8
135 PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH OLEH HAKIM (Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Ngawi No. 11/Pdt.G/2012/Pn.Ngw.) Damar Ariadi Email : [email protected] Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Agus Saptono Email : [email protected] Burhanudin Harahap Email : [email protected] Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract The purpose of this article to find out and analyze the legal reasoning of judges in canceling the certificate of property rights and know the protection granted by law to holders of certificates of property rights has been rejected by the judge. The method used is a normative legal research, where the research was based on reviewing the literature study and document research. The survey results revealed that the legal reasoning of judges in the decision to cancel the certificate is more likely to see evidence that the proposed defendant is proof copy of Ngawi District Court number 11 / Pdt.G / 2010 / PN.Ngw and witnesses brought by the plaintiff, while written evidence submitted by the defendant that the certificate number 227 will be ignored. So in this case the law protects defendants preventively and repressively, namely by the provisions of Article 32 paragraph (2) of Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration and preventive, namely the role of the judge in determining the legitimate holder of land rights to their certificate land ownership, and by providing remedies include legal remedies resistance (verzet), appeal, and cassation. Keyword: legal considerations, cancellation of certificate, legal protection Abstrak Tujuan artikel ini untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam membatalkan sertipikat hak milik dan mengetahui perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada pemegang sertipikat hak milik yang dibatalkan oleh hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dimana penelitian didasarkan dari mengkaji studi kepustakaan dan studi dokumen. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pertimbangan hukum hakim dalam mengambil keputusan membatalkan sertipikat lebih cenderung melihat bukti yang di ajukan tergugat yaitu bukti fotocopy putusan Pengadilan Negeri Ngawi nomor 11/Pdt.G/2010/PN.Ngw dan saksi-saksi yang dibawa oleh penggugat, sedangkan bukti tertulis yang di ajukan oleh tergugat yakni sertipikat nomor 227 cenderung diabaikan. Sehingga dalam hal ini hukum memberi perlindungan tergugat secara preventif dan secara represif yaitu dengan adanya ketentuan pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan secara preventif, yaitu peran hakim dalam menentukan pemegang sah hak atas tanah dengan adanya sertifikat hak milik atas tanah, dan dengan memberikan upaya hukum yang mencakup upaya hukum perlawanan (verzet), banding, dan kasasi. Kata Kunci: pertimbangan hukum, pembatalan sertipikat, perlindungan hukum A. Pendahuluan Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada huruf ayat (1) merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh pasal 9 UUPA. Di samping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan

PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

135

PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH OLEH HAKIM

(Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Ngawi No. 11/Pdt.G/2012/Pn.Ngw.)

Damar AriadiEmail : [email protected]

Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas HukumUniversitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

Agus SaptonoEmail : [email protected]

Burhanudin HarahapEmail : [email protected]

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

AbstractThe purpose of this article to find out and analyze the legal reasoning of judges in canceling the certificate of property rights and know the protection granted by law to holders of certificates of property rights has been rejected by the judge. The method used is a normative legal research, where the research was based on reviewing the literature study and document research. The survey results revealed that the legal reasoning of judges in the decision to cancel the certificate is more likely to see evidence that the proposed defendant is proof copy of Ngawi District Court number 11 / Pdt.G / 2010 / PN.Ngw and witnesses brought by the plaintiff, while written evidence submitted by the defendant that the certificate number 227 will be ignored. So in this case the law protects defendants preventively and repressively, namely by the provisions of Article 32 paragraph (2) of Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration and preventive, namely the role of the judge in determining the legitimate holder of land rights to their certificate land ownership, and by providing remedies include legal remedies resistance (verzet), appeal, and cassation.Keyword: legal considerations, cancellation of certificate, legal protection

AbstrakTujuan artikel ini untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam membatalkan sertipikat hak milik dan mengetahui perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada pemegang sertipikat hak milik yang dibatalkan oleh hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dimana penelitian didasarkan dari mengkaji studi kepustakaan dan studi dokumen. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pertimbangan hukum hakim dalam mengambil keputusan membatalkan sertipikat lebih cenderung melihat bukti yang di ajukan tergugat yaitu bukti fotocopy putusan Pengadilan Negeri Ngawi nomor 11/Pdt.G/2010/PN.Ngw dan saksi-saksi yang dibawa oleh penggugat, sedangkan bukti tertulis yang di ajukan oleh tergugat yakni sertipikat nomor 227 cenderung diabaikan. Sehingga dalam hal ini hukum memberi perlindungan tergugat secara preventif dan secara represif yaitu dengan adanya ketentuan pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan secara preventif, yaitu peran hakim dalam menentukan pemegang sah hak atas tanah dengan adanya sertifikat hak milik atas tanah, dan dengan memberikan upaya hukum yang mencakup upaya hukum perlawanan (verzet), banding, dan kasasi.Kata Kunci: pertimbangan hukum, pembatalan sertipikat, perlindungan hukum

