Upload
hangoc
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Ekstraksi Titanium Dioksida (Tio2) Berbahan Baku Limbah
Peleburan Pasir Besi (Slag) Dengan Metode Kaustik
Titik Indrawati1, Siswanto1, Nurul Taufiqu Rochman2
1 Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
2Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Email :
Abstract.
Slag was a waste of iron sand forging that contains titanium. Compound
identification result by using XRD shown that there was titanium element as
an ilmenit compound. It needs a reagens mixing during the roasting process to
help decomposition in order to get titania (TiO2). In this research, the slag
sized is 325 mesh is reacted with Na2CO3 with comparation 1:2, then roasted
in varieties temperature, they are 600oC, 700oC, 800 oC, and 900 oC for 1
hour. Roasting result is leached by using aquades and 8 M sulfuric acid
solution. Formed Titania showed an increasing concentration pattern from
600oC to 700 oC, but showed a decreasing concentration at temperature above
700oC. A decreasing concentration of titania is because the decomposition
process during roasting was not doing well and sulfuric acid that is used cannot
incessant all of the iron contained in the slag. So, 700oC is the most optimum
roasting temperature for forming titania equal to
76,54 %.
Keywords: slag, roasting, titanium dioxide, caustic method
Abstrak.
Slag merupakan limbah peleburan pasir besi yang mengandung titanium.
Hasil identifikasi senyawa dengan menggunakan XRD pada slag menunjukkan
adanya unsur titanium dalam bentuk senyawa ilmenit. Untuk memperoleh titania
(TiO2) dari slag maka diperlukan campuran suatu reagen pada saat roasting
(pemanggangan) untuk membantu proses dekomposisi ilmenite. Pada penelitian
ini, slag berukuran 325 mesh direaksikan dengan Na2CO3 dengan rasio berat 1 :
2 kemudian dipanggang pada suhu pemanggangan yang variatif yaitu 600oC,
700oC, 800oC, dan 900oC selama 1 jam. Sampel hasil pemanggangan
dileaching dengan aquades dan larutan asam sulfat 8 M. Titania yang terbentuk
menunjukkan pola kenaikan dari suhu 600oC ke 700oC, namun terjadi penurunan
kadar titania pada suhu pemanggangan diatas 700oC. Penurunan kadar titania
disebabkan karena proses dekomposisi pada saat pemanggangan tidak
berlangsung dengan baik dan asam sulfat yang digunakan tidak mampu
melarutkan semua besi yang terkandung pada slag. Jadi, hasil pemanggangan
pada suhu 700oC menunjukkan terbentuknya titania paling optimum sebesar
76,54 %.
Kata kunci : slag, roasting, titanium dioksida, metode kaustik
Pendahuluan
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Salah satu hasil
sumber daya alam di bidang pertambangannya adalah pasir besi. Pasir besi
merupakan pasir yang di dalam senyawanya banyak mengandung senyawa
magnetit atau besi oksida yang terdiri dari kombinasi besi dan oksigen
diantaranya hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4) dan titanium dioksida (TiO2).
Keberadaan pasir besi sebagai bahan tambang dapat dijumpai di beberapa
wilayah Indonesia antara lain, di pesisir selatan pulau Jawa serta di beberapa
daerah di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Papua [1].
Salah satu kandungan dari pasir besi adalah titanium dioksida. Pada
umumnya titanium jarang ditemukan dalam bentuk logam murni. Kebanyakan
titanium ditemukan dalam bentuk rutile yang mengandung sekitar 95% TiO2.
Titanium Dioksida (TiO2) merupakan bahan kimia anorganik yang dapat
diaplikasikan terutama pada pembuatan pigmen putih yang berkualitas terbaik,
sebagai filler pada pabrik kertas, pabrik plastik dan pabrik karet serta sebagai
fluk pada industri gelas. Konsumsi TiO2 terbesar digunakan oleh industri pigmen
dan hanya sekitar 6% TiO2 yang kemudian diolah menjadi logam titanium [2].
