Upload
ngokhuong
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBANGUNAN KOMPETENSI BAGI PUSTAKAWAN PERPUSTAKAAN KHUSUS NON PEMERINTAH DI INDUSTRI
Tupan
Pustakawan Madya PDII LIPI
Abstrak
Pustakawan memerlukan pembinaan untuk meningkatkan prospek mereka di lembaga tempat mereka bekerja. Perpusnas merupakan lembaga yang memiliki tugas dan fungsi membina pustakawan pada lembaga pemerintah dan non pemerintah. Tetapi pembinaan bagi pustakawan non pemerintah masih menhadapi kendala. Salah satunya dikarenakan belum terukurnya kompetensi yang dibutuhkan oleh lembaga tersebut. Lembaga non pemerintah memiliki sifat, kemampuan dan kebijakan yang berbeda dengan lembaga pemerintah, sehingga Standar Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI) bidang perpustakaan tidak dapat diterapkan. Kajian ini bertujuan membangun kompetensi pustakawan pada lembaga non pemerintah di Indonesia. Fokus kajian adalah perpustakan khusus di industri, yaitu perpustakaan di industri manufaktur, jasa (Rumah sakit, Bank, Lembaga kursus, LSM dsb), dan perdagangan (perusahaan eksport import). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan responden adalah pustakawan dan Kepala Perpustakaan. Penyebaran kuesioner menggunakan email. Metode analisis menggunakan Shannon Entropy. Hasil kajian menujukkan bahwa kompetensi yang dibutuhkan pada perpustakan non pemerintah di industri adalah sebagai berikut: (1) Kompetensi umum, prioritas pertama adalah mampu mengoperasikan komputer (Teknologi Informasi) dan prioritas kedua mampu menyusun rencana dan membuat laporan kerja perpustakaan. (2) Kompetensi manajemen koleksi, prioritas pertama adalah mampu melakukan seleksi bahan pustaka dalam rangka pengadaan bahan pustaka dan prioritas kedua adalah mampu melakukan pengkatalogan deskriptif. (3) Kompetensi manajemen informasi, prioritas pertama adalah memiliki kemampuan untuk melakukan layanan referensi baik tercetak maupun elektronik, prioritas kedua adalah mampu melakukan penelusuran informasi dari beragam informasi yang tersedia baik sumber elektronik, cetak maupun lainnya. (4) Kompetensi teknologi informasi, prioritas pertama adalah mengetahui berbagai perangkat keras fitur-fitur maupun aplikasi yang digunakan dalam otomasi perpustakaan dan prioritas kedua adalah memiliki pengetahuan dalam mendigitalisasikan koleksi cetak menjadi koleksi digital serta mampu mengirim dan mengambil informasi dari internet. (5) kompetensi khusus, prioritas pertama adalah memiliki pengetahuan untuk melakukan kajian di bidang perpustakaan, prioritas kedua adalah memiliki pengetahuan untuk membuat karya tulis ilmiah. Sedang untuk kompetensi tambahan yang harus dimliki oleh pustakawan adlah prioritas pertama memiliki kemampuan untuk melakukan pendampingan bagi pustakawan baik di perpustakaan sendiri maupun perpustakaan lain, prioritas kedua adalah memiliki kemampuan bahasa Inggris untuk mendukung tugas-tugas kepustakawanan. Sementara itu, prioritas pertama yang harus dilakukan dalam pembinaan pustakawan di perpustakaan khusus non pemerintah adalah mengizinkan pustakawan mengikuti diklat/training di bidang kepustakawanan, prioritas kedua
mendapat bimbingan dari atasan untuk mengembangkan pengetahuan di bidang tertentu sesuai kepentingan organisasi atau klien.
Untuk meningkatkan kompetensi pada pustakawan perpustakaan industri diperlukan pola pembinaan melalui diklat/ training dibidang kepustakawanan, dilaksanakan di tempat penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari tiga hari. Pembinaan juga diperoleh melalui bimbingan atasan, mengikuti training dari Perpustakaan Nasional lebih dari 3 hari atau mendatangkan trainer dari luar, dan mengikuti training atas biaya perusahaan. Kata kunci : Pustakawan non pemerintah; pembangunan kompetensi; Perpustakaan khusus
Pendahuluan
Pustakawan Indonesia harus memiliki kompetensi tertentu untuk
meningkatkan profesionalitas dan prospek di lembaga tempatnya bekerja.
Pembinaan terhadap mereka perlu dilakukan lebih dahulu, agar memiliki
kompetensi yang dibutuhkan. Kompetensi sebagai pustakawan pada umumnya
diperoleh di bangku perguruan tinggi dan pengalaman kerja. Tetapi perubahan
yang terjadi pada lingkungan tempat bekerja, kemajuan Teknologi Informasi (TI)
yang pesat, dan semakin berkembangnya kebutuhan pengguna menyebabkan
pustakawan memerlukan pembinaan dari lembaga terkait untuk dapat
mengembangkan kompetensinya.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) lebih banyak
melakukan pembinaan terhadap perpustakaan pemerintah, dari pada non
pemerintah (swasta). Salah satu kendala untuk membina pustakawan swasta
adalah sifat, kemampuan dan kebijakan yang berbeda antara perpustakan
pemerintah dan swasta (Sulistyo-Basuki, 2014). Kondisi ini berdampak pada tidak
diketahuinya perkembangan profesi pustakawan di perpustakaan atau lembaga
swasta. Peran Perpusnas dalam Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2014 adalah
menjadi lembaga pembina terhadap perpustakaan pemerintah maupun non
pemerintah, termasuk dalam hal pembinaan pustakawan.
