Upload
truongngoc
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 7
Seminar Tugas Akhir
BAB II PEMAHAMAN TERHADAP PUSAT PELATIHAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pada bab ini akan membahas tentang pemahaman teori pusat pelatihan,
pemahaman teori anak berkebutuhan khusus, pemahaman proyek sejenis dan
spesifikasi umum pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus.
2.1 Pemahaman Pusat Pelatihan
2.1.1 Pengertian Pusat
Pengertian pusat yang dimaksud dalam pusat pelatihan anak berkebutuhan
khusus ini yaitu pusat kegiatan wilayah. Dimana pusat kegiatan wilayah
merupakan suatu bentuk pelayanan kegiatan dalam skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota (http://pustaka.pu.go.id/new/istilah-bidang-detail.asp?id=1247,
diakses tanggal 1 November 2015).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 8
Seminar Tugas Akhir
2.1.2 Pengertian Pelatihan
Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 4,
menyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan nonformal
disamping satuan pendidikan lainnya seperti kursus, majelis ta’lim, kelompok
belajar, kelompok bermain, taman penitipan anak, pusat kegiatan belajar
masyarakat dan satuan pendidikan sejenis. Dalam ayat 5 juga menyatakan kursus
dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Ahmad S. Ruky (dalam Marbun, 2009:2), pelatihan adalah suatu
usaha untuk meningkatkan atau memperbaikki kinerja karyawan dalam
pekerjaannya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan yang
sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah tim
kerja. Menurut Nitisemito (dalam Marbun, 2009:2), pelatihan adalah suatu
kegiatan dari perusahaan yang bermaksut untuk dapat memperbaiki dan
memperkembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan diri dari
para karyawannya sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan
adalah pendidikan nonformal yang bertujuan untuk mengasah pengetahuan,
keterampilan dan kecakapan hidup seseorang.
2.1.3 Jenis-Jenis dan Isi Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal memiliki beberapa jenis yaitu sebagai berikut
(Rohmah, 2014:16).
1. Jenis pendidikan nonformal berdasarkan fungsinya yaitu:
a. Pendidikan Keaksaraan, berhubungan dengan populasi sasaran yang belum
dapat membaca dan menulis.
b. Pendidikan Vokasional, berhubungan dengan populasi sasaran yang
mempunyai hambatan di dalam pengetahuan dan keterampilannya guna
kepentingan bekerja atau mencari nafkah.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 9
Seminar Tugas Akhir
c. Pendidikan Kader, berhubungan dengan populasi sasaran yang sedang atau
bakal memangku jabatan kepemimpinan atau pengelola dari suatu bidang
usaha di masyarakat.
d. Pendidikan Umum dan Penyuluhan, berhubungan dengan berbagai variable
populasi sasaran, target pendidikannya terbatas pada pemahaman dan
menjadi lebih sadar terhadap sesuatu hal.
e. Pendidikan Penyegaran Jiwaraga, berhubungan dengan pengisian waktu
luang, pengembangan minat atau bakat serta hobi.
2. Isi program pendidikan nonformal yang berkaitan dengan peningkatan mutu
kehidupan yaitu:
a. Pengembangan nilai-nilai etis, religi, estetis, social, dan budaya.
b. Pengembangan wawasan dan tata cara berfikir.
c. Peningkatan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan.
d. Peningkatan dan pengembangan pengetahuan di dalam arti luas (sosial,
ekonomi, politik, ilmu-ilmu kealaman, bahasa, sejarah, dan sebagainya).
e. Apresiasi seni-budaya ( sastra, teater, lukis, tari, pahat dan lain sebagainya).
2.1.4 Sasaran Pendidikan Nonformal
Menurut Rohmah (2014), sesuai dengan rancangan Peraturan Pemerintah
sasaran pendidikan nonformal meliputi:
1. Usia Pra-Sekolah (0-6 tahun), pelatihan menjelang pendidikan formal.
2. Usia Pendidikan Dasar (7-12 tahun), penyelenggaraan program kejar paket A
dan kepramukaan yang diselenggarakan secara terpadu.
3. Usia Pendidikan Menengah (13-18 tahun), pelatihan tambahan pendidikan
sebagai pelengkap dan penambah program pendidikan bagi mereka.
4. Usia Pendidikan Tinggi (19-24 tahun), pelatihan keterampilan untuk siap
menjadi tenaga kerja yang produktif, siap kerja, dan siap untuk usaha mandiri.
2.2 Pemahaman Anak Berkebutuhan Khusus
2.2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Mangunsong (dalam Wikasanti, 2014:8), anak berkebutuhan
khusus atau anak luar biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak
normal dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromuskular,
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 10
Seminar Tugas Akhir
perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi maupun kombinasi dua
atau lebih dari hal-hal diatas.
Sementara itu, menurut Suran dan Rizzo (dalam Wikasanti, 2014:8), anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa
dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis,
kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan
potensinya secara maksimal. Meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai
gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, dan juga gangguan emosional.
Juga anak-anak yang berbakat dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikategorikan
sebagai anak khusus karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional.
Menurut Wikasanti (2014), ada beberapa faktor penyebab timbulnya
kebutuhan khusus pada seorang anak yang dapat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor internal, kebutuhan khusus timbul karena kondisi yang ada pada diri
anak tersebut seperti tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
2. Faktor eksternal, kebutuhan khusus timbul karena sesuatu yang berasal dari
luar diri anak, yang mengakibatkan anak memiliki hambatan perkembangan
dan hambatan belajar.
3. Kombinasi faktor eksternal dan internal, kebutuhan khusus yang disebabkan
oleh kombinasi faktor eksternal dan internal diperkirakan akan membuat anak
memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks.