Slag merupakan limbah padat hasil peleburan pasir besi. Slag
mengandung senyawaan oksida dari Fe dan Ti. Slag yang memiliki massa jenis
yang lebih ringan akan berada di atas permukaan besi cair, sehingga memiliki
kandungan titanium yang lebih tinggi karena unsur besinya sebagian besar telah
terpisah [3]. Slag dapat diperoleh dari pengolahan pasir besi dalam suatu tungku
peleburan menghasilkan pig iron atau besi kasar. Pada bidang industri
pemanfaatan slag kurang begitu maksimal. Biasanya limbah (slag) hanya
dibuang begitu saja, padahal limbah ini memilki dampak negatif terhadap
lingkungan. Hal ini dikarenakan slag mengandung logam berat dan ada
kemungkinan logam berat tersebut dapat terlepas ke lingkungan, sehingga
akan mencemari air dan tanah.
Penelitian proses perolehan TiO2 pernah dilakukan oleh Royani, Ahmad
(2010). Dalam penelitiannya TiO2 diperoleh dengan meleburkan pasir besi
titan dengan suhu 16500C dan dilakukan variasi komposisi antara berat besi
sponge, berat scrap dan kapur bakar. Dari penelitiannya tersebut dihasilkan slag
dengan kandungan TiO2 terbaik dengan konsentrasi 70,91%. Namun pada
penelitian tersebut belum dilakukan ekstraksi, TiO2 masih dalam bentuk slag.
Dari pemaparan penelitian-penelitian diatas, hal ini menunjukkan jika slag
memiliki kandungan titanium dioksida cukup tinggi, sehingga dapat diambil
kandungan TiO2 dengan cara melakukan ekstraksi.
Beberapa metode telah digunakan dalam ekstraksi titania, diantaranya
metode pirometalurgi dan hidrometalurgi. Metode pirometalurgi merupakan
proses ekstraksi dengan menggunakani energi panas sehingga besi pada ilmenit
dapat tereduksi dan menghasilkan TiO2 yang cukup tinggi. Namun, metode ini
memiliki kelemahan bahwa tidak semua besi dapat terpisah dengan TiO2
sehingga dibutuhkan kondisi pemanasan yang mampu melelehkan besi.
Sedangkan pada proses hidrometalurgi adalah proses pelarutan logam/bijih
pelarut berair. Seperti yang pernah dilakukan oleh T.A. Lashen. Pada
penelitiannya digunakan slag yang berasal dari Rosetta Ilmenit. Ekstraksi yang
dilakukan menggunakan metode kaustik yang merupakan bagian dari metode
pirometalurgi. Dengan menvariasikan komposisi slag dan soda ash, sehingga
diperoleh keadaan optimum yang menghasilkan TiO2 dengan konsentrasi 97% .
Pada penelitian ini akan digunakan kombinasi dari kedua metode yaitu
pirometalurgi dan hirometalurgi. Untuk mendapatkan konsentrasi TiO2 yang
tinggi maka diperlukan suhu roasting (pemanggangan) yang tepat. Besar kecilnya
suhu roasting yang diberikan akan mempengaruhi konsentrasi TiO2 yang
dihasilkan. Oleh sebab itu pada penelitian ini akan dilakukan variasi suhu
roasting untuk mencari keadaan optimum konsentrasi TiO2 yang dihasilkan.
Untuk mengetahui hasil perolehan (TiO2) yang dihasilkan maka dilakukan
karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD), sehingga dapat diketahui baik secara
kualitatif maupun kuantitatif senyawa-senyawa yang terkandung dan X-Ray
Fluorescence (XRF) digunakan untuk mengetahui kandungan unsur. Kedua
karakterisasi ini juga diperlukan untuk mengetahui berapa persen senyawa yang
mengandung titanium dapat diperoleh setelah tahapan roasting dan leaching.
