Upload
arief-dhemamm-reggae
View
275
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
I. Definisi
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
superfisial pada kulit kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai
rambut dan folikel – folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada mikosis
superfisialis atau dermatofitosis. Beberapa sinonim yang digunakan termasuk
ringworm of the scalp dan tinea tonsurans. Di Amerika Serikat dan wilayah lain di
dunia insiden dari tinea kapitis meningkat.1
Kerion merupakan reaksi peradangan akut yang berat dari tinea kapitis,
berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang
padat di sekitarnya dan disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.
II. Epidemiologi
Tinea kapitis adalah infeksi jamur yang mengenai anak – anak berumur
antara 4 dan 14 tahun. Insiden tinea capitis dapat bervariasi menurut jenis
kelamin, tergantung pada organisme jamur penyebab. Microsporum audouinii
terkait tinea capitis telah dilaporkan sampai 5 kali lebih sering terjadi pada anak
laki-laki dari pada anak perempuan. Setelah pubertas, perempuan memiliki
eksposur yang lebih besar kepada anak-anak yang terinfeksi dan mungkin karena
faktor hormonal. Kasus – kasus di perkotaan biasanya didapatkan dari teman –
teman atau anggota keluarga. Kepadatan penduduk, hygien yang buruk dan
malnutrisi protein memudahkan seseorang mendapatkan penyakit ini. Kasus –
kasus yang disebabkan oleh Microsporum canis jarang terjadi dan di dapat dari
anak anjing dan anak kucing.2,3
Di Asia Tenggara, angka infeksi telah dilaporkan menurun cepat dari 14 %
( rata – rata dari anak perempuan dan laki – laki ) sampai 1,2 % pada 50 tahun
terakhir karena keadaan sanitasi umum dan hygien perorangan telah membaik. Di
Selatan Eropa penyakit ini jarang. Di dunia internasional tinea kapitis tersebar
luas di beberapa daerah perkotaan di Amerika Utara, Sentral Amerika dan
Amerika Selatan, terdapat juga sebagian di Afrika dan India.4
III. Etiologi
1
Tinea kapitis disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton
dan Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T.
tonsurans, M. audoinii, M. canis, M. ferrugineum.
Penyebab kerion adalah jamur dari spesies Trichophyton dan
Microsporum. Yang lebih sering menyebabkan kerion adalah Microsporum canis
dan Microsporum gypseum, sedangkan Trichophyton tonsuran jarang
menyebabkan kerion dan Trichopyton violaceum paling sedikit menyebabkan
kerion. Kerion dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang
menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.
IV. Patogenesis
Penyebab dari tinea kapitis dan kerion adalah jamur keratinofilik. Menurut
Elewski (1996) jamur penyebab tinea kapitis secara invivo hidup pada keratin
yang terbentuk lengkap pada bagian rambut yang sudah mati. Jamur menyebabkan
keratolisis karena adanya enzim keratinase, walaupun banyak juga jamur
penghasil keratinase yang tidak menyebabkan tinea kapitis (Epidermophyton
floccosum dan Trichophyton consentrikum).
Penjelasan mengenai keratolisis masih belum diketahui, sehingga
pembuktian keratolisis hanya berdasarkan pengurangan keratin secara tidak
langsung. Rockman (1990) mengemukakan bahwa insiden tinea kapitis pada anak
dan prepubertas terjadi karena menurunnya asam lemak dalam sebum. Infeksi
dimulai dengan invasi dermatofita melalui perifolikuler stratum korneum, hifa
tumbuh ke dalam folikel dan berkembang dengan membentuk rangkaian spora
dan berhenti tiba-tiba pada pertemuan antar sel yang berinti dan yang mempunyai
keratin yang tebal.
Pada ujung hifa ditemui Adamson’s Fringe bagian luar intrapilari hifa
membelah membentuk rantai spora ektotrik. Selama pertumbuhan rambut jamur
ikut tumbuh kearah batang rambut yang menyebabkan patahnya rambut dan
terjadi alopesia. Hifa tidak ditemukan pda rambut yang terdapat di atas kulit.
