric acid

solution. Formed Titania showed an increasing concentration pattern from

600oC to 700 oC, but showed a decreasing concentration at temperature above

700oC. A decreasing concentration of titania is because the decomposition

process during roasting was not doing well and sulfuric acid that is used cannot

incessant all of the iron contained in the slag. So, 700oC is the most optimum

roasting temperature for forming titania equal to

76,54 %.

Keywords: slag, roasting, titanium dioxide, caustic method

Abstrak.

Slag merupakan limbah peleburan pasir besi yang mengandung titanium.

Hasil identifikasi senyawa dengan menggunakan XRD pada slag menunjukkan

adanya unsur titanium dalam bentuk senyawa ilmenit. Untuk memperoleh titania

(TiO2) dari slag maka diperlukan campuran suatu reagen pada saat roasting

(pemanggangan) untuk membantu proses dekomposisi ilmenite. Pada penelitian

ini, slag berukuran 325 mesh direaksikan dengan Na2CO3 dengan rasio berat 1 :

2 kemudian dipanggang pada suhu pemanggangan yang variatif yaitu 600oC,

700oC, 800oC, dan 900oC selama 1 jam. Sampel hasil pemanggangan

dileaching dengan aquades dan larutan asam sulfat 8 M. Titania yang terbentuk

menunjukkan pola kenaikan dari suhu 600oC ke 700oC, namun terjadi penurunan

kadar titania pada suhu pemanggangan diatas 700oC. Penurunan kadar titania

disebabkan karena proses dekomposisi pada saat pemanggangan tidak

berlangsung dengan baik dan asam sulfat yang digunakan tidak mampu

melarutkan semua besi yang terkandung pada slag. Jadi, hasil pemanggangan

pada suhu 700oC menunjukkan terbentuknya titania paling optimum sebesar

76,54 %.

Kata kunci : slag, roasting, titanium dioksida, metode kaustik

Pendahuluan

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Salah satu hasil

sumber daya alam di bidang pertambangannya adalah pasir besi. Pasir besi

merupakan pasir yang di dalam senyawanya banyak mengandung senyawa

magnetit atau besi oksida yang terdiri dari kombinasi besi dan oksigen

diantaranya hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4) dan titanium dioksida (TiO2).

Keberadaan pasir besi sebagai bahan tambang dapat dijumpai di beberapa

wilayah Indonesia antara lain, di pesisir selatan pulau Jawa serta di beberapa

daerah di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Papua [1].

Salah satu kandungan dari pasir besi adalah titanium dioksida. Pada

umumnya titanium jarang ditemukan dalam bentuk logam murni. Kebanyakan

titanium ditemukan dalam bentuk rutile yang mengandung sekitar 95% TiO2.

Titanium Dioksida (TiO2) merupakan bahan kimia anorganik yang dapat

diaplikasikan terutama pada pembuatan pigmen putih yang berkualitas terbaik,

sebagai filler pada pabrik kertas, pabrik plastik dan pabrik karet serta sebagai

fluk pada industri gelas. Konsumsi TiO2 terbesar digunakan oleh industri pigmen

dan hanya sekitar 6% TiO2 yang kemudian diolah menjadi logam titanium [2].

Slag merupakan limbah padat hasil peleburan pasir besi. Slag

mengandung senyawaan oksida dari Fe dan Ti. Slag yang memiliki massa jenis

yang lebih ringan akan berada di atas permukaan besi cair, sehingga memiliki

kandungan titanium yang lebih tinggi karena unsur besinya sebagian besar telah

terpisah [3]. Slag dapat diperoleh dari pengolahan pasir besi dalam suatu tungku

peleburan menghasilkan pig iron atau besi kasar. Pada bidang industri

pemanfaatan slag kurang begitu maksimal. Biasanya limbah (slag) hanya

dibuang begitu saja, padahal limbah ini memilki dampak negatif terhadap

lingkungan. Hal ini dikarenakan slag mengandung logam berat dan ada

kemungkinan logam berat tersebut dapat terlepas ke lingkungan, sehingga

akan mencemari air dan tanah.

