Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
133
Pemanfaatan Data Hidro-Oseanografi Untuk Perencanaan Rute Dan perhitungan Panjang Pipa Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Pemasangan Pipa bawah Laut Di Perairan Tuban Jawa Timur)(Sukarno.,et al)
PEMANFAATAN DATA HIDRO-OSEANOGRAFI UNTUK PERENCANAAN RUTE DAN PERHITUNGAN PANJANG PIPA MENGGUNAKAN APLIKASI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Pemasangan Pipa Bawah Laut Di Perairan Tuban Jawa Timur)
Sukarno1, Eddy Prahasta2, Kukuh S Widodo3
Novera Budi Lesmana3
1Mahasiswa Program Studi S1 Hidrografi, STTAL 2Peneliti dari PT Dirgantara Indonesia
3Dosen Pengajar Prodi S1 Hidrografi, STTAL
Latar Belakang
Selain sebagai sarana transportasi personil, laut juga digunakan untuk transportasi material. Untuk transportasi material minyak dan gas diperlukan sebuah media angkut selain kapal, pipa merupakan media yang menjadi alternatif untuk memindahkan material gas dan minyak dari satu pulau ke pulau yang lain ataupun dalam satu pulau tetapi tidak bisa dihubungkan melalui darat.
Ditinjau dari pemanfaatan laut, bahwa laut merupakan media atau tempat penempatan jalur-jalur pipa bawah laut untuk media pemindahan material, yang pada pelaksanaannya membutuhkan data hasil survei hidro – oseanografi terutama berupa data kedalaman diperoleh dari kegiatan survei batimetri, jenis dasar laut diperoleh dari kegiatan survei Side Scan Sonar (SSS), anomali dari benda-benda yang membahayakan diperoleh dari kegiatan survei magnetometer dan struktur material bawah laut diperoleh dari kegiatan survei Sub Bottom Profiler (SBP) untuk rencana peletakan pipa. Hal ini untuk memastikan bahwa lokasi tersebut sesuai dengan peta rencana dan tidak ada objek-objek bawah laut seperti pipa dan kabel atau benda-benda yang bisa membahayakan pada waktu pelaksanaan pemasangan
Kemajuan teknologi yang diawali dengan perkembangan media internet yang semakin pesat memungkinkan penyedia jasa informasi spasial dapat menggunakan media Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk penyebarluasan informasi data spasial. Dengan analisis SIG sebagai penyimpan dan menampilkan data spasial dan nonspasial yang mewakili fenomena dunia nyata, sehingga untuk perencanaan penggelaran jalur pipa bawah laut yang optimal dapat menekan biaya operasional serta instalasi yang tinggi dan lebih efisien dapat dilaksanakan. Meningkatkan efisiensi yang
dimaksud tidak hanya untuk biaya jangka pendek tetapi juga kehandalan, jangka waktu penggunaan pipa, menghindari risiko yang ada, perawatan selesai penggelaran pipadan harus sesuai dengan aturan pemerintah tentang pemasangan pipa bawah laut.
Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang manfaat SIG untuk perencanaan jalur pipa bawah laut. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas pemanfaatan SIG dalam perencanaan rute dan perhitungan panjang pipa bawah laut dengan studi kasus survei rute pipa bawah laut di perairan Tuban. Ruang Lingkup - Pengumpulan sumber data spasial dan non spasial yang digunakan dalam proses analisis SIG didapatkan dari data Laporan Survei Hidro-oseanografi (Batimetri, jenis dasar laut, anomalidan struktur material bawah laut) data Peta Laut (garis pantai, Batimetri, jenis dasar laut, kontur kedalaman)dan buku Daftar Pipa dan Kabel Bawah Laut. - Pengolahan data pada penelitian menggunakan alat bantu perangkat lunak berupa software SIG yaitu ArcGIS versi 9.3. - Metode analisis data dengan SIG dilaksanakan secara otomatis, interaktifdan konvensional - Penghitungan panjang permukaan rute dilaksanakan dengan Surface Length di ArcGIS dan penghitungan secara konvensional di permukaan bumi fisik sebenarnya. - Data output dalam penelitian merupakan hasil proses analisis SIG berupa desain perencanaan rute paling optimal dan perhitungan panjang pipa bawah laut yang tersimpan di dalam basis data.