Program pembinaan untuk pustakawan swasta di Indonesia masih belum
bisa dibangun, salah satunya dikarenakan kompetensi pustakawan di perpustakaan
swasta belum terukur (Sulistyo-Basuki, 2014). Hal tersebut dikarenakan
pustakawan pada lembaga swasta tidak memiliki rincian tugas spesifik. Seorang
pustakawan swasta melakukan seluruh kegiatan yang diperlukan, mulai dari
katalogisasi, menelusur informasi, hingga membersihkan ruangan. Sedangkan
rincian tugas pustakawan di lembaga pemerintah sudah jelas diatur menurut
aturan jabatan fungsional pustakawan.
Jumlah kajian terkait pengembangan kompetensi pustakawan pada lembaga
non pemerintah di Indonesia, masih sangat sedikit. Terlebih lagi kajian terhadap
pembinaan pustakawan perpustakaan khusus di industri, misalnya perpustakaan di
industri manufaktur, jasa (Rumah Sakit, Bank, Lembaga kursus, LSM dsb), dan
perdagangan (usaha dagang dan perusahaan eksport import). Survey yang
dilakukan oleh Sholihuddin et al (2012) menyajikan fakta bahwa mahasiswa
lulusan ilmu perpustakaan dan informasi Universitas Airlangga mendapat
pekerjaan di sejumlah perusahaan swasta, seperti industri, jasa, pendidikan,
penelitian, perbankan dan wirausaha. Mereka berprofesi sebagai pustakawan
maupun profesi lain. Kompetensi yang dibutuhkan pada pustakawan maupun
profesi lain di lembaga swasta tersebut, dilaporkan sesuai dengan kompetensi
yang diperoleh di bangku kuliah.
Perpusnas merupakan lembaga yang memiliki tugas dan fungsi membina
pustakawan yang bekerja tidak hanya di lembaga pemerintah, tetapi juga non
pemerintah. Pembinaan bagi pustakawan swasta masih menghadapi kendala, salah
satunya karena belum terukurnya kompetensi yang dibutuhkan oleh lembaga non-
pemerintah. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, perlu diidentifikasi
kompetensi yang dibutuhkan oleh pustakawan di lembaga non pemerintah.
Pembinaan terhadap pustakawan menjadi kebutuhan dan penting. Terlebih
bagi pustakawan pada perpustakaan khusus, yang dituntut untuk memiliki
kompetensi tertentu dikarenakan koleksi, pemustaka dan lembaga yang menaungi
perpustakaan yang dikelolanya bersifat khusus. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian (Khayatun dan Syaikhu, 2011), dimana sertifikasi pustakawan perlu
dikelompokan, karena masing-masing jenis perpustakaan memiliki kekhususan
dalam pengelolaan dan pelayanan. Dengan demikian program pembinaan pun
perlu menyesuaikan dengan kebutuhan jenis perpustakaannya.
Kajian ini fokus pada kompetensi yang dibutuhkan oleh pustakawan yang
bekerja di perpustakaan khusus di industri, misalnya pustakawan yang bekerja
pada perpustakaan Rumah Sakit (RS), bank, yayasan, perusahaan manufaktur,
jasa, perdagangan, serta organisasi lain. Pembatasan ini diambil, mengingat
jumlah kajian mengenai perpustakaan khusus di industri masih sangat sedikit.
Padahal pustakawannya dituntut memiliki kompetensi tertentu karena sifat yanag
khusus dari perpustakaan yang dikelola.
Perumusan Masalah
Kajian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan terkait dengan kompetensi
profesi pustakawan di industri, yaitu:
1. Bagaimanakah sebaran pustakawan pada perpustakaan khusus di lembaga
industri?
2. Apa saja uraian tanggung jawab dan kualifikasi pustakawan tersebut (dengan
menggunakan SKKNI bidang perpustakaan sebagai acuan)?
3. Bagaimana prospek dan pembinaan karir pustakawan tersebut?
4. Apa saja kompetensi umum dan cara pembinaan pustakawan yang dimaksud
Tujuan Penelitian
Tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi sebaran pustakawan yang bekerja pada perpustakaan
khusus di industri.
2. Mengidentifikasi uraian tanggung jawab dan kualifikasi dengan
menggunakan SKKNI bidang perpustakaan sebagai acuan.
3. Mengidentifikasi prospek dan pembinaan karir pustakawan pada
perpustakaan khusus di industri.
4. Menentukan kompetensi dan cara pembinaan yang dibutuhkan oleh
pustakawan pada perpustakaan khusus di industri.
Sasaran dari kajian ini adalah tersedianya rekomendasi mengenai
kompetensi dan cara pembinaan yang dibutuhkan oleh pustakawan pada
perpustakaan khusus di industri.
Manfaat Penelitian
Keluaran kajian yang berupa rincian kompetensi umum dan cara pembinaan
yang dibutuhkan oleh pustakawan perpustakaan khusus non-pemerintah ini, dapat
digunakan untuk membuat program pembinaan, guna meningkatkan kompetensi
mereka. Dampak yang ditimbulkan dari kajian ini di masa depan adalah
terukurnya kompetensi pustakawan yang bekerja pada perpustakaan khusus non-
pemerintah, terutama di industri.
Ruang Lingkup Penelitian
Subjek kajian adalah pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus di
industri, yaitu industri manufaktur, jasa dan perdagangan. Industri manufaktur
adalah : industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi dengan
menggunakan mesin, alat, daya, dan tenaga kerja yang memilki nilai tambah.