Metode Penelitian
Pada penelitian “Ekstraksi Titanium Dioksida (TiO2) Berbahan Baku
Limbah Peleburan Pasir Besi (Slag) dengan Metode Kaustik” ini akan dilakukan
dengan beberapa langkah. Sebagai langkah awal slag yang masih dalam bentuk
bongkahan-bongkahan dihaluskan dengan menggunakan discmill. Setelah
diperoleh slag dalam bentuk serbuk kemudian dilakukan pemisahan dengan
menggunakan separator magnetik. Dari separator magnetik diperoleh 2 macam
slag dalam bentuk; concentrate dan tailing. slag yang akan digunakan pada
penelitian ini yaitu slag dalam bentuk tailing yang merupakan hasil pemisahan
yang tertarik lemah oleh magnet. Hal ini bersesuaian dengan karakteristik
titanium dioksida yang bersifat paramagnetik. Selanjutnya sampel diayak dengan
menggunakan ayakan 325 mesh dan dikarakterisasi dengan menggunakan XRF
dan XRD untuk mengetahui kandungan awal yang terdapat pada sampel.
Sampel yang telah berukuran 325 mesh kemudian dicampurkan
dengan soda ash (Na2CO3) dengan perbandingan 1 : 2 dimana berat totalnya
adalah 60 gram. Selanjutkan sampel diberi perlakuan roasting (pemanggangan)
dengan variasi suhu 600-900oC dan ditahan selama 1 jam. Sampel hasil
pemanggangan kemudian dileaching (pencucian) dengan menggunakan aquades
dan H2SO4 8M dimana perbandingan antara solid dan liquidnya sebesar 1 : 3
dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit dengan
laju 300 rpm. Endapan yang diperoleh kemudian dicuci dengan menggunakan
aquades untuk menghilangkan sisa asam yang terdapat pada sampel. Selanjutnya
sampel dikeringkan pada suhu 200oC. Pengeringan ini bertujuan untuk
menghilangkan kadar air pada sampel. Sampel yang telah kering kemudian
dikarakterisasi dengan menggunakan XRF dan XRD.
Karakterisasi XRF
Karakterisasi XRF dilakukan di Laboratorium Metalurgi PUSDIKLAT
MIGAS Cepu dengan menggunakan instrumen Thermo Scientific tipe Niton
XL3t 900S. Pada pengambilan data dengan menggunakan XRF, sampel dapat
berupa serbuk atau padat. Jika sampel dalam bentuk serbuk ukuran partikelnya
haruslah kurang dari 400 mesh. Sebelumnya peralatan dikalibrasi terlebih dahulu
dengan menggunakan blok verifikator, Alat uji secara tegak lurus diarahkan ke
blok verifikator kemudian menarik pemicunya. Selanjutnya menunggu sampai
dengan alat selesai mengidentifikasi (waktu minimum yang direkomendasikan
adalah 20 detik). Kemudian membandingkannya dengan sertifikat blok
verifikasi. Sampel (serbuk) diletakkan dalam chamber untuk kemudian
dikarakterisasi dengan menggunakan XRF.
Karakterisasi XRD
Karakterisasi XRD dilakukan di Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta dengan menggunakan peralatan XRD merk Shimazu.
Sampel serbuk diletakkan pada suatu plat kaca, kemudian ditempatkan pada
sampel holder dan disinari dengan sinar- X pada sudut 2θ sebesar 5o-80o.
Detektor yang bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi
berkas sinar-X yang didifraksikan oleh sampel. Data hasil karakterisai XRD
dihasilkan pola difraksi berupa spektrum kontinu yang menggambarkan sudut-
sudut terjadinya difraksi pada atom-atom bahan (2θ), besar nilai intensitas
relatif yang dihasilkan (I/Io) dari jarak antar bidang (d). Kemudian data
difraksi tersebut direkam dan dicatat oleh komputer dalam bentuk grafik puncak
intensitas. Untuk analisis terhadap spektrum data XRD dapat dilakukan
menggunakan program search match dan GSAS.
Hasil Dan Pembahasan
Karakterisasi Sampel awal
Karakterisasi awal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa
yang terdapat pada bahan baku awal sebelum diberi perlakuan. Hasil karakterisasi
awal menunjukkan (hasil dari XRD) terdapat tiga senyawa penyusun
diantaranya adalah Ilmenit, Fayalite Magnesian dan Titanomagnetite. Gambar 1
adalah puncak yang dihasilkan dari karakterisasi XRD awal.
Gambar 1 Hasil XRD Slag awal
Hasil identifikasi menunjukkan jika senyawa yang paling dominan adalah
Ilmenit (FeTiO3). Dengan menggunakan software GSAS maka dapat diperoleh
nilai fraksi beratnya sebesar FeTiO3 74,494%, Fe2SiO4 20,753% dan
Fe2.25Ti.75O4 4,755%.
