60
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM POSING Posted by abdussakir on February 13, 2009 A. Belajar Matematika dengan Pemahaman Menurut Hudojo (1990:5), dalam proses belajar matematika terjadi juga proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental. Seseorang yang belajar matematika, mempersiapkan mentalnya dalam proses penerimaan pengetahuan baru yang disertai tindakan-tindakan konkret oleh orang itu melalui penyelesaian masalah matematika. Sebelum tahun 1935, pembelajaran matematika (atau lebih tepatnya aritmetika) dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikologi stimulus-respon (As’ari, 1998:2). Perhatian utama pendekatan stimulus-respon adalah kemampuan siswa menghafal dan menggunakan rumus atau algoritma secara efektif. Guru sudah cukup puas bila siswa sudah mampu mengoperasikan bilangan dan trampil menggunakannya untuk menyelesaikan masalah. Guru tidak

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM POSING

Posted by abdussakir on February 13, 2009

A.       Belajar Matematika dengan Pemahaman

Menurut Hudojo (1990:5), dalam proses belajar matematika terjadi juga

proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan

kegiatan mental. Seseorang yang belajar matematika, mempersiapkan mentalnya

dalam proses penerimaan pengetahuan baru yang disertai tindakan-tindakan

konkret oleh orang itu melalui penyelesaian masalah matematika.

Sebelum tahun 1935, pembelajaran matematika (atau lebih tepatnya

aritmetika) dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikologi stimulus-respon

(As’ari, 1998:2). Perhatian utama pendekatan stimulus-respon adalah kemampuan

siswa menghafal dan menggunakan rumus atau algoritma secara efektif. Guru

sudah cukup puas bila siswa sudah mampu mengoperasikan bilangan dan trampil

menggunakannya untuk menyelesaikan masalah. Guru tidak memikirkan bahwa

apakah siswa betul-betul memahami sesuatu yang dilakukan. As’ari (1998:3) juga

mengemukakan bahwa guru tidak terlalu dipusingkan untuk membedakan dua

istilah “know” dan “know how to”.

Situasi ini berakhir setelah seorang pakar matematika Brownell (1935)

menyoroti pentingnya pemahaman dalam pengajaran aritmetika dan membedakan

kedua istilah di atas. Orang mulai menyadari bahwa ada dua pengetahuan yang

dapat dipelajari dalam matematika, yaitu pengetahuan konseptual dan

pengetahuan prosedural. Kedua pengetahuan itu mempunyai peran yang sama

Page 2: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

pentingnya dan keduanya perlu diajarkan di sekolah (Hiebert dan Lindquist dalam

As’ari, 1998:3). Suydam dan Higgins (dalam As’ari,1998:3), menyatakan  bahwa

sejak Brownell mengemukakan pendapatnya tersebut,  pentingnya pemahaman

dalam pengajaran aritmetika semakin diakui keberadaannya.

Menurut Hiebert dan Carpenter (dalam Grouws, 1992:67), memahami

dalam matematika adalah membuat hubungan antara ide-ide, fakta, atau prosedur

yang semuanya merupakan bagian dari jaringan. Dengan demikian masalah yang

sudah dipahami dapat diselesaikan dengan cara memahami hubungan antara ide-

ide, fakta atau prosedur yang terdapat dalam jaringan.

Hiebert dan Carpenter (dalam Grouws, 1992:70) menyatakan bahwa

pemahaman matematika memerlukan suatu proses untuk menempatkan secara

tepat informasi atau pengetahuan yang sedang dipelajari ke dalam jaringan

internal dari representasi pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya di dalam

struktur kognitif siswa. Misalnya untuk menyelesaikan soal cerita yang memuat

pengerjaan hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan penjumlahan,

diperlukan pemahaman tentang konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian dan

pembagian itu sendiri. Siswa yang hanya memahami sebagian dari hal-hal

tersebut, tentu belum dapat menyelesaikan masalah itu.

Menurut Sutawidjaja (1997:177) memahami konsep saja tidak cukup,

karena di dalam praktek kehidupan siswa memerlukan keterampilan matematika,

sedangkan dengan memahiri keterampilannya saja siswa tidak mungkin

memahami konsepnya. Oleh karena itu, guru harus menyampaikan konsep dengan

benar dan kemudian melatihkan keterampilannya. Untuk pemahaman konsep,

Page 3: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

guru perlu memberikan latihan bervariasi, sedangkan untuk meningkatkan

keterampilan, perlu dilakukan banyak latihan atau dapat juga melalui permainan

agar lebih menarik. Bila pengetahuan matematika SD, baik yang konseptual

maupun yang prosedural, tidak disajikan dengan cara yang sesuai, maka siswa

akan mengalami kesulitan dalam memahami dan memahirinya.

Menurut Hiebert dan Carpenter (dalam As’ari, 1998:3-4) pengajaran yang

menekankan kepada pemahaman mempunyai sedikitnya lima keuntungan berikut.

1.        Pemahaman memberikan generatif artinya bila seorang telah memahami

suatu konsep, maka pengetahuan itu akan mengakibatkan pemahaman yang

lain karena adanya jalinan antar pengetahuan yang dimiliki siswa, sehingga

setiap pengetahuan baru melalui keterkaitan dengan pengetahuan yang sudah

ada sebelumnya.

2.        Pemahaman memacu ingatan artinya suatu pengetahuan  yang telah dipahami

dengan baik akan diatur dan dihubungkan secara efektif dengan pengetahuan-

pengetahuan yang lain, melalui pengorganisasian skema atau pengetahuan

secara lebih efisien di dalam struktur kognitif berfikir sehingga pengetahuan

itu lebih mudah diingat.

3.        Pemahaman mengurangi banyaknya hal yang harus diingat artinya jalinan

yang terbentuk antara pengetahuan yang satu dengan yang lain dalam struktur

kognitif siswa yang mempelajarinya dengan penuh pemahaman merupakan

jalinan yang sangat baik. Dengan memahami salah satu dari pengetahuan

tersebut, maka segala pengetahuan yang terkait dapat diturunkan darinya,

dengan demikian siswa tidak perlu mengahafalkan semuanya.

Page 4: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

4.        Pemahaman meningkatkan transfer belajar artinya pemahaman suatu konsep

matematika akan diperoleh siswa yang aktif menemukan keserupaan dari

berbagai konsep tersebut. Hal ini akan membantu siswa untuk menganalisis

apakah suatu konsep tertentu dapat diterapkan, untuk suatu kondisi tertentu.

5.        Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa artinya siswa yang memahami

matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang positif yang

selanjutnya akan membantu perkembangan pengetahuan matematikanya.

Hiebert dan Carpenter (dalam Grouws,1992:69)  menyatakan bahwa pada

dasarnya terbentuknya pemahaman ketika belajar berlangsung dalam proses yang

digambarkan sebagai berikut.