2.2.2 Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 pasal 129 ayat 3
menjelaskan bahwa peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang :
a. Tunanetra
b. Tunarungu
c. Tunawicara
d. Tunagrahita
e. Tunadaksa
f. Tunalaras
g. Berkesulitan Belajar
h. Lamban belajar
i. Autis
j. Memiliki gangguan motorik
k. Menjadi korban penyalah gunaan
narkotika, obat terlarang, dan zat
aditif lain.
l. Memiliki kelainan
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 11
Seminar Tugas Akhir
2.2.3 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda begitu pula dengan
anak berkebutuhan khusus. Karakteristik tersebut dapat diidentifikasi sebagai
berikut.
a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)
Tunanetra adalah individu yang mengalami hambatan dalam
penglihatannya. Menurut Kaufman dan Hallahan tunanetra disebut sebagai
individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari
6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan (Murtie, 2014:283).
Menurut Direktorat PK dan PKL Dikmen, ada empat klasifikasi
penyandang tunanetra, yaitu sebagai berikut (Murtie, 2014:283).
1) Berdasarkan daya penglihatan.
a) Total blind (buta total). Tunanetra jenis ini dikatakan sebagai buta
total / sama sekali tidak memiliki persepsi visual. Didalam medis total
blind dikatakan hanya memiliki ketajaman penglihatan/visus 1/8
seperti jarak lambaian tangan sekitar satu meter saja.
b) Partially sighted (tunanetra setengah berat). Tunanetra jenis ini
memiliki kemampuan untuk melihat namun tidak seutuhnya/sebagian
saja.
c) Low vision (tunanetra ringan). Tunanetra jenis ini diatakan sebagai
tunanetra dengan klasifikasi ringan dan biasanya masih dapat
beraktifitas mengguakan fungsi penglihatannya.
2) Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan.
a) Terjadi semenjak didalam kandungan
b) Terjadi saat masih kanak-kanak
c) Terjadi saat usia sekolah/remaja
d) Terjadi saat dewasa
e) Terjadi saat lanjut usia
3) Berdasarkan pemeriksaan klinis.
a) Ketajaman penglihatan kurang dari 20/200. Sudah termasuk permanen
dan sulit diperbaiki fungsi penglihatannya.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 12
Seminar Tugas Akhir
b) Ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200. Masih
bisa diperbaiki fungsi penglihatannya.
4) Berdasarkan kelainan pada mata.
a) Myopia, adalah gangguan peglihatan ketika seseorang sulit melihat
dari jarak dekat.
b) Hyiperopia, adalah gangguan penglihatan ketika seseorang sulit
melihat dari jarak jauh.
c) Astigmatisme, adalah gangguan penglihatan ketika penglihatan
menjadi kabur akibat adanya sesuatu yang tidak beres pada bola
matanya.
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunanetra yaitu
sebagai berikut.
a) Secara kognitif mengalami gangguan karena memiliki keterbatasan dalam
variasi dan rentang pengalaman yang didapatkan, mobilitas dan interaksi
dengan lingkungan menjadi terhambat.
b) Secara akademis apabila ia tidak mengalami keterbatasan secara kognitif
maka ia dapat memperlihatkan hasil belajar yang baik asalkan lingkungan
sekitar memberikan dukungan yang penuh dengan alat-alat bantu yang
memadai.
c) Secara sosial dan emosional anak dengan kehilangan kemampuan
penglihatan dapat mengalami kesulitan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan sosial karena ia sulit untuk dapat mengamati,
menirukan dan menunjukkan tingkah laku sosial yang tepat.
d) Dalam berperilaku seringkali terlihat kurang matang, merasa terisolasi dan
kurang asertif terutama jika lingkungan kurang kondusif. Selain itu ada
perilaku stereotip yang dimunculkan seperti mengejapkan mata,
menjentikan jari, menggoyangkan badan atau kepala, atau menggeliatkan
badan. Hal ini sering muncul dikarenakan mereka kehilangan stimulasi
sensori, terbatasnya gerakan dan aktivitas mereka dilingkungan, kurangnya
interaksi sosial.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunanetra yaitu sebagai
berikut.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 13
Seminar Tugas Akhir
1) Faktor keturunan/genetis
2) Faktor penyakit saat didalam kandungan
3) Kurangnya nutrisi pada saat ibu hamil
4) Faktor gangguan pada saat persalinan
5) Faktor penyakit tertentu
6) Faktor kecelakaan.
Penanganan yang dapat dilakukan bagi penyandang tunanetra yaitu
sebagai berikut (Murtie, 2014).
1) Mengasuh sendiri dan memilihkan sekolah terbaik.
2) Menerima kenyataan bahwa anak lemah penglihatan dan memberikan
pemahaman kepada mereka.
3) Kesabaran untuk membangun kemandirian kepada penyandang tuna netra
4) Menumbuhkan kemampuan untuk berinteraksi secara sosial.
5) Rehabilitasi medis dan sosial.
b. Anak dengan gangguan pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah individu yang mengalami gangguan pada
pendengarannya. Tunarungu biasanya diikuiti dengan tunawicara karena
mereka sulit belajar tentang kata dan suara sehingga sulit pula untuk
mengeluarkan kata dan suara tersebut (Murtie, 2014:290).
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), tunarungu diklasifikasikan kedalam
empat kategori yaitu:
1) Ketunarunguan ringan, yaitu kondisi dimana orang masih dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB.
2) Ketunarunguan sedang, yaitu kondisi di mana orang masih dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB.
3) Ketunarunguan berat, yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar
bunyi dengan intensitas 65-95 dB.
4) Ketunarunguan parah , yaitu kondisi di mana orang hanya dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras.
Ciri-ciri anak tunarungu yaitu sebagai berikut:
a) Tidak mampu dengar.
b) Terlambat perkembangan bahasa.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 14
Seminar Tugas Akhir
c) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
d) Kurang / tidak tanggap bila diajak bicara.
e) Ucapan kata tidak jelas.
f) Kualitas suara aneh/monoton.
g) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
h) Banyak perhatian terhadap getaran.
i) Keluar nanah dari kedua telinga.
j) Terdapat kelainan organis telinga.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunarungu yaitu sebagai
berikut.