Sedangkan hasil karakterisasi XRF yang terdapat pada sampel awal
menunjukkan unsur-unsur dominan seperti Fe (besi) dan Ti (titanium). Diperoleh
prosentase Fe dan Ti masing-masing sebesar 76,92% dan 19,94%, sisanya
merupakan senyawa-senyawa minor seperti Sb, Sn, Nb, Zr, Zn, Mn dan V
yang memiliki prosentase kecil. Berikut adalah tabel 1 hasil karakterisasi XRF
sampel awal :
Tabel 1 Hasil XRF sampel awal
Hasil dari kedua karakterisasi tersebut menunjukkan adanya kandungan
titanium pada slag (tailing) sehingga proses ekstraksi dapat dilakukan.
Hasil dari Proses Roasting dan Leaching
Pada proses pemangangan antara slag dengan soda ash (Na2CO3) terjadi
reaksi :
FeTiO3 + Na2CO3 Na2TiO3 + FeO + CO2 (1)
Penambahan reagen berupa soda ash pada saat pemanggangan membantu
proses dekomposisi senyawa serta membentuknya menjadi senyawa yang
cukup berpori sehingga memudahkan sampel untuk dileaching (dicuci) [4].
Reaksi yang terjadi pada proses pemanggangan menunjukkan adanya pemutusan
ikatan oksigen antar atom Fe dan Ti dengan hadirnya natrium (Na+) sehingga
dapat membentuk natrium titanat pada saat pemanggangan. Ilmenit akan
terdekomposisi menjadi senyawa Na2TiO3 dan FeO.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2 Sampel setelah pemanggangan secara berurutan a, b, c dan d
pada suhu 600oC, 700oC, 800oC dan 900oC
Pada gambar 2 menunjukkan adanya perbedaan warna yang dihasilkan
seiring dengan kenaikan suhu. Pada suhu 600 oC dan 700 oC sampel terlihat
berwarna merah. Perubahan fisik ini terjadi akibat dekomposisi ilmenit,
terbentuknya senyawa FeO inilah yang mengakibatkan warna pada sampel
menjadi merah. Sedangkan untuk sampel pada suhu 800oC dan 900oC diperoleh
warna merah kecoklatan. Warna yang diperoleh kemungkinan diakibatkan karena
proses reduksi berakhir karena kehabisan karbon sehingga akan terbentuk besi
oksida seperti Hematit (Fe2O3) yang memiliki karakteristik warna merah
kecoklatan. Mekanisme pembentukannya yaitu FeO yang terbentuk akan
tereduksi menjadi Fe bila karbon masih tersedia. Selanjutnya jika Fe bereaksi
langsung dengan oksigen maka Fe akan teroksidasi membentuk besi oksida [5].
FeO + CO Fe + CO2 (2)
4Fe + 3O2 2Fe2O3 (3)
Untuk memperoleh TiO2, sampel yang sudah dipanggang
kemudian proses dilanjutkan dengan pencucian dengan menggunakan aquades
dan H2SO4 8M. Reaksi yang terjadi pada saat slag hasil pemanggangan dicuci
aquades dan asam sulfat menghasilkan reaksi sebagai berikut:
Na2TiO3 + 2H2O H2TiO3 + 2NaOH (4) FeO + H2O Fe(OH)2 (5)
Pada proses pencucian dengan menggunakan aquades diperoleh larutan
berwarna kuning yang disebabkan oleh adanya ion Fe3+ yang terlarut.
Senyawa Na2TiO3 terdekompossisi menjadi H2TiO3 dan larut membentuk
senyawa NaOH. Gambar 3 merupakan larutan hasil pemisahan pada saat
pencucian dengan aquades.
