Pemberdayaan & Pengelolaan Staf Revisi 7 Okt

  • Upload
    robby

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tata Kelola

Citation preview

Makalah

PEMBERDAYAAN DAN PENGELOLAAN STAFDisusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Tata Kelola Keperawatan Klinis Medikal Bedah

Dosen pengampu: Irman Somantri, SKp., MKep.

Oleh:

Dicky Firmana (220120130044)

Endah Panca Lydia F (220120130013)

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATANFAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2014BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Clinical govermance diartikan sebagai sebuah kerangka yang bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu pelayanan secara berkelanjutan, dan menjaga standar pelayanan yang tinggi dengan membuat lingkungan dimana pelayanan klinis akan berkembang. Merujuk kepada kerangka clinical governance tersebut, setiap pelayanan kesehatan harus mengadakan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka system, infrastruktur dan staf termasuk perawat sebagai sumber daya manusia perlu dikelola dengan baik. Manajemen sumber daya manusia (SDM) menganggap bahwa staf atau karyawan sebagai aset atau kekayaan utama suatu organisasi atau institusi yang harus dikelola dengan baik. Karena pentingnya peran SDM dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan organisasi maka pengelolaan sumber daya manusia harus memperhatikan beberapa aspek seperti aspek staffing, pelatihan dan pengembangan, motivasi dan pemeliharaannya dimana semua aspek tersebut harus dilakukan secara sinergis bukan berjalan sendiri-sendiri. Dalam konteks pelayanan klinis kepuasan konsumen melalui pemberian pelayanan yang berkualitas menjadi tujuan utama. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan ini antara lain adalah pemberdayaan perawat sebagai staf dan keletihan mental (burnout) perawat. Tenaga keperawatan merupakan tenaga medis yang pertama dan terlama bertatap muka dengan para pasien. Dunia kerja para perawat ini sangat memungkinkan untuk memicu munculnya burnout yang akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Oleh karena itu diperlukan pemberdayaan dan pengelolaan perawat untuk mengimbangi terjadinya burnout tersebut. Burnout atau kejenuhan merupakan suatu keadaan dimana individu merasa dirinya semakin kurang kemampuannya atau kurang produktif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Raftopoulos (2012) menyatakan bahwa kejenuhan yang dialami perawat di ruangan 65% diakibatkan oleh beban kerja yang tinggi. Hsieh Yih Ming (2003) mengatakan bahwa terlalu lama dalam suatu ruangan perawatan tertentu berkontribusi terhadap tingkat kejenuhan perawat yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas pelayanan. Ketidakberdayaan dalam keperawatan dapat diatasi dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki perawat itu sendiri. Dengan kata lain memaksimalkan potensi atau memberdayakan perawat (nursing empowerment). Menurut Richard Carver (2003), mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggung jawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pemberdayaan tidak hanya tentang mencapai kompetensi dalam lingkup praktek, pemberdayaan dimulai dari kemampuan untuk mempengaruhi perubahan positif berdasarkan pada ruang lingkup kompetensi.Dalam tercapainya perubahan yang positif dalam ruang lingkup kerja pegawai tersebut, juga dapat dilakukannya suatu penilaian kinerja pegawai. Dimana penilaian kinerja ini merupakan alat yang dapat dipercaya oleh manajer dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat dipergunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier, serta memberikan penghargaan kepada pegawai yang berkompeten (Nursalam, 2007).Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer guna mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja pegawai. Melalui evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer harus dapat mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan pegawai dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahu pegawai, bahwa kerja mereka kurang memuaskan, serta mempromosikan jabatan dan kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan, serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus.

Mengingat pentingnya menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan sehingga menjadi penting untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan staf keperawatan dan pengelolaan yang baik hingga pada akhirnya tujuan peningkatan kualitas pelayanan tercapai. 1.2. Tujuan Dengan melihat latar belakang diatas, pemberdayaan dan pengelolaan staf dalam suatu pelayanan kesehatan penting untuk dimanajemen. Sehingga tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan bagaimana perawat sebagai staf suatu pelayanan kesehatan diberdayakan dan dikelola dengan baik serta isu dan solusi terkait dengan pemberdayaan staf.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA2.1. Staffing atau Penempatan stafStaffing adalah proses menempatkan staf untuk mengisi peran yang dirancang dengan struktur organisasi melalui rekrutmen, seleksi, orientasi, magang, pengembangan staf dan penapakan karir. Staffing atau penempatan pegawai merupakan tindak lanjut dari seleksi dengan menempatkan pegawai pada jabatan atau pekerjaan yang membutuhkannya. Staffing menurut Center for American Nurse (2006) mengacu pada penugasan kerja. Penugasan kerja tersebut meliputi volume pekerjaan yang ditugaskan kepada individu, keterampilan profesional yang diperlukan untuk melakukan tugas dan pekerjaan tertentu, lama kerja dalam kategori pekerjaan tertentu, dan jadwal kerja. Peter, et al (2009) menyatakan bahwa penempatan berarti menyesuaikan atau mencocokkan kualifikasi individu dengan tuntutan pekerjaan. Pendapat-pendapat tersebut menegaskan bahwa penempatan pegawai tidak sekedar menempatkan saja, melainkan harus mencocokkan dan membandingkan kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan kebutuhan dan persyaratan dari suatu jabatan, sehingga the right man on the right job tercapai.Proses rekruitmen dan seleksi untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilakukan oleh pemerintah (kementrian kesehatan) namun untuk pegawai swasta dilakukan oleh rumah sakit masing-masing. Setiap perawat dituntut untuk memiliki Surat Tanda Regsitrasi (STR) sebagai salah satu syarat masuk ke dunia kerja. Sedangkan proses magang dimulai dengan kegiatan orientasi, yang artinya memberikan informasi yang berhubungan dengan lingkungan kerja baru. Informasi tersebut berkaitan dengan kebijakan, tugas, fungsi, tanggung jawab dan wewenang bagi perawat baru. Proses magang ini dibawah tanggung jawab kepala bidang keperawatan serta diperlukan perseptor dan mentor selama magang.2.2. Prinsip StaffingDalam prinsip staffing ada beberapa hal yang perlu diidentifikasi dalam menentukan tenaga staf keperawatan (American Nursing Association, 2005), yaitu:2.2.1. Patient Care Unit Related1) Tingkat staf yang tepat untuk unit perawatan pasien mencerminkan analisis kebutuhan pasien secara individu maupun keseluruhan.

2) Ada kebutuhan kritis baik untuk pensiun ataupun pertanyaan serius mengengai penggunaan konsep jam keperawatan per pasien per hari (Nursing Hours Per Patient Day (NHPPD).

3) Fungsi unit yang diperlukan untuk mendukung penyampaian kualitas perawatan bagi pasien juga harus diperhatikan dalam menentukan tingkat staf.2.2.2. Staff Related1) Kebutuhan khusus pada berbagai populasi pasien akan menentukan ketepatan kompetensi klinis yang dibutuhkan dari perawat yang bekerja pada suatu area.

2) Perawat teregistrasi (RN) harus memiliki dukungan manajemen dan dan dapat tergambarkan pada tingkat opersional maupun eksekutif.

3) Dukungan klinik dari RN yang berpengalaman akan tersedia untuk RN dengan keahlian yang masih kurang.Karakteristik perawat berikut harus diperhitungkan saat menentukan staf:

1) Pengalaman dengan populasi yang dilayani.2) Tingkat pengalaman (pemula sampai ahli).3) Pendidikan dan persiapan, termasuk sertifikasi.4) Kemampuan bahasa.5) Jabatan pada unit.6) Tingkat pengendalian lingkungan praktek.7) Tingkat keterlibatan dalam inisiatif kualitas.8) Mengukur keterlibatan dalam kegiatan, seperti penelitian keperawatan, yang menambah pengetahuan keperawatan.9) Mengukur keterlibatan dalam interdisipliner dan kegiatan kolaboratif yang menyangkut kebutuhan pasien dimana perawat mengambil bagian.10) Jumlah dan kompetensi klinis dan non-klinis staf pendukung yang harus berkolaborasi dan diawasi dengan RN.2.2.3. Institution/Organisation Related1) Kebijaksanaan organisasi akan menggambarkan sebuah suasana organisasi yang menilai RN dan tenga kerja lain sebagai modal strategis dan menunjukkan sebuah komitmen yang benar-benar untuk mengisi posisi yang dianggarkan secara tepat waktu.

2) Semua institusi sebaiknya memiliki dokumentasi tentang kompetensi staf perawat, termasuk perwakilan atau tambahan, dan RN yang bepergian, untuk aktifitas mereka yang telah sah untuk mereka lakukan.

3) Kebijaksanaan organisasi sebaiknya mengenali banyak kebutuhan pasien maupun perawat.2.3. Faktor faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan pegawai

Dalam menempatkan pegawai hendaklah mempertimbangkan faktor berikut:

1) Pendidikan, yaitu pendidikan minimum yang disyaratkan meliputi pendidikan yang seharusnya dan pendidikan alternatif.2) Pengetahuan kerja, yaitu pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang tenaga kerja agar dapat melakukan kerja dengan wajar. 3) Keterampilan kerja, yaitu kecakapan atau keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan yang hanya diperleh dalam praktek. Keterampilan kerja ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu, keterampilan mental, keterampilan fisik, dan keteramlan sosial. 4) Pengalaman kerja, yaitu pengalaman pegawai untuk melakukan pekerjaan tertentu. Pengalaman pekerjaan ini dinyatakan dalam: pekerjaan yang harus dilakukan dan lamanya melakukan pekerjaan itu. 2.4. Proses StaffingSecara keseluruhan, proses staffing terdiri atas 3 langkah yaitu merencanakan, penjadwalan serta sistem untuk menentukan staf, dan hasil perencanaan. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan prinsip-prinsip staffing yang ada.

2.4.1. Staffing PlanStaffing plan adalah rencana taktis jangka pendek yang menggambarkan apa yang akan dilakukan organisasi dalam jangka pendek seperti satu tahun berjalan, untuk mengatasi segera kekurangan dan kelebihan staf (Bechet, 2002). Pada penyusunan staf keperawatan, proses ini terdiri dari empat elemen berbeda yang perlu ditangani, dan dapat juga disebut sebagai matriks penyusunan staf.I. Pengaturan pelayanan kesehatan (Health-Care Setting)Pengaturan pelayanan kesehatan merupakan penyediaan pelayanan kepada pasien, dan hal ini adalah pertimbangan pertama dalam mengembangkan rencana penyusunan pegawai. Lokasi geografis dan desain arsitektur dari fasilitas layanan kesehatan akan menentukan aksesibilitas perawat kepada pasien, yang memiliki konsekuensi mengenai alokasi pekerjaan dan penyediaan layanan perawatan pasien.Contoh-contoh spesifik dalam pengembangan rencana kepegawaian adalah pertimbangan lokasi ketersediaan pemberian perawatan kepada pasien dalam kaitannya dengan titik yang digunakan di samping tempat tidur pasien dan jarak untuk berjalan dari tempat tidur pasien dan nurse station. Pergantian staf keperawatan dan tingkat kekosongan dipengaruhi oleh efisiensi, pengembangan tenaga kerja, dan efek arsitektur di lingkungan kerja (Gabow, Eisert, Karkhanis, Knight, & Dickson, 2005).II. Model pemberian perawatan (Care Delivery Model)

Model sistem pemberian perawatan bagi pasien bervariasi dari unit keperawatan dengan unit yang lain, dan sangat tergantung pada jenis pasien, persyaratan yang dibutuhkan dalam pelayanan, dan sumber daya yang tersedia. Model pemberian layanan perawatan memerlukan empat komponen (Jones, 2007), yaitu:

(1) Kebutuhan pasien,(2) Demografi populasi pasien,(3) Jumlah staf perawat, dan(4) Rasio dari berbagai peran dan tingkatan perawat yang memberikan pelayanan.Terjadi banyak perubahan model pemberian layanan keperawatan mulai dari model keperawatan tradisional sampai pada model pelayanan keperawatan non-tradisional. Model tradisional dan nontradisional terdiri dari pembagian kerja, efisiensi penggunaan waktu untuk melakukan tugas asuhan keperawatan, biaya, dan pelatihan. Model ini menggunakan campuran personil berlisensi dan tidak berlisensi. Sebagian besar model tradisional dan nontradisional memberikan pelayanan yang berpusat pada pasien. Namun dalam populasi pasien tertentu seperti pada pasien dewasa dan anak kritis, dan perawatan pediatrik, model perawatan yang digunakan adalah model perawatan yang berpusat pada keluarga.

Selain itu, berbagai model yang muncul kemudian banyak disesuaikan dengan kebutuhan populasi berdasarkan penyakit yang diderita, ataupun menyesuaikan dengan kebutuhan penggunaan ruangan dan peralatan yang dibutuhkan oleh pasien.Beberapa model pemberian perawatan tradisional antara lain (Kelly, 2010):

1) Total Patient CareKeuntungan dari total patient care bagi pasien adalah konsistensi perawatan dari satu individu untuk keseluruhan pergantian perawat (shift). Hal ini dapat mengembangkan hubungan saling percaya antara pasien, perawat dan keluarga. Model ini memerlukan sejumlah besar jam perawatan RN dari pada model lain. Perawat memiliki kesempatan lebih untuk mengobservasi adan memonitor kemajuan pasien. Satu kerugian dari model ini adalah penggunaan jam perawatan RN yang tinggi dan biaya yang lebih untuk pemberian perawatan.2) Functional NursingPada model ini tugas keperawatan dibagi dalam tugas fungsional yang dilakukan oleh satu anggota tim, dan setiap pemberi perawatan memiliki tugas spesifik yang menjadi tanggung jawabnya. Pembuat keputusan biasanya ada pada level kepala perawat. Keuntungan dari model ini adalah perawatan dapat diberikan kepada sejumlah besar pasien. Namun model ini memiliki kekurangan yaitu penggunaan tenaga perawatan kesehatan yang kurang terampil jika kekurangan RNs, karenanya pasien menerima perawatan oleh beberapa staf dalam satu shift dan pasien menerima perawatan yang terasa terputus-putus.

3) Team NursingTeam nursing merupakan suatu model pemberian layanan keperawatan yang membagi staf dalam tim yang bertanggung jawab untuk sekelompok pasien. Dalam satu unit mungkin dibagi dalam 2 tim dan tiap tim dipimpin oleh RN. Pemimpin tim (team leader) melakukan supervisi dan mengkoordinasikan seluruh perawatan yang diberikan oleh orang-orang dalam timnya. Tim ini sering terdiri dari LPNs (licensed practical nurses) dan NAP (nursing assistive personnel), tetapi kadang-kadang ada RN lain. Perawatan dibagi menjadi komponen sederhana dan kemudian ditugaskan kepada pemberi perawatan yang cocok. Selain itu, pemimpin tim juga bertanggung jawab untuk menyediakan tenaga profesional untuk perawatan yang diberikan.Keuntungan dari team nursing adalah RN mampu bekerja melalui orang lain, tetapi kekurangannya pasien menerima perawatan yang terpisah-pisah dan depersonalized, komunikasi dalam model ini rumit. Terdapat tanggungjawab dan pertanggungjawaban bersama yang menyebabkan kebingungan dan kurangnya akuntabilitas. Faktor ini yang berkontribusi terhadap ketidakpuasan RN dan model ini membutuhkan RN yang memiliki keahlian delegasi dan supervisi yang baik.4) Primary NursingPrimary nursing merupakan model pemberian layanan perawatan yang menggambarkan tanggung jawab dan akuntabilitas RN, dan menunjuk RN sebagai pemberi perawatan primer pada pasien. Pada model ini ada tanggungjawab individu dalam pembuatan keputusan. Penugasan dengan perawatan harian dengan metoda kasus, komunikasi langsung person-to-person dan tanggungjawab operasional satu orang terhadap kualitas perawatan yang diberikan pada pasien dalam 24 jam. Pasien dirawat oleh seorang primary nurse (PN), yang bertanggungjawab untuk mengembangkan rencana perawatan pasien yang diikuti oleh perawat lain yang merawat pasien. PN memiliki otoritas, akuntabilitas dan tanggungjawab untuk merawat sekelompok pasien (Kelly, 2010).Keuntungan dari model keperawatan ini yaitu: bersifat kontinu dan komprehensif, perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri, dan keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan RS. Sedangkan kekurangannya yaitu:hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai, kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai ilmu.

III. Patient Acuity

Kebutuhan pasien diringkaskan dalam sistem patient acuity. Setiap pasien memiliki kebutuhan yang spesifik, dan kondisinya dapat berubah dari jam ke jam, antar pergantian perawat, hari ke hari, dan berlangsung dengan cepat. Oleh karena itu, proses perencanaan staffing harus senantiasa dimodifikasi. Pada sistem ini, penempatan pasien didasarkan kebutuhan pasien dan/atau diagnosa pada saat masuk rumah sakit. Misalnya, pada ruang rawat intensif, ruang rawat medical-bedah, ruang anak, dewasa, ruang perawatan jantung, ruang perawatan onkologi, transplantasi, dan lain-lain.Pasien sering dipindahkan dari satu unit ke unit lain berdasarkan tingkat keterampilan keperawatan dan/atau terapi medis dan prosedur diagnostik yang diperlukan. Perpindahan pasien dari satu unit ke unit lain meningkatkan beban kerja perawat untuk penerimaan, pemindahan dan pemulangan selama periode 24 jam. Kegiatan ini tidak biasanya dicatat dalam pembukuan sensus pasien harian. Jumlah sensus pasien harian dilakukan sekali selama 24 jam, yang paling umum di tengah malam. Penerimaan, pemindahan dan kegiatan pemulangan perawatan pasien menambah beban kerja keseluruhan unit.IV. Staf Keperawatan (Nursing Staff)

Anggota staf, seperti yang didefinisikan pada Mosbys Dictionary of Medical, Nursing and Health Professions (2005) adalah orang-orang yang bekerja menuju tujuan bersama dan bekerja atau diawasi oleh seseorang yang berpangkat lebih tinggi, seperti perawat di rumah sakit.

Staf perawat mengacu pada perawat yang bertanggung jawab atas perawatan langsung dan tidak langsung dari pasien di rumah sakit. Anggota staf keperawatan yaitu semua yang ada di bawah administrator perawat. Aktivitas yang dikerjakan oleh staf keperawatan antara lain tugas perawatan yang langsung dilakukan kepada pasien, tugas perawatan yang tidak langsung, pekerjaan terkait unit tempatnya bekerja, waktu untuk personal, dan dokumentasi (Jones, 2007).

Kompetensi dan kualifikasi dari seorang staf perawat diuraikan dalam deskripsi pekerjaan atau jabatan. Hal ini juga diukur melalui kegiatan pendidikan berkelanjutan, pendidikan wajib, dan evaluasi personil. Staf yang memerlukan lisensi atau sertifikasi untuk melakukan pekerjaan mereka harus tetap up to date, tanpa selang waktu.

Rencana kebutuhan staf perlu mempertimbangkan tingkat ketergantungan pasien tertentu, tugas penanganan pasien berisiko tinggi, dan kemampuan fisik staf keperawatan. Secara historis keperawatan dilihat sebagai karir yang membutuhkan fungsi dan kekuatan fisik, namun banyak dari perawat modern melakukannya melalui fungsi kognitif, diantaranya pengkajian, pemecahan masalah, menyimpulkan, konseling, dan evaluasi. Dengan bertambahnya usia, perawat dapat ditempatkan di ruang perawatan akut, bukannya memilih untuk bekerja di tempat yang sama sekali tidak membutuhkan kebutuhan fisik. Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan staf untuk menghindari kecelakaan fisik perawat dalam bekerja, misalnya injuri leher, punggung, dan muskuloskeletal.2.4.2. Sistem Penjadwalan dan Penyusunan StaffPenjadwalan dapat didefenisikan sebagai proses dalam pembuatan tugas kerja untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu. Pada dasarnya, jadwal yang ditetapkan untuk penugasan perawat tergantung pada sistem yang diterapkan oleh rumah sakit. Tujuan utama dari perawat manajer dalam membuat jadwal adalah untuk menegakkan standar dalam mengorganisasikan dan menjadwalkan staf keperawatan untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas bagi pasien.

Pertimbangan dan variabel yang dibutuhkan untuk merencanakan dan menerapkan nurse-staffing schedule diambil dari kebijakan institusi, peraturan lembaga dan standar organisasi profesional. Peraturan perundang-undangan mengamanatkan rasio staf minimal, lowongan publik dan perjanjian kerja sama juga membantu mengarahkan penjadwalan. Dalam hubungannya dengan pedoman anggaran dan lowongan staf, perlu juga dipertimbangkan variabel status kepegawaian perawat senior, percobaan, dalam masa orientasi, penuh atau paruh waktu dan klasifikasi jenjang karir serta liburan, cuti sakit dan tunjangan.Model penjadwalan dan staffing dapat menggunakan model sentralisasi, desentralisasi, maupun gabungan antara keduanya. Model sentralisasi melibatkan sebuah sistem dimana master plan dikembangkan sebagai tingkat paling atas dari organisasi pusat, sering kantor keperawatan pusat. Sistem ini menawarkan kesempatan untuk mengawasi kegiatan pelayanan keperawatan organisasi secara keseluruhan. Model desentralisasi adalah rencana berbasis unit dengan jadwal yang dikelola oleh unit pengelola perawat. Metode gabungan antara sentralisasi dan desentralisasi digunakan untuk menawarkan gambaran yang komprehensif mengenai fasilitas sementara menawarkan individualisasi untuk unit dan anggota staf.2.4.3. Hasil Perencanaan dan Pembuatan JadwalJadwal yang telah dibuat dilaksanakan pada kegiatan harian tim perawatan, dan hasilnya adalah perawatan pada pasien.1) Staf Harian (Daily Staffing)Pada pelaksanaan jadwal yang telah dibuat pada rencana kerja harian staf perawat dipengaruhi oleh tugas beban kerja aktual keperawatan terhadap jadwal staf keperawatan. Jadwal yang dibuat bisa mengalami perubahan dan dapat dibenarkan karena berbagai alasan, seperti call-ins, kebutuhan perawatan pasien, perubahan sensus pasien, dan hal tidak terduga yang dapat terjadi baik secara internal maupun eksternal. Menyeimbangkan jadwal staf dan beban kerja harian staf merupakan tantangan besar bagi manajer perawat. 2) Lembur (Overtime)Overtime (lembur) atau jam tambahan yaitu meneruskan pekerjaan di luar atau sebelum jadwal jam kerja. Perawat dapat bekerja lembur wajib dan sukarela sesuai kondisi. Kontrak perundingan bersama sering mengatasi masalah lembur dengan menetapkan persyaratan untuk mandat atau membutuhkan kerja lembur. Suatu contoh kontrak (Ohio Nurses Association, 2005) mendefinisikan lembur wajib sebagai tidak ada perawat akan diminta untuk bekerja lembur untuk jangka waktu lebih dari 4 jam.(1) Ketentuan jumlah jam kerja

Jam Kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85.

Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem, yaitu: 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur. Ketentuan waktu kerja ini tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan.

Pengaturan jam kerja dalam sistem shift diatur dalam UU no.13/2003 dengan pasal-pasal sebagai berikut :

Jika jam kerja di lingkungan suatu perusahaan atau badan hukum lainnya (selanjutnya disebut perusahaan) ditentukan 3 (tiga) shift, pembagian setiap shift adalah maksimum 8 jam per-hari, termasuk istirahat antar jam kerja (Pasal 79 ayat 2 huruf a UU No.13/2003).

Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak boleh lebih dari 40 jam per minggu (Pasal 77 ayat 2 UU No.13/2003).

Setiap pekerja yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8 jam/hari per-shift atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif 40 jam per minggu, harus sepengetahuan dan dengan surat perintah (tertulis) dari pimpinan (management) perusahaan yang diperhitungkan sebagai waktu kerja lembur (Pasal 78 ayat 2 UU No.13/2003).

Karena tidak diatur secara spesifik mengenai pembagian jam kerja ke dalam shift-shift dalam UU no.13/2003, berapa jam seharusnya 1 shift dilakukan, maka pihak manajemen perusahaan dapat melakukan pengaturan jam kerja shift (baik melalui Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja maupun Perjanjian Kerja Bersama) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.3) Hasil pada Pasien (Patient Outcomes)Variabel staf perawat yang digunakan untuk mengukur patient outcomes adalah jam rata-rata harian dari perawatan, rasio RNs terhadap sensus pasien rata-rata, beban kerja dan keterampilan campuran. Patient outcomes pada umumnya didasarkan pada kejadian yang merugikan seperti angka pasien jatuh, luka tekan, infeksi saluran pernapasan dan saluran kemih dan keluhan keluarga-pasien. 4) Nursing WorkloadsDaily staffing dipengaruhi oleh beban kerja yang ditugaskan kepada staf perawat yang telah dijadwalkan, seperti terlihat dalam studi penelitian. Carayon dan Gurses (2005) dalam Jones (2007) mengidentifikasi penugasan beban kerja sebagai situasi tingkat beban kerja. Situasi tingkat beban kerja adalah hambatan dan fasilitator kinerja waktu sebenarnya yang berkontribusi terhadap beban kerja setiap hari. Sebagai contoh, Tucker et al (2002) dalam Jones (2007), pada studi kualitatif mengamati 22 perawat di 8 rumah sakit untuk total 197 jam dan didokumentasikan 120 masalah yang mencegah penyelesaian tugas perawatan pasien. Masalah berkisar antara kehilangan atau salah informasi, peralatan hilang atau rusak, menunggu suatu sumber daya, hingga obat yang hilang atau salah.Demikian pula, Potter et al (2005) dalam Jones (2007) menemukan kelalaian dalam perawatan pasien karena adanya gangguan, dalam studi etnografi yang melibatkan tujuh staf RN. Perawat sering terganggu selama pekerjaan intervensi seperti pengadministrasian obat, pemecahan masalah infus intravena dan mengajar pasien. Gangguan menimbulkan risiko untuk kesalahan medis.2.5. Pemberdayaan Perawat (Nursing Empowerment)Empowerment adalah keadaan psikologis, suatu perasaan kompeten dan terkontrol. Menurut Spreitzer & Quinn (2001) dalam Whitehead (2010), perasaan yang timbul karena pemberdayaan meliputi:1) Self-determination. Merasa bebas untuk memutuskan bagaimana untuk melakukan pekerjaan.2) Meaning. Hal ini merupakan perasaan peduli tentang pekerjaan, menikmatinya dan serius.3) Competence. Keyakinan pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik4) Impact. Merasa bahwa orang mendengarkan ide-ide kita dan dapat membuat perbedaan.Hal-hal yang berkontribusi terhadap pemberdayaan perawat :1) Decision-making. Pengendalian praktik keperawatan dalam sebuah organisasi.2) Autonomy. Kemampuan untuk bertindak atas dasar satu dalam pengetahuan dan pengalaman.3) Manageable workload . Penugasan kerja yang wajar.4) Reward and recognition. Apresiasi yang diterima untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik.5) Fairness. Konsisten, perlakuan yang adil terhadap semua staf.Kebalikan dari pemberdayaan adalah disempowerment (ketidakberdayaan). Ketidakmampuan untuk mengendalikan praktik sendiri mengarah pada frustrasi dan kadang-kadang kegagalan. Bekerja berlebihan dan kurangnya makna, pengakuan atau reward menghasilkan kelelahan emosional dan frustasi. Perawat, seperti kebanyakan orang, ingin memiliki beberapa kekuatan dan merasa diberdayakan. Mereka ingin didengar, diakui, dihargai dan dihormati. Mereka tidak ingin dianggap tidak penting atau tidak signifikan di masyarakat atau organisasi dalam tempat mereka bekerja (Whitehead, 2010).2.6. Pengembangan Staff Pengembangan staf merupakan aktivitas memelihara dan meningkatkan kompetensi pegawai guna mencapai efektivitas organisasi. Pengembangan staf dapat diwujudkan melalui pengembangan karier, serta pendidikan dan pelatihan.2.6.1. Pendidikan dan pelatihan2.6.1.1. Pengertian pendidikan dan pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana para karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaannya. Program pendidikan dan pelatihan dirancang untuk medapatkan kualitas sumber daya manusia yang baik dan siap untuk berkompetensi di pasar. Perusahaan atau institusi menyadari bahwa karyawan bukanlah alat yang hanya dimanfaatkan tenaganya untuk kepentingan perusahaan semata. Namun, karyawan atau staf juga menjadi aset perusahaan yang harus selalu ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya untuk meningkatkan produktifitas.

Karyawan atau staf pada dasarnya masih mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada dirinya, untuk itulah perusahaan atau institusi merancang adanya program pendidikan dan pelatihan untuk mempersempit keterbatasan yang ada pada karyawan atau staf tersebut. Dari hasil proses belajar, pelatihan adalah proses memberikan atau meningkatkan kemampuan dan keterampilan serta menanamkan atau menyesuaikan sikap kepada karyawan atau proses membantu karyawan untuk mengoreksi kekurangan dalam kinerjanya di masa sebelumnya. Untuk memutuskan atau menetapkan cara yang tepat dalam melaksanakan pelatihan, perlu diselidiki penyebab-penyebab terjadinya penurunan kinerja karyawan.

Ada tiga faktor yang menyebabkan seorang karyawan mempunyai kinerja rendah atau kurang memuaskan, yaitu:

1) Kurang mampu.