1) Fakor genetis.
2) Faktor penyakit pada saat ibu hamil.
3) Faktor infeksi pada saat kelahiran bayi.
4) Faktor penyakit radang telinga.
5) Faktor penyakit meningitis/radang selaput otak.
Penanganan yang dapat dilakukan pada penyandang tunarungu yaitu
sebagai berikut (Murtie, 2014).
1) Sabar dan iklas menghadapi amanah anak penyandang tunarungu.
2) Memeriksakan anak dengan seksama dan memeberikan sarana penunjang
untuk mendengar.
3) Terapi visual
4) Terapi musik
5) Terapi bermain
6) Terapi wicara
7) Terapi terpadu (terapi visual, terapi mendengar, dan terapi wicara).
c. Anak redartasi mental (Tunagrahita) Tunagrahita merupakan anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan
jauh dibawah anak-anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga
membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah RI
No. 72 tahun 1991, anak berkebutuhan khusus yang mengalami retardasi
mental disebut sebagai tunagrahita (Murtie, 2014:261). Tunagrahita dapat
diklasifikasikan kedalam tiga kelompok :
1) Kelompok mampu didik, IQ 68-78
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 15
Seminar Tugas Akhir
2) Kelompok mampu latih, IQ 52-55
3) Kelompok mampu rawat, IQ 30-40
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunagrahita yaitu
sebagai berikut:
a) Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal yang
dapat dilihat dari penggolongan IQ mereka yaitu, keterbelakangan mental
ringan (IQ=55–69), keterbelakangan mental sedang (IQ=40-54),
keterbelakangan mental berat (IQ=25–39), keterbelakangan mental sangat
berat (IQ = di bawah 25).
b) Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami
kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
c) Tingkah laku adaptifnya mengalami gangguan terutama dalam hal
komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-
hari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan
mengarahkan diri, fungsi akademis, dan keterlibatan dimasyarakat.
d) Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian,
depresi.
e) Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang
sangat berbeda dengan anak kebanyakan.
Menurut Murtie (2014), faktor penyebab terjadinya tunagrahita yaitu.
1) Faktor prenatal/saat dalam kandungan
2) Faktor natal/saat proses kelahiran
3) Faktor posnatal/setelah kelahiran
Untuk dapat melatih anak tunagrahita maka perlu dilakukan sebuah
terapi. Terapi yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita yaitu sebagai
berikut (Murtie, 2014).
1) Terapi bermain/play therapy
2) Terapi okupasi/terapi gerak
• Terapi psikososial, meliputi terapi perilaku, object relation, kognitif,
dan perilaku okupasi
• Terapi sesomotorik-multisensori, meliputi neuro development
treatment, sensori inttegrasi, dan terapi gerak.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 16
Seminar Tugas Akhir
3) Terapi ADL/ Activity Daily Living
4) Terapi bekerja/ vocational therapy
5) Terapi life skill/keterampilan hidup
d. Anak dengan kelainan fisik (Tunadaksa) Menurut Halahan dan Kauffman (1991) (dalam Kosasih 2012:130)
anak dengan kelainan fisik (tunadaksa) diklasifikasikan menjadi dua kelompok
yaitu.
1) Tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped), merupakan penyandang
tunadaksa yang mengalami kecatatan tertentu di bagian tulang, otot tubuh
ataupun daerah persendian.
2) Tunadaksa saraf (neurologically handicapped) merupakan penyandang
tunadaksa yang mengalami kelemahan dalam gerak dan fungsi salah satu
atau beberapa anggota tubuhnya karena adanya kelainan pada syaraf
diotak.
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), ciri-ciri anak tunadaksa yaitu
sebagai berikut:
a) Secara kognitif dan akademik, anak dengan gangguan fisik akan memiliki
fungsi kognitif dengan rentang dari yang rendah hingga yang tinggi.
b) Secara perilaku, anak dapat terganggu apabila gangguan yang dimilikinya
itu menghambat gerakan, interaksi dengan orang lain.
c) Secara emosional, pada umumnya anak dengan gangguan fisik ini akan
memiliki konsep diri yang rendah
d) Secara sosial, anak dengan gangguan fisik sangat memerlukan bantuan
orang lain untuk dapat berinteraksi dengan teman sebayanya.
e) Secara fisik dan medis, anak dengan gangguan ini akan memiliki kondisi
fisik dan medis yang berbeda dengan anak secara umum dan memerlukan
perhatian yang khusus.
Menurut Murtie (2014), penyebab terjadinya tunadaksa yaitu.
1) Faktor kelahiran
2) Faktor kecelakaan
3) Terkena virus
Penanganan yang dapat dilakukan untuk anak tunadaksa yaitu (Murtie,
2014).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 17
Seminar Tugas Akhir
1) Orang tua perlu menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan anak.
2) Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang hal yang berkaitan dengan
penanganan terhadap bagi tubuh anak yang terbatas geraknya.
3) Memberikan ruang gerak dan sekolah yang sesuai bagi anak.
4) Stimulasi kemampuan anak dalam bidang yang disukai dan dikuasainya.
e. Anak dengan gangguan spektruk autis
Menurut Yulia dan Hidayat (2010), anak dengan gangguan spektrum
autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang
dimanifestasikan dalam hambatan komunikasi verbal dan non verbal, masalah
pada interaksi sosial, gerakan yang berulang dan stereotip, sangat terganggu
dengan perubahan dari suatu rutinitas, memberikan respon yang yang tidak
sesuai terhadap rangsangan sensoris.
