83
PELUANG KERJA DISABILITAS MENURUT UU NO. 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG DISABILITAS PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH (Studi Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza di Kota Depok Jawa Barat) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Muhammad Rizki NIM: 11140460000115 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

PELUANG KERJA DISABILITAS MENURUT UU NO. 8 TAHUN 2016 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · 1.hnn 2016 Tentans Penyandrns Dlsabi[las PeEp.kifMaqashid S.',ariah

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PELUANG KERJA DISABILITAS

MENURUT UU NO. 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG

DISABILITAS PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH

(Studi Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza di Kota Depok Jawa Barat)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Muhammad Rizki

NIM: 11140460000115

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2019M

I'trLUANG KERJA DIS.\BILI ITS

MENURUT T]T] NO. 8 'I'AII T]N 2016 TENTANG PD]{]"\NDANG DISABI LITAS

It,RSIEt(fIF MAQ,4SHID SYA R IATl

(SIudi Prda Kop.rasiSerbi UsaM Hr\ynizr Di Kori DepokJIra B.rat)

Diajukin Kcp0daI kulLrs Syrnal daD HukuD u.lLrk Mc,ncnnhl Salah Sdlu lersyrmtaDMempLroleh Celar Sar.na llnkuin(S.H )

Di Bawnh PcntLin,bira:

PROCRi\lrl SI UDI HUKUI\t EKONO\tI SyARtAH (MUAtlAL,tH)

NtP 197:l D t520Ui0r002

FAKULIiS SYARIAH DAN HUI{UM

UNIVERSITAS ISLA]\I \ECT:RI

SYARII IIIDAYATULLAE

Lltl r,\t t!,!ctis,\EAN

Sknps latrg bc.tlduL -P.luafg k...li Dtdbrlihs Menun llrr No 3

1.hnn 2016 Tentans Penyandrns Dlsabi[las PeEp.kifMaqashid S.',ariah (Srudr

ir.da Lope'asi Seda Usaha llurvarzd di Kot! Dcpok Jalu Barat)'yang ditulis

oLoh lvluhammd Rizli, NLvr rll401160000rl5, rclah diDjikln dala$ sidanJl

sknpsi pad! Rabu.07 Agustus 1019 Sk.pr nn reLrh dii.rnna sobeai sahh saru

sFmuntuk rnenrperoleh EcLar sarj,na Huknn (S H ) pada l,rograh Studr Hutum

Ekonou S]'arlah F ultas Sufl.h dan llukurnUIN SyaalHidayatrliah Jalana

NtP t97i t0i 1){1501 r 0r)i

L!. I/{NtP t97l[1! ]0ir50t I 001

NIP i9731215 20050r r 002

Dr II Bufi.nuddin Yusrl: MMNll. I9i10613 l98l0l I 005

: Mohlnad l,luiibur Rohnlrn. M ANIP 19760.103 200710 I 00t

LEtrIB R I'IRNYA'I'AAN Bf BAS PLAGIASI

Yang benrnd. t.nsan di borvah hi.N0ra : Muh nn.d Rizki

NIV :11110460000115

Jurusdn : Hukum Ekon.nn Syaiah

Fakullas : Syanal dan Hnkuin

Dcrsan nri say! inen yala lan blhwa

L Skripsi ini flmrlakan hasil kr!, asli slya ylng

pe8yoratan mcnlpcrclch shra salu (sl) di

Hidryatlllah Jakata.

niajukln untuk nreinenuhi saLah satu

Univenitas lslam Negeri Syaril

5. M cn8crl akan scndi n karyx i.idan hanpu befranssunsja*abataskaryaini.

.,ika dikemudian hai a tuniutan dxri pihak lain atas k,rya saya. dln relah nrelakukan

Pmbukuan ylrg dapal dipenanggungtrwabkan. temyata mcmang ditemukrd bukn brh*a

saya telah nelrnsgar pemyatlan ini, makB say! bersedi! neneima sanksi yms bcnaku di

Frkultas Sy.riah dan Hukum Unive6iras Islam Neg6i (UIN) Syanl Hidayatullah Jakana.

Deoikie pemy.taan nri saya buat dcn8an scsuneiguhnya.

2. Smua sufrber ydg saya guDkan daldr skdpsi ini sudah sa,€ cantuDkan scsuai

densan kctc.tuan yade berlalu di Unive^itas Islam Negen (UlN) SylnfHidayatulhh

Tidak mcnggunakan ide orrg lain tanpa manpu nrenseDbanakm dan

ncnpo one8.' 'L

d$rbkd

Tidlk menscuakatr karya orus lain tanpa ncycbulkan sumberasli atau izin pemitik

ABSTRAK

MUHAMMAD RIZKI. NIM 11140460000115. “Peluang Kerja Disabilitas

Menurut UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Perspektif

Maqashid Syariah (Studi Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza di Kota Depok

Jawa Barat” Program studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H / 2019 M. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum

Maqasid Syariah dan UU No. 8 Tahun 2016 terhadap peluang kerja kaum

disabilitas dan Peluang Kerjanya pada koperasi serba usaha syariah Huwaiza.

pada penelitian ini digunakan data primer penelitian kualitatif yang menekankan

kualitas sesuai dengan pemahaman deskriptif dan data sekunder yang mendukung

penelitian ini. Sedangkan untuk metode analisis, penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kualitatif.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Tinjaun hukum terhadap

kaum disabilitas dari aspek peluang hukum merupakan bagian dari kebutuhan

Dharuriyat karena jika tidak dipenuhi aspek ini atau cacat maka akan berdampak

kepada kelima unsur. Maka dari itu perlu adanya peluang kerja yang sama

terhadap kaum disabilitas dan tidak ada tindakan driskiminasi terhadapnya.

Dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas peluang kerja terhadap

kaum disabilitas harus disamaratakan dengan orang-orang normal tidak adanya

diskiriminasi untuk mereka, dalam pasal 11 telah dijelaskan bahwa disabilitas

mempunyai hak dalam hal pekerjaan baik pada bisnis usaha ataupun sampai

koperasi. Menjawab prihal peluang kerja disabilitas pada KSU Huwaiza mereka

mengatakan bahwa kami sangat setuju orang-orang yang memiliki kekurangan

tersebut mendapatkan peluang kerja dan pekerjan layak seperti orang umumnya.

karena kami yakin orang yang seperti itupun pasti mempunyai kelebihan dibalik

kekurangan mereka. asalkan, ditempatkan pada tempatnya yang tepat.

Kata Kunci: Disabilitas, Maqhasid Syari‟ah., Peluang Kerja

Pembimbing : Abdurrauf, M.A.

NIP. 197312152005011002

Daftar Pustaka : 1995-2018

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‟alamiin, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah swt, penguasa alam semesta, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, Keluarga,

Sahabat dan para pengikutnya.

Berkat Curahan rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi

dengan Judul “PELUANG KERJA DISABILITAS MENURUT UU NO. 8

TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG DISABILITAS PERSPEKTIF

MAQASHID SYARIAH (STUDI PADA KOPERASI SERBA USAHA

HUWAIZA DI KOTA DEPOK JAWA BARAT” yang diajukan demi memenuhi

salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1).

Dalam penyelesaian Skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis,

sehingga skripsi ini dapat selsesai tepat pada waktunya. Degan segala kerendahan

hati, penulis mengucapkan terima kasih sebagai bentuk pengahargaan yang tidak

terlukiskan kepada :

1. Dr. Ahmad Tholabi, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidyatullah Jakarta.

2. AM. Hasan Ali , M.A. selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

(HES) dan Abdurrauf, M.A, selaku Sekertaris Prodi Studi Hukum Ekonomi

Syariah (HES).

3. Abdurrauf, MA. selaku dosen Pembimbing, terima kasih atas kesediaannya

memberikan waktu kepada penulis untuk membimbing dan mengarahkan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

4. Muhammad Maksum, M.A. selaku dosen Pembimbing Akademik,

terimakasih atas bimbingan dan nasehat akademik selama masa pekuliahan

penulis.

ii

5. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat penulis memperoleh

berbagai informasi dan referensi sehingga skripsi dapat terselesaikan.

6. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Alm. Hamdi Kosasih dan Ibunda Reni

atas segala motivasi, bantuan moril dan materil serta doa dan kasih sayang

yang selalu diberikan kepada penulis.

7. Terima kasih untuk kawan-kawan di Native C, Wacaners, KS, dan Hukum

Ekonomi Syariah 2014 yang sudah menemani dari semester awal hingga

sekarang, canda, tawa, bahagia, sedih, dan senang kita lalui bersama serta

selalu memberikan semangat kepada penulis selama masa mengerjakan

skripsi.

8. Terima kasih untuk sahabat Sahal Muzaki dan Orang Tuanya yang telah

memberikan penulis tumpangan tempat ketika penulis hendak mengerjakan

skripsi.

9. Terima kasih kepada teman-teman KKN Garuda, atas kebersamaan, kenangan

dan pengalaman berharga bersama kalian.

10. Terima kasih untuk teman-teman IADQ3 yang telah memberikan dukungan

dan semangat kepada penulis dalam segala hal.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga segala

bantuan yang diberikan mendapat balasan dan ridho Allah swt, serta tercatat

dalam bentuk amalan ibadah aamiin.

Semoga semua jasa baik yang diberikan kepada peneliti mendapatkan balasan

yang lebih berarti dari Allah SWT, peneliti menyadari masih banyak terdapat

kekurangan dalan penyusunan skripsi ini, karenanya kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan. semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

kalangan terutama bagi peneliti sendiri. Aamiin Yaa Robbal „Alamiin.

Jakarta, 17 April 2019

MUHAMMAD RIZKI

11140460000115

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasa, dan Rumusan Masalah......................... 4

C. Tujuan Penelitian......................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian....................................................................... 5

E. Tinjauan Kajian Terdahulu.......................................................... 5

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual.................................. 7

G. Metode Penelitian......................................................................... 9

H. Rancangan Sistematika Penulisan................................................ 11

BAB II LANDASAN TEORI......................................................................... 12

A. Disabilitas..................................................................................... 12

1. Pengertian.............................................................................. 12

2. Jenis-Jenis Disabilitas............................................................ 13

3. Hak Peluang Kerja................................................................. 14

B. Teori Keadilan.............................................................................. 16

1. Pengertian.............................................................................. 16

2. Macam-Macam Keadilan....................................................... 23

C. Maqashid Syariah.......................................................................... 25

1. Pengertian............................................................................... 25

2. Kerangka Maqashid al-Syariah............................................... 26

3. Tujuan Maqashid Syariah....................................................... 28

D. Lembaga Keuangan Mikro............................................................ 36

1. Pengertian............................................................................... 36

2. Peran LKMS........................................................................... 38

3. Macam-Macam LKMS........................................................... 39

BAB III PROFIL KOPERASI SERBA USAHA HUWAIZA.......................... 42

A. Profil LKMS Koperasi Serba Usaha Syariah Huwaiza.................. 42

1. Sejarah..................................................................................... 42

2. Visi dan Misi........................................................................... 43

3. Prinsip Dasar Syariah.............................................................. 43

4. Fungsi Lembaga...................................................................... 43

5. Tujuan Lembaga...................................................................... 44

B. Legalitas dan Struktur Organisasi................................................... 44

C. Produk-Produk................................................................................ 45

D. Strategi dan Manajemen Pengembangan........................................ 48

E. Strategi Pengawasan, Pelaporan, dan Pembinaan Anggota............ 49

BAB IV HASIL PENELITIAN.......................................................................... 51

A. Tinjauan Hukum Maqashid Syariah dan UU No. 8 Tahun 2016

Terhadap Peluang Kerja Kaum Disabilitas..................................... 51

B. Peluang Kerja Kaum Disabilitas Pada KSU Syariah Huwaiza...... 62

BAB V PENUTUP............................................................................................. 66

A. Kesimpulan..................................................................................... 66

B. Saran............................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya stigma bahwa penyandang disabilitas fisik adalah orang yang

tidak mampu, tidak berdaya, dan perlu dibelaskasihani. Hal ini, menyebabkan

kurangnya kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas fisik. Perusahaan

cenderung untuk menolak penyandang disabilitas fisik ketika melamar

pekerjaan dengan alasan penyandang disabilitas fisik tidak mampu bekerja.

Meski demikian, ada yang membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah

menjadi hambatan bagi mereka untuk beraktivitas. Sebaliknya kondisi tersebut

justru menjadi motivasi untuk dapat maju, berkembang seperti orang-orang

normal lainnya, termasuk dalam hal bekerja, bahkan mampu memberdayakan

orang lain dengan cara berwirausaha.1

Selain itu, penyandang disabilitas menghadapi kesulitan yang lebih besar

dibandingkan masyarakat non disabilitas dikarenakan hambatan dalam

mengakses layanan umum, seperti akses dalam layanan pendidikan, kesahatan,

maupun dalam hal ketenagakerjaan. Kecacatan seharusnya tidak menjadi

halangan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh hak hidup dan hak

mempertahankan kehidupannya. Landasan konstitusional bagi perlindungan

penyandang disabilitas di Indonesia, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28 A

UUD 1945, yakni: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Hak untuk hidup adalah hak asasi

yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup merupakan bagian dari

hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat ditawar lagi (non derogable right).

Hambatan-hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas di dalam

berintegrasi dengan masyarakat, seperti hambatan sosial (sosial barrier),

hambatan kultural dan etnis (etnic and cultural barriers), maupun hambatan

1 Milu Winasti, “Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang Disabilitas Fisik”, Fakultas

Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Vol 1. No.1. (Desember, 2012), h. 21.

2

arsitektural (architectural barrier), telah menyebabkan para penyandang

disabilitas tidak memiliki akses hidup sebagaimana layaknya anggota

masyarakat lain. Sementara itu, pemerintah di Indonesia belum menunjukkan

adanya upaya untuk melakukan perubahan paradigma dalam menangani

penyandang disabilitas, seperti penganganan terhadap 3 penyandang

disabilitas dilakukan dengan pendekatan charity dan lebih difokuskan pada

penyandang disabilitas yang berada di panti.2

Masalah ini diperparah dengan masih adanya berbagai persoalan seperti

terbatasnya anggaran pemerintah dan tidak tepatnya dalam memahami siapa

itu yang digolongkan sebagai penyandang disabilitas. Selain itu, komitmen

untuk memberikan bantuan sosial dan pelaksanaan pemberdayaan penyandang

disabilitas tidak disertai dengan proses implementasi dan supervise yang baik,

sehingga di lapangan banyak terjadi penyimpangan.

Dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas peluang kerja terhadap

kaum disabilitas harus disamaratakan dengan orang-orang normal tidak

diskiriminasi untuk mereka dalam pasal 11 telah dijelaskan bahwa disabilitas

mempunyai hak dalam hal pekerjaan baik pada bisnis usaha ataupun sampai

koperasi mereka punya peluang didalamnya. Peluang kerja disabilitas tidak

hanya pada lembaga-lembaga yang besar akan tetapi pada lembaga keuangan

juga harus mendapatkan tempatnya.

Lembaga keuangan mikro juga harus mengambil tempat untuk dapat

memberikan kesempatan bekerja dilembaga keungan mikro syariah. Lembaga

keuangan Mikro (LKM) di Indonesia saat ini berkembang pesat dan

mempunyai peran penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pesatnya perkembangan LKM ini karena hampir 51,2 juta unit atau 99,9%

pelaku usaha dalam perekonomian Indonesia didominasi oleh unit usaha

mikro dan kecil. LKM bisa dikatakan sebagai salah satu pilar penting dalam

proses intermediasi keuangan yang dibutuhkan oleh masyarakat kecil dan

2 Prof. H.A. Djazuli dan Drs. Yadi Janwari, M. Ag. Lembaga-Lembaga Perekonomian

Umat. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 15-17.