Industri jasa adalah suatu produk yang tidak nyata (intangible) dari hasil kegiatan
timbal balik antara pemberi jasa (produsen) dan penerima jasa (customer) melalui
suatu atau beberapa aktivitas untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Industri
perdagangan adalah industri yang bergerak di bidang usaha pembelian barang
untuk dijual kembali, tanpa mengolah barang yang dibelinya. Sedangkan definisi
pustakawan yang digunakan dalam kajian ini, sesuai dengan UU no.43/2007 yaitu
seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau
pelatihan kepustakawanan, serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
Studi Pustaka
Sejarah dan Definisi Perpustakaan Khusus di Indonesia
Menurut UU No. 43/2007 perpustakaan khusus merupakan perpustakaan
yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga
pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah,
atau organisasi lain.
Pendirian perpustakaan khusus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
bahan perpustakaan/informasi di lingkungannya, dalam rangka mendukung
pengembangan dan peningkatan lembaga maupun kemampuan sumber daya
manusia (Surachman,2005). Perpustakaan khusus umumnya dikelola oleh
organisasi bisnis, industri, ilmiah, pemerintah, pendidikan, asosiasi profesi dan
lain sebagainya. Karakter perpustakaan khusus biasanya khusus dalam hal fungsi,
subyek yang ditangani, koleksi yang dikelola, pemakai yang dilayani, dan
kedudukannya (Surachman, 2005).
Kompetensi Pustakawan pada Perpustakaan Khusus Non Pemerintah
Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang dapat terobservasi dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan (Perpusnas,
2011).
Kompetensi pustakawan mengacu pada kompetensi yang dirumuskan oleh
The Special Library Association (SLA) pada tahun 2003 yang terdiri dari
(Kismiyati, 2011 dalam Khayatun dan Syaikhu, 2011):
1. Kompetensi profesional, yaitu yang terkait dengan pengetahuan
pustakawan di bidang sumber-sumber informasi, teknologi,
manajemen dan penelitian, dan kemampuan menggunakan
pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan
perpustakaan dan informasi.
2. Kompetensi personal/individu yang menggambarkan satu kesatuan
keterampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki pustakawan agar dapat
bekerja secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu
meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan nilai lebihnya, serta
dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia
kerjanya.
Permasalahan dalam Membangun dan Mmenerapkan Program Pembinaan
Pustakawan Non Pemerintah
Program pembinaan untuk pustakawan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil
(PNS) tidak dapat diterapkan pada pustakawan swasta. Menurut UU No. 43 tahun
2007, perpustakaan nasional atau Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) dan
badan lain yang ditunjuk di tingkat provinsi, dapat memberikan pelatihan kepada
karyawan untuk menjadi pustakawan. Pelatihan tersebut berlangsung sekitar 3
bulan. Lembaga non pemerintah tidak mungkin mengizinkan karyawannya
mengikuti pelatihan selama 3 bulan dengan tetap menerima gaji (Sulistyo-Basuki,
2014).
Seorang pustakawan yang bekerja di perpustakaan swasta melakukan
seluruh pekerjaan di perpustakaan tersebut. Lembaga swasta tidak menerapkan
sistem jenjang jabatan pustakawan berdasarkan pada tugas pekerjaan. Dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.
9 tahun 2014 tugas Pustakawan dibedakan menurut jenjang jabatan fungsional
pustakawannya. Bila Peraturan Menteri tersebut diterapkan pada perpustakaan
swasta, maka seorang pustakawan melakukan kegiatan dari pustakawan pertama
sampai dengan pustakawan utama (Sulistyo-Basuki, 2014).
Jabatan fungsional maupun tunjangan fungsional bagi pustakawan swasta
perlu dibina. Pembinaannya adalah dengan mengadakan komunikasi antara
organisasi profesi dengan lembaga tempat pustakawan mengabdi. Profesi lain
seperti jabatan fungsional dosen swasta, kini sudah banyak yang mengikuti
fungsional dosen pegawai negeri. Di harapkan profesi pustakawan akan berbuat
hal yang sama pula seperti profesi yang lain. Belum banyak acuan fungsional
pustakawan diikuti oleh pustakawan swasta kemungkinan disebabkan oleh dua hal
yaitu: (a). Tunjangan fungsional pustakawan masih rendah dan belum layak
dijadikan rujukan bagi pustakawan swasta; (b) Swasta belum menyadari bahwa
profesi pustakawan adalah profesi yang harus diakui, sama halnya dengan guru,
dosen, peneliti dan sebagainya. Pengakuan profesi pustakawan sebagai jabatan
fungsional, tidak hanya dilihat dalam bentuk imbalan gaji, tetapi juga
penghargaan misalnya kenaikan pangkat yang lebih cepat dengan mengumpulkan
kredit tertentu. Bagi pustakawan yang kreatif dan produktif akan dapat naik
pangkat tanpa dihambat oleh pejabat struktural (Zulfikar Zen, 2007).
Kebutuhan dan Dampak tidak adanya Pembinaan pada Pustakawan
Secara umum pustakawan yang memulai karir di perpustakaan yang
dikelola perusahaan swasta akan memilih menghabiskan karirnya di perpustakaan
umum milik pemerintah. Hal tersebut dikarenakan jaminan yang lebih baik pada
kompensasi, kondisi kerja, pengembangan bakat, pengetahuan dan kemampuan
(Younghee, 2010). Penulis asumsikan, kondisi tersebut merupakan salah satu
dampak belum diperhatikannya karir pustakawan swasta.
Menurut Sri Junandi dan Maryono (2012) kinerja pustakawan sangat
dipengaruhi antara lain oleh kualitas kepemimpinan, saling percaya, komunikasi
dua arah, tanggung jawab, dan tekanan jabatan. Rendahnya motivasi kerja
pustakawan pun antara lain dipengaruhi oleh tidak dilibatkannya pustakawan
dalam pengambilan keputusan, arus komunikasi tidak berjalan sempurna dan
lemahnya dukungan dari pihak atasan. Dengan demikian pembinaan untuk
meningkatkan kompetensi profesional dan individu sangat diperlukan oleh
pustakawan.