Jamur ini biasanya menyerang lapisan kulit dan kadang-kadang mampu
menginvasi bagian luar dari kulit, stratum korneum atau bagian tubuh lain yang
2
mempunyai keratin seperti rambut dan kuku. Dari inokulasi tampak hifa tersebar
sentrifugal di stratum korneum. Jamur kemudian menginvasi keratin yang ada di
rambut. Daerah yang terlibat semakin luas mengikuti pertumbuhan rambut dan
tampak di permukaan kulit pada hari ke-12 - 14. Infeksi menyebabkan rambut
rapuh dan pada minggu ke-3 rambut yang rusak telah jelas terlihat. Infeksi
berlangsung selama 8-10 minggu dan menyebar ke dalam stratum korneum dan
pada rambut sekitarnya. Diameter area infeksi ± 3,5-7 cm. Infeksi dapat sembuh
secara alami pada saat pubertas. Akan tetapi mekanismenya belum diketahui
secara pasti. Diduga jumlah kadar asam lemak tersaturasi yang bersifat fungistatik
meningkat pada masa pubertas, dan hal ini yang menyebabkan tinea kapitis jarang
pada orang dewasa.
V. Gejala Klinik
Gambaran tinea kapitis tergantung pada penyebabnya (tabel).
Inflamasi Non-Inflamasi Black Dot Favus
M. Audouinii M. Audouinii T. Tonsurans M. Gypseum
M. Canis M. Canis T. Violaceum T. Schoenleinii
M. Gypseum M. Ferrugineym T. Violaceum
M. Nanum T. Tonsurans
T. Mentagrophytes
T. Schoenleinii
T. Tonsurans
T. Verrucosum
Tipe Non-Inflamasi
Tipe ini lebih sering dilihat dengan organisme antropofilik eksotrik M.
Audounii atau M. Ferrugineum. Lesi dumulai sebagai daerah papul eritem yang
kecil mengelilingi satu tangkai rambut dan tersebar secara sentrifugal, yang
meliputi daerah sekitar rambut. Skuama biasanya selalu ditemukan, tetapi proses
inflamasi minimal. Rambut yang terkena berubah menjadi abu-abu selanjutnya
kusam pada kantung rambut dari artrokonidia, dan pecah pada bagian bawah dari
3
kulit kepala. Lesi ini lebih sering terlihat sebagai satu atau lebih batas pinggir
patch yang jelas pada occiput atau posterior leher.
Tipe Inflamasi
Pola ini biasanya terlihat bersamaan dengan patogen zoofilik atau geofilik.
Contoh yang paling seringa adalah M. Canis dan M. Gypseum secara berturut-
turut. Spektrum dari tingkat inflamasi dari folikulitis pustular pada kerion. Kerion
adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan
yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat
disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum gypseum,
pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah
Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan
berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang – kadang dapat
terbentuk.2,5
Mansur dkk serta Nelson dkk yang mengemukakan bahwa lesi kerion ini
berupa massa/benjolan lunak, basah dengan rambut yang patah dan pus. Keluhan
subjektif berupa gatal. Keadaan ini dapat menimbulkan alopesia. Keluhan alopesia
ini juga dirasakan oleh pasien.2,3
Gambar 1. Lesi Tinea Kapitis tipe Kerion3
VI. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan
lampu wood dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada
4
pemeriksaan mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut ( ektotriks ) atau di
dalam rambut ( endotriks ).
Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan
dan kultur dari kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang
ditemukan pada pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan dengan forsep tanpa disertai
dengan trauma atau dikumpulkan dengan potongan – potongan yang halus dengan
ayakan halus atau sikat gigi.2
Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 – 20 %
potassium hydroxide ( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop.