3

menengah guna untuk konsumsi maupun produksi serta juga menyimpan hasil

usaha mereka.3

Di Indonesia, LKM diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013

tentang Lembaga Keuangan Mikro. Menurut Pasal 1 (1) Undang-undang No.

1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, yang dimaksud dengan

LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa

pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman

atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,

pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan

usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa LKM merupakan

lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga intermediary yang

bertujuan tidak hanya semata-mata mencari keuntungan (profit motive) saja,

tetapi mempunyai tujuan lain yakni tujuan sosial (social motive) yang

kegiatannya lebih bersifat community development.4

Lembaga Keuangan Mikro Syariah semakin lama semakin pesat sehingga

menjadi magnet untuk masyarakat dapat berkerja di lembaga keuangan mikro

syariah tersebut akan tetapi peluang untuk dapat berkerja disana menjadi

hambatan kaum disabilitas yang memiliki berbagai kekurangan dan di

perparah tidak adanya secara tegas aturan akan kesempatan bekerja kaum

disabilitas pada lembaga tersebut, khusus belum adanya ketetapan Fatwa

DSN-MUI yang mengatur akan kesempatan bekerja disektor syariah.

Melihat berbagai macam masalah yang muncul, maka penulis ingin

menjawab sebuah persoalan dengan menjadikan sebuah karya ilmiah yang

berjudul “Peluang Kerja Disabilitas Menurut UU No. 8 Tahun 2016

Tentang Penyandang Disabilitas Perspektif Maqashid Syariah (Studi

Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza di Kota Depok Jawa Barat”

3 I Gede Kanjeng Baskara, Lembaga Keuangan Mikro Di Indonesia, (Jurnal Buletin Studi

Ekonomi Vol 18 no 2 agustus 2013), h. 21-23. 4 http://business-law.binus.ac.id/2017/03/31/sekilas-tentang-lembaga-keuangan-mikro-

syariah-di-indonesia/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 Pukul 20.47 WIB.

4

B. IDENTIFIKASI, PEMBATASAN DAN RUMUSAN MASALAH

1. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas, penulis memberikan

pemaparan tentang masalah yang biasa diangkat, antara lain:

a. Kurangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan bagi penyandang

disabilitas fisik.

b. Perusahaan atau kantor tidak ingin penyandang disabilitas fisik bekerja

untuk mereka sebab dianggap tidak mampu bekerja dan tidak ada

akses.

c. Sulitnya mengakses layanan umum bagi penyandang disabilitas,

seperti akses layanan pendidikan, kesehatan maupun dalam hal

ketenagakerjaan.

d. Perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas dan keadilan tidak

terealisasi dengan baik, yang mengakibatkan masih ada anggapan

penyandang disabilitas hanyalah orang-orang lemah.

e. Lembaga keuangan mikro syariah terutama kopersi yang semakin

pesat bisa memberikan peluang untuk mempekerjakan kaum

disabilitas.

f. Belum adanya Fatwa MUI secara tegas yang menjadi dasar untuk

kaum disabilitas dalam peluang berkerja dilembaga keuangan syariah

2. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini penulis akan membatasi dengan mengangkat sebuah

permasalahan tentang Analisis Peluang Kerja Disabilitas Pada KSU

Huwaiza (Tinjauan Maqashid Syariah dan UU No. 8 Tahun 2016 Tentang

Penyandang Disabilitas)

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang

telah dipaparkan diatas, maka penulis menarik perumusan masalah

sebagai berikut:

1) Bagaimana Perspektif Maqasid Syariah dalam UU No. 8 Tahun

2016 terhadap peluang kerja kaum disabilitas?

5

2) Bagaimana kesiapan Peluang Kerja Kaum disabilitas pada KSU

Huwaiza?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perspektif Maqasid Syariah dalam UU No. 8 Tahun

2016 terhadap peluang kerja kaum disabilitas.

2. Untuk mengetahui kesiapan Peluang Kerja Kaum disabilitas pada KSU

Huwaiza.

D. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung

maupun tidak langsung. adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Secara Teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

a. memberikan sumbangan pemikiran terhadap lembaga keuangan mikro

dalam memberikan kesempatan peluang kerja disbilitas

b. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya

yang berhubungan dengan peluang kerja disabilitas

2. Manfaat Praktis

secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :

a. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis

b. Bagi Pembaca: sebagai tolak ukur terhadap penelitian-penelitian

selanjutnya ataupun penilaian pelayanan yang berjalan saat ini di

perguruan tinggi.

c. Bagi Lembaga keuagan mikro sebagai bahan pertimbangan dalam

menerima kaum disabilitas untuk berkerja

E. TINJAUAN KAJIAN TERDAHULU

1. Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan keterampilan

Handicraft dan Woodwork di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan;

6

Mia Maisyatur Rodiah (Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2014).

Dalam skripsi tersebut menjelaskan bagaimana permberdayaan kelompok

disabilitas pada yayasan wisma cheshire Jakarta selatan melalui kegiatan

keterampilan handicraft dan woodwork serta bagaimana pengaruhnya

ketika pemberdayaan melalui sebuah keterampilan. Pada judul saya

membahas bagaimana Maqasid Syariah Terhadap Peluang Kerja Kaum

Disabilitas Menurut UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang

Disabilitas dan disini penulis melakukan studi Lapnagan sebagai jenis

Penelitian.

2. Difabelitas Dalam Al-Qur’an; Rofi’atul Khoiriyah (Fakultas Ushuluddin

UIN Walisongo Semarang: 2015). Dalam skripsi ini menjelaskan

bagiamana al-Qur’an memandang kaum difabelitas, karena dalam skripsi

ini menjelaskan bagaimana eksistensi difabel dalam al-Qur’an dan

bagaimana perhatian al-Qur’an terhadap kaum penyadang difabelitas.

Dalam penelitian saya membahas bagaimana Maqasid Syariah Terhadap

Peluang Kerja Kaum Disabilitas Menurut UU No. 8 Tahun 2016 Tentang

Penyandang Disabilitas.

3. Pengaruh Pembiyaan Qardhul Hasan terhadap pendapatan Mitra

Penyandang Disabilitas PT. Karya Masyarakat Mandiri Di Bekasi: Jaitun

Puspita Sari (Konsentrasi Manajemen ZISWAF Jurusan Manajemen

Dakwah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta: 2015). Dalam skripsi ini membahas tentang unsur-unsur

pembiayaan qardhul hasan berpengaruh secara positif terhadap tingkat

pendapatan mitra penyandang disabilitas di Bekasi, dengan pembiyaan

qardhul hasan dipilih sebagai variabel independen dan pendapatan mitra

penyandang disabilitas pun akan menjadi tolak ukur yang ditinjau oleh

penulis. Dalam penelitian saya membahas bagaimana pendangan Maqasid

Syariah Terhadap Peluang Kerja Kaum Disabilitas Menurut UU No. 8

Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas disini penulis melakukan

studi Lapangan sebagai jenis peneltian penulis.

7

4. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas di

Daerah Istimewah Yogyakarta (prespektif UU No 13 Tahun 2003

Ketenagakerjaan): Erwin Gope (Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan

Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2015).

Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana perlindungan hukum terhadap

penyandang disabilitas yang masih banyak kekurangan, maka dari itu di

sini mempertanyakan peran pemerintah terhadap kaum disabilitan di DI

Yogyakarta. Menurut UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Dalam penelitian saya membahas bagaimana Tinjauan Maqasid Syariah

Terhadap Peluang Kerja Kaum Disabilitas Menurut UU No. 8 Tahun 2016

Tentang Penyandang Disabilitas.

F. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini akan membahas mengenai

tinjauan-tinjauan teori yang memiliki kolerasi dengan judul skripsi yang

diangkat oleh penulis. Kemudian, melakukan tinjauan teori yang akan

dibahas mengenai penyandang disabilitas. Penulis akan memaparkan

tentang peluang kerja disabilitas dalam pandangan Maqashid Syariah dan

perundang-undangan.

Selanjutnya, setelah pemaparan diatas, akan dikumpulkan beberapa

sumber data baik data primer maupun data sekunder yang berkaitan

dengan Peluang kerja disabilitas lalu memberikan sebuah acuan landasan

hukum yang sesuai dengan problematika yang penulis angkat sehingga

dalam penelitian ini dapat diketahui akibat dari hukum Islam dan hukum

positif. Kesesuaian ini akan menjadi landasan dalam penelitian penulis

dalam masalah peluang kerja disabilitas pada lembaga keuangan mikro.

2. Kerangka Konseptual

a. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami

keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka

waktu lama yang mengalami hambatan dan kesulitan untuk

8

berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya

berdasarkan kesamaan fisik. 5

b. Maqas}id Syari<’ah adalah tujuan al-syari‟ (Allah SWT dan Rasulullah

SAW) dalam menetapkan hukum Islam. Tujuan tersebut dapat

ditelususri dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, sebagai alasan

logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada

kemaslahatan umat manusia.

c. Dharuri adalah memelihara kebutuhan yang bersifat esensial bagi

kehidupan manusia, kebutuhan esensial itu adalah memelihara

kebutuhan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, dengan batas jangan

sampai terancam. Tidak terpenuhinya atau tidak terpeliharanya

kebutuhan-kebutuhan itu akan berakibat terancamnya eksistensi

kelima tujuan pokok itu. Untuk memelihara lima hal pokok inilah

syariat Islam diturunkan, dalam setiap ayat hukum apabila diteliti akan

ditemukan alasan pembentukannya yang tidak lain adalah untuk

memelihara lima hal pokok di atas, seperti kewajiban qisas.

d. Hajiyat adalah kebutuhan yang tidak bersifat esensial, melainkan

termasuk kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan

dalam hidupnya. Tidak terpeliharanya kelompok ini tidak akan

mengancam eksistensi kelima pokok diatas, tetapi akan menimbulkan

kesulitan bagi mukallaf. Kelompok ini erat kaitannya dengan

rukhshah. Seperti dijelaskan Abdul Wahab Khallaf, merupakan contoh

kepedulian syariat Islam terhadap kebutuhan ini. Contoh pembolehan

tidak berpuasa bagi musafir, hukuman diyat (denda) bagi seorang yang

membunuh secara tidak sengaja, penangguhan hukuman potong tangan

atas seseorang yang mencuri karena terdesak untuk menyelamatkan

jiwanya dari kelaparan.

e. Tahsiniyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat

seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhan-nya, sesuai dengan

kepatuhan. Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap, seperti

5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

9

dikemukakan al-Syatibi seperti hal yang merupakan kepatutan

menurut adat-istiadat menghindari hal tidak enak dipandang mata dan

berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan

akhlak, dalam berbagai bidang kehidupan seperti seperti ibadah

muamalah dan uqubah.

f. Hak Pekerjaan Disabilitas adalah hak untuk memperoleh pekerjaan

yang sama baik diselengarakan oleh pemerintah, daerah, atau swasta

tanpa diskiriminasi dan tiap tiap warga negara berhak atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, demikianlah isi pasal

27 (2) UUD 1945. Dengan demikian, para penyandang disabilitas

memiliki hak yang sama atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Mereka perlu memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan

dan keistimewaan masing masing.6

G. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu proses yang panjang untuk menggali sesuatu

yang belum pernah dibahas sebelumnya. Berawal dari sebuah masalah yang

timbul maka akan menghasilkan sebuah pertanyaan yang menarik untuk

diteliti, selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori, konsep, pemilihan

metode yang sesuai dan seterusnya. Adapun disini penulis mengunakan

metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian kualitatif yang merujuk pada data yang bersifat deskriptif yang

bertujuan untuk membuat analisa terhadap obyek yang diteliti, yaitu

mengambarkan permasalahan secara sitematis, faktual, dan akurat yang

berkenaan dengan hubungan antar obyek yang diteliti. Metode penelitian

ini bersifat analisa data, pengelohan data dan penafsiran data.

2. Jenis data dan sumber data

6 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Press,2006), h. 20-25

10

Jenis data yang dipilih oleh penulis dalam penyusunan penelitian ini

mengunakan dua jenis sumber data yaitu:

a. Data Primer

Data ini merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil

wawancara pada KSU Huwaiza, wawancara ini digunakan untuk

menggali data secara intensif dan valid yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literature

kepustakaan seperti buku-buku, jurnal-jurnal dan referensi lain yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti. 7

1) Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini yaitu:

a) Penelitian lapangan (field reseach)

Penelitian lapangan (field reseach) dalam mendapatkan data-

data dan informasi mengenai peluang kerja disabilitad pada

KSU Huwaiza, Peneliti melakukan penelitian langsung untuk

mengatahui realitas yang ada dilapangan dengan regulasi yang

ada dengan menggunakan teknik yaitu:

(1) Interview yaitu dengan melakukan wawancara dengan

pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahan ini secara

langsung.

(2) Dokumentasi yaitu mengumpulkan data berdasarkan

laporan yang didapat dilapangan dan laporan lainnya yang

berkaitan dengan penelitian.

b) Penelitian kepustakaan (library reseach)

Penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu dengan

membaca literatur yang berkaitan dengan penelitian baik

7 Saifuddin Azwar, MetodePenelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 91.

11

bersumber dari buku-buku, jurnal, skripsi terdahulu, artikel dan

sumber-sumber lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.8

H. RANCANGAN SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan penelitian ini dibagi dalam lima bab dan terurai secara garis

besarnya sebagai berikut :

BAB I :Menjelaskan tentang Pendahuluan yang berisi Latar

Belakang Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (review)

Studi Terdahulu, Kerangka Teori dan Konseptual, Metode

Penelitian dan Rancangan Sistematika Penulisan.

BAB II : Menjelaskan tentang gambaran-gambaran umum

mengenai Disabilitas, Maqashid Syariah, Teori keadilan

dan Lembaga Keuangan Mikro.

BAB III :Profil KSU Huwaiza menjelaskan tentang profil, Sejarah,

Struktur Karyawan dan Produk-produk, pada KSU

Huwaiza.

BAB IV :Menjelaskan tentang Bagaimana perspektif dari Maqasid

Syariah dalam UU No. 8 Tahun 2016 terhadap kaum

disabilitas dan Bagaimana kesiapan Peluang Kerja Kaum

disabilitas pada KSU Huwaiza.

BAB V : Penutup yang berisikan simpulan dan saran.

8 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian; suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, Cet. Ke-12, 2002), h. 32.

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Disabilitas

1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyandang diartikan

dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan

disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata

serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat

atau ketidak mampuan.1

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan

Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang

yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam

jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap

masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk

berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.2 Dan dalam

UU terbaru No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

menjelaskan bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang

mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam

jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat

mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan

efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.3

Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup

dengan karakteristik tertentu dan berbeda dengan orang lain pada

umumnya. Karena karakteristik yang berbeda inilah memerlukan

pelayanan tertentu agar dia mendapatkan hak-haknya sebagai manusia

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Ke empat, (Departemen Pendidikan

Nasional: Gramedia, Jakarta,2008) h. 1259. 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang

Disabilitas, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5251) h. 2. 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas h. 2.

