Click here to load reader
Upload
bayu-s-hari
View
5.280
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Saat ini banyak berdiri bimbingan belajar sebagai ladang bisnis baru. Sistem penerimaan PTN dan ujian nasional menjadi pemicu tumbuhnya berbagai bimbel ini. Namun, sebagai institusi pendidikan sekaligus bisnis ada beberapa kelemahan yang perlu dikaji dan dipertimbangkan untuk perbaikan di masa datang.
Citation preview
Bimbingan Belajar: Antara Bisnis dan PendidikanBayu Sapta Hari
Tumbuhnya berbagai bimbingan belajar menjadi satu fenomena menarik dan menjadi
catatan tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Ketidakpuasan terhadap kondisi
pembelajaran di sekolah diyakini sebagai salah satu penyebab tumbuh suburnya berbagai
bimbingan belajar tersebut. Sekolah yang memiliki otoritas sebagai tempat untuk
menyelenggarakan pendidikan sering dipertanyakan perannya. Hal ini adalah salah satu
masalah yang ada dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Sebagai alternatif belajar di luar sekolah banyak siswa yang menggantungkan
harapannya pada bimbingan belajar untuk mendapatkan materi yang tidak diajarkan di
sekolah. Dengan adanya proses penerimaan di PTN melalui ujian tertulis semakin
menambah daya tarik siswa terhadap bimbingan belajar. Seiring dengan itu, banyak
bermunculan bimbingan belajar untuk merespon tantangan ini. Namun, kenyataannya
kondisi ini tidak diiringi dengan kesungguhan penyelenggara bimbingan belajar dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
Tulisan ini dibuat sebagai suatu kajian ilmiah sekaligus sebagai kritik terhadap
penyelenggaraan bimbingan belajar yang ada. Selain itu tulisan ini dapat dijadikan bahan
renungan bagi pengembangan di masa mendatang. Pada tulisan ini akan dijabarkan
kondisi yang ada dalam pelaksanaan bimbingan belajar yang memerlukan suatu cara
pandang (perspektif) baru yang berbeda dan sesuai dengan perkembangan zaman. Hal
ini menjadi penting mengingat akan diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi
(KBK).
A. Bimbingan Belajar sebagai alternatif tempat belajar di luar sekolah
Dalam upaya untuk ikut mendukung program pemerintah, yaitu ikut
mencerdaskan kehidupan bangsa, ada sebagian orang mewujudkannya dengan
mendirikan bimbingan belajar. Banyak siswa dengan antusias mengikuti bimbingan
belajar terutama bagi mereka yang ingin mempersiapkan diri meng-hadapi ujian masuk
Bimbingan Belajar: antara Bisnis dan Pendidikan 1
perguruan tinggi negeri. Pada kenyataannya belajar di bimbingan belajar tidak sekedar
berupa materi pelajaran semata, tetapi juga disampaikan tentang kiat-kiat belajar yang
efektif, kiat-kiat belajar di perguruan tinggi maupun informasi seputar perguruan tinggi.
Pada awalnya bimbingan belajar
dibentuk untuk membantu siswa SMA yang
baru lulus dalam menghadapi ujian masuk
Perguruan Tinggi Negeri. Persaingan ketat
untuk mendapatkan tempat di perguruan
tinggi negeri memaksa para siswa untuk
mempersiapkan diri secara ekstra. Pada
masa itu perguruan tinggi negeri menjadi
pilihan terbaik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
karena belum banyak pilihan perguruan tinggi lain dan biaya pendidikan yang relatif
lebih terjangkau.
Keterbatasan sistem yang berlaku di sekolah juga ikut memicu tumbuhnya
berbagai bimbingan belajar. Kemampuan guru yang terbatas, kurangnya fasilitas belajar
yang memadai, serta tuntutan kurikulum yang tidak realistis menyebabkan siswa
mencari alternatif lain untuk belajar di luar sekolah. Sekolah juga dianggap tidak mampu
menyediakan semua kebutuhan yang diperlukan siswa terlebih lagi kesiapan untuk
berebut kursi di PTN yang diidam-idamkan.