A. Pendahuluan

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada huruf ayat (1) merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh pasal 9 UUPA. Di samping itu dengan terselenggaranya

pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan

Page 2: PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017

136

rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan. Tertib administrasi berarti juga bahwa seluruh berkas-berkas dari Kantor Pertanahan tersebut harus sudah tersimpan dengan baik dan teratur sehingga sangat mudah sekali jika akan mencari suatu data yang diperlukan, terbukti dari adanya sejumlah buku-buku yang tersedia dalam menunjang pendaftaran tanah tersebut.

Ketentuan dalam Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah seharusnya mampu dijadikan sebagai acuan dan sebagai salah satu jalan keluar bagi permasalahan seperti sengketa hak milik atas tanah, dimana pemerintah dalam pasal tersebut telah menegaskan bahwa pemerintah memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada masyarakat selaku pemegang hak atas bidang tanah tertentu, satuan rumah susun dan hak lain serta penegasan mengenai pentingnya hak sah atas kepemilikan tanah, satuan rumah susun dan hak lain dalam urusan administrasi pertanahan. Untuk itu ketika terjadi sengketa hak milik atas tanah seharusnya mampu diselesaikan secara efektif dengan pasal tersebut.Dalam pendaftaran tanah, terdapat 5 (lima) asas pendaftaran tanah yang harus benar-benar dilaksanakan, salah satunya asas aman yang mengandung makna hati-hati, cermat, dan teliti, agar tidak terjadi suatu kekeliruan data yang dikumpulkan, sehingga kepastian hukum dapat tercapai (Herman Hermit, 2000:78).

Berdasarkan fakta-fakta yang ada di masyarakat, Sertifikat Hak Atas Tanah belum sepenuhnya memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang Hak Atas Tanah. Sertifikat Hak Atas Tanah masih menghadapi kemungkinan adanya gugatan dari pihak lain yang merasa memiliki Hak Atas Tanah tersebut, Sehingga apabila dapat dibuktikan secara hukum bahwa ia adalah pemilik sebenarnya maka Sertifikat Hak Atas Tanah dapat dibatalkan. (Budi Harsono, 2002:398).

Sekalipun Sertipikat hak atas sebagai tanda bukti yang kuat bagi pemegang haknya, akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya klaim tuntuntan dari pihak lain terhadap hak atas tanah yang telah dikeluarkan Sertipikatnya, sehingga terjadi sengketa di lembaga peradilan. Apabila terjadi sengketa di Lembaga Peradilan maka terlebih dahulu hakim memberikan kesempatan para pihak untuk damai dan bermusyawarah, tetapi jika para pihak tidak menemui kata sepakat maka hakim meneruskan

proses beracara di Pengadilan dengan mengingat dan berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku sesuai norma hukum positif. Adanya klaim dari pihak ketiga seperti tersebut diatas dapat menyebabkan kemungkinan pembatalan Sertipikat hak atas tanah.

Dalam kaitanya dengan pelaksanaan pembatalan sertipikat hak atas tanah, maka peraturan perundang-undangan yang merupakan norma hukum positif yang harus diperhatikan sesuai hirarkinya yaitu Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang intinya pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang sama serta hak untuk mempunyai hak milik yang tidak bisa di ambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, dan Pasal 33 ayat (3) yang intinya hak meguasai negara terhadap bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang intinya untuk menjamin kepastian hukum maka diberikan surat tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat yaitu Sertipikat. Pasal 52 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah intinya mengatur tata cara hapusnya hak atas tanah, sementara Pasal 55 pada intinya mengatur tata cara perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

Selain itu terdapat Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dimana dalam Pasal 125 yang intinya mengatur mengenai perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Disamping itu berlaku pula Peraturan Menteri Negera Agaria/Kepala Badan Pertanaan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara, dimana dalam Pasal 12 yang intinya mengatur mengenai Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi Surat Keputusan pembatalan hak atas tanah mengenai pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan baik yang terdapat cacad hukum dalam penerbitannya maupun untuk melaksanakan putusan pengadilan.