Penelitian proses perolehan TiO2 pernah dilakukan oleh Royani, Ahmad

(2010). Dalam penelitiannya TiO2 diperoleh dengan meleburkan pasir besi

titan dengan suhu 16500C dan dilakukan variasi komposisi antara berat besi

sponge, berat scrap dan kapur bakar. Dari penelitiannya tersebut dihasilkan slag

dengan kandungan TiO2 terbaik dengan konsentrasi 70,91%. Namun pada

penelitian tersebut belum dilakukan ekstraksi, TiO2 masih dalam bentuk slag.

Dari pemaparan penelitian-penelitian diatas, hal ini menunjukkan jika slag

memiliki kandungan titanium dioksida cukup tinggi, sehingga dapat diambil

kandungan TiO2 dengan cara melakukan ekstraksi.

Beberapa metode telah digunakan dalam ekstraksi titania, diantaranya

metode pirometalurgi dan hidrometalurgi. Metode pirometalurgi merupakan

proses ekstraksi dengan menggunakani energi panas sehingga besi pada ilmenit

dapat tereduksi dan menghasilkan TiO2 yang cukup tinggi. Namun, metode ini

memiliki kelemahan bahwa tidak semua besi dapat terpisah dengan TiO2

sehingga dibutuhkan kondisi pemanasan yang mampu melelehkan besi.

Sedangkan pada proses hidrometalurgi adalah proses pelarutan logam/bijih

pelarut berair. Seperti yang pernah dilakukan oleh T.A. Lashen. Pada

penelitiannya digunakan slag yang berasal dari Rosetta Ilmenit. Ekstraksi yang

dilakukan menggunakan metode kaustik yang merupakan bagian dari metode

pirometalurgi. Dengan menvariasikan komposisi slag dan soda ash, sehingga

diperoleh keadaan optimum yang menghasilkan TiO2 dengan konsentrasi 97% .

Pada penelitian ini akan digunakan kombinasi dari kedua metode yaitu

pirometalurgi dan hirometalurgi. Untuk mendapatkan konsentrasi TiO2 yang

tinggi maka diperlukan suhu roasting (pemanggangan) yang tepat. Besar kecilnya

suhu roasting yang diberikan akan mempengaruhi konsentrasi TiO2 yang

dihasilkan. Oleh sebab itu pada penelitian ini akan dilakukan variasi suhu

roasting untuk mencari keadaan optimum konsentrasi TiO2 yang dihasilkan.

Untuk mengetahui hasil perolehan (TiO2) yang dihasilkan maka dilakukan

karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD), sehingga dapat diketahui baik secara

kualitatif maupun kuantitatif senyawa-senyawa yang terkandung dan X-Ray

Fluorescence (XRF) digunakan untuk mengetahui kandungan unsur. Kedua

karakterisasi ini juga diperlukan untuk mengetahui berapa persen senyawa yang

mengandung titanium dapat diperoleh setelah tahapan roasting dan leaching.

Metode Penelitian

Pada penelitian “Ekstraksi Titanium Dioksida (TiO2) Berbahan Baku

Limbah Peleburan Pasir Besi (Slag) dengan Metode Kaustik” ini akan dilakukan

dengan beberapa langkah. Sebagai langkah awal slag yang masih dalam bentuk

bongkahan-bongkahan dihaluskan dengan menggunakan discmill. Setelah

diperoleh slag dalam bentuk serbuk kemudian dilakukan pemisahan dengan

menggunakan separator magnetik. Dari separator magnetik diperoleh 2 macam

slag dalam bentuk; concentrate dan tailing. slag yang akan digunakan pada

penelitian ini yaitu slag dalam bentuk tailing yang merupakan hasil pemisahan

yang tertarik lemah oleh magnet. Hal ini bersesuaian dengan karakteristik

titanium dioksida yang bersifat paramagnetik. Selanjutnya sampel diayak dengan

menggunakan ayakan 325 mesh dan dikarakterisasi dengan menggunakan XRF

dan XRD untuk mengetahui kandungan awal yang terdapat pada sampel.