134
Diagram Alir Penelitian
Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian merupakan proses digitasi maupun konversi sehingga data dari Peta Laut dan hasil Laporan Survei dapat dimasukkan kedalam Basis Data SIG. a. Pengolahan data awal untuk Peta Laut no.81A dikoreksi sampai dengan BPI no.20 - 2010 (Dinas Hidro-Oseanografi) sebagai input data merupakan peta laut dengan ekstensi (*bmp) sebagai data Sistem Informasi Geografi (berupa data digital yang berformat raster). Data tersebut diklasifikasikan untuk menentukan
bentuk grafis tiap objek sesuai dengan parameter yang ditetapkan. b. Pengolahan data awal untuk data laporan survei sebagai input data adalah dengan mengkonversi format data hasil survei kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG. Bentuk grafis dari objek Peta Laut dan hasil laporan survei dimasukkan dalam bentuk titik (point), garis (line)dan area (polygon). Hasil pengolahan data masing – masing parameter penelitian adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan layer garis (line) 2. Pembuatan layer area kedalaman peta dengan kontur 0, kontur 2dan kontur 5 dalam bentuk polygon
Tidak
Ya
Pengumpulan
Data
Data Lap.Survei -Batimetri -Magnetik -Interpretasi SSS -Data SBP
Data Spasial & NonSpasial
Analisis Spasial -Overlay -Klasifikasi -Least Cost Path - Cost weight distance -3D Analyst
Hasil Analisis SIG Rute pipa
Evaluasi mencukupi kebutuhan User
Desain Perencanaan Rute pipa
Konversi Digitasi
DATA INPUT
DATA MANAGEMENT
DATA ANALYSIS
DATA OUTPUT
Atributing
Data Peta -Garis Pantai -Batimetri -Jenis Dasar -Existing pipa -Wreck/hambatan
Penghitungan panjang kabel
Selesai
Gambar 1 Tampilan Area Line ( Frame, Garpan dan Kontur)
Gambar 2 Tampilan Area Kedalaman
Peta Polygon
Buku Nautika -Daftar pipa/kabel
135
3. Pembuatan layer kedalaman point
4. Pembuatan layer kedalaman (point) dari data peta 5. Pembuatan layer raster kedalaman
6. Merubah data layer raster menjadi layer TIN
7. Pembuatan layer area kontur kedalaman
8. Pembuatan layer area kontur slope
Gambar 3 Tampilan Data Kedalaman ( Point Data)
Gambar 4 Tampilan Data Kedalaman
dari Peta
Gambar 5 Layer Raster Area
Gambar 6 Layer TIN Area
Gambar 7 Layer Kontur Kedalaman
Raster
136
9. Pembuatan layer area Sub Bottom Profile (SBP). Data kedalaman serta data XY dari SBP merupakan input dasar pada pengolahan data area sapuan SBP. Untuk mendapatkan data tersebut disusun sebagai berikut, seperti ditunjukkan pada gambar 9.
Dari hasil data survey SBP, data masih berbentuk Microsoft office data conection kemudian diproses dengan software Stratabox. Dari hasil data tersebut didapatkan koordinat geografis DMS (Degree menute second) kemudian ditransformasi menjadi koordinat XYZ, seperti ditunjukkan pada gambar 10.
Pembuatan layer area SBP dengan
cara import kepeta yang sudah direktifikasi di dapat hasil point dan profile. Dari hasil tersebut dilanjutkan membuat area polygon dengan cara mendigit, seperti ditunjukkan pada gambar 11.