13

yang hidup di muka bumi ini. Orang berkebutuhan khusus memiliki

defenisi yang sangat luas, mencakup orang-orang yang memiliki cacat

fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta orang

dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi

kognitifnya mengalami gangguan.4

2. Jenis-jenis Disabilitas

Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas.

Ini berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-

masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan

berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas:

a. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:

1) Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual,

di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata

dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.

2) Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas

intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat

dibagi menjadi.5

b. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:

1) Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang

memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-

muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau

akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.

2) Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah

individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra

dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total

(blind) dan low vision.

3) Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu

yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen

4 Milu Winasti, “Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang Disabilitas Fisik”, Fakultas

Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Vol 1. No.1. (Desember, 2012), h, 24-26

5 Nur Kholis Reefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta:

Imperium.2013), h. 17-18.

14

maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam

pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam

berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.

4) Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang mengalami

kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal,

sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan

bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan

disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang

disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun

adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan

bicara.6

5) Tunaganda (disabilitas ganda) Penderita cacat lebih dari satu

kecacatan (yaitu cacat fisik dan mental)

3. Hak Peluang Kerja

Menurut UU No. 8 Tahun 2016 bahwa penyandang disabilitas

memiliki hak-hak yang harus mereka dapatkan antara lain dalam pasal 2

menjelaskan bahwa:

Pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas berasaskan:

a. Penghormatan terhadap martabat.

b. Otonomi individu.

c. Tanpa diskriminasi.

d. Partisipasi penuh.

e. Keragaman manusia dan kemanusiaan.

f. Kesamaan kesempatan.

g. Kesetaraan.

h. Aksesibilitas.

i. Kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak.

j. Inklusif.

6 Nur Kholis Reefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 19-21.

15

k. Perlakuan khusus dan perlindungan lebih, pada pasal 3 juga

menjelaskan tentang hak-hak disabilitas yaitu:

Pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas bertujuan:

a. mewujudkan penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan

hak asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang disabilitas secara

penuh dan setara.

b. menjamin upaya penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan

pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri penyandang

disabilitas.

c. Mewujudkan taraf kehidupan penyandang disabilitas yang lebih

berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat.

d. Melindungi penyandang disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi,

pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelangaran hak asasi

manusia.

e. Memastikan pelaksanaan upaya penghormatan, pemajuan,

pelindungan, dan pemenenuhan hak penyandang disabilitas untuk

mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan

sesuai bakat dan minta yang dimilikinya untuk menikmati, berperan

serat berkontribusi secara optimal, aman, leluasa dan bermartabat

dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan

bermasyarakat.

Dalam pasal 11 menjelaskan bagaimana hak-hak yang harus

didapatkan pada kaum disabilitas untuk mendapatkan peluang kerja yang

berbunyi:

Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk penyandang

disabilitas meliputi hak;

a. memperoleh pekerjaan yang diselengarakan oleh pemerintah,

pemerintah daerah, atau swasta tanpa diskiriminasi.

b. memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan

penyandang disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tangung jawab yang

sama.

16

c. memperoleh akomodasi yang layak dengan pekerjaan.

d. tidak diberhentikan karena alasan disabilitas.

e. mendapatkan program kembali berkerja.

f. penempatan kerja yang adil, proprosional dan bermartabat.

g. memperoleh kesempatan dalam mengembangakan jenjang karier serta

segala hak normatif yang melekat didalamnya.

h. memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri, wiraswasta,

pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.7

Maka dari itu kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa

penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam mendapatkan

peluang kerja tidak adanya diskirminasi atau pembeda diantara mereka

dengan orang yang normal baik dalam hal upah, akomodasi, dan fasilitas

lainya. Penyandang disabilitas harus lebih diperhatikan tidak boleh

dipandang sebelah mata mereka memiliki hak-hak yang sudah diatur

dalam undang-undang dan untuk penyedian lapangan pekerjaan harus

lebih membuka peluang untuk para kaum disabilitas.

B. Teori Keadilan

1. Pengertian

Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti: tidak

berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya,

tidak sewenang-wenang. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa

pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenan dengan sikap dan

tindakan dalam hubungan antar manusia, keadilan berisi sebuah tuntutan

agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan

kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih kasih;

melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan

kewajibannya8, berikut pandangan para ahli tentang teori keadilan :

a. Teori Keadilan Aritoteles

7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. h. 5 dan 10.

8 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: Nuansa

dan Nusamedia, 2004), h. 18-19.

17

Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam

karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat

dalam bukunicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi

keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap

sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa

ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. 9

Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian

hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan

hak persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak

dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah

yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara

dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang

apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang

telah dilakukanya.

Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi

kedalam dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan

“commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan

kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief

memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-

bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar

menukar barang dan jasa10. Dari pembagian macam keadilan ini

Aristoteles mendapatkan banyak kontroversi dan perdebatan.

Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi,

honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa

didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan

“pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak

Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain

berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil

9 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, h. 24.

10 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), Cet.

26, h. 11-12.

18

boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya,

yakni nilainya bagi masyarakat. 11

b. Teori Keadilan John Rawls

Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf Amerika

di akhir abad ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice, Politcal

Liberalism, dan The Law of Peoples, yang memberikan pengaruh

pemikiran cukup besar terhadap diskursus nilai-nilai keadilan.

John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian

of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama

dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi,

kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau

menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa

keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan.

Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai

prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep

ciptaanya yang dikenal dengan “posisi asali” (original position) dan

“selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance).12

Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan

sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak ada

pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara

satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat

melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls

sebagai suatu “posisi asali” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium

reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan

(freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar

masyarakat (basic structure of society).

Sementara konsep “selubung ketidaktahuan” diterjemahkan oleh

John Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh

fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi

11

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, h. 25

12 Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 6 No 1

April 2009, h. 135-137.

19

sosial dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau

pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang. Dengan

konsep itu Rawls menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip

persamaan yang adil dengan teorinya disebut sebagai “Justice as

fairness”.

Dalam pandangan John Rawls terhadap konsep “posisi

asali”terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip

persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat

universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan

sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu.

Prinsip pertama yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang

sama (equal liberty principle), seperti kebebasan beragama (freedom

of religion), kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan

berpendapat dan mengemukakan ekpresi (freedom of speech and

expression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip

perbedaan (difference principle), yang menghipotesakan pada prinsip

persamaan kesempatan (equal oppotunity principle).13

Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap

keadilan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi

kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu,

pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan

dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang.

Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang

terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik.

Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur

dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek

mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas

diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang

beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua

hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi

13 Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, h. 138-139.

20

ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan

institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang

memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus meposisikan diri sebagai

pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk

mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.14

c. Teori Keadilan Hans Kelsen

Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state,

berpandangan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat

dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan

cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian

didalamnya.

Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme,

nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan

hukum yang mengakomodir nilai-nilai umum, namun tetap pemenuhan

rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu.

Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai

pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan

yang adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian

setiap perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi

sebanyak mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat

hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi,

seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhan-

kebutuhan manusia yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini apat

dijawab dengan menggunakan pengetahuan rasional, yang merupakan

sebuah pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional

dan oleh sebab itu bersifat subjektif.15

Sebagai aliran positifisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa

keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda

14

Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, h. 140. 15

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,

(Bandung: Nusa Media, 2011), h. 7.

21

atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan.

Pemikiran tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum

alam. Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan

hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari hukum positif, yang

lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam,

dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan.

Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut

aliran positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam.

Sehingga pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan

dualisme antara hukum positif dan hukum alam.

Menurut Hans Kelsen: “Dualisme antara hukum positif dan hukum

alam menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip dengan

dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato.

Inti dari fislafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide, yang

mengandung karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua

bidang yang berbeda : yang pertama adalah dunia kasat mata yang

dapat ditangkap melalui indera yang disebut realitas, yang kedua dunia

ide yang tidak tampak.”16

Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen:

pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber

dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan

yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang pada

akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas

konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu tatatanan

yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan

kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu

kompromi menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan.17

Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas

dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut

16

Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi, h. 14-16 17

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,

h. 16.

22

Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu

peraturan umum adalah “adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara

itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada

suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa. Konsep

keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional

bangsa Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional

dapat dijadikan sebagai payung hukum (law unbrella) bagi peraturan

peraturan hukum nasional lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan

peraturan hukum itu memiliki daya ikat terhadap materi-materi yang

dimuat (materi muatan) dalam peraturan hukum tersebut. 18

Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan

melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin

diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan

sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena

ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan

secara tidak adil. Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas,

sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam,

sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum).

Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan

manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh

manusia inilah yang disebut dengan nilai.

Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara

keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan

pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal,

tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu

pernyataan universal yang harus benar. Adalah sangat penting untuk

berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin melakukan sesuatu

selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu tidak

terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang

18

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundangan-Undangan.

23

universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum

dalam hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam

memperbaiki kesalahan tersebut.

Kesimpulan menurut tiga tokoh diatas dalam teori keadilan adalah

bahwa mereka sepakat akan semarataan atau keadilan dalam setiap

individu tidak adanya diskriminasi atau pembeda karena kesama rataan

ini harus dikedapankan

2. Macam-Macam Keadilan

Didalam memahami keadilan perlu di ketahui bahwa keadilan itu

terbagi kedalam beberapa kelompak yang dikaji dari berbagai sudut ilmu

pengetahuan yaitu :

a. Keadilan Komutatif (Iustitia Commutativa)

Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada

masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana yang

diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari seseorang.

keadilan komutatif berkenaan dengan hubungan antar orang/antar

individu. Disini ditekankan agar prestasi sama nilainya dengan kontra

prestasi. Teori menjelaskan bagaimana perlakuan terhadap seseorang

sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikannya contohnya jika kita

membeli sepatu dengan harga 100.000 maka kita harus mendapat

sepatu seharga itu tidak boleh kurang ataupun lebih.

b. Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva)

Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada

masing-masing orang apa yang menjadi haknya, di mana yang menjadi

subjek hak adalah individu, sedangkan subjek kewajiban adalah

masyarakat. Keadilan distributif berkenaan dengan hubungan antara

individu dan masyarakat/negara. Di sini yang ditekankan bukan asas

kesamaan/kesetaraan (prestasi sama dengan kontra prestasi).

Melainkan, yang ditekankan adalah asas proporsionalitas atau

kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa, atau kebutuhan. Keadilan

jenis ini berkenaan dengan benda kemasyarakatan seperti jabatan,

24

barang, kehormatan, kebebasan, dan hak-hak. Pada teori ini

menjelaskan bagaimana hubungan antara individu dan

masyarakat/negara

c. Keadilan legal (Iustitia Legalis)

Keadilan legal adalah keadilan berdasarkan undang-undang. Yang

menjadi objek dari keadilan legal adalah tata masyarakat. Tata

masyarakat itu dilindungi oleh undang-undang. Tujuan keadilan legal

adalah terwujudnya kebaikan bersama (bonum commune). Keadilan

legal terwujud ketika warga masyarakat melaksanakan undang-

undang, dan penguasa pun setia melaksanakan undang-undang itu.

keadilan legal itu adalah bagaimana suatu hukum atau legal yang

bentuk dapat dilaksanakan oleh semua orang baik pelaksana undang-

undang ataupun pembuat undang-undang.

d. Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindicativa)

Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada

masing-masing orang hukuman atau denda sebanding dengan

pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya. Setiap warga

masyarakat berkewajiban untuk turut serta dalam mewujudkan tujuan

hidup bermasyarakat, yaitu kedamaian, dan kesejahteraan bersama.

Apabila seseorang berusaha mewujudkannya, maka ia bersikap adil.

Tetapi sebaliknya, bila orang justru mempersulit atau menghalangi

terwujudnya tujuan bersama tersebut, maka ia patut menerima sanksi

sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya.

pada teori keadilan ini menjelaskan bagaimana keadilan terhadap suatu

hukuman atau denda yang sebanding terhadap prilaku kejahatan yang

dilakukan.

e. Keadilan Kreatif (Iustitia Creativa)

Keadilan kreatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-

masing orang bagiannya, yaitu berupa kebebasan untuk mencipta

sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya. Keadilan ini memberikan

25

kebebasan kepada setiap orang untuk mengungkapkan kreativitasnya

di berbagai bidang kehidupan. Dalam teori ini bagaimana kebebasan

setiap orang dalam berkreatifitas atau mengembangkan dirinya.

f. Keadilan Protektif (Iustitia Protectiva)

Keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan proteksi atau

perlindungan kepada pribadi-pribadi. Dalam masyarakat, keamanan

dan kehidupan pribadi-pribadi warga masyarakat wajib dilindungi dari

tindak sewenang-wenang pihak lain. Menurut Montesquieu, untuk

mewujudkan keadilan protektif diperlukan adanya tiga hal, yaitu:

tujuan sosial yang harus diwujudkan bersama, jaminan terhadap hak

asasi manusia, dan konsistensi negara dalam mewujudkan

kesejahteraan umum.19

Dalam teori menjelaskan bagaimana

perlindungan diri atau proteksi untuk mewujudkan jaminan terhadap

hak-haknya

C. Maqashid Syariah

A. Pengertian

Syariat Islam adalah peraturan hidup yang datang dari Allah ta’ala, ia

adalah pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Sebagai pedoman

hidup ia memiliki tujuan utama yang dapat diterima oleh seluruh umat

manusia. Tujuan diturunkannya syariat Islam adalah untuk kebaikan

seluruh umat manusia. Dalam ruang lingkup ushul fiqh tujuan ini disebut

dengan maqashid as-syari’ah yaitu maksud dan tujuan diturunkannya

syariat Islam.20

Secara bahasa maqashid syariah terdiri dari dua kata yaitu maqashid

dan syariah. Maqhasid berarti kesengajaan atau tujuan, maqashid

merupakan bentuk jama‟ dari maqsud yang berasal dari suku kata qashada

yang berarti menghendaki atau memaksudkan. Maqhasid berarti hal-hal

yang dikendaki dan dimaksudkan. Sedangkan syariah secara bahasa

19 Darji Darmodiharjo, dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. (Jakarta. PT

Gramedia Pustaka Utama. 1995) h. 121 20

Ibnu Mandzur, Lisaan Al-„Arab Jilid I, (Kairo: Darul Ma’arif), h. 3642.

26

artinya jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber air dapat juga

diartikan berjalan menuju sumber kehidupan. Dalam buku Abdul Wahab

Khalaf, Al-Syatibi mengatakan “sesunguhnya syariat itu bertujuan untuk

mewujudkan kemaslahatan manusia didunia dan diakhirat.” Dalam

ungkapan yang lain dikatakan oleh Al-Syatibi “hukum-hukum

disyariatkan untuk kemaslahatan hamba”.21

Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa yang menjadi bahasan

utama dalam maqashid al-syari’ah adalah hikmah dan illat ditetapkan

suatu hukum. Dalam kajian ushul fiqh, hikmah berbeda dengan illat. Illat

adalah sifat tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara objektif (zahir),

dan ada tolak ukurnya (mundhabit), dan sesuai dengan ketentuan hukum

(munasib) yang keberadaannya merupakan penentu adanya hukum.

Sedangkan hikmah adalah sesuatu yang menjadi tujuan atau maksud

disyariatkannya hukum dalam wujud kemaslahatan bagi manusia.

