Upload
phamdat
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PEMBELAJARAN SIKAP SOSIAL MELALUI PERMAINAN
TRADISIONAL GOBAK SODOR PADA SISWA KELAS B DI TK
PANCASILA KEC. AMBARAWA KAB. SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh :
A. ANAS RUDIN
NIM.11613009
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
v
MOTTO
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karibkerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh294, dan teman
sejawat, ibnu sabil295 dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,……….
vi
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :
Ayah & Ibu, Terima kasih atas doa, pengorbanan, dorongan dan
kesabarannya.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat, karunia, dan berkah-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “Pembelajaran Sikap Sosial
Melalui Permainan Tradisional Gobak Sodor Pada Siswa Kelas B di TK Pancasila
Kecamatan Ambarawa Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017”.
Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa risalah islam yang penuh dengan
ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal
hidup kita di dunia dan di akhirat.
Di dalam penulisan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan
dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., Rektor IAIN Salatiga yang telah memberikan
kesempatan belajar pada penelitian.
2. Suwardi, M.Pd., Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yang telah
memberikan izin penelitian.
3. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. Ketua Jurusan Pendidikan Guru Islam Anak Usia
Dini yang telah memberikan izin penyusunan penelitian.
4. Drs. Sumarno Widjadipa, M.Pd selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan fikirannya serta dengan tekun dan
sabar memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
5. Dra. Siti Farikhah, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberi motivasi dan bimbingan terutama pada saat-saat pergantian
semester.
6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membimbing, mendidik dan
memberikan pencerahan untuk selalu berpikir kritis, edukatif, dan inovatif
selama berada di lingkungan Kampus IAIN Salatiga.
viii
7. Bu Ismaiyah, S.Pd. AUD, selaku Kepala Sekolah TK Pancasila Ngampin,
Ambarawa. yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan
penelitian.
8. Siswa-Siswi kelompk TK B Pancasila Ngamping Ambarawa
9. Teman-teman PIAUD 2013 yang selalu bersama dalam suka dan duka.
10. Seluruh siswa kelas TK B Pancasila Ngampin Ambarawa. yang telah
membantu peneliti melaksanakan penelitian.
11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun tak terlupakan
bantuannya yang turut dalam penyelesaian penelitian.
Akhirnya, semoga segala bantuannya yang tidak ternilai ini
mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan balasan yang sepantasnya, dan
semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sendiri pada khususnya dan bagi
para pembaca pada umumnya. Amin.
Salatiga, Agustus 2017
Penulis,
A. Anas Rudin
ix
ABSTRAK
Rudin, Abdullah Anas. 2017. Pembelajaran Sikap Sosial Melalui Permainan
Tradisional Gobak Sodor Pada Siswa Kelas B di TK Pancasila
Kecamatan Ambarawa Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017.
Skripsi. Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan
Islam Anak Usia Dini Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing
Drs. Sumarno Widjadipa.M.Pd.
Kata Kunci : Sikap Sosial, Permainan Tradisional
Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan rendahnya sikap sosial
siswa di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Atas dasar
tersebut peneliti merasa ingin dan perlu memberikan motivasi juga inovasi kepada
guru-guru di TK Pancasila, terutama dalam rangka meningkatkan sikap sosial
siswa melalui kegiatan permainan, dalam hal ini gobak sodor. Hal tersebut dengan
pertimbangan, bahwa gobak sodor merupakan salah satu jenis permainan
tradisional yang dapat menumbuhkan sikap sosial pada anak salah satunya.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi menggunakan
cheklist sebagai instrumen penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan pre dan
post, yaitu sesudah dan sebelum penelitian dilaksanakan subjek penelitan ini
adalah kelas B sebanyak 19 orang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 7 siswi
perempuan, dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2016/2017 pada bulan
Maret 2017. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi selama
tindakan permainan dan pembelajaran berlangsung.
Permainan tradisional “gobak sodor” dapat dijadikan sebagai pembelajaran
sikap sosial siswa Kelas B di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kab. Semarang
Tahun Pelajaran 2016/2017, ditunjukkan nilai p-value (0,000) < 0,05. Selain itu
juga ditunjukkan dari hasil analisis statistik deskriptif dimana pada awal penilaian
(pre test) mayoritas siswa dinilai memiliki sikap sosial yang kurang (17 orang
atau 89,50%) dan minoritas siswa dinilai memiliki sikap sosial cukup (2 orang
atau 10,50%), sedang pada akhir penilaian (post test), mayoritas siswa dinilai
memiliki sikap sosial yang cukup (10 orang atau 52,60%), baik (7 orang atau
36,80%), sementara 1 orang siswa lainnya (5,30%) dinilai memiliki sikap sosial
yang sangat baik, dan hanya 1 siswa saja (5,30%) yang dinilai memiliki sikap
sosial yang kurang. Hal tersebut membuktikan bahwa secara deskriptif terdapat
peningkatan sikap sosial siswa setelah dilakukan permainan Gobag Sodor.
x
DAFTAR ISI
LOGO ................................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iii
PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................ v
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
D. Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 7
E. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
F. Definisi Operasional ....................................................................................... 9
G. Metode Penelitian ........................................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Sikap Sosial .................................................................................................... 17
B. Permainan Tradisional ................................................................................... 20
C. Hubungan Permainan Tradisional Gobak Sodor dengan Sikap Sosial ........... 43
xi
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Deskripsi Objek Penelitian .............................................................................. 48
B. Deskripsi Data Penelitian ................................................................................ 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Uji Normalitas Data ....................................................................................... 55
B. Uji Paired t-Test (Uji t untuk Sampel Berpasangan/Dependen) .................... 56
C. Pembahasan ................................................................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Definisi Operasional Variabel .......................................................................... 11
Tabel 3.1 Fasilitas Yang Dimiliki Sekolah ...................................................................... 51
Tabel 3.2 Jenis Kelamin Siswa TK Kelas B .................................................................... 52
Tabel 3.3 Penilaian Awal (pre test) Sikap Sosial ............................................................. 53
Tabel 3.4 Penilaian Akhir (post test) Sikap Sosial ............................................................ 54
Tabel 4.1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test .......................................................... 55
Tabel 4.2 Hasil Analisis Paired Sample t-test .................................................................. 56
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Lapangan Gobak Sodor ............................................................................... 37
Gambar 2.2. Tim Serang Berusaha Memasuki Lapangan ................................................ 38
Gambar 2.3. Tim Serang Berusaha Memasuki Lapangan ................................................ 39
Gambar 3.1. Struktur Organisasi TK Pancasila ............................................................... 49
Gambar 4.1. Grafik Penilaian Pre dan Post Sikap Sosial Siswa ...................................... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan
pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah-sekolah
yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir
hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan
rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak
relevan dengan kehidupan sehari hari para siswa. Saatnya para pengambil
kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya
persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka-
angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa
menciptakan pengalaman-pengalaman bagi siswa untuk membangun dan
membentuk karakter.
Dalam Islam konsep karakter merupakan konsep yang dapat
dipersamakan dengan konsep akhlak. Adapun tokoh-tokoh yang dikenal
dalam pengembangan konsep tersebut, yaitu Ibnu Miskawaih, Al-Qabisi, Ibn
Sina, Al-Ghazali dan Al-Zarnuji, dalam kajian mereka menunjukkan bahwa
tujuan puncak pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam
perilaku anak didik. Karakter positif ini tiada lain adalah penjelmaan sifat-
sifat mulia Tuhan dalam kehidupan manusia (Ilyas, 2007). Adapun salah satu
2
bentuk karakter yang penting untuk dibangun adalah tunbuhnya sikap sosial
dalam diri siswa yang positif.
Sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan
nyata dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial dinyatakan tidak
oleh seorang tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Objeknya
adalah objek sosial (banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan berulang-
ulang (Abu Ahmadi, 2007:152). Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Rufaida (2013), bahwa sikap sosial sangat dibutuhkan untuk menjalin
hubungan dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Sikap sosial
merupakan suatu tindakan seseorang untuk hidup dalam masyarakatnya
seperti saling membantu, saling menghormati, saling berinteraksi, dan
sebagainya. Sikap sosial perlu dikembangkan karena dapat menciptakan
suasana hidup yang damai, rukun, nyaman, dan tentram.
Sikap sosial yang muncul dalam diri siswa sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut berupa lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Apabila lingkungan sosial yang dimaksud
memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara
positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang
(Danim, 2011). Namun sebaliknya, apabila lingkungan sosial itu kurang
kondusif, maka sikap sosial anak cenderung menampilkan perilaku yang
menyimpang.
Di sekolah, guru memiliki peran penting dalam mengembangkan
sikap sosial siswa. Guru dapat membantu siswa dalam menggunakan seluruh
3
potensinya untuk mencapai aktualisasi diri yang maksimal. Ketika berada di
ruang kelas, guru memegang peranan penting dalam mengarahkan siswa
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, termasuk pengembangan sikap
sosialnya. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, hal yang demikian bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (UU RI No. 20 Tahun 2003).
Pentingnya sikap sosial yang positif juga disinggung dalam Qs.
Surah Al A’raf ayat 199
Artinya:
Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang ma’ruf serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh (DEPAG RI, Edisi Baru
Revisi Terjemahan 1989).
Penggalan ayat tersebut menerangkan tentang salah satu bentuk
sikap sosial yang positif, berupa seruan kepada setiap manusia untuk memberi
maaf kepada sesama yang telah berbuat salah. Dijelaskan oleh Sudiro
(1990:149), dalam memberi maaf, semua luka dan penderitaan dikorbankan
dalam arti dilepaskan. Dengan tumbuhnya sikap pemaaf dalam diri seseorang,
maka akan terjadi hubungan yang harmonis dengan sesama.
4
Taman Kanak-Kanak merupakan wadah bagi anak belajar sambil
bermain yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada anak untuk
belajar bersosialisasi melalui kegiatan bermain, dimana kegiatan dilakukan
lebih pada situasi yang agak formal dan berstruktur sesuai dengan ukuran
kurikulum yang berlaku dan sudah pasti kurikulum Taman Kanak-Kanak. Di
Taman Kanak-Kanak anak secara bertahap diperkenalkan, diajarkan, dan
dituntut untuk mengikuti berbagai keharusan yang kelak di Sekolah Dasar dia
temui dengan sikap dan cara yang menarik, yaitu belajar sambil sambil
bermain (Sari, 1996: 83; Hamdanah, 2005:58).
Ki Hajar Dewantara (1977:243) mengatakan bermain merupakan
kegiatan keseharian setiap anak. Hal yang serupa diungkapkan oleh
Tedjasaputra (2001:14) dimana bermain adalah dunia kerja anak usia
prasekolah dan menjadi hak setiap anak untuk bermain, tanpa dibatasi usia.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain pada
masa kanak-kanak merupakan kegiatan keseharian sebagai dasar
pembelajaran yang dilakukan dengan serius oleh setiap anak secara alamiah
mengenai diri sendiri dan lingkungannya dan pekerjaan anak yang
menunjukkan tingkah laku yang menyenangkan, dinamis, aktif, dan
konstruktif.
Hasil observasi prapenelitian di TK Pancasila ditemukan bahwa
kegiatan bermain bukanlah salah satu metode yang sering dilakukan. Hasil
pengamatan ditemukan masalah tentang sikap sosial siswa, seperti: siswa
yang cenderung senang bermain sendiri di dalam kelas, tidak mau
5
mendengarkan apa yang disampaikan guru, tidak mau berinteraksi dan
bersosialisasi dengan anak lain, suka mengganggu anak lain, sukar diatur, dan
suka membantah. Atas dasar tersebut peneliti merasa ingin dan perlu
memberikan motivasi juga inovasi kepada guru-guru di TK Pancasila,
terutama dalam rangka meningkatkan sikap sosial anak melalui kegiatan
permainan.
Salah satu jenis permainan tradisional yang dapat menumbuhkan
sikap sosial pada anak salah satunya adalah gobak sodor (Wahyuni, 2009 ;
Hanrianto, 2014). Pemilihan permainan sodor berdasarkan pertimbangan,
sebagaimana pendapat Husna (2009) dalam Hanrianto (2014), bahwa
permainan sodor membutuhkan strategi yang bagus, ketangkasan, kerjasama,
kepemimpinan, kejujuran, serta wawasan yang bagus dalam memainkannya.