1.        Menangkap ide yang dipelajari melalui pengalaman konkret.

2.        Menyatukan informasi dengan skema pengetahuan yang sudah dimiliki.

3.        Mengorganisasikan kembali pengetahuan yang sudah dimiliki, dengan

membuat hubungan antara pengetahuan lama dan pengetahuan yang baru

sehingga terbentuklah hubungan baru dengan hubungan lama yang

dimodifikasikan.

 

B.       Pengertian Problem Posing

Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai

beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4)

memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan

Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7)

Page 5: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah

pengkonstruksian masalah.

Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing

ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan

beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka

memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem posing ialah perumusan soal yang

berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka

mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294). Ketiga, problem

posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik

dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai,

1996:523).

Menurut Brown dan Walter (1993:15) informasi atau situasi problem

posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep,

alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal. Selanjutnya Suryanto (1998:3)

menyatakan bahwa soal dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku.

Stoyanova (1996) mengklasifikasikan informasi atau situasi problem posing

menjadi situasi problem posing yang bebas, semiterstuktur, dan terstruktur. Pada

situasi problem posing yang bebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang

harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk

membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat  menggunakan

fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal.

Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi terstruktur, siswa diberi

situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau

Page 6: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan

pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu

dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk

membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau

situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal (Yuhasriati, 2002:12).

Pada penelitian ini, problem posing yang digunakan adalah perumusan

soal yang sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa

perubahan agar menjadi lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka

menyelesaikan soal cerita operasi hitung campuran. Penelitian ini menggunakan

informasi problem posing yang terstruktur, yaitu informasi berupa soal yang perlu

diselesaikan oleh siswa. Berdasarkan soal cerita yang diberikan, siswa menyusun

informasi dan kemudian membuat soal berdasarkan informasi yang telah disusun.

Selanjutnya, soal-soal tersebut diselesaikan dalam rangka mencari selesaian

sebenarnya dari pertanyaan soal cerita yang diberikan.

Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem posing

adalah respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak tertutup

kemungkinan siswa membuat yang lain, misalnya siswa hanya membuat

pernyataan.  Silver dan Cai (1996:526) mengklasifikasikan respon tersebut

menurut jenisnya menjadi tiga kelompok, yaitu pertanyaan matematika,

pertanyaan non matematika dan pernyataan.

Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang memuat masalah

matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Pertanyaan

matematika ini, selanjutnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu

Page 7: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang

tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan adalah

pertanyaan yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk

diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai

dengan informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan matematika yang dapat

diselesaikan juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi

baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.

Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak memuat masalah

matematika dan tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan.

Sedangkan pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang

tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau salah.

Respon yang dihasilkan siswa mungkin lebih dari satu pertanyaan

matematika. Antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya dapat dilihat

hubungan yang terjadi. Menurut Silver dan Cai (1996:302) ada dua jenis

hubungan antara respon-respon tersebut, yaitu hubungan simetrik dan berantai.

Respon yang mempunyai hubungan simetrik disebut respon simetrik yaitu

serangkaian respon yang objek-objeknya mempunyai hubungan. Sedangkan

respon yang mempunyai hubungan berantai disebut respon berantai. Pada respon

berantai, untuk menyelesiakan respon berikutnya diperlukan penyelesaian respon

sebelumnya. Sehubungan itu, Kilpatrik (dalam Siver & Cai, 1996:354)

menyatakan bahwa salah satu dasar kosep koginitif yang terlibat dalam pengajuan

soal adalah assosiasi, yaitu kecendrungan siswa menggunakan respon pertama

sebagai pijakan untuk mengajukan soal kedua, ketiga, dan seterusnya.

Page 8: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Berdasarkan tingkat kesukarannya, Silver dan Cai (1996:526),

mengklasifikasikan respon siswa menjadi dua dua kelompok, yaitu: (1) tingkat

kesukaran respon terkait dengan stuktur bahasa (sintaksis), dan (2) tingkat

kesukaran respon terkait dengan stuktur matematika (semantik). Tingkat

kesukaran respon yang berkaitan dengan sintaksis dapat dilihat dari proposisi

yang dikandungnya. Proposisi yang digunakan dibedakan menjadi tiga, yaitu

proposisi penugasan, proposisi hubungan, dan proposisi pengandaian. Proposisi

penugasan adalah pertanyaan (soal) yang memuat tugas untuk dikerjakan.

Proposisi hubungan adalah pertanyaan yang memuat tugas untuk

membandingkan. Sedangkan proposisi pengandaian adalah pertanyaan yang

menggunakan informasi tambahan.

Tingkat kesukaran respon berkaitan dengan stuktur semantik, dapat

diketahui dari hubungan semantiknya. Menurut Marshall (dalam Silver & Cai,

1996:528) hubungan semantik respon siswa dapat dikelompokkan menjadi lima

kategori, yaitu mengubah, mengelompokkan, membandingkan, menyatakan

kembali, dan memvariasikan.

 

C.     Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika

Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan

soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu

alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis.

Menurut Suryanto (1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh

kriteria berpikir atau pola berpikir matematis.

Page 9: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Dewasa ini, problem posing merupakan kegiatan penting dalam

pembelajaran matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran

matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri

(dalam Siver dan Cai, 1996:521). Silver dan Cai (1996:293) juga menyarankan

agar pembelajaran matematika lebih ditekankan pada kegiatan problem posing.

Menurut Cars (dalam Suryanto, 1998:9) untuk meningkatkan kemampuan

menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa mengajukan soal.

Sejalan dengan itu, Suparno (1997:83) menyatakan bahwa mengungkapkan

pertanyaan merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang siswa untuk

lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.

Menurut Killpatrich (dalam Silver dan Cai, 1996:530) salah satu dasar

kognitif yang ada dalam problem posing adalah asosiasi. Selanjutnya, menurut

As’ari (2000:9) dalam kegiatan problem posing, ketika terjadi proses asosiasi

antara informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki seseorang, maka

proses selanjutnya yang terjadi adalah proses asimilasi dan akomodasi.

Di samping itu, Brown dan Walter (1996:15) yang menyatakan pembuatan soal dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang). Menerima terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi yang diberika guru dan menantang terjadi ketika siswa berusaha untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Sehubungan dengan hal tersebut, As’ari (2000:9) menegaskan bahwa proses kognitif menerima memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin kaya, sementara proses kognitif menantang memungkinkan jaringan stuktur kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing akan menambah kemampuan dan penguatan konsep dan prinsip matematika siswa.D. Referensi

Page 10: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

As’ari, A.R. 1998. Penggunaan Alat Peraga Manipulatif dalam Penanaman Konsep Matematika. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajaran. 27(I):1-13

As’ari, A.R. 2000, Problem Posing untuk Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika. Jurnal Matematika. Tahun V, Nomor 1, April 2000.