Peluang ini yang dilihat oleh pengelola bimbel yang kemudian direspon dengan
mendirikan Bimbingan Belajar. Dari segi bisnis, hal ini memang terlihat sangat
menjanjikan dan menggiurkan. Selain itu segi bisnis, ada pula bimbel yang didirikan
dengan faktor ideologis dengan keinginan untuk mendekatkan dakwah dengan umat.
Salah satu tolok ukur keberhasilan suatu bimbingan belajar adalah jumlah siswa
yang berhasil lulus ke perguruan tinggi negeri. Namun, hasil yang telah dicapai ini masih
menyisakan pertanyaan, yaitu seberapa besar peran bimbel membantu siswa lulus dalam
SPMB, di mana ini bisa dilihat dari jumlah siswa yang telah ikut mulai dari program
reguler yang lulus dibanding siswa yang hanya ikut di program intensif.
2 Bimbingan Belajar: antara Bisnis dan Pendidikan
Gambar 1 Banyak siswa menggantungkan harapan pada bimbel untuk persiapan ujian akhir
Menjadikan banyaknya siswa yang lolos ke PTN sebagai tolok ukur keber-
hasilan suatu bimbingan belajar adalah sesuatu masih perlu dipertanyakan. Bimbingan
belajar tidak sepenuhnya berhak mengklaim sebagai pihak yang paling bertanggung
jawab terhadap kelulusan siswa ke PTN. Hal ini tampak dari kehadiran siswa di kelas
bimbingan belajar yang tidak menentu. Selain itu perlu dilihat juga apakah mereka yang
lulus merupakan siswa yang ikut semenjak program reguler atau hanya ikut di program
intensif saja. Kalau tolok ukur keberhasilan dilihat dari banyaknya siswa yang lolos ke
PTN saja, mengapa bimbingan belajar tidak fokus dengan menyelenggarakan program
persiapan masuk PTN (program intensif) saja sehingga lebih kelihatan hasilnya. Jadi,
penyelenggara bimbingan belajar tidak dapat menggunakan keberhasilan siswa masuk
ke PTN sebagai ukuran efektivitas belajar di bimbingan belajar tersebut.
Dalam hal bimbel yang berlatar belakang ideologi, tidak dapat dipungkir bahwa
faktor ideologi menjadi salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan bimbel tersebut. Jaringan yang terbangun melalui rohis sangat penting
khususnya di masa awal berdirinya bimbel tersebut untuk memperkuat posisinya.
Namun, pada akhirnya kekuatan jaringan itu tidak cukup memadai untuk menopang
bimbel tanpa adanya profesionalisme dan pembinaan sumber daya manusia yang kuat di
bimbel. Selain itu, kekuatan jaringan justru dapat menjadi bumerang buat bimbel karena
bimbel tidak dapat melihat secara real posisi bimbel yang sebenarnya di mata konsumen
Bimbingan Belajar: antara Bisnis dan Pendidikan 3
Gambar 2 Impian untuk kuliah di PTN favorit mendorong siswa mengikuti bimbel
dalam hal ini siswa. Karena konsumen yang terbentuk melalui jaringan tidak dapat
menilai secara objektif terhadap bimbel. Jadi, apakah bimbel tersebut memang benar-
benar bimbingan belajar yang layak diikuti (dan perlu) masih menjadi pertanyaan besar.
Merupakan suatu hal yang menggembirakan bila melihat perkembangan bimbel
yang amat pesat dan menjelma menjadi bisnis yang berkembang di Indonesia. Namun,
pencapaian ini akan menjadi sia-sia apabila tidak disertai dengan evaluasi dan cara
pandang yang baru yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pemberlakuan sistem
baru, yaitu KBK merupakan momen yang tepat untuk melakukan suatu tinjauan ulang
atas apa yang telah dijalankan selama ini. Apakah hal-hal yang ada sudah dijalankan
berlangsung efektif?