Gambar 3 Larutan hasil pemisahan pencucian aquades
Selanjutnya sampel dicuci dengan menggunakan H2SO4 8M. Pencucian
dengan menggunakan asam bermanfaat untuk meningkatkan kemurnian sampel
dengan melarutkan logam Fe. Pengunaan larutan asam sulfat dikarenakan
larutan asam sulfat dapat melarutkan semua bahan logam sehingga dengan
perlakuan ini dapat menambahkan kemurnian dari titania [6]. Reaksi kimia yang
terbentuk adalah :
Fe(OH)2 + H2SO4 FeSO4 + 2H2O (6)
H2TiO3 + H2SO4 TiOSO4 + 2H2O (7)
TiOSO4 + 2H2O TiO.H2O + 2H2SO4 (8)
Hasil dari pencucian asam, Fe terlarut membentuk FeSO4 sehingga dapat
mengurangi kandungan Fe yang terdapat pada sampel. Hasil endapan yang
diperoleh kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa asam. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah proses pengeringan dan memisahkan dari
senyawa yang tidak diinginkan. Reaksi yang terjadi saat pengeringan :
TiO.H2O TiO2 + H2O (9)
Hasil dari seluruh proses ekstraksi seperti yang ditunjukkan pada gambar
4. Endapan yang telah kering kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan
XRD dan XRF.
Gambar 4 Hasil ekstraksi
Hasil Karakterisasi Sampel Akhir
Karakterisasi XRF
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat dua unsur dominan
yaitu Fe dan Ti pada masing-masing suhu dari 600-900oC. Tabel 2
menunjukkan prosentase Fe dan Ti hasil karakterisasi XRF. Berdasarkan
karakterisasi XRF yang telah dilakukan kadar titanium paling optimum pada
suhu 700oC..
Tabel 2. Perolehan Ti dan Fe
Karakterisasi XRD
Puncak-puncak khas yang dihasilkan dari setiap sampel dianalisa
menggunakan progam search match yang dilengkapi dengan COD. Hasil
identifikasi senyawa ditunjukkan pada gambar 5.
Suhu 600oC
Suhu 700oC
Suhu 800oC
Suhu 900oC
Gambar 5 hasil identifikasi senyawa
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan menunjukkan
adanya senyawa Romboclas (Iron Hidrogen Sulfat Hydrat) pada sampel, hal
ini dikarenakan masih adanya asam sulfat yang terkandung.
Untuk mendapatkan nilai fraksi berat dari senyawa-senyawa yang telah
teridentifikasi maka dilakukan analisa menggunakan GSAS (General Structur
Analysis System). Parameter input untuk analisa GSAS adalah data
kristalografi dari senyawa hasil identifikasi search match [1]. Dari analisa
GSAS diperoleh nilai fraksi berat TiO2 untuk masing-masing suhu ditunjukkan
pada gambar 6.
Gambar 6 Perolehan TiO2 terhadap suhu roasting
Berdasarkan pada gambar 6 menunjukkan perolehan TiO2 terhadap suhu
roasting optimal pada suhu 700oC sebesar 76.54%.
Pengaruh suhu Roasting terhadap Perolehan TiO2
Berdasarkan pada gambar 6 menunjukkan adanya pola kenaikan perolehan
TiO2 pada suhu 600 oC ke 700 oC, kemudian mengalami penurunan pada suhu
pemanggangan diatas 700 oC.
Pada suhu 600 oC diperoleh TiO2 sebesar 17,26%. Perolehan TiO2
yang kurang optimum ini disebabkan karena proses dekomposisi ilmenit tidak
berlangsung dengan baik. Reagen yang digunakan belum bereaksi secara
maksimal, Hal ni ditunjukkan pada hasil akhir masih teridentifikasinya senyawa
ilmenit yang belum terdekomposisi.
Berdasarkan gambar 6, pada suhu 700oC merupakan suhu optimal
perolehan TiO2 yatu sebesar 76,54% dimana proses dekomposisi dan
pembentukan natrium titanat berlangsung baik seperti pada persamaan reaksi 1.
