Upload
anggreta-auriadini
View
49
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
casting
Citation preview
PEMBAHASAN
Casting adalah proses penuangan logam pada bumbung tuang untuk
memperoleh bentukan yang sama dengan model malam yang pada bumbung
tuang. Proses casting digunakan untuk membuat restorasi gigi seperti inlay, onlay,
mahkota, jembatan dan basis removable partial denture. (Craig 2002, p.516)
Tahap awal sebelum melakukan casting adalah membuang malam dari
bumbung tuang. Bumbung tuang diletakkan diatas kompor dengan posisi bagian
cekung menghadap ke bawah (api) dengan sudut 45o. Malam tuang terbentuk dari
material organik seperti karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Ketika
dipanaskan menggunakan suhu yang tinggi material organik tersebut akan
membentuk karbondioksida, air, atau nitrogen yang mudah dihilangkan (Craig
2002, p.527).
Tahap selanjutnya setelah pembuangan malam adalah memasukkan
bumbung tuang ke dalam oven. Sebelum memasukkan kedalam oven, perlu
dipastikan bahwa malam telah habis terbakar. Pengecekan dapat dilakukan dengan
menutupkan glass slab pada bagian cekung bumbung tuang. Jika setelah glass
slab diangkat terjadi buram karena terdapat uap air, maka malam yang terbakar
belum sepenuhnya hilang. Jika glass slab tidak terlihat buram, maka malam telah
terbakar habis. Setelah pengecekan malam tersebut, jika malam sudah terbakar
sempurna maka bumbung tuang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven
pemanas. Bumbung tuang yang telah dimasukkan ke dalam oven dibiarkan
sampai mencapai suhu 750ο C.
Pada saat preheating, bumbung tuang dimasukkan ke dalam oven, hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan suhu yang sama dengan titik lebur logam, serta
mendapatkan ekspansi thermal. Ekspansi thermal dibutuhkan untuk
mengkompensasi penyusutan logam ketika mendingin. Selama proses casting,
sebisa mungkin bumbung tuang tidak dibiarkan mendingin, karena ekspansi
thermal yang terbentuk bersifat irreversible. Jika bumbung tuang mendingin
sebelum proses penuangan logam, maka satu-satunya cara adalah membuang
mould dan membuat model malam yang baru. (Craig, 2002, p. 528) Jika bumbung
tuang dipanaskan kembali setelah mendingin, ekspansi thermal yang terjadi sama
dengan pemanasan yang pertama. Bumbung tuang tidak boleh dipanaskan untuk
kedua kalinya karena dapat menyebabkan terjadinya cracking. (Anusavice, 2003,
p. 306)
Selain itu, jika bumbung tuang dipanaskan lebih dari suhu cair logam atau
diatas 7500C, sulfur dioksida yang merupakan produk dari reaksi ini mencemari
hasil casting dan membuatnya menjadi sangat rapuh. Bahan tanam tuang yang
dibiarkan pada suhu tinggi dalam waktu yang lama juga mengakibatkan
kontaminasi sulfur pada hasil cor sehingga membuat hasil casting menjadi kasar
karena kerusakan pada bahan tanam. (Annusavice, 2003,p. 329)
Bumbung tuang yang telah dibiarkan di dalam oven sampai suhunya
mencapai 750o C segera dilakukan proses casting. Bumbung tuang diletakkan
pada centrifugal casting machine. Sebelum bumbung tuang diletakkan pada
centrifugal casting machine, centrifugal casting machine telah disiapkan dengan
cara memutar alat tersebut 3 kali. Kemudian, mencairkan logam diatas cawan
tuang dengan menggunakan api torch. Terdapat 3 zona api pada api yang di
hasilkan oleh torch.
Gambar 1. Zona-Zona Pada Api Torch.
Kerucut panjang pertama yang berasal langsung dari pipa adalah zona di
mana gas tercampur sebelum pembakaran. Api pada zona ini tidak bersifat panas.
Kerucut berikutnya yang berwarna hijau dikenal sebagai zona combution. Di
zona ini, gas dan udara sebagian dibakar. Zona ini dapat mengoksidasi logam,
oleh karena itu harus dijauhkan selama proses pencairan alloy. Zona berikutnya,
redup biru dan terletak tepat di luar zona pembakaran hijau, merupakan zona
reduksi. Zona ini merupakan bagian terpanas, oleh karena itu zona ini dipakai
untuk pencairan logam. Kerucut terluar luar (zona oksidasi) adalah zona dimana
pembakaran tercampur oksigen dari udara. Bagian tidak digunakan untuk
mencairkan alloy. Selain karena suhunya yang lebih rendah dari zona reduksi,
zona ini juga dapat mengoksidasi alloy (Anusavice, 2003, p.334). Salah satu cara
melihat pemanasan sudah sesuai maka logam yang dipanaskan akan menjadi
terang dan jernih . Jika proses pemanasan tidak benar maka logam akan berwarna
merah gelap karena telah terjadi oksidasi dan pemanasan tidak efektif dan kusam.
Posisi api torch juga tidak boleh terlalu dekat, karena juga akan menyebabkan
oksidasi (Craig, 2002, p. 531).
Selama proses casting, logam cair dimasukkan ke dalam mould dengan gaya
sentrifugal. Ketika logam cair memasuki cetakan, udara diharapkan keluar dari
cetakan melalui pori-pori bahan tanam tuang. Jika udara tidak sepenuhnya hilang,
maka akan terjadi back pressure yang dapat menyebabkan cetakan tidak terisi
penuh dengan logam. Jadi sangat penting bahwa jarak antara bumbung tuang
dengan model sekitar 6 mm, agar memungkinkan udara dalam mould dapat
keluar, sehingga cetakan dapat diisi cairan logam dengan baik. (Anusavice, 2003,
p.308)
Setelah casting selesai, bumbung tuang dikeluarkan dari alat sentrifugal dan
ditunggu sampai alloy tampak merah – gelap (tidak membara) setelah itu
direndam dalam air. Manfaat direndam dalam air adalah (Anusavice, 2003,
p.335):
1. Quenching, proses ini menyebabkan logam tuang menjadi lembut
(bukan lunak).
Logam tuang akan segera dingin dan bisa dilakukan proses selanjutnya
yaitu burnishing dan polishing.
2. Bahan tanam akan lunak bergranular sehingga hasil casting mudah
dikeluarkan dan dibersihkan.
ANALISA HASIL PERCOBAAN
Pada percobaan yang telah kami lakukan, terdapat beberapa kesalahan yang
membuat hasil casting menjadi tidak sempurna.
Pada hasil praktikum didapatkan satu sayap yang terbentuk pada nomer tiga.
Adanya sayap (finning) disebabkan oleh pemanasan bumbung tuang yang terlalu
cepat, sehingga bahan tanam menjadi retak (crack). Ketika alloy masuk ke dalam
mould, alloy tersebut akan mengisi retakan-retakan sehingga terbentuklah sayap.
Untuk mencegah timbulnya sayap pada hasil tuangan adalah dengan mencegah
pemanasan bumbung tuang yang terlalu cepat (Anusavice, 2003, p.308).
Pada hasil praktikum juga didapatkan permukaan kasar pada beberapa hasil
yang didapat. Permukaan kasar tersebut dikarenakan beberapa faktor yaitu:
1. Jika w/p rasio semakin tinggi atau semakin cair bahan tanam, maka
akan semakin kasar permukaannya. Seperti pada hasil yang kita
dapat pada nomer satu, hasil casting dengan w/p rasio yang tinggi
memiliki permukaan yang lebih kasar.
2. Logam campur yang terlalu panas juga bisa menjadi penyebab
terbentuknya permukaan yang kasar. Logam yang terlalu panas
akan merusak dinding mold sehingga hasil casting menjadi kasar
(Annusavice, 2003, p.340).
Porositas dapat terjadi pada permukaan dalam maupun luar dari hasil
casting. Porositas bisa terlihat sebagai permukaan lubang pada casting, ini dapat
terjadi karena pecahah-pecahan dari investment atau partikel kotoran yang telah
jatuh ke bawah sprue menjadi tertanam dalam casting dan menghasilkan
permukaan lubang (Mc Cabe, 2008, p.82).
Bubbling di casting muncul sebagai bulatan- bulatan banyak yang
menempel pada permukaan dari casting. Ini mencerminkan adanya porositas pada
investment, suatu masalah dimana dapat terisi alloy cair pada investment kosong
(Mc Cabe, 2008, p. 81).
Entrapped air porosity atau disebut juga back pressure porosity ini dapat
menghasilkan cekungan yang besar akibat depresi. Hal ini disebabkan akibat
udara dalam mould tidak dapat keluar melalui pori-pori dari investment atau
karena gradient tekanan pada saat pemasangan sprue (Annusavice, 2003, p.346).
Microporosity juga terjadi akibat dari penyusutan pada saat pengerasan
alloy. Hal seperti ini dapat terjadi ketika pengerasan alloy terlalu cepat karena
suhu mould terlalu rendah (Anusavice, 2003, p.343).
Dari hasil yang didapat, semua terdapat marginal gap. Adanya marginal
gap disebabkan oleh distorsi hasil casting karena ekspansi bahan tanam yang
kurang sempurna. (Anusavice, 2003,p.338). Begitu juga jika w ratio terlalu besar
akan menyebabkan marginal fit tidak pas karena ekspansi thermal yang kecil
tidak bisa mengkompensasi logam akibatnya terbentuk permukaan kasar dan
bintil pada bagian dalam dari hasil casting. (Annusavice, 2003, p.306, 316)