10. Pembuatan layer area Magneto a. Memasukkan data Magneto yang berbentuk TIFF Image dan sudah mempunyai posisi georeferensing dengan memasukkan TIFF Image > add data pada arcmap, seperti ditunjukkan pada gambar 4.16.
Gambar 8 Layer Slope Clip
Hasil data survey SBP Microsoft office
data conection
Software Stratabox
Koordinat
Geografis (DMS)
Transformasi koordinat
Koordinat XYZ
Gambar 9 Pengolahan Data SBP
Gambar 10 Hasil Pengolahan Data
SBP dengan Software Stratabox
Gambar 11 Layer Area SBP Point
dan Polygon
137
b. Memasukkan data anomali hasil survei yang sudah berkoordinat XY, seperti ditunjukkan pada gambar 13.
No X Y OBJEK
1 619495 9238480 Karang
2 619696 9238404 Pasir +karang
3 619718 9238450 Pasir +karang
4 619726 9238480 Pasir +karang
5 619913 9238432 Pasir +karang
6 620109 9238416 Karang
7 619710 9238643 Lumpur
8 619750 9238690 Lumpur
9 619945 9238869 Pasir
10 619936 9238931 Pasir
11 620051 9237991 Karang
12 620008 9239444 Pasir
13 620001 9239388 Pasir
11. Pembuatan layer area Side Scan Sonar (sss) Memasukkan data SSS yang berbentuk TIFF Image dan sudah mempunyai posisi georeferensing
Analisis Data 1. Otomatis Hasil analisis data SIG secara otomatis adalah dengan menggunakan parameter hasil survei dan input datanya masih raster dengan menggunakan fungsi ArcToolbox pada Arcmap, terhadap parameter yang digunakan dihasilkan 3 rute rencana yaitu, seperti ditunjukkan pada gambar 15dan 16.
a. Rute rencana 1, merupakan rute rencana dengan jarak mendatar terpendek 7167,934 m, melewati satu
Gambar 12 Layer area Magneto_TIF
Gambar 13 Layer Area Magneto
Anomali
Gambar 14 Layer Area SSS TIFF
Gambar 15 Attributes Entry dan
Exit Point
Gambar 16 Rute Rencana
Pemasangan Pipa
138
hambatan dan rintangan yang mempengaruhi dalam kegiatan perencanaan dan penggelaran pipa bawah laut adalah pasir + karang, jenis dasar pada umumnya lumpur dan lumpur pasir, seperti ditunjukkan pada gambar 17.
b. Rute rencana 2, mempunyai rute rencana dengan jarak mendatar lebih panjang daripada rute rencana 1 yaitu 7287,022 m, melewati sedikit hambatan dan rintangan yang mempengaruhi dalam kegiatan perencanaan dan penggelaran pipa bawah laut adalah pasir + karang, jenis dasar pada umumnya lumpur dan lumpur pasir. Pemendaman pipa juga mempunyai jarak yang sama dengan panjang mendatar karena melewati rute dengan kedalaman < 13 m, seperti ditunjukkan pada gambar 18.
c. Rute rencana 3, merupakan rute rencana dengan jarak mendatar paling panjang dari rute rencana 1 dan rute rencana 2 yaitu 7419,449 m. Terhindar dari rintangan dan hambatan yang ada, jenis dasar umumnya lumpur, lumpur pasir dan terhindar dari
batu karang, seperti ditunjukkan pada gambar 19.