Brown, S. & Walter, R.. 1990. The Art of Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers

Brown, S. & Walter, R.. (Ed). 1993. Problem Posing : Reflections and Aplications. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Hiebert, J. & Carpenter, T.. 1992. Learning and Teaching with Understanding. Dalam D Grouws (ed). Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning (hlm.65-419). New York: Macmillan Publishing Company.

Hudojo, H.. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. IKIP Malang

Silver, E.A. & Cai, S.. 1996. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students, Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539

Siswono, Y.T.E., 2000. Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah (Implementasi dari Hasil Penelitian). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika Sekolah Menengah, 25 Maret 2000. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.

Stoyanova, E. 1996. Developing a Framework for Research into Students’ Problem posing in School Mathematics, (Online), crsma@cc newcastel.edu.au, diakses 11 Juni 2001

Suharta, I.G.P. 2000. Pengkonstruksian Masalah oleh Siswa (Suatu Strategi Pembelajaran Matematika). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah yang dilaksanakan oleh Jurusan Matematika FMIPA UM. Malang, 25 Maret 2000.

Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suryanto, 1998. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional: Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Menghadapi Era Globalisasi. Program Pascasarjana IKIP Malang, 4 April 1998.

Page 11: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Sutawidjaja, A. 1997. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan, dan Pengajarannya. Volume 26(2):175-187.

Sutiarso, S. 1999. Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.

Yuhasriati, 2002. Pembelajaran Persamaan Garis Lurus yang Memuat Problem Posing di SLTP Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.

http://abdussakir.wordpress.com/2009/02/13/pembelajaran-matematika-dengan-problem-posing/

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA SMP

http://contohskripsipendidikanmatematika.blogspot.com/2012/06/pembelajaran-matematika-menggunakan.html

By admin– October 13, 2011Posted in: Artikel Pendidikan Matematika

Page 12: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Problem posing merupakan istilah Bahasa Inggris, dalam Bahasa Indonesia adalah pembentukan masalah. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam kegiatan, yaitu:

1. Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa

2. Pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada.

Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Budi Hartati adalah sebagai berikut:

1. Membuka kegiatan pembelajaran

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

3. Menjelaskan materi pelajaran

4. Memberikan contoh soal

5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas

Page 13: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya

7. Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan

8. Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa

9. Menutup kegiatan pembelajaran

Menurut Srini M. Iskandar dalam makalahnya yang dinukil oleh Budi Hartati, batasan mengenai pembentukan soal adalah sebagai berikut:

1. Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit

2. Perumusan atau pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain

3. Perumusan atau pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah penyelesaian soal.

Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Budi Hartati dibagi menjadi tiga golongan yakni:

1. Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi

2. Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya

3. Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.

Menurut Terry Dash dalam Budi Hartati, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Change the numbers

Salah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah bilangan.

3. Change the operations

Page 14: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Cara lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi hitungnya.

Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru memberikan beberapa contoh seperti berikut:

1. Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada

2. Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi (dikutak-kutik)

3. Memberikan soal terbuka

4. Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan yang bervariasi.

Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan adalah:

1. Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut.

2. Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau dengan cara bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.

3. Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut, diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu.

Pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi kegiatan untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal tersebut sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari.

Persoalan yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang lain dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika

Page 15: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

menggunakan variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat berasal dari kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari alternatif pemecahannya.

Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh pengetahuan baru.

Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu teori tentang berpikir matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa komponen, yaitu:

1. Memahami masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran matematika harus bermakna bagimu)

2. Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana kamu mengalami kemacetan, kamu harus dapat menggunakan apa yang telah kamu ketahui untuk keluar dari kemacetan)

3. Menemukan kekeliruan yang ada (kamu harus dapat menemukan kekeliruan yang ada dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir)

4. Meminimumkan pembilangan (jika kamu melakukan hitungan, kamu harus sedikit mungkin menggunakan pembilangan)

5. Meminimumkan tulis-menulis dalam perhitungan

6. Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika kamu menggunakan suatu strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu harus mencari strategi lain. Jangan mudah putus asa)

7. Membentuk soal atau masalah (kamu harus mampu memperluas masalah dengan membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal).

Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan yang efektif, karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti:

1. Pengembangan matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal,

2. Membentuk soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis.

Page 16: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan juga sesuai dengan pendepat Mel Silberman yang telah dikemukakan di atas. Semua potensi siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir) dilibatkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan akan menguasai ilmu yang diserapnya.

Related posts:

1. Membuat File Pembelajaran Dinamis Dengan Wingeom Dewasa ini semakin banyak program-porgram aplikasi yang dapat dimanfaatkan untuk...

2. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi...

3. PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI INDONESIA Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang...

http://pmat.uad.ac.id/pendekatan-pembelajaran-problem-posing.html

Posted by achmad shidiq permana cspd Mei - 14 - undefined PROBLEM POSING

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh :

Achmad Shidiq Permana_0804722

[email protected]

A.      Pendahuluan

1.    Latar BelakangBerbagai permasalahan dihadapi oleh guru sekolah dasar dalam

pembelajaran yaitu pada mata pelajaran matematika, salah satunya adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika yang benar. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain kesulitan dalam pemahaman konsep, pemecahan masalah (mathematical problem solving), penalaran matematika (mathematical reasoning), koneksi matematika (mathematical conection), komunikasi matematika (mathematical communication), dan lain-lain. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli kepada pembelajaran matematika.

Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Sebagai upaya meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran matematika pada masa sekarang, telah banyak dikembangkan metode-metode yang bersifat behavioristik (memanusiakan manusia), seperti: student active learning, quantum learning, quantum teaching, dan accelerated

Page 17: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

learning. Seluruh metode tersebut digunakan dalam rangka revolusi belajar yang melibatkan guru dan siswa sebagai satu kesatuan yang mempunyai hubungan timbal balik. Peran guru sebagai pengajar/ fasilitator, sedangkan siswa merupakan individu yang belajar.

Namun semua hal tersebut didalam penerapannya banyak sekali mengalami kendala, mulai dari sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah tersebut, sumber daya manusia yang kurang menunjang, dan masih banyak lagi permasalahan-permasahan yang timbul.            Meskipun demikian guru diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat dan sesuai dengan pengajaran matematika, guru diharapkan menanamkan prinsip atau rumus yang ada. Dalam hal ini sebelum siswa menyelesaikan sebuah soal, siswa harus memahami soal tersebut secara menyeluruh. Ia harus tahu apa yang diketahui, apa yang dicari, rumus atau teorema yang harus digunakan dan cara penyelesaiannya. Untuk itu dalam mengerjakan soal-soal matematika diperlukan siasat atau strategi dalam penyelesaiannya.