Sampel yang telah berukuran 325 mesh kemudian dicampurkan

dengan soda ash (Na2CO3) dengan perbandingan 1 : 2 dimana berat totalnya

adalah 60 gram. Selanjutkan sampel diberi perlakuan roasting (pemanggangan)

dengan variasi suhu 600-900oC dan ditahan selama 1 jam. Sampel hasil

pemanggangan kemudian dileaching (pencucian) dengan menggunakan aquades

dan H2SO4 8M dimana perbandingan antara solid dan liquidnya sebesar 1 : 3

dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit dengan

laju 300 rpm. Endapan yang diperoleh kemudian dicuci dengan menggunakan

aquades untuk menghilangkan sisa asam yang terdapat pada sampel. Selanjutnya

sampel dikeringkan pada suhu 200oC. Pengeringan ini bertujuan untuk

menghilangkan kadar air pada sampel. Sampel yang telah kering kemudian

dikarakterisasi dengan menggunakan XRF dan XRD.

Karakterisasi XRF

Karakterisasi XRF dilakukan di Laboratorium Metalurgi PUSDIKLAT

MIGAS Cepu dengan menggunakan instrumen Thermo Scientific tipe Niton

XL3t 900S. Pada pengambilan data dengan menggunakan XRF, sampel dapat

berupa serbuk atau padat. Jika sampel dalam bentuk serbuk ukuran partikelnya

haruslah kurang dari 400 mesh. Sebelumnya peralatan dikalibrasi terlebih dahulu

dengan menggunakan blok verifikator, Alat uji secara tegak lurus diarahkan ke

blok verifikator kemudian menarik pemicunya. Selanjutnya menunggu sampai

dengan alat selesai mengidentifikasi (waktu minimum yang direkomendasikan

adalah 20 detik). Kemudian membandingkannya dengan sertifikat blok

verifikasi. Sampel (serbuk) diletakkan dalam chamber untuk kemudian

dikarakterisasi dengan menggunakan XRF.

Karakterisasi XRD

Karakterisasi XRD dilakukan di Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta dengan menggunakan peralatan XRD merk Shimazu.

Sampel serbuk diletakkan pada suatu plat kaca, kemudian ditempatkan pada

sampel holder dan disinari dengan sinar- X pada sudut 2θ sebesar 5o-80o.

Detektor yang bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi

berkas sinar-X yang didifraksikan oleh sampel. Data hasil karakterisai XRD

dihasilkan pola difraksi berupa spektrum kontinu yang menggambarkan sudut-

sudut terjadinya difraksi pada atom-atom bahan (2θ), besar nilai intensitas

relatif yang dihasilkan (I/Io) dari jarak antar bidang (d). Kemudian data

difraksi tersebut direkam dan dicatat oleh komputer dalam bentuk grafik puncak

intensitas. Untuk analisis terhadap spektrum data XRD dapat dilakukan

menggunakan program search match dan GSAS.

Hasil Dan Pembahasan

Karakterisasi Sampel awal

Karakterisasi awal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa

yang terdapat pada bahan baku awal sebelum diberi perlakuan. Hasil karakterisasi

awal menunjukkan (hasil dari XRD) terdapat tiga senyawa penyusun

diantaranya adalah Ilmenit, Fayalite Magnesian dan Titanomagnetite. Gambar 1

adalah puncak yang dihasilkan dari karakterisasi XRD awal.

Gambar 1 Hasil XRD Slag awal

Hasil identifikasi menunjukkan jika senyawa yang paling dominan adalah

Ilmenit (FeTiO3). Dengan menggunakan software GSAS maka dapat diperoleh

nilai fraksi beratnya sebesar FeTiO3 74,494%, Fe2SiO4 20,753% dan

Fe2.25Ti.75O4 4,755%.

Sedangkan hasil karakterisasi XRF yang terdapat pada sampel awal

menunjukkan unsur-unsur dominan seperti Fe (besi) dan Ti (titanium). Diperoleh

prosentase Fe dan Ti masing-masing sebesar 76,92% dan 19,94%, sisanya

merupakan senyawa-senyawa minor seperti Sb, Sn, Nb, Zr, Zn, Mn dan V

yang memiliki prosentase kecil. Berikut adalah tabel 1 hasil karakterisasi XRF

sampel awal :

Tabel 1 Hasil XRF sampel awal

Hasil dari kedua karakterisasi tersebut menunjukkan adanya kandungan

titanium pada slag (tailing) sehingga proses ekstraksi dapat dilakukan.

Hasil dari Proses Roasting dan Leaching

Pada proses pemangangan antara slag dengan soda ash (Na2CO3) terjadi

reaksi :

FeTiO3 + Na2CO3 Na2TiO3 + FeO + CO2 (1)

Penambahan reagen berupa soda ash pada saat pemanggangan membantu

proses dekomposisi senyawa serta membentuknya menjadi senyawa yang

cukup berpori sehingga memudahkan sampel untuk dileaching (dicuci) [4].

Reaksi yang terjadi pada proses pemanggangan menunjukkan adanya pemutusan

ikatan oksigen antar atom Fe dan Ti dengan hadirnya natrium (Na+) sehingga

dapat membentuk natrium titanat pada saat pemanggangan. Ilmenit akan

terdekomposisi menjadi senyawa Na2TiO3 dan FeO.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2 Sampel setelah pemanggangan secara berurutan a, b, c dan d

pada suhu 600oC, 700oC, 800oC dan 900oC

Pada gambar 2 menunjukkan adanya perbedaan warna yang dihasilkan

seiring dengan kenaikan suhu. Pada suhu 600 oC dan 700 oC sampel terlihat

berwarna merah. Perubahan fisik ini terjadi akibat dekomposisi ilmenit,

terbentuknya senyawa FeO inilah yang mengakibatkan warna pada sampel

menjadi merah. Sedangkan untuk sampel pada suhu 800oC dan 900oC diperoleh

warna merah kecoklatan. Warna yang diperoleh kemungkinan diakibatkan karena

proses reduksi berakhir karena kehabisan karbon sehingga akan terbentuk besi

oksida seperti Hematit (Fe2O3) yang memiliki karakteristik warna merah

kecoklatan. Mekanisme pembentukannya yaitu FeO yang terbentuk akan

tereduksi menjadi Fe bila karbon masih tersedia. Selanjutnya jika Fe bereaksi

langsung dengan oksigen maka Fe akan teroksidasi membentuk besi oksida [5].

FeO + CO Fe + CO2 (2)

4Fe + 3O2 2Fe2O3 (3)

Untuk memperoleh TiO2, sampel yang sudah dipanggang

kemudian proses dilanjutkan dengan pencucian dengan menggunakan aquades

dan H2SO4 8M. Reaksi yang terjadi pada saat slag hasil pemanggangan dicuci

aquades dan asam sulfat menghasilkan reaksi sebagai berikut:

Na2TiO3 + 2H2O H2TiO3 + 2NaOH (4) FeO + H2O Fe(OH)2 (5)

Pada proses pencucian dengan menggunakan aquades diperoleh larutan

berwarna kuning yang disebabkan oleh adanya ion Fe3+ yang terlarut.

Senyawa Na2TiO3 terdekompossisi menjadi H2TiO3 dan larut membentuk

senyawa NaOH. Gambar 3 merupakan larutan hasil pemisahan pada saat

pencucian dengan aquades.

Gambar 3 Larutan hasil pemisahan pencucian aquades

Selanjutnya sampel dicuci dengan menggunakan H2SO4 8M. Pencucian

dengan menggunakan asam bermanfaat untuk meningkatkan kemurnian sampel

dengan melarutkan logam Fe. Pengunaan larutan asam sulfat dikarenakan

larutan asam sulfat dapat melarutkan semua bahan logam sehingga dengan

perlakuan ini dapat menambahkan kemurnian dari titania [6]. Reaksi kimia yang

terbentuk adalah :

Fe(OH)2 + H2SO4 FeSO4 + 2H2O (6)