Pemeriksaan dengan preparat KOH ( KOH mount ) selalu menghasilkan diagnosa
yang tepat adanya infeksi tinea.3
Pada pemeriksaan lampu wood didapatlkan infeksi rambut oleh M. canis,
M.ferrugineum, akan memberikan flouresensi cahaya hijau terang hingga kuning
kehijauan. Infeksi rambut oleh T. schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau
biru keputihan, dan hifa didapatkan di dalam batang rambut. Pada rambut sapi T.
verrucosum memperlihatkan fluoresensi hijau tetapi pada manusia tidak
berfluoresensi.2
Gambar 2. Pemeriksaan dengan lampu wood pada daerag gray patch pada kulit
kepala. Pada infeksi Microsporum canis, rambut kulit kepala
memancarkan fluoresensi hijau. Trichophyton tonsurans tidak
berpendar dengan lampu Wood3
Infeksi yang disebabkan oleh spesies Microsporum memberikan
fluoresensi warna hijau.2
VII. Diagnosis Banding
Diagnosa dari tinea kapitis, khususnya pada anak-anak memberikan
gambaran eritematous, sisik tebal dan alopesia. Rambut rapuh dan tak bercahaya ,
infiltrat, lesi ulserasi dapat menjadi tanda infeksi jamur. Dermatitis seboroik,
5
psoriasis, lupus erytrematosus, alopesia areata, impetigo, trikotilomania,
pyoderma, folikulitis decalcans dan sifilis sekunder adalah diagnosis banding
tinea kapitis.2,3
Pada dermatitis seboroik, rambut yang terlibat lebih difus, rambut tidak
rapuh dan kulit kepala merah, bersisik dan gatal. Dermatitis seboroik dan penyakit
berskuama kronik lain seperti psoriasis dapat menyebabkan pengumpulan sisik
menjadi massa padat di kulit kepala. Kondisi ini disebut pitiriasis amiantacea.
Sisik lebih kasar pada psoriasis tetapi tidak rapuh. Impetigo sulit dibedakan
dengan inflamasi ringworm, tetapi nyerinya lebih parah. Alopesia areata dapat
agak eritematous pada tahap awal penyakit tetapi dapat kembali normal seperti
warna kulit.6
VIII. Terapi
Pengobatan dermatofitosis mengalami kemajuan sejak tahun 1958.
GENTLES ( 1958 ) dan MARTIN ( 1958 ) secara terpisah melaporkan, bahwa
griseofulvin peroral dapat menyembuhkan dermatofitosis yang ditimbulkan pada
binatang percobaan. Sebelum zaman griseofulvin pengobatan dermatofitosis
hanya dilakukan secara topikal dengan zat – zat keratolitik dan fungistatik.6
Pada masa sekarang dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan
pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Griseofulvin akan terkumpul
pada lapisan keratin pada rambut, kuku menimbulkan resistensi terhadap invansi
jamur, namun pengobatan harus berlangsung dalam waktu lama karena waktu
yang dibutuhkan griseofulvin untuk menghasilkan lapisan keratin yang resisten
cukup lama sekitar 4 – 8 minggu, 2 x 250 mg. Pada pasein ini juga diberikan
Griseofulvin 10 gm/KgBB/hari (8 minggu).3
Griseofulvin menimbun keratin berlapis – lapis di rambut dan kuku,
membuat mereka menjadi resisten terhadap invasi jamur. Terapi infeksi keratin
memerlukan waktu yang cukup lama dan kontinu agar dapat digantikan oleh
keratin yang resisten, biasanya 4 – 6 minggu. Pada lesi yang mengalami
peradangan, kompres sering diperlukan untuk membersihkan pus dan sisik-sisik
infeksi. Kemajuan terapi di monitor dengan pemeriksaan klinik yang rutin dengan
6
bantuan lampu wood untuk fluoresensi dari spesies seperti M. audouinii dan M.
Canis3
Tabel 1. Obat yang direkomendasikan5
Beberapa anti mikotik terbaru termasuk itraconazol, terbinafine, dan
fluconazol, telah dilaporkan sebagai obat yang efektif dan aman. Terbinafine
tablet dengan dosis 3 – 6 mg/kg/hari digunakan ± 2 – 4 minggu dan telah berhasil
digunakan untuk T. tonsurans. M. canis relatif resisten untuk jenis obat ini, tetapi
obat ini merupakan terapi yang efektif jika digunakan dalam jangka waktu yang
lama. Petunjuk umum untuk tinea kapitis dengan BB > 40 kg ( 250 mg / hari ),
Untuk BB 20 – 40 kg ( 125 mg / hari), Untuk BB 10 – 20 kg ( 62,5 mg / hari )
selama 2 – 4 minggu.2
Tablet fluconazol atau suspensi oral ( 3 – 6 mg / kgbb/ hari ) diatur untuk 6
minggu. Dalam suatu pengobatan lebih dari seminggu ( 6 mg /kg/ hari ) dapat di
atur jika indikasi klinik ditemukan pada saat itu. Pada infeksi ektotriks ( misalnya
M.audouinii, M.canis ), pengobatan dalam jangka yang lama diharuskan.
