Upload
hoangtram
View
217
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
Pemanfaatan Limbah Baglog Jamur Tiram dan Kotoran Kambing sebagai Bahan
Pembuatan Pupuk Kompos Berdasarkan Kajian Konsentrasi EM4 dan Jumlah
Pembalikan
Nur Lailatul Rahmah1*
, Rahmad Waris Wahdianto2, Nur Hidayat
1
1)Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB
2)Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB
*email korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi EM4 dan jumlah pembalikan yang tepat dari pupuk
kompos limbah baglog jamur tiram dan kotoran kambing agar menghasilkan rasio C/N, C, N, P2O5, K2O dan
kadar air yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kompos terdiri dari limbah baglog jamur
tiram 10 kg serta kotoran kambing 4 kg yang dicampur hingga merata. Proses pengomposan dapat dipercepat
dengan bantuan EM4 (Effective Microorganism 4). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
dengan dua factor, yaitu mengkaji pengaruh konsentrasi EM4 sebesar 0%, 0,1% dan 0,2% serta jumlah
pembalikan 1 kali (3 minggu sekali), 2 kali (2 minggu sekali), dan 3 kali (1 minggu sekali). Pengolahan data
pada penelitian ini menggunakan analisis ragam (ANOVA). Pemilihan perlakuan terbaik didapatkan dengan
menggunakan metode Multiple Atribute. Perlakuan terbaik dari penelitian ini berdasarkan rasio C/N, C, N,
P2O5, K2O, dan kadar air terdapat pada perlakuan E3W3, yaitu penambahan konsentrasi EM4 0,2% dan
jumlah pembalikan 3 kali (1 minggu sekali). Perlakuan E3W3 diketahui memiliki rasio C/N13,38, kandungan
C 24,29%, kandungan N 1,82%, kandungan P2O5 1,42%, kandungan K2O 4,44%, dan kadar air 48,54%.
Kata Kunci: Baglog Jamur Tiram; EM4; Kompos; Kotoran Kambing; Pembalikan
ABSTRACT
This study had an objective to understand EM4 concentration and amount of reversal that proper on compost
from oyster mushroom baglog’s waste and goat manure to produce C/N ratio, C, N, P2O5, K2O and water
content in accordance with Indonesia National Standar (SNI). Compost consists of oyster mushroom’s
baglog waste 10 kg and goat manure 4 kg that mixed evenly. The composting process can be accelerated
with the help of EM4 (Effective Microorganism 4). Randomized Block Design with two factorsis used in this
study, the effect of EM4 concentration with the addition 0%, 0,1%, and 0,2% and the number of reversal 1
times (3 weeks), 2 times (2 weeks), and 3 times (1 weeks). Data processing on this study using analysis of
variance (ANOVA). Selection of the best treatment is obtained by using Multiple Attribute method. The best
treatment on this study is based from C/N ratio, C, N, P2O5, K2O, and water content found in treatment
E3W3, that is the addition of EM4 concentration 0,2% and amount of reversal 3 times (1 weeks). E3W3
treatment known to have C/N ratio 13,38, C content 24,29%, N content 1,82%, P2O5 content 1,42%, K2O
content 4,44%, and the water content 48,54%.
Keywords: Oyster Mushroom’s Baglog; EM4; Compost; Goat Manure; Reversal
PENDAHULUAN
Jamur tiram (Pleurotus sp.) merupakan salah satu dari sekian jenis jamur kayu yang bisa
dikonsumsi. Produksi jamur tiram nasional tahun 2011 sebesar 45.854 ton (Kementerian Pertanian
RI, 2012). Produksi jamur tiram yang besar tersebut menyebabkan banyaknya limbah dari jamur
tiram yaitu baglog. Baglog yaitu media tanam yang dimasukkan ke dalam plastik dan dibentuk
menyerupai potongan kayu gelondongan (Wiardani, 2010). Bag log jamur terdiri dari komposisi
serbuk gergaji 68,5%, dedak halus 13,5 %, gypsum (CaSO4) 0,5%, kapur (CaCO3) 3,5 %, TSP 0,5
%, pupuk kandang 13,5 %, dan air. Bag log jamur mengandung unsur N dalam bentuk Amonium
atau nitrat, N-organik, atau N-atmosfer (Abbas, 2001). Kecamatan Pakis, Malang merupakan salah
satu sentra budidaya jamur tiram yang ada di Indonesia. Banyak limbah baglog jamur tiram yang
B-156
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
belum tertangani dengan baik dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai manfaat
dari limbah jamur tiram tersebut yang dapat dipergunakan sebagai kompos.