Interaktif Hasil analisis data SIG secara interaktif adalah dengan menggunakan parameter hasil survei dan input datanya raster_TIN. 1. Proses analisis data pelaksanaan survei Dalam pelaksanaan perencanaan dan penghitungan kembali data spasial untuk mendapatkan rute yang optimal secara interaktif dilaksanakan dengan analisis data vektor. Proses pelaksanaan yang dilaksanakan sebagai berikut :
a. Menentukan rute secara interaktif atau digitasi langsung dengan memperhatikan hasil rute yang didapat dari proses analisis spasial data, hasil klasifikasi, kontur kedalaman, kontur slope, hasil anomali dari magneto, sapuan SBPdan sapuan SSS. b. Menghitung panjang permukaan rute dengan Surface Length pada ArcToolbox di ArcGIS. c. Membagi titik menjadi 12 titik dengan menggunakan editor > devide pada Arcmap ke peta yang sudah directifikasi. Rute terhindar dari rintangan dan hambatan yang ada, jenis dasar laut umumnya lumpur dan lumpur pasir.
2. Hasil analisis data pelaksanaan survei Pengolahan data hasil survei dilaksanakan sebagai pembanding terhadap hasil analisis data yang telah dilaksanakan dengan memasukkan data dari koordinat posisi rute kedalam layer Triangular Irregular Networks (TIN). Hasil perhitungan panjang permukaan rute rencana 1 dengan Surface Length pada ArcToolbox di Arcmap dengan panjang
Gambar 17 Rute Rencana 1
Otomatis
Gambar 18 Rute Rencana 2 Otomatis
Gambar 19 Rute Rencana 3 Otomatis
139
6320,602 m hanya di dalam area TIN, seperti ditunjukkan pada gambar 20. Diluar area TIN dihitung dengan calculate length pada area sekitar entry point dengan panjang 222,229 m, seperti ditunjukkan pada gambar 21. Area sekitar exit point dengan panjang 625,099 m, seperti ditunjukkan pada gambar 22. Sehingga hasil hitungan akhir adalah 7167,931 m dan jumlah pipa rencana yang akan digelar dengan pembagian devide 12 pada Arcmap mendapatkan jumlah pipa sebanyak 598 batang pipa.
Pada rute rencana 2 dengan Surface Length pada ArcToolbox di Arcmap dengan panjang 6441,841 m di dalam area TIN, seperti ditunjukkan pada gambar 23. Diluar area TIN dihitung dengan calculate length pada area sekitar entry point dengan panjang 216,980 m, seperti ditunjukkan pada gambar 24. Area sekitar exit point dengan panjang 628,197 m, seperti ditunjukkan pada gambar 25. Sehingga hasil hitungan akhir adalah 7287,019 m dan jumlah pipa rencana yang akan digelar dengan pembagian devide 12 pada Arcmap mendapatkan jumlah pipa sebanyak 608 batang pipa.
Gambar 20 Rute Rencana 1 Surface
Length
Gambar 21Rute Rencana 1 CL Area
Entry Point
Gambar 22 Rute Rencana 1 CL Area
Exit Point
Gambar 23 Rute Rencana 2 Surface
Length
Gambar 24 Rute Rencana 2 CL Area
Entry Point
Gambar 25 Rute Rencana 2 CL Area Exit
Point
140
Pada rute 3 dengan Surface Length pada ArcToolbox di Arcmap dengan panjang 6572,290 m di dalam area TIN, seperti ditunjukkan pada gambar 26. Diluar area TIN dihitung dengan calculate length pada area sekitar entry point dengan panjang 215,603 m, seperti ditunjukkan pada gambar 27. Area sekitar exit point dengan panjang 631,553 m, seperti ditunjukkan pada gambar 28. Sehingga hasil hitungan akhir adalah 7419,446 m dan jumlah pipa rencana yang akan digelar dengan pembagian devide 12 pada Arcmap mendapatkan jumlah pipa sebanyak 619 batang pipa.
Konvensional Kedalaman penempatan jalur instalasi pipa dasar laut didasarkan pada kedalaman perairan dengan ketentuan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 300 K/38/M.PE/1997 pasal 13 sebagai berikut :
1. Dalam hal kedalaman dasar laut kurang dari 13 meter, pipa harus ditanam sekurang-kurangnya 2 (dua) meter di bawah dasar laut (sea bed), serta dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah, atau disanggah dengan pipa pancang. 2. Dalam hal kedalaman dasar laut 13 (tiga belas) meter atau lebih maka pipa dapat diletakkan di dasar laut, serta dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah.