Meskipun ketoconazol oral dapat di terima sebagai alternatif lain dari griseofulvin
tetapi tidak dapat dipercaya sebagai terapi pilihan karena resiko hepatotoksik dan
biayanya yang mahal. Oral steroid dapat membantu mengurangi resiko dan
meluasnya alopesia yang permanen pada terapi kerion. Hindari penggunaan
kortikosteroid topikal selama terapi infeksi dermatofitosis.2
7
CASE REPORT
Identity of Patient
Name : Firza
Sex : Male
Register : 886080
Age : 9 Years Old
Occupation : Student
Address : Kuta Alam
Weight : 27 Kg
Nursing In : Feb, 20th 2012
Anamnesis
Major Complaint :
Itchy yellowish patch on the head since a month ago.
Another Complaint :
Losing hair
General History of Present :
Patients complained about itching, yellow patch on the scalp since one month ago.
Initially appeared only reddish papules on the scalp to itch but, over time the hair
loss and yellow wet appeared. Previously the patient went to the hospital, after
two weeks taking those medications, his complaint were reduced, but a week later
his complaints became worse. The patient had long hair before, rarely washed and
frequently exposure to sunlight while playing football.
8
Past Medical History : Denied
Family Medical History : Denied
Social History : Denied
Medication History : Dexamethason
Bacitrasin Polimyxin B zalf
Physical Examination
General Status
1. Head
Hair : Alopecia
Status of Dermatology
Location:
a/r Capitis
Dermatology Status :
9
Alopecia with well-demarcated erythematous macules with papules and pustules,
surrounded by yellowish crust and scales.
Differential Diagnosis :
1. Tinea Capitis Kerion
2. Tinea Capitis Favosa
3. Seborrheic Dermatitis
4. Psoriasis
5. Areata Alopecia
Supporting Examination:
1. KOH 10-20% Examination: not done
2. Wood Lamp Examination: greenish
Diagnosis:
Tinea Capitis Kerion
Management:
Supportif
1. Education
Not playing with animals infected by the fungus
Not palying with the ground
Not using the comb from the infected person
Maintain personal hygiene by taking a bath regularly (min twice a
day)
Medication
Systemic
1. Griseofulvin (10 mg/KgBB/day for 8 weeks)
2. Antihistamine: AH1 Mebhidroline Napadisilat (1-2mg/KgBB/12 hours)
10
Topical
1. Salicyl acid 5%
Prognosis: dubia ad bonam
DISKUSI
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
superfisial pada kulit kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai
rambut dan folikel – folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada mikosis
superfisialis atau dermatofitosis. Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita
dari genus Trichophyton dan Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T.
mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii, M. canis, M. ferrugineum
Secara klinis tinea kapitis ditemukan berbeda – beda dari dermatofitosis
non inflamasi dengan sisik mirip dermatitis seboroik sampai inflamasi dengan lesi
bersisik yang eritematous dan kerontokan rambut atau alopesia dan dapat
berkembang menjadi inflamasi yang berat berupa abses yang dalam disebut
kerion, yang mempunyai potensi menjadi jaringan parut dan menyebabkan
alopesia yang menetap.
Dari identitas, pasien merupakan laki-laki usia 9 tahun. Menurut Mansur,
laporan insiden tertinggi ditemui pada anak usia sekolah di Amerika dan Afrika.
Tinea kapitis terjadi lebih dari 92,5 % dari dermatofitosis pada anak – anak
berumur kurang dari 10 tahun. Sedangkan menurut Nelson tinea kapitis adalah
infeksi jamur yang mengenai anak – anak berumur antara 4 dan 14 tahun. Insiden
tinea capitis dapat bervariasi menurut jenis kelamin, tergantung pada organisme
jamur penyebab.