Sampel yang diperoleh teksturnya menjadi berpori sehingga memudahkan proses
leaching aquades dan asam sulfat. Untuk suhu yang lebih tinggi terjadi penurunan
perolehan titanium dioksida karena terjadi pembentukan natrium titanat yang
berbeda dan cenderung membentuk besi oksida [4]. Seperti yang ditunjukkan
pada suhu 800 oC dan 900 oC teridentifikasi senyawa yang terbentuk berupa
garam komplek yang berikatan dengan Fe yaitu secara berturut-turut FeNaTi3O8
(Freudenbergite) dan FeNaTiO4 Sodium (III) Titanate. Pada suhu 900 oC
terbentuk pula besi oksida yaitu Fe2O3. Hal ini berkaitan dengan keluarnya CO2
dari Na2CO3. C dalam senyawa Na2CO3 akan lebih cepat habis membentuk
CO2 sehingga reaksi reduksi yang berlangsung berubah menjadi oksidasi [2].
Sampel yang dihasilkan akan sulit tercuci dan terpisah dari pengotornya. Hal ini
dapat mempengaruhi terhadap perolehan TiO2.Selain dipengaruhi oleh suhu
roasting, perolehan TiO2 juga ditentukan pada proses pencucian. Dapat
dilihat pada hasil XRD (gambar 6) bahwa terjadi penurunan perolehan
TiO2 pada suhu pemanggangan di atas 700oC. Hal ini disebabkan adanya
pengotor besi yang ikut mengendap pada proses pencucian asam. Seperti yang
ditujukkan hasil XRF pada tabel 2, persentase Fe cenderung meningkat pada suhu
diatas suhu 700oC. Penambahan asam sulfat diharapkan dapat membantu
mengurangi kadar besi yang terdapat pada sampel. Namun, besi yang terdapat
pada sampel tidak semua larut dalam asam sulfat, asam sulfat yang digunakan
tidak cukup untuk mengikat Fe sehingga proses ekstraksi tidak berlangsung
maksimal [1].
Kesimpulan
Dari serangkaian proses dan analisis pada penelitian ini maka dapat
disimpulkan suhu roasting yang tepat untuk memperoleh TiO2 dengan
konsentrasi optimum terjadi pada suhu 700oC, dimana diperoleh TiO2 sebesar
76,54%. Pada suhu ini ilmenite terdekomposisi dengan baik dan terbentuk sampel
yang berpori sehingga memudahkan sampel terpisah dari pengotornya pada saat
pencucian.
Saran
Penelitian ekstraksi titanium dioksida ini merupakan langkah awal untuk
memperoleh TiO2 dari bahan baku slag, untuk mendapatkan konsentrasi TiO2
yang lebih tinggi maka dapat dilakukan dengan memvariasi jumlah asam
sulfat yang digunakan untuk mengikat keseluruhan Fe yang terkandung pada
sampel, sehingga dapat diperoleh endapan dengan kadar TiO2 yang lebih tinggi.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih sedalam-
dalamnya kepada LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam) dan semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya penelitian ini serta teman – teman Fisika
angkatan 2009 dan semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini
dapat terselesaikan.
Daftar Pustaka
[1] Zulfalina., Manaf, Azwar. 2004. Identifikasi Senyawa dan Ekstraksi
Titanium Dioksida dari Pasir Besi Mineral. Jurnal SAins Materi Indonesia
Vol.5 No.2 Hal 40-50 : Jakarta.
[2] Rosebaum, J.B. 1982. Titanium technology trend. JOM 76-79 June.
[3] Royani, Ahmad. 2010. Perolehan TiO2 pada Peleburan Pasir Besi Titan.
ProsidingSeminar Material Metalurgi 2010.
[4] T.A. Lasheen. 2008. Soda ash roasting of titania slag product from Rosetta
ilmenite.Hydrometallurgy vol. 93: 24-128.
[5] Pelton D dan Christopher W. 2000. Direct Reduced Iron Technology and
Economics of Productions and Use. Warrendale : The Iron and Steel
Societ.
[6] Taufanny, Linda. 2008. Tingkat Perolehan TiO2 dari Pasir Mineral melalui
Proses Leaching HCl dengan Reductor Fe, skripsi, FMIPA, Universitas
Indonesia : Jakarta
[7] Rahyana, Elda., Manaf, Azwar, 2012, Perolehan TiO2 Dari Iron Ore
Mengandung Titanium Melalui Proses Reduksi Karbon dan Pelarutan
Asam, Indonesian Journal of Applied Physics Vol.2 No.1 halaman 35:
Jakarta.