Maqhasid tersebut dianggap sebagai barometer untuk menentukan apakah

suatu masalah itu termasuk maslahat (kebaikan) atau mafsadat

(keburukan), yang itu harus ditinjau dari maqashid atau maqshad atau

tujuan dari ketentuan yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.22

B. Kerangka Maqashid al-syari’ah

Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan menjauhi kerusakan di

dunia dan di akhirat, para ahli ushul fiqih meneliti dan menetapkan ada

lima unsur pokok yang harus diperhatikan. Kelima pokok tersebut

bersumber dari al-Qur’an dan merupakan tujuan syari’ah (Maqashid Al-

Syari‟ah) kelima pokok tersebut merupakan suatu hal yang harus selalu

dijaga dalam kehidupan ini. Kelima pokok tersebut merupakan bagian dari

dlaruriyat, yang apabila tidak terpenuhi dalam kehidupan ini ma akan

membawa kerusakan bagi manusia.

21

Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab Khallaf, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1996), h. 48.

22 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persaga, 2005), h. 63.

27

Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang kelima hal tersebut, lebih

jelas lagi al-Syathibi membagi maqashid al-syari‟ah menjadi dlaruriyah

hajiyah dan tahsiniyah.23

a. Kebutuhan dharuriyat

Tingkatan kebutuhan yang harus ada atau disebut degan kebtuhan

primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan

terancam keselamatan umat manusia. Menurut Al-Syatibi ada lima hal

yang termasuk dalam kategori kebutuhan dharuriyat ini yaitu: seperti

yang telah disebutkan diatas, yakni: memelihara agama, memelihara

jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan dan harta. Untuk

memelihara lima pokok inilah syariat islam diturunkan.

Setiap ayat yang berkaitan dengan hukum bila diteliti dan dikaji

secara mendalam akan ditemukan alasan pembentukan yang tidak lain

adalah untuk memelihara lima hal pokok diatas. Seperti firman Allah

surat Al-baqarah ayat 193 yaitu dalam hal mewajibkan jihad.

إل ػه ا ا فل ػذ ر ا فإ لل ي انذ يك فرح ل ذك قاذهى حر ي انظان

Artinya: dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi

dan (sehingga) ketaatan itu semata-mata hanya Allah (surat Al-

Baqarah ayat 193).

Dari ayat tersebut dapat diketahui tujuan disyariatkan perang adalah

untuk melancarkan jalan dakwah jika terjadi gangguan serta untuk

mengajak umat manusia untuk menyembah Allah swt.

b. Kebutuhan Hijayat

Kebutuhan Hijayat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, dimana

bila terwujudkan sampai mengancam keselamatan seseorang atau

umat. Namun akan mengalami keselutin sehingga syariat islam

menghilangkan segala kesulitan itu, yaitu dengan adanya hukum

rukhsyah (keringanan).

23 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Press,2006), h. 351.

28

Misalnya: Islam membolehkan tidak puasa bagi orang yang

melakukan perjalanan dalam jarak tertentu dengan syarat diganti pada

hari yang lain dan begitu juga halnya dengan orang yang sakit.

Begitu juga dalam lapangan muamalat, yaitu diperbolehkannya

banyak bentuk transaksi yang dibutuhkan manusia, seperti;

mudharabah (berniaga dengan modal orang lain dengan perjanjian bagi

laba), Syirkah, muzaraah dan lain-lain.

Jadi kebutuhan hajiyat ini yaitu: kebutuhan sekunder yang bila

tidak terpenuhi maka tidak sampai mengancam kemaslahatan umat,

tapi akan mendatangkan kesukaran dan kesulitan.

c. Kebutuhan Tashiniyat

Yaitu tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi maka tidak

akan mengancam salah satu dari yang lima pokok diatas dan tidak pula

menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan

pelengkap seperti: hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat

istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata.24

C. Tujuan Maqashid Syariah

Apabila dipelajari secara seksama ketetapan Allah dan Rasul-Nya

yang terdapat di dalam Al-Quran dan kitab-kitab hadis yang sahih, kita

segera dapat mengetahui tujuan hukum Islam. Sering dirumuskan bahwa

tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di

akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan

mencegah atau menolak yang mudarat yaitu yang tidak berguna bagi

hidup dan kehidupan.

Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup

manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial.

Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan dunia ini saja tetapi juga

untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq al-Shatibi

merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni: Hifdz Ad-Din (Memelihara

Agama), Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa), Hifdz Al’Aql (Memelihara

24 Satria Efendi. Ushul fiqh, (Jakarta: Kencana,2005), h. 233-235.

29

Akal), Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan) dan Hifdz Al-

Maal (Memelihara Harta).25

Tujuan hukum Islam tersebut dapat dilihat dari dua segi yakni (1) segi

Pembuat Hukum Islam yaitu Allah dan Rasul-Nya. Dan (2) segi manusia

yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Jika dilihat dari

pembuat hukum Islam tujuan hukum Islam itu adalah: Untuk memelihara

keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tersier, yang

dalam kepustakaan hukum Islam masing-masing disebut dengan istilah

daruriyyat, hajjiyat dan tahsniyyat. Kebutuhan primer adalah kebutuhan

utama yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya oleh hukum

Islam agar kemaslahatan hidup manusia bener-benar terwujud.

Kebutuahan sekunder adalah kebutuhan yang diperluakn untuk mencapai

kehidupan primer, seperti kemerdekaan, persamaan, dan sebagaianya,

yang bersifat menunjang eksistensi kebutuahan primer. Kebutuahn tersier

adalah kebutuhan hidup manusia selain yang bersifat primer dan sekunder

itu yang perlu diadakan dan dipelihara untuk kebaikan hidup manusia

dalam masyarakat, misalnya sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.

Tujuan hukum Islam adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh

manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Agar dapat ditaati dan

dilaksanakan dengan baik dan benar, manusia wajib meningkatkan

kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari

Ushul Fiqh yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam

sebagai metodologinya.26

Di samping itu, dari segi pelaku hukum Islam yakni manusia sendiri,

tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan

sejahtera. Caranya adalah, dengan mengambil yang bermanfaat, mencegah

atau menolak yang mudarat bagi kehidupan. Dengan kata lain tujuan

25

Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 1992), h. 67-

101. 26

Kahairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II, (Bandung: Pustaka Setia, 2001),

h. 125-126.

30

hakiki hukum Isalm, jika dirumuskan secara umum, adalah tercapainya

keridaan Allah dalam kehidupan manusia di bumi ini dan di akhirat kelak.

a. Memelihara Agama

Pemeliharan agama merupakan tujuan pertama hukum Islam.

Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia,

dan didalam Agama Islam selain komponen-komponen akidah yang

merupakan sikap hidup seorang muslim, terdapat juga syariat yang

merupakan sikap hidup seorang muslim baik dalam berrhubungan

dengan Tuhannya maupun dalam berhubungan dengan manusia lain

dan benda dalam masyarakat. Karena itulah maka hukum Islam wajib

melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan menjamin

kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinannya.

Beragama merupakan kekhususan bagi manusia, merupakan

kebutuhan utama yang harus dipenuhi karena agamalah yang dapat

menyentuh nurani manusia. Allah memerintahkan kita untuk tetap

berusaha menegakkan agama, firmannya dalam surat Asy-Syura’: 13:

ۦ يا ت ص يا حيآ إنيك أ ٱنز ا تۦ ح ص يا ي ٱنذ ششع نكى ي

كثش ػه قا في ل ذرفش ي ا ٱنذ أقي أ ػيس يس يى إتش

ٱ يا ذذػى إني ششكي ي يية ٱن إني ذ ي ي يشآء إني يجرث لل

“Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang

Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami

wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada

Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah

kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang

musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik

kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi

petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”.

Memelihara agama merupakan tingkatan yang paling utama, karena

agama merupakan tiang utama jika kita tidak memiliki agama maka

kita bagaikan tubuh tanpa ruh. dalam surat asy-Syura sudah dijelaskan

bahwa kita disuruh untuk menegakan agama islam dan kita dilarang

31

untuk berpecah belah antar umat islam khususnya. dan semuanya

teramat berat untuk orang-orang musyrik. 27

b. Memelihara jiwa

Untuk tujuan ini, Islam melarang pembunuhan dan pelaku

pembunuhan diancam dengan hukuman Qishas (pembalasan yang

seimbang), sehingga dengan demikian diharapkan agar orang sebelum

melakukan pembunuhan, berpikir panjang karena apabila orang yang

dibunuh itu mati, maka si pembunuh juga akan mati atau jika orang

yang dibunuh itu tidak mati tetap hanya cedera, maka si pelakunya

juga akan cedera.

Mengenai hal ini, dapat kita jumpai dalam firman Allah

Swt dalam QS Al-Baqarah ayat 178-179 yang berbunyi:

انؼث آيا كرة ػهيكى انقصاص في انقره انحش تانحش ا انزي ذ تانؼثذ يا أي

أداء إني ؼشف شيء فاذثاع تان أخي ػفي ن ي ث ف ث تاأل األ اػرذ تؼذ رنك فه ػزاب أنيى ح ف سح ستكى رنك ذخفيف ي تإحسا

نكى في انقص 871) )( 871اص حياج يا أني األنثاب نؼهكى ذرق )

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan

orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya,

hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan

hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi

maaf dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu

keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang

melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.

Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,

Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.

Dalam hal menjaga jiwa kita harus menjaga dari hal-hal yang

memang dilarang agama islam cakupan dalam pembahasan diatas kita

dilarang untuk membunuh karena dalam islam ada hukuman yang adil

27 Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016)

cet. IV h. 155

32

yaitu qishaash. qishaash sendiri merupakan yang adil jika kita

membunuh orang sampai mati maka hukuman kita mati, jika hanya

cacat maka hukuman yang kita dapat adalah cacat juga. jadi marilah

kita jaga jiwa kita dari hal-hal yang dilarang agama islam dan jadikan

jiwa untuk kebaikan baik diri sendiri ataupun untuk orang lain.28

c. Memelihara akal

Manusia adalah makhluk Allah ta’ala, ada dua hal yang

membedakan manusia dengan makhluk lain. Pertama, Allah SWT

telah menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik,

dibandingkan dengan bentuk makhluk-makhluk lain dari berbagai

makhluk lain. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah ta’ala sendiri dalam

Al-Quran At-Tiin Ayat 4 berbunyi:

يى ذق أحس ف س نقذ خهقا ٱل

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk

yang sebaik-baiknya.

Akan tetapi bentuk yang indah itu tidak ada gunanya, kalau tidak

ada hal yang kedua, yaitu akal. Oleh karena itu Allah ta’ala

melanjutkan Firman-Nya dalam surat At-Tiin ayat 5 dan 6 yang

berbunyi:

فهي أسفم س ثى سدد د فهى أجش غيش ي هح ها ٱنص ػ ءايا . إل ٱنزي

“Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-

rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan

mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada

putus-putusnya”

Jadi, akal paling penting dalam pandangan Islam. Oleh karena itu

Allah ta’ala selalu memuji orang yang berakal. Hal ini dapat dilihat

pada firman Allah ta’ala dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 164 yang

berbunyi:

28 Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, h. 156.

33

ٱنفهك ٱنر ذجش ف اس ٱن ف ٱنيم ٱخره ٱألسض خ ف خهق ٱنس إ

ٱألسض تؼذ آء فؤحيا ت آء ي ي ٱنس ي يآ أزل ٱلل ا يفغ ٱناس ٱنثحش ت

تث فيا ي ك ذا آء ي ٱنس ش تي سخ ٱنسحاب ٱن ح ي ذصشيف ٱنش م دآتح

و يؼقه د نق ٱألسض لءاي

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya

malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang

berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa

air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya

dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin

dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh

(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang

memikirkan.”

Menjaga akal, akal merupakan faktor pembeda antara manusia

dengan makhluk yang lain. Maka dari pergunakanlah akal dengan

sebaik-baiknya jangan jadikan akal layaknya hewan karena hewan

yang tidak berakal saja masih bisa tunduk dan patuh kepada sang

penciptanya dan manfaatkan lah akal untuk hal-hal yang bermanfaat

karena allah telah menciptakan bumi dengan berbagai kebutuhan

didalamnya tinggal manusianya saja yang bisa memanfaatkan akalnya

untuk pemberian Allah swt.29

d. Memelihara Keturunan

Perlindungan Islam terhadap keturunan adalah dengan

mensyariatkannya pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan

siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, bagaimana cara-cara

perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi,

sehingga perkawinan itu dianggap sah dan pencampuran antara dua

manusia yang belainan jenis itu tidak dianggap sah dan menjadi

keturunan sah dari ayahnya. Bahkan tidak melarang itu saja, tetapi

juga melarang hal-hal yang dapat membawa kepada zina. Sebagaimana

firman Allah ta’ala Q.S An-Nisa: 3-4.:

29 Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, h. 157.

34

ث ثه ٱنسآء يث فٲكحا يا طاب نكى ي خفرى أل ذقسطا ف ٱنير إ

أل ذؼن نك أد كى ر يا يهكد أي حذج أ خفرى أل ذؼذنا ف غ فإ ست ا .

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-

hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),

Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga

atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku

adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu

miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat

aniaya”.

ا فكه يـ ا فس ء ي نكى ػ ش حهح فإ طث رءاذا ٱنسآء صذق

شيـ ا ي

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan

senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai

makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.

Pernikahan merupakan bentuk memelihara keturunan yang paling

sempurna. jadi pilihlah wanita atau laki-laki yang bisa menjaga

keturunan. terutama yang baik, beriman, setia dan tidak mengerjakan

hal-hal yang dilarang syariat. karena dalam keturunan tidak akan jauh

dari sikap kedua orang tuannya. jika orang tuanya berbuat nakal maka

jangan salahkan anaknya berbuat nakal. jadi marilah kita menjaga diri

kita demi menghasilkan keturunan yang baik. 30

e. Memilihara Harta Benda

Islam mengajarkan bahwa semua harta di dunia ini adalah milik

Allah ta’ala, manusia hanya berhak untuk memanfaatkannya saja.

Meskipun demikian Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh

karena manusia itu manusia sangat tamak kepada harta benda,

sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apapun, maka Islam

mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama

lain. Untuk ini Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai

muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai menggadai, dan

30 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta; Kencana, 2011) Cet. Ke 1, h. 225.

35

sebagainya, serta melarang penipuan, riba dan mewajibkan kepada

orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya, harta yang

dirusak oleh anak-anak yang di bawah tanggungannya, bahkan yang

dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun.31

Perlindungan Islam terhadap harta benda seseorang tercermin

dalam firman-Nya Q.S. An-Nisa: 29-32:

شج ػ ذج طم إل أ ذك نكى تيكى تٲنث ا أي ءايا ل ذؤكه ا ٱنزي ؤي ي

ا تكى سحي كا ٱلل ا أفسكى إ ل ذقره كى ذشاض ي

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu.”

يفؼم رانك ػذ ي ا يسيش نك ػه للا ر كا ا اس ف صهي ا فس ظه ا ا

“Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan

aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.

yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”

اإ ذج ذخل كشي ذخهكى ي اذكى كفش ػكى سيـ ػ رثا كثآئش يا ذ

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang

dilarang kamu mengerjakannya, niscaya kami hapus kesalahan-

kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan kami masukkan kamu

ke tempat yang mulia (surga)”

ا ٱكرسثا جال صية ي تؼط نهش تۦ تؼضكى ػه م ٱلل ا يا فض ل ذر ي ف سـها ٱلل ا ٱكرسث نهسآء صية ي ٱلل ۦ إ ء ضه تكم ش كا

ا ػهي

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah

kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.

(karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang

mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa

yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari

karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala

sesuatu”.32

31 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, h. 226.

32 Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 67-

101.

36

Harta merupakan titipan yang diberikan oleh Allah karena hartalah

manusia bisa timbul sikap serakah dan tamak maka dari itu islam

disini mengatur harta-harta tersebut dalam bentuk Muamalat seperti

jual beli, sewa, gadai dan lain-lain. Maka dari Muamalat merupakan

solusi untuk menjaga harta dengan jalan perniagaan saling suka sama-

sama diantara mereka dan tentunya harus terhindar dari hal-hal yang

dilarang agama seperti riba, maysir dan gharar.

D. Lembaga Keuangan Mikro

1. Pengertian

Di dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-

Pokok Perbankan Baik Konvensional maupun Syari’ah, yang menjelaskan

bahwa lembaga keuangan adalah “semua badan yang melakukan kegiatan-

kegiatan di bidang keuangan dengan menarik uang dari masyarakat dan

menyalurkan kembali ke masyarakat” maka jika dikaitkan dengan kata

“syariah” maka dapat diambil pengertian bahwa Lembaga Keuangan

Syariah adalah “badan yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang

keuangan dengan menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan kembali

ke masyarakat dengan menggunakan prinsip syariah”.

Sedangkan kata “mikro” pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah,

memberi pengertian yang menunjukkan pada tingkat yang ruang lingkup

atau cakupannya lebih kecil. Dengan asumsi perbandingan bahwa

lembaga keuangan besar salah satunya adalah berbentuk bank dengan

modal berskala besar, maka lembaga keuangan mikro adalah suatu

lembaga, badan, bank atau sejenisnya yang mempunyai capital kecil dan

diperuntukkan untuk sektor usaha/modal kecil. Dalam pengertian ini

masuk kedalamnya adalah Baitul Mal Wattamwil (BMT), Koperasi

Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).33

Menurut UU No.1 tahun 2013 pasal 1, Lembaga Keuangan Mikro

yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus

33 Makhalul SM Ilmi, Teori dan Praktek Mikro Keuangan Syariah: Beberapa

permasalahan dan Alternatif solusi, (Yogyakartal UII Press, 2002) Cet. Ke 1, h. 9-12.

37

didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan

masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala

mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun

pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata

mencari keuntungan. Sedangkan LKM Syariah merupakan LKM yang

menggunakan prinsip-prinsip syariah.

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) terdiri dari berbagai

lembaga diantaranya BPRS (Bank Perkreditan Mikro Syariah), BMT

(Baitul Mal Wat Tanmil), serta Koperasi Syariah. Ketiga lembaga tersebut

mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi satu sama lain

dan berhubungan erat dengan lembaga syariah lainnya yang lebih besar.34

Walaupun terdapat banyak definisi LKM, terdapat tiga elemen penting

dari berbagai definisi tersebut, yaitu:

a. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang beragam seperti

tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito maupun asuransi.

b. Melayani rakyat miskin, Keuangan mikro hidup dan berkembang pada

awalnya memang untuk melayani rakyat yang terpinggirkan oleh

sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik

konstituen yang khas.

c. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang konstektual dan

fleksibel. Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat

yang dilayani, sehingga prosedur dan mekanisme yang dikembangkan

untuk keuangan mikro dan selalu kontekstual dan fleksibel.

2. Peran LKMS

Lembaga ekonomi mikro pada awal pendirinya memfokuskan diri

untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota

dan masyarakat melalui pinjaman modal. Untuk mencapai tujuan tersebut

lembaga keuangan mikro syariah (BMT) memainkan peran dan fungsinya

dalam beberapa hal:

34 Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Pembangunan-Teori, Masalah, dan Kebijakan,

(Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006), Ed 4, h. 18-23.

38

a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan

mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota

muamalat dan daerah kerjanya.

b. Meningkatkan SDM anggota lebih professional dan islami sehingga

semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.

c. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam

meningkatkan kesejahteraan anggota.

d. Menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana, baik sebagai

pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk

mengembangkan usaha produktif.

e. Dapat menjadi Perantara orang kaya sebagai pemilik dana dengan

dhu’afa untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shadaqah, wakaf,

hibah dan lain-lain.

Dalam sistem keuangan, perkembangan pemikiran-pemikiran yang

mengarah pada reorientasi sistem keuangan, yaitu dengan menghapus

instrumen utamanya: bunga. Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan

mencapai kesesuaian dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam

yang mengandung dasar-dasar keadilan, kejujuran dan kebajikan. Dengan

demikian lembaga keuangan atau bank Islam ini adalah yang beroperasi

dengan prinsip bagi hasil. Bagi hasil adalah prinsip muamalah

berdasarkan syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya.35

3. Macam-macam LKMS

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) terdiri dari berbagai

lembaga diantaranya BPRS (Bank Perkreditan Mikro Syariah), BMT

(Baitul Mal Wat Tanmil), serta Koperasi Syariah. Ketiga lembaga tersebut

mempunyau hubungan yang erat dan saling mempengaruhi satu sama lain

dan berhubungan erat dengan lembaga syariah lainnya yang lebih besar.

35

Muhamad, Lembaga Ekonomi Syariah, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007), Ed 1, Cet. Ke

1, h. 19.

39

Berikut ini beberapa penjelasan mengenai BPRS BMT dan Koperasi

Syariah:

1. BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah)

BPRS merupakan bank sistem transaksiknya menggunakan cara

konvensional namun berdasarkan prinsip syariah, BPRS tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran kepada masyarakat.

Bentuk hukum bank umum dan BPR dapat berupa Peseroan

Terbatas(Perseroan), Perusahaan Daerah, dan Koperasi. Mekanisme

operasional BPR Syariah tunduk pada peratuan BI Nomor

6/17/PBI/2004. Dalam aturan ini usaha BPR Syariah adalah:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk antara lain:

Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah; Deposito

berjangka berdasarkan prinsip mudharabah; Bentuk lain yang

menggunakan prinsip wadi’ah atau mudharabah;

2) Menyalurkan dana dalam bentuk antara lain:

Transaksi jual beli dalam aktifitasnya menggunakan prinsip

murabahah, isthisna dan salam;

Transaksi sewa menyewa di landaskan dengan prinsip ijarah;

Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip: mudharabah; dan

musyarakah; Pembiayaan yang dilakukan dengan berlandaskan

prinsip qardh.

3) Melakukan transaksi yang tidak melanggar Undang-undang

Perbankan dan prinsip syariah.

2. BMT (Baitul Mal Wat Tamwil)

Definisi dari BMT secara harfiah (bahasa) yaitu baitul maal dan

baitul tanwil. Baitul maal merupakan lembaga keuangan Islam yang

memiliki kegiatan utama menghimpun dan mendistribusikan dana

ZISWAHIB (zakat, infak, shadaqah, waqaf dan hibah) tanpa melihat

keuntungan yang di dapatkan (non profit oriented).

40

Baitul tamwil termasuk lembaga keuangan Islam informal yang

dalam kegiatan maupun operasionalnya memperhitungkan keuntungan

(profit oriented). Kegiatan utama baitul tamwil adalah menghimpun

dana dan mendistribusikan kembali kepada anggota dengan imbalan

bagi hasil atau mark-up/margin yang berlandaskan sistem syariah.

Adapun latar belakang didirikannya BMT adalah sebagai berikut:

Sebagian masyarakat dianggap tidak bankable sehingga susah

memperoleh pendanaan, kalaupun ada sumber dananya mahal dan

untuk pemberdayaan dan pembinaan usaha masyarakat muslim

melalui masjid dan masyarakat sekitarnya.

Ciri –ciri dari BMT adalah sebagai berikut:

1) Berbadan Hukum Koperasi.

2) Bertujuan menyediakan dana murah dan cepat serta tidak berbelit-

belit guna pengembangan dan memajukan usaha bagi anggotanya.

3) Skala produk dan pendanaan yang terbtas menjadi Prinsip dan

pembeda dengan lembaga keuangan lainnya. Sedangkan

mekanismenyadan transaksinya hampir sama dengan perbankan

syariah.

3. Koperasi Syariah

Koperasi syariah di Indonesia dalam periode terakhir berkembang

cukup pesat dan Continuitas yang tinggi dalam mengembang usahanya

dalam memenuhi kebutuhan para anggotanya. Hal ini dapat dilihat dari

banyak nya berdiri koperasi-koperasi syariah di seluruh pelosok negeri

pertumbuhan Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan

Syariah (KJKS/UJKS) juga mengalami perkembangan yang pesat dan

luar biasa selain itu KJKS/UJKS merupakan instrumen pemberdayaan

UMKM.

Pelaksanaan kegiatan usaha berbasis pola syariah ini dimulai pada

tahun 2003, sebanyak 26 KSP/USP-Koperasi Syariah. Lalu meningkat

41

menjadi 100 KSP/USP koperasi syariah pada tahun 2004. Tahun 2007

diperkirakan jumlah koperasi syariah mencapai 3000 buah. Dan

peningkatan koperasi syariah terus meningkat hingga akhir tahun 2010

ini lebih dari 4000 koperasi yang ada di masyarakat yang tersebardi

seluruh wilayah Indonesia.

Koperasi syariah menerapkan beberapa aspek dalam menjalankan

kegiatannya guna melayani para anggotanya,termasuk juga aspek azas

keseimbangan, azas keadilan,azas kerjasama. Contohnya dalam

produksi dimana produksi dalam koperasi menghasilkan sesuatu yang

bisa di manfaatkan oleh anggotanya maupun masyarakat, maka

pebankan dalam hal ini sudah menerapkan aspek keadilan.

Keputusan Menteri mengenai petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha

koperasi yang disahkan pada September 2004 menyebutkan bahwa

setiap koperasi yang akan memulai unit jasa keuangan syariah,

diharuskan meyetor modal awal minimal Rp 15 juta untuk primer dan

Rp 50 juta untuk koperasi sekunder.

Semua bank, koperasi jasa keuangan syariah dan unit jasa

keuangan syariah diperkenankan menghimpun dana dari para anggota

maupun masyarakat baik berupa tabungan, simpanan berjangka dalam

pembiayaan mudharabah musyarakah, murabahah, salam, istisna,

ijarah dan alqadr. Selain kegiatan tersebut koperasi jasa keuangan juga

diperkenankan menjalankan kegiatan pengumpulan dan penyaluran

dana zakat, infak, dan sedekah kepada masyarakat yang membutuhkan

dan layak menerima termasuk juga waqaf yang di kelola secara

terpisah.36

36

Amin Aziz, Pedoman Pendirian BMT, (Jakarta: Pinbuk Press, 2004), h. 23-31.

42

BAB III

PROFIL KOPERASI SERBA USAHA HUWAIZA

A. Profil LKMS Koperasi Serba Usaha Syariah Huwaiza

1. Sejarah

Awal mula berdirinya Koperasi Serba Usaha (KSU) Syariah

Huwaiza yaitu pada tanggal 19 Januari 2002, yang berasal dari suatu

perkumpulan pengajian ibu-ibu yang terdiri dari 12 orang yang rutin

melaksanakan pengajian sepekan sekali. Di pengajian tersebut setiap

anggota pengajian menyimpan uang atau mengumpulkan simpanan wajib

sebesar Rp. 4.000,- tiap bulannya. Dan setelah 5 bulan berjalan

dengan uang yang terkumpul sekitar Rp.244.200,- sekumpulan ibu-ibu ini

membentuk kepengurusan yang diberi nama kelompok Swadaya

Masyarakat (KSM) teratai. Seiring dengan berkembangnya wawasan

pengurus dan dinamika yang dihadapi dalam pengembangan KSM,

pengurus KSM teratai menyadari bahwa untuk mempertahankan KSM

teratai agar tetap eksis dan berkembang dibutuhkan pengakuan atau

legalitas secara formal, maka pada tahun 2005 tepatnya pada tanggal 27

April 2005, KSM teratai berubah wujud menjadi koperasi yang diberi

nama HUWAIZA yang mendapatkan legalitas sebagai koperasi

konvensional. Setelah dua tahun berjalan koperasi huwaiza medapatkan

dana stimulus dari Kementrian Koperasi sebesar Rp. 100.000.000,-.

Pada tahun 2008 Koperasi Huwaiza merubah legalitas dari koperasi

konvensional ke koperasi syariah sekaligus melebarkan sayap usahanya.

Awalnya Koperasi Huwaiza terletak di Jl. Masjid Al-Hukamah RT/RW

03/04 Rangkapan Jaya Baru Pancoran Mas – Depok sebelah SMP 4

Muhammadiyah, dikarenakan satu dan lain hal pada tahun 2010 Koperasi

Huwaiza pindah ke Jl. Raya Meruyung Kelurahan Meruyung Kecamatan

Limo Depok, dan dikarenakan banjir melanda huwaiza selama dua tahun

berturut turut maka pada tahun 2012 koperasi huwaiza pindah ke Jl. Raya

Parung Bingung No. 02 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kecamatan

43

Pancoran Mas–Depok. Dari tahun ke tahun Koperasi Huwaiza tumbuh

dan berkembang, terbukti dengan banyaknya prestasi yang di peroleh oleh

Koperasi Huwaiza, salah satunya yaitu mendapat penghargaan di

Koperasi Award sebagai Koperasi Terbaik Sekota Depok pada tahun

2016.

2. Visi dan Misi

Visi

“Menjadi lembaga keuangan yang kuat, luas jaringan pelayanannya, serta

konsisten pada nilai dan kaidah syariah dalam upaya mensejahterakan

masyarakat”.

Misi:

a. Memperkuat kelembagaan dari sisi sumber daya manusia, keuangan,

anggota, teknologi, informasi serta dukungan pemerintah dan

masyarakat.

b. Mengembangkan seluas-luasnya jaringan pelayanan kepada anggota

dan masyarakat dengan produk yang beragam.

c. Menerapkan prinsip dan kaidah syariah dalam setiap transaksi dan

aktivitas kelembagaan.

d. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan

ekonomi mikro.

3. Prinsip Dasar Syariah

Prinsip dasar yang dipakai oleh KSU Syariah Huwaiza adalah prinsip

yang sesuai al-qur’an, sunah dan fatwa-fatwa terkait ini dapat dilihat dari

sejarahnya yanga mana awalnya KSU ini bernama Teratai lalu diubah

menjadi Huwaiza sebagai bentuk untuk perubahan dari konvesional

menjadi syariah. Mengenai prinsip terpentingnya KSU Syariah Huwaiza

tidak lepas dari Rugulasi Perkoperasiannya.

4. Fungsi lembaga

a. Fungsi Sosial: adanya dana pinjaman yang digunakan bagi anggota

ataupun luar anggota. Dalam koperasi Huwaiza terdapat pembiayaan

44

KP2UH (Kelompok Persaudaraan Perempuan Usaha Huwaiza) dan

Lembaga.

b. Fungsi Ekonomi: SHU atau Sisa Hasil Usaha yang nilai itu didapat

dari perolehan hasil dari segala macam kegiatan koperasi tersebut.

c. Fungsi Politik: dengan kita berkoperasi kita dapat mengerti dengan

jelas fungsi dari masing-masing anggota. Ada yang berperan sebagai

pengurus, ataupun pengawas. Dapat dilihat dalam struktur organisasi

KSU Syariah Huwaiza.

d. Fungsi Etika: kita dapat mengerti dengan jelas etika apa yang harus

diterapkan. Normalnya dalam koperasi biasanya masih berkaitan

dengan norma. Norma yang ada adalah kekeluargaan, kejujuran,

tanggung jawab, dan kebersamaan.