Kinerja yang rendah dapat disebabkan oleh kekuranggmampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

2) Kurang usaha. Kurangnya usaha dari karyawan yang bersangkutan juga menyebabkan kinerja yang kurang memuaskan. Sebetulnya karyawan tersebut mampu, tapi kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

3) Kondisi yang kurang menguntungkan.Pada situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan, dapat saja kinerja karyawan mejadi tidak memuaskan, misalnya terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu yang terbatas. Pelatihan merupakan salah satu faktor dalam pengembangan sumber daya manusia. Dengan pelatihan tidak saja menambah penggetahuan karyawan tetapi juga meningkatkan keterampilan yang berdampak pada peningkatan produktivitas kerja. Menutur Nitisemito (1997) pengertian pelatihan atau training adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan karyawan, sesuai dengan tujuan atau keinginan perusahaan atau institusi yang bersangkutan.2.6.1.2. Tujuan pendidikan dan pelatihanSegala sesuatu yang berupa kegiatan pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dari pendidikan dan pelatihan menurut Nitisemo (1992) adalah:

1) Pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih baik.2) Tanggung jawab diharapkan lebih besar.3) Kekeliruan dalam pekerjaan diharapkan berkurang.4) Kelangsungan perusahaan diharapkan lebih terjamin.2.6.1.3. Tahap tahap pendidikan dan pelatihan

Dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terdapat tahap-tahap yang harus dilalui. Proses pelatihan meliputi tahap penilaian kebutuhan (need assessment), pelatihan dan penembanan (training & development), dan evaluasi (evaluation).

Sedangkan Noe (2005) mengemukakan bahwa ada 7 tahap dalam proses perancangan agar pelatihan efektif. Pada tahap pertama adalah mengadakan penilaian terhadap kebutuhan. Tahap kedua adalah memastikan bahwa pegawai memiliki motivasi dan keahlian dasar yang diperlukan pelatihan. Tahap ketiga adalah menciptakan lingkungan belajar. Tahap keempat adalah memastikan bahwa peserta mengaplikasikan isi dari pelatihan dalam pekerjaannya. Tahap kelima adalah mengembangkan rencana evaluasi yang meliputi identifkasi hal yang mempengaruhi hasil (outcome) yang diharapkan dar i pelatihan, memilih rancanan evaluasi yang memungkinkan untuk menentukan hal yang berpengaruh terhadap hadil dari pelatihan. Tahap keenam adalah memilih metode pelatihan berdasarkan tujuan pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. Dan tahap ketujuh adalah mengevaluasi program dan membuat perubahan atau revisi pada tahapan awal agar dapat meninkatkan efektifitas pelatihan.

Proses perancanan pelatihan terkdang mengarah pada model ADDIE yang mencakup analisis (analysis), perancangan (design), pengembangan (development), implementasi (implementation), dan evaluasi. 2.6.2. Pengembangan karier

Pengembangan karier merupakan pendekatan formal yang digunakan organisasi untuk menjamin bahwa staf dengan kualifikasi tepat dan berpengalaman bersedia pada saat dibutuhkan.Penembangan karir terdiri atas:

1) Career planning.

Yaitu bagaimana karyawan merencanakan dan mewujudkan tujuan-tujuan kariernya sendiri.

2) Career management.

Proses ini menunjuk pada bagaimana organisasi mendesain dan melaksanakan program pengembangan karir. Pengembangan karir adalah outcome atau hasil yang berasal dari interaksi antar karir individu dengan proses manajemen karir organisasi. Setiap individu yang bekerja pada suatu perusahaan atau institusi akan memiliki harapan-harapan sebagai balas jasa atau pengorbanan ataupun prestasinya yang disumbangkan kepada institusi. Salah satu harapannya adalah meraih posisi atau kedudukan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian karir bagi karyawan adalah suatu kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhinya. 2.7. Penilaian Kerja PegawaiDalam merencanakan sistem penilaian kerja pegawai, manajer sebaiknya menetapkan orang yang bertanggung jawab untuk mengevaluasi setiap pekerja. Idealnya, setiap supervisor pegawai terdekat hendaknya mengevaluasi pelaksanaan kerjanya, di mana satu orang mengevaluasi kerja rekannya secara akurat, keduanya harus selalu mengadakan kontak, langsung, dan diperpanjang, sehingga penilai memiliki kesempatan untuk menganalisis sampel yang memadai dari seluruh aspek dari pelaksanaan kerja pegawai. Suatu hal yang mustahil bagi seorang supervisor yang memiliki jangkauan pengawasannya terlalu luas untuk melakukan kontak yang sering dan lama dengan semua bawahannya. Karena, supervisor tidak dapat mengenali pelaksanaan kerja total seluruh pekerja yang ada di bawah pengawasannya, serta tidak mungkin mengevaluasi mereka dengan tepat. Apabila sistem penilaian pelaksaan kerja ditujukan untuk megnhasilkan informasi yang benar, maka jangkauan pengawasannya harus cukup kecil, sehingga setiap manajer memiliki waktu dan kesempatan untuk menganalisis seluruh aktivitas kerja, terutama masing-masing pegawai (Nursalam, 2007).Adapun manfaat yang dapat dicapai dalam penilaian kerja, yaitu:

1) Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau kelompok, dengan membeikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit,

2) Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya,

3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya,

4) Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk mengembangakan pelayanan keperawatan di masa depan,

5) Menyediakan alas dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baik, dan6) Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengelurakan perasaannya tentang pekerjaannya, atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.Dengan manfaat tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi siapa saja staf yang memiliki potensi untuk dikembangkan kariernya, sehingga dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan datang, atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Sedangkan, bagi karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauannya serta motivasi dan sikap yang kurag baik, maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung. BAB III

ISU & SOLUSI

3.1. KasusRuang Ruby Barat (RBB) di Santosa Hospital Bandung Centeral (SHBC) dikenal sebagai unit rawat inap dengan jumlah pasien yang paling banyak (full bed) di antara ruang rawat inap lainnya. Ruangan ini memiliki 53 bed, 30 orang perawat dan jumlah pasien rata-rata adalah 42. Dengan sering terjadinya lonjakan jumlah pasien yang dirawat, menyebabkan perawat RBB mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan perawatan pada semua pasien dengan jumlah perawat yang ada sekarang. Dengan keadaan ini, sering kali pasien dan keluarga pasien menegur perawat mengenai keterlambatan untuk datang ke kamar pasien tiap kali pasien maupun keluarga pasien meminta pertolongan pada perawat dan mengeluhkan kualitas pelayanan di RBB. Hal ini dikarenakan perawat juga sedang memberikan tindakan perawatan atau mengurus pasien lainnya. Dengan melihat akan kondisi yang terjadi, Kepala Unit atau Sepervisor RBB membutuhkan beberapa tenaga perawat tambahan untuk memenuhi jumlah tenaga perawat yang ada di ruangan, dengan tujuan agar semua pasien yang ada dapat diatasi atau terpenuhi akan kebutuhan perawatannya. Komposisi perawat yang ada sekarang berjumlah 20 orang dan yang baru keluar 2 orang. Dari 30 perawat yang ada, 5 diantaranya adalah perawat baru bekerja 1 minggu. Dengan kurangnya pengalaman bekerja dan masih dalam orientasi atau penyesuaian tata cara kerja di unit RBB, mempengaruhi terhadap keoptimalan atau kesigapan dalam bekerja. Perawat yang bekerja di ruang RBB kerap kali keluar masuk. Sehingga kebutuhan tenaga perawat di RBB selalu tidak mencukupi. Akan tetapi, berhubung dengan kebijakan dari pihak RS sedang membatasi perekrutan karyawan khususnya tenaga perawat yang baru, maka unit RBB tersebut tidak akan mendapatkan penambahan tenaga perawat.3.2. Analisa kasus:

Kajian situasi dalam ilustrasi kasus diatas disusun melalui sistematika POAC (Planning, organizing, actuating dan controlling)

Planning:

Keputusan perekrutan perawat dibuat berdasarkan kebijakan dari direksi sebagai jajaran tertinggi di Santosa Hospital Bandung Centeral (SHBC). Dalam kebijakan tersebut, setiap satuan kerja yang ada di Santosa Hospital Bandung Centeral (SHBC) diharuskan untuk membuat perencanaan untuk masing-masing satuan kerja. Perencanaan sumber daya manusia di ruang perawatan Ruby Barat tersebut meliputi pembuatan usulan perekrutan tenaga perawat serta pembuatan usulan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Usulan tersebut selanjutnya dibawa ke bagian HRD untuk diproses. Setiap usulan perekrutan tenaga yang diajukan harusnya dianalisa terlebih dahulu untuk mengetahui apakah tenaga yang diminta sesuai kebutuhan. Cara mengetahuinya yaitu dengan menghitung beban kerja perawat. Penghitungan beban kerja perawat ditentukan oleh tingkat ketergantungan dan jumlah pasien, missal pasien dengan perawatan minimal, parsial dan total. Dengan adanya assessment kebutuhan dari ruangan Ruby Barat tersebut akan menjadi suatu bukti autentik yang dijadikan sebagai dasar rekrutmen staf atau perawat baru. Strategi dan restrukturisasi sistem keperawatan di tingkat rumah sakit :

a. Evaluasi rasio perawat-pasien dan prosedur rekrutmen

b. Menetapkan standar untuk tingkat staf dan membagi menjadi tiga tingkat Novice, Competent dan Expert, menurut pendidikan, pengalaman dan keahlian

c. Merancang deskripsi pekerjaan spesifik dan jelas untuk setiap tingkat

d. Mengalokasikan perawat dalam posisi dan pada setiap unit keperawatansesuai dengan tingkat keahlian mereka

e. Mendorong pertumbuhan profesional staf perawat dengan memperkenalkansistem council dan mengembangkan gaya manajemen partisipatif untuk keperawatan.Organizing: Ketika data assessment itu sudah didapatkan dan diajukan pada pihak direksi. Pada ilustrasi kasus di atas karena pihak rumah sakit tetap tidak akan melakukan rekrutmen dengan alasan bahwa SDMnya sudah mencukupi, maka setiap unit agar mampu memberdayakan tenaga perawat yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh Adib & Mahvash (2005) dapat menggunakan model dibawah ini.

Gambar 3.1 Model untuk pengembangan profesi keperawatan di Iran

Langkah-langkah untuk pemberdayaan profesi perawat :1. Menetapkan keperawatan sebagai profesi di seluruh sistem kesehatan nasional

2. Mendeklarasikan filosofi keperawatan dan menempatkan misi tersebut dalam sistem kesehatan nasional

3. Merancang uraian tugas yang jelas bagi perawat secara umum dan tempat-tempat khusus

4. Menetapkan standar, aturan dan peraturan untuk profesi5. Menetapkan skala gaji, standar perawatan dan rasio perawat-pasien, mengidentifikasi kompetensi staf6. Mengembangkan dan mengintegrasikan sistem keperawatan komunitas dalam sistem kesehatan nasional7. Merancang strategi untuk pengembangan penelitian keperawatan dan evidence based nursingNamun dalam ilustrasi kasus di atas dapat dilakukan suatu modifikasi dengan menyesuaikan situasi. Dimana restruktur sistem keperawatan akan melibatkan self confidence dan authority sehingga diharapkan akan mampu mengaplikasikan pengetahuan dan skill dengan tepat. Actuating:

Salah satu cara untuk menggerakkan sumber daya manusia adalah dengan memberikan reward dan punishment yang diberikan sesuai dengan kehadiran dan prestasi kerja perawat. Bila seorang perawat memiliki absensi dan prestasi kerja yang baik maka ia akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan reward. Reward bisa berupa materi ataupun penghargaan. Sedangkan punishment akan diberikan apabila ia melakukan hal-hal seperti sering tidak hadir tanpa izin atau melakukan penyalagunaan kekuasaan. Reward dan punishment tersebut diberikan semata-mata agar stafnya mampu bekerja secara maksimal sesuai konsep dari pemberdayaan staf itu sendiri. Proses kegiatan penilaian kerja meliputi:

1) Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh staf. Rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya, sehingga langkah perumusan tersebut dapat memberikan konstribusi berupa hasil.

2) Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh karyawan untuk kurun waktu tertentu, dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan,

3) Melakukan monitoring, koreksi, dan memberikan kesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya,

4) Menilai potensi kerja staf, dengan cara membandingkan prestasi yang dicapai dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan, dan

5) Memberikan umpan balik kepada staf yang dinilai.

Dalam proses pemberian umpan balik ini, atasan dan bawahan perlu membicarakan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya. Penghargaan yang bisa diberikan pada pegawai/karyawan, berupa:

a. Promosi kenaikan pangkat

Merupakan reward untuk individu yang berprestasi atau kesempatan pengembangan dan mempertimbangkan senioritas.

Manfaat dari promosi yaitu:

Mempertinggi semangat kerja bagi yang berprestasi, menciptakan keseimbangan, dan memotivasi.

b. Mutasi, yaitu pemindahan dari suatu pekerjaan/jabatan ke pekerjaan/jabatan lain. Tujuan dari mutasi, yaitu: pengembangan, mengurangi kejenuhan, reorganisasi, memperbaiki penempatan tenaga kerja yang kurang cocok, memberi kepuasan kerja, dan memperbaiki kondisi kesehatan.

Hambatan dalam ketenagakerjaan yang biasanya muncul berupa:

1. Absensi (karyawan tidak masuk kerja)

Hal ini merupakan kehilangan waktu yang mengakibatkan kerugian secara kualitas dan ekonomi bagi instansi.

a). Persentase absensi:

b). Rata-rata frekuensi absensi per tahun:

c). Faktor absensi (tidak masuk kerja), biasanya karena tempat tinggal

jauh, kelompok karyawan yang banyak, dan sakit.

Pola absensi

Sering pendek-pendek.

Jarang panjang.

Hari-hari tertentu.

d). Cara menghitung absensi:

Menerapkan sistem pencatatan,

Melakukan kunjungan rumah,

Memperhatikan kesejahteraan karyawan,

Meningkatkan kondisi tempat kerja,

Memperbaiki suasana kerja, dan

Menerapkan sistem penghargaan bagi karyawan yang tidak pernah atau sedikit absensinya.

2. Keluar-masuknya tenaga kerja (turn-over)

Penghitungan dalam mengurangi turn-over dapat dilakukan dalam waktu: proses penerimaan karyawan, peningkatan penugasan, perubahan job-description, dan pengembangan.

3. Kejenuhan (burn-out)

Merupakan keadaan di mana karyawan merasa kemampuan dirinya semakin berkurang dan kerja keras menjadi kurang produktif. Hal itu biasanya disebabkan oleh: peran dan fungsi yang kurang jelas, perasaan terisolasi, beban kerja berlebihan, dan terlalu lama di suatu bagian.Controlling atau pengawasan:

Kegiatan pengawasan ini dapat dilakukan dengan cara yaitu dengan memantau daftar hadir staf. System daftar hadir yang digunakan di Santosa Hospital Bandung Centeral (SHBC) merupakan system yang sudah computerized. Setiap bulan daftar hadir terus direkap dan dievaluasi oleh bagian HRD. Hal ini bertujuan untuk melihat kinerja dan kedisiplinan stafnya. Selain itu setiap perawat sebaiknya memiliki log book yang mencatat tentang aktifitasnya dan target apa yang akan dicapai kedepannya. BAB IVPENUTUP

KesimpulanKerangka clinical governance menuntut setiap pelayanan kesehatan harus mengadakan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan medis yang diberikan kepada pasien sehingga dibutuhkan pengelolaan staf dengan baik. Selain itu karena dalam keperawatan juga berpotensi mengalami ketidakberdayaan maka perlu dilakukan suatu usaha untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki perawat itu sendiri. Dengan kata lain memaksimalkan potensi atau memberdayakan perawat (nursing empowerment).

Disamping itu staffing menjadi metoda yang penting untuk menempatkan staf melalui rekrutmen, seleksi, orientasi, magang, pengembangan staf dan penapakan karir. Secara keseluruhan, proses staffing terdiri atas 3 langkah yaitu merencanakan, penjadwalan serta sistem untuk menentukan staf, dan hasil perencanaan. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan prinsip-prinsip staffing yang ada. Dimana tujuan akhir dari pemberdayaan dan pengelolaan staf tersebut tidak hanya meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien selaku konsumen tetapi juga kepada kepuasan perawat. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian situasi melalui sistematika POAC (Planning, organizing, actuating dan controlling).DAFTAR PUSTAKAAmerican Nursing Association (ANA). (2005). Utilization Guide for the ANA Principles for Nurse Staffing.Bahtiar, Y., & Suarli, S. (2007). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Jakarta: Erlangga.

Bechet, T, P. (2002). Strategic Staffing: A Practical Toolkit for Workforce Planning. New York: American Management Association.Gabow, P, Eisert, S, Karkhanis, A, Knight, A., & Dickson, P. (2005). A Toolkit for Redesign in Health Care. U.S.Jones, R. (2007). Nursing Leadership and Management: Theories, processes and Practice. Philadelphia: F. A. Davis Company.Kelly, P. (2010). Essentials of Nursing Leadership & Management (2nd ed.). USA: Delmar, Cengage Learning.Nursalam, M. (2007). Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.Raftopoulos, V, Charalambous, A., & Talias, M. (2012). The factors assisted with the burnout syndrome and fatigue in Cypriot nurses. BMC Public Health, 12 (457). Whitehead, D K, Weiss, S, A., & Tappen, R, M. (2010). Essentials of Nursing Leadership and Management (5th ed.). F. A. Davis Company.Yuniarsih, T, S. (2008). Managemen Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian. Jakarta: Alfabeta.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4293/waktu-kerja-lembur-lebih-dari-54-jam-semingguhttp://www.yukerja.com/learning/batas-jam-kerja-di-indonesia-menurut-undang-undang31