Perhitungan panjang rute pipa dilaksanakan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft excel. Metode yang digunakan untuk menghitung jarak mendatar di permukaan bumi fisik antar titik-titik koordinat kedalaman di sepanjang rute dengan beberapa tahap dan ketentuan sebagai berikut : Metode perhitungan panjang pipa bawah laut adalah dengan menghitung jarak mendatar di permukaan bumi fisik antar titik-titik koordinat kedalaman di sepanjang rute
1. Perhitungan kedalaman peletakan/pemendaman pipa di bawah laut sesuai Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 Pasal 13 (dsyarat
pendam) . Dihitung berdasarkan kedalaman Mean Sea Level (MSL).
d MSL = d + MS dpipa = dMSL + d(syarat pendam)
Gambar 26 Rute Rencana 3 Surface
Length
Gambar 27 Rute Rencana 3 CL Area
Entry Point
Gambar 28 Rute Rencana 3 CL Area Exit
Point
141
2. Perhitungan jarak mendatar antar koordinat-koordinat titik kedalaman yang berada pada bidang proyeksi (Dij)
Dij = { (Ej – Ei )2 + (Nj – Ni)2 } ½ = (ΔEij
2 + ΔNij2)1/2
3. Perhitungan perubahan jarak mendatar di bidang proyeksi ke permukaan elipsoida (Sij) akibat adanya faktor skala (mij)
4. Perhitungan perubahan jarak mendatar dari permukaan elipsoida ke permukaan bumi fisik sebagai beda jarak ukuran (Su) yang dipengaruhi oleh adanya faktor reduksi jarak mendatar (fr )
5. Perhitungan panjang pipa bawah laut yang dibutuhkan, dihitung dengan penjumlahan jarak miring antar dua titik kedalaman pada penampang memanjang yang terbentuk.
Berdasarkan hasil perencanaan rute dalam penggelaran pipa dapat ditunjukkan dalam tabel 1. Tabel 1 Perbedaan panjang perencanaan dan penggelaran.
Rencana Rute
Panjang Permukaan Konvensional
Panjang Permukaan Otomatis
Panjang Permukaan Interaktif
Rute 1 Rute 2 Rute 3
7161,973 m 7281,627 m 7413,734 m
7167,934 m 7287,022 m 7419,449 m
7167,931 m 7287,019 m 7419,446 m
Toleransi pada sambungan yang diukur pada keliling di daerah sambungan tidak melebihi 1 mm atau 0.001 m, sesuai Standar Nasional Indonesia SNI 07 – 3082 – 1992. Berdasarkan hasil perencanaan rute dalam penggelaran pipa dapat ditunjukkan dalam tabel 2. Tabel 2 Perbedaan panjang perencanaan dan penggelaran
ditambah dengan nilai toleransi.