5. Tujuan Lembaga

a. Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat

pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional

, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.

b. Menjadi lembaga keuangan yang bebas dari Riba dan sesuai prinsip

Syariah.

c. Menjadi wadah keuangan untuk pereknomian kecil.

d. Untuk memajukan ekonomi umat islam

B. Legalitas dan Struktur Organisasi

1. Legalitas

a. Badan Hukum :75/BH/KUKM/1.2/IV/2005 tanggal

27 April 2015

b. Perubahan Anggaran Dasar :

518/94/BH/XIII.25/KPTS/KUKM/1.2/II/2008

c. NPWP : 02.597.694.5-412.000

d. SIUP : 00170/10-27/PK/II/2008

e. TDP : 10.27.2.65.00438

f. SITU :

503/154/KPTS/SITU/II/PERINDAG/2008

45

2. Struktur Organisasi :

a. Pengurus :

1) Ketua : Namah Purnama, AMD

2) Sekertaris : Komariah, S.Pd

3) Bendahara : Siti Badriah, S.E

b. Dewan Pengawas :

1) Syariah : Ust Anwar Nasihin, Lc.

2) Manajemen : Muhammad Shaleh, S.Pd

: Zikri Dwi Darmawan, SKM

c. Manajer : Hoirudin, S.Pd.I

d. Kepala Bag. Operasional : Nur Apriani, S.Pd

e. Teller/Kasir : Ayu Oktaviani

f. Customer Service : Tri Herlina

g. AO Marketing Funding : Idrus Firdaus

h. Pembiayaan : Martono

: Bibing A

C. Produk-Produk

1. Produk Simpanan

a. Simpanan Wadiah (Titipan) :

1) Simpanan Sukarela;

2) Simpanan Aqiqah/Qurban;

3) Simpanan Hari Raya/Idhul Fitri;

4) Simpanan Pendidikan;

5) Simpanan Walimah;

6) Simpanan KP2UH;

7) Simpanan Haji dan Umroh;

8) Simpanan Mudharabah /Deposito

b. Simpanan Berjangka/Deposito

Simpanan deposito mudharabah adalah simpanan berjangka yang lebih

menguntungkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Simpanan minimal Rp 1.000.000,00

46

2. Nisbah/bagi hasil disesuaikan dengan jangka waktu penyimpanan:

Jangka waktu 3 bulan:

75% (untuk KSU Syariah Huwaiza: 25% (untuk anggota/penyimpan)

Jangka waktu 6 bulan:

70% (untuk KSU Syariah Huwaiza): 30% (untuk

anggota/penyimpan)

Jangka waktu 1 tahun:

65% (untuk KSU Syariah Huwaiza): 35% (untuk

anggota/penyimpan)

Misal: Saudara Berry Susanto berakad untuk simpanan deposito

mudharabah dengan nilai Rp 1.000.000,00 selama 12 bulan. Kini ia

telah mendapatkan bagi hasil dengan kisaran Rp 6.629,00 tiap bulan.

c. Simpanan Investasi Syariah

Simpanan investasi syariah adalah simpanan berjangka yang lebih

menguntungkan. Hanya dengan menginvestasikan dana Rp

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu minimal

12 bulan, Anda mendapatkan bagi hasil kisaran Rp 300.000,00 s.d Rp

500.000,00 tiap bulan.

2. Produk Pembiayaan

a. Pembiayaan Produktif

Pembiayaan Produktif adalah pembiayaan untuk modal usaha seperti:

Usaha dagang, Pertanian, Percetakan dan segala macam usaha yang

tidak melanggar syariah.

b. Pembiayaan Konsumtif

Pembiayaan Konsumtif adalah pembiayaan yang dipergunakan untuk

membeli barang-barang konsumsi seperti: Pembelian sepeda motor,

Pembelian komputer, laptop, Pembelian televisi, kulkas, mesin cuci

dan segala macam barang konsumsi yang tidak dilarang syariah.

c. Pembiayaan Akad Ijaroh/Sewa

Pembiayaan Akad Ijarah/Sewa seperti: Sewa Rumah, Sewa Ruko/toko

dan lain-lain.

47

d. Pembiayaan Akad Kebajikan/Qardhul Hasan

Pembiayaan Akad Kebajikan/Qardhul Hasan seperti: Biaya Rumah

Sakit dan lain-lain.

e. Pembiayaan KP2UH

Pembiayaan KP2UH (Kelompok Persaudaraan Perempuan Usaha

Huwaiza) adalah pembiayaan dengan sistem kelompok dan tanggung

renteng, khusus untuk kaum ibu/perempuan.1

TABEL ANGSURAN PEMBIAYAAN KSU SYARIAH HUWAIZA

Plafond 5 bulan 10 bulan 12 bulan 20 bulan 24 bulan 36 bulan Bonus

500.000 115.000 - - - - - 10.000

1.000.000 230.000 130.000 113.333 - - - 20.000

1.500.000 345.000 195.000 170.000 - - - 20.000

2.000.000 450.000 250.000 216.667 150.000 133.333 105.556 20.000

2.500.000 562.500 312.500 270.833 187.500 166.667 131.944 30.000

3.000.000 675.000 375.000 325.000 225.500 200.000 158.333 30.000

3.500.000 787.500 437.500 379.167 262.500 233.333 184.722 40.000

4.000.000 900.000 500.000 433.333 300.000 266.667 211.111 40.000

4.500.000 1.012.500 562.500 487.500 337.500 300.000 237.500 50.000

5.000.000 1.125.000 625.000 541.667 375.000 333.333 263.889 50.000

5.500.000 1.237.500 580.938 595.833 412.500 366.667 290.278 60.000

6.000.000 1.338.000 630.774 638.000 438.000 388.000 304.667 60.000

6.500.000 1.449.500 683.339 691.167 474.500 420.333 330.056 70.000

7.000.000 1.561.000 735.903 744.333 511.000 452.667 355.444 70.000

1 https://rikaauliaweb.wordpress.com/2017/10/04/koperasi-serba-usaha-syariah-huwaiza-

dekat-mudah-dan-berkah/ diakses pada hari Jum’at tgl 23 Nov 2018 pada pukul 14.25 WIB

48

7.500.000 1.672.500 788.468 797.500 547.500 485.000 380.833 80.000

8.000.000 1.784.000 841.032 850.667 584.000 517.333 406.222 80.000

8.500.000 1.895.500 893.597 903.833 620.500 549.667 431.611 90.000

9.000.000 2.007.000 946.161 957.000 657.000 582.000 457.000 90.000

9.500.000 2.118.500 998.726 1.010.167 693.500 614.333 482.389 100.000

10.000.000 2.190.000 1.190.000 1.023.333 690.000 606.667 467.778 100.000

11.000.000 2.409.000 1.309.000 1.125.667 759.000 667.333 514.556 120.000

12.000.000 2.628.000 1.428.000 1.228.000 828.000 728.000 561.333 140.000

13.000.000 2.847.000 1.547.000 1.330.333 897.000 788.667 608.111 160.000

14.000.000 3.066.000 1.666.000 1.432.667 966.000 849.333 654.889 180.000

15.000.000 3.285.000 1.785.000 1.535.000 1.035.000 910.000 701.667 200.000

16.000.000 3.504.000 1.904.000 1.637.333 1.104.000 970.667 748.444 220.000

17.000.000 3.723.000 2.023.000 1.739.667 1.173.000 1.031.333 795.222 240.000

18.000.000 3.942.000 2.142.000 1.842.000 1.242.000 1.092.000 842.000 260.000

19.000.000 4.161.000 2.261.000 1.944.333 1.311.000 1.152.667 888.778 280.000

20.000.000 4.380.000 2.380.000 2.046.667 1.380.000 1.213.333 935.556 300.000

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada KSU Syariah Huwaiza

terdapat beberapa Angsuran dan pada setiap bulannya bebeda-beda angsuran

yang dibayar serta bonus yang didapatkan plafond yang ditawarkan oleh KSU

Syariah Huwaiza mulai dari terendah diangka 500.000 sampai yang tertinggi

diangka 20.000.000 dari setiap plafond berbeda angsurannya sesuai dengan

lamanya angsuran semakin lama angsuran semakin besar biaya yang

dikeluarkan.

49

D. Strategi dan Manajemen Pengembangan

1. Perproduk

a. Penguliran (lending)

Untuk tahun 2017 terjadi pelemahan disektor penguliran dana karena

beberapa aspek salah satunya kurs yang semakin tinggi dan

pereknomian yang semakin lemah. Karena dari itu KSU Syariah

Huwaiza membentuk KP2 yaitu Kelompok Persaudaraan Perempuan,

guna meningkat minat masyarakat untuk menjadi anggota pada KSU

Syariah Huwaiza dan dari KP2 itu di pilih yang terbaik untuk

mendapatkan Dana bergulir.

b. Funding

Produk penghimpunan pada KSU Syariah Huwaiza ada pada 2 Jenis

yaitu wadiah atau titipan dan mudharabah keduanya tersebut

dimanfaatkan semaksimal mungkin dan diberikan pemahaman kepada

anggota akan produk penghimpunan tersebut.

2. Asset

Asset yang dimiliki oleh KSU Syariah Huwaiza adalah sebesar 5,6 Miliar

3. NPF

Non Performing Financing atau kredit bermasalah dalam KSU Syariah

Huwaiza NPF masih di angka 2 digit tanpa menghitung jaminan. Kurang

dari satu bulan pada KSU Syariah termasuk kedalam kredit yang kurang

lancer.

4. Jumlah Karyawan

Jumlah karyawan yang terdapat pada KSU Syariah Huwaiza sebanyak 10

orang Karyawan.

5. Jumlah Kantor

Jumlah kantor yang ada pada KSU Syariah Huwaiza sebanyak 2 kantor.

Satu kantor pusat 1 lagi kantor khusus kas.

6. Jumlah Anggota

Jumlah Anggota yang terdapat pada KSU Syariah Huwaiza adalah

Anggota tetap ada 35 dan anggota biasa ada 2700 anggota.

50

E. Strategi Pengawasan, Pelaporan dan Pembinaan Anggota

1. Strategi Pengawasan

Strategi pengawasan pada KSU Huwaiza terdapat dua sistem

pengawasan pertama oleh dewan pengawas syariah dan kedua oleh

Pengawas Manajemen yang masing-masing memiliki fungsi dan tangung

jawab pengawasan yang berbeda-beda.

2. Pelaporan

Strategi peloporannya dari pihak KSU Syariah Huwaiza dengan

membuat Neraca laporan keuangan yang dilaporkan pada rapat anggota

tahunan (RAT) yang melibatkan anggota penuh dan sebagian anggota

biasa yang terpilih sesuai kreteria. Serta laporan terdapat pada web resmi

KSU Huwaiza.

3. Pembinaan anggota

KSU Syariah Huwaiza mempunyai program Kajian Ekonomi Islam

pertiga Bulan sekali untuk para anggota. Untuk lebih memberikan

pemahaman kepada anggota tentang perekonomian syariah. 2

2 Wawancara dengan Pengurus KSU HUWAIZA pada tanggal 14 Nov 2018 pukul 10.30 WIB

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Perspektif Maqashid Syariah dalam UU No. 8 Tahun 2016 Terhadap

Peluang Kerja Kaum Disabilitas

Dalam BAB II sebelumnya dijelaskan bahwa Allah SWT menganugrahkan

hidup kepada seluruh manusia tidak melihat ras, jenis kelamin, bangsa

maupun agama. Menurut Syeikh Syaukat Husain, Islam memerintahkan

umatnya untuk menghormati hidup seseorang, walaupun terhadap bayi yang

masih di dalam rahim ibunya. Islam tidak hanya memperhatikan kemuliaan

dan martabat manusia ketika ia masih hidup, martabatnya tetap dimuliakan,

sampai dengan wafatnya, dengan diurus jenazahnya, dimandikan, dikafankan,

disholatkan dan dimakamkan dengan baik dan penuh ketulusan.1

Menurut pandangan Islam sebagaimana uraian pada bab II menegaskan

bahwa semangat keberpihakan Islam terhadap penyandang disabilitas.

Implementasi keberpihakan Islam terhadap penyandang disabilitas dilakukan

dengan beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengutamakan pemahaman bahwa Islam memandang penyandang

disabilitas setara dengan manusia lainnya.

2. Mendorong penyandang disabilitas untuk mensyukuri segala kondisi

dirinya sebagai berkah dari Allah swt.

3. Mendorong penyandang disabilitas untuk bersikap optimis, mandiri dan

mengoptimalkan segala potensinya untuk hidup dan berperan secara lebih

luas di tengah kehidupan masyarakat sebagaimana umumnya.

4. Mendorong penyandang disabilitas untuk memperjuangkan hak-hak

asasinya: baik hak di bidang pendidikan, sosial, hukum, politik, ekonomi,

maupun hak-hak lainnya.

1

Syeikh Syaukat Husain, Human Right in Islam, Terjemahan: Abdul Rochim C.N,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h.60.

52

5. Menentang segala sikap dan perlakuan diskriminatif terhadap penyandang

disabilitas baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun

lembaga.

6. Mendukung advokasi terhadap penyandang disabilitas oleh masyarakat,

pemerintah, organisasi-organisasi lainnya.

Maqāṣid syar’iyah memandang orang yang mempunyai kebutuhan khusus

(disabilitas) mempunyai hak yang sama dengan orang normal dalam

mendapatkan hak baik saat di dunia dan di akhirat. Dalam hal pemeliharaan

anak, Islam mengenal konsep haḍhanah atau perlindungan anak yang wajib

dilakukan bagi setiap kelurga. Anak adalah merupakan suatu amanat dari

Allah yang harus dijaga dalam seluruh kondisinya termasuk anak-anak

berkebutuhan khusus. Agama memberikan tuntunan atau cara beribadah bagi

kalangan difabel sebagaimana yang tertera di dalam kitab- kitab fikih baik

dalam urusan ubudiyyah, muamalah maupun yang lain. Maqasid Syari‟ah

adalah upaya untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindarkan keburukan

atau menarik manfaat dan menolak mudarat. Istilah yang sepadan dengan inti

maqasid syariah adalah maslahat, karena penetapan hukum senantiasa

didasarkan atas maslahat.2

Tinjauan hukum terhadap kaum disabilitas dapat dikaji dengan

menggunakan pendekatan atau teori maslahat yang di dalamnya mengandung

al-maslahatut ad-daruriyah; yang berarti tujuan yang akan dicapai adalah

kemaslahatan utama. Selanjutnya Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan pula,

bahwa kemaslahatan yang ingin diwujudkan dan diraih oleh hukum Islam itu

bersifat universal, kemaslahatan sejati, bersifat duniawi dan ukhrawi, lahir,

batin, materialspiritual, maslahat individu, maslahat umum, maslahat hari ini

dan hari esok, semua terlindungi dan terlayani dengan baik, tanpa

membedakan golongan, status sosial, daerah asal, keturunan, orang lemah dan

kuat, penguasa atau rakyat. Kesamarataan dapat terwujud, jika lima unsur

pokok (al-kulliyat alkhams) dapat diwujudkan dan dipelihara. Kelima unsur

2 M. Khoirul Hadi FIKIH DISABILITAS: Studi Tentang Hukum Islam Berbasis Maṡlaḥaḥ

PALASTREN, Vol. 9, No. 1, Juni 2016 h. 4-5.