Gobag Sodor merupakan permainan yang dilakukan dalam sebuah
arena bujur sangkar yang dibatasi dengan garis kapur, terdiri dua team dengan
masing-masing tiga orang penjaga, satu team bermain sebagai penjaga dan
team lawan bermain sebagai pemain, secara bergantian setiap anggota team
pemain akan berusaha mencapai garis belakang arena (the door) dan anggota
team penjaga akan mencegahnya. Jika pemain tersentuh penjaga, maka kedua
team bergantian sebagai pemain dan penjaga (Ariani, 1998:2).
Gobak sodor merupakan permainan olahraga beregu yang
membutuhkan kerjasama tim dalam sebuah regu. Selain membutuhkan
keterlibatan kerjasama antar individu dalam sebuah tim, permainan gobak
sodor juga merupakan cabang olahraga yang memiliki unsur gerak yang
6
kompleks. Dalam pelaksanaannya pada permainan gobak sodor terlibat
beberapa unsur penguasaan keterampilan diantaranya penguasaan
keterampilan teknik, keterampilan taktik, keterampilan fisik, serta mental
(Ariani, 1998:2).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
permainan gobak sodor dapat memberikan banyak manfaat bagi siswa,
diantaranya adalah menumbuhkan sikap sosial pada anak. Hal inilah yang
menjadikan alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pembelajaran Sikap Sosial Melalui Permainan Tradisional Gobak Sodor
Pada Siswa Kelas B di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kab. Semarang
Tahun Pelajaran 2016/2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Apakah permainan tradisional gobak sodor dapat dijadikan sebagai
pembelajaran sikap sosial Siswa Kelas B di TK Pancasila Kecamatan
Ambarawa Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :
7
Untuk mengetahui apakah permainan tradisional “gobak sodor” dapat
dijadikan sebagai pembelajaran sikap sosial siswa Kelas B di TK Pancasila
Kecamatan Ambarawa Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap
pertanyaan penelitian dan harus diuji kebenarannya lewat pengumpulan
data-data dan penganalisaan data penelitian (Azwar, 2003 : 49).
Dalam penulisan ini, hipotesis yang penulis ajukan adalah sebagai
berikut:
Permainan tradisional gobak sodor dapat dijadikan sebagai pembelajaran
sikap sosial siswa Kelas B di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kab.
Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017.
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan dan memberikan
sumbangan bagi pendidikan khususnya terkait dengan masalah
“Pembelajaran Sikap Sosial Melalui Permainan Tradisional Gobak Sodor
Pada Siswa Kelas B di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kab.
Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017.
8
2. Manfaat Praktis
a. Bagi TK Pancasila
1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi tentang
pentingnya permainan tradisional khususnya gobak sodor sebagai
upaya untuk meningkatkan sikap sosial siswa.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan
khususnya bagi pihak pengelola sekolah tentang pentingnya
pentingnya permainan tradisional khususnya gobak sodor sebagai
upaya untuk meningkatkan sikap sosial siswa.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana implementasi/penerapan
teori-teori yang selama ini diperoleh selama perkualiahan dengan
kondisi nyata di lapangan khususnya terkait dengan peningkatkan
sikap sosial siswa TK melalui permainan tradisional, khususnya gobak
sodor.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi bagi peneliti
selanjutnya yang mengambil topik yang sama tentang peningkatan
sikap sosial siswa melalui permainan tradisional.
9
F. Definisi Operasional
1. Sikap Sosial
Sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan
perbuatan nyata dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial
dinyatakan tidak oleh seorang tetapi diperhatikan oleh orang-orang
sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial (banyak orang dalam
kelompok) dan dinyatakan berulang-ulang (Ahmadi, 2007: 152).
Penelitian terbaru mengatakan bahwa pada diri anak tertanam
sejak lahir untuk berhubungan dengan orang lain, dan bahwa anak-anak
yang memiliki hubungan yang nyaman dengan keluarga, teman, sekolah
dan masyarakat cenderung untuk tidak berbuat nakal. Untuk itu
kontribusi anggota komunitas mereka sangat menentukan anak dalam
belajar keterampilan sosial dan kehidupan yang diperlukan (Jane Nelsen
dalam Hidayat, Danarti, dan Darwati, 2016).
Dikemukan oleh Jane Nelsen dalam Hidayat, Danarti, dan
Darwati (2016), bahwa untuk menilai sikap sosial siswa dapat merujuk
pada unsur-unsur sebagai berikut, yaitu: 1) Anak memiliki kenyamanan
dalam hubungan sosial, hal tersebut tampak pada sikap anak yang ikut
memiliki, dan diakui keberadaannya oleh rekan-rekannya, 2) Anak
memiliki kemampuan untuk saling menghormati dan saling
menggembirakan, hal tersebut tampak dari sikap anak yang dapat ramah
dan tegas dalam waktu bersamaan, 3) Anak memiliki keterampilan sosial
dan life skill yang baik, hal tersebut tampak dari sikap anak yang
10
menghormati, peduli terhadap orang lain, mampu memecahkan masalah,
mampu bekerja sama, dan mampu memberikan kontribusi, 4) Anak
memiliki kemampuan untuk menumbuhkan potensinya, hal tersebut
nampak pada sikap anak untuk berusaha menggunakan kekuatannya
sendiri mandiri dan konstruktif.
2. Gobag Sodor
Gobag Sodor merupakan permainan yang dilakukan dalam
sebuah arena bujur sangkar yang dibatasi dengan garis kapur, terdiri dua
team dengan masing-masing tiga orang penjaga, satu team bermain
sebagai penjaga dan team lawan bermain sebagai pemain, secara
bergantian setiap anggota team pemain akan berusaha mencapai garis
belakang arena (the door) dan anggota team penjaga akan mencegahnya
(Ariani, 1998:2).
Untuk mempermudah menjelaskan variabel dan definisi operasional
dalam penelitian ini maka peneliti membuat tabel 1.1 seperti berikut ini:
11
Tabel 1.1.
Definisi Operasional Variabel
No Variabel Indikator Sub Indikator Skala Ukur
1 Gobag Sodor - - - 2 Sikap Sosial 1. Anak memiliki
kenyamanan
dalam hubungan
sosial
a. Sikap anak yang ikut
memiliki team.
b. Keradaan anak diakui oleh
rekan-rekan teamnya.
Likert (STS-
SS), dimana
STS= 1, dan
SS= 4
2. Anak memiliki
kemampuan
untuk saling
menghormati dan
saling
menggembirakan
Sikap anak yang dapat ramah
dan tegas dalam waktu
bersamaan
3. Anak memiliki
keterampilan
sosial dan life
skill yang baik
a. Sikap anak yang
menghormati rekan
permainan.
b. Peduli terhadap rekan team.
c. Mampu memecahkan
masalah pada team.
d. Mampu bekerja sama
dengan rekan team
e. Mampu memberikan
kontribusi pada team
dengan baik.
4. Anak memiliki
kemampuan
untuk
menumbuhkan
potensinya
a. Sikap anak yang mandiri.
b. Sikap anak yang kontruktif
selama permainan
berlangsung
G. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Rancangan atau desain penelitian ini merupakan eksperimen
kuasi (Pre Experiment Design) yang tujuannya untuk memperoleh
informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya
dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan
memanipulasikan semua variabel yang relevan (Emzir, 2012:96).
Jenis penelitian desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah satu kelompok prates postes (The One Group Pretest Posttest)
12
(Emzir, 2012:96). Rancangan dalam penelitian ini digambarkan sebagai
berikut:
O1 ( X ) O2
Keterangan:
X = Perlakukan
O1 = Pretest
O2 = Posttest
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa
Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017. Waktu penelitian Maret
2017.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang
lingkup yang ingin diteliti (Supramono dan Sugiarto, 2003 : 2). Dalam
penelitian ini populasi yang dimaksud adalah seluruh siswa Kelas B di
TK Pancasila yang berjumlah 19 orang.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti, yang
ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau
menggambarkan ciri-ciri dan keberadaan populasi yang sebenarnya
(Supramono dan Sugiarto, 2003 : 13).
13
Mengingat jumlah populasi yang kurang dari 100, maka
seluruh populasi dijadikan sampel, sehingga penelitian ini dinamakan
penelitian populasi/sensus (Arikunto, 2003 : 67). Dengan demikian
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 19 orang siswa Kelas B di
TK Pancasila.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa check list.
Check list adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek, dan
beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan. Pengamat
tinggal memberikan tanda check (X) pada daftar tersebut yang
menunjukkan adanya gejala/ciri dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo,
2002:116).
Check list dalam hal ini digunakan sebagai lembar penilaian
sikap sosial siswa saat melakukan permainan gobak sodor. Adapun
dalam dalam hal ini yang dinilai adalah:
1. Anak memiliki kenyamanan
dalam hubungan sosial
a. Sikap anak yang ikut memiliki team.
b. Keberadaan anak diakui oleh rekan-
rekan teamnya.
2. Anak memiliki kemampuan
untuk saling menghormati dan
saling menggembirakan
Sikap anak yang dapat ramah dan tegas
dalam waktu bersamaan
3. Anak memiliki keterampilan
sosial dan life skill yang baik
a. Sikap anak yang menghormati rekan
permainan.
b. Peduli terhadap rekan team.
c. Mampu memecahkan masalah pada
team.
d. Mampu bekerja sama dengan rekan
14
team
e. Mampu memberikan kontribusi pada
team dengan baik.
4. Anak memiliki kemampuan
untuk menumbuhkan potensinya
a. Sikap anak yang mandiri.
b. Sikap anak yang kontruktif selama
permainan berlangsung
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh
peneliti di dalam mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini, yaitu: observasi. Observasi adalah suatu pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek
penelitian (Margono, 2009:158). Untuk kepentingan observasi tersebut
peneliti menggunakan alat bantu berupa check list. Check list adalah
suatu daftar pengecek, berisi nama subjek, dan beberapa gejala/identitas
lainnya dari sasaran pengamatan. Pengamat tinggal memberikan tanda
check (X) pada daftar tersebut yang menunjukkan adanya gejala/ciri dari
sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2002:116).
6. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini data hasil penelitian akan dilakukan analisis
statistik deskriptif, dan menggunakan analisis Paired Sample T-test atau
Wilcoxon. Berikut penjelasannya,
15
a. Statistik Deskriptif
Untuk mempermudah pembahasan mengenai penilaian
pernyataan-pernyataan dalam penelitian ini dengan menggunakan
skala Likert, dimana masing-masing pernyataan diberikan 4 (empat)
pilihan jawaban dengan ketentuan sebagai berikut: sangat tidak
setuju (STS) bernilai 1, tidak setuju (TS) bernilai 2, setuju (S)
bernilai 3, dan sangat setuju (SS) bernilai 4.
Untuk mengetahui kriteria tanggapan responden terhadap
variabel penelitian, maka digunakan rumus sebagai berikut:
875,74
1)1040(
4
1)( NtrNTInterval
Keterangan:
NT : Nilai tertinggi (Skor tertinggi x Jumlah Pernyataan)
Ntr : Nilai terendah (Skor terendah x Jumlah Pernyataan)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh range nilai distribusi
frekuensi di bawah ini:
Kriteria Penilaian
10 – 17 : Kurang
18 – 25 : Cukup
26 – 33 : Baik
34 – 40 : Sangat Baik
Langkah selanjutnya adalah menganalisis dan
menginterpretasikan hasil penelitian dengan ketentuan sebagai
berikut: 1) Mengidentifikasi kelompok untuk nilai rata-rata penilaian
16
kedisiplanan siswa per indikator, 2) Memberikan interpretasi
berdasarkan kategori yang sudah dibuat.
b. Analisis Statistik
Analisis data secara statistik digunakan untuk mendukung
hasil analisis deskriptif secara empirik. Analisis data pada penelitian
ini menggunakan hasil pre dan post perlakuan dengan Paired Sample
T-test bila distribusi data normal atau menggunakan Wilcoxon jika
data berdistribusi tidak normal (Supramono dan Sugiarto, 2003:197).
Normalitas data dapat diuji dengan uji normalitas Kolmogorov
Smirnov (Ghozali, 2004:114). Hipotesis dalam penelitian ini
diterima, jika nilai sig. hasil penelitian atau p-value < α=5%.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sikap Sosial
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang.
Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap
suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Sikap merupakan suatu
perbuatan atau tingkah laku sebagai reaksi (respons) terhadap sesuatu
rangsangan atau stimulus, yang disertai dengan pendirian dan
perasaan orang itu. Tiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda
terhadap suatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang
ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam
bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan juga
situasi lingkungan. Demikian pula sikap pada diri seseorang terhadap
sesuatu perangsang yang sama mungkin juga tidak selalu sama.
Bagaimana sikap kita terhadap berbagai hal di dalam hidup kita,
adalah termasuk ke dalam kepribadian kita. Di dalam kehidupan
manusia, sikap selalu mengalami perubahan dan perkembangan
(Purwanto, 2003, dalam Panggabean, 2008).
Harvery dan Smith dalam Ahmadi (2007: 150) mendefinisikan
sikap sebagai kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk
positif atau negatif terhadap objek atau situasi. Sedang menurut
18
Atkinson dkk dalam Taufiq (2008: 371) mengemukakan sikap
meliputi rasa suka dan tidak suka; mendekati atau menghindari situasi,
benda, orang, kelompok, dan aspek lingkungan yang dapat dikenal
lainnya, termasuk gagasan abstrak, dan kebijakan sosial.
Menurut Davidoff dalam Juniati (1991: 333), sikap adalah
konsep evaluatif yang telah dipelajari dan dikaitkan dengan pola
pikiran, perasaan, dan perilaku. Sementara menurut Gamea &
Faustino dalam Martini (2007) mendefinisikan sikap adalah perasaan
positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan,
dipelajari, dan diatur melalui pengalaman, yang memberikan pengaruh
khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek, dan keadaan.
Dari beberapa pengertian sikap yang dikemukan tersebut di
atas, meskipun ada beberapa perbedaan pcngertian tentang sikap,
namun ada beberapa ciri yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli
setuju bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari yang
mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya,
biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama, dan
komposisinya hampir selalu kompleks. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan pengertian sikap sebagai kesiapan merespons yang
sifatnya positif atau negatif.
19
2. Pengertian Sikap Sosial
Ahmadi (2007:152) mendefinisikan sikap sosial sebagai
kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata dan berulang-
ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial dinyatakan tidak oleh
seorang tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya.
Objeknya adalah objek sosial (banyak orang dalam kelompok) dan
dinyatakan berulang-ulang. Misalnya sikap masyarakat terhadap
bendera kebangsaan, mereka selalu menghormatinya dengan cara
khidmat dan berulang-ulang pada harihari nasional di negara
Indonesia. Contoh lainnya sikap berkabung seluruh anggota kelompok
karena meninggalnya seorang pahlawannya.
Adi (1994:179) mendefinisikan sikap sosial sebagai sikap yang
diyakini (dianut) sekelompok orang terhadap suatu objek. Chaplin
dalam Kartini Kartono (2006: 469) mendefinisikan social attitudes
(sikap sosial) yaitu (1) satu predisposisi atau kecenderungan untuk
bertingkah laku dengan cara tertentu terhadap orang lain; (2) satu
pendapat umum; dan (3) satu sikap yang terarah kepada tujuan-tujuan
sosial, sebagai lawan dari sikap yang terarah pada tujuan-tujuan prive
(pribadi).
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa sikap sosial adalah kesadaran individu
yang menentukan perbuatan nyata untuk bertingkah laku dengan cara
tertentu terhadap orang lain dan mementingkan tujuan-tujuan sosial
20
daripada tujuan pribadi dalam kehidupan masyarakat. Indikator yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menunjukkan sikap terbuka
pada teman, membentuk pendapat secara jelas, melakukan sesuatu
dengan kerjasama, menunjukkan sikap peduli kepada teman,
merasakan apa yang dirasakan teman, membangun suasana yang
komunikatif, melaksanakan tanggung jawab, mendengarkan pendapat
teman, menghargai orang lain, dan menunjukkan sikap suka menolong
teman.
3. Pembentukan Sikap Sosial
Seperti halnya kemampuan yang lain yang dimiliki oleh
manusia sikap juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ahmadi
(2007:156) menyebutkan bahwa sikap timbul karena adanya stimulus.
Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh
lingkungan sosial dan kebudayaan, misalnya: keluarga, sekolah,
norma, golongan agama, dan adat istiadat. Sikap tumbuh dan
berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi,
politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya, sikap
banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau grup. Hal ini
akan mengakibatkan perbedaan sikap antara individu yang satu
dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang
diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap
objek tertentu atau suatu objek..
21
Pendapat tersebut di atas senada dengan apa yang dikemukan
oleh Baron dan Byrne dalam Ratna Djuwita dkk (2009: 123), bahwa
salah satu sumber penting yang dapat membentuk sikap yaitu dengan
mengadopsi sikap orang lain melalui proses pembelajaran sosial.
Pandangan terbentuk ketika berinteraksi dengan orang lain atau
mengobservasi tingkah laku mereka. Pembelajaran ini terjadi melalui
beberapa proses yaitu:
a. Classical conditioning yaitu pembelajaran berdasarkan asosiasi,
ketika sebuah stimulus muncul berulang-ulang diikuti stimulus
yang lain, stimulus pertama akan dianggap sebagai tanda
munculnya stimulus yang mengikutinya.
b. Instrumental conditioning yaitu belajar untuk mempertahankan
pandangan yang benar.
c. Observational learning yaitu pembelajaran melalui
observasi/belajar dari contoh, proses ini terjadi ketika individu
mempelajari bentuk tingkah laku atau pemikiran baru dengan
mengobservasi tingkah laku orang lain.
d. Perbandingan sosial yaitu proses membandingkan diri dengan
orang lain untuk menentukan pandangan kita terhadap kenyataan
sosial benar atau salah.
Sama halnya dengan Sears dkk dalam Adryanto dan Soekrisno
(2009:198) menyatakan “suatu model tentang situasi perubahan sikap
yang mengklasifikasikan berbagai kemungkinan pengaruh terhadap
22
seseorang dipandang dari sudut komunikasi dan situasi”. Terjadinya
perubahan sikap akan semakin besar apabila sumber dapat dipercaya
dan secara umum disukai oleh orang tersebut. Pengulangan pesan
merupakan sesuatu yang penting apabila perubahan sikap
dipertahankan. Pengulangan yang terlalu banyak akan menimbulkan
kebosanan dan mengurangi dukungan terhadap perubahan sikap.
Dengan begitu maka terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan sikap sosial, yaitu:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia
itu sendiri.
Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk
menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh dari luar yang
biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri
manusia, terutama yang menjadi minat perhatian.
b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia.
Faktor ini berupa interaksi sosial di dalam maupun di luar
kelompok. (Ahmadi, 2007: 157).
Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan
sendirinya. Sikap terbentuk karena hubungannya dengan suatu objek,
orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu,
hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster,
radio, televisi, dan sebagainya. Lingkungan yang terdekat dengan
kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan seperti lingkungan
23
sekolah. Dalam penelitian ini pembentukan sikap dengan
menggunakan pendekatan permainan tradisional gobag sodor, melalui
permainan ini diharapkan dapat menumbuhkan sikap sosial siswa,
sebab dalam permainan ini dilakukan secara berkelompok atau team.
Sehingga kelompok yang ingin memenangkan permainan perlu
melakukan kerjasama yang baik dengan team atau kelompoknya.
Untuk melakukan kerjasama yang baik tentu diperlukan sikap-sikap
sosial yang baik oleh sesama anggota team, hal tersebut akan tampak
dari sikap anak yang ikut memiliki, dan diakui keberadaannya oleh
rekan-rekannya, sikap anak yang dapat ramah dan tegas dalam waktu
bersamaan, sikap anak yang menghormati, peduli terhadap orang lain,
mampu memecahkan masalah, mampu bekerja sama, dan mampu
memberikan kontribusi, sikap anak untuk berusaha menggunakan
kekuatannya sendiri mandiri dan konstruktif (Jane Nelsen yang
dikutip Hidayat, Danarti, dan Darwati, 2016).
4. Sikap sosial dalam konsep Islam
Sikap sosial dalam konsep Islam juga dipandang merupakan
hal yang penting sangat penting. Hal tersebut dapat dilihat beberapa
surat dalam Al Qur’an yang menekankan bersikap sopan santun
terhadap sesama umat manusia, memberi maaf kepada orang lain yang
berbuat salah, dan saling tolong menolong terhadap sesama. Hal-hal
tersebut dapat dilihat dalam Surat Al Qolam ayat 4, Surat Al A’raf
ayat 199, dan Surat Al Maidah ayat 2.
24
a. Adab atau sopan santun
Adab atau sopan santun terhadap sesama umat manusia
merupakan ajaran islam, yang telah diajarkan Nabi Muhammad
SAW terhadap umat islam dengan bersikap ramah, sopan santun,
serta lemah lembut terhadap teman adalah seperti apapun yang
dilakukan nabi, sehingga Nabi mendapat julukan uswatun
hasanah, karena beliau adalah orang yang paling berakhlak mulia.
Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Surah Al Qolam ayat 4,
berikut kutipannya:
Artinya:
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung (DEPAG RI, Edisi Baru Revisi Terjemahan 1989).
b. Memberi maaf kepada sesama
Pemberi adalah sesuatu perbuatan yang terpuji. Apalagi
memberi maaf kepada teman yang telah berbuat salah. Dalam
memberi maaf, semua luka dan penderitaan dikorbarkan dalam
arti dilepaskan (Sudiro, 1990: 149). Dengan sikap pemaaf, maka
akan terjadi hubungan yang harmonis terhadap teman, sehingga
dalam berteman akan banyaklah teman. Sebagaimana firman
Allah dalam Qs. Surah Al A’raf ayat 199, berikut kutipannya :
25
Artinya:
Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang
ma’ruf serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh
(DEPAG RI, Edisi Baru Revisi Terjemahan 1989).
c. Hidup saling tolong menolong
Tidak selamanya orang hidup berada dalam kecukupan
dan kelebihan. Suatu saat, ia pasti mengalami kekurangan yang
membutuhkan uluran tangan orang lain. Pada saat inilah peran
teman sangat dibutuhkan. Bisa saja ia butuh bantuan materi
seperti uang, barang, dan yang lainya, atau bantuan nonmateri
seperti gagasan, dukungan, doa, dan yang lainnya. Akhlak islam
juga mengajarkan bahwa orang yang berbeda dalam kesusahan
harus dibantu dengan semampunya (Salamilloh, 2008: 98).
Menolong sesama muslim yang sangat membutuhkan
pertolongan, hal ini ditandaskan secara langsung oleh Rasulullah
saw. dalam hadis berikut, “Tolonglah saudaramu, ketika ia
berlaku zalim atau dizalimi”. Rasulullah saw. ditanya tentang cara
menolong orang yang zalim. Beliau bersabda, “Engkau
melarangnya berbuat zalim dan mencegahnya. Itulah
pertolonganmu terhadapnya” (H.R. al-Bukhari dan Muslim).
Begitu pula Allah telah memerintahkan umat manusia
untuk tolong-menolong sebagaimana firman Allah dalam Qs.
Surah Al Maidah ayat 2, berikut kutipannya:
26
Artinya:
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-
syi'ar Allah, & jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang, dan binatang-
binatang dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan
keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah haji, maka bolehlah berburu, dan janganlah sekali-kali
kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka), dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah
kamu kpd Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
(DEPAG RI, Edisi Baru Revisi Terjemahan 1989).
B. Permainan Tradisional
1. Definisi Permainan Tradisional
Istilah permainan dari kata dasar main. Menurut buku Kamus
Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, terbitan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Balai Pustaka arti kata main adalah melakukan
permainan untuk menyenangkan hati atau melakukan perbuatan untuk
bersenang-senang baik mengunakan alat-alat tertentu atau tidak
menggunakan alat. Jadi main adalah kata kerja, sedang permainan
27
merupakan kata benda jadian untuk memberi sebutan pada sesuatu
yang jika dilakukan dengan baik akan membuat senang hati si pelaku.
Menurut Hurlock permainan adalah kegiatan yang ditandai
oleh aturan atau persyaratan-persyaratan yang disetujui bersama dan
ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang
bertujuan (Tedjasaputra, 2007:60).
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa permainan adalah suatu kegiatan
yang memiliki tujuan untuk mengukur kemampuan dan potensi diri
anak.
Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat
merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan
untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara
hubungan dan kenyamanan sosial. Dengan demikian bermain suatu
kebutuhan bagi anak. Jadi bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri
yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari
termasuk dalam permainan tradisional (Semiawan, 2008:22)
Permainan tradisional sendiri didefinisi sebagai permainan
yang dilakukan dengan berpegang teguh pada norma dan adat
kebiasaan yang ada secara turun-menurun dan dapat memberikan rasa
puas atau senang bagi si pelaku (Direktorat Permuseuman, 1998: 1).