Rencana Rute
Panjang Permukaan
Panjang Permukaan
Panjang Permukaan
Konvensional Otomatis Interaktif
Rute 1 Rute 2 Rute 3
7162,57 m 7282,235 m 7414,353 m
7168,532 m 7287,63 m 7420,068 m
7168,529 m 7287,627 m 7420,065 m
Analisis dari perhitungan panjang permukaan secara konvensional diperoleh dari perhitungan kedalaman pemendaman pipa bawah laut sesuai dengan peraturan pemerintah, perhitungan jarak mendatar antar koordinat-kordinat titik kedalaman yang berada pada bidang proyeksi, perubahan jarak mendatar di bidang proyeksi ke permukaan ellipsoid, perubahan jarak mendatar dari permukaan ellipsoid ke permukaan bumi fisik. Analisis dari perhitungan panjang permukaan secara otomatis dengan aplikasi software ArcGis tanpa memasukan data-data hasil survei. Analisis dari perhitungan panjang permukaan secara interaktif dengan aplikasi software ArcGis serta sangat dipengaruhi pada data-data hasil survei. Dari hasil analisis SIG secara interaktif pada rute rencana 3 berdasarkan data Hidro-Oseanografi dapat diperoleh bahwa jumlah pipa yang dibutuhkan adalah 619 batang pipa, sedangkan dalam pelaksanaan dilapangan bahwa jumlah pipa yang terpasang sebanyak 641 batang pipa. Hal ini disebabkan karena perencanaan awal pemasangan pipa bawah laut tersebut masih konvensional dan atas permintaan konsumen terdapat perubahan rute. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis spasial perencanaan rute pipa bawah laut di perairan Tuban Jawa Timur, dapat dirangkum beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengolahan data secara otomatis dengan melibatkan data raster masih akan bergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan pixel yang beresolusi rendah dan dengan area penelitian yang relatif sempit, tidak mudah untuk mendapatkan panjang rute yang sesuai dengan hasil survei. 2. Hasil analisis SIG secara interaktif menghasilkan nilai panjang rute rencana pipa ditambah dengan nilai hitungan toleransi sehingga diperoleh : panjang rute rencana 1 adalah 7168,529 m, panjang rute rencana 2 adalah 7287,627 m dan panjang rute rencana 3 adalah 7420,065 m. Berdasarkan hasil hitungan panjang rute rencana diatas diperoleh jumlah batang pipa yang diperlukan, untuk rute rencana 1 adalah 598 batang pipa, rute rencana 2 adalah 608 batang pipa dan rute rencana 3 adalah 619 batang pipa. 3. Hasil analisis GIS pada rencana pemasangan pipa bawah laut baik rencana 1, 2
142
maupun 3 mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Rute rencana 1 dan 2 mempunyai jarak yang lebih pendek dari rute rencana yang lain (rute 3) namun, rencana tersebut melewati beberapa titik anomali. b. Rute rencana 3 mempunyai jarak yang lebih panjang namun tidak melewati titik anomali. b. Secara umum yang dipilih adalah rute rencana 3 dengan pertimbangan tersebut diatas. c. Toleransi pada sambungan yang diukur pada keliling di daerah sambungan tidak melebihi 1 mm atau 0.001 m, sesuai Standar Nasional Indonesia SNI 07 – 3082 – 1992.
Daftar Pustaka Agus Triyana, (2010), Aplikasi Sistem
Informasi Geografis untuk Perencanaan Rute dan Perhitungan Panjang Kabel (Studi Kasus Survei Rute Kabel Laut Dumai-Batam), Skripsi, Teknik Hidro-Oseanografi STTAL, Jakarta.
Dewan Standardisasi Nasional – DSN, (1992),
Pipa Penyambungan dan Perlengkapan Dari Besi Tuang Nodular untuk Jaringan Pipa/Bertekanan (Bagian I), Jakarta.
Eddy Prahasta, (2005), Sistem Informasi Geografis; Konsep konsep Dasar, Cetakan Kedua, CV. Informatika, Bandung.
Eddy Prahasta, (2008), Model Permukaan
Dijital; Pengolahan Data DTM & DEM dengan Perangkat Lunak: Surfer, Global Mapperdan QuickGrid, Cetakan Pertama, CV. Informatika, Bandung.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi,
(1997),Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi, Jakarta
Eka Djunarsjah, (2005), Survei Hidrografi, PT
Refika Aditama, Bandung. PT Inti Karya Persada Teknik, (2009),
Hydrographical Survey (Offshore) pada Proyek Pembangunan Terminal Transit Utama (TTU) BBM Tuban dan Pipanisasi Jawa Timur, Berita Acara, Tuban.
Sofyan Rawi M.sc, (1985), Diktat Kuliah; Pasang Surut, Teknik Hidro-oseanografi STTAL, Jakarta.