Salah satu strategi yang efektif dalam menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan tentunya dengan melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas. Pembelajaran dengan suasana belajar aktif dan bermakna. Salah satu pendekatan pembelajaran yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu ‘Problem Posing dalam pembelajaran matematika’.

2.    Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :

1.         Mengetahui pendekatan pembelajaran problem posing;2.         Mengetahui problem posing dan relevansinya dalam

pembelajaran matamatika;3.         Mengetahui pendekatan problem posing dalam pembelajaran

matematika.

B.       Pembahasan

1.    Pengertian Problem Posing Menurut Suyitno Amin, 2004 dalam Sari, Problem posing mulai

dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian model ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000.

Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4) memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000:4)

Page 18: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

menggunakan istilah pengkonstruksian masalah, (Abdussakir:2009).

Problem Posing mempunyai beberapa arti, problem posing adalah perumusan masalah yang berkaitan dengan syarat-syarat soal yang telah dipecahkan atau alternatif soal yang masih relevan (Suharta, 2000: 93, dalam Sari). “problem posing essentially means creating a problem with solutions unknown to the target problem solver the problem create for” (Leung, 2001dalam Sari). “Dunker describe problem posing in mathematics as the generation of a new problem or the formulation of a given problem (Dunker, 1945 dalam sari).

Problem posing dapat membantu siswa dalam mencari topik baru dan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu juga, problem posing dapat mendorong terciptanya ide-ide baru yang berasal dari setiap topik yang diberikan. Topik disini khususnya dalam pembelajaran matematika. “…problem posing can help student to see standard topic in a new light and provide them with a deeper understanding of it as well. it can also encourage the creation of new ideas derived from any given topic. althought our focus is on the field of mathematics, the stragies we discuss can be applied to activities as diverse as trying”. (Brown dan Walter, 1990: 1).

Menurut Brown dan Walter dalam Muhfida (2010), pada tahun 1989 untuk pertama kalinya istilah problem posing diakui secara resmi oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari national program for re-direction of mathematics education (reformasi pendidikan matematika). Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.

Selanjutnya istilah ini dipopulerkan dalam berbagai media seperti buku teks, jurnal serta menjadi saran yang konstruktif dan mutakhir dalam pembelajaran matematika. Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448 dalam Muhfida). Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah.

Problem posing dapat juga diartikan membangun atau membentuk masalah (Tim PTM, 2002: 2). Problem posing dalam matematika mempunyai beberapa arti (Suryanto, 1998 dalam Muhfida) yaitu:

a. Perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal.

Page 19: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

b. Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka pencarian alternative pemecahan atau alternative soal yang relevan (Silver, et.all, 1996). Pengertian ini berkaitan erat dengan langkah melihat kembali yang dianjurkan oleh Polya (1973) dalam memecahkan masalah soal.

c. Perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, saat atau setelah pemecahan suatu masalah/soal.

Menurut Brown dan Walter (1990:15) informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal. Selanjutnya Suryanto (1998:3) menyatakan bahwa soal dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku. Stoyanova (1996) mengklasifikasikan informasi atau situasi problem posing menjadi situasi problem posing yang bebas, semiterstuktur, dan terstruktur. Pada situasi problem posing yang bebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat  menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal (Yuhasriati, 2002:12).

Setiawan (2004: 17) mengatakan pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan yaitu :

1.    Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa.

2.    Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.

Dari sini kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa itu sendiri.

Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

Page 20: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.

a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan

siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.

d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.

e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.Amin Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa problem

posing diaplikasikan dalam tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.

a. Pre solution posingPre solution posing yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan

pernyataan yang dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut. “Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit” Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.

1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit? 2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat? 3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?

b. Within solution posingWithin solution posing yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal

dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.

Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut. “Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?” Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.

a) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat? b) Berapa banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?

c. Post solution posingPost solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis,

seperti yang dibuat oleh guru. Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut. “Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit

1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit? 2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat? 3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”

Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut. Dari 42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa yang tidak menyukai atletik dan senam.

Page 21: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik? 2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam? 3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik dan senam?

Problem posing merupakan masalah pokok dalam disiplin matematika dan dalam alam berpikir matematik. Karena karakteristik berpikir matematika dapat dilaksanakan dalam pembelajaran dengan problem posing. Menurut Suryanto (1998) dalam Muhfida, sistem berpikir matematis dapat diartikan:

1. memahami, 2. keluar dari kemacetan, 3. mengidentifikasi kekeliruan, 4. meminimumkan pekerjaan berhitung, 5. meminimumkan pekerjaan menulis, 6. tekun, siap mencari jalan lain ketika diperlukan, dan 7. membentuk soal.

Secara umum seseorang yang sudah mampu berpikir matematika, berarti sudah mampu membentuk pola pikirnya pada pola berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai kemampuan berpikir yang meliputi: memahami, mengamati, membandingkan, mengelompokkan, mengimajinasi, menghipotesis, mengasumsi, mengumpulkan, dan mengorganisasikan data, meringkas, menafsirkan, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan (Ashari, 1998; Hudojo, 1998; Sutawidjaja, 1998; Suryanto, 1998, dalam Muhfida). Atas dasar ini maka problem posing dapat diartikan sebagai suatu kegiatan matematika yang dapat membentuk pola berpikir siswa kearah pola berpikir kritis.

Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.

a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.

b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.

c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.

2.    Problem Posing dan Relevansinya dengan Matematika Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara

yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2) mengatakan bahwa :

Page 22: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

1.    Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah.

2.    Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan suatu masalah.

Menurut Brown dan Walter (1990 : 11), “…problem posing can give one a chance to develop independent thinking processes”. Yang artinya problem posing memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berpikir secara bebas dan mandiri dalam menyelesaikan masalah. Masalah disini tentunya masalah dalam matematika.

Adapun masalah dalam matematika diklasifikasikan dalam dua jenis antara lain:

1.    Soal mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal (condition) dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipenuhi serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah.

2.    Soal membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan (Depdiknas, 2005: 219).

Silver dkk dalam Surtini (2004: 48) mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak lama para tokoh pendidikan matematika menunjukkan pembentukan soal merupakan bagian penting dalam pengalaman matematis siswa dan menyarankan agar dalam pembelajaran matematika ditekankan kegiatan pembentukan soal. Begitupun yang ditekankan English bahwa pembentukan soal merupakan inti kegiatan matematis dan merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika.

Hasil penelitian Silver dan Cai dalam Surtini (2004: 49) menunjukkan bahwa kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah. Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil pembelajaran matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini kita peroleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran matematika guna meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dengan membuat siswa  aktif dan kreatif.