Darch dan De Jager (2012) meneliti mengenai hubungan peneliti dengan
pustakawan di Afrika Selatan. Penelitian tersebut mengungkap bahwa peneliti
tidak terlalu membutuhkan pustakawan dan layanan perpustakaan dianggap tidak
berharga. Hal ini disebabkan banyak pustakawan tidak mendapat pelatihan formal
dalam disiplin akademik tertentu, selain ilmu perpustakaan dan informasi, bahkan
seringkali pustakawan bukan sarjana. Bibliografi subyek tidak diajarkan di
sekolah-sekolah perpustakaan di Afrika Selatan, sehingga pustakawan merasa
tidak siap menyediakan bahan penelitian tertentu.
Konsep rekrutmen pegawai pada lembaga swasta adalah mempekerjakan
seorang pegawai dengan waktu pelatihan yang singkat, tetapi menjadi staf yang
produktif, memiliki kompetensi dasar, baik professional maupun teknis, serta
dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan bisnis dan
teknologi yang cepat. Jumlah pekerja diperpustakaan biasanya tidak banyak,
sehingga pegawai yang mampu melakukan banyak tugas sangat diperlukan
(Tchobanoff dan Price, 1993).
Perpustakaan di perusahaan swasta seperti perusahaan manufaktur bahan
kimia dan makanan menginginkan calon pegawai dengan beberapa kriteria, yaitu
sebagai berikut (Tchobanoff dan Price, 1993):
1. Pengetahuan profesional/teknis dan kemampuan calon pegawai.
2. Kemampuan komunikasi dan karakteristik calon pegawai
3. Pengalaman professional yang sesuai.
4. Kemampuan manajemen dan kepemimpinan
5. Latar belakang pendidikan perpustakaan.
6. Kriteria lain
Reformasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Jepang telah
mendorong banyak perpustakaan akademik untuk menggunakan tenaga
outsourcing (tenaga kontrak). Tenaga kontrak memberikan berbagai keuntungan
bagi perpustakaan antara lain keahlian, kualitas layanan, fleksibilitas, dan secara
keuangan menguntungkan bagi perpustakaan. Tetapi efek jangka panjang dengan
adanya tenaga kontrak ini menimbulkan kekhawatiran. Keuangan yang terbatas,
sistem manajemen yang sulit diterapkan, kelanjutan struktur organisasi,
kesempatan pegawai yang kurang luas, kurangnya kepemimpinan dan program
pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi yang tidak memadai dalam
menjadikan tenaga kontrak ini profesional (Nobue Matsuoka-Motley, 2011).
Prospek Karir Pustakawan pada Perpustakaan Khusus
Prospek karir pustakawan pada perputakaan khusus di Indonesia masih
belum dikaji secara empiris. Khayatun dan Syaikhu (2011) serta Rohman dan
Rodiah (2012) membahas aspek sertifikasi pustakawan pada perpustakaan khusus.
Sebagian kajian fokus pada aspek koleksi yaitu sumber informasi (Tambunan,
2013), sistem informasi (Fitriani, 2012), layanan (Mutia, 2015), pemanfaatan
koleksi (Aninda, 2013). Sebagian lagi fokus pada aspek kelembagan yaitu
pengelolaan (Surachman, 2005), peran (Persia dan Rohmiyati (2013), arsitektur
(Leiwakabessy, 2013). Berikut ini pembahasan mengenai prospek karir bagi
pustakawan di Nigeria dan Swedia:
Pada tahun 1980, McKinnon (1980) telah membicarakan inovasi baru
mengenai cara transfer pengetahuan yang efektif dari literatur ke perusahaan.
Dimana proses tersebut dapat menghemat keuangan dari departemen Research
and Development (R & D). Beberapa cara untuk meningkatkan transfer teknologi
dari perpustakaan ke perusahaan, antara lain melalui penyediaan jasa yang
disebut current awareness profiles, penelusuran literatur, diseminasi informasi
terseleksi, serta layanan referensi dengan komputer, manual dan telepon.
Harande (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa industri
pengemasan serta industri kapas dan hasil pertanian di Nigeria menawarkan
prospek yang luas bagi perpustakaan dan layanan informasi. Hansson dan
Johannesson (2013) mengkaji mengenai pandangan pustakawan akademik di
perpustakaan perguruan tinggi di Swedia terhadap pekerjaan mereka dan
kemungkinannya dalam mendukung peneliti. Menurut Hansson dan Johannesson,
dalam strategi publikasi, peneliti harus menentukan dimana dan bagaimana
mempublikasikan karyanya. Peran perpustakaan adalah menyebarkan dan
menyediakan dokumen. Pustakawan juga dapat memberikan berbagai alternatif
informasi penelitian yang lain, impact factor, parallel publishing, akses terbuka,
mengkatalog, dan menyediakan dokumen tercetak untuk dipinjam di
perpustakaan.
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang
Perpustakaan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia menetapkan
rancangan standar kompetensi kerja nasional bidang perpustakaandalam
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No
83/2012. SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan
dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembentukan SKKNI
Bidang Perpustakaan adalah untuk memajukan dan mengembangkan karir serta
profesionalisme Pustakawan Indonesia. Tujuan SKKNI bidang perpustakaan
adalah:
1. Meningkatkan profesionalisme pustakawan dalam menjalankan perannya
sebagai mediator dan fasilitator informasi.
2. Menjadi tolak ukur kinerja pustakawan.
3. Menghasilkan pengelompokan keahlian pustakawan sesuai dengan
standardisasi yang telah divalidasi oleh lembaga sertifikasi.
4. Memberi arah, petunjuk dan metode atau prosedur yang baku dalam
menjalankan profesinya dengan mengedepankan kode etik
kepustakawanan Indonesia.
Dalam SKKNI bidang perpustakaan, pengetahuan, keterampilan dan sikap
kerja diwujudkan dalam 3 (tiga) kelompok unit kompetensi, yaitu: komptensi
umum, kompetensi inti dan komptensi khusus.
Rasio Jumlah Pustakawan dan Jumlah Penduduk di Indonesia
Rasio jumlah pustakawan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
jumlah penduduk Indonesia belum ideal (Indonesia, 2010). Jumlah penduduk
Indonesia 237.641.326 jiwa, sementara jumlah pustakawan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) sebesar 3037 orang. Menurut American Library Association (ALA) rasio
antara pustakawan dan penduduk idealnya adalah 1: 1000 (Hasanah, 2009). Jadi
jumlah kebutuhan pustakawan di Indonesia adalah sebesar 237.641 orang. Daya
serap pustakawan PNS yang tidak sebesar kebutuhan tersebut, dapat dibantu
dengan rekrutmen pustakawan pada lembaga swasta.
Metodologi Penelitian Tahapan kegiatan, metoda dan keluaran yang akan dilakukan dalam kajian
ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tahapan Kegiatan, Metoda dan Keluaran
No Kegiatan Pengumpulan data:
− Metoda
− Instrumen
Cara
analisis
Keluaran
1. Identifikasi
sebaran
pustakawan
− Kajian pustaka
dan web
− Tabel
Telaah
Isi
Data sebaran pustakawan di
industri
2. Identifikasi
kualifikasi dan
tanggung jawab
− Wawancara
− Pertanyaan
wawancara
Telaah
Isi
Data kompetensi yang
dibutuhkan berdasarkan SKKNI
bidang perpustakaan
3. Identifikasi
prospek karir
dan pembinaan
− Wawancara
− Pertanyaan
wawancara
Telaah
Isi
Data prospek jabatan dan tugas di
masa depan serta teknik
pembinaan
4. Identifikasi
kompetensi dan
cara pembinaan
− Survey
− Kuesioner
Shannon
entropy
Data bobot dan prioritas
kompetensi, serta cara pembinaan
yang diusulkan
Hasil dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan penelitian ini diuraikan secara sistematis
berdasarkan pada hasil yang diperoleh sesuai tahapan penelitian.
Sebaran Pustakawan yang Bekerja di Industri
Berdasarkan hasil penelusuran melalui website, direktori perpustakaan khusus
dan dokumen keanggotaan asosiasi seperti Ikatan Pustakawan Indonesia (IP) dan
Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) diperoleh 92
pustakawan dari 92 perusahaan.
Dari 92 pustakawan yang bekerja di perpustakaan industri, mereka tersebar di
kota Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Bogor dan Bandung. Jakarta merupakan
kota dengan jumlah penduduk terpadat yaitu mencapai 10.177.924 jiwa, memiliki
jumlah perpustakaan industri terbanyak yaitu mencapai 69 perpustakaan.
Rinciannya adalah industri manufaktur 5, industri perdagangan 3 dan jasa 61
perpustakaan. Industri jasa merupakan jumlah yang terbanyak yang meliputi jasa
perbankan, jasa pendidikan normal, jasa rumah sakit, jasa lain dan Lembaga
Swadaya masyarakat(LSM).
Semarang kota dengan kepadatan penduduk sedang terdapat 7 perpustakaan
industri yaitu 2 industri manufaktur dan 5 industri jasa. Yogyakarta dengan
kepadatan penduduk rendah memiliki jumlah perpustakaan industri sebanyak 8
perpustakaan dengan rincian 1 perpustakaan industri manufaktur dan 7 industri
jasa. Sedangkan kota lain yang kami telusuri aadalah Kota Bandung ada 2
perpustakaan industri manufaktur dan Kota Bogor ada 6 perpustakaan industri
jasa.
Kualifikasi dan Tanggung Jawab Pustakawan di Industri
Calon pustakawan yang dibutuhkan di industri adalah lulusan S1
Perpustakaan, ulet, rajin, mau belajar, mampu mengoperasikan komputer dan
internet, mampu berbahasa Inggris dengan baik, mampu melakukan penelusuran
informasi berdasarkan karakter database, mampu berkomunikasi dan menganalisis
permintaan customer. Kualifikasi tersebut sesuai SKKNI bidang perpustakaan
yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diwujudkan
dalam 3 (tiga) kelompok unit kompetensi yaitu yaitu kompetensi umum,
kompetensi inti dan kompetensi khusus.
Tanggung pustakawan perpustakaan industri adalah melakukan semua bidang
kepustakwanan mulai dari seleksi bahan pustaka sampai dengan pelayanan
informasi.
Prospek Karir dan Pembinaan Karir Pustakawan di Industri
Menurut Informan Pustakawan bisa naik menjadi manajer perpustakaan,
atau ditugaskan ke bagian lain di luar perpustakaan. Sedangkan menurut Kepala
Perpustakaan PT Pharos manajer perpustakaan tidak bisa menjadi seorang
manajer, kecuali jika manajer perpustakaan seorang dokter. Sedangkan menurut
Kepala Pusat Informasi Kompas Gramedia, setiap pustakawan yang sudah
bekerja selama 3-5 tahun berhak mengikuti uji kompetensi. Pekerjaan yang
dilakukan oleh setiap pustakawan akan dinilai oleh penguji kompetensi yaitu yaitu
dewan Litbang kompas yang meliputi staf litbang senior/expert dan SDM dari
Pusat Informasi. Materi yang diujikan adalah yang berkaitan dengan pekerjaan
dokumentasi dan informasi.
Pembinaan yang dilakukan adalah (1) Mengadakan training yang dilakukan
oleh manajer perpustakaan itu sendiri. (2) Mengikuti pelatihan/seminar yang
diadakan oleh pihak luar selama 1-2 hari. (3) Dilibatkan dalam kegiatan penelitian
Kompetensi dan Cara Pembinaan Pustakawan di Industri
Seluruh informan mengatakan bahwa komptensi yang dibutuhkan untuk
calon pustakawan di perpustakaan non pemerintah di industri adalah mampu
mengoperasikan komputer dan menggunakan internet, mampu berbahasa Inggris
dengan baik, mampu melakukan penelusuran informasi berdasarkan karakter
database, mampu berkomunikasi dan menganalisis permintaan customer
Seluruh informan mengatakan bahwa pola pembinaan yang dilakukan untuk
meningkatkan kompetensi pustakawan adalah dengan mengadakan training yang
dilakukan oleh manajer perpustakaan itu sendiri, mengikuti pelatihan yang
dilakukan oleh pihak luar selama 1-2 hari, mengikuti seminar, workshop. Untuk
diklat yang berlangsung selama 3 bulan perusahaan tidak mengizinkan, karena
pusatakawan yang ada di perpustakan non pemerintah hanya 1 orang.
Middle manajer memfasilitasi pustakawan untuk meningkatkan kompetensi yaitu
diikutkan dalam pelatihan/training kepustakawanan yang diadakan sendiri
maupun oleh pihak luar selama 1-2 hari, diikutkan dalam kegiatan penelitian,
seminar dan workshop.
Bobot dan Prioritas Kompetensi Pustakawan pada Perpustakaan Khusus
Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang dapat terobservasi dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Dalam
SKKNI bidang perpustakaan, pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja
diwujudkan dalam 3 (tiga) kelompok unit kompetensi, yaitu: kompetensi umum,
kompetensi inti dan kompetensi khusus. Rincian bobot dan prioritas kompetensi
adalah prioritas 1 sangat tinggi, prioritas 2 tinggi, prioritas 3 sedang, prioritas 4
rendah dan prioritas 5 sangat rendah. Bobot dan prioritas selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 2. berikut.
Tabel 2. Bobot dan Prioritas Komptensi pada Perpustakaan Khusus
Keterangan:
Urutan prioritas 1 : sangat tinggi
Urutan prioritas 2 : tinggi
Urutan prioritas 3 : sedang
Urutan prioritas 4 : rendah
Urutan prioritas 5 : sangat rendah
Berdasarkan perhitungan bobot dan prioritas menggunakan Shannon
Entrophy serperti pada Tabel 2. diatas terlihat bahwa prioritas satu untuk
kompetensi umum adalah mengopersikan komputer tingkat dasar. Menyusun dan
membuat lepaoran kerja perpustakaan (prioritas dua). Untuk kompetensi inti
yaitu untuk manajemen koleksi adalah melakukan seleksi bahan pustaka dalam
rangka pengadaan bahan pustaka (prioritas satu). Untuk manajemen informasi
prioritas satu adalah melakukan layanan referensi, melakukan penelusuran
informasi, dan menganalisis kebutuhan informasi. Membangun sebuah tim,
bekerja sama, serta memotivasi rekan kerja dalam satu tim merupakan prioritas
satu dalam kompetensi interpersonal. Mengetahui perangkat keras dan fitur fitur
yang digunakan dalam otomasi perpustakaan, serta mampu mendigitalisasikan
koleksi cetak menjadi koleksi elktronik merupakan prioritas satu dari kompetensi
teknologi informasi. Adapun untuk komptensi khusus yang merupakan prioritas
satu adalah mampu melakukan kajian di bidang perpustakaan dokumentasi dan
informasi. Sedangkan untuk kompetensi tambahan adalah mampu melakukan
pendampingan terhadadap perpustakaan sendiri maupun perpustakaan lain.
Pada pola pembinaan yang memiliki bobot urutan kinerja tertinggi adalah
mengikuti diklat/ training di bidang kepustakawanan, mengikuti traning di tempat
penyelenggara, dan diizinkan oleh perusahaan mengikuti training dalam waktu
kurang lebih 3 hari. Dengan demikian pustakawan pada perpustakaan khusus di
industri menginginkan diklat atau training di bidang kepustakawanan, dan
dilaksanakan di tempat penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari tiga hari.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :
Sebaran perpustakaaan khusus non pemerintah yang teridentifikasi sebanyak
92 perpustakan yang tersebar di Pulau Jawa yaitu di kota Jakarta, Semarang,
Yogyakarta, Bogor dan Bandung. Perpustakaan khusus di luar Pulau Jawa belum
teridentifikasi. Hal tersebut bisa jadi dikarenakan sebaran industri mayoritas di
Pulau Jawa. Diperlukan waktu penelitian yang lebih panjang untuk
mengidentifikasi sebaran pustakawan di luar pulau Jawa.
Kualifikasi yang dibutuhkan calon pustakawan adalah lulusan S1
Perpustakaan, berkarakter baik, mampu mengoperasikan komputer dan internet,
mampu berbahasa Inggris dengan baik, mampu melakukan penelusuran informasi
berdasarkan karakter database, mampu berkomunikasi dan menganalisis
permintaan customer. Tanggung jawab pustakawan perpustakaan industri adalah
melakukan semua kegiatan kepustakawanan mulai dari perencanaan sampai
dengan pelayanan.
Kompetensi umum yang perlu dimiliki pustakawan industri adalah mampu
mengoperasikan komputer tingkat dasar dan mampu menyusun rencana dan
membuat laporan kerja perpustakaan. Kompetensi manajemen koleksi yang
diperlukan adalah mampu melakukan seleksi bahan pustaka, mampu melakukan
pengkatalogan deskriptif, mampu melakukan pengkatalogan subjek, dan mampu
melakukan perawatan bahan pustaka. Kompetensi manajemen teknologi informasi
yang perlu dimiliki adalah kemampuan untuk melakukan layanan referensi,
kemampuan melakukan penelusuran informasi dari beragam informasi, dan
kemampuan menganalisis kebutuhan informasi dan mengenali beragam jenis
penggunaan informasi. Kompetensi interpersonal yang harus dimiliki pustakawan
adalah dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan pengguna perpustakaan dan
sesama rekan kerja dengan baik. Kompetensi teknologi informasi yang perlu
dimiliki pustakawan adalah mengetahui berbagai perangkat keras, fitur-fitur
maupun aplikasi yang digunakan dalam otomasi perpustakaan, dapat
mendigitalisasikan koleksi, serta mampu mengirim dan mengambil informasi dari
internet.
Kompetensi khusus yang perlu dimiliki adalah pengetahuan untuk
melakukan kajian di bidang perpustakaan, pengetahuan untuk membuat karya
tulis ilmiah, dan pengetahuan untuk membuat literatur sekunder seperti abstrak
dan sejenisnya.
Kompetensi tambahan bidang perpustakaan yang harus dimiliki pustakawan
adalah kemampuan untuk melakukan pendampingan, kemampuan bahasa Inggris
untuk mendukung tugas-tugas kepustakawanan, dan pengetahuan khusus dalam
bidang tertentu, sesuai dengan kepentingan organisasi atau klien.
Pola pembinaan yang diperlukan pustakawan adalah diklat/ training
dibidang kepustakawanan, dilaksanakan di tempat penyelenggara dalam waktu
tidak lebih dari tiga hari. Pembinaan juga diperoleh melalui bimbingan atasan,
mengikuti training dari Perpustakaan Nasional lebih dari 3 hari atau
mendatangkan trainer dari luar, dan mengikuti training atas biaya perusahaan.
5.2 Rekomendasi
Berdasarkan pengelompokan kompetensi pada tabel 16 di atas dan prioritas
pada pola pembinaan maka rekomendasinya adalah sebagai berikut:
1. Perpustakaan Nasional dapat menawarkan pembinaan dengan materi sesuai
prioritas sangat tinggi dan diadakan di Perpustakaan Nasional selama 3 hari
2. Perpustakaan Nasional dapat menawarkan pembinaan yang diselenggarakan di
perusahaan, dengan mendatangkan pelatih dari perpusnas, dalam waktu lebih
dari 3 hari, mencakup seluruh kompetensi dan biaya dari perusahaan. Waktu
dan jenis bimbingan kompetensi yang diinginkan, disesuaikan dengan
kebutuhan Industri
3. Perpustakaan Nasional selayaknya dapat menentukan biaya yang dibutuhkan
dan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan dalam kompetensi
DAFTAR PUSTAKA
Alireza Peyvand Robati dan Diljit Singh. 2013. Competencies required by special librarians: An
analysis by educational levels. Journal of Librarianship and Information Science. 45:113-
139.
Aninda, Putri S. 2013. Pemanfaatan koleksi perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasi
masyarakat di perpustakaan puskesmas kusuma bangsa Pekalongan. Skripsi. Ilmu
perpustakaan Universitas Diponegoro, Semarang. http://eprints.undip.ac.id/40988/ Tanggal
akses 18 Juli 2015.
Badan Pusat Statistik. 2015 . Proyeksi Penduduk Kabupaten/kota Propinsi DIY 2010-2020.
Badan Pusat Statistik. 2015. Proyeksi Penduduk Kabupaten/kota Propinsi DKI Jakarta 2010-
2020.
Badan Pusat Statistik. 2015 . Proyeksi Penduduk Kabupaten/kota Propinsi Jawa Tengah 2010-
2020.
Basri, Seta. 2013. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian dengan
SPSS.http://setabasri01.blogspot.co.id/2012/04/uji-validitas-dan-reliabilitas-item.html.
Akses Tanggal 9 Desember 2015.
Darch, Colin dan Karin De Jager. 2012. Making a Difference in the Research Community: South
Africa's Library Academy Experience and the Researcher–Librarian Relationship. The
Journal of Academic Librarianship. 38(3):145–152.
Fitriani, Melia. 2012. Analisis penerapan Sistem Informasi Cyber Library di Layanan
Perpustakaan Kantor Bank Indonesia. Jurnal Ilmu Perpustakaan. 1(1):33-42.
Gerolimos, Michalis dan Konsta, Rania. 2008. Librarians’ skills and qualifications in a modern
informational environment. Library Management. 29(8/9):691-699.
Hartnett, Eric. 2014. NASIG's Core Competencies for Electronic Resources Librarians Revisited:
An Analysis of Job Advertisement Trends, 2000–2012. The Journal of Academic
Librarianship. 40:247–258.
Hansson, Joacim dan Krister Johannesson. 2013. Librarians' Views of Academic Library
Support for Scholarly Publishing: An Every-day Perspective. The Journal of Academic
Librarianship. 39:232–240.
Harande, Yahya Ibrahim. 2009. Information for Industry in Nigeria. Library Philosophy and
Practice. July:1-7.
Hasanah, Nanan. 2009. World Class University Library. Makalah (PPT) disampaikan pada Rapat
Kerja FPPTI Jabar, 30 April, Aula BPAD Prop. Jabar http://elib.unikom.ac.id
/files/disk1/342/jbptunikompp -gdl-nananhasan-17065-1-wcu.pdf, Tanggal akses 6 Juli
2015.
Indonesia. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2012. Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012 tentang penetapan
rancangan standar kompetensi kerja nasional Indonesia sektor jasa kemasyarakatan, sosial
budaya, hiburan, dan perorangan lainnya bidang perpustakaan menjadi standar kompetensi
kerja nasional Indonesia. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 2012.
Indonesia. BPS 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan
2010. Tanggal akses 23 Juli 2015.
Khayatun dan Syaikhu Akhmad. 2011. Kajian Tentang Peluang Dan Tantangan Program
Sertifikasi Pustakawan di Indonesia. http:// repository.ipb.ac.id/ Tanggal akses 16 Juli
2015.
Leiwakabessy, Victor Janis Thimoty. 2013. Landasan konseptual perencanaan dan perancangan
cinema and film library di Yogyakarta. Skripsi. Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
McKinnon, Linda M. B. 1980. The Corporate Library as a Source of New Technology. Long
Range Planning. 13 (April).
Musa, Nazaruddin. 2012. Konsep Pengembangan Perpustakaan Berbasis Komunitas. LIBRIA.
3(4). http:// www.researchgate.net/ publication/ 235899328 Tanggal akses 16 Juli 2015.
Mutia, Fitri. 2015. Kondisi Layanan Perpustakaan Khusus bagi Penyandang Cacat di Yayasan
Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Surabaya. Record And Library Journal. 1(1).
Noh, Younghee. 2010. A Study Analyzing the Career Path of Librarians. The Journal of
Academic Librarianship. 36(4):329–346.
Nobue Matsuoka-Motley. 2011. Librarian as Commodity: Outsourcing in Japanese Academic
Libraries. The Journal of Academic Librarianship. 37(3):273–277.
Ohoiwutun, Victor Edwin; Desie M.D. Warouw; dan Melky Turang. 2014. Pengaruh
Manajemen Koleksi Perpustakaan Terhadap Minat Baca Mahasiswa Jurusan Ilmu
Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado. Journal “Acta Diurna”. 3(2).
Perpusnas. 2011. Rekomendasi Hasil Rapat Koordinasi Komisi I: Program Pengembangan Karir
Pustakawan Berbasis Kompetensi. Tanggal akses 15 Juli 2015.
Persia dan Rohmiyati (2013. Peran Perpustakaan Anak di Rumah Sakit kanker Dharmais Jakarta.
Jurnal Ilmu Perpustakaan. 2(3):19-26.
Robati, Alireza Peyvand dan Singh, Diljit. 2013. Competencies required by special librarians: An
analysis by educational levels. Journal of Librarianship and Information Science. 45:113-
139.
Rohman, Asep Saeful dan Rodiah, Saleha. (2012). Studi Tentang Kesiapan Pustakawan Dalam
Menghadapi Sertifikasi Pustakawan : Survei Pada Pustakawan PNS Dan Non PNS (swasta)
Di Wilayah Kota Bandung. Laporan Penelitian.
Rufaidah, Vivit Wardah. 2009. Kompetensi Pustakawan Perpustakaan Khusus (Studi Kasus
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Bogor). Jurnal Perpustakaan
Pertanian. 18(1).
Santoso, Singgih. 2010. Statistik Parametik: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Sholihuddin, Muhammad; Kartika Sari. N. L. A. S; Berlian Pradinarsari, Sallya Natasha. 2012.
Peluang Kerja Sarjana Ilmu Informasi dan Perpustakaan-UniversitasAirlangga : Persepsi
dan Realitas.. Tanggal akses 16 Juli 2015.
Smith, Dennis J; Hurd, Jessi, dan Schmidt, LeEtta. (2013). Developing core competencies for
library staff: How University of South Florida Library re-evaluated its workforce. C&RL
News January: 14-35.
Sri Junandi dan Maryono. 2012. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Pustakawan
Universitas Gadjah Mada. Sangkakala, Edisi ke-12.
Sulistyo Basuki. 2014. Pola Pembinaan Pustakawan Swasta. Sulistyo-Basuki's Blog Library And
Information Science. Tanggal akses 15 Juli 2015.
Sulistyo Basuki. 2014. Perpustakaan Nasional dan Asosiasi Pustakawan di Indonesia dilihat dari
segi sejarah. Disampakan pada Temu Ilmiah Berdirinya Perpustakaan Nasional RI dan
Peran Organisasi Profesi. Jakarta 4 Juni 2004. http://eprints.rclis.org/
8730/1/National_Library_ and_Library_Association.pdf. Tanggal akses 23 Juli 2015.
Sulistyowati, E.Yani. 2012. Peranan Pustakawan dalam Membentuk Citra Perpustakaan. Info
Persadha, hlm.:89-98.
Surachman, Arif. 2005. Pengelolaan perpustakaan khusus. Disampaikan pada Seminar Jurusan
Seni Kriya, Institut Seni Indonesia.
http://eprints.rclis.org/8633/1/Manajemen_Perpustakaan_Khusus.pdf. Tanggal akses 16
Juli 2015.
Tambunan, Kamariah. 2013. Kajian perpustakaan khusus dan sumber informasi di Indonesia.
BACA. 34(1):29-46.
Tara E. Murray. 2014. Professional Development and the Special Librarian. Journal of Library
Administration. 54(8).
Tcobanoff, James B. dan Jack A. Price. 1993. Industrial Information Service Managers:
Expectations of, and Support of, the Educational Process. Library Trends. 42(2):249-56.
Ullah, Midrar dan Anwar, Mumtaz A. 2013. Developing competencies for medical librarians in
Pakistan. Health Information and Libraries Journal. 30(1):59–71.
UU Republik Indonesia No. 43 Tahun 2007. Tentang Perpustakaan.
Zulfikar, Zen. 2007. Profesi Pustakawan. Makalah bagi peserta Pendidikan dan Pelatihan
Pustakawan, Pusdiklat Depag RI. Jakarta.