Ciri-ciri anak autis yaitu sebagai berikut (Yulia dan Hidayat, 2010),
1) Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal :
a) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi
b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain
(bahasa Planet)
c) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang
sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif)
d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
e) Meniru atau membeo (ekolalia). Beberapa anak sangat pandai
menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti
artinya
f) Kadang bicaranya monoton (seperti robot)
g) Mimik datar.
2) Gangguan dalam bidang interaksi sosial
a) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
b) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa
anak mengalami ketulian.
c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 18
Seminar Tugas Akhir
e) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya
f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh
g) Tidak berbagi kesenangan untuk orang lain.
3) Gangguan dalam bidang perilaku dan bermain :
a) Umumnya ia seperti tidak mengerti cara bermain.
b) Bermain sangat monoton, stereotipik
c) Ada keterpakuan pada mainan atau benda-benda tertentu (seperti
rod/sesuatu yang berputar)
Menurut Murtie (2014), terapi yang dapat dilakukan pada anak autis
yaitu sebagai berikut.
1) ABA (Aplied Behavioral Analysis)
2) Terapi wicara
3) Terapi okupasi dan fisik
4) Terapi sosial dan bermain
5) Terapi perilaku dan perkembangan
6) Terapi visual dan auditori
7) Terapi biomedis
8) Terapi nutrisi
2.3 Pemahaman Terhadap Aturan dan Standar
Pemahaman ini merupakan pemahaman mengenai aturan dan standar yang
berhubungan dengan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang
direncanakan. Aturan dan standar yang digunakan yaitu aturan dan standar
sekolah luar biasa, karena civitas pada sekolah luar biasa sama dengan civitas
pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang akan direncanakan. Acuan
tersebut terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 33 Tahun
2008 mengenai standar sarana dan prasarana untuk Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMALB).
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 19
Seminar Tugas Akhir
2.3.1 Standar dan Aturan Kebutuhan Lahan
Standar kebutuhan lahan minimum yang dibutuhkan dalam perencanaan
pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus yang berpedoman pada standar SDLB,
SMPLB, dan SMALB yaitu sebagai berikut.
1. Lahan SDLB, SMPLB, dan SMALB yang bergabung memenuhi ketentuan luas
lahan minimum seperti tercantum pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Luas Lahan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang Bergabung
No. Jenjang pendidikan Banyak
rombongan belajar
Luas lahan minimum (m2) Bangunan 1
lantai Bangunan 2
lantai 1 SDLB dan SMPLB 9 1600 850
2 SDLB, SMPLB, dan SMALB 12 1800 950
3 SMPLB dan SMALB 6 1440 770 (Sumber: Permendiknas No. 33 Tahun 2008)
2. Luas lahan yang dimaksud dalam tabel-tabel diatas adalah luas lahan efektif
yang dapat digunakan untuk mendirikan bangunan dan tempat
bermain/berolahraga.
3. Lahan terletak di lokasi yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas
kesehatan.
4. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan
darurat dengan kendaraan roda empat.
5. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis
sempadan sungai dan jalur kereta api.
6. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang
lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari
Pemerintah Daerah setempat.
7. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 20
Seminar Tugas Akhir
2.3.2 Standar dan Aturan Bangunan
Standar bangunan minimum yang dibutuhkan dalam perencanaan pusat
pelatihan anak berkebutuhan khusus yang berpedoman pada standar SDLB,
SMPLB, dan SMALB yaitu sebagai berikut.
1. Bangunan SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang bergabung memenuhi
ketentuan luas lantai bangunan minimum seperti tercantum pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Luas Lantai Bangunan Minimum SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB yang bergabung
No. Jenjang pendidikan Banyak
rombongan belajar
Luas lahan minimum (m2) Bangunan 1
lantai Bangunan 2
lantai 1 SDLB dan SMPLB 9 480 510
2 SDLB, SMPLB, dan SMALB 12 540 570
3 SMPLB dan SMALB 6 430 460 (Sumber: Permendiknas No. 33 Tahun 2008)
2. Bangunan memenuhi ketentuan tata bangunan yang terdiri dari:
a. Koefisien dasar bangunan maksimum 30 %;
b. Koefisien lantai bangunan dan ketinggian maksimum bangunan yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah;
c. Jarak bebas bangunan yang meliputi garis sempadan bangunan dengan as
jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan
tinggi, jarak antara bangunan dengan batas-batas persil, dan jarak antara as
jalan dan pagar halaman yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
3. Bangunan dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 900 watt.
4. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan
diawasi secara profesional.
5. Kualitas bangunan minimum permanen kelas B, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar
Pekerjaan Umum.
2.3.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Setiap SDLB, SMPLB, dan SMALB sekurang-kurangnya memiliki ruang
pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus, dan ruang penunjang sesuai
dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik yang dilayani, dapat
dilihat pada Tabel 2.3
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 21
Seminar Tugas Akhir
Tabel 2.3 Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB, dan SMALB
No. Komponen sarana
dan prasarana pendidikan
SDLB SMPLB SMALB
A B C D E A B C D E A B C D E
A. R. Pembelajaran Umum 1. Ruang kelas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 2. Ruang perpustakaan* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ B. Ruang pembelajaran khusus 1. Ruang OM** √ √ 2. Ruang BKPBI : Ruang bina wicara** √ √
Ruang bina persepsi bunyi dan irama** √ √
3. Ruang bina diri** √ √
4. Ruang bina diri dan bina gerak** √ √
5. Ruang bina pribadi dan sosial** √ √
6. Ruang keterampilan* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ C. Ruang penunjang 1. Ruang pimpinan* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 2. Ruang guru* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 3. Ruang tata usaha* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 4. Tempat beribadah* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 5. Ruang UKS* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6. Ruang konseling asesmen* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7. Ruang organisasi kesiswaan* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
8. Jamban* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9. Gudang* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10. Ruang sirkulasi* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
11. Tempat bermain/ berolahraga* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(sumber: Permendiknas No. 33 tahun 2008)
Keterangan:
* satu ruang dapat digunakan bersama untuk lebih dari satu jenis ketunaan dan lebih dari satu
jenjang pendidikan
** satu ruang dapat digunakan bersama untuk lebih dari satu jenjang pendidikan
2.3.4 Ruang Pembelajaran Umum
1. Ruang Kelas
a. Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori dan praktik
dengan alat sederhana yang mudah dihadirkan.
b. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar.
c. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 5 peserta didik untuk ruang kelas
SDLB dan 8 peserta didik untuk ruang kelas SMPLB dan SMALB.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 22
Seminar Tugas Akhir
d. Rasio minimum luas ruang kelas adalah 3 m2/peserta didik. Untuk
rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 5 orang, luas
minimum ruang kelas adalah 15 m2.
e. Lebar minimum ruang kelas adalah 3 m.
f. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang
memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar
ruangan.
g. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru
dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan
baik saat tidak digunakan.
h. Salah satu dinding ruang kelas dapat berupa dinding semi permanen agar
pada suatu saat dua ruang kelas yang bersebelahan dapat digabung menjadi
satu ruangan.
2. Ruang Perpustakaan
a. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik, guru
dan orangtua peserta didik memperoleh informasi dari berbagai jenis
bahan pustaka dengan membaca, mengamati dan mendengar, dan
sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan.
b. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 30 m2. Lebar minimum ruang
perpustakaan adalah 5 m.
c. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang
memadai untuk membaca buku.
d. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah yang mudah dicapai.
2.3.5 Ruang Pembelajaran Khusus
1. Ruang Orientasi dan Mobilitas (OM) untuk Tunanetra (A)
a. Ruang Orientasi dan Mobilitas (OM) merupakan tempat latihan
keterampilan gerak, pembentukan postur tubuh, gaya jalan dan olahraga,
serta dapat berfungsi sebagai ruang serbaguna.
b. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunanetra
memiliki minimum satu buah ruang OM dengan luas minimum 15 m2.
2. Ruang Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) untuk Tunarungu
(B)
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 23
Seminar Tugas Akhir
a. Ruang Bina Wicara
1) Ruang Bina Wicara berfungsi sebagai tempat latihan wicara
perseorangan.
2) Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB
tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Wicara dengan luas
minimum 4 m2.
b. Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama
1) Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama berfungsi sebagai tempat
mengembangkan kemampuan memanfaatkan sisa pendengaran dan/atau
perasaan vibrasi untuk menghayati bunyi dan rangsang getar di
sekitarnya, serta mengembangkan kemampuan berbahasa khususnya
bahasa irama.
2) Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB
tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Persepsi Bunyi dan
Irama yang dapat menampung satu rombongan belajar dengan luas
minimum 30 m2.
3. Ruang Bina Diri untuk Tunagrahita
a. Ruang Bina Diri berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran Bina
Diri yang meliputi :
1) Merawat diri: Makan, minum, menjaga kebersihan badan, buang air
2) Mengurus diri: Berpakaian dan berhias diri
3) Okupasi: Melakukan kegiatan sehari-hari yang meliputi mencuci dan
menyeterika baju, menyemir sepatu, membuat minuman, memasang
sprei, dan membersihkan lantai.
b. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunagrahita
memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dengan luas minimum 24
m2.
c. Ruang Bina Diri dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau jamban khusus
untuk latihan atau dapat memanfaatkan jamban yang ada.
4. Ruang Bina Diri dan Bina Gerak untuk Tunadaksa (D)
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 24
Seminar Tugas Akhir
a. Ruang Bina Diri dan Bina Gerak berfungsi sebagai tempat latihan
koordinasi, layanan perbaikan disfungsi organ tubuh, terapi wicara dan
terapi okupasional, serta sekaligus berfungsi sebagai ruang asesmen.
b. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunadaksa
memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dan Bina Gerak yang dapat
menampung satu rombongan belajar dengan luas minimum 30 m2.
c. Ruang Bina Diri dan Bina Gerak dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau
jamban khusus untuk latihan atau dapat memanfaatkan jamban yang ada.
5. Ruang Bina Pribadi dan Sosial untuk Tunalaras (E)
a. Ruang Bina Pribadi dan Sosial berfungsi sebagai tempat penanganan dan
pemberian tindakan kepada peserta didik dalam usaha perubahan perilaku,
pribadi dan sosial.
b. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunalaras
memiliki minimum satu ruang Bina Pribadi dan Sosial dengan luas
minimum 9 m2.
c. Ruang Bina Pribadi dan Sosial dapat memberikan kenyamanan suasana
bagi peserta didik.
6. Ruang Keterampilan
a. Ruang keterampilan berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran
keterampilan sesuai dengan program keterampilan yang dipilih oleh tiap
sekolah.
b. Pada setiap sekolah yang menyelenggarakan jenjang pendidikan SMPLB
dan/atau SMALB minimum terdapat dua buah ruang keterampilan. Ruang
tersebut digunakan untuk kegiatan pembelajaran pada jenis keterampilan
yang dapat dipilih dari tiga kelompok keterampilan: keterampilan rekayasa,
keterampilan jasa atau keterampilan perkantoran.
c. Ruang keterampilan memiliki luas minimum 24 m2 dan lebar minimum 4
m.
2.3.6 Ruang Penunjang
1. Ruang Pimpinan
a. Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan
pengelolaan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, pertemuan dengan
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 25
Seminar Tugas Akhir
sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah, petugas dinas
pendidikan, atau tamu lainnya.
b. Luas minimum ruang pimpinan adalah 12 m2 dan lebar minimum adalah 3
m.
c. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah, serta dapat
dikunci dengan baik.
2. Ruang Guru
a. Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta
menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya.
b. Rasio minimum luas ruang guru adalah 4 m2/pendidik dan luas minimum
adalah 32 m2.
c. Ruang guru mudah dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau
SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB,
serta dekat dengan ruang pimpinan.