3.    Pendekatan Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika

Sesuai dengan kedudukan problem posing merupakan langkah awal dari problem solving, maka pembelajaran problem posing juga merupakan pengembangan dari pembelajaran problem solving. Silver dkk (Sutiarso: 2000) menyatakan bahwa

Page 23: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

dalam problem posing diperlukan kemampuan siswa dalam memahami soal, merencanakan langkah-langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut. Ketiga kemampuan tersebut merupakan juga merupakan sebagian dari langkah-langkah pembelajaran problem solving.

Mengenai keterkaitan antara problem solving dengan problem posing, Brown & Walter (1993: 21) mengemukakn bahwa posing dan solving berhubungan antara satu dengan yang lainnya seperti orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua dan sebaik saudara kandung. Penelitian Silver dan Cai (1996: 521) menemukan hubungan positif yang kuat antara problem solving dan ketrampilan problem posing anak sekolah menengah. Sedangkan penelitian Hashimoto dalam Muhfida, menunjukkan bahwa pembelajaran problem solving menimbulkan dampak positif terhadap kemampuan siswa dalam problem solving.

Dalam pembelajaran matematika, pengajuan soal menempati posisi yang strategis. Pengajuan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. (Silver, et.al, 1996:293)

Dalam kurikulum pendidikan matematika di Amerika (NCTM Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, 1989:70) menganjurkan agar siswa-siswa diberi kesempatan yang banyak untuk investigasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan soal-soal dari situasi masalah. (Silver, et.al, 1996:293).Disamping itu makin bertambah pendidik matematika yang menganjurkan agar siswa diberi kesempatan secara teratur untuk menulis soal (masalah) matematikanya sendiri (NCTM,1989; Kilpatrick,1987; Burns,1992; Witin, Mill dan O'Keefe,1990; Brown & Walter, 1983 dalam English, 1997:172). English (1997:172) menjelaskan pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan masalah. Pengajuan soal juga sebagai sarana komunikasi matematika siswa.

Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto (1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis.

Problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam

Page 24: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

pembelajaran matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Abdussakir). Silver dan Cai (1996:293) dalam Abdussakir, juga menyarankan agar pembelajaran matematika lebih ditekankan pada kegiatan problem posing. Menurut Cars dalam Abdussakir, untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa mengajukan soal. Sejalan dengan itu, Suparno (1997:83) menyatakan bahwa mengungkapkan pertanyaan merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang siswa untuk lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.

Menurut Killpatrich dalam Abdussakir, salah satu dasar kognitif yang ada dalam problem posing adalah asosiasi yaitu kecendrungan siswa menggunakan respon pertama sebagai pijakan untuk mengajukan soal kedua, ketiga, dan seterusnya.. Selanjutnya, menurut As’ari (2000:9) dalam Abdussakir, dalam kegiatan problem posing, ketika terjadi proses asosiasi antara informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki seseorang, maka proses selanjutnya yang terjadi adalah proses asimilasi dan akomodasi.

Di samping itu, Brown dan Walter (1990:15) yang menyatakan pembuatan soal dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang). Menerima terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi yang diberika guru dan menantang terjadi ketika siswa berusaha untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Sehubungan dengan hal tersebut As’ari (2000:9) dalam Abdussakir, menegaskan bahwa proses kognitif menerima memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin kaya, sementara proses kognitif menantang memungkinkan jaringan stuktur kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing akan menambah kemampuan dan penguatan konsep dan prinsip matematika siswa.

Pendekatan probelem posing (pengajuan masalah) dapat dilakukan secara individu atau kelompok (classical), berpasangan (in pairs) atau secara berkelompok (groups). Masalah matematika yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau pemikiran dari siswa yang lain. Masalah tersebut adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang diberikan.

Masalah matematika yang diajukan oleh siswa yang dibuat secara berpasangan dapat lebih berbobot, jika dilakukan dengan

Page 25: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

cara kolaborasi, utamanya yang berkaitan dengan tingkat keterselesaian masalah tersebut. Sama halnya dengan masalah matematika yang dirumuskan dalam satu kelompok kecil, akan menjadi lebih berkualitas manakala anggota kelompok dapat berpartsipasi dengan baik (Hamzah, 2003: 10 dalam Muhfida). Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model problem posing antara lain:

1.    Situasi problem posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki . Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal.

2.    Situasi problem posing semi terstruktur, siswa diberikan situasi/informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.

3.    Situasi problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.

4.    Langkah-Langkah Pembelajaran Problem PosingLangkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan

problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Syarifulfahmi adalah sebagai berikut:

1.      Membuka kegiatan pembelajaran.2.      Menyampaikan tujuan pembelajaran.3.      Menjelaskan materi pelajaran.4.      Memberikan contoh soal.5.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang

hal-hal yang belum jelas6.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal

dan menyelesaikannya7.      Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan8.      Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat

siswa.9.      Menutup kegiatan pembelajaran.

Menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi, batasan mengenai pembentukan soal adalah sebagai berikut:

1.      Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.

2.      Perumusan atau pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain.

Page 26: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

3.      Perumusan atau pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah penyelesaian soal.

Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi dibagi menjadi tiga golongan yakni:

1.    Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.

2.    Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.

3.    Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.

Menurut Terry Dash dalam Syarifulfahmi, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1.      Change the numbersSalah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah bilangan.

2.      Change the operationsCara lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi hitungnya.

Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru memberikan beberapa contoh seperti berikut:

1.      Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada.

2.      Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi (dikutak-kutik).

3.      Memberikan soal terbuka.4.      Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan

yang bervariasi.Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara

teknis yang dapat dilakukan adalah:1.      Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal

ini, hendaknya siswa tidak asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut.

2.      Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara

Page 27: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

penggeseran atau dengan cara bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.

3.      Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut, diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu.

Pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi kegiatan untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal tersebut sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari.

Persoalan yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang lain dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika menggunakan variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat berasal dari kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari alternatif pemecahannya.

Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh pengetahuan baru.

Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu teori tentang berpikir matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa komponen, yaitu:

1.      Memahami masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran matematika harus bermakna).

2.      Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana mengalami kemacetan, harus dapat menggunakan apa yang telah  diketahui untuk keluar dari kemacetan).

3.      Menemukan kekeliruan yang ada (harus dapat menemukan kekeliruan yang ada dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir).

4.      Meminimumkan pembilangan (jika melakukan hitungan, harus sedikit mungkin menggunakan pembilangan).

Page 28: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

5.      Meminimumkan tulis-menulis dalam perhitungan.6.      Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika 

menggunakan suatu strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu harus mencari strategi lain, jangan mudah putus asa).

7.      Membentuk soal atau masalah (harus mampu memperluas masalah dengan membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal).

Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan yang efektif, karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti:

1.      Pengembangan matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal,

2.      Membentuk soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis.

Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan maka semua potensi siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir) dilibatkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan akan menguasai ilmu yang diserapnya.