B. Pembelajaran di Bimbingan Belajar
Pembelajaran di kelas-kelas Bimbingan belajar dilakukan dengan tujuan untuk
mempersiapkan siswa terampil dalam mengerjakan soal-soal ujian. Pembelajaran
dilakukan dengan fokus bagaimana siswa dapat mengerjakan soal dengan mudah dan
cepat. Materi pelajaran diberikan secara singkat dan padat. Dalam mencapai target
materi yang sangat padat biasanya kelas-kelas di bimbingan belajar tersedia projektor
sebagai alat Bantu. Pembelajaran semacam ini mungkin sesuai untuk program intensif
dalam menghadapi ujian masuk PTN, maupun untuk kelas yang dirancang khusus untuk
mempersiapkan siswa mengikuti ujian masuk PTN. Akan tetapi, pembelajaran yang
berbeda harus dilakukan untuk kelas reguler di mana pemahaman terhadap materi
pelajaran tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda
antara pembelajaran program reguler dan program intensif. Pemisahan semacam inilah
yang belum disadari dalam penyelenggaraan bimbingan belajar yang ada.
Jika dilihat dari sudut pandang metode belajar modern yang berkembang saat ini
maka pembelajaran yang berlangsung di bimbingan belajar (khususnya pada program
reguler), meskipun telah dirancang sedemikian rupa agar tidak membosankan, pada
dasarnya dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Pembelajaran berpusat pada guru/pengajar (teacher centered learning) bukan
pembelajaran berpusat aktivitas (activity driven learning). Menurut penelitian
pembelajaran lebih efektif melalui pengalaman dan dengan siswa langsung
4 Bimbingan Belajar: antara Bisnis dan Pendidikan
berinteraksi dengan bahan yang sedang dipelajari. Pembelajaran di bimbingan
belajar masih menempatkan guru sebagai pemberi materi dan siswa dianggap
sebagai wadah yang harus diisi dengan ilmu.
2. Pembelajaran berbasis media tunggal (single-media based learning) bukan
pembelajaran berbasis multimedia (multimedia based learning). Multimedia di sini
bukan berarti komputer yang dilengkapi multimedia, tetapi multimedia adalah
penggunaan berbagai macam media yang dapat memudahkan siswa memahami
materi pelajaran. Selama ini dianggap dengan menggunakan alat Bantu projektor
seorang pengajar merasa telah menggunakan media belajar. Padahal penggunaan
projektor hanya memanfaatkan media tunggal yang efektivitasnya lebih rendah
dibanding multimedia.
3. Pembelajaran berbasis pada isi (content based learning) bukan pembelajaran
berbasis konteks (context based learning). materi pelajaran yang akan di kelas
bimbingan belajar biasanya telah terjadwal dan tiap materi harus selesai pada
tiap pertemuan. Setiap siswa dianggap sama dalam menyerap pelajaran sehingga
materi akan diselesaikan sesuai jadwal sehingga selesainya materi dianggap juga
dengan pahamnya siswa terhadap materi yang sudah disampaikan. Padahal setiap
siswa berbeda dalam menyerap pelajaran dan merupakan tindakan yang tidak
bertanggung jawab apabila kita menganggap selesainya materi juga berarti
seluruh siswa memahami materi yang diberikan.
Pelaksanaan pembelajaran seperti yang disebutkan di atas dilakukan pada
dasarnya juga tidak diharapkan dan bukan merupakan suatu kesengajaan. Keterbatasan-
keterbatasan yang menyertai kegiatan bimbingan belajar menjadi alasan timbulnya kesan
seperti di atas. Penyelenggara bimbingan belajar harus berani mengakui bahwa
bimbingan belajar bukanlah tempat untuk belajar yang sesungguhnya. Kebanyakan siswa
masih menganggap bimbingan belajar hanya sebagai selingan pengisi kegiatan di luar
sekolah. Waktu belajar di bimbingan belajar bukanlah waktu utama siswa untuk belajar.
Dengan kondisi demikian metode belajar secanggih apapun tidak akan efektif diterapkan di
kelas-kelas bimbingan belajar.
Bimbingan Belajar: antara Bisnis dan Pendidikan 5
Keadaan yang tidak kondusif ini diperparah dengan kapasitas siswa per kelas yang
tidak mendukung terciptanya suasana belajar yang efektif. Rata-rata jumlah siswa per
kelas (menurut pengamatan penulis) tidak kurang dari 35 orang. Jika dibandingkan
dengan di sekolah saja jumlah ini terlalu besar. Jumlah siswa sebesar ini bukanlah jumlah
yang diharapkan bagi sebuah kelas yang ingin melaksanakan proses pembelajaran yang
efektif. Sebuah kelas bimbingan belajar tidak selayaknya diisi oleh begitu banyak siswa
dengan berbagai macam watak dan karakter dan dalam kondisi tidak begitu siap untuk
belajar. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa metode belajar secanggih apapun tidak
akan bisa diterapkan dalam kondisi semacam ini. Selain itu kapa-sitas kelas yang demikian
besar tidak mencerminkan keinginan penyelenggara bimbingan belajar untuk
memberikan pelayanan yang memuaskan buat konsumen (peserta/siswa bimbel).
Kondisi kelas di bimbingan belajar seperti yang disebutkan di atas akhirnya dapat
membawa efek negatif yang tidak diharapkan. Dilihat dari sudut pandang siswa, Kelas-
kelas di bimbingan belajar menjadi tidak kondusif untuk melakukan kegiatan belajar
akibatnya belajar menjadi tidak efektif. Hal ini juga menyebabkan kegiatan belajar dalam
kondisi ini membuang-buang waktu dan tenaga karena tidak ada hasilnya sama sekali.
Kenyataan ini membuat kita bertanya-tanya jadi apa yang telah kita lakukan selama ini?
Apa yang telah kita berikan kepada siswa kita? Apa peran kita terhadap prestasi belajar
siswa?
Selanjutnya apabila dilihat dari sudut pandang pengajar, kondisi belajar yang tidak
kondusif membuat pengajar tidak berkembang kapasitasnya dan menimbulkan
keterpaksaan dalam menyampaikan materi. Pengajar menjadi tidak bersungguh-
sungguh mengajar atau tidak ikhlas, dan bahkan bisa sampai pada tingkat mengajar
hanya untuk mengejar honor saja (naudzubillah min dzalik!).
Tanpa menafikan berbagai hambatan yang menyertai penyelenggaran bimbingan
belajar, tidak ada alasan untuk membiarkan begitu saja sistem pembelajaran di
bimbingan belajar terus berlangsung dalam keadaan seperti ini. Penyelenggara
bimbingan belajar tidak boleh berdiam diri dan menutup mata terhadap kenyataan yang
ada bila tidak mau menciptakan ironi dalam pendidikan, yaitu keinginan untuk
mencerdaskan siswa berubah menjadi membodohi siswa.
6 Bimbingan Belajar: antara Bisnis dan Pendidikan
Penyelenggara bimbingan belajar seyogianya menempatkan fungsi pendidikan di
atas kepentingan bisnis karena menyelenggarakan bimbingan belajar tidak semata-mata
hanya memperhitungkan profit saja melainkan pendidikan harus mendapat prioritas
lebih tinggi.
Tidak ada kata lain kecuali melakukan perbaikan yang dapat dimulai dengan
mencoba memandang dengan cara pandang (perspektif) yang baru. Apalagi saat ini
adalah dimulainya pemberlakuan KBK. Saat ini adalah saat yang tepat untuk
merumuskan kembali tujuan dan fungsi bimbingan belajar, dan menyesuaikan dengan
semangat KBK.
C. Penutup
Melihat kondisi seperti yang disebutkan di atas, diperlukan tinjauan ulang tentang
sejauh mana peran bimbingan belajar dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil-
hasil yang telah dicapai sampai saat ini belum mencerminkan efektivitas dari apa yang
telah dijalankan selama ini. Kita tidak menginginkan aktivitas yang telah kita jalankan
Bimbingan Belajar: antara Bisnis dan Pendidikan 7
Gambar 3 Kondisi kelas yang kondusif adalah salah satu faktor keberhasilan belajar
selama ini menjadi sia-sia. Bukanlah suatu yang bijaksana apabila kita terus
mempertahankan kondisi semacam ini. Sudah saatnya untuk mengembalikan posisi kita
pada jalur yang sebenarnya.
8 Bimbingan Belajar: antara Bisnis dan Pendidikan