53

pokok itu menurut al-Syatibi meliputi: din (agama), nafs (jiwa), „aql (akal),

nasl (keturunan), dan mal (harta).3 Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu

menurut Al-syatibi terbagi kepada tiga tingkat, yaitu kebutuhan Dharuriyat,

kebutuhan Hajiyat dan Kebutuhan Tahsiniyat.

a. Kebutuhan Dharuriyat

Kebutuhan dharuriyat merupakan tingkat kebutuhan yang harus ada

atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak

terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia

maupun di akhirat kelak. Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk

dalam kategori ini, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa,

memelihara akal, memelihara kehormatan dan keturunan, serta

memelihara harta. Untuk memelihara lima pokok inilah Syariat Islam

diturunkan. Setiap ayat hukum bila diteliti akan ditemukan alasan

pembentukannya yang tidak lain adalah untuk memelihara lima pokok

diatas.

Kebutuhan dharuriyat merupakan kemaslahatan yang berada sangat

dibutuhkan oleh kehidupan manusia, kehidupan manusia tidak memiliki

arti apapun apabila salah satu prinsip lima tersebut tidak ada. segala usaha

yang secara langsung menjamin atau menuju pada keberadaan lima

prinsip tersebut adalah baik. Dalam hal ini Allah memerintahkan untuk

melakukan usaha bagi pemenuhan pokok tersebut. Meninggalkan dan

menjauhi larangan Allah tersebut adalah baik. Dalam hal ini Allah

melarang murtad untuk memelihara agama, melarang membunuh untuk

memelihara jiwa, melarang minuman keras untuk memelihara akal,

melarang berzina untuk memelihara keturunan dan melarang mencuri

untuk memelihara harta. tinjaun hukum terhadap kaum disabilitas dari

aspek peluang hukum merupakan bagian dari kebutuhan Dharuriyat

karena jika tidak dipenuhi aspek ini atau cacat maka akan berdampak

kepada kelima unsur diatas. Maka dari itu perlu adanya peluang kerja

3 Siti Djazimah Analisis Maqaid Asy- Syari‟ah Terhadap Perlindungan Anak Difabel

Pada Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta Jurnal Al-Ahwal, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H h.223

54

yang sama terhadap kaum disabilitas dan tidak ada tindakan driskiminasi

terhadapnya.

b. Kebutuhan Hajiyat

Kebutuhan hajiyat merupakan kebutuhan-kebutuhan sekunder, di

mana bilamana tidak terwujudkan tidak sampai mengancam

keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syariat Islam

menghilangkan segala kesulitan itu. Adanya hukum rukhshah

(keringanan) seperti dijelaskan Abd al-Wahhab Khallaf dalam kitab ushl

fiqh adalah sebagai contoh dari kepedulian Syariat Islam terhadap

kebutuhan ini.

Dalam lapangan ibadat, Islam mensyariatkan beberapa

hukum rukhshah (keringanan) bilamana kenyataannya mendapat kesulitan

dalam menjalankan perintah-perintah taklif. Misalnya, Islam

membolehkan tidak berpuasa bilamana dalam perjalanan dalam jarak

tertentu dengan syarat diganti pada hari yang lain dan demikian juga

halnya dengan orang yang sedang 4 sakit. Kebolehan mengqashar shalat

adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hajiyat ini.

Aspek hukum terhadap hak peluang kerja bagi kaum disabilitas

haruslah sama tidak ada interfrensi atau pun diskriminasi dari manapun

atau bahkan mereka dikucilkan sehinnga tidak adanya kemaslahatan untuk

mereka sehingga mereka tidak dapat mencukupi segala kebutuhannya baik

kebutuhan dharuriyat ataupun hajiyat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

kebutuhan hajiyat bukan merupakan aspek dari peluang kerja karena

peluang kerja itu merupakan kebutuhan Dharuriyat bukan kebutuhan

Hajiyat.

c. Kebutuhan Tahsiniyat

Kebutuhan tahsiniyat merupakan tingkat kebutuhan yang apabila tidak

terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas

dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa

kebutuhan pelengkap, seperti dikemukakan al-Syatibi, hal-hal yang

4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 350

55

merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang

tidak enak dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai

dengan tuntutan moral dan akhlak.

Dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ibadat, mu‟amalat, dan

„uqubat, Allah telah mensyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan

kebutuhan tahsiniyat. Dalam lapangan ibadat, kata Abd. Wahhab Khallaf,

umpamanya Islam mensyariatkan bersuci baik dari najis atau hadas, baik

pada badan maupun pada tempat dan lingkungan. Islam menganjurkan

berhias ketika hendak ke Masjid, menganjurkan memperbanyak ibadah

sunnah.5

Aspek peluang kerja bagi kaum disabilitas bukanlah merupakan aspek

penyempurna. karena berkerja itu adalah kebutuhan pokok untuk

melaksankan kelima unsur diatas. jika kaum disabilitas tidak berkeja maka

akan timbul masalah-masalah baru sehingga membuat dia merasa tidak

bermanfaat dan hal-hal negative sehinggan kelima unsur itu tidak

terpenuhi. sehingga peluang kerja buat disabilitas merupakan kebutuhan

pokok bukan tambahan atau penyempurna.

Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang

Disabilitas merupakan kewajiban negara. Hal ini juga ditegaskan

dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk

menghormati hak Penyandang Disabilitas. Penyandang Disabilitas selama

ini mengalami banyak Diskriminasi yang berakibat belum terpenuhinya

pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.

Selama ini, pengaturan mengenai Penyandang Disabilitas diatur dalam

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, tetapi

pengaturan ini belum berperspektif hak asasi manusia. Materi muatan

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

lebih bersifat belas kasihan (charity based) dan Pemenuhan hak

Penyandang Disabilitas masih dinilai sebagai masalah sosial yang

5 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 351

56

kebijakan Pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi

sosial, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Penyandang

Disabilitas seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya

mengembangkan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang

bermartabat.

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang

Pengesahan Convention on the Rights of Persons with

Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) tanggal 10

November 2011 menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah

Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak

Penyandang Disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan Penyandang Disabilitas. Dengan demikian,

Penyandang Disabilitas berhak untuk bebas dari penyiksaan atau

perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia,

bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta

berhak untuk mendapatkan Penghormatan atas integritas mental dan

fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya

hak untuk mendapatkan Pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka

kemandirian, serta dalam keadaan darurat.

Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan hak

yang termuat dalam konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-

undangan, termasuk menjamin Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas

dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan,

politik dan pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta

pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi.6

Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup

setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang

mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama

sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan

6 Penjelasan tentang UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas

57

amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan

berkembang secara adil dan bermartabat. bahwa sebagian besar

penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan,

terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan,

hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang

disabilitas.

Demi mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang

disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa

diskriminasi diperlukan peraturan perundangundangan yang dapat

menjamin pelaksanaannya; Bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997

tentang Penyandang Cacat, sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma

kebutuhan penyandang disabilitas sehingga perlu diganti dengan undang-

undang yang baru maka dari itu muncul lah UU No. 8 tahun 2016 sebagai

wujud keseriusan pemeritah dalam mewujudkan keadilan pada hak-hak

untuk kaum disabilitas.

Pengertian penyandang disabilitas dalam UU No. 8 tahun 2016 adalah

setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental,

dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi

dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk

berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya

berdasarkan kesamaan hak. Ragam Penyandang Disabilitas meliputi: a.

Penyandang Disabilitas fisik; b. Penyandang Disabilitas intelektual c.

Penyandang Disabilitas mental; dan/atau d. Penyandang Disabilitas

sensorik.7

Penyandang Disabilitas memiliki hak: a. hidup; b. bebas dari stigma;

c. privasi; d. keadilan dan perlindungan hukum; e. pendidikan; f.

pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi; g. kesehatan; h. politik; i.

keagamaan; j. keolahragaan; k. kebudayaan dan pariwisata; l.

kesejahteraan sosial; m. Aksesibilitas; n. Pelayanan Publik; o.

Pelindungan dari bencana; p. habilitasi dan rehabilitasi; q. Konsesi; r.

7 Penjelasan tentang UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas

58

pendataan; s. hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; t.

berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi; u. berpindah

tempat dan kewarganegaraan; dan v. bebas dari tindakan Diskriminasi,

penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi.

Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan:

1) mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan

hak asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas secara

penuh dan setara;

2) menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan

Pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri Penyandang

Disabilitas;

3) mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih

berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat;

4) melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi,

pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak

asasi manusia; dan

5) memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan,

Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk

mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan

sesuai bakat dan minat yang dimilikinya untuk menikmati, berperan

serta berkontribusi secara optimal, aman, leluasa, dan bermartabat

dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan

bermasyarakat.

Kesamaan hak memperoleh pekerjaan bagi penyandang disabilitas ini

dipertegas dalam UU no 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Undang Undang ini sebagai landasan operasional dalam mewujudkan

penyandang disabilitas yang sejahtera dan mandiri UU no 8 Tahun 2016

Tentang Penyandang Disabilitas dibandingkan dengan UU no 4 Tahun

1997 Tentang Penyandang Cacat, yang merupakan UU sebelumnya,

terdapat perbedaan mendasar terkait dengan bidang ketenagakerjaan.

Pengaturan bidang ketenagakerjaan dalam UU no 4 Tahun 1997 Tentang

59

Penyandang Cacat, adalah: (1). Didasarkan pada belas kasih (charity); (2).

Pemerintah dan swasta wajib mempekerjakan penyandang cacat minimal

1 % dari total pegaria; (3). Tidak ada insentif bagi perusahaan yang

mempekerjakan penyandang cacat.8

Sedang pengaturan bidang ketenagakerjaan dalam UU no 8 Tahun

2016 Tentang Penyandang Disabilitas, adalah: (1). Didasarkan pada hak

(human right); (2). Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, dan BUMD

wajib mempekerjakan penyandang disabilitas 2 % dari total pegawai; (3).

Swasta wajib mempekerjakan penyandang disabilitas 1 % dari total

pegawai; (4). Terdapat insentif bagi perusahaan yang mempekerjakan

penyandang disabilitas.

Dalam hal penyandang disabilitas ingin bekerja mandiri, UU no 8

Tahun 2016 mengatur bahwa: "Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib

memberikan jaminan, perlindungan dan pendampingan kepada

penyandang disabilitas untuk berwirausaha dan mendirikan badan usaha

sesuai dengan peraturan per undang undangan (pasal 56).

Untuk memenuhi amanat UU no 8 Tahun 2016 yang terkait dengan

bidang ketenagakerjaan, maka perlu disadari bersama bahwa penempatan

tenaga kerja penyandang disabilitas adalah menjadi hak penyandang

disabilitas, sekaligus menjadi kewajiban Pemerintah dan Pemerintah

Daerah, BUMN dan BUMD, serta Perusahaan Swasta. Sehingga, perlu

dilaksanakan sebaik-baiknya dengan tetap memperhatikan kesehatan dan

keselamatan kerja. penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas dari

sisi permintaan tenaga kerja oleh perusahaan / institusi dapat dilakukan

melalui 5 langkah / tahapan:

1) Membulatkan niat/tekad untuk penempatan tenaga kerja disabilitas

(Pemangku kepentingan menyadari bahwa penyandang disabilitas

memiliki hak yang sama untuk bekerja);

2) Perencanaan Tenaga Kerja Perusahaan (menyusun permintaan tenaga

kerja termasuk bagi penyandang disabilitas);

8 Penjelasan tentang UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas

60

3) Perekrutan (Melakukan pengumuman dan proses seleksi);

4) Pelatihan / Pemagangan (Melakukan pelatihan atau pemagangan di

perusahaan lain atau perusahaan yang bersangkutan;

5) Penempatan untuk bekerja layak (bekerja sesuai dengan minat, bakat

dan kemampuan tanpa diskriminasi)9

UU No. 8 Tahun 2016 terhadap peluang kerja kaum disabilitas Bagian

Ketujuh Hak Pekerjaan, Kewirausahaan, dan Koperasi dalam Pasal 11

menjelaskan Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk

Penyandang Disabilitas meliputi hak:

1) memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, atau swasta tanpa Diskriminasi;

2) memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan

Penyandang Disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab

yang sama;

3) memperoleh Akomodasi yang Layak dalam pekerjaan;

4) tidak diberhentikan karena alasan disabilitas;

5) mendapatkan program kembali bekerja;

6) penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat;

7) memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier serta

segala hak normatif yang melekat di dalamnya; dan

8) memajukan usaha, memiliki pekerjaan 10sendiri, wiraswasta,

pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.

Perlindungan kesempatan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat

diakui dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU

Ketenagakerjaan) yaitu dalam penjelasan pasal 5 dan secara tegas dalam

pasal 28. Pasal 28 UU Ketenagakerjaan menyatakan:

“Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang

penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi

pekerjaan pada perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja

pada perusahaanya”

9 https://www.kompasiana.com/sumas/59ed5a2696bb0855170c8882/hak-bekerja-

penyandang-disabilitas diakses pada tgl 22 Desember 2018 pada pukul 14.23 WIB

10 UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas

61

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 14 jo. penjelasan pasal 14 UU

Penyandang Cacat.

Pasal 14 UU Penyandang Cacat:

“Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan

yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang

cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan,

pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan

jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.”

Penjelasan pasal 14 UU Penyandang Cacat:

“Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang

penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan

yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan.

Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan

sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi

persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun

jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.”11

Dapat disimpulkan bahwa peluang kerja terhadap kaum disabilitas

harus disamaratakan dengan orang-orang normal tidak diskiriminasi untuk

mereka dalam pasal 11 telah dijelaskan bahwa disabilitas mempunyai hak

dalam hal pekerjaan baik pada bisnis usaha ataupun sampai koperasi

mereka punya peluang didalamnya. pemerintah disini sendiri sebenernya

sudah cukup baik dalam memberikan payung hukum terhadap kaum-kaum

disabilitas disini tinggal implementasi pemerintah terhadap peraturan

tersebut apakah dapat dijalankan sesuai atau hanya sekedar peraturan akan

tetapi penegakannya minim sehingga tetap saja kaum disabilitas tertindas

akan hak-hak mereka.

Dalam hukum Maqashid Syariah ataupun UU No 8 Tahun 2016

tentang penyandang disabilitas keduanya tentunya melindungi kaum-

kaum disabilitas dalam peluang kerja. mereka memberikan kesempatan

yang sama terhadap kaum disabilitas layaknya orang-orang normal pada

umumnya, tidak adanya diskiriminasi, pengucilan ataupun penolakan

untuk mereka jika nantinya mereka melamar pekerjaan atau membuka

11 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan)

62

pekerjaan. mereka harus diberi kesempatan selama mereka memiliki skill

dan kemampuan dalam pekerajaan yang dibutuhkan maka kantor atau

instansi tersebut harus menerima mereka meskipun mereka memiliki

kekurangan.

B. Persiapan Peluang Kerja Kaum Disabilitas Pada KSU Syariah Huwaiza

Rendahnya akses memperoleh pekerjaan bagi penyandang disabilitas

menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Hambatan yang saat ini

terjadi sangat berpotensi mempengaruhi tingkat kesejahteraan bagi para

penyandang disabilitas. Pada dasarnya Pemenuhan hak bagi penyandang

disabilitas terkait jaminan akses pekerjaan telah diamanatkan dalam Pasal 53

UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. secara jelas disebutkan

setiap perusahaan wajib mengakomodasi penyandang disabilitas minimal 1

persen dari total tenaga kerja di sektor swasta dan 2 persen pada sektor

pemerintahan.

Terlepas dari peraturan Undang-Undang tersebut, terdapat beberapa faktor

yang mempengaruh rendahnya keterserapan kerja bagi penyandang disabilitas

khususnya pada sektor pekerjaan formal. Penulis menilai bahwa faktor

tersebut berasal dari internal maupun eksternal. Faktor internal terjadi ketika

penyandang disabilitas mengalami tekanan secara psikis dimana mereka

kehilangan kepercayaan diri ketika harus bersosialisasi di tempat umum.

Kemudian terjadinya traumatik masa lalu juga sebagi pemicu penyandang

disabilitas sulit mengembangkan potensi yang dimiliki. Sementara itu, dari sisi

faktor eksternal yaitu adanya stigma negatif pemilik perusahaan akan

kemampuan penyandang disabilitas. Faktor lain yang sering juga dijumpai

terkait persyaratan kerja yang masih memberatkan bagi kualifikasi

penyandang disabilitas. sebagai contoh, harus melampirkan surat keterangan

sehat jasmani dan rohani. Kondisi tersebut mencerminkan jika penyandang

disabilitas masih dianggap sebagai orang sakit dan tidak sehat.

UU No. 8 Tahun 2016 terhadap peluang kerja kaum disabilitas Bagian

Ketujuh Hak Pekerjaan, Kewirausahaan, dan Koperasi dalam Pasal 11

63

menjelaskan Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk Penyandang

Disabilitas dalam pasal tersebut sudah tertulis jelas bagaimana hak-hak kaum

disabilitas dalam mendapatkan peluang kerja, disini penulis akan lebih dalam

menjelaskan bagaimana peluang kerja kaum disabilitas pada koperasi dengan

studi kasus pada KSU Huwaiza. KSU Huwaiza sendiri berasal dari suatu

perkumpulan pengajian ibu-ibu yang terdiri dari 12 orang yang rutin

melaksanakan pengajian sepekan sekali dan dari situlah muncul KSU Huwaiza

hingga saat ini Koperasi tersebut terus berkembang dan melebarkan sayapnya.

Menjawab prihal Persiapan peluang kerja disabilitas pada KSU Huwaiza

mereka mengatakan bahwa kami siap jika nantinya ada orang-orang yang

memiliki kekurangan akan teteapi memiliki kelebihan dan dapat memberikan

kontribusi terhadap kami, meskipun fasilitas dikami belum sepenuhnya

mumpuni untuk kaum disabilitas kami terbuka terhadap disabilitas. KSU

Huwaiza sangat setuju orang-orang yang memiliki kekurangan tersebut

mendapatkan peluang kerja dan pekerjan layak seperti orang umumnya.

karena kami yakin orang yang seperti itupun pasti mempunyai kelebihan

dibalik kekurangan mereka. asalkan, ditempatkan pada tempatnya yang tepat.

Sejauh ini memang KSU Huwaiza sendiri tidak memiliki karyawan

disabilitas akan tetapi jika nantinya ada karyawan yang disabilitas yang

melamar ke kami, maka akan menerima mereka jika memang mereka

memiliki kemampuan yang kami butuhkan di KSU ini. seandainya disabilitas,

yang penting mereka itu bisa berkomunikasi dengan baik dan bisa mengakses

computer ataupun desain yang tidak berhubungan dengan kekurangan mereka.

KSU Huwaiza memberikan pandangan terhadap peran pemerintah bagi

peluang kerja kaum disabilitas, mereka mengatakan bahwa jika akses memang

sudah baik akan tetapi kalau masalah pendidikan masih kurang. karena,

sekolah luar biasa (SLB) itu sepengetahuan kami mahal. mungkin kalo orang

kaya yang anaknya berkebutuhan khusus bisalah bayar sekolahnya yang

mahal. tapi kan masalahnya yang berkebutuhan khusus itu juga ada orang

dibawah rata-rata dan mereka pasti juga ingin anak-anaknya sekolah seperti

hal layak umumnya masih kurang, karena hanya sebatas undang-undang

64

ketenagakerjaan untuk disabilitas tapi implementasinya di lapangannya sangat

minim.

Mereka memberikan solusi untuk tetap mempertahan akses kemudahan

untuk kaum disabilitas dan mungkin solusi untuk dunia pendidikan ya kalau

bisa pemerintah harus mengambil peran juga di sekolah SLB. karena rata-rata

SLB itu dikelola oleh swasta. kalau pemerintah yang kelola kan bisa kayak

sekolah negri umumnya. banyak dana bantuan dan murah juga biayanya. kalau

solusi untuk pekerjaan ya pemerintah jangan hanya sekedar menerbitkan

undang-undang saja tapi juga terus memfollow up undang-undang tersebut.

agar, semua perusahaan atau lembaga mengetahui juga maksud dan tujuan

undang-undang tersebut. serta kalau bisa pemerintahan bikin pelatihan juga

buat orang disabilitas yang berkeinginan berkarir di lembaga keuangan baik

syariah maupun konven agar tujuan mereka itu lebih terarah.

KSU Huwaiza tidak mengetahui tentang UU No 8 Tahun 2016 tentang

Ketenagakerjaan dan UU No. 8 Tahun 2016 disabilitas karena selama saya

berkiprah di dunia lembaga keuangan biasanya pemerintah hanya membuat

pelatihan untuk orang-orang normal tidak ada untuk orang yang berkebutuhan

khusus. kami belum mengetahui undang-undang tersebut. tapi sepengetahuan

yang kami lihat, ada juga lembaga keuangan yang memperkerjakan orang

disabilitas seperti Bank Mandiri. ya walaupun juga masih banyak lembaga

keuangan yang belum memperkerjakan orang disabilitas. Padahal dalam

undang-undang tersebut mewajibkan untuk lembaga koperasi memberikan hak

nya untuk kaum disabilitas baik dari segi peluang kerja ataupun dari segi

pelayanan dikoperasi.

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa KSU Huwaiza sendiri memang

tidak ada karyawan yang disabilitas di tempat mereka akan tetapi mereka

membuka peluang sebesar-sebesar untuk kaum disabilitas dapat berkeja

ditempat mereka asalkan mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan KSU

Huwaiza, serta KSU Huwaiza sendiri mendukung penuh terhadap segala

regulasi yang membela hak-hak kaum disabilitas dalam dunia kerja. Menurut

Penulis sendiri diperlukan upaya serius melalui Kementerian Sosial dan

65

Kementerian Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas penyandang

disabilitas, agar mampu berpartisipasi di sektor pekerjaan formal dan infromal.

Saat ini program dari Kementerian Sosial masih cenderung mengarah pada

pemberian bantuan dana. Padahal fasilitasi pelatihan kerja yang sesuai

kemampuan penyandang disabilitas justru sangat dibutuhkan karena mayoritas

penyandang disabilitas memiliki pendidikan yang masih rendah. Kemudian,

secara bersamaan Kementerian Tenaga Kerja juga perlu menggencarkan

sosialisasi serta pengawasan kepada perusahaan-perusahaan swasta maupun

pemerintah terkait pentingnya memberikan kemudahan akses kerja bagi

penyandang disabilitas. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya nyata

implementasi Pasal 53 UU No. 8 tahun 2016.

66

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Maqasid syar’iah memandang orang yang mempunyai kebutuhan khusus

(disabilitas) mempunyai hak yang sama dengan orang normal dalam

mendapatkan hak baik saat di dunia dan di akhirat. Dalam hal pemeliharaan

anak, Islam mengenal konsep haḍanah atau perlindungan anak yang wajib

dilakukan bagi setiap kelurga. Anak adalah merupakan suatu amanat dari

Allah yang harus dijaga dalam seluruh kondisinya termasuk anak-anak

berkebutuhan khusus. Agama memberikan tuntunan atau cara beribadah bagi

kalangan difabel sebagaimana yang tertera di dalam-kitab- kitab fikih baik

dalam urusan ubudiyyah, muamalah maupun yang lain. Tinjaun hukum

terhadap kaum disabilitas dari aspek peluang hukum merupakan bagian dari

kebutuhan Dharuriyat karena jika tidak dipenuhi aspek ini atau cacat maka

akan berdampak kepada kelima unsur diatas. Maka dari itu perlu adanya

peluang kerja yang sama terhadap kaum disabilitas dan tidak ada tindakan

driskiminasi terhadapnya.

Dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas peluang kerja terhadap

kaum disabilitas harus disamaratakan dengan orang-orang normal tidak

diskiriminasi untuk mereka dalam pasal 11 telah dijelaskan bahwa disabilitas

mempunyai hak dalam hal pekerjaan baik pada bisnis usaha ataupun sampai

koperasi mereka punya peluang didalamnya. pemerintah disini sendiri

sebenarnya sudah cukup baik dalam memberikan payung hukum terhadap

kaum-kaum disabilitas disini tinggal implementasi pemerintah terhadap

peraturan tersebut apakah dapat dijalankan sesuai atau hanya sekedar

peraturan akan tetapi penegakannya minim sehingga tetap saja kaum

disabilitas tertindas akan hak-hak mereka.

Dalam hukum Maqashid Syariah ataupun UU No 8 Tahun 2016 tentang

penyandang disabilitas keduanya tentunya melindungi kaum-kaum disabilitas

67

dalam peluang kerja. mereka memberikan kesempatan yang sama terhadap

kaum disabilitas layaknya orang-orang normal pada umumnya, tidak adanya

diskiriminasi, pengucilan ataupun penolakan untuk mereka jika nantinya

mereka melamar pekerjaan atau membuka pekerjaan. mereka harus diberi

kesempatan selama mereka memiliki skill dan kemampuan dalam pekerajaan

yang dibutuhkan maka kantor atau instansi tersebut harus menerima mereka

meskipun mereka memiliki kekurangan.

Kesiapan Peluang kerja Disabilitas pada KSU Huwaiza, sebenarnya

mereka siap dan terbuka hanya saja mereka mengatakan bahwa memang tidak

ada karyawan yang disabilitas di sini akan tetapi mereka membuka peluang

sebesar-sebesar untuk kaum disabilitas dapat berkeja ditempat mereka asalkan

mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan KSU Huwaiza, serta KSU

Huwaiza sendiri mendukung penuh terhadap segala regulasi yang membela

hak-hak kaum disabilitas dalam dunia kerja. Menurut Penulis sendiri

diperlukan upaya serius melalui Kementerian Sosial dan Kementerian

Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas penyandang disabilitas, agar

mampu berpartisipasi di sektor pekerjaan formal dan infromal. Saat ini

program dari Kementerian Sosial masih cenderung mengarah pada pemberian

bantuan dana. Padahal fasilitasi pelatihan kerja yang sesuai kemampuan

penyandang disabilitas justru sangat dibutuhkan karena mayoritas penyandang

disabilitas memiliki pendidikan yang masih rendah. Kemudian, secara

bersamaan Kementerian Tenaga Kerja juga perlu menggencarkan sosialisasi

serta pengawasan kepada perusahaan-perusahaan swasta maupun pemerintah

terkait pentingnya memberikan kemudahan akses kerja bagi penyandang

disabilitas. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya nyata implementasi Pasal 53

UU No. 8 tahun 2016.

B. SARAN

1. Bagi Pemerintah untuk lebih memperhatikan kaum disabiltas sehingga

tidak ada lagi diskriminasi kepada kaum disabilitas dan pemerintah harus

tegas terhadap regulasi yang berkaitan dengan peluang kerja disabilitas,

68

sehingga kaum disabilitas mendapat peluang besar dalam mendapatkan

pekerjaan.

2. Bagi Kementrian Sosial, Pendidikan dan Ketenagakerjaan untuk sepakat

dalam Surat Kepetusan Bersama untuk bersinergi dalam memperjuangkan

nasib Disabilitas

3. Bagi lembaga keuangan syariah terutama di sektor mikro dapat lebih

memeperhatikan kaum disabilitas baik dari segi lowongan pekerjaan atau

layanan keuangan sehingga kaum disabilitas mendapatkan hak-haknya

sesuai dengan regulasi dan hukum islam.

4. Bagi Pembaca, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang lebih terperinci

berkenaan dengan Analisis Peluang Kerja Disabilitas Menurut UU No. 8

Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Dan Maqashid Syariah

(Studi Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza Di Kota Depok Jawa Barat)

yang belum sempat penulis jelaskan seperti perlindungan disabilitas pada

sektor yang lain dari sudut pandang syariah ataupun perundang-undangan

DAFTAR PUSTAKA

Apeldoorn, L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996

Aziz, Amin, Pedoman Pendirian BMT, Jakarta: Pinbuk Press, 2004

Azwar, Saifuddin, MetodePenelitian Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta. PT

Gramedia Pustaka Utama. 1995

Djazuli, H.A. dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

http://business-law.binus.ac.id/2017/03/31/sekilas-tentang-lembaga-keuangan-

mikro-syariah-di-indonesia/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 Pukul

20.47 WIB.

https://rikaauliaweb.wordpress.com/2017/10/04/koperasi-serba-usaha-syariah-

huwaiza-dekat-mudah-dan-berkah/ diakses pada hari Jum’at tgl 23 Nov

2018 pada pukul 14.25 WIB

https://www.kompasiana.com/sumas/59ed5a2696bb0855170c8882/hak-bekerja-

penyandang-disabilitas diakses pada tgl 22 Desember 2018 pada pukul

14.23 WIB

Jaya Bakri, Asafri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi Jakarta; Raja

Grafindo Persada, 1996

Joachim Friedrich, Carl, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa

dan Nusamedia, 2004

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Ke empat, (Departemen

Pendidikan Nasional: Gramedia, Jakarta,2008

Kanjeng Baskara, I Gede Lembaga Keuangan Mikro Di Indonesia, Jurnal

Buletin Studi Ekonomi Vol 18 no 2 agustus 2013

Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul

Muttaqien, Bandung: Nusa Media, 2011

Kholis Reefani, Nur, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta:

Imperium 2013

Khoirul Hadi, M, Fikih Disabilitas: Studi Tentang Hukum Islam Berbasis

Maṡlaḥaḥ Palastren, Vol. 9, No. 1, Juni 2016

Kuncoro, Mudrajad Ekonomika Pembangunan-Teori, Masalah, dan

Kebijakan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006

Mohamad Faiz, Pan, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 6

No 1 April 2009

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian; suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta, Cet. Ke-12, 2002

Shidiq, Sapiudin, Ushul Fiqh, Jakarta; Kencana, 2011

SM Ilmi, Makhalul, Teori dan Praktek Mikro Keuangan Syariah: Beberapa

permasalahan dan Alternatif solusi, Yogyakartal UII Press, 2002)

Syarifuddin, Amir Ushul Fiqh Jakarta: Rajawali Press, 2006

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak

Penyandang Disabilitas, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5251)

Wahab Khallaf, Abdul, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab

Khallaf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996

Wawancara dengan Pengurus KSU HUWAIZA pada tanggal 14 Nov 2018 pukul

10.30 WIB

Winasti, Milu, Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang Disabilitas Fisik,

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Vol 1. No.1. 2012

Lampiran