5.    Problem Posing Secara Berkelompok Pembelajaran dengan problem posing ini menekankan pada

pembentukan atau perumusan soal oleh siswa baik secara individu, maupun secara berkelompok. Setiap selesai pemberian materi guru memberikan contoh tentang cara pembuatan soal dan memberikan informasi tentang materi pembelajaran dan bagaimana menerapkannya dalam problem posing secara berkelompok.

Keuntungan belajar kelompok dalam Roestiah (2001: 17) adalah: 1.    Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk

menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah. 2.    Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan

keterampilan berdiskusi 3.    Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai

individu serta kebutuhan belajar 4.    Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka

lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi. 5.    Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama.

Page 29: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Adapun langkah-langkah belajar kelompok adalah:

Fase Tingkah laku guru

Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase -2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara evisien

Fase – 4 Membimbing kelompok, belajar mengajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

Fase -5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya

Fase-6 Memberi penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik hasil belajar individu atau kelompok.

(Ibrahim, 2000: 10 dalam Abin) Jadi langkah-langkah pembelajaran problem posing secara

berkelompok adalah : 1.    Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa

untuk belajar. 2.    Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab

selanjutnya memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.

3.    Guru membentuk kelompok belajar antara 5-6 siswa tiap kelompok yang bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.

4.    Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya.

5.    Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan cara masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.

Page 30: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

6.    Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

6.    Kelebihan dan Kekurangan Problem PosingDalam setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan

ataupun keunggulan dan kekuruangan atau kelemahan. Begitu juga didalam pembelajaran melalui pendekatan problem posing mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan  menurut Rahayuningsih, 2002:18 dalam Sutisna, diantaranya adalah:

a. Kelebihan Problem Posing1)   Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut

keaktifan siswa.2)   Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan

siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.3)    Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam

membuat soal.4)   Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap

kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.5)   Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada

dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

b. Kekurangan Problem Posing1)   Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang

dapat disampaikan2)   Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan

penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

C.       Penutup

1.    SimpulanProblem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu

dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448). Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Pengertian ini sendiri seperti yang dikatakan oleh As’ari dalam Yansen (2005: 9) menggunakan istilah pembentukan soal sebagai padanan kata untuk istilah problem posing.

Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk

Page 31: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.

a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan

siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.

d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.

e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara

yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2) mengatakan bahwa :

-          Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah.

-          Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan suatu masalah.

2.    Saran            Problem posing suatu pendekatan dalam pembelajaran yang terbilang masih baru berada di Indonesia, yaitu sekitar tahun 2000 baru masuk ke Indonesia. Oleh karena itu diharapkan implementasi  dari model pembelajaran ini, karena dengan pendekatan problem posing siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika. Selain itu pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKAAbdussakir. ( 2009). Pembelajaran Matematika Dengan Problem

Posing. [Online]. Tersedia : http://abdussakir.wordpress.com/2009/02/13/pembelajaran-matematika-dengan-problem-posing/. (21 February 2011).

Abin. (2010). Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa Melalui Problem Posing Secara Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari. [Online]. Tersedia : http://pendidikan-matematika.blogspot.com/2009/03/proposal-problem-posing.html

Page 32: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Muhfida. (2010). Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://blog.muhfida.com/problem-posing-dalam-pembelajaran-matematika (21 February 2011).Muhfida. (2010). Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia:http://www.muhfida.com/pendekatanproblemposing.html (21 February 2011).

Sari, Virgania. (2007). KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DIBANDING KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOTITION) PADA KEMAMPUAN SISWA KELAS VII SEMESTER 2 SMP NEGERI 16 SEMARANG DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI POKOK HIMPUNAN TAHUN PELAJARAN 2006/2007. [Online]. Tersedia: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHe58a.dir/doc.pdf. (11 Maret 2011).

Simanjuntak, Lisnawaty, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Rineka Cipta. Jakarta.

Stephen I. Brown, Marion I. Walter. (1990). The Art of Problem Posing. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).[Online]. Tersedia:  http://pk.ut.ac. Id/Scan Penelitian/Sri % 2004. pdf. (13 Maret 2011).

Sutisna. (2010). Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia : http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-problem-posing/ (8 April 2011).

Syarifulfahmi. (2009). Pendekatan Pembelajaran Problem Posing. [Online]. Tersedia ; http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/pendekatan-pembelajaran-problem-posing.html. (21 Februari 2011).

Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM). 2002. Meningkatkan Kemampuan Siswa Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara Berkelompok. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. Jakarta. Direktorat Pendidikan. http://www.v3a.co.cc/2010/05/model-pembelajaran-problem-posing.html

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING PADA SISWA KELAS X6

Page 33: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

MAN PINRANG Oleh ST. ZUHAERAH THALHAH

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPendidikan merupakan sarana satu-satunya dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga sarana dan prasarana pendukung harus mendapatkan perhatian serius. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Agar pendidikan dapat sukses, maka ketiga komponen penanggung jawab tersebut perlu mengadakan sinergi gagasan dan potensi sehingga dapat menghasilkan kekuatan yang besar. Sinergi seperti ini sangat penting mengingat problem dan tantangan yang dihadapi pendidikan semakin besar dan kompleks. Sementara sumber-sumber yang dapat digunakan untuk menghadapinya sangat terbatas.Melihat pentingnya pendidikan untuk masa depan bangsa, maka sekolah harus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya mutu pendidikan matematika yang merupakan landasan dan kerangka pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi.Depertemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) memberi penekanan yang serius terhadap pendidikan matematika di berbagai tingkat pendidikan, sejak Sekolah Dasar (SD) sampai Universitas. Walaupun peradaban manusia berubah dengan pesat, namun bidang matematika terus relevan dan menunjang pada perubahan. Matematika merupakan subjek yang sangat penting di dalam sistem pendidikan di seluruh negara di dunia ini. Negara yang mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari segala bidang, dibanding dengan negara-negara lainnya yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang sangat penting.Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari.Guru dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengembangkan berbagai metode dan strategi pembelajaran matematika serta dapat mengkombinasikan beberapa metode mengajar. Karena pada hakikatnya mengajar adalah membantu siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, cara berpikir, saran untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar. Sehingga hasil akhir dari suatu proses pembelajaran adalah tumbuhnya kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif di masa yang akan datang. Jadi proses pembelajaran tidak hanya memiliki makna deskriptif dan kekinian, tetapi bermakna prospektif dan berorientasi ke masa depan.Unsur yang paling penting dalam mengajar adalah merangsang serta mengarahkan siswa untuk belajar dalam berbagai macam cara yang mengarahkan pada tujuan. Akan tetapi, apapun subjeknya mengajar pada hakekatnya bukan hanya sekedar

Page 34: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

menolong siswa untuk memperoleh pengetahuan tingkah lakunya. Cara mengajar guru merupakan kunci bagi siswa untuk belajar dengan baik.Untuk mencapai proses mengajar yang efektif dan efesien, tidak hanya di capai dengan metode yang bersifat “teacher center” atau pengajaran satu arah yang berpusat pada guru. Pembelajaran yang dilakukan seperti ini mengakibatkan siswa menjadi malas dan kurang bergairah dalam menerima pelajaran. Salah satu penyebab kurang berpartisipasinya siswa dalam pembelajaran matematika di kelas adalah pendekatan yang kurang tepat yang digunakan oleh guru dalam mengajar.Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mancari suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dapat melibatkan siswa aktif, berkualitas dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.Melalui model pembelajaran pendekatan problem posing inilah diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa. Demikian halnya pada siswa MAN Pinrang, menurut informasi berdasarkan hasil diskusi dengan guru bidang studi matematika bahwa komunikasi matematika siswa kelas X6 masih kurang optimal, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ujian siswa 50,61. Ini disebabkan karena beberapa aspek antara lain: (1) menyajian pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan grafik, (2) mengajukan dugaan matematika, (3) melakukan manipulasi matematika, dan (4) menarikan kesimpulan dari pernyataan matematika. Disamping itu keaktifan dan pengembangan kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah dari situasi matematika yang diberikan masih kurang. Dengan melihat fakta yang ada, maka salah satu alternatif dalam pemecahan masalah yang dapat diberikan adalah dengan menerapkan salah satu pembelajaran melalui pendekatan problem posing.Pendekatan problem posing menurut beberapa ahli pendidikan matematika adalah salah satu pendekatan yang mampu meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran matematika Brown dan Walter, 1990; Silver et al, 1996; Gonzales, 1994; Silver dan Cai, 1996 (dalam Upu, 2003).Pendekatan problem posing sebagai upaya peningkatan komunikasi matematika, karena di dalam pendekatan pengajuan masalah kemampuan bahasa matematika adalah aspek yang sangat penting dari komunikasi (Upu, 2003).Penyempurnaan, pengembangan dan inovasi pembelajaran matematika akan terus dilaksanakan Depdikanas untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, yang pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kebutuhan SDM Indonesia yang mampu bersaing menghadapi tantangan persaingan global yang semakin keras dan tajam. SDM yang diidam-idamkan yang dapat dihasilkan pendidikan di Indonesia adalah SDM yang memiliki keterampilan tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, komunikasi matematika sebagai salah satu kompetensi dasar, karena kemampuan mengkomunikasikan ide, pikiran dan pendapat sangat dibutuhkan, sejalan dengan semakin kuatnnya tuntutan keterbukaan dan akuntabilitas dari setiap lembaga.Sejak tahun 2000, NCTM (National Countil of Teacher of Mathematics) mendeklarasikan bahwa program pembelajaran di kelas-kelas TK sampai SMU harus memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka secara logis dan jelas kepada teman sejawatnya, gurunya, dan orang lain.

Page 35: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui Pendekatan Problem Posing Pada Siswa Kelas X-6 MAN Pinrang”.

B. Permasalahan1. Identifikasi MasalahBerdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematika yang tercermin pada rendahnya kemampuan siswa dalam menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan grafik, mengajukan dugaan matematika, melakukan manipulasi matematika, dan menarikan kesimpulan dari pernyataan matematika untuk memperjelas keadaan dalam penyelesaian masalah matematika tersebut. Baik penyelesaian masalah berupa tugas-tugas yang diberikan oleh Guru di dalam proses belajar mengajar di kelas maupun tugas-tugas yang diberikan untuk dikerjakan di rumah.2. Pemecahan MasalahUntuk mengatasi masalah tersebut maka perlu diadakan perubahan dalam proses belajar-mengajar yakni perubahan model pembelajaran melalui pendekatan problem posing.

3. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah kemampuan komunikasi matematika siswa kelas Kelas X6 MAN Pinrang dapat ditingkatkan melalui pendekatan problem posing?

C. Tujuan PenelitianPada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk mengupayakan terjadinya peningkatan komunikasi matematika siswa kelas X6 MAN Pinrang dapat ditingkatkan melalui pendekatan problem posing.

D. Ruang LingkupRuang lingkup penelitian adalah kelas X6 MAN Pinrang. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan problem posing.

E. Hasil yang DiharapkanHasil yang diharapkan dari penelitian ini memberikan manfaat berarti bagi:1. Guru: melalui penelitian ini, guru dapat lebih mengembangkan profesionalnya dalam mengajar sebagai upaya mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada siswa melalui peningkatan inovasi dan variasi dalam sistem mangajar sehingga berpengaruh pada peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa.2. Siswa: dapat meningkatkan komunikasi matematika siswa dalam menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan grafik, mengajukan dugaan, melakukan manipulasi matematika, dan menarikan kesimpulan dari pernyataan, serta menuliskan berbagai masalah yang diajukan dalam bentuk matematis.3. Sekolah: hasil dari penelitian merupakan informasi untuk dijadikan bahan

Page 36: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

masukan untuk mendapatkan strategi pembelajaran yang efektif.4. Penulis: memberi gambaran kepada penulis sebagai calon guru tentang keadaan sistem pembelajaran di sekolah, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan ide-ide dalam rangka perbaikan proses pembelajaran.

http://buyungchem.wordpress.com/peningkatan-kemampuan-komunikasi-matematika-melalui-pendekatan-problem-posing-pada-siswa-kelas-x6-man-pinrang-oleh-st-zuhaerah-thalhah/

Model Pembelajaran Problem Posing

19 April 2009 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.

Problem Posing

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika. Silver dan Cai menulis bahwa ”Problem posing is central important in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical thinking”.

Suryanto menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit. (Pujiastuti, 2001:3)

Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.

Page 37: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.

a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.

c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.

d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.

e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.

(Suyitno, 2004:31-32).

Silver dan Cai mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.

a. Pre solution posing

Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.

b. Within solution posing

Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.

c. Post solution posing

Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.

Page 38: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.

Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.

a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.

b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.

c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

(Suyitno, 2003:7-8).

Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.

Model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk menyelesaikannya (Silver, Kilpatrick dan shlesinger), pemikiran English dalam menghasilkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dapat menjadi aktivias utama dalam mengajukan permasalahan.

Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut.

1. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas.

2. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa

3. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.

Menggunakan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika dibutuhkan keterampilan sebagai berikut.

1. Menggunakan strategi pengajuan soal untuk menginvestigasi dan memecahkan masalah yang diajukan.

2. Memecahkan masalah dari situasi matematika dan kehidupan sehari-hari.

Page 39: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

3. Menggunakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mengemukakan masalah pada situasi matematika.

4. mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika.

5. Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi masalah baru.