Meskipun kepemilikan tanah telah diatur sedemikian rupa, namun masih saja terdapat permasalahan dalam hal kepemilikan sebidang tanah, seperti contoh kasus terhadap sebidang tanah seperti

Page 3: PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

137

di Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Ngawi No. 11/Pdt.G/2012/Pn.Ngw yang sudah dikuasai oleh subjek hukum selama bertahun-tahun dan telah dilengkapi dengan sertifikat.Terhadap tanah itu masih ada pihak luar yang menuntut hak atas tanah tersebut untuk dibatalkan.Dan permasalahan ini sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Sampai dengan saat ini Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang seharusnya dapat menjadi jalan keluar bagi permasalahan di atas masih mendapatkan banyak pro dan kontra. Mengingat keberadaan pasal ini tidak sesuai dengan sistem publikasi negatif yang dianut oleh pendaftaran tanah di Indonesia, dimana sertifikat bukanlah merupakan alat bukti yang mutlak melainkan sertifikat merupakan alat bukti yang kuat.

Berdasarkan uraian sebagaimana dikemukakan di atas, maka dari itu dalam artikel ini akandibahas mengenai analisis pertimbangan hukum hakim membatalkan sertipikat serta perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap pemegang sertipikat yang dibatalakan oleh hakim.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk memecahkan masalah yang ada dengan cara mengumpulkan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Metode penelitian merupakan suatu unsur mutlak yang harus ada dalam penelitian.Metode penelitian sangat menentukan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu nilai validitas dari hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh pemilihan metode penelitiannya secara tepat (Setiono, 2010:20).Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum Normatif. Penelitian Normatif atau penelitian perpustakaan ini merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Penelitian jenis normatif ini menggunakan analisis kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka-angka (Bambang Sunggono, 1996:89). Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan tentang kehidupan manusia dan keadaan atau gejala-gejala lainnya (Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13-14).penulisanhukum ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat dipertahankan secara

ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan dibahas menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case Approach) (Mukti Fajar, 2010:190).Adapun sumber bahan hukum yang diperoleh dalam penulisan hukum ini yaitu melalui penelitian hukum normatif dengan melakukan penelitian terhadap data primer yaitu putusan Pengadilan Negeri Ngawi Nomor 11/Pdt.G/2012/PN.Ngw dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian melalui kepustakaan (Library Research) (Ronny Hanitijo Soemitro, 2000:23). Data sekunder meliputi bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yaitu publikasi hukum berupa buku-buku hukum yang relevan, dan bahan hukum tersier yaitu berupa internet maupun ensiklopedia dan kamus hukum. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan datanya adalah studi dokumentasi, yaitu meliputi bahan hukum primer, sekunder, tersier. Studi dokumentasi merupakan studi yang mengkaji tentang berbagai dokumen-dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan maupun dokumen-dokumen yang sudah ada (Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2014:19). Teknik analisis data yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah analisis data yang bersifat kualitatif (Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004:58).

C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan1. Analisis terhadap pertimbangan Hakim

dalam mengambil putusan pada perkara nomor 11/pdt.G/2012/PN.Ngw

Dalam menganalisis kasus di atas. Penulis merujuk pada ketentuan-ketentuan yang ada pada PP Nomor 10 Tahun 1961 karena kasus ini terjadi sebelum berlaku PP nomor 24 tahun 1997 dan diputus setelah berlakunya PP nomor 24 tahun 1997, maka penulis akan membandingkan kedua ketentuan tersebut.

Terhadap hal-hal yang tidak diatur dalam PP Nomor 10 tahun 1961, penulis terfokus dan merujuk pada kententuan-ketentuan dalam PP Nomor 24 tahun 1997 untk lebih menambah pemahaman mengenani kasus tersebut dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Penulis menganilisis dasar pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara ini adalah sebagai berikut :

Damar Ariadi. Pembatalan Sertipikat Terhadap Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Hakim ...