Microsporum audouinii terkait tinea capitis telah dilaporkan sampai 5 kali
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Setelah
pubertas, perempuan memiliki eksposur yang lebih besar kepada anak-anak yang
terinfeksi dan mungkin karena faktor hormonal. Pada infeksi oleh M canis,
rasionya bervariasi, namun tingkat infeksi biasanya lebih tinggi pada anak laki-
laki menurut Kao dkk.
11
Mengingat anak-anak yang masih aktif dalam bermain, tentu sangat
mudah bagi anak untuk terinfeksi penyakit jamur. Apalagi jika nutrisinya tidak
terpenuhi dengan baik. Jamur penyebab tinea kapitis ini juga terdapat pada hewan
dan dapat menular ke manusia. Anak-anak yang sangat suka bermain dengan
hewan dapat saja tertular penyakit tersebut. Seperti kucing, anjing, lembu, bahkan
dari alat-alat yang sering dipakai sehari-hari seperti topi atau sisir.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan bercak kekuningan
dikulit kepala terasa gatal disertai kebotakan rambut. Mansur dkk serta Nelson
dkk yang mengemukakan bahwa lesi kerion ini berupa massa/benjolan lunak,
basah dengan rambut yang patah dan pus. Keluhan subjektif berupa gatal.
Keluhan gatal biasanya minimal namun dirasakan terus-menerus. Keadaan ini
dapat menimbulkan alopesia. Secara klinis tinea kapitis ditemukan berbeda – beda
dari dermatofitosis non inflamasi dengan sisik mirip dermatitis seboroik sampai
inflamasi dengan lesi bersisik yang eritematous dan kerontokan rambut atau
alopesia dan dapat berkembang menjadi inflamasi yang berat berupa abses yang
dalam disebut kerion, yang mempunyai potensi menjadi jaringan parut dan
menyebabkan alopesia yang menetap menurut James dkk.
Dari anamnesis di atas kita dapat memikirkan diagnosis tinea kapitis.
Namun untuk memastikan diagnosis kita memerlukan pemeriksaan penunjang.
Yaitu lampu wood dan kerokan dengan KOH 10-20%. Pada pasien ini setelah
dilakukan pemeriksaan Lampu Wood, didapatkan pendar kehijauan. Infeksi yang
disebabkan oleh spesies microsporum memberikan fluoresensi warna hijau.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologis yaitu kebotakan
rambut dengan makula eritem batas tegas dengan papul dan pustul yang
dikelilingi krusta kekuningan dan skuama. Pada tinea kapitis kerion pemeriksaan
fisik dapat ditemukan kelainan terbatas pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata.
Lesi kerion dapat berkembang sebagian atau secara difus, lesi basah, purulen
selain itu terjadi inflamasi dan nodul yang nyeri. Pada keadaan yang lebih berat
dapat terjadi alopesia dan pembesaran kelenjar getah bening servikal. Namun pada
pasien ini tidak ditemukan.
12
Seringkali diagnosis kerion dapat ditegakkan hanya dengan melihat
keadaan lesi pada pasien. Walaupun demikian sebaiknya untuk menegakkan
diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan dengan mengambil bahan kerokan dari
tempat lesi dan diletakkan di atas slide dan diteteskan KOH (potassium hidroksi)
kemudian dilihat dibawah mikroskop. Dilakukan dengan mikroskop cahaya,
mula-mula dilihat dengan pembesaran 10x10 kemudian dilanjutkan dengan
pembesaran 10x45. Preparat langsung dari kerokan kulit dengan larutan KOH
10% - 20%, dapat terlihat hifa atau spora dan miselium. Fungsi KOH untuk
melarutkan debris dan lemak, KOH 10% dapat melarutkan debris dan lemak dari
kerokan kulit, rambut dan mukosa, sedangkan KOH 20% merupakan pelarut yang
kuat dan biasanya dipakai untuk spesimen kuku.
Pada sedian rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar
(makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam
rambut (endotriks). Kadang-kadang terlihat pula hifa pada sediaan rambut.
Pemeriksaan dengan KOH akan terlihat hyfa yang teratur menurut panjangnya di
sekitar atau di dalam tangkai rambut, jarang ditemukan artrokonidia dan kantong
udara. Pada pasien ini pemeriksaan KOH tidak dilakukan karena keterbatasan alat
waktu.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat perlu dilakukan kultur.
Dengan kultur kita bisa mengetahui jamur atau organisme penyebab kerion.
Prosedur nya meliputi: mencabut sedikit rambut atau menusuk lesi yang berisi
nanah pada area kepala yang terkena, selain itu untuk mendapatkan nanah,
gosokkan cotton steril pada lesi, kirim spesimen yang didapat ke laboratorium,
hasil labor ini didapatkan setelah 2-3 minggu. Pada umumnya hasil labor dapat
mengidentifikasi jenis dari dermatofita penyebab tinea kapitis dan kerion.
Disamping itu perlu dilakukan konfirmasi lebih lanjut untuk melihat hasil kultur
bakteri. Namun mengingat biaya dan waktu, pada pasien ini tidak dilakukan
kultur.
Pasien ini yag diterapi dengan Griseofulvin 10mg/KgBB/hari selama 8
minggu. Masih merupakan obat pilihan karena keamanannya dan dapat ditoleransi
baik oleh anak. Pada masa sekarang dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi
13
dengan pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Griseofulvin akan
terkumpul pada lapisan keratin pada rambut, kuku menimbulkan resistensi
terhadap invansi jamur, namun pengobatan harus berlangsung dalam waktu lama
karena waktu yang dibutuhkan griseofulvin untuk menghasilkan lapisan keratin
yang resisten cukup lama sekitar 4 – 8 minggu, 2 x 250 mg. Kontra indikasi relatif
ialah pasien Sistemik Lupus Eritematosus (SLE), porfiria, alergi penisilin. Jika
obat tidak tersedia atau terdapat kontra indikasi, selain griseofulvin masih ada
beberapa obat yang dapat digunakan untuk terapi tine kapitis kerion ini seperti
Ketokonazol, yang terutama efektif untuk tinea kapitis yang disebabkan oleh
spesies Trichophyton namun kurang efektif bila disebabkan oleh Microsporum
canis.Dosis yang diberikan ialah 3,3-6,6mg/kgbb selama 3-6 minggu, diminum
bersama soda atau sari jeruk. Namun karena sifat hepatotoksiknya, obat ini bukan
merupakan pilihan utama tinea kapitis. Selain itu dapat juga diberikan Itrakonazol
Sangat efektif untuk tinea kapitis baik spesies Microsporum maupun
Trichophython, dengan dosis 100 mg/hari selama 5 minggu (3-5mg/kgbb). Tetapi
tidak tersedia dalam bentuk sirup dan hanya tersedia dalam bentuk tablet 100 mg
yang tidak dapat dibagi, maka sulit ditentukan dosis yang tepat. Flukonazol
Efektif untuk tinea kapitis dan tersedia dalam bentuk sirup yang cocok untuk
anak-anak. Pemberian tidak tergantung makanan, tidak ada efek gastrointestinal,
keamanan tinggi dan ditoleransi dengan baik.
Selain obat anti jamur pada pasien ini juga diberikan anti histamin yaitu
Antihistamin: AH1 Mebhidroline Napadisilat (1-2mg/KgBB/12 jam), hal ini
untuk mengatasi simptomatis, rasa gatal yang ditimbulkan. Rasa gatal ini harus
diatasi karena kalau tidak pasien akan terus menggaruk sehingga menimbulkan
luka dan menyebabkan infeksi sekunder. Selain itu rasa gatal ini juga akan
mengganggu aktifitas si anak, seperti sekolah.
Asam salisilat 5% juga diberikan sebagai terapi topikal pada pasien ini.
Asam salisilat memiliki efek keratolitik dan digunakan sebagai terapi topikal pada
kasus hiperkeratotik dan terdapatnya skuama seperti pada penyakit ketombe,
iktiosis dan psoriasis. Konsentrasi awal yang digunakan umumnya 2% namun jika
diperlukan boleh dipakai hingga 6%. Dan menurut Raynold (1996) asam salilisat
14
ini memiliki efek fungisida dan hal ini membuat asam salisilat digunakan secara
topikal pada pengobatan infeksi seperti tinea. Pada beberapa orang pemakaian
topikal ini dapat menimbulkan alergi, dalam hal ini harus dihentikan
pemakaiannya.
15