6. Mengajukan masalah yang kompleks sebaik mungkin, begitu juga masalah yang sederhana.

7. Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam mengajukan masalah matematika.

8. Kemampuan untuk menghasilkan pertanyaan untuk mengembangkan strategi mengajukan masalah sebagai berikut.

a. Bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah ini?

b. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan yang lain?

c. Seberapa banyak solusi yang dapat saya temukan?

Memunculkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dianggap menjadi aktivitas utama dalam mengajukan masalah sebagaimana dijelaskan oleh English sebagai berikut.

1. Apakah gagasan penting dalam masalah ini?

2. Dimana lagi kita dapat menemukan gagasan yang sama dengan hal ini?

3. Dapatkah kita menggunakan informasi ini dalam satu cara yang berbeda untuk memecahkan suatu masalah?

4. Apakah kita cukup memiliki informasi penting untuk memecahkan masalah?

5. Bagaimana jika kita tidak memberikan semua informasi ini untuk membuat sebuah masalah yang berbeda?

6. Bagaimana mungkin kamu dapat merubah beberapa informasi ini?

Akan menjadi apakah masalah tersebut kemudian?

Rangkaian pertanyaan di atas menunjukkan apabila ada seorang guru yang tidak berpengalaman dalam mengajukan masalah dapat melakukan aktivitas bertanya tersebut.

Page 40: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

Strategi dalam pengajuan masalah dapat dilihat dari beberapa tinjauan literatur. Strategi ini dapat diterapkan dalam mengajukan masalah tertentu. Strategi tersebut mengemukakan ”bagaimana melihat” atau menemukan masalah (Dillon). Krutetskii memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Hashimoto bertanya ”bagaimana jika”, dan ”bagaimana jika tidak” Brown Walter. Mempertimbangkan hubungan yang baru dari masalah baru (Polya). Strategi lain dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengikuti hubungan tersebut (Krutelskii). Cara melihat atau menemukan masalah sejenis dengan gabungan strategi dalam perumusan masalah (Kilpatrick). Strategi ini berada pada penemuan tingkatan masalah (Dillon). Masalah tersebut ditampilkan pada penguji coba atau orang lain yang mengajukan pertanyaan, yang perlu dilakukan penanya adalah menemukannya.

Strategi lain adalah untuk memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Ini serupa dengan penggunaan analogi dalam menghasilkan masalah baru yang terkait (Kilpatrick). dalam studi ini, terdapat dua strategi berbeda yang dikembangkan sebagai berikut.

1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah matematika dari masalah yang ada dalam buku pelajaran. Kilpatrick menjelaskan bahwa ada dua tahap dalam proses penyelesaian masalah selama masalah baru diciptakan. Penyelesaian masalah bisa dengan mengubah beberapa atau semua kondisi masalah untuk melihat masalah baru, apa yang mungkin dihasilkan dan setelah masalah diselesaikan. Penyelesaian masalah bisa dengan meninjau ulang bagaimana solusi dipengaruhi oleh berbagai macam permasalahan.

Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.

a. Memilih satu masalah dari buku pelajaran matematika atau buku LKS matematika.

b. Menentuan kondisi dari permasalahan yang diberikan dan hal yang tidak diketahui.

c. Mengubah kondisi masalah dalam dua cara yang berbeda Pertama, tambahkan lagi beberapa kondisi atau kondisi baru pada masalah asli kemudian rumuskan satu pertanyaan baru. kedua, pindahkan kondisi dari masalah asli kemudian rumuskan pertanyaan baru.

2. Mengajukan masalah matematika dari situasi yang belum terstruktur. Stoyanove menjelaskan situasi masalah yang belum terstrukstur sebagai situasi terbuka yang diberikan dan menggunakan format berikut.

a. Masalah open-ended (penyelidikan matematis).

Page 41: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

b. Masalah yang sejenis dengan masalah yang diberikan.

c. Masalah dengan solusi serupa.

d. Masalah berkaitan dengan dalil khusus.

e. Masalah yang berasal dari gambaran yang diberikan

f. Masalah kata-kata.

Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.

a. Situasi kehidupan sehari-hari yang ditampilkan pada semua siswa.

b. Siswa diminta melengkapi situasi dari pandangan mereka untuk menyatakan masalahyang berasal dari situasi yang dibentuk.

c. Masing-masing siswa telah melengkapi masalah dari situasi tertentu untuk kemudian mengajukan beberapa pertanyaan dari situasi tersebut

d. Tulis semua masalah yang diajukan yang berkaitan dengan masalah tersebut.

(Abu-Elwan, 2007:2-5)

Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dariguru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Hasil belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya di depan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan

http://herdy07.wordpress.com/2009/04/19/model-pembelajaran-problem-posing/

Pengertian Pendekatan Problem PosingPosted on April 10, 2010    

Page 42: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

   1 Vote

Pengertian Pendekatan Problem Posing

Menurut Brown dan Walter dalam Kadir (2006:7), pada tahun 1989 untuk pertama kalinya istilah problem posing diakui secara resmi oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari national program for re-direction of mathematics education (reformasi pendidikan matematika). Selanjutnya istilah ini dipopulerkan dalam berbagai media seperti buku teks, jurnal serta menjadi saran yang konstruktif dan mutakhir dalam pembelajaran matematika. Problem posing berasal dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata problem dan pose. Problem diartikan sebagai soal, masalah atau persoalan, dan pose yang diartikan sebagai mengajukan (Echols dan Shadily, 1990:439 dan 448). Beberapa peneliti menggunakan istilah lain sebagai padanan kata problem posing dalam penelitiannya seperti pembentukan soal, pembuatan soal, dan pengajuan soal (Yansen, 2005:9).Suryanto (Sutiarso: 2000) mengemukakan bahwa problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah “merumuskan masalah (soal)” atau “membuat masalah (soal)”. Sedangkan menurut Silver (Sutiarso: 2000) bahwa dalam pustaka pendidikan matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama, problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit (problem posing sebagai salah satu langkah problem solving). Kedua, problem posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (sama dengan mengkaji kembali langkah problem solving yang telah dilakukan). Ketiga, problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang diberikan.Sedangkan The Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics merumuskan secara eksplisit bahwa siswa harus mempunyai pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal (masalah) mereka sendiri. Lebih jauh The Professional Standards for Teaching Mathematics menyarankan hal yang penting bagi guru-guru untuk menyusun soal-soal mereka sendiri. Siswa perlu diberi kesempatan merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut (Silver & Cai, 1996).Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan pengertian problem posing adalah perumusan atau pembuatan masalah/soal sendiri oleh siswa berdasarkan stimulus yang diberikan.

Page 43: PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM.doc

sumber : http://www.muhfida.com/, http://www.muhfida.com/pendekatanproblemposing.html

http://aqilacourse.com/2010/04/10/pengertian-pendekatan-problem-posing/