Page 4: PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017

138

a. Tergugat telah mendaftarakan tanah hak milik yang terdaftar dalam Buku C Desa Kiyonten Nomor 20 Atas Nama Pendet (Ibu Penggugat) menjadi Sertipikat Hak Milik Nomor 227 Atas Nama Tergugat melalui Program Prona pada Tahun 1997 karena pada waktu itu Tergugat akan Membeli Tanah tersebut dari Penggugat. Proses permohonan Sertipikat Hak milik nomor 227 Atas Nama Tergugat di ajukan oleh orang yang tidak berhak dan berwenang, yaitu sesuai dengan Buku C Desa kiyonten Nomor 20 Atas Nama Pendet (Ibu Penggugat) telah beralih ke Sertipikat Hak Milik Nomor 227 Atas Nama Panikem (Tergugat). Penguasaan hak atas tanah oleh tergugat adalah atas dasar jual beli, dimana terjadi wanprestasi oleh pembeli yaitu tergugat karena belum di bayarnya sejumlah uang kepada penjual dalam hal ini penggugat.

Dalam hal ini, terjadi indikasi bahwa kantor pertanahan kurang teliti dalam menyelidiki riwayat tanah dimana terjadi perubahan-perubahan pemilik buku C Desa Kiyonten Nomor 20 sehingga Sertipikat Hak Milik Nomor 227 Atas Nama Tergugat terbit bukan atas nama pemilik sebenarnya dan tidak sah secara hukum.

Ketelitian dan kecermatan para petugas Kantor Pertanahan dalam menjalankan tugasnya akan mempengaruhi kepastian hukum hak atas tanah karena kesalahan manusia (human error)yang terjadi tergantung dari kondisi petugas yang bersangkutan. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang ter jadi karena human errortersebut, diperlukan pengecekan ulang dari petugas Kantor Pertanahan baik terhadap data fisik maupun data yuridis dari suatu bidang tanah. Data-data tersebut yang terdapat pada Kantor Pertanahan hendaknya harus sesuai dengan keadaan yang ada di lapangan dan harus terhindar dari human error ketika petugas Kantor Pertanahan melakukan pemasukan data serta data yang di masukan harus benar dan akurat, sehingga data yang diterima oleh masyarakat adalah data yang benar.

b. Alat bukti yang diajukan Penggugat dan Tergugat dalam pembuktian di persidangan:1) Penggugat mengajukan bukti P-1

yaitu foto copy Putusan Pengadilan Negeri Ngawi Nomor 11/Pdt.G/2010/PN.Ngw antara Penggugat Sajak Melawan Tergugat Panikem yang sesuai dengan aslinya dan di tempel materai cukup.

2) Penggugat juga mengajukan 2 orang saksi yaitu Japin dan Juwandi

3) Tergugat mengajukan alat bukti tertulis berupa Sertipikat Hak Milik Nomor 227 Atas Nama Panikem

Dari kedua saksi yang dihadirkan di persidangan oleh penggugat, saksi-saksi tersebut menyatakan bahwa tanah tersebut benar dikuasai dan dimiliki oleh tergugat dan pernah terjadi sengketa tanah antara penggugat dan tergugat karena terjadi wanprestasi oleh tergugat karena tidak membayar uang jual beli kepada penggugat, akan tetapi dari keterangan saksi Japin, saksi Japin hanya mengetahui ketika itu terjadi perjanjian jual beli tanah antara penggugat dan tergugat tetapi tidak ikut langsung menjadi saksi jual beli melainkan hanya bersumber atau berdasar pada keterangan yang didapatkan dari orang lain tanpa mendengar, melihat, dan mengalami peristiwa hukumnya.

Dalam KUH Perdata pembuktian menggunakan saksi diatur dalam Pasal 1895-1912, dalam uraian mengenai saksi dalam Pasal tersebut, ada beberapa kriteria atau syarat agar orang dapat dikatakan sebagai saksi. Kriteria/syarat tersebut dapat diklasifikasikan kedalam dua macam syarat saksi, yaitu syarat formil dan syarat materiil.

Syarat Formil meliputi Orang yang kan dimintai keteranganya sebagai saksi harus cakap (sudah dewasa menurut UU, tidak gila, tidak dalam pengampuan, atau dengan kata lain dapat mempertanggungjawabkan perbuatanya), Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah maupun semenda dengan salah satu pihak, kecauali UU menentukan

Page 5: PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

139

Damar Ariadi. Pembatalan Sertipikat Terhadap Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Hakim ...

lain. termasuk juga hubungan perkawinan walaupun sudah bercerai, Tidak ada hubungan kerja dengan menerima upah, kecuali UU menentukan lain, Menghadap ke persidangan, Diperiksa satu per satu, dan Mengucapkan Sumpah.