H2TiO3 + H2SO4 TiOSO4 + 2H2O (7)

TiOSO4 + 2H2O TiO.H2O + 2H2SO4 (8)

Hasil dari pencucian asam, Fe terlarut membentuk FeSO4 sehingga dapat

mengurangi kandungan Fe yang terdapat pada sampel. Hasil endapan yang

diperoleh kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa asam. Hal ini

bertujuan untuk mempermudah proses pengeringan dan memisahkan dari

senyawa yang tidak diinginkan. Reaksi yang terjadi saat pengeringan :

TiO.H2O TiO2 + H2O (9)

Hasil dari seluruh proses ekstraksi seperti yang ditunjukkan pada gambar

4. Endapan yang telah kering kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan

XRD dan XRF.

Gambar 4 Hasil ekstraksi

Hasil Karakterisasi Sampel Akhir

Karakterisasi XRF

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat dua unsur dominan

yaitu Fe dan Ti pada masing-masing suhu dari 600-900oC. Tabel 2

menunjukkan prosentase Fe dan Ti hasil karakterisasi XRF. Berdasarkan

karakterisasi XRF yang telah dilakukan kadar titanium paling optimum pada

suhu 700oC..

Tabel 2. Perolehan Ti dan Fe

Karakterisasi XRD

Puncak-puncak khas yang dihasilkan dari setiap sampel dianalisa

menggunakan progam search match yang dilengkapi dengan COD. Hasil

identifikasi senyawa ditunjukkan pada gambar 5.

Suhu 600oC

Suhu 700oC

Suhu 800oC

Suhu 900oC

Gambar 5 hasil identifikasi senyawa

Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan menunjukkan

adanya senyawa Romboclas (Iron Hidrogen Sulfat Hydrat) pada sampel, hal

ini dikarenakan masih adanya asam sulfat yang terkandung.

Untuk mendapatkan nilai fraksi berat dari senyawa-senyawa yang telah

teridentifikasi maka dilakukan analisa menggunakan GSAS (General Structur

Analysis System). Parameter input untuk analisa GSAS adalah data

kristalografi dari senyawa hasil identifikasi search match [1]. Dari analisa

GSAS diperoleh nilai fraksi berat TiO2 untuk masing-masing suhu ditunjukkan

pada gambar 6.

Gambar 6 Perolehan TiO2 terhadap suhu roasting

Berdasarkan pada gambar 6 menunjukkan perolehan TiO2 terhadap suhu

roasting optimal pada suhu 700oC sebesar 76.54%.

Pengaruh suhu Roasting terhadap Perolehan TiO2

Berdasarkan pada gambar 6 menunjukkan adanya pola kenaikan perolehan

TiO2 pada suhu 600 oC ke 700 oC, kemudian mengalami penurunan pada suhu

pemanggangan diatas 700 oC.

Pada suhu 600 oC diperoleh TiO2 sebesar 17,26%. Perolehan TiO2

yang kurang optimum ini disebabkan karena proses dekomposisi ilmenit tidak

berlangsung dengan baik. Reagen yang digunakan belum bereaksi secara

maksimal, Hal ni ditunjukkan pada hasil akhir masih teridentifikasinya senyawa

ilmenit yang belum terdekomposisi.

Berdasarkan gambar 6, pada suhu 700oC merupakan suhu optimal

perolehan TiO2 yatu sebesar 76,54% dimana proses dekomposisi dan

pembentukan natrium titanat berlangsung baik seperti pada persamaan reaksi 1.

Sampel yang diperoleh teksturnya menjadi berpori sehingga memudahkan proses

leaching aquades dan asam sulfat. Untuk suhu yang lebih tinggi terjadi penurunan

perolehan titanium dioksida karena terjadi pembentukan natrium titanat yang

berbeda dan cenderung membentuk besi oksida [4]. Seperti yang ditunjukkan

pada suhu 800 oC dan 900 oC teridentifikasi senyawa yang terbentuk berupa

garam komplek yang berikatan dengan Fe yaitu secara berturut-turut FeNaTi3O8

(Freudenbergite) dan FeNaTiO4 Sodium (III) Titanate. Pada suhu 900 oC

terbentuk pula besi oksida yaitu Fe2O3. Hal ini berkaitan dengan keluarnya CO2

dari Na2CO3. C dalam senyawa Na2CO3 akan lebih cepat habis membentuk

CO2 sehingga reaksi reduksi yang berlangsung berubah menjadi oksidasi [2].

Sampel yang dihasilkan akan sulit tercuci dan terpisah dari pengotornya. Hal ini

dapat mempengaruhi terhadap perolehan TiO2.Selain dipengaruhi oleh suhu

roasting, perolehan TiO2 juga ditentukan pada proses pencucian. Dapat

dilihat pada hasil XRD (gambar 6) bahwa terjadi penurunan perolehan

TiO2 pada suhu pemanggangan di atas 700oC. Hal ini disebabkan adanya

pengotor besi yang ikut mengendap pada proses pencucian asam. Seperti yang

ditujukkan hasil XRF pada tabel 2, persentase Fe cenderung meningkat pada suhu

diatas suhu 700oC. Penambahan asam sulfat diharapkan dapat membantu

mengurangi kadar besi yang terdapat pada sampel. Namun, besi yang terdapat

pada sampel tidak semua larut dalam asam sulfat, asam sulfat yang digunakan

tidak cukup untuk mengikat Fe sehingga proses ekstraksi tidak berlangsung

maksimal [1].

Kesimpulan

Dari serangkaian proses dan analisis pada penelitian ini maka dapat

disimpulkan suhu roasting yang tepat untuk memperoleh TiO2 dengan

konsentrasi optimum terjadi pada suhu 700oC, dimana diperoleh TiO2 sebesar

76,54%. Pada suhu ini ilmenite terdekomposisi dengan baik dan terbentuk sampel

yang berpori sehingga memudahkan sampel terpisah dari pengotornya pada saat

pencucian.

Saran

Penelitian ekstraksi titanium dioksida ini merupakan langkah awal untuk

memperoleh TiO2 dari bahan baku slag, untuk mendapatkan konsentrasi TiO2

yang lebih tinggi maka dapat dilakukan dengan memvariasi jumlah asam

sulfat yang digunakan untuk mengikat keseluruhan Fe yang terkandung pada

sampel, sehingga dapat diperoleh endapan dengan kadar TiO2 yang lebih tinggi.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih sedalam-

dalamnya kepada LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam) dan semua pihak yang

telah membantu terselesaikannya penelitian ini serta teman – teman Fisika

angkatan 2009 dan semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini

dapat terselesaikan.

Daftar Pustaka

[1] Zulfalina., Manaf, Azwar. 2004. Identifikasi Senyawa dan Ekstraksi

Titanium Dioksida dari Pasir Besi Mineral. Jurnal SAins Materi Indonesia

Vol.5 No.2 Hal 40-50 : Jakarta.

[2] Rosebaum, J.B. 1982. Titanium technology trend. JOM 76-79 June.

[3] Royani, Ahmad. 2010. Perolehan TiO2 pada Peleburan Pasir Besi Titan.

ProsidingSeminar Material Metalurgi 2010.

[4] T.A. Lasheen. 2008. Soda ash roasting of titania slag product from Rosetta

ilmenite.Hydrometallurgy vol. 93: 24-128.

[5] Pelton D dan Christopher W. 2000. Direct Reduced Iron Technology and

Economics of Productions and Use. Warrendale : The Iron and Steel

Societ.

[6] Taufanny, Linda. 2008. Tingkat Perolehan TiO2 dari Pasir Mineral melalui

Proses Leaching HCl dengan Reductor Fe, skripsi, FMIPA, Universitas

Indonesia : Jakarta

[7] Rahyana, Elda., Manaf, Azwar, 2012, Perolehan TiO2 Dari Iron Ore

Mengandung Titanium Melalui Proses Reduksi Karbon dan Pelarutan

Asam, Indonesian Journal of Applied Physics Vol.2 No.1 halaman 35:

Jakarta.