Pupuk kompos adalah pupuk alami yang terbuat dari bahan-bahan hijauan dan bahan organik
lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses dekomposisi (Apriadji, 2002). Salah
satu bahan organik tersebut adalah kotoran kambing. Kadar hara pada kotoran kambing yaitu C
sebesar 46,51 %, N sebesar 1,41 %, C/N ratio sebesar 32,98, P sebesar 0,54 %, dan K sebesar 0,75
% (Hartatik, 2006). Untuk mempercepat proses pengomposan dibutuhkan adanya bantuan dari
mikroorganisme, yaitu Effective Microorganism (EM4) serta dilakukan pembalikan agar proses
pengomposan lebih merata.
Beberapa faktor sangat berpengaruh dalam kematangan kompos antara lain pH, suhu,
kelembaban, ukuran bahan, dan besar konsentrasi. Kadar pH yang semakin tinggi pada kompos
dapat mempercepat proses penguraian bahan baku (Tombe dan Sipayung, 2010). Semakin tinggi
suhu yang bisa dicapai akan semakin cepat pula proses pengomposan. Apabila ketersediaan karbon
terbatas (C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan
mikroorganisme untuk mengikat nitrogen bebas (Fitria, 2008). Pengomposan disebut baik jika
persenyawaan kalium dan fosfor berubah menjadi zat yang mudah diserap tanaman (Tombe dan
Sipayung, 2010). Dari berbagai faktor tersebut selanjutnya menjadi acuan untuk mendapatkan
kompos dengan rasio C/N, C, N, P2O5, K2O dan kadar air yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) berdasarkan pengaruh besarnya konsentrasi EM4 dan jumlah pembalikan.
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau untuk pengecilan ukuran baglog
jamur tiram, keranjang bambu sebagai tempat fermentasi pupuk kompos, serta plastik dan terpal
sebagai penutup keranjang kayu. Alat yang dipergunakan untuk analisis adalah soil tester merk
SR300B 4 in 1 Multifunctional soil ph meter.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baglog jamur tiram didapatkan di
sentra industri jamur tiram di desa Asrikaton, kotoran kambing yang didapatkan dari peternakan
milik masyarakat di desa Asrikaton, aktivator EM4 yang dapat diperoleh di toko bahan kimia dan
air.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 2 faktor, yaitu penambahan konsentrasi EM4 (Effective Microorganism 4) 0% v/b, 0,1%
v/b dan 0,2% v/b, serta jumlah pembalikan 1 kali (setiap 3 minggu sekali), 2 kali (setiap 2 minggu
sekali), dan 3 kali (setiap 1 minggu sekali). Ulangan yang dilakukan sebanyak 2 kali. Penelitian ini
terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap persiapan bahan baku dan tahap pembuatan pupuk kompos.
Persiapan Bahan Baku
Pada tahap ini limbah baglog jamur tiram dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar air
kurang lebih 30%. Selanjutnya dihaluskan untuk mempermudah proses dekomposisi kompos.
Dilanjutkan penimbangan limbah baglog jamur tiram sebesar 10000 gram.
Kotoran kambing pada tahap ini dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar air kurang lebih 30%.
Selanjutnya dihaluskan untuk mempermudah proses dekomposisi kompos. Dilanjutkan
penimbangan kotoran kambing sebesar 4000 gram.
Pada pembuatan larutan stok EM4 1%, EM4 dipipet 10 ml. Selanjutnya EM4 tersebut
diencerkan dengan air hingga 1000 ml. Larutan tersebut difermentasi secara anaerob selama 24
jam.
Pembuatan Pupuk Kompos
Bahan awal pupuk kompos yaitu limbah baglog jamur tiram dan kotoran kambing masing-
masing ditimbang 10000 gram dan 4000 gram dicampur hingga merata. Setelah tercampur
selanjutnya ditimbang lagi bahan campuran tersebut 10000 gram. Selanjutnya EM4 (0% v/b, 0,1%
v/b, 0,2% v/b) dituang pada campuran pupuk kompos tersebut lalu diaduk hingga merata.
Campuran bahan awal pupuk kompos dianalisis awal rasio C/N, C, N, P2O5, K2O, dan kadar air.
Campuran pupuk kompos tersebut dimasukkan ke dalam keranjang bambu.
B-157
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
Proses pembalikan pupuk kompos dilakukan dengan cara mengaduk tumpukan kompos
lapisan atas ke lapisan tengah, lapisan tengah ke lapisan bawah dan lapisan bawah ke lapisan atas
hingga merata (Musnamar, 2003). Proses pembalikan dilakukan dengan cara membaliknya 1 kali
(setiap 3 minggu sekali), 2 kali (setiap 2 minggu sekali), dan 3 kali (setiap 3 minggu sekali). Hasil
pembuatan pupuk kompos dianalisis akhir rasio C/N, C, N, P2O5, K2O, dan kadar air.
Pengujian Data Pupuk Kompos
Pupuk kompos yang telah dibuat kemudian diuji untuk mengetahui kualitasnya yaitu dengan
melakukan pengujian kimia antara lain rasio C/N, C, N, P2O5, K2O dan kadar air. Data yang telah
didapat dilanjutkan dengan uji keragaman data (ANOVA). Jika terdapat interaksi antar perlakuan
dilanjutkan dengan uji DMRT. Selanjutnya dilakukan uji perlakuan terbaik dari seluruh faktor
untuk mendapatkan nilai perlakuan terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Bahan Baku
Bahan baku dari penelitian ini terdiri dari baglog jamur tiram, kotoran kambing, serta EM4. Data
hasil analisis bahan baku pupuk kompos disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Hasil Analisis Bahan Baku
No Parameter Nilai
1
2
3
4
5
6
Rasio C/N
C (%)
N (%)
P2O5 (%)
K2O (%)
Kadar Air (%)
24,43
28,10
1,15
1,60
1,21
56,06
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa analisis awal bahan baku memiliki rasio C/N sebesar 24,43.
Nilai tersebut telah masuk kriteria rasio C/N bahan baku kompos yang baik untuk dilakukan proses
pengomposan yaitu 20-40 (Rynk, dkk, 1992). Nilai P2O5 sebesar 1,60% dan nilai K2O 1,21% telah
berada diatas batas minimal untuk proses pengomposan, yaitu masih dibawah kadar N sebesar
0,1% (Etika, 2007). Pada analisis bahan baku diketahui kadar air sebesar 56,06%. Nilai tersebut
telah masuk dalam kriteria kadar air bahan baku kompos yang ideal. Nilai rentangan kadar air
untuk bahan baku kompos yang ideal adalah 40%-60% (Rynk, dkk, 1992; Syafira, 2012).
Rasio C/N Kompos
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rerata rasio C/N berkisar antara 11,03%
hingga 17,26%. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa faktor konsentrasi EM4 dan
jumlah pembalikan tidak berpengaruh nyata pada α=0,05. Analisis ragam juga menunjukkan
interaksi faktor konsentrasi EM4 dan jumlah pembalikan tidak berpengaruh nyata pada α=0,05.
Rerata rasio C/N pada perlakuan jumlah pembalikan dan penambahan konsentrasi EM4 dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rerata Rasio C/N
Nama Perlakuan Penambahan Konsentrasi
EM4 (%)
Jumlah Pembalikan
(Kali) Rerata Rasio C/N
E1W1
E2W1
E3W1
E1W2
E2W2
E3W2
E1W3
E2W3
E3W3
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
1
1
1
2
2
2
3
3
3
13,53
14,99
11,03
13,65
14,40
16,51
16,88
17,26
13,38
B-158
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
Interaksi antara penambahan konsentrasi EM4 dan jumlah pembalikan pada penelitian ini
tidak berpengaruh nyata terhadap rasio C/N. Hal ini diduga bahwa banyaknya mikroorganisme
pada EM4 yang terlibat pada proses pengomposan memiliki kemampuan yang sama dalam
perombakan karbon atau nitrogen. Begitu pula jumlah pembalikan sebanyak satu hingga tiga kali
juga memberikan supplai udara yang cukup pada tumpukan bahan kompos pada proses
pengomposan. Namun demikian, rasio C/N pada penelitian ini telah sesuai dengan petunjuk SNI
19-7030-2004 ditetapkan standar untuk rasio C/N adalah 10-20. Artinya, terdapat penurunan rasio
C/N dari bahan menjadi kompos. Pupuk kompos yang baik adalah yang mengutamakan banyaknya
kandungan C sehingga dapat menghasilkan nilai rasio C/N yang rendah (Setyorini dkk, 2006).
Syaifrudin (2007) menyatakan, bahwa rasio C/N mengalami penurunan hingga mencapai rasio C/N
tanah selama proses pengomposan. Proses pengomposan juga menyebabkan CO2 menguap sebagai
hasil perombakan bahan-bahan organik yang terdapat pada bahan pupuk kompos, sehingga dengan
terpakainya C maka terjadi penurunan pada rasio C/N.
Karbon (C) Kompos
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rerata kandungan C berkisar antara
16,67% hingga 30,03%. Analisis ragam menunjukkan interaksi faktor konsentrasi EM4 dan jumlah
pembalikan tidak berpengaruh nyata pada α=0,05. Namun berdasarkan uji BNT, diketahui bahwa
faktor konsentrasi EM4 dan faktor jumlah pembalikan berpengaruh nyata pada α=0,05. Rerata
kandungan C pada perlakuan jumlah pembalikan dan penambahan konsentrasi EM4 dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rerata Kandungan Karbon (C)
Nama
Perlakuan
Penambahan Konsentrasi
EM4 (%)
Jumlah Pembalikan
(Kali)
Rerata Nilai C
(%)
E1W1
E2W1
E3W1
E1W2
E2W2
E3W2
E1W3
E2W3
E3W3
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
1
1
1
2
2
2
3
3
3
19,73
23,75
16,67
18,18
23,73
18,70
25,24
30,03
24,29
Interaksi antara jumlah pembalikan dan penambahan konsentrasi EM4 pada penelitian ini
tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C. Diduga ketersedian bahan yang tidak jauh berbeda
satu sama lain, sehingga kandungan karbon pada tiap-tiap perlakuan tidak jauh berbeda juga. Selain
itu, selama proses pengomposan kandungan C juga mengalami penurunan hingga nilai rasio C/N
pada rentangan 10-20. Apabila imbangan rasio C/N sudah mencapai angka 10-20, artinya proses
dekomposisi sudah mencapai tingkat akhir atau pupuk kompos sudah matang (Simamora, 2006).
Hal ini didukung oleh pernyataan Jurgens (1997), konsentrasi total C-organik turun secara bertahap
selama pengomposan. Namun demikian kandungan C pada penelitian ini telah sesuai dengan
petunjuk SNI 19-7030-2004 ditetapkan standar untuk kandungan C sebesar 9,80% - 32%.
Nitrogen (N) Kompos
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rerata kandungan N berkisar antara 1,14%
hingga 1,82%. Analisis ragam menunjukkan interaksi faktor konsentrasi EM4 dan jumlah
pembalikan berpengaruh nyata pada α=0,05. Rerata kandungan N pada perlakuan jumlah
pembalikan dan penambahan konsentrasi EM4 dapat dilihat pada Tabel 4.
Interaksi antara jumlah pembalikan dan penambahan konsentrasi EM4 pada penelitian ini
berpengaruh nyata terhadap kandungan N. Dari data tersebut diketahui bahwa pada perlakuan
untuk semua konsentrasi EM4, dan jumlah pembalikan diketahui kandungan N meningkat seiring
dengan tingginya kadar EM4. Hal ini diduga karena meningkatnya populasi bakteri
Rhodopseudomonas sp. yang terdapat pada EM4 yang beraktivitas mengikat nitrogen bebas.
Menurut Buckman (1982), bahan organik sumber nitrogen yaitu protein yang pertama-tama akan
B-159
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
mengalami peruraian oleh mikroorganisme menjadi asam-asam amino, selanjutnya oleh sejumlah
besar mikroba heterofik mengurai menjadi amonium yang dikenal sebagai proses amonifikasi.
Pada jumlah pembalikan 2 kali (2 minggu sekali) dengan variasi penambahan EM4 0,2%, terdapat
perbedaan yang signifikan dibandingkan perlakuan lainnya. Diduga ketika proses pengomposan
maupun ketika proses pembalikan berlangsung pupuk kehilangan unsur N dalam bentuk NH3 yang
menguap di udara. Siburian (2008) menyatakan, bahwa penurunan nilai N disebabkan karena
pengaruh metabolisme sel yang mengakibatkan nitrogen terasimilasi dan hilang melalui volatilisasi
(hilang di udara bebas) sebagai amoniak. Berdasarkan petunjuk SNI 19-7030-2004 ditetapkan
standar untuk kandungan N adalah lebih dari 0,40%, sehingga kandungan N pada perlakuan
penelitian ini telah memenuhi standar SNI.
Tabel 4. Rerata Kandungan Nitrogen (N)
Nama Perlakuan Penambahan
Konsentrasi EM4 (%)
Jumlah
Pembalikan (Kali) Rerata Nilai N (%)
E1W1
E2W1
E3W1
E1W2
E2W2
E3W2
E1W3
E2W3
E3W3
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
1
1
1
2
2
2
3
3
3
1,45b
1,58b
1,51bc
1,34c
1,66a
1,14d
1,50bc
1,74a
1,82a
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata pada α=0,05
Fosfor (P2O5) Kompos
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rerata kandungan P2O5 berkisar antara
1,12% hingga 2,13%. Analisis ragam menunjukkan interaksi faktor konsentrasi EM4 dan jumlah
pembalikan berpengaruh nyata pada α=0,05. Rerata kandungan P2O5 pada perlakuan jumlah
pembalikan dan penambahan konsentrasi EM4 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rerata Kandungan Fosfor (P2O5)
Nama Perlakuan Penambahan Konsentrasi
EM4 (%)
Jumlah
Pembalikan (Kali)
Rerata Nilai
P2O5 (%)
E1W1
E2W1
E3W1
E1W2
E2W2
E3W2
E1W3
E2W3
E3W3
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
1
1
1
2
2
2
3
3
3
1,37bc
2,13a
1,33bc
1,19c
1,19c
1,60b
1,12c
1,35bc
1,42bc
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata pada α=0,05
Interaksi antar perlakuan pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap kandungan P2O5.
Kondisi pengomposan yang kekurangan oksigen serta konsentrasi penambahan EM4 sangat
berpengaruh pada kandungan P2O5, dimana konsentrasi EM4 yang lebih tinggi cenderung memiliki
kandungan P2O5 yang tinggi. Pada perlakuan jumlah pembalikan 1 kali (3 minggu sekali) dan
penambahan konsentrasi EM4 0,1% diketahui memiliki kandungan P2O5 yang paling tinggi. Hal ini
diduga karena dengan semakin sedikitnya jumlah pembalikan, maka dapat mempertahankan kadar
air pada perlakuan tersebut (65,04%) yang menyebabkan udara sulit untuk masuk. Dari data
tersebut diketahui semakin sering dilakukan pembalikan maka kandungan P2O5 cenderung semakin
kecil, hal ini diduga interaksi bakteri Lactobacillus yang merupakan bakteri anaerob fakultatif.
Sehingga semakin banyaknya pembalikan yang merupakan proses memasukkan udara (aerob)
secara merata dapat menghambat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Selain itu meningkatnya
B-160
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
kandungan P2O5 disebabkan bakteri proteolitik yang terdapat pada EM4 mampu merombak protein
pada bahan baku kompos menjadi asam amino. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Subagyo
dan Setyati (2012), bakteri proteolitik memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim protease
yang disekresikan ke lingkungan. Enzim proteolitik ekstraseluler bekerja menghidrolisis senyawa
bersifat protein menjadi oligopeptida, peptida rantai pendek dan asam amino. Hal tersebut
menyebabkan fosfat yang terikat dalam rantai panjang akan larut dalam asam organik yang
dihasilkan oleh bakteri pelarut fosfor. Berdasarkan petunjuk SNI 19-7030-2004 ditetapkan standar
untuk kandungan P2O5 adalah lebih dari 0,10%, sehingga kandungan P2O5 pada perlakuan
penelitian ini telah memenuhi standar SNI.
Kalium (K2O) Kompos
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rerata kandungan K2O berkisar antara 2,13%
hingga 2,87%. Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi faktor konsentrasi EM4 dan jumlah
pembalikan berpengaruh nyata pada α=0,05. Rerata kandungan K2O pada perlakuan jumlah
pembalikan dan penambahan konsentrasi EM4 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rerata Kandungan Kalium (K2O)
Nama Perlakuan Penambahan
Konsentrasi EM4 (%)
Jumlah
Pembalikan (Kali)
Rerata
Nilai K2O (%)
E1W1
E2W1
E3W1
E1W2
E2W2
E3W2
E1W3
E2W3
E3W3
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
1
1
1
2
2
2
3
3
3
2,22bc
2,72a
2,28bc
2,43bc
2,27bc
2,87a
2,13c
2,46bc
2,34bc
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata pada α=0,05
Interaksi antar perlakuan menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi EM4,
maka kandungan K2O semakin tinggi pula. Hal ini diduga karena aktivitas metabolisme mikroba,
sehingga terjadi proses perombakan pada saat pengomposan berlangsung. Kalium merupakan
senyawa yang dihasilkan oleh metabolisme bakteri, dimana bakteri menggunakan ion-ion K+ bebas
yang ada pada bahan pembuat pupuk untuk keperluan metabolisme, sehingga kalium akan
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bakteri yang ada pada pupuk (Amanillah, 2011).
Secara umum rerata kandungan K2O pupuk kompos mengalami peningkatan dibandingkan dengan
rerata kandungan K2O pada bahan baku (Tabel1), hal ini diduga karena oksigen yang dibutuhkan
mikroorganisme selama proses pembalikan tercukupi. Menurut Amanah (2012), pembalikan
dilakukan untuk memberikan suplai udara bagi aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan
organik yang juga berfungsi dalam pengaturan temperatur dan kelembaban. Hal ini juga didukung
oleh pernyataan Musnamar (2003), proses pengomposan dipengaruhi banyak faktor salah satunya
ialah proses pembalikan atau pengadukan. Karena melalui pengadukan dapat tercipta udara
dibagian timbunan, sehingga proses penguraian berlangsung merata.
Kadar Air Kompos
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rerata kadar air berkisar antara 41,30%
hingga 65,04%. Analisis ragam menunjukkan interaksi faktor konsentrasi EM4 dan jumlah
pembalikan berpengaruh nyata pada α=0,05. Rerata kadar air pada perlakuan jumlah pembalikan
dan penambahan konsentrasi EM4 dapat dilihat pada Tabel 7.
Interaksi antar perlakuan baik jumlah pembalikan maupun penambahan konsentrasi EM4
menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga perlakuan pada penelitian ini berpengaruh nyata
terhadap kadar air. Hal ini diduga karena proses pembalikan yang menyebabkan proses penguapan
air terjadi. Pada jumlah pembalikan 1 kali (3 minggu sekali) cenderung memiliki kadar air yang
lebih besar, dikarenakan kurangnya udara yang masuk pada perlakuan tersebut. Hal yang
sebaliknya terjadi pada jumlah pembalikan 1 minggu sekali yang cenderung memiliki kadar air
yang lebih rendah. Angin mempengaruhi proses penguapan, semakin kencang angin bertiup
B-161
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
semakin tinggi penguapan (Handayani, 2009). Selain itu diduga masuknya udara menyebabkan
oksigen yang dibutuhkan mikroba selama proses pengomposan terpenuhi. Proses pembalikan
timbunan bahan dimaksudkan agar tercipta aerasi pada pupuk selama proses dekomposisi
berlangsung, sehingga pasokan oksigen yang sangat dibutuhkan dan berguna bagi aktivitas mikroba
terpenuhi (Setyorini, dkk, 2003).
Kadar air tetap berada dikisaran bahan kompos yang baik tidak terlalu tinggi dan tidak
terlalu rendah yaitu 40%-65%, sehingga aktivitas mikroorganisme pada kompos tetap berjalan
dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sundberg dan Jonsson (2008), apabila keadaan
kadar air yang rendah aktivitas mikroorganisme akan terhambat atau terhenti sama sekali,
sedangkan kadar air pada yang tinggi pengomposan akan berjalan secara anaerobik dan akan
menyebabkan timbulnya bau busuk. Berdasarkan petunjuk SNI 19-7030-2004 pada jumlah
pembalikan 3 kali (1 minggu sekali) seluruh variasi penambahan konsentrasi EM4 0%, 0,1%
maupun 0,2% telah sesuai dengan standar SNI yaitu kadar air tidak lebih dari 50%, sehingga
diduga karena pembalikan yang lebih sering menyebabkan proses penguapan air oleh udara.
Tabel 7. Rerata Kadar Air
Nama
Perlakuan
Penambahan
Konsentrasi EM4 (%)
Jumlah
Pembalikan (Kali)
Rerata
Kadar Air (%)
E1W1
E2W1
E3W1
E1W2
E2W2
E3W2
E1W3
E2W3
E3W3
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
0
0,1
0,2
1
1
1
2
2
2
3
3
3
55,97cd
65,04a
57,39c
46,01f
62,90b
52,80d
48,54ef
41,30g
48,54e
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan berpengaruh nyata pada α=0,05
Pemilihan Perlakuan Terbaik
Berdasarkan hasil pengujian yang terbaik dengan menggunakan metode Multiple Atribute,
yaitu dengan menghitung nilai galat dan nilai L minimumnya dengan menetapkan rasio C/N, nilai
C, N,P2O5, K2O, dan kadar air sebagai nilai idealnya. Dari perhitungan tersebut diperoleh perlakuan
terbaik pada pupuk kompos E3W3 dengan perlakuan penambahan konsentrasi EM4 0,2% dan
jumlah pembalikan 3 kali (1 minggu sekali). Pada perlakuan ini diperoleh nilai rasio C/N 13,38,
nilai kandungan C 24,29%kandungan N 1,82%, kandungan P2O51,42%, kandungan K2O 4,44%,
dan nilai kadar air 48,54%. Rasio C/N, kandungan C, N, P2O5, K2O, dan kadar air pupuk kompos
yang dihasilkan dalam penelitian ini telah sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik Pupuk Kompos pada Perlakuan Terbaik
Parameter Pupuk Kompos Kualitas Pupuk Organik (SNI) Keterangan
C/N
C (%)
N (%)
P2O5(%)
K2O(%)
Kadar Air (%)
13,38
24,29
1,82
1,42
4,44
48,54
10-20
9,80-32
0,40
0,10
0,20
50
-
-
Minimum
Minimum
Minimum
Maksimum
B-162
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
KESIMPULAN
Penambahan konsentrasi EM4 dan jumlah pembalikan terbaik ditinjau dari nilai rasio C/N, C, N,
P2O5, K2O, dan kadar air yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), terdapat pada
perlakuan E3W3 yaitu penambahan konsentrasi EM4 0,2% dan jumlah pembalikan 3 kali (1
minggu sekali), dengan nilai rasio C/N 13,38, kandungan C 24,29%, kandungan N 1,82%,
kandungan P2O5 1,42%, kandungan K2O 4,44%, dan kadar air 48,54%.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pertanian RI. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat
Jenderal Hortikultura TA. Jakarta
Abbas, S.D. dan Djarijah, N.M. 2001. Budi Daya Jamur Tiram, Pembibitan, Pemeliharaan dan
Pengendalian Hama-Penyakit. Kanisius. Yogyakarta
Amanah, F. 2012. Pengaruh Pengadukan dan Komposisi Bahan Kompos Terhadap Kualitas
Kompos Campuran Tinja. Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik.
Universitas Indonesia. Depok
Amanillah, Z. 2011. Pengaruh Konsentrasi EM4 pada Fermentasi Urin Sapi Terhadap
Konsentrasi N, P, dan K. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya.
Malang
Apriadji, W.H. 2002. Memproses Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta
Buckman, H. 1982. The Nature and Properties of Soil. McMillan Company. New York
Etika, Y.V. 2007. Pengaruh Pemberian Kompos Kulit Kopi, Kotoran Ayam dan Kombinasinya
Terhadap Ketersediaan Unsur N, P, dan K pada Inceptisol. Skripsi. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Fitria, Y. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan
Menggunakan Asam Asetat dan M (Effective Microorganisme 4). IPB. Bogor.
Handayani, N. 2009. Buku Kantong Biologi SMA. Pustaka Widyatama. Yogyakarta
Hartatik, W. dan Widowati, L.R. 2006. Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor
Jurgens, R. 1997. Membuat, Menjual, dan Menerapkan, Inilah Era Baru Kompos Pertanian.
BioCycle. 38(35): 89-101
Musnamar, E. 2003. Pupuk Organik: Cair dan Padat, Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta
Rynk, R., Kamp, M.V.D., Wilson, G.B., Richard, T.L., Kolega J.J., Gouin F.R., Laliberty, L., Kay,
D., Murphy, D.W., Hoitink, H.A.J., dan Brinton, W.F. 1992. On-farm Composting
Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service, U.S. Department of
Agriculture. Ithaca
Setyorini, D., Saraswati, R., dan Anwar, E.K. 2006. Kompos, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor
Siburian, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Kimia
Kompos. Bumi Lestari. 8(1): 1-15
Simamora, S. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. AgroMedia Pustaka. Depok
Subagiyo dan Setyati. 2012. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Enzim Ekstraseluler (proteolitik,
amilolitik, lipolitik dan selulolitik) yang Berasal dari Sedimen Kawasan Mangrove. Jurnal
Ilmu Kelautan, 17 (3): 164-168
Sundberg, C. dan Jonsson, H. 2008. Higher pH and Faster Decomposition in Biowaste Composting
by Increased Aeration. Waste Manage. 28(3): 518-526
Syafira, L.I. 2012. Pembuatan Pupuk Bokashi Dari Limbah Organik dan Analisis Kandungan
Unsur Nitrogen, Karbon, Fosfor, dan Kalium. UNIMED Library. Medan
B-163
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
Syaifrudin, B. Z. 2007. Pengomposan Limbah Teh Hitam Dengan Penambahan Kotoran Kambing
Pada Variasi yang Berbeda Dengan Menggunakan Starter EM4 (Effective Microorganism-
4). Jurnal Teknik. 28(2): 125-131
Tombe, M. dan Sipayung, H. 2010. Kompos Biopestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Wiardani, I. 2010. Budidaya Jamur Konsumsi. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
B-164