Syarat Materiil meliputi Menerangkan apa yang telah dilihat, didengar dan dialami sendiri, Diketahui sebab-sebab mengapa saksi mengetahui suatu peristiwa yang akan diperiksa, Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan dari saksi sendiri, Saling bersesuaian satu sama lain, dan Tidak bertentangan dengan akal sehat.

Keterangan saksi yang bersumber dari keterangan orang lain dikatakan keterangan yang hanya berkualitas sebagai testimonium de auditu, yaitu keterangan seorang saksi yang hanya bersumber atau berdasar pada keterangan yang didapatkan dari orang lain tanpa mendengar, melihat, dan mengalami peristiwa hukumnya. Karena sudah di jelaskan syarat materiil saksi sebagai suatu alat bukti dalam Pasal 171 HIR dan Pasal 1907 KUH Perdata bahwa keterangan saksi yang diberikan harus berdasarkan sumber pengetahuan yang jelas, dimana sumber pengetahuan yang dibenarkan hukum mesti merupakan pengalaman, penglihatan, dan pendengaran yang bersifat langsung dari kejadian atau peristiwa yang terjadi yang di sengketakan para pihak di pengadilan.

c. Dalam memeriksa dan memutus perkara ini, hakim lebih mempertimbangkan pada alat bukti tertulis dan keterangan saksi di persidangan yang diajukan oleh Penggugat. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 163 HIR bahwa barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.

Hakim tidak mempertimbangkan kekuatan hukum Sertipikat Hak Milik Nomor 227 atas nama Panikem yang diajukan oleh Tergugat, meskipun Tergugat telah mengajukan pendaftaran tanah atas buku C Desa Kiyonten Nomor 20 sesuai

dengan kententuan PP nomor 10 tahun 1961 yang telah diperbaharui dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 dan berdasarkan Pasal 19 UUPA kepada pemiliknya diberikan surat tanda bukti hak berupa sertipikat hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

d. Penguasaan tanah buku C nomor 20 milik penggugat oleh tergugat selama lebih dari dua puluh tahun sampai dengan dialihkannya kepemilikan hak atas tanah tersebut kepada menjadi milik tergugat tidak menyebabkan otomatis menjadi pemilik yang sah atas tanah buku C tersebut.

Pengaturan mengenai jangka waktu penguasaan tanah untuk keperluan pendaftaran tanah tidak diatur dalam PP nomor 10 Tahun 1961 maupun peraturan pelaksanaannya. Sedangkan menurut Pasal 24 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur lebih rinci dengan menambahkan ketentuan mengenai jangka waktu penguasaan tanah yaitu bahwa dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi, dan atau pernyataan, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah selama dua puluh tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya dengan syarat penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka yang diperkuat oleh saksi serta penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat.

Walaupun pada saat kasus ini diperiksa dan diputus setelah berlakunya PP nomor 24 Tahun 1997, namun pendapat hakim lebih cenderung mempertimbangkan bahwa penguasaan tanah selama kurang lebih dua puluh tahun tidaklah mutlak menjadikan pihak yang menguasai tanah tersebut menjadi pemilik tanah tetapi tetap harus dibuktikan bahwa penguasaan itu didasarkan pada itikad baik, yang ternyata pertimbangan hakim ini sejalan dengan ketentuan Pasal 24 ayat 2 PP Nomor 24

Page 6: PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017

140

Tahun 1997, padahal Sampai saat ini tidak ada makna tunggal itikad baik dan masih menjadi perdebatan mengenai bagaimana sebenarnya makna itikad baik tersebut. Amerika Serikat telah sejak lama menerima doktrin itikad baik dalam kontrak yang terefleksi dalam Uniform Commercial Codes (UCC), Restatement of Contract, maupun putusan-putusan pengadilan.Hakim-hakim di Selandia Baru, Kanada, Australia belum begitu lama mengenal doktrin itikad baik sebagai bagian hukum mereka.Walaupun itikad baik menjadi asas penting dalam hukum kontrak di berbagai sistem hukum, namun asas itikad baik tersebut masih menimbulkan permasalahan berkaitan dengan keabstrakan makna itikad baik, sehingga timbul pengertian itikad baik yang berbeda-beda baik dari persepektif waktu, tempat serta subyeknya.

e. Putusan Hakim telah memenuhi rasa keadilan bagi Penggugat selaku pemegang hak berdasarkan hak milik adat karena sesungguhnya pemegang tanda bukti hak lama berupa Pajak Bumi/Landrete, girik, kekitir, dan Verponding Indonesia secara adat telah diakui sebagai pemilik tanah tersebut. Pengakuan tersebut secara administratif negara diwujudkan ke dalam penerbitan sertipikat hak milik.