Sedang menurut James Danandjaja, permainan tradisional
adalah salah satu bentuk permainan anak-anak, yang beredar secara
28
lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan
diwarisi turun temurun, serta banyak mempunyai variasi. Jika dilihat
dari akar katanya permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan
yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan
pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-
anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan (Achroni, 2012:46).
Menurut Fajarwati (2008), permainan tradisional merupakan
warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di balik
gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan. Pesan-pesan
tersebut bermanfaat bagi perkembangan kognitif, emosi dan sosial
anak sebagai persiapan atau sarana belajar menuju kehidupan di masa
dewasa.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
permainan tradisional merupakan suatu aktifitas bermain yang
dilakukan dari generasi ke generasi sebagai sebuah bentuk warisan
kearifan lokal yang penuh manfaat yang dilakukan dengan aturan-
aturan tertentu guna memperoleh kegembiraan.
29
2. Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional
Bermain adalah belajar bagi anak, karena melalui bermain,
anak dapat meningkatkan kemampuannya dan mengembangkan diri
(Tedjasaputra, 2007:104).
Terdapat beberapa nilai luhur yang bisa didapat dari permainan
tradisional. Menurut Dharmamulya dalam Lusiana (2012:20) unsur-
unsur nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional
yaitu:
a. Nilai kesenangan dan kegembiraan, dunia anak adalah dunia
bermain dan anak akan merasakan senang apabila diajak bermain.
Rasa senang yang ada pada anak mewujudkan pula suatu fase
menuju pada kemajuan.
b. Nilai kebebasan, seseorang yang mempunyai kesempatan untuk
bermain tentunya merasa bebas dari tekanan, sehingga ia akan
merasa senang dan gembira.
c. Rasa berteman, seorang anak yang mempunyai teman bermain
tentunya akan merasa senang, bebas, tidak bosan dan dapat saling
bertukar pikiran dengan sesama teman. Selain itu, dengan
mempunyai teman berarti anak akan belajar untuk saling mengerti
pribadi masing-masing teman, menghargai teman dan belajar
bersosialisasi.
d. Nilai demokrasi, artinya dalam suatu permainan setiap pemain
mempunyai kedudukan yang sama, tidak memandang apakah anak
30
orang kaya atau anak orang miskin, tidak memandang anak pandai
atau bodoh.
e. Nilai kepemimpinan, biasanya terdapat pada permainan yang
sifatnya berkelompok. Setiap kelompok memilih pemimpin
kelompok mereka masing-masing. Anggota kelompok tentunya
akan mematuhi pimpinannya.
f. Rasa tanggung jawab, dalam permainan yang bertujuan
memperoleh kemenangan, biasanya pelaku memiliki tanggung
jawab penuh, sebab mereka akan berusaha memperoleh
kemenangan.
g. Nilai kebersamaan dan saling membantu. Dalam permainan yang
bersifat kelompok, nilai kebersamaan dan saling membantu
Nampak sekali. Kelompok akan saling bekerjasama dan salaing
membantu untuk meraih kemenangan.
h. Nilai kepatuhan. Dalam setiap permainan tentunya ada syarat atau
peraturan permainan di mana peraturan itu ada yang umum atau
yang disepakati bersama. Setiap pemain harus mematuhi peraturan
itu.
i. Melatih cakap dalam berhitung, yaitu pada permainan dhakon.
Setiap pemain harus cakap menghitung.
j. Melatih kecakapan berpikir, seperti dalam permainan mul-mulan,
macanan, bas-basan, para pelaku secara terus menerus dilatih untuk
berpikir pada skala luas atau sempit, gerak langkah sekarang dan
31
selanjutnya baik diri sendiri atau lawannya dan untuk mendapatkan
suatu kemenangan maka harus cermat dan jeli.
k. Nilai kejujuran dan sportivitas. Dalam bermain dituntut kejujuran
dan sportivitas. Pemain yang tidak jujur akan mendapatkan sanksi,
seperti dikucilkan teman-temannya, atau mendapat hukuman
kekalahan.
Menurut Misbach (2006) dalam Lusiana (2012 :23), permainan
tradisional yang ada di Nusantara ini dapat menstimulasi berbgai
aspek perkembangan anak, seperti :
a. Aspek motorik: melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik,
motorik kasar, motorik halus.
b. Aspek kognitif: mengembangkan imajinasi, kreativitas, problem
solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.
c. Aspek emosi: katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian
diri.
d. Aspek bahasa: pemahaman konsep-konsep nilai .
e. Aspek sosial: menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan
sosial dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk
melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang
lebih dewasa/masyarakat.
f. Aspek spiritual: menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang
bersifat agung (transcendental).
32
g. Aspek ekologis: memahami pemanfaatan elemen-elemen alam
sekitar secara bijaksana
h. Aspek nilai-nilai moral: menghayati nilai-nilai moral yang
diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.
Selain beberapa aspek perkembangan pada anak di atas,
manfaat permainan tradisional bagi anak antara lain (Tim Play Plus
Indonesia, 2014):
a. Anak akan lebih kreatif dan keterampilan anak akan senantiasa
terarah, karena dalam permainan tradisional Anak terkondisikan
membuat permainan dari berbagai bahan yang telah tersedia di
sekitarnya. Dengan demikian, otot atau sensor–motoriknya akan
semakin terasah pula. Di pihak yang lain, proses kreatifitasnya
juga berkembang karena di usia mereka merupakan masa-masa
anak untuk mengasah daya cipta dan imajinasinya.
b. Permainan tradisional bisa di gunakan sebagai terapi terhadap
anak, Dalam permainan tersebut jiwa anak terlihat secara penuh.
Suasana ceria, senang yang dibangun senantiasa melahirkan dan
menghasilkan kebersamaan yang menyenangkan. kegiatan seperti
ini sangat di perlukan oleh anak untuk meluapkan perasaan
mereka dan sebagai terapi emosi yang dibutuhkan dalam masa
perkembangannya.
c. Pembelajaran tentang sosialisasi dan taat pada peraturan, beberapa
permainan tradisional d mainkan lebih dari 1 orang sehingga anak
33
belajar berinteraksi dengan orang lain, anak akan belajar
menghargai dan bersikap baik dengan orang lain, dalam
permainan tradisional anak juga akan mengorganisir diri dengan
memupuk semangat kebersamaan, menciptakan tenggang rasa dan
toleransi dalam kelompok.
Jika digali lebih dalam, ternyata makna dibalik nilai-nilai
permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan
kearifan local (local wisdom) yang luhur.
3. Jenis-jenis permainan tradisional gobag sodor
Terdapat beberapa jenis permainan tradisional, seperti :
jethungan, jaranan, ganjilan, cublak-cublak suweng, jethungan,
benthik, sudah mandhah, jamuran, balap karung, dakon, egrang, gobag
sodor, dan lain sebagainya (Lusiana, 2012:24).
Permainan Gobak Sodor terkenal di wilayah Pulau Jawa.
Banyak yang mengatakan bahwa permainan ini berasal dari daerah
Yogyakarta. Nama Gobak Sodor berasal dari kata gobag dan sodor.
Kata gobag artinya bergerak dengan bebas. Sedangkan sodor artinya
tombak. Dahulu para prajurit mempunyai permainan yang bernama
sodoran sebagai latihan keterampilan dalam berperang. Sodor ialah
tombak dengan panjang kira-kira 2 meter, tanpa mata tombak yang
tajam pada ujungnya (Rahayu, 2015: 3).
34
a. Definisi permainan gobag sodor
Permainan anak merupakan salah satu aset budaya bangsa
yang harus tetap dilestarikan. Dewasa ini, dengan adanya arus
globalisasi yang dirasakan oleh dunia termasuk Indonesia
menyebabkan terjadinya perubahan tata nilai tradisional yang
didukung oleh hadirnya produk-produk modern ikut pula
mempengaruhi keberadaan permainan tradisional. Hilangnya
permainan anak tradisional juga diakibatkan oleh beberapa faktor
yaitu faktor historis, kebijaksanaan dalam pendidikan formal,
hilangnya prasarana serta terdesaknya dengan permainan impor
yang lebih ”modern” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1997).
Gobag Sodor merupakan permainan yang dilakukan dalam
sebuah arena bujur sangkar yang dibatasi dengan garis kapur,
terdiri dua team dengan masing-masing tiga orang penjaga, satu
team bermain sebagai penjaga dan team lawan bermain sebagai
pemain, secara bergantian setiap anggota team pemain akan
berusaha mencapai garis belakang arena (the door) dan anggota
team penjaga akan mencegahnya (Ariani, 1998:2).
b. Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan gobag sodor
Beberapa nilai luhur budaya yang terkandung dalam
permainan gobag sodor, yaitu: (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1997)
35
1) Menurut pendapat guru
Terdapat nilai-nilai ketrampilan, disiplin, waspada,
kelincahan, kecermatan, kekuatan, persatuan, olahraga,
tanggung jawab, kekompakan, keberanian, dan persahabatan.
2) Menurut pendapat masyarakat
Terdapat nilai-nilai kejujuran, ketangkasan, kebersamaan,
disiplin, gotong royong, persatuan, keberanian, kelincahan,
kesatuan, kepemimpinan dan kerjasasama.
c. Alat-alat yang digunakan dalam permainan gobag sodor
Permainan gobak sodor ini hanya membutuhkan sebuah
kapur dan lapangan yang berbentuk persegi panjang. Kemudian
antar garis panjang ditarik garis melintang sehingga terbentuk
beberapa persegi panjang. Setelah itu tarik garis tengah yang
tegak lurus dengan garis melintang sehingga akan terbentuk
banyak petak yang sama besar. Garis ini disebut garis sodor
(Rahayu, 2015: 3).
d. Cara bermain permainan gobag sodor
Persiapan
Jumlah pemain dalam permainan Gobak Sodor harus
berjumlah genap antara 6-10 anak. Kemudian dibagi menjadi dua
tim, tim jaga dan tim serang. Jadi tiap tim beranggotakan 3-5
anak. Pemain dalam Gobak Sodor biasanya anak laki-laki, karena
permainan ini menguras banyak tenaga. Tetapi kadang-kadang
36
anak perempuan juga bisa memainkannya asalkan kedua tim
harus mempunyai komposisi pemain yang seimbang baik jenis
kelamin maupun umurnya. Hal ini untuk menghindari timpang
kekuatan yang sangat mencolok pada salah satu tim (Rahayu,
2015: 3).
Aturan Permainan
Beberapa peraturan dalam permainan Gobag Sodor adalah
sebagai berikut : (Rahayu, 2015: 4)
1) Masing-masing pemain dari tim jaga harus bergerak di
sepanjang garis melintang yang telah ditentukan. Jadi
kakinya harus selalu menginjak garis tersebut.
2) Yang boleh melalui garis sodor hanyalah penjaga garis
melintang pertama yang juga sebagai sodor.
3) Masing-masing pemain tim serang, dari pangkalan harus
berusaha melewati semua garis melintang. Dan jika salah satu
pemain saja bisa kembali lagi ke pangkalan tanpa tersentuh
tim jaga maka tim serang menang.
4) Bila pemain tim jaga bisa menyentuh salah satu pemain tim
serang, maka tim jaga menang. Lalu tim jaga berganti
menjadi tim serang. Begitu seterusnya.
5) Jika satu petak terisi 2 atau lebih pemain maka tim serang
kalah, dan berganti jadi tim jaga.
37
Jalannya permainan gobag sodor
Gambar 2.1
Lapangan Gobag Sodor
Pemain dibagi mana yang ikut menjadi tim jaga dan tim
serang. Masing-masing tim memilih salah satu anggotanya untuk
menjadi ketua yang bertugas sebagai sodor. Dari gambar di atas
misalnya, yang menjadi sodor tim jaga adalah A dan dari sodor
tim serang adalah F. Tim serang berkumpul di pangkalan,
sementara tim jaga berdiri di garis-garis melintang yang telah
ditentukan ketuanya.
Dari gambar di atas, A sebagai sodor akan menjaga garis
ef di sebelah kiri. B menjaga garis gh di sebelah kanan. C
menjaga garis ij di sebelah kiri. D menjaga garis kl di sebelah
kanan. Dan E menjaga garis mn di sebelah kiri. Jadi jika dilihat
dari depan akan terlihat posisi tim jaga berbentuk zig-zag. A
38
sebagai sodor selain bergerak di garis ef juga bisa bergerak di
garis cd.
Tim serang harus berusaha untuk masuk ke dalam petak-
petak hingga dapat berada di belakang garis mn. Kemudian
berusaha kembali lagi ke pangkalan. Apabila seorang pemain tim
serang bisa kembali lagi ke pangkalan tanpa tersentuh oleh tim
jaga, maka tim serang menang dan mendapatkan poin.
Tetapi jika salah satu pemain tim serang tersentuh oleh tim
jaga sebelum sampai ke pangkalan lagi, maka tim serang
dinyatakan kalah. Setelah itu tim serang berganti menjadi tim
jaga, dengan F sebagai sodor. Jika 2 atau lebih pemain tim serang
berada di satu petak, maka tim serang kalah dan berganti menjadi
tim jaga. Demikianlah tahapan permainan gobag sodor yang bisa
diserangkan berulang kali (Rahayu, 2015: 4).
Gambar 2.2
Tim Serang Berusaha Memasuki Lapangan
39
Gambar 2.3
Tim Serang Berusaha Memasuki Lapangan
4. Permainan Dalam Konsep Islam
Anak dan permainan merupakan dua pengertian yang hampir
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Memang dalam kenyataannya
orang tua dan remaja pun bermain. Mungkin hanya merupakan
kebiasaan untuk memakai istilah hobi, olah raga atau rekreasi bagi
orang-orang dewasa, sedangkan istilah bermain hanya dipakai untuk
anak-anak saja. Pemisahan antara kedua istilah ini, yaitu antara dunia
anak dan dunia dewasa berlangsung selama abad ke-16. Permainan
anak dan permainan dewasa tidak dapat dibedakan satu sama lain.
Mulai saat ini anak betul-betul dipandang sebagai orang dewasa dalam
bentuk kecil (Monks dan Knoers, 1998 :131).
Begitu pentingnya permainan bagi anak, maka ketika seorang
anak dengan seluruh energi yang dimilikinya sedang asyik menikmati
aktivitas dan permainannya, tidak seharusnya orang tua menghentikan
permainannya dengan memerintah, melarang atau mengalihkan
perhatiannya dari kesenangan yang sedang ia nikmati. Para orang tua
40
hendaknya sependapat bahwa mengarahkan anak memerlukan waktu
yang tepat dengan melihat situasi dan kondisi yang sekiranya hal itu
memungkinkan, tentunya dengan menyesuaikan pula dengan
kecenderungan dan aktivitas anak (Farhadian, 2005 :13).
Islam telah mengakui bahwa ada tuntutan naluri
kemanusiaan, kegembiraan dengan bermain, bercanda dan bergurau
dengan syarat masih pada batas-batas yang telah ditentukan oleh
syari’at Allah dan berada dalam lingkup etika Islam. Islam merupakan
agama realita dan kehidupan yang memperlakukan para pemeluknya
sebagai manusia yang memiliki kerinduan hati, spiritual dan tabiat
kemanusiaan. Islam tidak memaksakan kepada manusia agar setiap
perkataannya adalah dzikir. Setiap kebisuannya adalah tafakkur, setiap
pemikirannya adalah pelajaran, dan setiap kekosongannya adalah
ibadah (Ulwan, 1998:443). Maka bukanlah merupakan suatu
kesalahan apabila seseorang itu berkesempatan untuk tetap bermain
dan bergurau di kehidupannya. Sebagaimana firman Allah dalam Qs.
Surat Muhammad ayat 36, dunia ini merupakan sandiwara, permainan
dan penuh dengan senda gurau belaka.
41
Artinya :
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda
gurau. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan
pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu
(DEPAG RI, Edisi Baru Revisi Terjemahan 1989).
Maka dunia itu merupakan permainan dan sendau gurau itu akan
kelihatan dengan nyata dan jelas dalam segala hal lapangan dari
kehidupan. Akan tetapi permainan itu harus dijaga baik, supaya
jangan terjadi sumbang dan salah, meskipun itu sendau gurau, tetapi
jangan dipandang enteng (Hamka, 1980 :123).
Nabi juga telah memberi contoh kepada manusia agar
bermain dengan anak-anak mereka. Menyediakan waktu luang untuk
bercanda dan bermain dengan anak-anak sudah pernah dilakukan oleh
Nabi.
Artinya:
Diceritakan oleh Muhammad bin Rofi’ dan ‘Abdun bin Humaid
(Berkata ‘Abdun: Aku menceritakan, dan Ibnu Rofi’ berkata:
diceritakan pada kami Abdul Rozaq). Diceritakan pada kami ma’mar
dari Zuhry, dari ibnu Musayyab, dari Ibnu Hurairah berkata: Pada
suatu ketika kaum Habsyi bermain hadapan Rasulullah s.a.w. tiba-
tiba Umar bin Khattab datang mengambil batu kerikil dan kemudian
42
batu tersebut dilontarkan kepada mereka. Kemudian Nabi bersabda:
“Biarkanlah mereka, hai Umar! (bermain)” (H.R. Muslim).
Secara lahir anak merupakan sosok yang kreatif, meskipun
ketika lahir tanpa memiliki pengetahuan apapun, ia telah dilengkapi
dengan fitrah yang memungkinkannya untuk menguasai berbagai
pengetahuan dan peradaban. Dengan memfungsikan fitrahnya itulah
manusia belajar dari lingkungan dan masyarakat (Aly dan Munzier,
2000:1). Kondisi awal lahirnya manusia dan proses pendidikannya
sebagaimana disyari’atkan oleh Allah dalam Qs. Surat An-Nahl ayat
78, berikut kutipannya:
Artinya :
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (DEPAG RI, Edisi Baru
Revisi Terjemahan 1989).
Berdasarkan apa yang dijelaskan di atas dapat dikatakan
bahwa aktivitas atau kegiatan bermain dapat dilakukan anak sendiri
atau bersama orang lain. Tetapi peran orang dewasa di sekitar anak
seperti orang tua, guru dan pengasuh sangatlah penting. Peran
pendamping yang tepat dapat mendukung motivasi anak untuk
bermain, tetapi bila orang tua, guru atau pengasuh terlalu memaksakan
kehendaknya sendiri tanpa memperdulikan keadaan dan kegiatan
bermain yang bermanfaat bagi anak, maka tujuan dari bermain yang
43
bisa membangkitkan rasa senang sekaligus mengembangkan berbagai
aspek perkembangan akan tercapai. Hal inilah yang nantinya akan
menjadi tuntutan keluarga, guru ataupun pihak sekolah untuk sebisa
mungkin menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai
dengan tingkat perkembangan anak seperti menyediakan sarana
tempat bermain ataupun alat-alat bermain (Tedjasaputra, 2005 :100).
Proses pendidikan seperti itu akan menyenangkan dan akan
berdampak positif bagi perkembangan anak. Proses belajar anak akan
berjalan efektif apabila anak berada dalam kondisi senang dan
bahagia. Sebaliknya proses belajar anak yang dipaksakan atau
diterima anak dalam suasana takut, cemas, was-was dan perasaan lain
yang tidak nyaman, tidak akan mampu memberikan hasil yang
optimal terlebih bagi perkembangan anak (Rahman, 2005 :84).
C. Hubungan Permainan Tradisional Gobag Sodor dengan Sikap sosial
Siswa TK
Islam telah mengakui bahwa ada tuntutan naluri kemanusiaan,
kegembiraan dengan bermain, bercanda dan bergurau dengan syarat masih
pada batas-batas yang telah ditentukan oleh syari’at Allah dan berada
dalam lingkup etika Islam. Islam merupakan agama realita dan kehidupan
yang memperlakukan para pemeluknya sebagai manusia yang memiliki
kerinduan hati, spiritual dan tabiat kemanusiaan. Islam tidak memaksakan
kepada manusia agar setiap perkataannya adalah dzikir. Setiap
kebisuannya adalah tafakkur, setiap pemikirannya adalah pelajaran, dan
44
setiap kekosongannya adalah ibadah (Ulwan, 1998:443). Maka bukanlah
merupakan suatu kesalahan apabila seseorang itu berkesempatan untuk
tetap bermain dan bergurau di kehidupannya. Sebagaimana firman Allah
dalam Qs Surat Muhammad ayat 36, dunia ini merupakan sandiwara,
permainan dan penuh dengan senda gurau belaka.
Artinya :
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau.
Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala
kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu (DEPAG RI, Edisi
Baru Revisi Terjemahan 1989).
Maka dunia itu merupakan permainan dan sendau gurau itu akan kelihatan
dengan nyata dan jelas dalam segala hal lapangan dari kehidupan. Akan
tetapi permainan itu harus dijaga baik, supaya jangan terjadi sumbang dan
salah dan meskipun itu sendau gurau, tetapi jangan dipandang enteng
(Hamka, 1980 :123).
45
Nabi juga telah memberi contoh kepada manusia agar bermain
dengan anak-anak mereka. Menyediakan waktu luang untuk bercanda dan
bermain dengan anak-anak sudah pernah dilakukan oleh Nabi.
Artinya:
Diceritakan oleh Muhammad bin Rofi’ dan ‘Abdun bin Humaid (Berkata
‘Abdun: Aku menceritakan, dan Ibnu Rofi’ berkata: diceritakan pada kami
Abdul Rozaq). Diceritakan pada kami ma’mar dari Zuhry, dari ibnu
Musayyab, dari Ibnu Hurairah berkata: Pada suatu ketika kaum Habsyi
bermain hadapan Rasulullah s.a.w. tiba-tiba Umar bin Khattab datang
mengambil batu kerikil dan kemudian batu tersebut dilontarkan kepada
mereka. Kemudian Nabi bersabda: “Biarkanlah mereka, hai Umar!
(bermain)” (H.R. Muslim).
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam hadits tersebut
menunjukkan bahwa orang tua mempunyai andil yang besar dalam
mendidik anak. Ada upaya-upaya yang harus dilakukan orang tua ketika
menginginkan anak tumbuh dengan baik, seperti misalnya memiliki sikap
sosial yang baik. Dan upaya tersebut harus dilakukan setahap demi setahap
agar apa yang diharapkan dapat terwujud.
Gobak sodor merupakan merupakan permainan olahraga beregu
yang membutuhkan kerjasama tim dalam sebuah regu. Selain
membutuhkan keterlibatan kerjasama antar individu dalam sebuah tim,
permainan gobak sodor juga merupakan cabang olahraga yang memiliki
unsur gerak yang kompleks (Ariani, 1998:2).
46
Penjelasan tersebut sejalan dengan apa yang dikemukan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997), bahwa terdapat beberapa
nilai luhur budaya yang terkandung dalam permainan gobag sodor, yaitu:
1) Menurut pendapat guru. Terdapat nilai-nilai ketrampilan, disiplin,
waspada, kelincahan, kecermatan, kekuatan, persatuan, olahraga, tanggung
jawab, kekompakan, keberanian, dan persahabatan. 2) Menurut pendapat
masyarakat. Terdapat nilai-nilai kejujuran, ketangkasan, kebersamaan,
disiplin, gotong royong, persatuan, keberanian, kelincahan, kesatuan,
kepemimpinan dan kerjasasama. Pendapat yang sama juga dikemukan oleh
Husna (2009) dalam Harianto (2014), bahwa permainan sodor
membutuhkan strategi yang bagus, ketangkasan, kerjasama,
kepemimpinan, kejujuran, serta wawasan yang bagus dalam
memainkannya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Misbach (2006) dalam
Lusiana (2012 :23), bahwa permainan tradisional yang ada di Nusantara
ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti halnya
aspek emosi, seperti: katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian
diri. Penjelasan Misbach (2006) tersebut walaupun tidak langsung tertuju
dengan permainan tradisional gobag sodor, namun dengan dikatakannya
bahwa permainan tradisional mampu menstimuli aspek perkembangan
anak, seperti halnya pada aspek mengasah empati, maka pernyataan
tersebut secara tidak langsung setuju jika permainan tradisional, seperti
halnya gobag sodor mampu meningkatkan aspek sikap sosial pada anak.
47
Tim Play Plus Indonesia (2014) juga memiliki pendapat yang
sama, bahwa salah satu manfaat permainan tradisional, yaitu: memberikan
pembelajaran kepada anak untuk belajar berinteraksi dengan orang lain,
anak akan belajar menghargai dan bersikap baik dengan orang lain, dalam
permainan tradisional anak juga akan mengorganisir diri dengan memupuk
semangat kebersamaan, menciptakan tenggang rasa dan toleransi dalam
kelompok.
Berdasarkan penjelasan tersebut tersirat bahwa permainan gobag
sodor memberikan dorongan dalam upaya membangun sikap sosial dalam
diri siswa. Beberapa hasil penelitian menegaskan bahwa salah satu jenis
permainan tradisional yang dapat menumbuhkan sikap sosial pada anak
salah satunya adalah gobak sodor (Wahyuni, 2009 ; Hanrianto, 2014).
48
BAB III
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
TK Pancasila berdiri tanggal 1 Agustus 1960 oleh Ibu Islamiyati
dengan beralamatkan di lingkungan seneng RT. 02/RW. 04 Ngampin
Ambarawa. Adapun alamat lembaga di Jl. Mgr. Sugiyopranoto 116 A,
Ambarawa. Saat ini TK Pancasila di kepalai oleh Ibu Ismaiyah, Spd.AUD.
Visi yang diemban oleh TK Pancasila, yaitu:
Mempersiapkan siswa berprestasi dalam mengembangkan
kepribadian berbudi luhur, mandiri serta menguasai imtaq dan iptek.
Berdasarkan visi tersebut, misi yang diemban oleh TK Pancasila,
yaitu:
1. Berdisiplin waktu dan administrasi.
2. Meningkatkan KBM melalui pendekatan keterampilan proses.
3. Mengembangkan motivasi dan rasa senang belajar.
4. Mengoptimalkan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kokulikuler.
5. Memantapkan siswa dalam ketaqwaan terhadap Allah S.W.T
Kegiatan pembelajaran di sekolah ini dilaksanakan mulai jam
07.00 s/d 09.30 WIB yang dibagi menjadi dua kelompok kelas :
1. Kelompok A, jam 07.00 s/d 09.30
2. Kelompok B, jam 07.00 s/d 09.30
49
Sebagai upaya memperlancar seluruh kegiatan yang dilakukan,
serta mengkoordinasi seluruh proses kerja masing-masing bagian, maka
TK Pancasila membentuk struktur organisasi sebagai berikut:
Sumber: TK Pancasila
Gambar 3.1.
Struktur Organisasi TK Pancasila
PELINDUNG
PENASEHAT
KETUA
PENYELENGGARA
SEKRETARIS BENDAHARA HUMAS
SEKSI-SEKSI
PENDIDIKAN ORGANISASI USAHA
50
Keterangan:
Pelindung : Kepala UPTD Pendidikan
Penasehat :
1. Pengawas TK/SD
2. Pemilik PAUD
Ketua Penyelenggara : Yugo Sugiyanto, SH
Ketua TK : Ismaiyah, Spd.AUD
Sekretaris : Veni Supriyati, S.Pd
Bendahara : Etik Susanti, S.Pd.AUD
Humas : Sri Wahyuni
Seksi Pendidikan : Sutarti, S.Pd.AUD
Seksi Organisasi : Zumrotun
Seksi Usaha : Dwi Indarto
Dalam menunjang kegiatan pembelajaran, TK Pancasila memiliki
dilengkapi fasilitas, seperti:
51
Tabel 3.1
Fasilitas Yang Dimiliki Sekolah
No. Jenis Jumlah
1 Meja Anak 63
2 Kursi Anak 100
3 Almari 5
4 Meja Guru 5
5 Papan Tulis 3
6 Papan Absen 4
7 Papan Data 8
8 Ram 16
9 Tikar 3
10 Kompor 1
11 Panci 2
12 Teko 1
13 Gelas 36
14 Cangkir Plastik 63
15 Piring Warna 60
16 Piring Plastik Biasa 36
17 Sendok 60
18 Ayunan Besi 3
19 Ayunan Setengah Lingkaran 1
20 Komedi Putar 1
21 Perahu Besi 1
22 Kotak Kayu 2
23 Keset Besar 2
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2017
52
B. Deskripsi Data Penelitian
1. Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik data penelitian dalam hal ini akan menampilkan
jenis kelamin responden, berikut penjelasannya:
Tabel 3.2
Jenis Kelamin Siswa TK Kelas B
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
(%)
Laki-laki 12 63,20
Perempuan 7 36,80
Jumlah 19 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2017
Tabel 3.2 menjelaskan bahwa mayoritas responden (12 orang atau
63,20%) memiliki jenis kelamin laki-laki, dan minoritas responden (7
orang atau 36,80%), yaitu berjenis kelamin perempuan.
2. Statistik Deskriptif Data Pre dan Post Test
Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang hasil pengukuran
tingkat sikap sosial siswa. Adapun hasil dari penilaian pre test dan
post test sikap sosial siswa,
53
a. Penilaian awal (pre test) sikap sosial siswa
Tabel 3.3.
Penilaian Awal Sikap Sosial Siswa
Siswa TK Kelas B
No. Kategori
Sikap Sosial Siswa Frekuensi
Persentase
(%)
1. 10-17 Kurang 17 89,50
2. 18-25 Cukup 2 10,50
3. 26-33 Baik 0 0,00
4 34-40 Sangat Baik 0 0,00
Jumlah 19 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2017
Pada tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada penilaian awal,
terlihat mayoritas responden (17 orang atau 89,50%) memiliki
sikap sosial yang rendah, sementara itu minonitas responden,
yaitu: 2 orang atau 10,50% siswa dinilai memiliki sikap sosial
yang cukup. Selain itu tidak ada seorangpun siswa yang dinilai
memiliki sikap sosial yang baik dan sangat baik (0 atau 0,00%).
54
b. Penilaian akhir (post test) sikap sosial siswa
Tabel 3.4.
Penilaian Akhir Sikap Sosial
Siswa TK Kelas B
No. Kategori
Sikap sosial Siswa Frekuensi
Persentase
(%)
1. 10-17 Kurang 1 5,30
2. 18-25 Cukup 10 52,60
3. 26-33 Baik 7 36,80
4 34-40 Sangat Baik 1 5,30
Jumlah 19 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2017
Pada tabel 3.4 dapat dijelaskan bahwa penilaian akhir, terlihat
mayoritas responden (10 orang atau 52,60%) dinilai memiliki
sikap sosial yang cukup, sementara itu minonitas responden, yaitu
masing-masing 1 orang (5,30%) dinilai memiliki sikap sosial
yang kurang dan sangat baik. Lainnya, yaitu 7 orang (36,80%)
dinilai memiliki sikap sosial yang baik.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab IV ini akan dipaparkan hasil analisis data penelitian dan
sekaligus dilakukan penafsiran atau pembahasan pada angka-angka hasil analisis
data penelitian. Untuk menjawab hipotesis penelitian dilakukan dengan uji paired
sampel t-test dengan bantuan program SPSS 17. Namun demikian untuk
mengatahui apakah data hasil penelitian layak dilakukan uji dengan menggunakan
uji t paired sampel t-test perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas, dalam
hal ini akan digunakan uji normalitas.
A. Uji Normalitas data
Cara untuk mengetahui data normal atau tidak dilakukan dengan
melakukan uji Kolmogrov-Sminornov, dengan kriteria p-value (asymp. sig) >
0,05 berarti data terdistribusi normal (Ghozali, 2004). Berikut data hasil
normalitas data penelitian,
Tabel 4.1
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pre Test Post Test
N 19 19
Normal Parameters(a,b) Mean 14,5263 24,3684
Std. Deviation 2,58990 6,60144
Most Extreme Differences Absolute ,164 ,139
Positive ,164 ,116
Negative -,120 -,139
Kolmogorov-Smirnov Z ,716 ,607
Asymp. Sig. (2-tailed) ,684 ,854
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
56
Hasil uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov (KS) Z
dinyatakan berdistribusi normal, karena kedua kelompok data hasil memiliki
nilai p-value > 0,05. Untuk data pre test (penilaian sikap sosial awal)
memiliki nilai p-value sebesar 0,684, dan untuk data post test (penilaian sikap
sosial akhir) memiliki nilai p-value sebesar 0,854.
B. Uji paired sampel t-test (Uji t untuk sampel berpasangan/dependen)
Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui apakah
permainan tradisional gobak sodor dapat dijadikan sebagai pembelajaran
sikap sosial siswa Kelas B di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kab.
Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017 adalah uji paired sampel t-test, berikut
hasilnya:
Tabel 4.2.
Hasil Analisis Paired Sampel t-test
Statistik Paired Sampel t-test t-hitung Asymp. Sig.
Pra Test-Post Test -7,203 0,000
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Hasil analisis paired sampel t-test dengan tingkat kesalahan (α) = 0,05,
diperoleh nilai p-value (Asymp. Sig.) 0,000, dimana 0,000<0,05. Hal ini
menunjukkan Ho ditolak Ha diterima, yaitu bahwa permainan tradisional
gobak sodor dapat dijadikan sebagai pembelajaran sikap sosial Siswa Kelas B
di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kab. Semarang Tahun Pelajaran
2016/2017. Sehingga pernyataan hipotesis penelitian “Permainan tradisional
gobak sodor dapat dijadikan sebagai pembelajaran sikap sosial siswa Kelas B
57
di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kab. Semarang Tahun Pelajaran
2016/2017”, dapat diterima.
C. Pembahasan
Hasil observasi prapenelitian di TK Pancasila ditemukan bahwa
kegiatan bermain bukanlah salah satu metode yang sering dilakukan. Hasil
pengamatan ditemukan masalah tentang disiplin siswa, seperti: siswa yang
cenderung senang bermain sendiri di dalam kelas, tidak mau mendengarkan
apa yang disampaikan guru, tidak mau berinteraksi dan bersosialisasi dengan
anak lain, suka mengganggu anak lain, sukar diatur, dan suka membantah.
Atas dasar tersebut peneliti merasa ingin dan perlu memberikan motivasi juga
inovasi kepada guru-guru di TK ini, terutama dalam rangka meningkatkan
sikap sosial anak melalui kegiatan permainan.
Salah satu jenis permainan tradisional yang dapat menumbuhkan
sikap sosial pada anak salah satunya adalah gobak sodor (Wahyuni, 2009 ;
Hanrianto, 2014). Gobak sodor merupakan merupakan permainan olahraga
beregu yang membutuhkan kerjasama tim dalam sebuah regu. Selain
membutuhkan keterlibatan kerjasama antar individu dalam sebuah tim,
permainan gobak sodor juga merupakan cabang olahraga yang memiliki
unsur gerak yang kompleks (Ariani, 1998:2).
58
Berangkat dari apa yang ditemukan peneliti tersebut mendorong
peneliti untuk melakukan perbaikan sikap sosial siswa TK Pancasila melalui
model permainan tradisional, yaitu gobag sodor. Setelah melakukan ijin
secara administratif kepada pihak kepala sekolah TK Pancasila, akhirnya
peneliti dapat melakukan penelitian mulai pada tanggal 16 Maret 2017.
Pada penelitian ini peneliti merencanakan penelitia sebanyak 6 kali
pertemuan, pertemuan pertama pada hari Kamis tanggal 16 Marer 2017
sampai dengan hari Kamis tanggal 23 Maret 2017. Pertemuan pertama yang
dilakukan pada Hari Kamis tanggal 16 Maret 2017 dilakukan untuk
memberikan pengajaran kepada siswa TK Pancasila Kelas B yang jumlahnya
19 orang tentang bagaimana proses permainan gobag sodor tersebut.
Pengajaran tentang permainan tersebut dilakukan peneliti langsung
di halaman TK Pancasila. Hal tersebut bertujuan untuk membuat siswa rileks
selama peneliti memberikan penjelasan tentang permainan gobag sodor, juga
bertujuan agar peneliti dapat lebih leluasa dalam memberikan contoh praktek
permainan tersebut. Setelah siswa dirasa paham melakukan permainan
tersebut, peneliti mencoba melakukan demontrasi dengan memberikan
instruksi kepada 10 orang siswa untuk maju ke depan, kemudian membagi
siswa menjadi 2 kelompok, sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 5
orang siswa.
Setelah 10 orang siswa menempati tempat masing-masing dalam
kotak bujur sangkar, untuk 5 orang siswa yang bertugas sebagai kelompok
penjaga, dan 5 orang siswa lain menempati posisi di luar kotak bujur sangkar,
59
bertugas sebagai kelompok penyerang. Peneliti memberikan aba-aba sebagai
tanda permainan dimulai. Setelah kelompok pertama selesai, kemudian
peneliti kembali memberikan instruksi kepada kelompok berikutnya, yang
hanya berjumlah 9 orang. Untuk mengisi kekosangan anggota pada salah satu
kelompok, peneliti mendapat bantuan dari guru kelas TK B untuk ikut andil
dalam permainan tersebut.
Kemudian setelah permainan kelompok kedua selesai, peneliti
kemudian kembali menanyakan kepada siswa, apakah siswa sudah jelas
tentang bagaimana permainan gobag sodor tersebut. Peneliti memberitahukan
kepada siswa agar besok pada tanggal 17 Maret 2017 untuk melakukan
permainan gobag sodor kembali.
Pertemuan kedua dilakukan yang dilakukan pada Hari Jumat tanggal
17 Maret 2017 dimulai jam 08.00 s/d 10.00. Pertemuan kedua ini dilakukan
untuk menegaskan kepada peneliti sendiri bahwa siswa telah benar-benar
paham dalam melakukan permainan gobag sodor. Pelaksanaan permainan
gobag sodor pada pertemuan kedua ini dilakukan sama halnya pada
pertemuan pertama.
Pertemuan ketiga dilakukan pada Hari Sabtu tanggl 18 Maret 2017.
Tujuan pertemuan ketiga ini adalah untuk menilai sejauhmana sikap sosial
siswa selama proses permainan. Terdapat 10 hal yang dinilai, yaitu: 1) Sikap
anak yang ikut memiliki team, 2) Keberadaan anak diakui oleh rekan-rekan
teamnya, 3) Sikap anak yang dapat ramah dan tegas dalam waktu bersamaan,
4) Sikap anak yang menghormati rekan permainan, 5) Peduli terhadap rekan
60
team, 6) Mampu memecahkan masalah pada team, 7) Mampu bekerja sama
dengan rekan team, 8) Mampu memberikan kontribusi pada team dengan
baik, 9) Sikap anak yang mandiri, 10) Sikap anak yang kontruktif selama
permainan berlangsung. Data hasil penilaian sikap sosial siswa pada
pertemuan ketiga tersebut dijadikan data awal (pre test) oleh peneliti.
Pertemuan keempat, kelima, dan keenam dilakukan berturut-turut
tanggal 21, 22, dan 23 Maret 2017. Pada pertemuan keenam, yaitu tanggal
Hari Kamis tanggal 23 Maret 2017 peneliti baru melakukan penilaian akhir
terhadap sikap sosial siswa (post test). Data tersebut digunakan sebagai data
pembanding pada data yang diperoleh peneliti pada pertemuan ketiga (pre
test) yang dilakukan pada tanggal 18 Maret 2017.
Berdasarkan hasil rekapitulasi data hasil penelitian awal (pre test)
yang dilakukan, terlihat mayoritas responden (17 orang atau 89,50%)
memiliki sikap sosial yang rendah, sementara itu minonitas responden, yaitu:
2 orang atau 10,50% siswa dinilai memiliki sikap sosial yang cukup. Selain
itu tidak ada seorangpun siswa yang dinilai memiliki sikap sosial yang baik
dan sangat baik (0 atau 0,00%).
Sedang pada penilaian akhir (post test) diperoleh data yang
menunjukkan mayoritas responden (10 orang atau 52,60%) dinilai memiliki
sikap sosial yang cukup, sementara itu minonitas responden, yaitu masing-
masing 1 orang (5,30%) dinilai memiliki sikap sosial yang kurang dan sangat
baik. Lainnya, yaitu 7 orang (36,80%) dinilai memiliki sikap sosial yang baik.
61
Untuk memperjelas penjelasan data deskriptif tersebut, berikut
peneliti tampilkan gambar kurva yang menggambarkan perbandingan nilai
sikap sosial siswa, pre dan post.
Gambar 4.1
Grafik Penilaian Pre dan Post Sikap Sosial Siswa
Keterangan:
Kategori
Sikap Sosial
10-17 Kurang
18-25 Cukup
26-33 Baik
34-40 Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas terlihat jelas, bahwa sikap sosial setiap siswa
mengalami peningkatan jika dilihat dari nilai pre dan post, namun demikian
jika dikaitkan dengan kategori penilaian tingkat sikap sosial siswa ternyata
masih terdapat siswa yang sikap sosialnya tidak mengalami peningkatan,
yaitu: 1) Vina dari nilai pre = 14 dan nilai post = 17, kedua nilai tersebut
masuk dalam penilaian kurang, berarti tidak terdapat peningkatan sikap sosial
pada siswa, 2) Rizki, nilai pre = 11, post = 12, kedua nilai masuk dalam
kategori kurang, berarti tidak terdapat kenaikan.
Rina Tgr Arka Fzl Dafa Vina Fauzi Rafa Jln Libas Fhrdn Mssi Ima Rzky Kiky Syifa Umi Anrik Adit
Pre 16 17 16 22 15 14 13 13 14 15 14 12 11 11 14 13 15 13 18
Post 18 20 21 32 30 17 22 21 25 33 18 18 23 12 26 28 33 34 32
0
5
10
15
20
25
30
35
40
62
Hasil pengamatan peneliti kepada kedua siswa tersebut menunjukkan
bahwa kedua siswa cenderung agak pemalu dan manja, jadi kemana-mana
orang tua harus ikut serta, berbeda dengan siswa-siswa lainnya yang hanya
diantar dan dijemput orang tua saat datang, dan pulang sekolah. Hal inilah
yang menurut peneliti menjadikan cukup susah dengan waktu penelitian yang
cukup singkat tersebut untuk meningkatkan sikap sosial mereka. Namun
peneliti yakin jika waktu penelitian yang diberikan oleh pihak sekolah dapat
diperpanjang, sikap sosial kedua siswa tersebut tetap dapat ditingkatkan,
minimal pada tingkat cukup.
Walaupun masih ditemukan dua orang siswa yang tidak meningkat
sikap sosialnya, hasil penelitian tetap menunjukkan bahwa permainan
tradisional gobag sodor mampu meningkatkan sikap sosial siswa TK
Pancasila Kelas B. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil analisis paired
sampel t-test yang menunjukkan nilai p-value (0,000) < 0,05, yang artinya
pernyataan hipotesis penelitian “Permainan tradisional gobak sodor dapat
dijadikan sebagai pembelajaran sikap sosial siswa Kelas B di TK Pancasila
Kecamatan Ambarawa Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017”, dapat
diterima.
Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa apa yang
ditemukan peneliti memberikan dukungan pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wahyuni (2009) dan Hanrianto (2014), kedua penelitian
tersebut membuktikan bahwa gobak sodor merupakan salah satu jenis
permainan tradisional yang dapat menumbuhkan sikap sosial pada anak.
63
Selain itu hasil penelitian juga sejalan dengan pendapat Husna (2009) dalam
Hanrianto (2014), bahwa permainan sodor membutuhkan strategi yang bagus,
ketangkasan, kerjasama, kepemimpinan, kejujuran, serta wawasan yang bagus
dalam memainkannya.
Penjelasan tersebut sejalan dengan apa yang dikemukan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997), bahwa terdapat beberapa
nilai luhur budaya yang terkandung dalam permainan gobag sodor, yaitu: 1)
Menurut pendapat guru. Terdapat nilai-nilai ketrampilan, disiplin, waspada,
kelincahan, kecermatan, kekuatan, persatuan, olahraga, tanggung jawab,
kekompakan, keberanian, dan persahabatan. 2) Menurut pendapat
masyarakat. Terdapat nilai-nilai kejujuran, ketangkasan, kebersamaan,
disiplin, gotong royong, persatuan, keberanian, kelincahan, kesatuan,
kepemimpinan dan kerjasasama.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Misbach (2006) dalam Lusiana
(2012 :23), bahwa permainan tradisional yang ada di Nusantara ini dapat
menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti halnya aspek
emosi, seperti: katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian diri.
Penjelasan Misbach (2006) tersebut walaupun tidak langsung tertuju dengan
permainan tradisional gobag sodor, namun dengan dikatakannya bahwa
permainan tradisional mampu menstimuli aspek perkembangan anak, seperti
halnya pada aspek mengasah empati, maka pernyataan tersebut secara tidak
langsung setuju jika permainan tradisional, seperti halnya gobag sodor
mampu meningkatkan aspek sikap sosial pada anak.
64
Tim Play Plus Indonesia (2014) juga memiliki pendapat yang sama,
bahwa salah satu manfaat permainan tradisional, yaitu: memberikan
pembelajaran kepada anak untuk belajar berinteraksi dengan orang lain, anak
akan belajar menghargai dan bersikap baik dengan orang lain, dalam
permainan tradisional anak juga akan mengorganisir diri dengan memupuk
semangat kebersamaan, menciptakan tenggang rasa dan toleransi dalam
kelompok.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka hasil penelitian ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Permainan tradisional “gobak sodor” dapat dijadikan sebagai pembelajaran
sikap sosial siswa Kelas B di TK Pancasila Kecamatan Ambarawa Kab.
Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017, ditunjukkan nilai p-value (0,000) <
0,05. Selain itu juga ditunjukkan dari hasil analisis statistik deskriptif dimana
pada awal penilaian (pre test) mayoritas siswa dinilai memiliki sikap sosial
yang kurang (17 orang atau 89,50%) dan minoritas siswa dinilai memiliki
sikap sosial cukup (2 orang atau 10,50%), sedang pada akhir penilaian (post
test), mayoritas siswa dinilai memiliki sikap sosial yang cukup (10 orang atau
52,60%), baik (7 orang atau 36,80%), sementara 1 orang siswa lainnya
(5,30%) dinilai memiliki sikap sosial yang sangat baik, dan hanya 1 siswa
saja (5,30%) yang dinilai memiliki sikap sosial yang kurang. Hal tersebut
membuktikan bahwa secara deskriptif terdapat peningkatan sikap sosial siswa
setelah dilakukan permainan Gobag Sodor.
66
B. Saran
Sesuai dengan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan, maka
peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi sekolah
Hendaknya pihak pengelola TK Pancasila sesering mungkin untuk
mempraktekkan permainan-permainan tradisonal untuk memperbaiki sikap
sosial siswa selain untuk meningkatkan kemampuan siswa yang lainnya,
seperti: disiplin, ketrampilan, waspada, kelincahan, kecermatan, kekuatan,
keberanian, dan olahraga (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1997).
2. Bagi guru
Hendaknya guru terus meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan
permainan tradisional, dan menerapkannya sebagai salah satu upaya dalam
mendidik siswa-siswanya, sebab melalui penelitian ini memberikan bukti
bahwa permainan tradisional, seperti halnya gobag sodor mampu
digunakan sebagai upaya peningkatan sikap sosial siswa.
3. Bagi orang tua siswa
Bagi orang tua hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa terdapat cara-
cara tertentu, seperti halnya bermain dalam mendidik putra-putri mereka,
dan penelitian ini memberikan bukti kebenaran bahwa salah satu
permainan tradisional, yaitu gobag sodor mampu meningkatkan sikap
sosial siswa. Melalui bukti tersebut maka penting bagi orang tua untuk
sering mengajak putra putri mereka bermain, sebab melalui permainan
67
banyak hal yang dapat digunakan orang sebagai sarana untuk memberikan
pendidikan bagi putra putri mereka. Hal tersebut sejalan dengan apa yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad kepada manusia agar bermain dengan
anak-anak mereka, menyediakan waktu luang untuk bercanda dan bermain
dengan mereka.
68
DAFTAR PUSTAKA
Achroni, Keen, 2012. Mengoptimalkan Tumbuh Kembang Anak Melalui
Permainan Tradisional. Yogyakarta: Javalitera.
Adi, Rukminto Isbandi, 1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ahmadi, Abu, 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Aly, Hery Noer, dan S, Munzier. 2000. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska
Agung Insani.
Ariani, C. 1998. Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud, Dirjen Kebudayaan,
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan dan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Syaifuddin, 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Danim, Sudarwan. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Alfabeta.
David O Sears dkk. 2009. Social Psichology. (Michael Adryanto dan Savitri
Soekrisno. Psikologi Sosial. Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
DEPAG RI, 1989. Penerbit CV. TOHA PUTRA Semarang Edisi Baru Revisi
Terjemah 1989.
Dewantara, Ki Hajar, 1997. Bagian Pertama - Pendidikan. Yogyakarta: Majelis
Luhur Persatuan Taman Siswa.
F. J. Monks dan A. M. P. Knoers, 1998. Psikologi Perkembangan: Pengantar
dalam Setiap Bagiannya, terj. Siti Rahayu Haditono. Yogyakarta:
Gajahmada University Press.
Fajarwati, Elly. 2008. Permainan Tradisional yang Tergerus Zaman. Diakses dari
www.nasimaedu.com, tanggal 2 Pebruari 2017.
Farhadian, Reza, 2005. Menjadi Orang Tua Pendidik, terj. Endang Z.S. Jakarta:
al-Huda.
Ghozali, Imam, 2004. Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
69
Gunariah, Meirina, 2013. Model Penanaman Kedisiplinan Anak Usia Dini Pada
Keluarga Buruh Wanita Di Desa Bakrejo Kecamatan Sukoharjo
Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Semarang : Fakultas Ilmu Pendidikan,
UNNES.
Gunarsa, Singgih. 2002. Psikologi Praktis Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta:
BPK. Gunung Mulia.
Hafrinda, Muhammad, 2012. Membangun Karakter dengan Pendidikan. Diakses
dari https://hafrinda212.wordpress.com/2009/05/23/membangun-
karakter-melalui-pendidikan-oleh-muhammad-hafrinda-s-pd, tanggal
15 Maret 2017.
Hamdanah, 2005. Dunia Anak dan Problematika Pendidikan. HIMMAH, VI, 15,
Januari-April, 2005.
Hamka, 1980. Tafsir al-Azhar, Juz 26. Surabaya: Yayasan Latimojong.
Hanrianto, Surya. 2015. Pengaruh Permainan Tradisional Gobag Sodor Terhadap
Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Sosial Siswa Kelas IV di
Madrasah Ibtidaiyah Yaspuri Kota Malang 2015. Jurnal. Malang:
Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang.
Ilyas, R. Marpu Muhidin, 2007. Pendidikan Karakter: Isu dan Prioritas Yang
Terlupakan. Makalah. Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN
Syarifhidayatullah.
J. P. Chaplin. 2006. Dictionary of Psychology. (Kartini Kartono. Kamus Lengkap
Psikologi. Terjemahan). Jakarta: Grafindo.
Linda L Davidoff, 1991. Introduction To Psychology. (Mari Juniati. Psikologi
Suatu Pengantar. Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Margono, S. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Martini, 2007. Hubungan Karakteristik Perawat, Sikap, Beban Kerja, Ketersediaan
Fasilitas Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Rawat
Inap Bprsud Kota Salatiga. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro.
Muslim, Imam , 1994. Shohih Muslim. Beirut: Darul Kutub.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
70
Panggabean, Rohani, 2008. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Petugas
Laboratorium Terhadap Kepatuhan Menerapkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) di Puskesmas Kota Pekanbaru. Tesis. Medan: Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Rahayu, Nur Indri, 2015. Permainan Tradisional Gobag Sodor. Makalah Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Bandung:
Universitas Pendidikan.
Rahman, Hibana S., 2005. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
PGTKI Press.
Rita L Atkinson dkk, 2008. Introduction To Psychology. (Nurdjannah Taufiq.
Pengantar Psikologi. Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Robert A Baron and Donn Byrne. (2009). Social Psychology. (Ratna Djuwita dkk.
Psikologi Sosial. Terjemah). Jakarta: Erlangga.
Rufaida, Siska Difki, 2013. Pengembangan Sikap Sosial Siswa menggunakan
Pendekatan Pakem pada Pembelajaran IPS Kelas VB SD Negeri
Mangiran, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan UPN Yogyakarta.
Salamullah, M Alaika, 2008. Akhlak Hubungan Horisontal. Yogyakarta: PT
Pustaka Insan Madani.
Sari, Dini P. Daeng, 1996. Metode Mengajar di Taman Kanak-Kanak Bagian II.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Shochib, Moh., 1998. Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak
Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudiro, Sumarkoco, 1990. Masalah-masalah Pokok Kedewasaan dalam
Masyarakat Moderen. Jakarta: Pustaka Kartini.
Supramono dan Sugiarto, 2003. Statistika. Yogyakarta: Andi Offset.
Tedjasaputra, Mayke S, 2005. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT
Grasindo.
-------------------------------, 2007. Bermain, Mainan dan Permainan untuk
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Grasindo.
Tim Play Plus Indonesia. 2014. Permainan Tradisional Anak Indonesia.
Yogyakarta.
71
‘Ulwan, Abdullah Nashih, 1988. Pedoman Anak Menurut Islam. Terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, Bandung: Asy-Syifa.
Wahyuni, Ika Sri, 2009. Efektivitas Pemberian Permainan Tradisional Gobag
Sodor Terhadap Penyesuaian Sosial Anal Sekolah Dasar Negeri
Cangkringratan Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran
UNS.
EMBAR OBSERVASI SISWA
No. Nama Siswa Sikap anak
yang ikut
memiliki team
Keberadaan
anak diakui
oleh rekan-rekan teamnya
Sikap anak
yang dapat
ramah dan tegas dalam
waktu
bersamaan
Sikap anak
yang
menghormati rekan
permainan
Peduli
terhadap
rekan team
Mampu
memecahkan
masalah pada team
Mampu
bekerja sama
dengan rekan team
Mampu
memberikan
kontribusi pada team
dengan baik
Sikap anak
yang mandiri
Sikap anak
yang
kontruktif selama
permainan
berlangsung
S
T
S
T
S
S S
S
S
T
S
T
S
S S
S
S
T
S
T
S
S S
S
S
T
S
T
S
S SS S
T
S
T
S
S S
S
S
T
S
T
S
S S
S
S
T
S
T
S
S S
S
S
T
S
T
S
S S
S
S
T
S
T
S
S S
S
S
T
S
T
S
S S
S
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Frequencies
Jenis Ke lamin
12 63,2 63,2 63,2
7 36,8 36,8 100,0
19 100,0 100,0
Laki-laki
Perempuan
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
HASIL ANALISIS STATISTIK DESKRIPTIF
Tables-Pre (Penilaian Awal)
Tables-Post (Penilaian Akhir)
Sebelum
2 10,5 10,5 10,5
17 89,5 89,5 100,0
19 100,0 100,0
Cukup
Rendah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Sete lah
10 52,6 52,6 52,6
1 5,3 5,3 57,9
1 5,3 5,3 63,2
7 36,8 36,8 100,0
19 100,0 100,0
Cukup
Rendah
Sangat Tinggi
Tinggi
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
HASIL UJI PAIRED SAMPEL T-TEST
T-Test
Paired Samples Statis tics
14,5263 19 2,58990 ,59416
24,3684 19 6,60144 1,51447
Sebelum
Sesudah
Pair
1
Mean N Std. Deviation
Std. Error
Mean
Paired Samples Test
-9,8421 5,95598 1,36640 -12,7128 -6,9714 -7,203 18 ,000Sebelum - SesudahPair 1
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean Low er Upper
95% Conf idence
Interval of the
Dif ference
Paired Dif ferences
t df Sig. (2-tailed)
HASIL UJI NORMALITAS
NPar Tests
One-Sam ple Kolm ogorov-Sm irnov Test
19 19
14,5263 24,3684
2,58990 6,60144
,164 ,139
,164 ,116
-,120 -,139
,716 ,607
,684 ,854
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Dif ferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sebelum Sesudah
Test dis tribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
DATA HASIL PENELITIAN Sebelum
No. Nama Siswa Jenis Kelamin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jml Keterangan
1 Rina Perempuan 1 1 1 3 2 1 2 1 2 2 16 Kurang
2 Tegar Laki-laki 2 1 2 2 3 1 1 1 2 2 17 Kurang
3 Arka Laki-laki 3 2 2 1 1 1 1 2 2 1 16 Kurang
4 Fauzal Laki-laki 2 2 3 1 3 2 2 2 3 2 22 Cukup
5 Dafa Perempuan 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 15 Kurang
6 Vina Perempuan 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 14 Kurang
7 Fauzi Laki-laki 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 13 Kurang
8 Rafa Laki-laki 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 13 Kurang
9 Julian Laki-laki 1 1 2 2 1 1 2 1 1 2 14 Kurang
10 Libas Laki-laki 2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 15 Kurang
11 Fahrudin Laki-laki 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 14 Kurang
13 Ima Perempuan 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 12 Kurang
12 Messi Laki-laki 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Kurang
14 Rizky Laki-laki 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 11 Kurang
15 Kiky Perempuan 1 2 1 2 2 1 2 1 1 1 14 Kurang
16 Syifa Perempuan 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 13 Kurang
17 Umi Perempuan 2 2 2 1 2 1 1 2 1 1 15 Kurang
18 Anrik Laki-laki 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 13 Kurang
19 Adit Laki-laki 2 1 3 1 2 2 3 1 2 1 18 Cukup
Sesudah
No. Nama Siswa Jenis Kelamin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jml Keterangan
1 Rina Perempuan 1 2 1 3 3 1 1 2 2 2 18 Cukup
2 Tegar Laki-laki 2 1 2 3 3 2 1 1 3 2 20 Cukup
3 Arka Laki-laki 4 1 3 2 1 1 2 1 4 2 21 Cukup
4 Fauzal Laki-laki 3 4 4 3 4 2 3 3 3 3 32 Baik
5 Dafa Perempuan 3 3 2 2 3 3 4 4 3 3 30 Baik
6 Vina Perempuan 3 2 1 2 2 1 2 1 2 1 17 Cukup
7 Fauzi Laki-laki 2 2 3 1 1 2 3 3 2 3 22 Cukup
8 Rafa Laki-laki 4 3 3 1 2 2 2 2 1 1 21 Cukup
9 Julian Laki-laki 2 2 4 2 3 2 3 3 2 2 25 Cukup
10 Libas Laki-laki 4 4 4 3 1 3 3 3 4 4 33 Baik
11 Fahrudin Laki-laki 1 3 1 2 2 2 1 2 3 1 18 Cukup
12 Messi Laki-laki 2 2 3 1 1 2 1 1 3 2 18 Cukup
13 Ima Perempuan 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 23 Cukup
14 Rizky Laki-laki 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 12 Kurang
15 Kiky Perempuan 3 2 2 2 3 2 3 3 3 3 26 Baik
16 Syifa Perempuan 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 28 Baik
17 Umi Perempuan 3 3 3 2 3 3 4 4 4 4 33 Baik
18 Anrik Laki-laki 4 3 4 3 3 4 4 4 3 2 34 Sangat Baik
19 Adit Laki-laki 3 2 3 4 4 4 3 3 3 3 32 Baik
Pertemuan pertama, Perkenalan dengan anak-anak
didalam ruangan kelas
Pertemuan pertama, meminta izin kepada kepala sekolah
dan guru untuk melakukan penelitian di TK Pancasila
tersebut
Pertemuan pertama, Ibu Ismiran terlihat senang melihat
saya ketika mendengar saya akan melakukan penelitian
di TK itu
Almari trhopy yang ada di TK Pancasila
Struktur organisasi TK Pancasila Kec. Ambarawa
Pertemuan kedua, setelah perkenalan saya mengajak
anak-anak ke lapangan bermain
Pertemuan kedua, saya mulai mengenalkan kepada
mereka permainan gobak sodor
Pertemuan kedua, anak-anak saya ajak bermain dalam
menempatkan posisi
Pertemuan kedua, anak-anak saya ajak bermain dalam
menempatkan posisi
Pertemuan ketiga, saya menanyakan kembali tentang
permainan gobak sodor
Pertemuan ketiga, mereka saya ajak mempraktekan
langsung permainan gobak sodor
Sambil mengarahkan cara-cara dan peraturan permainan
Anak-anak mempraktekan langsung permainan gobak
sodor
Ada beberapa anak sulit diatur saat saya jelaskan
permainan gobak sodor
Pertemuan ketiga, mereka mulai paham permainan gobak
sodor
Hari keempat saya menilai anak yang sudah paham
permainan gobak sodor
Pertemuan keempat saya mengajak beberapa anak untuk
diambil sebagai sampel
Pertemuan keempat, anak-anak sudah berhasil
mempraktekan permainan gobak sodor
kelima , seluruh anak saya ajak untuk bermain gobak
sodor dengan membuat 2 lapangan agar tidak terlalu
ramai
Pertemuan kelima, mereka antusias mengikuti permainan
gobak sodor
Beberapa anak ada yang sulit diatur saat pengambilan
sampel
Pertemuan keenam, anak-anak senang ketika mereka
bersama saya, pengambilan sampel pun sudah selesai
Pertemuan keenam disisa waktu mereka saya ajak
bermain cublak-cublak suweng
Ternyata anak-anak sudah paham bermain cublak-cublak
suweng