3. Ruang Tata Usaha
a. Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk
mengerjakan administrasi SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.
b. Rasio minimum luas ruang tata usaha adalah 4 m2/petugas dan luas
minimum adalah 16 m2.
c. Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau
SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB,
serta dekat dengan ruang pimpinan.
4. Tempat Beribadah
a. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga SDLB, SMLPB
dan/atau SMALB melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-
masing pada waktu sekolah.
b. Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SDLB, SMPLB
dan/atau SMALB, dengan luas minimum adalah 12 m2.
5. Ruang UKS
a. Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik
yang mengalami gangguan kesehatan di SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.
b. Luas minimum ruang UKS adalah 12 m2.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 26
Seminar Tugas Akhir
6. Ruang Konseling/Asesmen
a. Ruang konseling/asesmen berfungsi sebagai tempat peserta didik
mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan
pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir, serta berfungsi sebagai
tempat kegiatan dalam menggali data kemampuan awal peserta didik
sebagai dasar layanan pendidikan selanjutnya.
b. Luas minimum ruang konseling/asesmen adalah 9 m2.
c. Ruang konseling/asesmen dapat memberikan kenyamanan suasana dan
menjamin privasi peserta didik.
7. Ruang Organisasi Kesiswaan
a. Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan
kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan.
b. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan adalah 9 m2.
8. Jamban
a. Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil.
b. Minimum terdapat 2 unit jamban. Pada SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB
untuk tunagrahita dan/atau tunadaksa, minimum salah satu unit jamban
merupakan unit yang dapat digunakan oleh anak berkebutuhan khusus,
termasuk pengguna kursi roda.
c. Jamban dilengkapi dengan peralatan yang mempermudah peserta didik
berkebutuhan khusus untuk menggunakan jamban.
d. Luas minimum 1 unit jamban adalah 2 m2.
e. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan.
f. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.
9. Gudang
a. Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan pembelajaran di
luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan SDLB, SMPLB
dan/atau SMALB yang tidak/belum berfungsi, dan tempat menyimpan
arsip SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang telah berusia lebih dari 5
tahun.
b. Luas minimum gudang adalah 18 m2.
c. Gudang dapat dikunci.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 27
Seminar Tugas Akhir
10. Ruang Sirkulasi
a. Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar
ruang dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dan sebagai
tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik
di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan
kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman SDLB, SMPLB
dan/atau SMALB.
b. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-
ruang di dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dengan luas
minimum adalah 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar
minimum adalah 1,8 m, dan tinggi minimum adalah 2,5 m.
c. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan
baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi
pagar pengaman dengan tinggi 90 -110 cm.
e. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga dan ramp.
f. Bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum
dua buah tangga.
g. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat
tidak lebih dari 25 m.
h. Lebar minimum tangga adalah 1,5 m, tinggi maksimum anak tangga
adalah 17 cm, lebar anak tangga adalah 25-30 cm, dan dilengkapi
pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm.
i. Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes
dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.
j. Kelandaian ramp tidak lebih terjal dari 1:12.
k. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang
cukup.
11. Tempat Beribadah/Berolahraga
a. Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain, berolahraga,
pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler, serta sebagai
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 28
Seminar Tugas Akhir
tempat latihan orientasi dan mobilitas bagi peserta didik tunanetra dan
latihan mobilitas bagi peserta didik tunadaksa.
b. Minimum terdapat tempat bermain/berolahraga berukuran 20 m x 10 m
yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon,
saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu kegiatan berolahraga.
c. Sebagian lahan di luar tempat bermain/berolahraga ditanami pohon yang
berfungsi sebagai peneduh.
d. Lokasi tempat bermain/berolahraga diatur sedemikian rupa sehingga tidak
banyak mengganggu proses pembelajaran di kelas.
e. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.
2.4 Pemahaman Terhadap Proyek Sejenis
2.4.1 SLB B Negeri Pembina Tingkat Nasional Jimbaran
SLB B Negeri PTN Jimbaran merupakan sekolah yang menampung anak
ABK yang tergolong tunarungu, tunagrahita, dan autis. SLB B Negeri PTN
Jimbaran ini berlokasi di Jl. By Pass Ngurah Rai, Kecamatan Kuta Selatan (dapat
dilihat pada Gambar 2.1). SLB B N PTN Jimbaran ini didirikan berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
0304/O/1982, tanggal 9 Oktober 1998. SLB ini merupakan Unit Pelaksana Teknis
Gambar 2.1. Peta Lokasi SLB B Negeri PTN Jimbaran Sumber. https://www.google.co.id/maps/place/
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 29
Seminar Tugas Akhir
(UPT) Pusat yang pada saat itu dibawah koordinasi Kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Bali.
Jumlah siswa yang terdaftar dalam sekolah ini yaitu 247 siswa yang terdiri
dari siswa TK, SD, SMP, dan SMA. Jumlah tenaga pengajar/guru dan pegawai di
sekolah ini sebanyak 57 orang yang terdiri dari 43 guru dan 14 pegawai. SLB B
PTN Jimbaran memiliki luas lahan sekitar 5 hektar dengan beberapa fasilitas yaitu
10 workshop, ruang program khusus, ruang kelas, dan asrama. Workshop yang
terdapat disekolah ini terdiri dari:
a. Ruang Seni Musik
b. Ruang Tata Boga
c. Ruang Kecantikan Dan Spa
d. Ruang Otomotif
e. Ruang Akupresur
f. Ruang ICT
g. Ruang Tata Busana
h. Ruang Kriya Keramik
i. Ruang Kriya Kayu
j. Ruang Fitnes
Ruang program khusus terdiri dari:
1. Ruang BKPB
2. Ruang Bina Diri
3. Ruang Asesment
4. Ruang Bina Wicara
5. Ruang Perpustakaan Bermain
6. UKS
7. Ruang Komite,
8. Ruang Terapi,
9. Ruang Penginapan,
10. Ruang Dinas Kepsek.
Berikut merupakan foto-foto dari beberapa fasilitas yang terdapat di SLB B N
PTN Jimbaran yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gedung Aula Workshop depan
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 30
Seminar Tugas Akhir
2.4.2 SLB B Sidakarya
Gambar 2.3. Peta Lokasi SLB B Sidakarya
Sumber. https://www.google.co.id/maps/place/
Ruang Kelas Ruang Laboratorium
Taman Bermain Workshop belakang
Lapangan Olahraga Ruang Perpustakaan
Gambar 2.2 Fasilitas SLB B Negeri PTN Jimbaran Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 31
Seminar Tugas Akhir
SLB B Sidakarya merupakan sekolah yang menampung anak ABK yang
tergolong tunarungu/tunawicara. SLB B Sidakarya ini berlokasi di Jl. Pendidikan
No. 26, Denpasar (dapat dilihat pada Gambar 2.3). Sekolah ini merupakan
sekolah milik pemerintah yang ditujukan untuk anak-anak tunarungu. Jumlah
siswa yang terdaftar dalam sekolah ini yaitu 138 siswa yang terdiri dari siswa 80
siswa SD, 36 siswa SMP, dan 22 siswa SMA. Jumlah tenaga pengajar/guru dan
pegawai di sekolah ini sebanyak 27 orang yang terdiri dari 22 guru, 3 instruktur
dan 2 pegawai.
SLB B Sidakarya memiliki luas lahan sekitar 2000m2 dengan beberapa
fasilitas yang disediakan yaitu:
1. Ruang guru
2. Ruang kelas
a. Ruang Kelas SD
b. Ruang Kelas SMP
c. Ruang Kelas SMA
3. Ruang perpustakaan
4. Ruang keterampilan
5. Ruang tari
6. Ruang kepala sekolah
7. Lapangan olahraga
Proses pembelajaran SLB B Sidakarya ini menggunakan pendekatan
perpaduan antara bahasa oral dengan bahasa isyarat. Di sekolah ini juga
menyediakan beberapa fasilitas seperti hearing group yaitu alat yang digunakan
untuk latihan bina wicara, cermin, dan alat bunyi-bunyian seperti garpu tala, gong,
dan lain sebagainya.
Berikut merupakan foto-foto dari beberapa fasilitas yang terdapat di SLB
B Sidakarya yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Ruang Keterampilan dan Tari Ruang Kelas
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 32
Seminar Tugas Akhir
2.4.3 Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI Autism Center)
Gambar 2.5 Peta Lokasi YCHI Autism Centra Sumber. https://www.google.co.id/maps/place/
Ruang Guru Lapangan Olahraga
Ruang Kepala Sekolah Ruang Perpustakaan
Gambar 2.4 Fasilitas SLB B Sidakarya Sumber Dokumentasi Pribadi
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 33
Seminar Tugas Akhir
YCHI Autism Center adalah lembaga nonprofit untuk membawa harapan
yang lebih baik kepada Bangsa Indonesia dalam penanganan anak autisma
berbasis ABA (Applied Behavior Analysis)
( http://ychiautismcenter.org/id/ychi/sekilas-tentang-ychi, diakses tanggal 12
Oktober 2015). YCHI ini berlokasi di Jl. WR Supratman No. 18 Pondok Ranji,
Ciputan Timur, Tanggerang Selatan (dapat dilihat pada Gambar 2.5). YCHI
didirikan oleh Bapak Zulfikar Alimuddin dan Ibu Nila Susanti yang
mendedikasikan pikiran, tenaga, dan financial mereka untuk membantu anak-anak
berkebutuhan khusus dari keluarga kurang mampu. Selama lebih dari 5 tahun
berdiri, YCHI telah memiliki 7 SNETS di 5 kota. Klinik ini memberikan
penanganan kepada anak berkebutuhan khusus dari keluarga kurang mampu
secara gratis. Dalam YCHI ini terdapat tim manajemen dan kepengurusan YCHI
yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Struktur Organisasi YCHI
Sumber. http://ychiautismcenter.org/id/ychi/tim-kami
Jumlah anak yang telah terdaftar dalam YCHI ini ada sekitar 159 anak.
YCHI Autism Center ini memiliki beberapa jenis program yaitu :
1. Keterapisan, Klinik dan Pusat Pelatihan.
Program pusat klinik dan terapi ini merupakan program yang diberikan untuk
anak berkebutuhan khusus dan untuk para orang tua. Proses terapi yang
diberikan yaitu assesment anak, konseling kepada orang tua, pelayanan terapi
kepada anak berkebutuhan khusus, day care program untuk melatih
kemandirian anak, training for parents.
( http://ychiautismcenter.org/id/program/klinik-pusat-pelatihan. Diakses
tanggal 12 Oktober 2015)
Ketua Dewan Pembina
Kepala SNETS Kepala Klinik dan Psikolog Terapis YCHI Staff Admin Staff Busdev Staff
Sekretaris
Ketua Umum
Sekretaris Wakil Ketua
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 34
Seminar Tugas Akhir
2. SNETS (Special Need Therapy Service)
SNETS merupakan program terapi gratis untuk anak-anak berkebutuhan
khusus autisma dan anak berkebutuhan khusus dari keluarga tidak mampu.
(http://ychiautismcenter.org/id/program/snets-special-need-therapy-services.
Diakses tanggal 12 Oktober 2015)
3. Pelatihan dan Seminar
Program ini bertujuan untuk memberikan wawasan pengetahuan yang
mendalam seputar anak penyandang autism dan anak berkebutuhan khusus
serta penggunaan teknik ABA (Applied Behavior Analyse) dalam penanganan
anak autism dan ABK. (http://ychiautismcenter.org/id/program/pelatihan-dan-
seminar. Diakses tanggal 12 Oktober 2015)
4. Softcampaign
Program softcampaign merupakan kegiatan YCHI dalam menyebar luaskan
informasi tentang autis dan ABK kepada seluruh masyarakat yang bertujuan
untuk membangun kepedulian dan pemahaman masyarakat kepada anak-anak
penyandang autis dan ABK.
(http://ychiautismcenter.org/id/program/softcampaign. Diakses tanggal 12
Oktober 2015)
5. YCHI goes to Campus
Program YCHI goes to Campus merupakan program YCHI Autism Center
dalam rangka kerjasama YCHI dengan berbagai universitas sebagai bentuk
komitmen dalam mewujudkan visi misi YCHI Autism Center.
(http://ychiautismcenter.org/id/program/ychi-goes-to-campus. Diakses
tanggal 12 Oktober 2015)
6. YCHI goes to School
Berikut merupakan foto-foto dari beberapa kegiatan yang terdapat di
YCHI yang dapat dilihat pada Gambar 2.7.a dan Gambar 2.7.b.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 35
Seminar Tugas Akhir
2.4.4 Kesimpulan Studi Banding Proyek Sejenis
Kesimplan dari studi banding ini menghasilkan beberapa pembanding yang dapat
di lihat pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Perbandingan Proyek Sejenis
No Pembanding SLB B N PTN Jimbaran SLB B Sidakarya YCHI
1. Lokasi Jl. By Pass Ngurah Rai, Kecamatan Kuta Selatan
Jl. Pendidikan No. 26, Denpasar
Jl. WR Supratman No. 18 Pondok Ranji, Ciputan Timur,
2. Jumlah Siswa 247 anak 138 anak 159 anak
3. Fasilitas
R. BKPB R. Bina Diri R. Asesment R. BinaWicara R. Perpustakaan UKS R. Komite, R. Terapi R.Penginapan, R. Dinas Kepsek.
R. guru R. kelas R. Perpustakaan Ruang keterampilan R. tari R. kepala sekolah Lapangan olahraga
R. Kelas R. Terapi R. Kantor
4. Civitas Siswa, kepala sekolah, guru, pegawai
Siswa, kepala sekolah, guru, pegawai
Siswa, ketua umum, wakil ketua, sekretaris, staff admin, terapis YCHI
(Sumber: Analisa Pribadi)
Foto 2.7 a Kegiatan Seminar YCHI Sumber: http://ychiautismcenter.org/id/seminar-ychi-autism-center
Foto 2.7 b Kegiatan Anak dan Orang Tua Sumber: http://ychiautismcenter.org/id/kegiatan-ychi
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 36
Seminar Tugas Akhir
Dari hasil survey yang telah dilakukan pada SLB B Negeri PTN Jimbaran, SLB B
Sidakarya dan YCHI (Yayasan Cinta Harapan Indonesia) maka dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Fasilitas
Fasilitas yang diberikan kepada anak ABK yaitu berupa fasilitas terapi, dan
fasilitas pendidikan yang dapat menunjang bakat dan keterampilan anak ABK.
2. Pelayanan
Pelayanan yang diberikan kepada anak ABK yaitu berupa layanan pendidikan
dan layanan kesehatan.
2.5 Spesifikasi Umum
2.5.1 Pengertian
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus adalah suatu wadah yang
menampung anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pelatihan
keterampilan serta pelayanan terapi.
Peran dari Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini antarlain untuk:
1. Meningkatkan keterampilan anak berkebutuhan khusus.
2. Memberikan pelayanan terapi dan pengobatan lainnya yang disesuaikan
dengan kebutuhan mereka.
3. Memfasilitasi kebutuhan pelatihan anak ABK agar menjadi tenaga ahli yang
siap kerja di masyarakat.
2.5.2 Tujuan
Tujuan dari adanya Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini agar
anak-anak berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan pendidikan secara
khusus dapat mengikuti pelatihan keterampilan serta mendapatkan pelayanan
terapi untuk anak ABK.
2.5.3 Fungsi
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini merupakan fasilitas
pendidikan nonformal yang diperuntukan untuk anak-anak ABK. Fungsi dari
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus ini adalah sebagai berikut.
1. Sebagai tempat pelatihan keterampilan bagi anak ABK.
2. Sebagai tempat pelayanan terapi bagi anak ABK.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli 37
Seminar Tugas Akhir
3. Sebagai wadah untuk anak-anak agar mampu bersosialisasi dengan orang lain.
2.5.4 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan hal yang paling utama dalam
mewujudkan suatu fasilitas. Dengan adanya sarana dan prasarana ini maka segala
kegiatan yang ada didalamnya akan berjalan dengan baik. Sarana dan prasarana
yang dibutuhkan dalam mewujudkan fasilitas Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan
Khusus ini adalah sebagai berikut.
1. Fasilitas Pelatihan
2. Fasilitas Pelayanan Terapi
3. Fasilitas Pengelola
4. Fasilitas Penunjang
5. Fasilitas Servis
2.5.5 Pelaku Kegiatan
Pelaku kegiatan dalam pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus ini yaitu:
1. Pengelola
Pengelola adalah kelompok tertentu yang mengelola pusat pelatihan
anak berkebutuhan khusus, baik dalam kegiatan pelatihan maupun dalam hal
perawatan terhadap bangunan itu sendiri
2. Siswa
Siswa merupakan peserta didik dalam pusat pelatihan anak
berkebutuhan khusus ini yaitu anak-anak yang tergolong anak tunanetra,
tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa dan anak autis.
3. Tenaga Pelatih
Tenaga pelatih merupakan orang yang bertugas sebagai pengajar atau
instruktur dalam kegiatan pelatihan.
4. Tenaga medis
Tenaga medis adalah orang yang bertugas dalam pelayanan terapi bagi
anak berkebutuhan khusus.