Perkara ini dimenangkan oleh penggugat dengan pertimbangan alat bukti tertulis dan keterangan oleh saksi-saksi yang diajukan penggugat saling berkaitan satu sama lain. selain itu sejarah kepemilikan tanah oleh majelis hakim telah dianggap dengan jelas menentukan bahwa Penggugat berhak atas tanah terebut. Putusan Hakim memerintahkan kepada Tergugat atau siapa saja yang memperoleh hak dari Tergugat untuk menyerahkan tanah dalam keadaan kosong kepada Penggugat. oleh karena Tergugat tidak mau menyerahkan tanahnya, maka Penggugat sebagai pihak yang dimenangkan dalam perkara ini mengajukan permohonan pengosongan tanah ke Pengadilan Negeri dan selanjutnya mengajukan permohonan pembatalan sertipikat hak atas tanah milik tergugat ke Kantor Pertanahan.

2. Perlindungan Yang Diberikan Oleh Hukum Terhadap Pihak Yang Tercatat Dalam Sertipikat Hak MilikYang Dibatalkan Oleh Hakim

Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditegaskan bahwa dalam pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem publikasi negatif, namun juga mengandung unsur sistem positif. Stelsel positif dituangkan dalam hal adanya campur tangan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan kantor Pertanahan terhadap peralihan-peralihan hak atas tanah yang memberikan jaminan bahwa nama orang yang terdaftar benar-benar yang berhak tanpa menutup kesempatan kepada yang berhak sebenarnya untuk masih dapat membelanya.Jadi, walaupun sertifikat merupakan alat bukti yang kuat, namun keabsahannya tetap dapat digugat oleh pihak lain dengan didukung oleh bukti-bukti yang kuat yang dapat membuktikan sebaliknya.Sebagai alat pembuktian yang kuat, maka sertifikat harus menjamin kepastian hukum mengenai orang yang menjadi pemegang hak milik atas tanah, kepastian hukum mengenai lokasi dari tanah, batas serta luas bidang tanah, dan kepastian hukum mengenai hak atas tanah miliknya.

Suatu sertifikat hak atas tanah dapat digugat oleh pihak lain yang berkepentingan yang merasa dirinya dirugikan. Dalam hal kepemilikan hak atas tanah, maka akan timbul suatu tumpang tindih dan ketidakpastian mengenai siapakah yang berhak untuk memegang hak atas tanah. Dengan demikian harus ada bentuk perlindungan hukum agar menjadi pasti siapa sebenarnya pemegang yang sah suatu hak atas tanah yang telah disertifikasikan.

Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pihak yang dibatalkan Sertipikat hak miliknya oleh hakim bisa secara preventif dan secara represif yang meliputi :1) Dalam ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah memberikan perlindungan, dimana seseorang yang tercantum namanya dalam sertifikat tidak dapat diajukan gugatan oleh pihak lain yang mempunyai hak atas tanah setelah 5

Page 7: PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

141

Damar Ariadi. Pembatalan Sertipikat Terhadap Kepemilikan Hak Atas Tanah Oleh Hakim ...

tahun dan statusnya sebagai pemilik hak atas tanah akan terus dilindungi sepanjang tanah itu diperoleh dengan itikad baik dan dikuasai secara nyata oleh pemegang hak yang bersangkutan.

2) Peran hakim sangat dibutuhkan dalam memeriksa dan memastikan kebenaran dari keterangan dalam sertifikat. Hakim harus membuktikan, meneliti dan memeriksa asal-usul sertifikat. Harus diselidiki bahwa orang yang mengajukan pendaftaran hak atas tanah memang berhak atas tanah tersebut, maksudnya bahwa ia memperoleh hak atas tanah secara sah dari pihak yang berwenang yang mengalihkan hak atas tanahnya, dan kebenaran dari keterangan lainnya yang tercantum dalam sertifikat. Sehingga nantinya dapat ditentukan siapa pemegang sah hak atas tanah dan ia bisa mendapatkan kepastian hukum dari kepemilikan sertifikat hak atas tanah tersebut.

3) Setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruan dan kekilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya hukum. Upaya hukum tersebut mencakup upaya hukum perlawanan (verzet), banding, dan kasasi.

D. Simpulan1. Pertimbangan Hakim Membatalkan Sertipikat

Hak Milik Nomor 227 Atas Nama Panikem selaku Tergugat dalam putusan perkara Nomor 11/Pdt.G/2012/PN.Ngw tertanggal 13 April 2012 cenderung lebih mempertimbangkan bukti-bukti tertulis dan keterangan para saksi yang diajukan oleh Sajak selaku Penggugat karena dianggap saling berkaitan satu sama lain,

sehingga bukti kepemilikan sertipikat hak milik atas tanah Tergugat dan juga bukti penguasaan atas tanah Tergugat tidak dianggap sebagai bukti yang kuat oleh hakim di dalam perkara Nomor 11/Pdt.G/2012/PN.Ngw.

2. Perlindungan Yang Diberikan Oleh Hukum Terhadap Pihak Yang Tercatat Dalam Sertipikat Hak MilikYang Dibatalkan Oleh Hakim yaitu bahwa pemegang sah hak atas tanah harus diberikan perlindungan baik secara represif yaitu dengan adanya ketentuan pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan secara preventif, yaitu peran hakim dalam menentukan pemegang sah hak atas tanah dengan adanya sertifikat hak milik atas tanah, dan dengan memberikan upaya hukum yang mencakup upaya hukum perlawanan (verzet), banding, dan kasasi.

E. Saran1. Pertimbangan Hakim dalam menyelesaikan

perkara mengenai sengketa hak milik atas tanah dan untuk lebih menggali masalah-masalah dalam hukum pertanahan yang berkaitan dengan sengketa hak milik atas tanah, majelis hakim dapat menambah alat bukti saksi dengan menghadirkan ahli dibidang pertanahan (saksi ahli) untuk meminta saran kepadanya sebelum mengeluarkan putusan. Hakim yang menangani suatu perkara dapat memperoleh keterangan atau penjelasan tambahan dari para ahliyang ahli dibidangnya untuk memperkuat dasar putusan danmengantisipasi agar putusan yang dikeluarkan tidak menjadi putusan yang kurang tepat, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan karena hakim kurang menggali keterangan dan penjelasan mengenai permasalahan yang sedang ditanganinya.

2. Perlu adanya sosialisasi dan peran aktif dari Panitera Pengadilan kepada pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan mengenai hak-hak yang dapat diperoleh/dilaksanakan dalam hal ini perlindungan hukumnya, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan karena kurangnya pemahaman mengenai prosedur hukum.

Page 8: PEMBATALAN SERTIPIKAT TERHADAP KEPEMILIKAN HAK ATAS …

Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017

142

Daftar Pustaka

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Grafindo Persada

Ardiles Eric Panget. 2013.“Penyelesaian Hak Atas Tanah Yang Memiliki Sertipikat Hak Milik Ganda”. artikel pada Lex Administratum. Vol.1 No.3.

Bambang Sunggono. 1996. Metodologi Penelitian Hukum.Jakarta : Rajawali Pers

Budi Harsono.2002.Hukum Agraria Indonesia ( Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah ).Jakarta : Djambatan

Herman Hermit. 2000. Cara memperoleh Sertipikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara, dan Tanah Pemda.Bandung: Mandar Maju

Fatkhurohman. 2013.“Implikasi Pembatalan Perda Terhadap Ketetapan Proporsi Teori Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan di Indonesia”. Jurnal Hukum.Vol.13 No.1.

Mukti Fajar ND. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Ni Wayan Pipit Paidawati dan I Nengah Suharta. 2016.“Sifat Pembuktian Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak Berdasarkan Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah”Jurnal Hukum, Vol.04, No.1

Ronny Hanitijo Soemitro.2000. Metodologi Penelitian Hukum.Jakarta : Ghalia Indonesia

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani. 2014.Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Desertasi.Jakarta : Rajawali Pers

Setiono. 2010. Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Surakrata : Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta : PT. Grafindo Persada

Ulfia Hasanah. 2012. “Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan Dengan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah”, Jurnal ilmu hukum, edisi No. 1, Vol. 3

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah